cambra assessment
DESCRIPTION
formulir penilaian resiko karies cambraTRANSCRIPT
Instrumen Penilaian Risiko Karies
CAMBRA
Kelompok 6:
Tika Gustriani 8941
Meliana Aji Lestari 8942
Tiaradhita Deswandari 8944
Ifa Najiyati 8947
Elfa Selviana 8951
Diftya Twas Dalih A 8954
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Formulir Penilaian Risiko Karies CAMBRA
Nama : _______________________________________________
Tanggal pemeriksaan : _______________________________________________
Pemeriksaan : 1. Awal 2. Kontrol
No Indikator Penyakit ** ** **
1Kavitas yang terlihat atau secara radiografi penetrasi sampai ke dentin
YA
2Lesi email aproksimal pada Radiografi (tidak sampai dentin)
YA
3 White spot pada permukaan gigi yang halus YA
4 Tumpatan 3 tahun terakhir YA
Faktor Risiko
5
S. mutans dan Lactobacillus sedang atau tinggi * S. mutans tinggi >106/mL, sedang 105 - 106/mL
Lactobacillus tinggi >105/mL, sedang 104 - 105/mLYA
6 Plak yang terlihat pada gigi YA
7 Asupan camilan sering (> 3x/hari di antara makan besar) YA
8 Pit dan fisur yang dalam YA
9Penggunaan obat-obatan rekreasional*alkohol, narkotika, dll
YA
10Aliran saliva kurang (observasi atau pengukuran)*<0,1 ml/mnt
YA
11
Faktor penurunan saliva (pengobatan/radiasi/sistemik)*Obat-obatan: chlorpheniramine, bupropoin, dllRadiografi: radiasi kepala dan leherKondisi sistemik: sjogren’s syndrome, merokok, dehidrasi
YA
12 Permukaan akar yang terbuka YA
13 Pemakaian alat ortodontik YA
Faktor Protektif
14 Floridasi di lingkungan rumah/tempat kerja/ sekolah YA
15 Pasta gigi berfluoride min. 1x/hari YA16 Pasta gigi berfluoride min. 2x/hari YA
17Obat kumur berfluoride (0,05% NaF) setiap hari*act, fluori gard, fluor aid, dll
YA
18 Pasta gigi berfluoride 5000 ppm setiap hari YA
19 Fluoride varnish 6 bulan terakhir YA
20 Topikal fluoride di klinik 6 bulan terakhir YA
21Penggunaan chlorhexidine 1 minggu/bulan selama 6 bulan terakhir*minosep
YA
22Permen karet xylitol 4x/hari selama 6 bulan terakhir*xylitol, happydent white
YA
23Pasta kalsium dan fosfat selama 6 bulan terakhir*MI paste, GC tooth mouse
YA
24Aliran saliva baik * 0,3-0,4 ml/menit, unstimulated saliva
YA
*keterangan
**YA=dilingkari
ODONTOGRAM
KETERANGAN FORM CAMBRA:
2. Lesi email aproksimal
Lesi karies pada permukaan aproksimal sukar ditentukan. Penyebabnya adalah karena
lesi terbentuk di dekat titik kontak sedikit kea rah serviks dan pandangan terhalang
oleh gigi tetangga.
Sonde lengkung Briault yang tajam dapat digunakan untuk menentukan apakah lesi
aproksimal ini telah mengalami kavitas atau belum.
Raiografi bite wing penting sekali dalam menegakkan diagnosis lesi karies
aproksimal, walau harus diingat bahwa teknik ini relative kurang peka terhadap
pendeteksian secara dini demineralisasi permukaan yang lebih dalam.
Sinar transmisi juga dapat membantu penegakan diagnosis karies aproksimal.
Tekniknya adalah dengan penyinaran daerah titik kontak dengan sinar transimisi.
Suatu lesi karies mempunyai indeks sinar transmisi yang rendah sehingga akan
terlihat sebagai bayangan hitam yang bentuknya sesuai dengan bentuk ragangan
karies yang terdapat pada dentin. Teknik ini telah digunakan bertahun-tahun dalam
penegakan diagnosis lesi aproksimal gigi anterior. Cahaya dipantulkan dengan kaca
mulut ke gigi dan lesi karies akan segera tampak pada kaca mulut.
