case evy pasien dr syafitri
DESCRIPTION
case evyTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
AIDS (Acquired lmmunodeficiency Sydrome) adalah sindrom atau kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang diakibatkan oleh
HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1981
di Amerika Serikat dan sampai saat ini telah menyerang sebagian besar negara didunia.
Penyakit ini berkembang secara pandemi, menyerang baik negara maju maupun negara yang
sedang berkembang1.
Penyakit HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu singkat
terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak negara. Saat ini tidak ada
negara yang terbebas dari HIV/AIDS sehingga menyebabkan berbagai krisis secara
bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis pendidikan,
ekonomi dan juga krisis kemanusiaan1.
Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan
gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori “Gunung Es“
dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya. Untuk itu WHO
mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-
200 penderita HIV/AIDS yang belum diketahui1.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Identitas
Nama : Tn. AV
No. RM : 01315417
Usia : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Alamat : Jl.bambu larangan rt 001/005 kelurahan: cengkareng barat
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 10/01/1963
Agama : Islam
Pekerjaan : lepas ( buka salon)
Status pernikahan : belum menikah
Pendidikan : Tamat SD
Masuk instalasi gawat darurat Rumah Sakit Fatmawati pada tanggal 16 desember 2014
pukul 03.11
Masuk instalasi rawat inap Gedung Teratai lantai 5 selatan Rumah Sakit Fatmawati pada
tanggal 16 desember pukul 15.45
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 desember 2014, di bangsal
Irna Teratai, ruang 524 A, RSUP Fatmawati.
A. Keluhan Utama
Bengkak di ke dua kaki memberat 2 bulan SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh bengkak di kedua kaki
yang di rasakan memberat, sampai pasien sulit jalan dan aktifitas pasien post rawat di
bangsal paru-rsf selama 1 bulan, pasien sudah berada di rumah satu minggu. Saat
pasien pulang satu minggu lalu, kaki memang sudah membengkak tetapi di rasakan
memberat. Demam kadang ada, batuk (+), pilek (-), terkadang sesak, mual (-),
muntah (-), terpasang NGT silicon sudah 1 minggu ini. BAK lancar berwarna jernih
kekuningan, BAB berwarna coklat tua ada ampas, tidak mencret atau cair. Pasien
menjalani pengobatan TBC, saat ini dengan OAT lini ke-2 ( levolofoxcacin 1x500
mg, Entambutol 1x1000 mg) tidak diketahui mulai kapan pasien punya penyakit DM
sudah 5 tahun. Awalnya ketahuan saat cek-cek gula. 3p (-), tidak rutin makan obat,
gangguan penglihatan (-), baal tangan kaki (-). Riwayat luka di kaki (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit hipertensi, asma, alergi, sakit ginjal maupun liver disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga ada yang mempunyai riwayat sakit DM (+), Riwayat hipertensi, asma,
alergi dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
E. Riwayat Kehidupan dan Kebiasaan
Pasien merokok (+) namun tidak mengkonsumsi alkohol (-). Belum menikah, tidak
berkerja.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 desember 2014, di bangsal Irna Teratai,
ruang 524 A, RSUP Fatmawati.
A. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
BB : 55 kg
TB : 160 cm
BMI : 21,48 kg/m2
Keadaan Gizi : gizi cukup
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 37,0ºC
C. Kepala dan Leher
Bentuk kepala : Normocephali.
Rambut : Hitam, distribusi rata, sulit dicabut
Wajah : Simetris, tidak ditemukan benjolan, malar rash –
Mata
Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra
Konjunctiva anemis +/+
Sklera ikterik -/-
Pupil isokor, 3 mm
Tidak ada kekeruhan pada lensa mata dextra dan sinistra
Reflek cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga
Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra
Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak
hiperemis
Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra
Nyeri tekan tragus -/-
Nyeri tekan aurikula -/-
Nyeri tarik aurikula -/-
Nyeri tekan retroaurikula -/-
Hidung
Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan –
Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/-
Tidak ditemukan deviasi septum
NGT sillicon (+)
Mulut
Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan bicara, sudut
bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan tersenyum.
Bibir kering, tidak sianosis
Oral higiene kurang baik
Lidah tampak kotor, tremor, lurus terjulur ditengah, tidak hiperemis, kering
Oral trush (+)
Uvula terletak ditengah, tidak oedem
leukoplakia (-)
Faring tidak hiperemis
Tonsil T1-T1 tenang.
Leher
Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran
kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP
5-1 cmH2O.
