ca_recti.doc
TRANSCRIPT
SATUAN ACARA PENYULUHAN CA RECTI DI RUANG 21
RSU Dr. SAIFUL ANWAR KOTA MALANG
OLEH :
KELOMPOK 7
1. Utari Dian (146 404 49)
2. Aprilia Fanny (146 404 01)
3. Faridatul Azman (146 404 15)
4. Januarko Agung (146 404 27)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Topik : Ca Recti
Judul : Ca Recti
Tempat : Ruang 21
Tanggal : April 2015
Oleh : Universitas Kadiri
Telah diperiksa dan disetujui
Malang, April 2015
Pembimbing Lahan, Pembimbing Institusi
(……………...........…………….) (…...............……………………….)
Mengetahui,
Kepala Ruang 21
(.......................................................)
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
CA RECTI
Topik : Ca Recti
Tempat : Ruang 21 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Hari/Tanggal :
A. LATAR BELAKANG
Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan
ke-4 dalam hal kejadian. Secara umum didaptkan kejadian kanker
kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun (Sudoyo, 2006).
Insidensi puncaknya pada usia 60 dan 70 tahun. Laki-laki terkena sekitar 20%
lebih sering dari pada perempuan (Robbins, 2012).
Di Amerika, karsinoma kolorektal adalah penyebab kematian kedua
terbanyak dari seluruh pasien kanker dengan angka kematian mendekati
60.000. Di Amerika Serikat, umumnya rata-rata pasien karsinoma
kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi
pada mereka yang berumur di atas 55 tahun (Sudoyo, 2006).
Di Indonesia, karsinoma kolorektal tetap masuk dalam 10 besar kanker
tersering. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira
setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar
tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan
segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai
50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan
defekasi atau perdarahan rektal (Rumah Sakit Kanker Dharmais, 2010).
Menurut laporan MUIR (1947) yang mengumpulkan 714 karsinoma dari
kolon, ternyata bahwa 15% terdapat di kolon ascendens, 10% di kolon
desendens, 16% di transversum, sedang 58% terdapat di rektum atau
regtosigmoid. Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi
demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan
wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di
rektosigmoid (Sujono, 2013).
Hal ini cukup menarik perhatian, sehingga upaya pencegahan peningkatan
penderita yang mengalami ca recti penting dilakukan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penyuluhan tentang penyakit ca recti.
Berdasarkan hal diatas penulis akan melakukan penyuluhan tentang penyakit
ca recti di ruang 21 RSU Dr. Saiful Anwar Malang, dengan harapan dapat
meningkatkat pengetahuan pasien, keluarga pasien, dan pengunjung pasien
tentang penyakit ca recti.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, sasaran (pasien, keluarga pasien,
pengunjung, petugas) mampu memahami dan mengetahui tentang ca recti.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, sasaran (pasien, keluarga pasien,
pengunjung, petugas) mampu memahami dan mengetahui tentang :
a. Pengertian ca recti
b. Penyebab ca recti
c. Tanda dan gejala ca recti
d. Penatalaksanaan ca recti
e. Komplikasi ca recti
C. SASARAN
Pasien, keluarga pasien, pengunjung, petugas di ruang 21 RSUD dr. Saiful
Anwar, Malang
D. MATERI PENYULUHAN
Terlampir
E. KRITERIA EVALUASI
1. Kriteria Evaluasi Struktur
a. Membuat SAP
b. Konsultasi SAP
c. Kontrak waktu dan tempat
d. Persiapan sarana dan prasarana
e. Struktur penyuluh
Moderator :
Pemateri :
Fasilitator :
Observer :
2. Kriteria Evaluasi kegiatan atau Proses
a. Peserta hadir tepat waktu
b. Penyuluhan berjalan dengan lancar
c. Peserta aktif bertanya
d. Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan sebelum sebelum
penyuluhan selesai
e. Suasana penyuluhan tenang
3. Evaluasi Hasil
a. Sebelum penyuluhan peserta diberikan pertanyaan tentang ca recti,
sebesar 0-10 % dapat menjawab pertanyaan.
b. Setelah penyuluhan, diharapkan sebanyak ±50-70% peserta dapat
menjawab pertanyaan tentang ca recti.
F. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi (tanya jawab)
G. ALAT BANTU
1. LCD
2. Laptop
H. KEGIATAN PENYULUHAN
No. Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Waktu1. Pembukaan :
Memberi salam Menjelaskan tujuan
pembelajaran Menyebutkan
materi yang akan disampaikan
Menjawab salam Mendengarkan dan
memperhatikan
5 menit
2. Pelaksanaan, menjelaskan materi penyuluhan secara beruntun :
Pengertian ca recti Penyebab ca recti Tanda dan gejala ca
recti Penatalaksanaan ca
recti Komplikasi ca recti
Menyimak dan memperhatikan penyampaian materi
10 menit
3. Evaluasi : Tanya jawab
Bertanya kepada pemateri
Menjawab pertnayaan dari pemateri
10 menit
4. Penutup :Mengucapkan salam dan ucapan terima kasih
Menjawab salam 5 menit
LAMPIRAN MATERI
1. Pengertian
Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu
pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas
(FKUI, 2008).
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang
tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
(invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis) (Gale,
2000).
Karsinoma recti merupakan salah satu penyakit yang tedapat pada usus
besar yang sering mengenai daerah rerosigmoid (Sylvia A, Price, 2006).
Karsinoma kolorectal adalah pertumbuhan ganas dari sel-sel epitel pada
kolon dan rectal (R. Sjamsuhidajat, 2000).
2. Penyebab
Walaupun penyebab ca recti (seperti kanker lainnya) masih belum
diketahui, namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi (Price
&Wilson, 2006). Beberapa faktor predisposisi tersebut adalah:
a. Genetik
Menurut Gordan B. Mills and Paula Trahan Rieger, Genetic
predisposition to Cancer, menyatakan bahwa kanker adalah penyakit
genetic. 5 dari 10 persen dari semua pasien yang terkena kanker adalah
karena pewarisan gen. Individu dengan riwayat keluarga memiliki
resiko menderita karsinoma kolorektal 5 kali lebih tinggi dari pada
individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat penyakit
tersebut. Terdapat dua kelompok pada individu dengan keluarga
penderita karsinoma kolorektal, yaitu:
Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan Hereditary
Non-Polyposis Colorectal Cancer (HNPCC).
Individu yang didiagnosis secara klinis menderita Familial
Adenomatous Polyposis (FAP).
(Sjamsuhidajat, 2004)
b. Pola Hidup
Pola Hidup meliputi:
1) Kebiasaan Makan
Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak
hewani dalam diet merupakan faktor resiko karsinoma
kolorektal (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011). Makanan yang rendah
serat akan meberikan perubahan kebiasaan buang air besar, hal ini
akan menimbulkan terjadinya penumpukan sisa metabolisme
(amoniak) yang dapat meracuni tubuh sehingga dapat
menimbulkan terjadinya kanker. Dengan makanan yang
mengandung tinggi oksidan seperti sayur dan buah maka pola
kebiasaan buang air besar akan teratur sehingga rasionalnya tidak
terjadi penumpukan racun didalam usus yang dapat meracuni
tubuh.
Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging
merah menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob,
menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang
di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang
menyebabkan kanker.
2) Makanan karsinogenik seperti makanan yang yang mengandung
formalin, pewarna tekstil, makanan instant. Makanan karsiogenik
tersebut susah untuk diserap oleh usus sehingga jika tertumpuk secara
terus menerus menjadi amoniak yang akan meracuni tubuh dan
menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang
mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi
waktu peredaran dalam usus besar. Merokok
Penelitian terbaru menunjukkan perokok jangka lama
(periode induksi 30-40 tahun) mempunyai risiko relatif 1,5-3 kali
(Sjamsuhidajat, 2004). Polonium yang merupakan salah satu zat
radioaktif, yaitu zat yang mampu mengeluarkan radiasi aktif, yang
bisa menyebabkan perubahan struktur dan fungsi sel normal. Bahan -
bahan radioaktif juga bisa menyebabkan kanker.
3) Transplantasi
Kanker dapat bermetastase, metastase penyebaran kanker terjadi bila
neoplasma melakukan invasi pada rongga tubuh alami, pembuluh
darah dan pembuluh limfe. Metastase sel kanker dapat menyeberangi
jalur limfatik pada kelenjar yang sangat dekat bahkan dapat mencapai
jalur vaskular melalui duktus toraksikus. Hal ini memungkinkan
ketika pada penderita kanker yang sudah bermetastase maka dalam
darah dan getah bening mengandung sel kanker yang dapat menular
melalui transplantasi.
4) Infeksi
Infeksi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya ca recti.
Pada kasus ca recti sering ditemukan kasus Inflamatory bowel disease
sebelumnya, contoh penyakit inflamatory bowel disease yang
disebabkan oleh infeksi yaitu penyakit ulseratif kolitis dan penyakit
chohn’s (radang di seluruh dinding granulomatois di seluruh dinding
colon.
3. Tanda dan Gejala
a. Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi)
b. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya
c. Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran
d. Kotoran lebih sempit dari biasanya
e. Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan
g. Selalu merasa sangat letih
h. Mual atau muntah-muntah.