Pada gigi posterior dibutuhkan sinar yang lebih kuat. Telah dipakai suatu bsinar serat
optik yang tabung sinarnya diperkecil menjadi hanya berdiameter 0,5 mm.
penggunaan sumber sinar yang kecil sangat bermanfaat untuk menghindari silaunya
cahaya dan kaburnya detail gambar permukaan. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa
gigi dalam keadaan kering. Teknik ini sangat bermanfaat bagi gigi posterior yang
berjejal karena bitewing akan memberikan gambaran yang bersitumpang. Juga pada
wanita hamil sebeb tidak akan menyebabkan radiasi (Kidd dan Bechal, 1991).
3. White spots
Bercak putih atau white spot adalah lesi awal yang akan terlihat secara mikroskopis,
namun kemudian akan terlihat jelas di email. Hal tersebut disebabkan karena terjadi
pelepasan ion kalsium dan fosfat dari prisma enamel. Pada keadaan ini permukaan
gigi masih terlihat utuh. White spot sering ditemukan pada area yang mudah
tertimbun plak seperti permukaan gigi incisivus maksila, area pit dan fissure serta
dibawah kontak point diantara gigi geligi. Pada tahapan ini, lesi yang terbentuk masih
bersifat reversible dan dapat diatasi dengan penjagaan oral hygiene yang baik,
aplikasi fluor dan perubahan diet.
Karakteristik white spot adalah:
a. Kehilangan translusensi normal dari enamel dengan bercak putih secara partikular.
b. Permukaan rusak atau retak di bagian pit dan fissure secara partikular.
c. Peningkatan porositas secara partikular di permukaan bawah yang berpotensi
meningkatkan noda.
d. Penurunan densitas permukaan bawah, terdetek secara radiografik atau
transiluminasi.
e. Potensi untuk remineralisasi dengan peningkatan resisten terhadap perubahan
asam selanjutnya secara partikular (remineralisasi treatments).
Table. Clinical Characteristics of Enamel
Hydrated Desiccated
Surface Texture
Surface Hardness
Normal enamel Translucent Translucent Smooth Hard
Hypocalcified enamel
Opaque Opaque Smooth Hard
Incipient caries Translucent Opaque Smooth Softened
Active caries Opaque Opaque Cavitated Very Soft
Arrested caries Opaque, dark
Opaque, dark Roughened Hard
Reprinted with permission from Sturdevant’s Art & Science of Operative Dentistry, 4th ed. Roberson TM, Heymann H, Swift E Jr, eds. St. Louis, MO: Mosby/Elsevier; 2002:93.
Terdapat beberapa kerusakan pada email yang hampir terlihat sama seperti white spot
lesi awal karies:
a. Fluorosis
Bercak putih kecil, melibatkan banyak gigi dan tidak tembus cahaya
b. Enamel hypomineralization
Batas jelas, hanya memepengaruhi sedikit gigi
c. Hypoplasia
Perbedaan translusensi pada permukaan email seperti menjadi putih, krem, kuning
atau coklat
Sulit untuk menentukan diagnosis yang tepat, white spot tidak dapat dideteksi dengan
alat dignostik karies atau dengan radiogarafi. Jalan paling baik untuk menganalisisnya
adalah dengan cara mengeringkan permukaan gigi dan periksa dibawah pencahayaan
yang bagus. Karies incipient akan terlihat ketika enamel kering, tetapi akan hilang
ketika enamel basah. Sedangkan hipokalsifikasi akan tetap terlihat pada enamel yang
basah atau kering. Palpasi adalah langkah kedua untuk menegakkan diagnosis. Jika
permukaan terasa lunak dan terlihat mengkilat kemungkinan lesi inaktif. Jika terasa
kasar, terlihat seperti karang atau kapur dan permukaan pudar menandakan karies
dengan kavitas.
5. Pemeriksaan Streptococcus mutans dan Lactobacillus
Tes mikrobiologi dipakai untuk penilaian karies, yaitu sampel air liur dapat digunakan
untuk mengetahui jumlah koloni Streptococcus mutans dan Lactobacillus di dalam
rongga mulut. Penghitungan jumlah Streptococcus mutans
Cara pengukuran:
a. Saliva sebanyak 1ml ditempatkan pada cawan petri berisi agar mitis salivarius
(yang berisi sukrosa dan bacitracin)
b. Spesimen diinkubasi selama 4 hari pada suhu 37 derajat celcius
c. Jumlah koloni Streptococcus mutans dihitung dengan bantuan mikroskop
(perbesaran 10x).
