case anastesi cairan

35
LAPORAN KASUS Terapi Cairan pada Operasi Laparotomi Oleh: Erlangga Husada 1061030000 Resti Cahyani 109103000003 Salwa 109103000043 Pembimbing Dr. Nella Abdullah, Sp.An KEPANITRAAN KLINIK RSUP FATMAWATI SMF ANASTESI PERIODE 28 JANUARI – 22 FEBRUARI 2013 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

Upload: salwa-badruddin

Post on 11-Aug-2015

179 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Anastesi Cairan

LAPORAN KASUS

Terapi Cairan pada Operasi Laparotomi

Oleh:

Erlangga Husada 1061030000

Resti Cahyani 109103000003

Salwa 109103000043

Pembimbing

Dr. Nella Abdullah, Sp.An

KEPANITRAAN KLINIK RSUP FATMAWATI

SMF ANASTESI

PERIODE 28 JANUARI – 22 FEBRUARI 2013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013

Page 2: Case Anastesi Cairan

BAB I

LAPORAN KASUS1. Identitas

• no RM : 0942922

• nama : Ny. Lili Sumarsih

• usia : 40 tahun

• agama : islam

• alamat : jl. muhidin no 60 cipayung RT/RW 001/002 kab depok jawa barat

• pendidikan terakhir : SLTA

2. Anamnesis

A : tidak ada alergi, maupun asma

M : pasien sudah mendapatkan pengobatan asam mefenamat 3x500mg dan

hemobion 1x1

P : DM (-), hipertensi (-)

L : pasien sudah puasa 6 jam SMRS

E : nyeri perut hebat saat menstruasi sejak 3 bulan yang lalu, dan menstruasi

lebih banyak daripada biasanya, cepat merasa lelah, dan badan menjadi lebih

kurus dari biasanya, hpht 2 januari 2013, pasien mempunyai 4anak, menikah

1x

3. Pemeriksaan Fisik

- keadaan prabedah

• kesadaran : Compos Mentis

• TD : 111/67 mmHg,

• Nadi : 82x/menit,

• suhu : afebris

• BB : 70 kg,

• TB : 160cm

• Gol darah : AB, Rh (+)

• Hb : 9,7g/dl

Page 3: Case Anastesi Cairan

• CA : -/-

• Status ASA : 2

• Penyulit anastesi : anemia

• Jenis anastesi : general anastesi, dengan ETT 7

• Monitoring EKG lead II, SpO2, IV line, NIBP, urin kateter

- Pemeriksaan Fisik

• Kepala : mata CA -/-, SI : -/- , leher : JVP tidak meningkat

• Dada : jantung BJ I II reg, m(-), g(-); paru vesikuler, rh -/-, wh -/-

• abdomen : supel, datar, hepatomegali (-), splenomegali (-)

• ekstrimitas : akral hangat

- pemeriksaan penunjang

Lab :

4. Laporan Anesthesi Durante Operasi

Jenis anestesi : RA dilanjutkan GA – Intubasi Teknik anesthesia : Intubasi Oral

Sleep Apneu, ETT size 7, cuff (+), oropharyngeal airway (+) Lama anestesi 14.30 –

17.30 WIB Lama operasi : 14.45 – 17.00 WIB

5. Tindakan Anestesi

Awalnya pasien dianastesi spinal dengan fentanyl dan marcain, kemudian setelah 2

jam setelah didapatkan perdarahan yang banyak, pasien di anastesi umum (general

anastesi)

Obat berikut dimasukkan secara intravena:

a. Fentanil 80µg

b. Propofol 20mg

- Pasien diberi oksigen 100% 10 liter dengan metode over face mask

- Pemberian oksigen (preoksigenasi) 100% 10 liter dilanjutkan dengan metode face

mask selama 2-5 menit

- Dipastikan apakah airway pasien paten

- Dimasukkan muscle relaxant atracurium 25mg intravenous dan diberi bantuan

nafas dengan ventilasi mekanik

- Dipastikan pasien sudah berada dalam kondisi tidak sadar dan stabil untuk

dilakukan intubasi ETT

- Dilakukan intubasi ETT dilakukan ventilasi dengan oksigenasi

Page 4: Case Anastesi Cairan

- Cuff dikembangkan, lalu cek suara nafas pada semua lapang paru dan lambung

dengan stetoskop, dipastikan suara nafas dan dada mengembang secara simetris

ETT difiksasi agar tidak lepas dan disambungkan dengan ventilator

- Maintenance dengan inhalasi oksigen 2 lpm, N2O 3 lpm, dan isofluran MAC 1%

- Monitor tanda-tanda vital pasien, produksi urin, saturasi oksigen, tanda-tanda

komplikasi (pendarahan, alergi obat, obstruksi jalan nafas, nyeri)

- Dilakukan ekstubasi apabila pasien mulai sadar, nafas spontan dan ada reflek-

reflek jalan napas atas, dan dapat menuruti perintah sederhana.

