case 2 adit indah rhinosinusitis kronis

Upload: indah-dwi-mentari

Post on 10-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Case 2 Adit Indah Rhinosinusitis kronis

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama: An. I Umur: 12 tahunJenis Kelamin: PerempuanPekerjaan : Siswi SD Alamat: RT/RW 08/14.Desa Binangun, Kec. PaturamanAgama: IslamMRS: 21/08/2015 II. ANAMNESA (Autoanamnesis & Alloanamnesis)Keluhan utama : Pilek dirasakan hilang timbul sejak 1 minggu terakhir. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke poliklinik THT karena pilek yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 tahun yang lalu, dan memburuk dalam 1 minggu terakhir. Pilek dengan cairan kental berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau sampai menyebabkan hidung tersumbat. Keluhan ini memberat dirasakan terutama saat pagi dan malam hari, namun pada perubahan posisi kekanan maupun kekiri tidak memperberat keadaan hidung tersumbat. dimalam hari pasien sering terbangun dengan gejala bersin dan rasa tersumbat pada hidung. Pasien juga mengeluh sering bersin dan gatal pada hidung. Bersin ini dirasakan 3-5 kali dalam satu waktu. Batuk (-), demam (-), perdarahan dari hidung (-) gatal pada mata (-), banyak air mata keluar (-),pusing (-).

Riwayat Penyakit Dahulu : Os belum pernah mengalami keluhan hal yang sama sebelumnya.Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang serupa dengan pasien.Riwayat Pengobatan :Pasien sudah pernah berobat ke poliklinik THT sebelumnya, dan gejala membaik setelah pengobatan. Obat semprot untuk hidung. Obat alergi Obat minum 1x1Riwayat Alergi: Pasien memiliki alergi udara yang dingin. Alergi terhadap debu, makanan, dan obat-obatan, disangkal.Riwayat Psikososial: Penggunaan selimut berbahan bulu Pasien jarang berolahraga. Sering mengkonsumsi es saat di sekolahIII. PEMERIKSAAN FISIKKU : Tampak sakit ringanKesadaran: ComposmentisTanda vital:Tekanan Darah: 110/80 mm/HgFrekuensi Nadi : 88x/mSuhu : 36,2 cFrekuensi Nafas : 18x/mStatus Generalis:Kepala: NormocehpalMata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Hidung : (status lokalis THT)Mulut : (status lokalis THT)Telinga: (status lokalis THT)Leher: Pembesaran KGB (-),pemb tiroid (-)

Thoraks: Cor: tidak dilakukanPulmo: tidak dilakukanAbdomen: nyeri tekan (-)Ekstremitas: akral hangat, udem -/-

Status Lokalis TelingaBagianKelainanAuris

DextraSinstra

PreaurikulaKelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeritekan----------

AurikulaKelainan kongenitalRadangTumorTraumaNyeri tarik----------

RetroaurikulaEdemaHiperemisNyeri tekanRadangTumorSikatriks-----------

Canalis Acustikus ExternaKelainan kongenitalKulitSekretSerumenEdemaJaringan granulasiMassahiperemisCholesteatoma------------------

Membrana TimpaniWarna

IntakReflekcahayaPerforasi

Putih

++-Putih

++-

Hidung Pemeriksaan

DextraSinistra

Keadaan LuarWarna, bentuk dan ukuranDalam batas normalDalam batas normal

Rhinoskopi anteriorMukosaSekretConcha inferior

Septum

Polip/tumorPasase udaraHiperemis +HipertrofiHiperemis +Hipertrofi

Deviasi tidak ada

-+-+

TenggorokanBagianKelainanKeterangan

MulutMukosa mulutLidahPalatum molleGigiUvula Tenangbersih, basah, TenangCaries (-)Simetris

