cara penanganan dan pemberian obat pada hewan percobaan_kelompok 1

27
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN Cara Penanganan dan Pemberian Obat pada Hewan Percobaan Selasa, 10 Maret 2015 Kelompok 1 Selasa Pukul 07.00 –10.00 WIB Nama NPM Tugas Hasna Nur Syahidah 260110130001 Teori Dasar, Prosedur Marita Isti Wulandari 260110130002 Kesimpulan, Editor Anisa Rosdiana 260110130003 Tujuan, Prinsip, Teori Dasar Intan Merita 260110130004 Pembahasan, Perhitungan Nujaimah Rahmawati S 260110130005 Pembahasan LABORATORIUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

Upload: wilda-sholihaturrabiah

Post on 11-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pemberian obat

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGANCara Penanganan dan Pemberian Obat pada Hewan PercobaanSelasa, 10 Maret 2015Kelompok 1Selasa Pukul 07.00 10.00 WIB

Nama

NPM

Tugas

Hasna Nur Syahidah

260110130001Teori Dasar, ProsedurMarita Isti Wulandari

260110130002Kesimpulan, Editor

Anisa Rosdiana

260110130003Tujuan, Prinsip, Teori Dasar

Intan Merita

260110130004Pembahasan, Perhitungan

Nujaimah Rahmawati S260110130005PembahasanLABORATORIUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

NilaiTTD

CARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN

I. Tujuan

1. Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi secara baik.

2. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi responnya.

3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.

II. Prinsip

1. Replacement

Replacement relative yaitu memanfaatkan hewan percobaan sebagai donor organ, jaringanatau sel. Replacement absolute yaitu tidak memerlukan bahan dari hewan melainkan memanfaatkan galur sel atau program computer (Hanifah,2008).

2. Reduction

Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga sedikit mungkin dengan bantuan ilmu statistik , program computer, dan teknik teknik biokimia serta tidak mengulangi penelitian dengan hewan percobaan apabila tidak perlu (Hanifah,2008).

3. Refinement

Mengurangi ketidak nyamanan yang diderita oleh hewan percobaan sebelum, selama dan setelah penelitian, misalnya dengan pemberian analgetik (Hanifah,2008).III. Teori DasarPenggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan persyaratan tertentu antara lain persyaratan genetic atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.HdanRahardja,K, 2002).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan darimasing- masing jenis hewan berbeda beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaanfisik (besar atau kecil) serta tujuannya, kesalahan dalam caranya akan menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit pada hewan ini akan menyulitkan dalam penyuntikan ataupun pengambilan darah dan bagi orang yang memegangnya (Katzung, B.G,1998).

Ditinjau dari segi system penelolaannya atau cara pemeliharaannya, dimana factor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan ,yaitu :

1. Hewan liar

2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secar aterbuka

3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan system barrier (tertutup).

4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman yaitu hewan yang dipelihara dengan system isolator. Sudah barang tentu pengguaan percobaan tersebut diatas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan (Katzung, B.G,1998).

Hewan coba atau hewan uji sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan biologic. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia, peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia antara lain dikatakan perlunya dilakukan percobaan dibidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai mission deprogram keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono, ME,1992).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien ,oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah masalah seperti berikut :

a. Tujuan terapi untuk efek local atau efek sistemik.

b. Apakah onset time obat cepat atau lambat.

c. Stabilitas obat dalam lambung atau usus.

d. Keamanan relative melalui penggunaan dengan berbagai rute

e. Rute yang tepat bagi pasien.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat member efek obat secara local atau efek sistemik, efek sitemik diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedang efek local adalah yang bekerja setempat, efek sistemik digolongkan dengan cara :

a. Oral melalui saluran gastrointestinal dan rectal.

b. Parenteral dengan cara intravena, intramuscular dan subkutan.

c. Inhalasi langsung kedalam paru paru.

Rute pengguaan obat dapat dengan cara :

a. Melalui rute oral

b. Melalui rue parenteral

c. Melalui Inhalasi

d. Melalui membrane mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya.

e. Melalui rute kulit (Anief, 1990).

Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 2 jam pemberian oral. Waktu paruh bervariasi antara 20 50 jam sedang waktu paruh desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam, tergantung usia dan fungsi hati (Abdullah, 2012)

Peninngkatan perkembangan ilmu pengetehuan dan teknolofi di bidang kesehatan dibarengi dengan pengingkatan kebutuhan akan hewan uji terutama mencit. Penggunaan mencit ini dikarenakan realatif mudah dalam penggunaanya, ukurannya yang relatif kecil, harganya relatif murah, jumlah peranakannya banyak yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-18 ekor, hewan itu memiliki sistem sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan untuk muntah karena memiliki katup di lambung. Shingga banyak digunakan untuk peneitian obat (Marbawati, 2009).

Berbagai cara pemberian perlakuan terhadap hewan coba dapat dilakukan dengan cara:

a) Per oral

Mencit atau tikus diletakkan di atas ram kawat, ekor ditarik

Jarus suntik yang sudah disolder dimasukkan ke dalam mulut mencit namun harus diperhatikan proses masuknya jarum agar tidak melukai organ dalam mencit.

Setelah selesai, tarik kembali jarum tersebut secara perlahan

b) Intramuskular

Pembantu memgang paha, penyuntik memegang paha kiri dari depan dengan tangan kiri.

Jarum ditusukkan dari balik dengan sudut tegak lurus terhadap permukaan kulit kira-kira di tengah paha sehingga tusukan sampai ke oto bicep femoris

Lalu suntikkan bahan pelakuan, tarik jarum, tempat suntikan dipijat pelan-pelan

c) Intraperitonea

Mencit dibanding dengan benar

Tusukkan jarum di sisi dekat umbilicus/kira-kira 5 mm disamping garis tengah antara 2 puting susu paling belakang

Tarik jarum lalu lepaskan mencit

d) Subkutan

Obat/bahan disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung, terasa longgar bila jarum digrak-gerakkan, berarti suntikan sudah benar. Pengawasan lingkunga. Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan fisiolopgis, termasuk memperhatikan suhu, kelembaban dan kecepatan udara yang ekstrim harus dihindari (Malole,1989).

IV. Alat dan Bahan

A. Alat

Alat suntik

Kandang

Neraca Ohauss

Pemegang (restainer)

Sonde oral

B. Bahan

1. Alkohol

2. Diazepam

3. NaCl Fisiologis

V. Prosedur

Hewan uji yang digunakan adalah 1 ekor tikus dan 3 ekor mencit yang salah satunya betina. Ke 4 hewan uji tersebut ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Kemudian pada mencit 1 yang sudah ditandai, diberi sonde oral yang mengandung diazepam 0,28 ml, diberikan melalui tepi langit-langit sampai ke esofagus. Kemudian pada mencit 2 dimasukkan ke pemegang (restainer) dengan ekor dibiarkan keluar, sebelum disuntik pembuluh darah di ekor dioleshkan dengan eter terlebih dahulu, dan disuntikan diazepam 0,29 ml secara intravena pada ekor mencit tersebut. Kemudian pada mencit 3 diberikan suntikan diazepam 0,35 ml secara intraperitoneal, yaitu melalui abdomen bawah tidak terlalu atas agar tidak mengenai hati dan tidak terlalu bawah supaya tidak mengenai kandung kemih. Pada tikus diberikan larutan NaCl fisiologis menggunakan sonde oral ke tepi langit-langit sampai esofagus. Disuntikkan pula melalui intraperitoneal, yaitu pada abdomen bawah tikus di sebelah garis midsagital. Dan disuntikkan melalui intramuskular, yaitu ke dalam sekitar gluteus maximus atau ke dalam otot paha lain dari kaki belakang. Dengan dicek apakah jarum tidak masuk ke dalam vena, dengan menarik kembali piston alat suntik.