Auskultasi : Tidak terdengar bruit
D. Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang
tertinggal, pernapasan abdominotorakal
Tidak tampak retraksi sela iga
Ditemukan sikatriks pada kulit dinding dada
Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
Tidak terlihat spider navy
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan
pada dinding dada
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremitus (-), thrill
(-)
Teraba ictus cordis pada sela iga V, 2 jari medial dari linea midclavicularis kiri
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 2 jari medial dari midcavicularis kiri
Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronkhi +/+ basah kasar, wheezing-/-
BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Thorax Posterior
Inspeksi
Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis
Terlihat eflouresensi
Tidak terlihat benjolan
Tidak terdapat kelainan vertebra
Palpasi
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris
Tidak ditemukan nyeri tekan
Perkusi
Tidak terdapat nyeri ketuk
Perkusi secara umum terdengar sonor
Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada sela iga XI
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+
E. Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut datar
Venektasi (-), caput medusae (-), striae alba (+)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Arterial bruit (-)
Palpasi
Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik
Secara umum tidak ditemukan nyeri tekan(-)
Hepar dan lien tidak teraba
Ballotement -/-
Undulasi (-)
Perkusi
Shifting dullness (-)
F. Ekstremitas
Ektremitas atas
Inspeksi
Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, terdapat lesi kulit
Palmar eritema (-)
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger –
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua ekstremitas atas dapat bergerak aktif
dan bebas
Tidak ada gerakan involunter.
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Akral hangat
Pitting edema -/- -/-
Refleks patologis Hoffmann Tromner -/-
Flapping tremor -/-
Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi
Kekuatan otot normal 5555 5555
5555 5555
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Tungkai kiri dan kanan simetris, terlihat deformitas, tampak pembengkakan pada
ke dua tungkai, tidak terdapat lesi kulit
Terdapat nanah pada ke dua tungkai
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger –
Kedua tungkai tidak dapat bergerak aktif dan bebas
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri
Pitting oedem - -
- -
Klonus patella -/-, klonus achilles -/-
Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi
G. Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal
- Kaku kuduk (-)
- Lasegue (-), Kernig (-)
- Brudzinski I/II (-)/(-)
Refleks fisiologis (+)
Refleks patologis (-)
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 15/12/2014
08:30
Nilai Rujukan
Pemeriksaan HIV/AIDS
Anti HIV Reaktif Non Reaktif
CD4 absolut 84 410 – 1590 sel/ mm3
CD4 % 24% 31 – 60 %
Hasil laboratorium di RS. Fatmawati
Pemeriksaan 16/1222:38
17/12 18/1209:50
Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 6.7 5.8 5.8 13.2- 17.3 g/dl
Hematokrit 19 18 18 33-45 %
Leukosit 12.2 9.5 9.5 5-10 ribu/UL
Trombosit 179 129 129 150-440 ribu/UL
Eritrosit 2.11 2.02 2.02 4.40-5.9 juta/UL
LED 0-20 mm
VER 89.2 88.9 88.9 80-100 fl
HER 31.9 28.9 28.9 26-34 pg
KHER 35.7 32.5 32.5 32-36 g/dl
RDW 16.3 15.8 15.8 11.5-14.5 %
APTT 43.0 48.4 48.4 27.4-39.3
Kontrol APTT
31.5 31.5 31.5 -
PT 14.9 15.3 15.3 11.3-14.7
Kontrol PT 13.5 13.5 13.5 -
INR 1.13 1.17 1.17 -
Fibrinogen 259 200-400
D-Dimer 200 <300
Fungsi Hati
SGOT 45 0-34 u/l
SGPT 19 0-40 u/l
Albumin 2.20 1.90 1.90 3.40-4.80 g/dl
Fungsi Ginjal
Ureum darah 310 20-40
Kreatinin Darah
6.5 0.6-1.5
Glukosa Darah
Sewaktu
125 70-140 mg/dl
Elektrolit Darah
Natrium 101 106 106 135-147 mmol/l
Kalium 5.28 4.86 4.86 3.10-5.10 mmol/l
Klorida 75 84 84 95-108 mmol/l
Magnesium
Hepatitis
HBsAg Non Non Non reaktif
Anti HCV Non Non Non reaktif
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Foto Thoraks ( 3 desember 2014)
Hasil foto Rontgen thoraks pada pasien
Kesan :
Kardiomegali dengan elongasi aorta
Infiltrat di perihiler dan pericardial bilateral dd/ pneumonia
Suspek efusi pleura bilateral disertai gambaran bendungan paru
EKG (16 desember 2014)
Interprestasi :
Sinus rhytm, QRS rate 100 bpm, NA, P wave normal 0.08”, PR interval 0.16s, QRS
Comp narrow 0.04s, ST-T changes tidak ada, LVH tidak ada, RVH tidak ada, BBB
tidak ada
Kesan : EKG dalam batas normal
2.6 Resume
Pasien laki- laki, 51 tahun datang dengan keluhan bengkak pada ke dua kaki sejak 2
bulan sebelum masuk rumah sakit, bengkak di kaki yang di rasakan memberat
sampai pasien sulit jalan dan aktifitas ,BAB berwarna coklat tua ada ampas, tidak
mencret atau cair. Pasien menjalani pengobatan TBC, saat ini dengan OAT lini ke-2 (
leflofoxcacin 1x500 mg, Entambutol 1x1000 mg). Di keluarga ada yang mempunyai
riwayat sakit DM (+), Riwayat hipertensi, asma, alergi dan penyakit jantung pada
keluarga disangkal. Pasien merokok (+) namun tidak mengkonsumsi alkohol (-).