Tonsil MukosaBesarNormal T1/T1

Faring MukosaNormal

IV. RESUMEPasien datang ke poliklinik THT karena pilek yang tidak sembuh-sembuh sejak 1 tahun yang lalu, dan memburuk dalam 1 minggu terakhir. Pilek dengan cairan kental berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau sampai menyebabkan hidung tersumbat. Keluhan ini memberat dirasakan hilang timbul terutama saat pagi dan malam hari, namun pada perubahan posisi kekanan maupun kekiri tidak memperberat keadaan hidung tersumbat. Sering terganggu saat tidur dengan keluhan bersin dan hidung tersumbat. Pasien juga mengeluh sering bersin dan gatal pada hidung. Bersin ini dirasakan 3-5 kali dalam satu waktu. Pasien memiliki alergi udara yang dingin. Alergi terhadap debu, makanan, dan obat-obatan, disangkal. Riwayat psikososial pasien: Menggunakan selimut berbahan bulu, pasien jarang berolahraga, sering mengkonsumsi es saat di sekolah.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital : TD 110/80 mm/Hg, nadi 88x/menit, pernafasan 18x/m,suhu 36,2c.Pada pemeriksaan hidung didapatkan mukosa hiperemis (+/+), sekret (+/+), concha inferior hipertropydan pasase udara +/+.

V. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan tes kulit Pemeriksaan kadar IgE spesifik dalam serum

VI. DIAGNOSIS BANDING Rhinitis Alergika Kronik Rhinitis Vasomotor

VII. DIAGNOSIS KERJA Rhinitis Alergika Kronik

VIII. PENATALAKSANAAN Nonmedikamentosa:1. Menghindari alergen penyebab.2. Banyak berolahraga.3. Menggunakan bahan yang tidak berbahan bulu Medikamentosa1. Ceterizin tab 10 mg No VS 1dd12. Methyl prednisolon tab 4 mg no XVS 3 dd13. Oxymetazolin Hcl spray. Fl. No 1S 2gtt 1