VI. Data Pengamatan

1. Berat badan hewan uji

Berat Badan (gram)

Tikus164

Mencit 122,5

Mencit 228

Mencit 323

2. Rute Pemberian

POIVIPSCIM

Tikus

Mencit 1

Mencit 2

Mencit 3

3. Waktu

Mencit 1 (menit)Mencit 2 (menit)Mencit 3 (menit)

Waktu Onset11.252.214.13

Duration of effect2.1044.20

Gambar Pengamatan

1. Mencit 1 : Peroral

2. Mencit 2 : Intra Vena

3. Mencit 3 : IntraPeritonial

4. Tikus : Per Oral

Perhitungan

1. 2. 3. 4. VII. Pembahasan

Praktikum kali ini mempalajari tentang cara pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh (dalam hal ini pada tubuh hewan uji). Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah lama digunakan. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.

Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan hewan mencit sebagai hewan uji. Hewan tersebut digunakan sebagai percobaan untuk praktikum farmakologi organ ini karena struktur dan system organ yang ada di dalam tubuhnya mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia, mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan. Selain itu mencit lebih mudah ditangani dibandingkan dengan hewan-hewan uji lainnya seperti tikus dan kelinci. Sehingga hewan tersebut biasanya digunakan untuk uj praklinis sebelum nantinya akan dilakukan uji klinis yang dilakukan langsung terhadap manusia.

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya.

Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit menjangkau/mencengkram alas kasar (penutup kawat kandang).Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.Jika cara penanganan mencit tidak sesuai, biasanya mencit akan merasa stress dan ketakutan sehingga akan buang air besar dan buang air kecil.

Sebelum melakukan percobaan, terlebih dahulu praktikan harus mengetahui volume pemberian obat/dosis pada hewan percobaan. Volume cairan/dosis yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal, sebab akan mengakibatkan efek farmakologis yang membahayakan hewan uji.

Pada hewan uji ada beberapa Faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan, yaitu Faktor internal dan Faktor eksternal.

1. Faktor internal

Faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah variasi biologi (usia, jenis kelamin), rasa dan sifat genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh dan luas permukaan tubuh.

Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada hasil percobaan karena pada usia yang tepat pada fase hidup hewan tersebut, efek farmakolgi yang dihasilkan akan lebih baik. Lain halnya jika usia hewan tersebut masih bayi. Jenis kelamin juga berpengaruh, karena jika dilihat dari leteratur berat badan yang berbeda. Keduanya berpengaruh pada dosis yang akan digunakan pada hewan uji tersebut.

Ras dan sifat genetik pun berpengaruh karena jika menggunkan hewan percobaan dengan ras dan sifat genetik yang berbeda-beda dan karakteristik yang berbeda pula, maka masing-masing memiliki perbedaan dalam perilaku, kemampuan imunologis, infeksi penyakit, kemampuan dalam respon terhadap obat, kemampuan reproduksi dan lain sebagainya.

Bobot dan luas permukaan tubuh hewan uji juga berpengaruh dalam hasil percobaan. Bobot dan luas permukaan tubuh hewan yang bessar akan lebih membutuhkan lebih banyka dosis dibandingkan dengan yang berbobot dan memiliki luas permukaan tubuh yang kecil.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewn dalam penerimaan obat, keadaan ruang hidup (suhu, kelembaban udaa, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), suplai oksigen.

Meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada hewan percobaan, disebabkan karena kondisi lingkungan yang jelek dimana hewan itu tinggal. Maka dengan meningkatnya kejadian penyakit infeksi dan disertai dengan keadaan nutrisi yang buruk juga akan berakibat resistensi tubuh menurun, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil suatu percobaan.

Intraperitonial

Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya.Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah.Disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak.