Belum menikah.
Pemeriksaan fisik :
Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi cukup
Mata : konjunctiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Gigi dan mulut : oral trush (+), leukoplakia (-)
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hati lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+) .
Pemeriksaan Laboratorium :
Kesan :??
1.7 Daftar Masalah
1) AIDS belum ARV
2) TB paru on OAT
3) CKD stage V
1.8 Rencana Pemeriksaan
Cek DPL, hitung jenis, albumin/globulin, elektrolit, LED, urin lengkap.
1.9 Penatalaksanaan
1.9.1 Non medikamentosa ??/
Diet lunak 1.700 kkal/hari
- 30 kkal/kgBB TB = 160 cm, BB idaman = 55kg
- Stress + 20%
- Aktivitas + 10%
Hasilnya : 1.700 kkal/hari
1.9.2 Medikamentosa ?
IVFD Nacl 0,9 % 500 cc/24 jam
Kalitake 3x1 sach p.o
Furosemid 2x 40 mg (2 amp) i.v
Spironolakton 1x100 mg p.o
Mycostatin drips 4x1 cc p.o
Dactarin cream 2x/hari oles
Albumin 20% 100 cc i.v??
Ceftriaxone 2x2 mg i.v
Lenofloxacin 1x500 mg p.o
Decubal zalf
Cotrimoxazol 1x ??
Fluronazol 1x200 mg i.v
Pujimin 3x2 tab
Omeprazol 1x40 mg i.v
Bicnat 3x 500 mg
1.10 Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
1.11 Follow up
1) Follow Up Tanggal 17 desember 2014
Subjektif Kaki bengkak (+)
Objektif TSS. CM.
TD : 120/70 mmHg FN : 90 x/menit RR : 19x/menit T : 37,0oC
Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Mulut : Candidiasis oral
Leher : JVP 5-1 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru : Vesikuler, ronkhi +/+ basah kasar, wheezing -/-
Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak
teraba, Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / +/+, lesi kulit -/- -/-
Hasil lab : ???
Assessme
nt
1. AIDS belum ARV
2. TB paru on OAT
3. CKD stage ⅴ
Planning Rtx/ ????
IVFD: NaCl 0,9% 500 ml/ 24 jam
Diet lunak 1700 kkal/hari
Kalitake 3x 1 sach p.o
Furosemid 2x40 mg (2 amp)i.v
Spironolakton 1x 100 mg p.o
Transfusi PRC 500 cc
Mycostatin drip 4x 1cc p.o
Nacl casr 3x500 mg p.o
Ceftriaxone 2x2 mg i.v
Levofloxacin 1x 500 mg p.o
Ethambutol 1x1000 mg p.o
Cotrimoxazol 1x900 mg p.o
Fluconazol tab 1x150 mg p.o
Pujimin 3x 2cap p.o
Diatab 3x2 tab
Omz 1x40 mg po
Ondancentron 3x8mg iv
Parasetamol 3x1000 mg iv
2) Follow Up Tanggal 18 desember 2014
Subjektif Kontak adekuat, masih bisa duduk.
Objektif TSS. CM.
TD : 130/80 mmHg FN : 109 x/menit RR : 21 x/menit T : 36,4oC
Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Mulut : Candidiasis oral
Leher : JVP 5-1 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru : Vesikuler, ronkhi +/+ basah kasar, wheezing -/-
Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak
teraba, Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / +/+, lesi kulit -/- -/-
Hasil lab : ???
Assessme
nt
1.AIDS belum ARV
2. TB paru on OAT
3. CKD stage ⅴ
Planning Rtx/ ????
IVFD: NaCl 0,9% 500 ml/ 24 jam
Diet lunak 1700 kkal/hari
Kalitake 3x 1 sach p.o
Furosemid 2x40 mg (2 amp)i.v
Spironolakton 1x 100 mg p.o
Albumin 20% 100 cc i.v
Transfusi PRC 500 cc
Mycostatin drip 4x 1cc p.o
Nacl casr 3x500 mg p.o
Ceftriaxone 2x2 mg i.v
Levofloxacin 1x 500 mg p.o
Ethambutol 1x1000 mg p.o
Cotrimoxazol 1x900 mg p.o
Fluconazol tab 1x200 mg p.o
Pujimin 3x 2 cap p.o
Bicnat 3x500 mg
Diatab 3x2 tab
Omz 1x40 mg po
Ondancentron 3x8mg iv
Parasetamol 3x1000 mg iv
3) Follow Up Tanggal 19 desember 2014
Subjektif Kontak adekuat, masih bisa duduk.