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam: Dubia ad bonam Quo ad functionam: Dubia ad bonam Quo ad Sanactionam: Dubia ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN1Rhinitis alergi, penyebab terbesar kedua dari penyakit kronis di Amerika Serikat, menjangkit hingga 60 juta penduduk Amerika, kira-kira 1 orang dari setiap empat rumah tangga yang terjangkit, lebih dari setengahnya mengalami gejala selama lebih dari 10 tahun. Rhinitis alergi memiliki efek yang besar pada kualitas hidup, tidur, performa sekolah dan produktifitas dari pasien. Dokter harus lebih peka terhadap asosiasi dari rhinitis alergi dengan kondisi lainnya seperti asma. Asma kurang terdiagnosis dan tidak dikontrol secara optimal di Amerika Serikat. DEFINISI Rhinitis alergi merupakan respon imunologik IgE-Mediated dari mukosa nasal oleh alergen di udara dan ini dikarakteristikkan dengan adanya nasal discharge, obstruksi nasal, bersin dan gatal pada hidung. Hal ini juga dapat diikuti dengan gejala gatal pada mata, palate dan faring2. Terdapat dua tipe klinik yang dapat dikenali, antara lain:21. Seasonal, gejala muncul dalam atau sekitar musim-musin tertentu ketika polen kemungkinan ditanam, dan pada pasien akan sensitif apabila terdapat diudara21. Parennial, gejala yang timbul selama setahun2Rhinitis alergi didefinisikan secara klinis pada 2008 'Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) Guidelines' sebagai sebuah kelainan bergejala dari hidung yang diinduksi setelah terekspose alergen dengan peradangan yang dimediasi IgE. Secara normal, partikel yang tidak berbahaya memperoleh respon imun yang tidak dibutuhkan pada pasien dengan alergi. Peradangan lah yang membuat gejala-gejala tersebut. Saat zat nonself tidak berbahaya menyebabkan peradangan, hal itu disebut reaksi hipersensitifitas. Atopi adalah kecenderungan genetis untuk membentuk reaksi alergi hipersensitif. Contoh dari penyakit alergis antara lain rhinitis alergi, asma alergi, atopic dermatitis, dan alergi makanan. Satu kondisi atopic cenderung untuk membuat individu beresiko terhadap yang lainnya.1Kondisi atopic lebih banyak terjadi pada anak-anak bila orang tuanya adalah atopic, tapi tidak mengikuti pola Mendel mengenai keturunan. Genetika dari rhinitis alergi rumit dan belum dipahami dengan baik. Spekulasi awalnya genetika alergi ini didasari dari perubahan proses peradangan. Single-nucleotide polymorphisms (SNPs) dari gen mediator peradangan menjadi sasarannya. Beberapa individu alergis ditemukan memiliki lebih banyak SNPs di dalam kode genetik untuk peradangan alergis termasuk didalamnya IL-4, IL-13, and reseptor T-cell daripada kontrol non-alergis. Banyak SNPs, dari mediator peradangan ditemukan memiliki keterkaitan yang lemah dengan pasien yang alergis, tetapi temuan ini telah sulit untuk diulangin kembali. Studi yang lebih luas seperti studi Genome Wide Association telah mengidentifikasikan kandidat gen yang tidak secara langsung berhubungan dengan lingkup peradangan alergis. Sangat memungkinkan bahwa kombinasi dari faktor-faktor imunitas pembawaan lahir dan variabel perubahan dalam peradangan memiliki kontribusi terhadap hipersensitifitas alergis.1Rhinitis alergi secara genetik merupakan penyakit heterogen. Seperti kecenderungan untuk rhinitis alergi dipengaruhi oleh banyak, mungkin ratusan, variabel genetis. Sebuah contoh dari gen yang mempengaruhi imunitas bawaan lahir yang mempengaruhi penyakit alergis dapat dilihat pada dermatitis atopic. Sebuah cacat pada filaggrin protein telah diidentifikasi dalam sepertiga dari penderita atopic dermatitis. Filaggrin adalah sebuah protein yang membantu menghubungkan atau menutup lapisan luar dari keratinosit, dan diperkirakan bahwa hilangnya fungsi genetik membuat pelindung kulit menjadi lebih berpori. Sebuah cacat pada pelindung filaggrin dapat menambah kecenderungan genetik terhadap peningkatan peradangan melalui bertambahnya keterbukaan terhadap alergen melalui hubungan keratinosit yang lebih berpori.1ETIOLOGI2Alergen inhalan merupakan etiologi yang paling sering terjadi. Pollen dari pohon dan rumput, spora mould, debu rumah, debris dari insek atau kutu rumah merupakan etiologi yang sering ditemukan. Alergi makanan sangat jarang sebagai etiologi yang sering. Faktor genetik berpetran penting terhadap terjadinya rhinitis alergi. Kemungkinan dari anak yang berkembang menjadi alergi adalah 20% dan 47% apabila satu atau kedua orang tua memiliki riwayat atopi.EPIDEMIOLOGIRhinitis alergi sulit untuk diperkirakan dengan akurat karena beberapa alasan, termasuk didalamnya perbedaan regional dan bagaimana rhinitis alergi didiagnosis. Di Amerika Serikat, 2009 National Helath Interview Survey yang dilakukan oleh Centers for Disease Control melaporkan bahwa 17,7 juta orang dewasa atau 7,8% dari hasil survey telah didiagnosis dengan alergi serbuk bunga pada 12 bulan terakhir. Lebih dari 7 juta anak dilaporkan memiliki alergi serbuk bunga dan 8,2 juta (11%) dilaporkan memiliki alergi respiratori pada 12 bulan terakhir. Sering terjadi perbedaan dalam jumlah yang diperoleh dari kuesioner dan denga uji alergi aktual. Sebagai contohnya di Swedia, dengan kuesioner didapatkan 14,2% mengidap alergi dibandingkan dengan 9,1% yang positif dari kuesioner dan test kulit.DIAGNOSISANAMNESISMempelajari sejarah yang mendalam sangat penting dalam diagnosis rhinitis alergi. Gejala utama dari rhinitis alergi antara lain rhinorrhea, obstuksi hidung, hidung gatal, dan bersin-bersin.4 Menyimpulkan apakah gejala tersebut disebabkan oleh rhinitis alergi atau rhinitis nonalergi tidaklah mudah. Secara umum, rhinorrhea anterior mungkin dapat menjadi tanda spesifik dari rhinitis alergi daripada postnasal drip, yang mana lebih sering terlihat pada rhinosinusitis.1Lokasi dan waktu gejala tersebut terjadi dapat memberikan petunjuk untuk membedakan antara rhinitis alergi dan non alergi. Gejala-gejala terlihat saat beberapa musim pada suatu tahun dapat menjadi poin untuk mendiagnosis alergi sebuk bunga dan jamur. Serbuk bunga cenderung untuk memiliki puncak musim seperti yang didiskusikan berikut ini. Pasien terkadang merasa bahwa lokasi tertentu memperparah gejala alergi mereka, yang mana mungkin memberikan petunjuk kepada dokter untuk mempertimbangkan binatang peliharaan atau serbuk jamur bila pada perkembangan gejala-gejala terjadi setelah pasien pindah ke suatu lokasi geografis tertentu.1 Meskipun begitu, sebuah riwayat dari gejala alergis dibutuhkan untuk diagnosis rhinitis alergi karena pengujian dan temuan fisik tidak spesifik. Tabel 29.1 merangkum topik yang masuk akal untuk mengeksplor pada saat memperoleh riwayat alergis.