Cara injeksi peritonial yaitu, mencit dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit menjangkau/mencengkram alas kasar (penutup kawat kandang).Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri, Kepala agak kebawah abdomen. Tandai dengan spidol pada bagian perut mencit, bagi menjadi empat bagian sama besar. Beri tanda pada 2 bagian bawah kanan dan kiri. Oleskan alcohol bagian yang akan diinjeksi, jarum disuntikkan dengan sudut 100dari abdomen agak pinggir, untuk mencegah terkenanya kandung kemih dan apabila terlalu tinggi akan mengenai hati.Volume larutan aquades yang disuntikan pada intraperitonial adalah 0.29 ml. Intravena

Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.Tujuannya untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi parenteral lain, untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan dam untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar.Injeksi intravena merupakan metode injeksi yang cukup sulit dilakukan oleh orang yang kurang berpengalaman. Untuk melakukan injeksi intravena dapat menyebabkan masalah pada mencit bila terjadi kesalahan saat dilakukan injeksi.Injeksi intravena langsung memasukkan zat ke aliran darah melalui ekor (pada mencit).Injeksi ini digunakan untuk meneliti penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang membutuhkan penedahan zat langsung ke aliran darah.Mencit biarkan pada posisi tengkurap dengan menjulurkan ekor. Kemudian ekor mencit dibuat mengalami vasodilatasi dengan cara ekor mencit diolesi dengan etanol. Proses dilatasi pada ekor mencit juga bisa dilakukan dengan cara merendamnya dalam air hangat.

Ciri-ciri pembuluh vena yang mengalami vasodilatasi adalah garis merah pada ekor mencit akan terlihat jelas dan besar sehingga akan memudahkan praktikan untuk menyuntikan larutan aquades. Setelah garis merah (pembuluh vena) terlihat jelas, aquades disuntikan kedalamnya.Volume larutan aquades yang disuntikan pada intravena adalah 0.35 ml. Jarum disuntikkan dengan sudut 100agar jarum tidak melukai tangan praktikan.Apabila terasa ada tahanan artinya jarum tersebut belum masuk ke dalam pembuluh vena yang artinya jarum suntik hanya menembus sampai kulit. Hal ini ditandai dengan membesarnya kulit pada ekor mencit yang disuntikan, dan apabila jarum ditarik maka akan diikuti cairan yang keluar dari ekor mencit (larutan yang disuntikan). Hal ini menyebabkan mencit merasa tidak nyaman.Kesalahan ditandai dengannya apabila jarum suntik ditarik maka tidak ada darah yang keluar.

Pada awalnya praktikan melakukan kesalahan dimana jarum tidak menembus pembuluh vena yang ditandai dengan membesarnya daerah ekor mencit yang disuntik.Kemudian praktikan menyuntikan kembali larutan aquades kedalam ekor mencit sesuai dengan perhitungan dosis pada intravena dan semua aquades masuk kedalam pembuluh vena.Pada saat jarum suntik ditarik, keluar darah dari daerah ekor mencit yang disuntik.Hal ini membuktikan bahwa praktikan benar melakukan injeksi intravena pada mencit.

Peroral

Injeksi peroral dilakukan dengan menggunakan sonde yang dimasukkan kedalam mulutlangsung ke dalam lambung melalui esophagus.Pada pemberian larutan aquades secara peroral dengan menggunakan sonde, mencit harus dibuat dalam keadaan menengadah ke atas, dimana posisi mencit lurus.Cengkram kuat mencit sehingga mencit tidak bisa menyentuh atau mengambil ujung sonde.Kemudian sonde dimasukkan oral ke langit-langit mulut mencit, kemudian dimasukkan secara perlahan-lahan larutan aquades sampai masuk kedalam lambung.Volume larutan aquades yang disuntikan pada peroral adalah 0.28 ml. Pada saat sonde sudah masuk ke dalam esophagus, maka akan ada dua percabangan dimana terdapat saluran yang menuju paru-paru dan ada saluran lain yang menuju lambug. Letak saluran menuju paru-paru terletak di sebelah kiri pada mencit sedangkan saluran menuju lambung ada di sebelah kanan pada mencit. Sehingga apa bila dilihat dari sisi praktikan,sonde akan dimasukkan ke sebelah kiri tikus.