Objektif TSS. CM.
TD : 130/80 mmHg FN : 109 x/menit RR : 21 x/menit T : 36,4oC
Mata : Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-
Mulut : Candidiasis oral
Leher : JVP 5-1 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Paru : Vesikuler, ronkhi +/+ basah kasar, wheezing -/-
Jantung : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak
teraba, Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / +/+, lesi kulit -/- -/-
Hasil lab : ???
Assessme
nt
1.AIDS belum ARV
4. TB paru on OAT
5. CKD stage ⅴ
Planning Rtx/ ????
IVFD: NaCl 0,9% 500 ml/ 24 jam
Diet lunak 1700 kkal/hari
Kalitake 3x 1 sach p.o
Furosemid 2x40 mg (2 amp)i.v
Spironolakton 1x 100 mg p.o
Albumin 20% 100 cc i.v
Transfusi PRC 500 cc
Mycostatin drip 4x 1cc p.o
Nacl casr 3x500 mg p.o
Ceftriaxone 2x2 mg i.v
Levofloxacin 1x 500 mg p.o
Ethambutol 1x1000 mg p.o
Cotrimoxazol 1x900 mg p.o
Fluconazol tab 1x200 mg p.o
Pujimin 3x 2 cap p.o
Bicnat 3x500 mg
Diatab 3x2 tab
Omz 1x40 mg po
Ondancentron 3x8mg iv
Parasetamol 3x1000 mg iv
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
HIV (human immunodeficiency virus) adalah sebuah retrovirus yang menginfeksi sel
sistem kekebalan tubuh manusia - terutama Sel T CD4+ dan makrofag, komponen vital dari
sistem kekebalan tubuh "tuan rumah" - dan menghancurkan atau merusak fungsi mereka.
Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh, yang
menyebabkan kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit.CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang
menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam
memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang
baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.2,6
2.2 EPIDEMIOLOGI
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari 25
juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009, jumlah odha
diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian besar penderitanya adalah usia
produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan
jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta jiwa.Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370
ribu di antaranya terjadi pada anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang
meninggal karena AIDS. (WHO,2010 )
Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada tahun
1990, jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat ini, jumlahnya
sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67% diantaranya
disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika. (WHO, 2010)2
Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di
Indonesia.Sebagian ODHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual. Kemudian
jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai
terlihat peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika
suntik.6
Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di
Asia.Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko
tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika suntik (penasun), wanita penjaja
seks (WPS), dan waria.Di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa
Timur telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated
level of epidemic). Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized
epidemic).
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan kasus baru
AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana terjadi kenaikan tiga kali
lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15 tahun pertama epidemi AIDS di
Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS
dimana pada tahun 1999 terdapat 352 kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah
mencapai angka 16.110 kasus.
Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada Desember 2008,
sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan,
dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada pengguna narkotika suntik; 3,8% pada
homoseksual dan 2,2% pada transmisi perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari
dominasi kelompok homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus
pada kelompok penasun hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif kasus
AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 20–29 tahun (50,82%), disusul kelompok usia
30–39 tahun. (Depkes RI, 2008)
Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama jumlah
kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888 kasus, disusul DKI
Jakarta dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa Timur, Papua, dan Bali dengan
masing-masing jumlah kasus secara berurutan sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177
kasus AIDS.
Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir Desember
2008 adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah penduduk Indonesia
227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005). Proporsi kasus yang dilaporkan
meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC
sebanyak 8.986 kasus, diare kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus,
dermatitis generalisata 1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus.4
2.3 ETIOLOGI
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh HIV. Dua jenis virus HIV
telah diidentifikasi, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah HIV yang pertama diidentifikasi
oleh Luc Montainer di Institut Pasteur, Paris, tahun 1983. Karakteristik virus berhasil
diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San Francisco, pada tahun 1984.
HIV-2 berhasil diisolasi pertama kali dari pasien di Afrika Barat pada tahun 1986.2,4,5
HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili
Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus,
karena memiliki enzim reverse transcriptase. Pada retrovirus, RNA virus mula-mula
ditranskripsikan menjadi DNA dengan menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA
proviral ini kemudian dapat menggunakan kemampuan mensintesis protein yang dimilikinya
untuk menghasilkan virion baru.2,5 3
Gambar 1. Struktur HIV6
Secara morfologi, HIV berbentuk bulat dan terdiri atas bagian inti dan selubung. Genom HIV
terdiri ssRNA (dua untai RNA yang identik dengan ukuran masing-masing 9,2 kilobasa).
RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2.000 kopi protein virus p24,
dikelilingi oleh selubung virus. Selubung virus terdiri atas dua lapis membran lipid. Masing-
masing subunit selubung virus terdiri atas dua rangkaian protein membran nonkovalen gp120,
protein membran luar, dan gp41. Protein gp120 memiliki afinitas tinggi terutama region V3
terhadap reseptor CD (cluster of differentiation) sehingga bertanggung jawab pada awal
interaksi dengan sel target. Sedangkan gp41 bertanggung jawab dalam proses internalisasi
HIV ke sel target.
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
HIV-1 dapat masuk ke dalam sel tanpa menyebabkan kerusakan letal pada sel, akan tetapi
dapat menstimulasi kaskade sinyal yang memfasilitasi terjadinya replikasi virus. Untuk dapat
terjadi infeksi HIV diperlukan resepor spesifik pada sel pejamu, yaitu molekul CD4. Molekul
CD4 dimiliki oleh limfosit T, monosit, dan makrofag. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas
yang sangat besar terhadap HIV, terutama terhadap molekul gp120 dari selubung virus. Di
antara sel tubuh yang memiliki molekul CD4 paling banyak adalah sel limfosit T. Oleh
karena itu, infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada reseptor CD4 limfosit T.1,2
Dua buah molekul pada selubung HIV-1, yaitu glikoprotein eksternal (gp120) dan protein
transmembran (gp41) membentuk tonjolan-tonjolan pada permukaan luar virus. Pada proses
masuknya virus ke sel, gp120 menempel pada membran sel dengan berikatan pada reseptor
CD4. Selanjutnya, HIV menggunakan 2 koreseptor chemokine untuk proses fusi dan
masuknya virus ke dalam sel, yaitu CCR5 dan CXCR4. Interaksi antara virus dengan
koreseptor tersebut menyebabkan terjadinya perubahan konformasional, sehingga virus dapat
masuk ke dalam sel hanya dalam beberapa menit dengan pembentukan pori dan
diskontinuitas pada membran sel, sehingga terjadi fusi antara membran HIV dan limfosit.
Seluruh komponen virus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit T, kecuali
selubungnya.1,2,10
Selanjutnya, RNA dari virus mengalami transkripsi menjadi seuntai DNA dengan bantuan
enzim reverse transcriptase. Varian virus yang masih berhubungan namun berbeda dapat
terbentuk pada proses ini, karena proses reverse transcription ini 5
sangat rentan terhadap kesalahan dan tidak mempunyai aktivitas proofreading. Selanjutnya,
protein virus integrase bersama dengan enzim DNA repair dari sel pejamu memasukkan
genom DNA virus ke dalam DNA sel pejamu yang aktif melakukan transkripsi, sehingga sel
tersebut bertransformasi menjadi sel yang dapat memproduksi virus, yang disebut sebagai
provirus.1,11
Gambar 2. Replikasi HIV12
Provirus yang terbentuk ini tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang
sangat lambat, tergantung pada aktivitas dan diferensiasi sel pejamu yang terinfeksi, sampai
suatu saat terjadi stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi dengan
kecepatan yang tinggi. Hal ini diduga terjadi karena pengaruh sitokin proinflamatori. Sitokin
memicu nuclear factor κB (NF-κB) yang akan berikatan dengan 5’ LTR (long terminal
repeat) dan menginduksi terjadinya replikasi DNA. Tidak semua sitokin dapat memacu
replikasi virus, sebagian sitokin malah dapat menghambat replikasi. Sitokin yang dapat
memacu adalah sitokin yang umumnya ikut serta mengatur respons imun, seperti interleukin
(IL)-1, IL-3, IL-6, tumor necrosis factor α (TNF-α) dan TNF-β, interferon (IFN) γ,
granulocyte- macrophage colony-stimulating factor (G-CSF dan M-CSF) dan β macrophage
colony stimulating factor. Sitokin yang dapat menghambat adalah IL 4,10, transforming
growth factor β (TGF-β), IFN-α dan IFN-β.11
Berbagai kejadian saat infeksi HIV primer sangat menentukan perjalanan penyakit HIV
selanjutnya. Diseminasi awal virus ke organ limfoid, terutama gut-associated lymphoid tissue
(GALT), adalah faktor utama terjadinya infeksi kronik yang persisten.2
Virus yang masuk secara langsung ke pembuluh darah akibat produk darah terinfeksi akan
disingkirkan dari sirkulasi ke limpa dan organ limfoid lainnya, di mana 6
infeksi fokal primer akan dimulai, diikuti dengan diseminasi yang lebih luas ke jaringan
limfoid lain (terutama GALT) sehingga menyebabkan terjadinya viremia.2
Sel dendritik juga memegang peranan penting dalam inisiasi infeksi HIV. Sel ini
mengekspresikan reseptor lectin tipe C pada permukaannya, yang salah satu di antaranya
dapat berikatan dengan afinitas kuat dengan gp120 dan menahan partikel virus selama
beberapa hari. Dengan cara ini, sel dendritik dapat memediasi terjadinya transinfeksi ke sel T
CD4+. Selain itu, reseptor tersebut juga dapat memediasi terjadinya infeksi sel dendritik.