Tabel 29.1 Topik untuk investigasi saat membuat riwayat alergi Hidung bersin-bersin, gatal, mampat, rhinorrhea Mata gatal, berair, merah, bengkak Serak, urtikaria, eksim, tekanan pada telinga, batuk Permulaan dan durasi dari gejala Gejala episodik vs perennial Perubahan pada kondisi kehidupan Lamanya berada di area lokal Perubahan gejala saat berpergian Perubahan gejala dengan musim Paparan terhadap binatang di rumah, kantor, atau sekolah Obat-obatan untuk meringankan gejala Alergi makanan, asma, dermatitis atopik pada saat masih anak-anak Anggota keluarga yang memiliki alergi

Tabel 29.2 Klasifikasi Rhinitis Alergi ARIAIntermitenGejala terjadi < 4 hari seminggu atau < 4 minggu berturu-turut

PersistenGejala terjadi >4 hari per minggu dan/atau lebih dari 4 minggu berturut-turut

RinganTidak ada kriteria dari moderat/parah yang dialami

Moderat/ParahSatu atau lebih dari kriteria berikut terjadi:Gangguan tidurPelemahan aktifitas sehari-hari, dan/atau olahragaGangguan pada kegiatan sekolah atau kerjaGejala-gejala yang mengganggu

PEMERIKSAAN FISIKRhinoskopi anterior sangat bermanfaat, tetapi temuannya sering tidak spesifik pada rhinitis alergi saja. Lendir cenderung untuk lebih berlimpah pada rhinitis alergi, dan helaian dapat sering terlihat diantara septum dan turbinat. Turbinat sering membesar (Gambar 29.1), dan mukosa dapat dideskripsikan sebagai pucat atau berawa-rawa. Polip juga merupakan tanda peradangan nasal kronis. Menariknya, mereka tidak sering terlihat pada pasien alergis.Temuan mata meliputi pembengkakan pada kelopak mata bagian bawah karena tersumbatnya vena, menebalnya permukaan sklera, pembuluh konjungtiva yang menonjol, dan bertambahnya sekresi lendir. Bertambahnya vaskularitas dari kelopak mata bagian bawah dapat menyebabkan allergic shiners membuat pasien terlihat memar atau kelelahan.Temuan oral pharyngeal yang mungkin termasuk postnasal drip, cenderung untuk mengalirkan kesamping. Eristema dan edesma dari posterior pharyngeal juga dapat di observasi. Membatunya faring posterior juga dapat terlihat.Auskultasi pada dada untuk serak adalah sebuah bagian penting dari pemeriksaan karena tingginya kejadian rhinitis alergi dan asma. Laryngeal edema dan lendir berhelai tebal juga dapat diobservasi pada pasien alergis.