Status Anastesi – keadaan pra bedah

• kesadaran : Compos Mentis

• TD : 111/67 mmHg,

• Nadi : 82x/menit,

• suhu : afebris

• BB : 72 kg,

• TB : 160cm

• Gol darah : AB, Rh (+)

• Hb : 9,7g/dl

• CA : -/-

• Status ASA : 2

• Penyulit anastesi : anemia

• Jenis anastesi : Regional anastesi dilanjutkan GA, ETT no 7,0

• Monitoring EKG lead II, SpO2, IV line, NIBP, urin kateter

Prosedur

• infus : tangan kanan 20

kaki kanan 18

• posisi terlentang

Monitoring

Jam TD (mmHg) Nadi (x/menit) SaO2 Obat-obatan

14.30 110/60 81 99%

14.40 100/60 82 100% Ondansetron 4mg

Milos 2mg

14.50 115/60 83 100%

15.00 90/59 82 100%

Page 5: Case Anastesi Cairan

15.10 80/45 83 100% Dopamin 4 mg

15.20 120/63 80 100%

15.30 75/47 90 100% Dopamin 4mg

15.40 119/60 78 100%

15.50 90/40 80 100%

16.00 80/60 82 100%

16.10 70/50 90 100% Vascon 0,01 mg

Ketamine 5 mg

16.20 130/40 80 100% Milos 2g

16.30 120/40 79 100%

16.40 80/40 92 100% Ketamine 30 mg

Transamin 1000 mcgit 200

mg

Fentanyl 30 mcg

Propofol 20 mg

Atracurium 20mg

16.50 110/65 80 100% Farmadol 1000 mg

Tramadol 100 mg

17.00 90/60 95 100%

17.10 90/60 95 100%

17.20 90/60 90 100%

17.30 100/60 78 100%

Pemantauan

SpO2 : 100 %

Cairan infus : Asering 1000 cc

Voluven 500 cc

Gelafusin 500 cc

Page 6: Case Anastesi Cairan

Darah : PRC 750 cc

Jumlah Perdarahan : ± 1600 cc

Urin : ± 200 cc

Pemulihan

Jam TD Nadi

17.30 120/70 86

17.40 120/80 85

17.50 120/80 80

18.00 110/80 88

Selesai Operasi

• Ondansetron 4 mg

• Reverse SA + prostagmin 2:2

• Pasien sadar ekstubasi

Page 7: Case Anastesi Cairan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. ADENOMIOSIS

Definisi

Adenomiosis adalah pertumbuhan jinak dari endometrium kedalam otot uterus,

terkadang disertai dengan pembesaran (hipertrofi). Adenomiosis lebih sering ditemukan pada

multipara dalam masa premenopause, frekuensi adenomiosis berkisar antara 10-47%.

Gambaran Klinik

Gejala yang paling sering ditemukan adalah menoragia, dismenorea sekunder, dan

uterus yang makin membesar. Kadang-kadang terdapat di samping menoragia,dispareunia

dan rasa berat di perut bawah terutama dalam masa pra haid. Menoragia makin lama makin

banyak karena vaskularitas jaringan bertambah dan mungkin juga karena otot-otot uterus

tidak dapat berkontraksi dengan sempurna karena adanya jaringan endometrium ditengah-

tengah, mungkin juga karena disfungsi ovarium. Dismenorea yang makin mengeras kiranya

disebabkan oleh kontraksi tidak teratur dari miometrium, karena pembengkakan endometrium

yang disebabkan oleh perdarahan pada waktu haid.

Page 8: Case Anastesi Cairan

Tabel 2.1. presentasi klinis adenomiosis

Tata laksana Adenomiosis

Histerektomi merupakan tatalaksana yang paling tepat untuk adenomiosis.

Histerektomi biasanya dilakukan pada pasien dengan multipara, usia >40 tahun. Namun,

pasien dengan usia muda dan belum memiliki anak, histerektomi merupakan pilihan yang

sulit. Biasanya pasien tersebut diterapi hormonal. Terapi hormonal tidak dapat

menghilangkan adenomiosis tersebut, terapi hormonal hanya menghilangkan rasa sakit.