Mekanisme tersebut berperan apabila HIV masuk secara lokal, misalnya melalui mukosa.1,2
Infeksi HIV mempengaruhi sel-sel dalam sistem imun, menyebabkan defisiensi imun yang
berat. Defek dalam sistem imun ditandai dengan menurunnya jumlah limfosit (limfopenia)
sebagai akibat defisiensi CD4. Pada individu sehat, rasio CD4:CD8 adalah sekitar 2,0. Pada
pasien AIDS, rasio ini menurun menjadi sekitar 0,5, yang artinya terdapat CD8 dua kali lipat
lebih banyak daripada CD4. Sel-T CD4 helper bertanggung jawab atas respons imun yang
baik. Defisiensi sel T CD4+ menyebabkan defek utama pada respons imun yang dimediasi
oleh sel.3,11
Pada saat masuk ke dalam tubuh, HIV akan dihadapi oleh berbagai mekanisme pertahanan
tubuh termasuk pertahanan tubuh alamiah. Ada tiga mekanisme pertahanan untuk
menghadang HIV agar tidak dapat mencapai sel target yang mampu mengekspresikan CD4.
Pertama, komplemen akan berusaha memusnahkan virus melalui opsonisasi. Kedua, melalui
peran IFN-α dan IFN-β yang berusaha mencegah upaya replikasi HIV. Ketiga, mekanisme
yang lebih kompleks terjadi pada sel target. Pada sel target yang menjadi sasaran dan terpapar
HIV terdapat tiga mekanisme pertahanan tubuh untuk menyikapi keberadaan HIV tersebut.
Pertama, sel yang terpapar akan segera dimusnahkan oleh sel NK, yang dihadapi sendiri
maupun didukung oleh ADCC (antibody dependent cell cytotoxic). Kedua, sel yang terpapar
dimusnahkan secara pelahan melalui proses apoptosis patologis. Ketiga, sel yang terpapar
HIV tetap bertahan hidup, menjelajahi tubuh dengan mengikuti sirkulasi sistemik.3,11
Respons CD4 terjadi terutama pada infeksi akut, kemudian jumlah sel T CD4+ ini berangsur-
angsur menurun sejalan dengan perjalanan infeksi HIV yang cenderung berlangsung
progresif. Penurunan jumlah CD4 menyebabkan terjadi defisiensi sistem imun pada infeksi
HIV, yang membuka peluang munculnya infeksi sekunder mikroorganisme yang berasal dari
dalam maupun luar tubuh.3,11 7
DIAGNOSIS
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis infeksi HIV.
Secara garis besar, dapat dibagi menjadi pemeriksan serologik untuk mendeteksi adanya
antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Deteksi
adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi
antigen, dan deteksi materi genetik dalam darah pasien.1
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV.