Gambar 29.1 Hipertrofi Turbin Inferior Kiri1PEMERIKSAAN PENUNJANGPengujian alergi dibahas secara detail di bab lainnya. Pengujian alergi bukan merupakan diagnostik semata, dan riwayat pasien memiliki informasi paling esensial untuk diagnosis. Namun, identifikasi dari hipersensitifitas terhadap alergen spesifik dapat berguna secara klinis dalam manajemen pasien alergis. Pengujian dibagi menjadi empat kategori utama. Uji in-vivo dan in-vitro untuk mendiagnosis penyakit alergi dilakukan untuk menemukan IgE yang bebas atau yang terikat sel. Diagnosis alergi telah ditingkatkan dengan melakukan standarisasialergen sehingga tersedia vaksin diagnostic yang memuaskan untuk hampit semua alergen inhalan.4 Uji kulit hipersensitivitas cepat. Pengujian kulit dilakukan dengan menempatkan alergen pada kulit pasie. Hal ini dapat dilakukan melalui skin prick atau injeksi intradermal. Sebuah wheal dan flare akan terlihat bila reaksi alergis terjadi dan respon ini dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif. Dokter harus mempersiapkan untuk resiko dari pengujian kulit yang mana dapat menyebabkan reaksi anaphylactic.1,4 Tingkat spesifik serum IgE dapat juga digunakan untuk menilai pasien alergis. Pengujian IgE spesifik digunakan untuk melihat adanya IgE yang terikat dengan alergen tertentu seperti bulu kucing atau serbuk bunga. Ada beberapa perbedaan antara pengujian kulit dengan pengujian IgE spesifik. Pengujian IgE spesifik hanya membutuhkan sebuah single venipuncture dan menyebabkan reaksi alergi lokal atau sistemik. Pengujian kulit positif dapat ditekan dengan obat-obatan, terutama antihistamin biasa, sementara IgE spesifik tidak terpengaruh. Pengujian kulit sangat bergantung pada teknik dan interpretasi subjektif, sementara pengujian IgE spesifik bergantung pada kesalahan laboratorium. Terjadi beberapa perdebatan apakah pengujian alergi kulit atau pengujian IgE spesifik adalah yang terbaik, tetapi keduanya sama-sama digunakan untuk diagnosis alergen inhalant. 1,4Pengujian alergi menjadi metode yang lebih baik bila dikombinasikan dengan pemeriksaan riwayat dan fisik yang menyeluruh. Keuntungan dari pengujian alergi antara lain kegunaannya untuk diferensiasi antara rhinitis alergi dan non alergi dan mengidentifikasi paparan apa yang menyebabkan timbulnya gejala alergi. Pengujian alergi dibutuhkan apabila immunotherapy untuk alergen spesifik akan dilakukan. Uji provokasi nasal dengan allergen yang digunakan dalam penelitian, dan pada jumlah yang lebih sedikit dalam praktek klinik. Pemeriksaan ini mungkin berguna terutama dalam diagnosis rintis akibat kerja.1,4