2.2 TERAPI CAIRAN DAN TRANSFUSI

2.2.1 Penilaian Volume Intravaskuler

Penilaian dan evaluasi  klinis volume intravascular biasanya dapat dipercaya, sebab

pengukuran volume cairan kompartemen belum ada. Volume cairan intravascular dapat

ditaksir dengan menggunakan pemeriksaan fisik atau laboratorium atau dengan bantuan

monitoring hemodynamic yang canggih. Dengan mengabaikan metoda yang ada, evaluasi

serial diperlukan untuk mengkonfirmasikan kesan awal dan panduan terapi cairan. Lebih dari

Page 9: Case Anastesi Cairan

itu,  perlu melengkapi satu sama lain, sebab semua parameter tidak langsung, pengukuran

volume nonspesifik, kepercayaan pada tiap parameter mungkin salah.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik preoperative adalah yang paling dapat dipercaya .Tanda- tanda

hipovolemia meliputi turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut nadi yang kuat, denyut

jantung dan tekanan darah dan orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau posisi

berdiri, dan mengukur pengeluaran urin. Banyak obat yang pakai selama pembiusan, seperti

halnya efek fisiologis dari stress pembedahan, mengubah tanda-tanda ini dan memandang tak

dapat dipercaya periode sesudah operasi. Selama operasi, denyut nadi yang kuat (radial atau

dorsalis pedis), pengeluaran urin, dan tanda tidak langsung, seperti respon tekanan darah ke

tekanan ventilasi yang positive dan vasodilatasi atau efek inotropic negative dari anestesi,

adalah yang paling sering digunakan.

Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur atau pada pretibial pada pasien yang

dapat berjalan- peningkatan pengeluaran urin adalah tanda hypervolemia pada pasien dengan

dengan jantung, hepar, dan fungsi ginjal yang normal. Gejala lanjut dari hypervolemia yaitu

tachycardia, pulmonary crackles, wheezing, cyanosis, dan frothy pulmonary secretion.

Page 10: Case Anastesi Cairan

Tabel 2.2. Tanda-Tanda Kehilangan Cairan (Hipovolemia)

2.2.3 Evaluasi Laboratorium

Beberapa pengukuran laboratorium digunakan untuk menilai volume intravascular

dan ketercukupan perfusi.jaringan Pengukuran ini meliputi serial hematocrits, seperti pH

darah arteri, berat jenis atau osmolalitas urin, konsentrasi klorida atau natrium dalam urin,

Natrium dalam darah, dan creatinin serum, ratio blood urea nitrogen (perbandingan BUN).

Ini hanya pengukuran volume intravascular secara tidak langsung dan sering tidak bisa

dipercaya selama operasi sebab dipengaruhi oleh beberapa variabel dan hasilnya sering

terlambat. Tanda-tanda laboratorium dari dehidrasi yaitu peningkatan hematocrit progresif

acidosis metabolic yang progresif, berat jenis urin >1.010, Natrium dalam urin <10 mEq/L,

osmolalitas > 450 mOsm/kg, hypernatremia, dan ratio BUN- -kreatinin >10:1. Tanda-tanda

pada foto roentgen adalah meningkatnya vaskularisasi paru dan interstitiel yang ditandai

dengan ( Kerly " B") atau infiltrasi difus pada alveolar adalah tanda-tanda dari overload

cairan.

2.2.4 Pengukuran Hemodinamik  

Monitoring CVP diindikasikan pada pasien dengan jantung dan fungsi paru yang

normal jika status volume sukar untuk dinilai dengan alat lain atau jika diharapkan adanya

perubahan yang cepat. Pembacaan CVP harus diinterpretasikan nilai yang rendah(< 5 mm

Hg) mungkin normal kecuali jika ada tanda-tanda hypovolemia. Lebih dari itu, respon dari

bolus cairan ( 250 mL) yang ditandai dengan: sedikit peningkatan ( 1-2 mm Hg) merupakan

Page 11: Case Anastesi Cairan

indikasi penambahan cairan, sedangkan suatu peningkatan yang besar (> 5 mm Hg)

kebutuhan cairan cukup dan evaluasi kembali status volume cairan.. CVP yang terbaca >12

mmHg dipertimbangkan. hypervolemia dalam disfungsi ventricular kanan, meningkatnya

tekanan intrathorakal, atau penyakit pericardial restriktif.

Monitoring tekanan arteri Pulmonary dimungkinkan jika CVP tidak berkorelasi

dengan gejala klinis atau jika pasien mempunyai kelainan primer atau sekunder dari fungsi

ventrikel kanan, kelainan fungsi tubuh; yang juga berhubungan dengan paru-paru atau

penyakit pada ventrikel kiri. Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP) <8 mmHg

menunjukkan adanya hypovolemia ,dikonfirmasi dengan gejala klinis; bagaimanapun, nilai

<15 Mm Hg berhubungan dengan pasien yang hipovolemia relative dengan compliance

ventrikel lemah. Pengukuran PAOP >18 mmHg dan biasanya menandakan beban volume

ventrikel kiri yang berlebih. Adanya penyakit katup Mitral (stenosis), stenosis aorta yang

berat, atau myxoma atrium kiri atau thrombus mengubah hubungan yang normal antara

PAOP dan volume diastolic akhir ventrikel kiri. Peningkatan tekanan pada thorak dan

tekanan pada jalan nafas paru terlihat adanya kesalahan; sebagai konsekwensi, semua

pengukuran tekanan selalu diperoleh pada waktu akhir expirasi .