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay),
aglutinasi, atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia
adalah dengan ELISA.1,3
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya
masa jendela. Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya
antibodi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk pada 4-8
minggu setelah infeksi. Jadi jika pada masa ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya
sudah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil yang negatif. Untuk itu jika kecurigaan akan
adanya resiko terinfeksi cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan 3 bulan
kemudian.3
Jika pemeriksaan penyaring antibodi menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling
sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB). Algoritma pemeriksaan dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.2
Gambar 3. Algoritma Pemeriksaan Serologis untuk Diagnosis Infeksi HIV2 8
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan
konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar pasien mendapat informasi yang sejelas-
jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik
untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti.3
Untuk memberitahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif
maupun negatif. Jika hasilnya positif, akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk
memperpanjang masa tanpa gejala serta cara-cara pencegahan penularan. Jika hasilnya
negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana
mempertahankan perilaku yang tidak beresiko.3
KRITERIA DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
Derajat infeksi HIV bervariasi antar individu. Waktu median sejak mulai infeksi sampai
berkembang menjadi AIDS adalah 8 sampai 10 tahun.13
Stadium dan klasifikasi HIV merupakan alat yang penting untuk melacak serta memantau
epidemi HIV. Hal ini juga bermanfaat untuk penatalaksanaan infeksi HIV. Terdapat dua
klasifikasi yang digunakan, yaitu klasifikasi CDC (U.S. Centers for Disease Control and
Prevention) dan klasifikasi WHO (World Health Organization). Klasifikasi CDC (revisi
tahun 1993) menilai derajat infeksi HIV berdasarkan jumlah CD4 dan dengan adanya kondisi
spesifik yang berhubungan dengan HIV. Batasan AIDS termasuk semua individu yang
terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200 sel/mL (atau persentase CD4 <14%) dengan semua
gejala dan kondisi yang berhubungan dengan HIV. Sistem klasifikasi CDC ini digunakan
pada penelitian klinis dan epidemiologis, dan dapat dilihat pada tabel berikut ini.14
Tabel 1. Sistem Klasifikasi CDC bagi Individu yang Terinfeksi HIV2,15
Keterangan : PGL : persistent generalized lymphadenopathy 9
Kondisi simtomatik kategori B merupakan kondisi simtomatik yang terjadi pada pasien
remaja atau dewasa yang terinfeksi HIV dengan minimal satu dari kriteria berikut:14,15
a) Diketahui terinfeksi HIV atau menunjukkan defek pada imunitas selular
b) Mengalami kondisi klinis atau penatalaksanaan yang dipersulit dengan infeksi HIV, di
antaranya :
Angiomatosis basiler
Kandidiasis orofaring (thrush)
Kandidiasis vulvovaginal, persisten atau resisten
Pelvic inflammatory disease (PID)
Displasia serviks (sedang atau berat)/karsinoma serviks in situ
Oral hairy leukoplakia
Idiopathic thrombocytopenic purpura
Gejala konstitusional, seperti demam (>38,5°C) atau diare yang berlangsung > 1 bulan
Neuropati perifer
Herpes zoster, meliputi ≥ 2 episode atau ≥ 1 dermatom
Sedangkan kondisi indikator-AIDS kategori C menurut sistem klasifikasi CDC:14,15
Pneumonia bakterial, rekurens (≥ 2 episode dalam 12 bulan)
Kandidiasis bronkial, trakeal, atau paru-paru
Kandidiasis esofageal
Karsinoma serviks, invasif, dikonfirmasi dengan biopsi
Coccidioidomycosis, diseminata atau ekstrapulmoner
Cryptococcosis, ekstrapulmoner
Cryptosporidiosis, chronic intestinal (berlangsung > 1 bulan)
Penyakit sitomegalovirus (selain hepar, limpa, atau kelenjar getah bening)
Ensefalopati, berhubungan dengan HIV
Herpes simpleks: ulkus kronik (berlangsung >1 bulan), atau bronkitis,
pneumonitis, atau esofagitis
Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner
Isosporiasis, chronic intestinal (berlangsung >1 bulan)
Sarkoma Kaposi
Limfoma, Burkitt, imunoblastik, atau sistem saraf pusat
Mycobacterium avium complex (MAC) atau M. kansasii, diseminata atau
ekstrapulmoner
M. tuberculosis, pulmoner atau ekstrapulmoner
Mycobacterium, spesies lain atau spesies yang belum teridentifikasi, diseminata atau
ekstrapulmoner
Pneumocystis jiroveci (dulu carinii) pneumonia (PCP)
Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
10
Septikemia Salmonella, rekurens (nontifoid)
Toksoplasmosis otak
Wasting syndrome akibat HIV (kehilangan berat badan involunter > 10% berat badan
seharusnya) dengan diare kronik (≥ 2 feses lembek per hari selama ≥ 1 bulan) atau lemah
badan kronik dan demam ≥ 1 bulan
Klasifikasi WHO (direvisi tahun 2005) dapat digunakan pada daerah dengan keterbatasan alat
untuk menghitung jumlah CD4 atau metode pemeriksaan diagnostik dan laboratorium
lainnya. Sistem WHO mengklasifikasikan HIV berdasarkan manifestasi klinis dan
laboratorium dan dapat dilakukan oleh klinisi dengan tingkat pengetahuan dan pelatihan HIV
yang bervariasi.16
Stadium klinis dan definisi kasus HIV bagi daerah dengan keterbatasan alat dikembangkan
oleh WHO pada tahun 1990 dan direvisi pada tahun 2005. Stadium berdasarkan pada temuan
klinis yang menuju pada diagnosis, evaluasi, dan penanganan HIV/AIDS, dan tidak
membutuhkan jumlah CD4. Sistem stadium ini digunakan pada banyak negara untuk
menentukan terapi antiretroviral (ART–antiretroviral therapy), bilamana pemeriksaan
serologis dan virologis tidak memungkinkan. Stadium klinis dikategorikan sebagai stadium 1
sampai 4, dari infeksi HIV primer sampai HIV/AIDS. Klasifikasi selengkapnya dapat dilihat
di tabel di bawah ini. Stadium ini ditentukan oleh kondisi atau gejala klinis spesifik.14,16
Tabel 2. Sistem Klasifikasi WHO untuk Stadium Klinis HIV/AIDS14,16 Infeksi HIV
Primer
· Asimtomatik
· Sindrom retroviral akut (Mononucleosis-like syndrome)
Stadium Klinis 1
· Asimtomatik
· Persistent generalized lymphadenopathy
· Performance scale 1: asimtomatik, aktivitas normal
Stadium Klinis 2
· Penurunan berat badan sedang (<10% dari berat badan seharusnya)
· Manifestasi mukokutan minor (angular cheilitis, ulserasi oral rekurens,
dermatitis seboroik, prurigo, erupsi pruritik papular, infeksi kuku oleh jamur)
· Infeksi respiratori rekurens (infeksi traktus respiratorius, infeksi saluran nafas atas,
sinusitis, bronkitis, otitis media, faringitis)
· Herpes zoster dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
Dan/atau performance scale 2: simtomatik, aktivitas normal.