Faktor yang diukur Kategori risiko karies
Rendah Sedang Tinggi
Jumlah S. mutans < 105 105 - 106 106
Penghitungan jumlah Lactobacillus
Cara pengukuran:
a. Saliva dikumpulkan dengan rangsangan mengunyah paraffin wax atau gelang
karet steril sebanyak 1 gr selama 3 menit
b. Sebanyak 1 ml saliva ditempatkan dalam cawan petri
c. Spesimen dikocok dan diencerkan dengan Nacl 0,9% dengan perbandingan 1;10
(1ml saliva + 9ml NaCL 0,9%)
d. Larutan diambil 0,4 ml dan dimasukkan ke dalam medium plat agar
e. Spesimen diinkubasi pada suhu 37 derajat celcius selama 3-4 hari, lalu hitung
dengan bantuan mikroskop
Faktor yang diukur Kategori risiko karies
Rendah Sedang Tinggi
Jumlah
Lactobacillus
< 104 104 – 105 >105
Dentocult
Dentocult-SM adalah salah satu metode yang menggunakan saliva untuk mengukur
tingkatan bakteri. Dimana kotaknya berisi cairan mitis salivarius (The kit contains a
mitis salivarius broth for culture). Sebelum pengambilan sampel, 5-μg tablet
bacitracin ditambahkan ke cairan untuk menghambat persaingan pertumbuhan
organisme. Dentocult merupakan pendeteksi Streptococcus mutans dan Lactobacillus
dari saliva dan plak gigi. Metode ini didasarkan pada penggunaan test trip.
Penggunaan dentocult :
a. Tempatkan piringan bacitracin pada kultur broth.
b. Inoculate strips.
Saliva : Biarkan pasien mengunyah paraffin pellet untuk menstimulasi saliva dan
mentransfer S.mutans dari permukaan gigi ke saliva. Tekan strips dari lidah
pasien.
Plak gigi : Dapatkan sampel dari sisi interproksimal atau permukaan gigi dan
sebarkan pada strips
c. Tempatkan strip.
d. Inkubasi pada suhu 35-370C selama 48 jam dengan tutup terbuka.
8. Menentukan pit dan fissure yang dalam
Lesi karies pada oklusal merupakan penyebab utama dari perawatan restorasi pada
anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sonde tidak cukup untuk
mendeteksi lesi karies dini pada permukaan oklusal dan dikarenakan hasil yang
negative salah (false negative) menyebabkan terjadinya peningkatan lesi yang tidak
terdeteksi. Penggunaan caries detecting dye dan radiograf tidak dapat untuk
mendeteksi lesi oklusal. Penggunaan detector karies DIAGNOdent (KaVo America
Corp, Lake Zurich, Ill.) mungkin dapat membantu dalam pengambilan keputusan
pada proses dini terjadinya lesi karies, akan tetapi tidak sepenuhnya begitu (Jenson,
2007).
Gambar 1. Penampilan DIAGNOdent
Gambar 2. Cara kerja DIAGNOdent
Hasil pengukuran DIAGNOdent akan ditunjukkan pada layar yang berupa angka
seperti pada table dibawah:
* Diambil dari Lussi; lihat: “Research Supporting DIAGNOdent Scale Reading,” (halaman 6)** Pada kasus penyakit virus yang tidak umum, preparasi dapat dilakukan ketika pencatatan nilai hasil pengukuran antara 20-30.***Tanpa memperhatikan tindakan yang diambil untuk merawat lesi spesifik, perawatan preventif dapat diindikasikan berdasarkan resiko karies terdahulu. Disadur dari : Clinical Guidelines and Brrief Operating Instruction KaVo DIAGNOdent®
Pada tabel diatas menujukkan beberapa rentang nilai hasil pengukuran dengan
menggunakan alat DIAGNOdent, dan pada tabel diatas juga terdapat beberapa
rekomendasi manajemen karies berdasarkan rentang nilainya.