 

2.2.5 Cairan Intravena  

Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi

kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul

rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat

molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan oncotic  plasma

dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan cairan kristaloid dengan cepat

didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.  

Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid untuk pasien

dengan pembedahan. Para ahli mengatakan bahwa koloid dapat menjaga plasma tekanan

oncotic plasma, koloid lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah

jantung.Ahli yang lain mengatakan bahwa pemberian cairan kristaloid efektif bila diberikan

dalam jumlah yang cukup.

Beberapa pernyataan dibawah ini yang mendukung : 

1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam

mengembalikan volume intravascular. 

2. Mengembalikan deficit volume intravascular dengan kristaloid biasanya memerlukan

3-4 kali dari jumlah cairan jika menggunakan koloid. 

Page 12: Case Anastesi Cairan

3. Kebanyakan pasien yang mengalami pembedahan mengalami deficit cairan

extracellular melebihi deficit cairan intravascular.. 

4. Defisit cairan intravascular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan

menggunakan cairan koloid. 

5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema

jaringan.

Beberapa kasus membuktikan bahwa, adanya edema jaringan mengganggu transport

oksigen, memperlambat penyembuhan luka dan memperlambat kembalinya fungsi

pencernaan setelah pembedahan.

2.2.5.1 Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien dengan syok

hemoragik dan septic syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma kepala untuk

menjaga tekanan perfusi otak, dan pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar. Jika 3-4 L

cairan kristaloid telah diberikan, dan respon hemodinamik tidak adekuat, cairan koloid dapat

diberikan. 

Ada beberapa macam cairan kristaloid yang tersedia. Pemilihan cairan tergantung dari

derajat dan macam kehilangan cairan. Untuk kehilangan cairan hanya air, penggantiannya

dengan cairan hipotonik dan disebut juga maintenance type solution. Jika hehilangan

cairannya air dan elektrolit, penggantiannya dengan cairan isotonic dan disebut juga

replacement type solution. Dalam cairan, glukosa berfungsi menjaga tonisitas dari cairan atau

menghindari ketosis dan hipoglikemia dengan cepat. Anak- anak cenderung akan menjadi

hypoglycemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam puasa. Wanita mungkin lebih cepat hypoglycemia jika

puasa (> 24 h) disbanding pria. 

Kebanyakan jenis kehilangan cairan intraoperative adalah isotonik, maka yang biasa

digunakan adalah replacement type solution, tersering adalah Ringer Laktat. Walaupun

sedikit hypotonic, kira-kira 100 mL air per 1 liter mengandung Na serum 130 mEq/L, Ringer

Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan extraselular dan paling sering dipakai

sebagai larutan fisiologis. Laktat yang ada didalam larutan ini dikonversi oleh hati sebagai

bikarbonat. Jika larutan salin diberikan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan dilutional

acidosis hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang tinggi (154 mEq/L): konsentrasi

bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi Clorida meningkat. 

Larutan saline baik untuk alkalosis metabolic hipokloremik dan mengencerkan

Packed Red Cell untuk transfusi. Larutan D5W digunakan untuk megganti deficit air dan

Page 13: Case Anastesi Cairan

sebagai cairan pemeliharaan pada pasien dengan restriksi Natrium. Cairan hipertonis 3%

digunakan pada terapi hiponatremia simptomatik yang berat (lihat Bab 28). Cairan 3 – 7,5%

disarankan dipakai untuk resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik. Cairan ini

diberikan lambat karena dapat menyebabkan hemolisis. 

2.2.5.2 Cairan Koloid

Aktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid untuk

menjaga cairan ini ada di intravascular. Walaupun waktu paruh dari cairan kristaloid dalam

intravascular 20-30 menit, kebanyakan cairan koloid mempunyai waktu paruh dalam

intravascular 3-6 jam. Biasanya indikasi pemakaian cairan koloid adalah : 

1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang berat (misal: syok

hemoragik) sampai ada transfusi darah. 

2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana 

Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien luka bakar,

koloid diberikan jika luka bakar >30% dari luas permukaan tubuh atau jika > 3-4 L larutan

kristaloid telah diberikan lebih dari 18-24 jam setelah trauma.  Beberapa klinisi menggunakan

cairan koloid yang dikombinasi dengan kristaloid bila dibutuhkan cairan pengganti lebih dari

3-4 L untuk transfuse. Harus dicatat bahwa cairan ini adalah normal saline ( Cl 145 – 154

mEq/L ) dan dapat juga menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. 