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan,
obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-
kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan
abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari
besarnya tumor.
Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar
sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar
daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar.
Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus
ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian
proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan
karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi
sehingga terjadi obstipasi.
4. Penatalaksanaan
1) Anamnesa riwayat penyakit
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang
perasaan lelah adanya nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi,
frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi); pola
eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan
konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus. Informasi
tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus inflamasi
kronis atau polip kolorektal; riwayat keluarga dari penyakit kolorektal;
dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasikan mencakup
masukan lemak dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol. Riwayat
penurunan berat badan adalah penting. Specimen feses diinspeksi
terhadap karakter dan adanya darah.
2) Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi
klinik. Pada survei umum terlihat lemah. TTV biasanya normal,
tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi klinik. Pada
pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen dan rektum akan
didapatkan: tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal.
Pemeriksaan rektum dan feses akan didapatkan adanya perubahan
bentuk dan warna feses.
b. Inspeksi : Sering didapatkan bentuk feses dengan kaliber kecil
seperti pita. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah
kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam,
seperti teh). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah
kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen
dan kram, penipisan feses, konstipasi, dan distensi), serta adanya
darah merah segar dalam feses.
c. Auskultasi abdomen terhadap bising usus, terjadi penurunan
bising usus. Normalnya bising usus 5-15x/m
d. Palpasi : nyeri tekan abdomen,distensi dan massa padat
e. Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung
3) Pemeriksaan penunjang
a. Pada keadaan tumor yang lanjut pemeriksaan palpasi akan teraba
massa
b. Colok dubur: merasakan adanya pertumbuhan sel, obstruksi.
c. Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan bagian bawah
kolon dengan tabung cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan
polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi kanker), maka polip
bisa diangkat.
d. Kolonoskopi : mengidentifikasi adesi, perubahan lumen dinding
menyempit dan menunjukan obstruksi usus.
e. Endoskopi : Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik
sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. Gambaran yang khas
karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan
biopsi.
f. Radiologi : Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara
lain adalah : foto dada dan foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat
memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan
letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya
kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan
ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan
tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara
umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya
massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan
mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah
metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan
untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon
dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat
atau suatu striktura.
g. Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi
ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen
dan di hati.
h. Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan
biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna
menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma
kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan
differensiasi sel.
i. Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma
kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami
perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor)
yang biasa dipakai adalah CEA (carcioembrionik antigen). Kadar
CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma
kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak
bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma
kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada
sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir
berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap
shigella dan juga amoeba.
j. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat
menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel
darah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
4) Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pembedahan dilakukan dengan salah satu cara dibawah ini :
1. Bagian kolon yang sedikit dipotong, dan ujung-ujung yang tersisa
disambungkan suatu anastomasis (EEA).
2. Bagian kolon yang sakit dipotong dan ujung yang masih
berfungsi dibawa kearah luar kepermukaan abdomen membentuk
suatu stoma.
Kolostomi adalah suatu prosedur dimana dibuat saluran terbuka
antara kolon dan dinding abdomen dan dilokasi tersebut feces
akan dikeluarkan. Letak kolostomi, kolon ascending,
transversum, descending, sigmoid (sangat baik karena feces telah
berbentuk). Adapun bentuk-bentuk kolostomi, permanen biasanya
di kolon sigmoid dan temporer, temporer memberikan
kesempatan pada usus untuk istirahat, kemudian baru dilakukan
reanastomosis.
b. Terapi Radiasi
Secar umum terapi ini kurang efektif dalam mengatasi kanker
kolorektal. Terapi ini mungkin digunakan preoperatif pada kanker-
kanker yang luas untuk menekan pertumbuhannya, cairan ini
mencegah sel-sel yang terlepas tanpa sengaja selama pembedahan
untuk menanamkan diri dilokasi lain.
c. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk penyakit metastatik dan untuk orang
orang dengan resiko tinggi mengalami kekambuhan. Chemotherapy
memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar.
Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi
atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena
digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001)
5. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.
Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemorragi.
Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok
DAFTAR PUSTAKA
Lappincot Wiliam & wilkins. 2004. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jilid II. Jakarta : EGC
Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D. 2012. Traktus Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi II, ed. 4. Jakarta : EGC.
Robbins, L stanley.2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Syamsuhidajat R, Jong Wim D,(eds). 2004. buku ajar Ilmu Bedah 2nd ed. Jakarta : EGC
Sjamsyuhidayat. 2004. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Sudoyo, AW dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Jakarta: FKUI
.