9. Recreational drug
Recreational drug merupakan substansi kimia yang digunakan untuk tujuan
kesenangan yang diluar tujuan medis. Alkohol, tembakau dan kafein. Obat-obatan ini
juga dikenal dengan obat-obatan psikoaktif dikarenakan obat-obatan tersebut berefek
pada kesadaran seseorang, kognitif, perasaan dan tingkah laku seseorang. Beberapa
tipe recreational drug antara lain:
a. Alkohol
b. Alkil nitrit
c. Amfetamin
d. Steroid anabolit
e. Kafein
f. Kanabis
g. Kokain
h. Ekstasi
i. Heroin
j. Metamfetamin
k. Tembakau
Recreational drugs berefek pada tubuh, pikiran, perasaan dan emosi. Beberapa obat-
obatan ini seperti amfetamin dan ekstasi merupakan stimulant yang dapat bekerja
pada system saraf pusat, mengakibatkan meningkatnya detak jantung dan aliran darah
ke jantung dan otak. Pengguna juga melaporkan bahwa penggunaan obat-obatan ini
mengakibatkan meningkatnya kepercayaan diri dan tingkat energi yang
dikombinasikan dengan rangsang fisiologis, tetapi seiring dengan menurunnya tingkat
energy tubuh mereka rentan terhadap poerasaan: cemas, mudah marah, gelisah dan
pusing.
Dibidang kedokteran gigi, beberapa efek dari penggunaan Recreational drugs
misalnya pada penggunaan yang berlebihan dari alkohol: metabolism alkohol oleh
dehydrogenase alkohol menjadi asetaldehid yang merupakan senyawa kariogenik,
ethanol berperan sebagai pelarut membrane lipis dari sel epitel mulut, alkohol
merubah komposisi mikroflora rongga mulut dan mengganggu lapisan bioflm,
penggunaan alkohol dalam jangka waktu lama dapat menurunkan produksi sitokin
dan memodifikasi aktifikas limfosit (Anonim, 2012).
Pada penggunaan tembakau yang berlebihan, beberapa efek samping yang
berhubungan dengan kesehatan rongga mulut dan sekitarnya antara lain: ulserasi
mulut, nikotin patch pada mukosa, iritasi pda rongga hidung, kanker rongga mulut,
kanker pada laring, dan leukemia.
Kanabis atau ganja merupakan daun dari tumbuhan ganja. Dikonsumsi seperti rokok
atau bias juga dicampur dengan makanan ataupun teh. beberapa efek samping
negatifnya antara lain: rasa cemas dan panic, paranoid, halusinasi visual maupun
auditori, system koordinasi melemah, hilangnya memori jangka pendek, takikardia
dan aritmia supraventricular.
Efek samping pada penggunaan ekstasi dibagi menjadi dua kelompok yakni efek
jangka pendek dan efek jangka panjang. Efek jangka pendeknya antara lain: dilatasi
pupil, meningkatnya tekanan TMJ, hilangnya nafsu makan, mulut kering, takikardia,
hipertermia, hyponatremia atau intoksikasi air. Efek jangka panjang dari penggunaan
ekstasi yakni: insomnia, depresi, sakit kepala, dan kekakuan otot (Commonwealth of
Australia, 2004).
10. Menghitung laju aliran saliva
a. Non stimulasi
Melihat jumlah laju aliran saliva yang masuk ke rongga mulut tanpa adanya
stimulus eksogen (dari luar). Pemeriksaan ini disebut juga dengan resting flow
rate.
Metode pengambilan saliva tanpa stimulasi dapat dengan cara berikut:
- Metode draining, yaitu dengan cara membiarkan saliva terus mengalir ke
dalam tabung gelas.
- Metode spitting, yaitu dengan cara saliva dikumpulkan terlebih dahulu dalam
keadaan mulut tertutup, setelah itu diludahkan ke dalam tabung gelas.
- Metode suction, yaitu dengan cara saliva disedot dengan menggunakan pipa
suction yang diletakkan di bawah lidah.
- Metode swab (absorbent), yaitu dengan cara menggunakan 3 buah cotton roll.
1 buah cotton roll diletakkan di bawah lidah, 2 buah sisanya diletakkan pada
vestibulum molar 2 atas. Setelah itu, dilakukan penimbangan berat saliva.
b. Stimulasi
Cara pemeriksaan:
Pemeriksaan dilakukan dengan menyuruh pasien untuk mengunyah wax gum
yang dikunyah selama 3 menit, kemudian salivanya diludahkan ke tabung gelas.