Banyak cairan koloid kini telah tersedia. Semuanya berasal dari protein plasma atau

polimer glukosa sintetik. Koloid yang berasal dari darah termasuk albumin ( 5% dan 25 % )

dan fraksi plasma protein (5%). Keduanya dipanaskan 60 derajat selama 10 jam untuk

meminimalkan resiko dari hepatitis dan penyakit virus lain. Fraksi plasma protein berisi alpha

dan beta globulin yang ditambahkan pada albumin dan menghasilkan reaksi hipotensi. Ini

adalah reaksi alergi yang alami da melibatkan aktivasi dari kalikrein. 

Koloid sintetik termasuk Dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan

histamine mediated- allergic reaction dan tidak tersedia di United States.Dextran terdiri dari

Dextran 70 ( Macrodex ) dan Dextran 40, yang dapat meningkatkan aliran darah

mikrosirkulasi dengan menurunkan viskositas darah. Pada Dextran juga ada efek antiplatelet.

Pemberian melebihi 20 ml/kg/hari dapat menyebabkan masa perdarahan memanjang

(Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat juga bersifat antigenic dan anafilaktoid ringan

dan berat dan ada reaksi anafilaksis. Dextan 1 ( Promit ) sama dengan Dextran 40 atau

dextran 70 untuk mencegah reaksi anafilaxis berat.;bekerja seperti hapten dan mengikat

setiap antibody dextran di sirkulasi. 

Page 14: Case Anastesi Cairan

Hetastarch (hydroxyetil starch) tersedia dalam cairan 6 % dengan berat molekul

berkisar 450.000. Molekul-molekul yang kecil akan dieliminasi oleh ginjal dan molekul besar

dihancurkan pertama kali oleh amylase. Hetastarch sangat efektif sebagai plasma expander

dan lebih murah disbanding albumin.. Lebihjauh, Hetastarch bersifat nonantigenik dan reaksi

anafilaxisnya jarang. Studi masa koagulasi dan masa perdarahan umumnya tidak signifikan

dengan infus 0.5 – 1 L. Pasien transplantasi ginjal yang mendapat hetastarch masih

controversial. Kontroversi ini dihubungkan juga dengan penggunaan hetastarch pada pasien

yang menjalani bypass kardiopulmoner. Pentastarch, cairan starch dengan berat molekul

rendah, sedikit efek tambahannya dan dapat menggantikan hetastarch.

 

2.3 TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan cairan

normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

Kebutuhan Pemeliharaan Normal    

Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan

cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal,

keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat

diestimasi dari tabel berikut:

Tabel Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan

       Berat Badan                                                       Kebutuhan        

10 kg pertama                                                            4 ml/kg/jam

10-20 kg kedua                                                          2 ml/kg/jam

Masing-masing kg  > 20 kg                                       1 ml/kg/jam

Preexisting Deficit    

Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan

menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan

dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa. Untuk 70 kg, puasa 8 jam,

perhitingannya (40 + 20 + 50) ml / jam x 8 jam atau 880 ml. Pada kenyataannya, defisit ini

dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan cairan abnormal sering

dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering terdapat hubungan antara perdarahan

preoperatif, muntah, diuresis dan diare.

Page 15: Case Anastesi Cairan

Penggantian Cairan Intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit

cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative (darah, redistribusi dari

cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur

pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan

adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua

prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya,

kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara

volume cairan intravascular (normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih

(dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan transfuse sel darah

merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21 - 24%).

Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap normal.

Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung

dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah

yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4

kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai

dicapai Hb yang diharapkan.

Tabel. Perkiraan Volume Darah Rata-Rata (Average Blood Volumes) 

UMUR                                          VOLUME DARAH

Neonates     Premature                             95 Ml/Kg     Full-Term                             85 Ml/KgInfants                                        80 Ml/KgAdults     Men                                             75ml/Kg     Woman                                     65 Ml/Kg

Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan

perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya setelah

kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung daripada

kondisi pasien dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah yang hilang

untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai berikut:

Estimasi volume darah dari Tabel estimasi volum darah.

Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative (RBCV preop).

Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah

normal.

Page 16: Case Anastesi Cairan

Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit 30% adalah

RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.

Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan darah

melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit

hingga 24% (hemoglobin < 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung banyaknya

darah yang hilang, contohnya pada penyakit jantung dimana diberikan transfusi jika

kehilangan darah 800 mL.

Tabel. Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan

DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN               PENAMBAHAN CAIRAN

MINIMAL (contoh hernioraphy)                                        0 – 2 ml/Kg

SEDANG  ( contoh cholecystectomy)                               2 – 4 ml/Kg

BERAT (contohreseksi usus)                                               4 – 8 ml/Kg

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:

1. Satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit

2-3% (pada orang dewasa); dan 

2. 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan

hematocrit 10%.