Cara pemberian yang keliru yaitu masuk ke dalam system pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasa dan kematian pada hewan uji. Cara praktikan mengetahui pemberian obat secara oral ini berhasil atau tidak yaitu dengan tanda apabila cairan yang diberikan secara peroral kepada mencit akan keluar melewati mulut atau hidungnya. Hal ini menandakan bahwa sonde belum masuk sempurna ke dalam lambung.Hal ini disebabkan karena sonde mungkin masih berada di di tenggorokan atau sudah masuk kedalam paru-paru mencit. Tapi apabila pemberian secara peroral berhasil, maka tidak akan terjadi apa-apa pada mencit.

Apabila percobaan sudah menggunakan zat kimia sesungguhnya atau pada hewan uji tersebut ditumbuhkan suatu infeksi, maka perlu dilakukan pengorbanan hewan (etanasi). Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Cara pengorban hewan uji dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara fisik dan kimia. Untuk cara fisik bisa digunakan dislokasi leher. Caranya adalah mencit dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit menjangkau/mencengkram alas kasar (penutup kawat kandang) sehingga meregangkan badannya.Ketika hewan meregangkan badannya, pada bagian tengkuk diberi suatu penahan yang keras dan dipegang dengan tangan kiri.Sedangkan tangan kanan menarik ekornya dengan keras sampai lehernya terdislokasi. Cara kimianya adalah dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis letal sehingga dapat membnuh hewan-hewan tersebut, dan juga dengan menggunakan gas CO2.

VIII. Kesimpulan1. Dapat disimpulkan bahwa, untuk praktikum farmakologi ini ada beberapa tata cara dalam menangani hewan percobaan. Mulai dari memperlakukan hewan dengan baik agar hewan uji tidak stres. Lalu , kita dapat mengetahui bagaimana agar hewan uji dapat dikendalikan ketika sedang melalakukan uji farmakologi.2. Dengan melakukan praktikum ini, kia dapat mengetahui sifat-sifat dan faktor-faktor yang mempengaruhi responnya. Mencit mempunyai sifat mudah jinak, sangat aktif, fotofobik, aktif pada malam hari, cenderung suka berkumpul dengan sesamanya, dan lain-lain. Sedangkan tikus mempunyai sifat jinak, jika salah perlakuan tikus akan menyerang manusia, tidak fotofobik, cenderung tidak kumpul dengan sesamanya, dan lain-lain. Kemudian ada 2 faktor yang mempengaruhi respon dari hewan uji yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi, luas permukaan hewan uji, bobot badan, genetik, dan asupan nutrisi. Faktor eksternal meliputi suhu, oksigen, cahaya, da lain-lain.

3. Terdapat teknik-teknik rute pemberian obat pada hewan uji, yaitu intravena dengan memberikan obat melalui pembuluh darah. Per oral pemberian obat melalui mulut dengan menggunakan sonde. Intra muskular yaitu pemberian obat melalui otot bagian paha. Interperitonial yaitu pemberian obat melalui bagian perut. Subkutan yaitu pemberian obat melalui bagian bawah kulit. Ketika mencit diberi diazepam dengan berbagai rute pemberian menimbulkan efek kepada mencit. Mencit yang aktif akan menjadi diam, karena diazepam tedapat efek penenang atau sedatif. Sedangkan pada tikus, ketika diberikan NaCl fisiologis tidak menimbulkan efek. Urutan rute pemberian obat dari yang tercepat menuju lambat yaitu, intravena-intraperitonial-subkutan-intramuskular-peroral.DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Rozi. 2012. Diazepam. Tersedia online di http://bukusakudokter.org [diakses pada tanggal 10 Maret 2015].

Anief,M.1994.Farmasetika.Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press

Hanifah, J.M & Amir, Amri.2008.Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan Edisi 4. Jakarta : EGC.

Katzung,B.G.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC

Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Hewan Percobaab Laboratorium. Tersedia online di http://farmasiku.com [diakses pada tanggal 11 Maret 2015].Marbawati. 2009. Penetapan Hayati dengan Hewan Percobaan. Tersedia online di elisa.ugm.ac.id [diakses pada tanggal 10 Maret 2015].

Sulaksono, ME. 1992.Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan: Jakarta.

Tjay,T.H dan K. Rahardja. 2002. Obat Obat PentingKhasiat, Penggunaan,dan Efek Efek sampingnya Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.