Selanjutnya kunyah lagi dan saliva diludahkan setiap 1 menit. Lakukan sebanyak
5 kali. Jadi lama pemeriksaan saliva adalah 8 menit.
Laju aliran saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: posisi pasien,
hidrasi, variasi diurnal, dan waktu. Waktu yang paling baik untuk pengukuran
saliva adalah saat pagi hari dan pastikan pasien belum makan, minum dan
merokok setidaknya 90 menit sebelum dilakukan pengambilan sampel.
11. Faktor penurunan saliva
a. Medikasi (Obat-obatan)
- Antidepresan
Obat antidepresan Misalnya tricyclic antidepressants (TCAs) bekerja
menghambat histamin, kolonergik dan reseptor alfa-1 adrenergik yang
menyebabkan ADR (adverse drug reaction) seperti penurunan aliran saliva
sehingga mulut terasa kering. Antidepresan generasi terbaru seperti selective
serotonin re-uptake inhibitors (SSRIs) dan multiple-receptor antidepresant
bekerja dengan menghambat re-uptake nor-adrenalin (nor-epinefrin) dan/atau
serotonin. Antidepresan ini juga dapat menyebabkan penurunan saliva
walaupun efektnya lebih sedikit dari TCAs. Contoh obat antidepresan :
bupropoin, trazodone, nefazodone.
- Antihipertensi
Antihiperteni bekeja dengan beta-blockers dihubungkan dengan aktivitas
sistem saraf pusat dan reseptor alfa-2 adrenergik glandula saliva menyebabkan
adanya xerostomia. ACE inhibitors, bekera dengan menghambar enzim ACE
pada sistem renin-angiotensin-aldosteron juga menyebabkan penurunan saliva.
Contoh obat antihipertesi : clonidine, atenolol, propanolol.
- Antihistamin
Antihistamin dihubungkan dengan efek sedative pada sistem saraf pusat dan
antimuscarinic yang berefek pada xerostomia. Contoh antihistamin :
mizolastine, ebastine, chlorpheniramine
- Diuretik
Diuretik membuat perubahan pada keseimbangan elektrolit dan cairan. Obat
ini mengurangi aliran saliva dengan menyebabkan vasokonstriksi pada
glandula saliva. Contoh obat diuretic : thiazide
b. Radiografi
Radiasi pada kepala dan leher mempengaruhi sekresi saliva. Terapi radiasi pada
karsinoma lidah, karsinoma nasofaring, karsinoma laring, karsinoma tonsil,
radioblastoma, serta karsinoma kepala dan leher lainnya akan merusak sel-sel
kelenjar saliva sehingga menyebabkan penurunan kuantitas sekresi dan perubahan
kimiawi saliva.
Kelenjar saliva merupakan kelenjar yang sensitif terhadap radiasi sinar pengion.
Radiasi pengion menyebabkan kerusakan jaringan kelenjar yang dapat
menyebabkan hilangnya sekresi saliva secara permanen (Andrews dan Griffiths,
2001).
Glandula saliva yang terapapar sinar radiasi dapat menyebabkan nekrosis pada sel
acinar dan jaringan glandula saliva Akibatnya, aliran saliva berkurang.
Radiosensitif glandula saliva dimulai dari Glandula parotid, glandula
submandibula, glandula sublingual dan glandula saliva minor. Sedangkan
tingkatan aliran saliva juga dimulai dari glandula parotid (65%~ 0,26 ml/menit),
submandibular (20-30%~ 0,08ml/menit), sublingual (6%~ 0.03ml/menit) dan
glandula saliva minor (5%~ 0,03ml/menit)
c. Kondisi sistemik
Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva :
- sjogren’s syndrome merupakan penyakit autoimun yang dikarakteristikan
dengan inflamasi glandula eksokrin. Pada SS, limfosit merusak sekresi
glandula saliva mayor dan minor. Selain itu, menghambat stimulus saraf
glandula.
- Merokok, konsumsi alkohol dan minuman yang mengandung kafein dapat
menurunkan aliran saliva dengan meningkatkan paparan lokal untuk
mengiritasi mukosa di dalam mulut.
- Tidur dengan mulut terbuka atau mouth breathing juga dapat menurukan
produksi saliva.