Menggantikan Hilangnya Cairan Redistribusi dan Evaporasi

Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat manipulasi

dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan. Kehilangan cairan

tambahan ini dapat digantikan menurut tabel di atas, berdasar pada apakah trauma jaringan

adalah minimal, moderat, atau berat. Ini hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya

bervariasi pada masing-masing pasien.   

Transfusi Intraoperatif  

Packed Red Blood Cells

Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat mengoptimalkan

penggunaan dan pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood Cell ideal untuk pasien yang

memerlukan sel darah merah tetapi tidak penggantian volume ( misalnya, pasien anemia

Page 17: Case Anastesi Cairan

dengan congestive heart failure). Pasien yang dioperasi memerlukan cairan seperti halnya sel

darah merah; kristaloid dapat diberikan dengan infuse secara bersama-sama dengan jalur

intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.

Sebelum transfusi, masing-masing unit harus diperiksa secara hati-hati dicek dengan

kartu dari bank darah dan identitas dari penerima donor darah. Tabung transfusi berisi 170-

J.m untuk menyaring gumpalan atau kotoran. Dengan ukuran sama dan saringan berbeda

digunakan untuk mengurangi leukocyte isi untuk mencegah febrile reaksi transfusi febrile

pada pasien yang sensitif. Darah untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai

37°C. terutama jika lebih dari 2-3 unit yang akan ditransfusi; jika tidak akan menyebabkan

hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan secara khas 2,3-diphosphoglycerate ( 2,3-

DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang disimpan dapat menyebabkan suatu pergeseran

kekiri ditandai hemoglobin-oxygen kurva-disosiasi dan, menyebabkan hipoxia jaringan.

Penghangat darah harus bisa menjaga suhu darah > 30°C bahkan pada aliran rata-rata sampai

150 ml/menit

Fresh Frozen Plasma

Fresh Frozen Plasma ( FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua factor

pembekuan. Transfusi FFP ditandai penanganan defisiensi faktor terisolasi, pembalikan

warfarin therapy, dan koreksi coagulopathy berhubungan dengan penyakit hati. Masing-

Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada

umumnya dosis awal 10-15 mL/kg. Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi

faktor pembekuan yang normal.

FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah masive.

Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura thrombocyto-penic thrombotic

dapat diberikan FFP transfusi. Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar

yang sama sebagai unit darah utuh. Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap

protein plasma. ABO-COMPATIBLE biasanya diberi tetapi tidak wajib. Seperti butir-butir

darah merah, FFP biasanya dihangatkan 37°C sebelum transfusi.

Platelets

Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia atau

dysfunctional platelets dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit dapat diberikan

pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 oleh karena resiko perdarahan spontan.

Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan peningkatan perdarahan

Page 18: Case Anastesi Cairan

selama pembedahan. Pasien dengan thrombocytopenia yang mengalami pembedahan atau

prosedur invasive harus diberikan profilaxis transfusi trombosit sebelum operasi, hitung

trombosit harus meningkat diatas 100,000 x 109/L. Masing-Masing unit platelets mungkin

diharapkan untuk meningkatkan 10,000-20,000 x 109/L dari trombosit. Plateletpheresis unit

berisi yang sejenisnya enam unit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat diharapkan

pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat meningkatkan perdarahan pada

pembedahan bahkan ketika trombosit normal dan dapat didiagnosa preoperative dengan

memeriksa masa perdarahan. Transfusi platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi

trombosit dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan.

Komplikasi Transfusi

Komplikasi Imun   

Komplikasi imun setelah transfusi darah terutama berkaitan dengan sensitisasi donor ke

sel darah merah, lekosit, trombosit atau protein plasma.

Reaksi Hemolytic

Reaksi Hemolytic pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah

yang ditransfusikan oleh antibody resipien. Lebih sedikit biasanya, hemolysis sel darah

merah resipien terjadi sebagai hasil transfusi antibody sel darah merah.Trombosit

konsentrat yang inkompatible, FFP, clotting faktor, atau cryoprecipitate berisi sejumlah

kecil plasma dengan anti-A atau anti-B ( atau kedua-duanya) alloantibodies. Transfusi

dalam jumlah besar dapat menyebabkan hemolisis intravascular. Reaksi Hemolytic

biasanya digolongkan akut ( intravascular) atau delayed ( extravascular).

Reaksi Imun Nonhemolitik

Reaksi imun Nonhemolytic adalah dalam kaitan dengan sensitisasi dari resipien ke

donor lekosit, platelets, atau protein plasma.