TERAPI

Penanganan dari rhinitis alergi meliputi: Penghindaran allergen Kebanyakan penelitian mengenai penghindaran allergen hanya dilakukan paa asma dan hanya sedikit penelitian dengan keluhan rhinitis. Intervemsi tunggal mungkin tidak cukup untuk mengatasi gejala rhinitis atau asma. Sebuah upaya logis untuk menangani rhinitis alergi adalah untuk menghindari paparan alergi. Namun, studi yang mengamati modifikasi lingkungan untuk penanganan rhinitis alergi menunjukkan hasil yang inkonsisten. Perbedaan derajat dari kontrol lingkungan telah dicoba. Menjauhkan pasien secara total dari lingkungan yang memiliki alergen telah menunjukkan hasil positif. Sebuah studi menunjukkan perkembangan positif dari gejala rhinitis alergi saat murid dipindahkan ke sekolah yang terletak pada daerah yang tinggi dimana tungau debu tidak dapat hidup. Banyak studi telah mengevaluasi apakah alergen yang terukur berkurang pada lingkungan setelah upaya pengendalian diterapkan. Filtrasi High-efficiency particulate air (HEPA), kelembaban rendah, permukaan lantai keras (tidak menggunakan karpet), mencuci pakaian dengan air hangat, perlindungan penghalang pada bantal dan kasur, dan akarisida semuanya telah terbukti efektif untuk mengurangi tingkat alergen.1 Pengobatan medic / Farmakologi Terapi farmakologi dapat membantu tidak hanya untuk membebaskan vaskular dan respon inflamasi pada jaringan target tetapi dapat juga menghambat pelepasan mediator dari cell mast dan tindakan mediator pada target cells.3Pemilihan obat-obatan Obat-obatan tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada penyakit yang persisten, terapi pemeliharaan. Takifilaksis biasanya tidak terjadi pada terapi jangka panjang Obat-obatan rhinitis yang digunakan umumnya digunakan intranasal atau oral. Beberapa studi telah membandingkan efikasi relative dari beberapa obat dan kortikosteroid intranasal terbukti paling efektif. Meskipun demikian pilihan terapi juga tergantung daru banyak criteria. Penggunaan terapi alternative (misalnya homeopati, herbalisme, akupuntur) untuk rhinitis makin meningkat. Fakta ilmiah dan klinis untuk terapi alternative masih kurang. Suntikan glukokortikoid intramsukular biasanya tidak dianjurkan karena memungkinkan efek samping sistemik Suntikan glukokortikoid intranasal biasanya tidak dianjurkan karena kemungkinan terjadi efek samping yang beratTerapi farmakologis rhinitis alergi

Ringkasan obat rhinitis

Imunoterapi spesifik Imunoterapi spesifik efektif jika diberikan secara optimal. Sebaiknya digunakan vaksin yang terstandarisasi jika tersedia Imunoterapi yang juga dikenal sebagai desensitisasi alergi, memulai toleransi dengan cara pemaparan berulang pada pasien yang mengalami sensitisasi dengan alergen yang mereka sensitif terhadap alergen tersebut. Imunoterapi memegang janji pasti kepada pasien untuk menurun secara permanen atau menghilangkan gejala mereka pada alergen tersebut. Imunoterapi dapat diberikan secara subkutan, sublingual, intralimfatik, oral atau nasal. Subcutan imunoterapi (SCIT dan sublingual imunoterapi (SLIT) merupakan metode yang paling sering digunakan. Keduanya akan dibahas lebih jelas nanti. Perubahan sel T-helper dan T-regulator yang terlibat sebagai mediator inflamasi meupakan teori awal dari bagaimana imunoterapi bekerja tetapi mekanisme pasti masih belum diketahui. Tindakan bedahDilakukakan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang sangat selektif.KESIMPULANRhinitis alergi merupakan penyakit yang sering mengenai pasien yang sering berobat dari otolaringologis. Otolaringologis harus mengembangkan pemahaman dari diagnosa dan terapi dari rhinitis alergi. Walaupun denetik memegang peranan penting pada penyakit ini, mode mendelian sederhana dari keturunan tidak terlihat. Rhinitis alergi merupakan diagnosa klinis primer dan tes alergi adalah sebagai pelengkap. Kebanyakan individu dengan rhinitis alergi diterapi dengan mengontrol lingkungan sekitar mereka, terapi farmakologi, dan imunoterapi alergen. Mengkin saja terdapat peranan dari pengurangan turbin pada beberapa pasien dengan rhinitis alergi yang sukar dikontrol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Johnson, Jonas et al. esophagus. In : Baileys Head and Neck Surgery. New York. 5th Ed. Wolters Kluwer Publisher. 2014. 2. Dhingra, Pr. Pharinx. In : diseases of ear, nose, and throat. Philadelpia. 4th ed. Saunders Elsevier;2011.3. Bansan, Mohan. Pharinx and esophagus. In: disease ear, nose, throat. New delhi. Jaypee Brothers Medical Publishers:2013. 4. Bousquet Jean et al. In: Allergic Rhinitis and Impact on Asthma Initiative. Panduan Saku untuk Dokter dan Perawat 2001