- Dehidrasi dapat mengubah kuantitas cairan dalam tubuh yang berefek ada
wetness mukosa mulut. Adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit,
yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang
menyebabkan turunnya sekresi saliva. Perasaan mulut kering ini juga
mengubah kemampuan kognitif sistem saraf pusat ada pasien stroke dan
mengganggu sensori mulut.
- Perubahan pada inervasi autonom glandula saliva dengan stimulus simpatik,
selama terjadi perasaan cemas, stress dan insomnia menyebabkan perubahan
komposisi saliva
12. Resesi gingiva
Untuk mengukur resesi gingiva dapat menggunakan indeks resesi menurut Marini
et.al. dan indeks resesi menurut Miller. Tingkat keparahan resesi gingiva ditentukan
dengan teknik pengukuran menggunakan probe periodontal. Pengukuran dilakukan
dengan menghitung kedalaman resesi, yaitu jarak dari margin gingiva ke CEJ.
Apabila CEJ gigi yang akan diukur resesinya tertutup oleh kalkulus, restorasi, atau
hilang karena karies maka letak CEJ gigi tersebut diperkirakan berdasakan CEJ gigi
yang terletak disebelahnya.
Tingkat keparahan resesi gingiva menurut Indeks resesi dari Marini et.al yaitu:
- Slight recession (resesi gingiva kurang dari 3 mm)
- Moderate recession ( resesi gingiva 3-4 mm)
- Extensive recession (resesi gingiva lebih dari 4 mm)
Tingkat keparahan resesi gingiva menurut Miller yaitu:
- Kelas I (resesi pada marginal gingiva yang belum meluas ke mucogingival
junction)
- Kelas II (resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingval junction)
- Kelas III (resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction disertai
dengan kehilangan tulang dan jaringan lunak di daerah interdental atau terdapat
malposisi yang ringan)
- Kelas IV (resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction disertai
dengan kehilangan tulang dan jaringan lunak di daerah interdental atau terdapat
malposisi yang berat)
17. Obat kumur berfluoride (0,05 % NaF)
Sodium fluorida (NaF) merupakan senyawa yang paling sering digunakan dalam obat
kumur dan pasta gigi, hal ini dikarenakan sodium fluorida sangat berpengaruh dalam
proses penghambatan karies.
Konsentrasi sodium fluorida dalam obat kumur yang paling sering digunakan adalah
0,05% atau 230ppm untuk penggunaan harian dan 0,2% atau 900ppm untuk
penggunaan mingguan. Mekanisme kerjanya sodium fluoride secara umum adalah:
a. Karena tingginya konsentrasi Flouride dalam NaF, kelarutan kalsium fluoride
terbentuk.
b. Setelah lapisan tebal terbentuk menyebabkan kelarutan fluoride dari larutan
fluoride sehingga berekasi dengan hidroksiapatit.
c. Kalsium fluoride berekasi dengan hidroksiapatit dan membentuk hidroksiapatit
fluoride yang dapat meningkatkan konsentrasi fluoride pada permukaan sehingga
membuat struktur gigi lebih stabil.
Kandungan fluor yang terdapat pada sodium fluoride mempunyai efek antibakteri,
peningkatan remineralisasi dan penurunan demineralisasi enamel. Fluor memiliki
kemampuan dalam menghambat produksi polisakarida oleh bakteri kariogenik
sehingga menurunkan perlekatan plak dan mengurangi koloni bakteri. Selain itu, fluor
juga dapat menghambat metabolisme karbohidrat oleh bakteri sehingga hasil
sampingan berupa asam dapat dikurangi. Ketika asam dihasilkan karena metabolisme
karbohidrat, penurunan pH akan memicu reaksi fluor berlangsung lebih cepat.
Semakin banyak kadar fluor yang ada, maka reaksi yang terjadi juga akan semakin
banyak. Rilis fluor akan bereaksi dengan hidroksiapatit dan menghasilkan fluorapatit,
suatu lapisan kristal enamel baru yang lebih kuat dan lebih tahan asam sehingga
demineralisasi dapat dihambat. Proses terbentuknya kristal baru tersebut
(remineralisasi) berlangsung terus menerus. Peningkatan kadar fluor dari aplikasi obat
kumur yang mengandung fluorida diharapkan dapat meghambat aktivitas karies
Beberapa produk obat kumur yang mempunyai kandungan sodium florida 0,05%
Contoh produk obat kumur yang beredar di Indonesia:
Listerine mengandung Timol 0,06%, eukaliptol 0,09%, mentol 0,04%, metil salisilat
0,05%, alkohol 22,86%. Timol yang terkandung dalam obat ini memiliki efek untuk
menghancurkan dan mengendapkan dinding sel bakteri, sedangkan minyak eukaliptol
berfungsi untuk menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi.