Reaksi Febrile (peningkatan suhu)

Reaksi Urtikaria   

Reaksi Anafilaksis

Edema Pulmonary Noncardiogenic

Purpura Posttransfusi

Komplikasi Infeksi 

1. Infeksi virus Hepatitis

Page 19: Case Anastesi Cairan

2. Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS )

3. Infeksi Virus Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr

4. Infeksi parasite

5. Infeksi Bakteri

Page 20: Case Anastesi Cairan

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien dengan keluhan nyeri perut (dysmenorrhea) dan perdarahan saat menstruasi

yang lebih banyak dari biasanya (menorraghia) menguatkan diagnosis terdapatnya kelainan

pada system reproduksi wanita (uterus), tetapi perlu pemeriksaan lebih lanjut seperti

pemeriksaan fisik dan USG. Pada pemeriksaan fisik ginekologi teraba uterus yang lebih

besar, pada VT didapatkan perdarahan (+), nyeri saat digerakkan.

Menurut kriteria diagnosis adenomiosis, seperti dysmenorrhea, menorraghia, dan

pembesaran uterus dengan factor resiko multipara, usia 45 tahun ke atas menambah kuat

dugaan adenomiosis. Pemeriksaan USG juga didapatkan penebalan myometrium dan terdapat

gambaran seperti kelenjar.

Penatalaksanaan adenomiosis bergantung pada usia dan status paritas pasien, pada

pasien ini dengan p4 dan usia 40 tahun, histerektomi merupakan pilihan penatalaksanaan

adenomiosis yang tepat.

3.1 Preoperative

Sebelum dilakukan tindakan operasi sangat penting untuk dilakukan persiapan pre

operasi terlebih dahulu untuk mengurangi terjadinya kecelakaan anastesi. Kunjungan

terhadap pasien sebelum pasien dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya

kelainan diluar kelainan yang akan di operasi, menentukan jenis operasi yang akan di

gunakan, melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat

hipertensi, asma, alergi, atau decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan

pasien secara keseluruhan, dokter anestesi dapat menentukan cara anestesi dan pilihan obat

yang tepat pada pasien. Kunjungan pre operasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian

salah identitas dan salah operasi.

Evaluasi pre operasi meliputi history taking (AMPLE), pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi

klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA.

Klasifikasi status fisik ASA bukan merupakan alat perkiraan risiko anestesi, karena

efek samping anestesi tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan. Penilaian ASA

diklasifikasikan menjadi 5 kategori. Kategori ke-6 selanjutnya ditambahkan untuk ditujukan

Page 21: Case Anastesi Cairan

terhadap brain-dead organ donor. Status fisik ASA secara umum juga berhubungan dengan

tingkat mortalitas perioperatif. Karena underlying disease hanyalah satu dari banyak faktor

yang berkontribusi terhadap komplikasi periopertif, maka tidak mengherankan apabila

hubungan ini tidak sempurna. Meskipun begitu, klasifikasi satus fisik ASA tetap berguna

dalam perencanaan manajemen anestesi, terutama teknik monitoring.

Kelas I : Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa limitasi

aktivitas sehari-hari.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas normal.

Kelas IV : Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa dan memerlukan

terapi intensif, dengan limitasi serius pada aktivitas sehari-hari.

Kelas V : Pasien sekarat yang akan meninggal dalam 24 jam, dengan atau tanpa

pembedahan.

Pada pasien ini dari anamnesis tidak didapatkan riwayat alergi, dan pasien baru

terdiagnosis adenomiosis sekitar 2 minggu, sehingga medikasi / obat-obatan yang didapat

baru asam mefenamat dan suplemen besi (hemobion), adapun penyakit seperti DM,

Hipertensi, dan penyakit jantung yang dapat menjadi penyulit anastesi juga disangkal. Pasien

mulai dipuasakan 6 jam sebelum operasi sehingga nanti saat pemberian cairan, hilangnya

cairan selama 6 jam juga harus digantikan.

Pemberian cairan perioperatif

Seperti yang sudah disebutkan dalam tinjauan pustaka, bahwa cairan dalam tubuh

manusia terbagi menjadi cairan intraseluler, cairan ekstraseluler dan cairan intravaskuler.

Ketiga komponen cairan ini harus terpenuhi untuk mendapatkan keadaan yang seimbang

sesuai dengan keadaan fisiologis. Pada pasien kali ini, dengan melihat tabel estimasi cairan

tubuh.

Cairan Pria Wanita

Total cairan tubuh 600 mL/kg 500 mL/kg

Whole blood 66 mL/kg 60 mL/kg

Plasma 40 mL/kg 36 mL/kg

Eritrosit 26 mL/kg 24 mL/kg

Page 22: Case Anastesi Cairan

Wanita,berat badan 70 kg, maka

a. total cairan tubuh 500 x 70 ±35000 ml,

b. Whole blood sekitar 60 x 70 = 4200 ml,

c. Plasma 36x70 = 2520 ml

d. Eritrosit 24 x 70 = 1680 ml

1. Kebutuhan cairan maintenance normal dapat dihitung berdasarkan rumus pada tabel :

Maka kebutuhan cairan maintenance pada pasien wanita BB 70 kg, adalah

40+20+50= 110ml/jam

2. Mengganti cairan yang hilang (saat puasa)

Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami deficit cairan

karena durasi puasa. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance

dengan waktu puasa.pada pasien ini terapi cairan sebagai pengganti cairan yang hilang

selama 6 jam adalah 660ml/jam.