BAB IV
PENGKAJIAN MASALAH
1.1 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Dasar diagnosis
a. Anamnesis
• Sejak dua bulan yang lalu kaki bengkak semakin memberat, berat badan turun, nafsu
makan menurun, dan demam hilang timbul
• Terdapat riwayat SIDA belum ARV
• Mempunyai riwayat suntik silicon pada daerah wajah
b. Pemeriksaan fisik
Konjunctiva pucat +/+
Oral thrush +, leukoplakia –
Tinea carporis
c. Pemeriksaan penunjang
- Anti HIV : reaktif
- CD4 absolut : 86 sel/mm3
- CD4 % : 24 %
Pembahasan
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.ipd Manifestasi klinis dari AIDS dapat muncul
sebagai akibat menurunnya kekuatan tubuh dalam melawan antigen asing. Infeksi HIV
dapat bersifat asimptomatik, gejala sistemik seperti demam, hilang timbul, lemas, dll
hingga munculnya berbagai infeksi oportunistik maupun keganasan.
Pada pasien ini, curiga risiko transmisi berasal dari homoseksual . Hal tersebut
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan anti HIV yang reaktif dan jumlah CD4 absolut: 86
sel/mm3 atau CD%: 24%.
Penatalaksanaan
1. Belum di berikan ARV, rencana Pemberian obat ARV dengan mempertimbangkan
kondisi pasien di karenakan hemoglobin < 10 g/dl dan infeksi oportunistik yang
diderita yang mana pada pasien ini menderita TB paru.???
2. Mencegah timbulnya infeksi oportunistik lain.
1.2 Tuberkulosis Paru
Dasar diagnosis
a. Anamnesis
• Pasien mempunyai riwayat TB paru
• Pasien mengalami penurunan berat badan dan demam hilang timbul sejak 2 bulan
yang lalu.??
b. Pemeriksaan fisik
Paru : vesikuler -/-, ronki +/+ basah kasar dan wheezing -/-
c. Pemeriksaan penunjang
• Foto thoraks : tampak infiltrat di apeks paru kiri
Pembahasan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium, terutama Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, namun juga dapat mengenai organ tubuh lain Tuberkulosis adalah
infeksi oportunistik yang paling sering timbul pada pasien dengan infeksi HIV. Pasien
dengan koinfeksi HIV-TB memiliki gejala klinis TB yang tidak khas. Pasien HIV yang
mengalami demam, dan penurunan berat badan harus dicurigai menderita TB.
Penatalaksanaan
1. OAT lini ke dua levofloxacin 1x500 mg dan ethambtol 1x 100 mg??
1.3 Acute on CKD stage V
Anamnesis:
• Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki suah 2 bulan SMRS
Pemeriksaan fisik:
• Conjungtiva pucat -/- dengan edema anasarca
Pemerksaan laboratorium :
hb
BAB V
KESIMPULAN
AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan tahap lanjut dari infeksi HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sistem imunitas tubuh, terutama sel T
CD4. Manifestasi klinis yang terdapat pada AIDS terutama akibat ketidakmampuan sel imun
untuk melawan antigen yang masuk, seperti infeksi oportunistik yang biasanya disebabkan
oleh bakteri non pathogen, maupun keganasan.
Sampai saat ini, infeksi HIV/AIDS belum bisa disembuhkan, namun dapat ditekan
progesifitas penyakitnya dengan menekan viral load dan meningkatkan jumlah sel T CD4
yang kompeten dengan kombinasi beberapa obat ARV (Anti Retroviral).