Betadine obat kumur mengandung povidone iodine 1% yang mempunyai aktifitas
antimikroba dikarenakan kemampuan oksidasi kuat dari iodine bebas terhadap asam
amino, nukleotida dan ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini
menyebabkan povidone iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba.
Oral B adalah obat kumur senyawa amonium kuarterner, dimana obat kumur ini
mengandung bahan aktif setilpridin klorida. Setilpridin memiliki aksi anti bakteri
yang bersifat dengan jalan mengikat dan meresorbsi bakteri tetapi tidak memiliki efek
penghambat plak. Obat kumur ini digunakan sebagai penyegar mulut.
Pada dasarnya hampir semua produk obat kumur bertujuan sama yaitu dengan
menghambat perumbuhan bakteri dalam rongga mulut. Namun bahan aktif utama
yang dikandung berbeda sehingga cara kerjanyapun berbeda.
18. Pasta gigi dengan kandungan fluor 5000 ppm
Pasta gigi yang dianjurkan adalah yang mengandung sodium fluoride (NaF) tinggi.
Kekuatan maksimum sodium fluoride pada pasta gigi adalah 1,1 % atau 5.000 parts
per million (ppm). Pemakaian pasta gigi berfluoride direkomendasikan satu kali
sehari untuk dewasa. Tidak direkomendasikan untuk anak-anak.
Minimal dan maksimum jumlah flouride Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
kandungan flouride dalam pasta gigi orang dewasa adalah 800-1500 ppm, sementara
untuk anak-anak kandungan fluoride yang diperbolehkan 500-1000 ppm.
Persyaratan penggunaan Fluor di Indonesia:
a. Jika dicampur dengan senyawa fluoride lain yang diizinkan dalam lampiran ini,
total fluor tidak boleh lebih dari 0,15%.
b. Jumlah total fluor dalam satu unit kemasan tidak lebih dari 300 mg. Persyaratan
ini tidak berlaku untuk sediaan pasta gigi yang merupakan program pmerintah
untuk perlindungan terhadap karies gigi (contoh: program perawatan gigi di
sekolah).
c. Untuk pasta gigi yg mengandung 0,1-0,15 Fluor kecuali sudah ada penambahan
kontradiksi untuk anak-anak (misal: hanya digunakan untuk dewasa).
Menurut WHO (1984) untuk penggunaan pasta gigi berfluor konsentrasi yang
dianjurkan adalah 1 – 2,5 g/kg. Berdasarkan laporan reduksi karies gigi dan gingivitis
penggunaan tersebut dapat menurunkan angka karies gigi dan gingivitis sebanyak 20
– 30%.
Berbagai macam pasta gigi yang mempunyai kandungan fluoride 5.000 ppm
19. Fluoride varnish
a. Fluoride varnish mengandung fluoride dan resin.
b. Fluoride varnish dengan konsentrasi tinggi tidak direkomendasikan untuk anak-
anak dengan resiko karies rendah.
c. Direkomendasikan untuk anak yang berusia 12 tahun ke atas dan mempunyai
resiko karies tinggi
d. Diaplikasikan setiap 6 bulan sekali sebagai bagian dari rencana pencegahan
penyakit
e. Diaplikasikan pada semua gigi yang erupsi
Panduan dari ADA (American Dental Association) untuk fluoride varnish :
a. Anak yang berusia <6 tahun dengan resiko karies sedang, usia 6-18 tahun dan >18
tahun diaplikasikan fluoride varnish setiap 6 bulan. Fuoride varnish mengandung
fluor lebih sedikit dibandingkan fluoride gel sehingga mengurangi resiko
gangguan pencernaan pada anak usia <6 tahun
b. Anak usia <6 tahun dengan resiko karies tinggi mendapatkan fluoride varnish
setiap 6 bulan
c. Anak berusia >18 tahun dengan resiko karies tinggi mendapatkan aplikasi fluoride
varnish setiap 3-6 bulan
d. Pengaplikasian selama 4 menit.