Pada pasien kali ini dilakukan laparotomy (histerektomi radikal) yang tergolong

operasi besar, sehingga perkiraan cairan yang hilang sekitar (4-8ml) x 70 kg =

(280 sampai 560ml).

Page 23: Case Anastesi Cairan

Cairan yang dapat digunakan sebagai cairan maintenance adalah cairan kristaloid

(asering, RL) dengan perhitungan perbandingan 3:1, sedangkan cairan maintenance yang

kedua adalah koloid dengan perbandingan 1:1.

TERAPI CAIRAN pada Ny. 40 thn, BB = 70 kg

Maintanance (M) 10 kg pertama x 4 ml10 kg kedua x 2 ml10 kg berikutnya dikali 1

40+20+50 110 ml

Pre Operatif(pengganti puasa/ P)

Lama puasa (jam) x Maintanance

6 x 110 660 ml

Intra Operatif

1 jam pertama M + ½ P + OO (jenis operasi)

110 + 330 + 280= 720 ml

1830 ml1 jam kedua M + ¼ P + O 110 + 165 + 280

= 555 ml1 jam ketiga M + ¼ P + O 110 + 165 + 280

= 555 ml

Berdasarkan perhitungan diatas, cairan yang harus diberikan kepada pasien pada saat

pre operatif sebesar 660 ml. Cairan tersebut bertujuan untuk menggantikan cairan yang hilang

saat pasien puasa selama 6 jam.

Sedangkan untuk kebutuhan cairan selama berlangsungnya operasi sebesar 1830 ml

dalam kurun waktu 3 jam. Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid, koloid, maupun

kombinasi keduanya. Pada pasien ini, diberikan sejumlah cairan sbb:

Kristaloid (Asering) 1000 cc

Koloid (Gelafusin & Voluven) 1000 cc

Jumlah cairan yang diberikan intraoperative sebesar 2000 cc.

Jumlah cairan yang keluar : urin 200 cc + perdarahan 1600 cc = 1800 cc

Balans cairan : 2000-1800 = 200 cc.

3. Menghitung perdarahan

Page 24: Case Anastesi Cairan

Pada perempuan dg BB 70 kg

Ht pre op : 30 %/dl

Hb pre op : 9,7 g/dl

Ht post op : 29 %

Hb post op : 9,4 g/dl

EBV (Estimate Blood Volume) pada pasien :

EBV = 65 ml/kg x 70 kg

= 4550 mlL

RBCV 30 % =  4550 x 30 % = 1365 mL.

RBCV30% = 4550 x 21 % = 955 mL

Kehilangan sel darah merah pada 30% = 1365 – 955 = 410 ml

ABL (Allowable Blood Loss)/Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 410 mL = 1230 mL.

Pada pasien mengalami perdarahan yang banyak. Hal tersebut terjadi karena adanya

kesulitan saat operasi yaitu adanya perlengketan ketika akan dilakukan histerektomi. Adanya

perlengketan tersebut mengakibatkan semakin lama durasi operasi, dan semakin banyak

darah yang keluar.

Pasien telah kehilangan darah ± 1600 cc, dan ini termasuk kedalam perdarahan kelas

III. Perdarahan kelas III merupakan perdarahan yang sangat banyak. Biasanya pasien akan

mengalami takikardi, takipneu.

Page 25: Case Anastesi Cairan

Tabel. Klasifikasi Perdarahan

Menentukan jumlah perdarahan yang hilang ketika operasi sangat penting, karena hal tersebut dapat menentukan seberapa banyak cairan yang kita berikan baik berupa kristaloid, koloid ataupun transfuse darah.

Pada pasien mendapatkan tranfusi PRC sebesar 750 cc sehingga kehilangan cairan tersebut dapat terpenuhi dengan pemberian PRC tersebut. Pemberian PRC dapat menggantikan Hb yang hilang saaat perdarahan. Hb sangat penting untuk mengangkut O2 ke jaringan. Pemberian PRC sebesar 10 ml/kgBB dapat menaikan Hb sampai 3 g/dl dan hematocrit sampai 10%.

Untuk menaikan Hb dapat dihitung dengan rumus:

PRC : ΔHb x BB x 4

Pada pasien ini, tidak dapat dihitung seberapa banyak transfuse yang diperlukan untuk menaikkan Hb, karena tidak diperiksanya Hb saat intraoperasi. Dan data yang didapatkan pada pasien adalah Hb setelah operasi.

Hb pre op = 9,7

Hb post op + post transfuse PRC 750 cc = 9,4