20. Topikal Fluoride
a. Fluoride topikal tersedia dalam sediaan gel dan mengandung fluoride (NaF) dan
acidulated phosphate fluoride (APF).
b. Fluoride gel tidak direkomendasikan untuk anak dibawah 6 atau lebih dari 6 tahun
dengan resiko karies rendah
c. Digunakan untuk anak-anak berusia 6 tahun ke atas dengan resiko karies tinggi.
d. Diaplikasikan setiap 3-6 bulan sebagai bagian dari rencana pencegahan terhadap
penyakit
Panduan dari ADA (American Dental Association) Fluoride topical
a. Anak berusia <6 tahun dengan resiko karies tinggi diberikan perawatan fluoride
varnish karena konsentrasi fluoride topikal gel lebih tinggi sehingga dapat
mengganggu pencernaan.
b. Anak 6-18 tahun dengan resiko karies tinggi dapat diberikan fluoride varnish atau
fluoride topikal gel 6 bulan.
c. Anak berusia >18 tahun dengan resiko karies sedang diberikan aplikasi fluoride
varnish atau gel setiap 6 bulan. Untuk resiko tinggi setiap 3-6 bulan.
d. Pengaplikasian fluoride topikal gel selama 4 menit.
21. Klorheksidin Glukonat (CHG)
Klorheksidin adalah amtiseptik yang sangat baik. CHG tetap aktif terhadap
mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian dan aman bahkan untuk
bayi dan anak. karena klorheksidin glukonat diinaktivasi oleh sabun, aktivitas
residualnya bergantung pada konsentrasinya. konsentrasi 2-4 % merupakan yang
dianjurkan. Formulasi baru (2%) dalam air dan 1 % klorheksidin tanpa air, dicampur
alkohol juga efektif (Larson 1995 sit Tietjen 2004).
Dipasaran saat ini banyak juga produk obat kumur yang mengandung klorheksidin
glukonat 0,2% (Minosep ®). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
penggunaan obat kumur yang mengandung kloheksidin glukonat 0,2 % dapat
mengambat pembentukan plak dan mencegah terjadinya gingivitis. Saat ini di
beberapa Negara telah dipasarkan obat kumur yang mengandung klorheksidin
glukonat dengan konsentrasi yang lebih rendah (0,12%. hal ini mengingat bahwa
klorheksidin dengan konsentrasi 2% memiliki efek samping. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan klorheksidin dengan konsentrasi yang lebih rendah
tidak mengurangi keefektifan obat kumur tersebut.
Mekanisme penghambatan plak oleh klorheksidin adalah dengan cara:
a. Mengikat kelompok asam anionic dari glikoprotein saliva sehingga pembentukan
pelikel akuid terhambat sehingga menghambat kolonisasi bakteri plak.
b. Mengikat lapisan polisakarida yang menyelubungi bakteri datau langsung
berikatan dengan dinding sel bakteri. Ikatan dengan polisakarida bakteri akan
menghambat absorbs bakteri ke permukaan gigi atau pelikel akuid. Sebaliknya,
ikatan klorheksidin langsung dengan sel bakteri menyebabkan perubahan struktur
permukaannya yang pada akhirnya menyebabkan pecahnya membrane
sitoplasnma bakteri.
c. Mengendapkan factor-faktor aglutinasi asam dalam saliva dan menggantikan
kalsium yang berperan merekatkan bakteri membentuk masa plak.
22. Xylitol
Xylitol adalah 5 rantai karbon gula alkohol yang berasal dari material hutan dan
pertanian. Biasanya digunakan pada makanan, farmasi dan produk kesehatan mulut.
Xylitol dapat mengurangi insidensi karies atau tingkat MS (Mutan streptococcus).
Xylitol dapat mengurangi pembentukan plak dan adesi bakteri, mencegah
demineralisasi enamel dan secara langsung mencegah efek MS pada plak dan saliva
dengan cara membunuh sel bakteri. Xylitol adalah gula yang mengandung lima
karbon alami yang terdapat pada pohon birch. Xylitol mengikat molekul sukrosa
dengan Streptococcus mtans. Streptococcus mutans tidak dapat memfermentasi
(mengurai) xylitol. Xyltol mengurangi Streptococcus mutans dengan mengubah arah
metabolismenya dan meningkatkan remineralisasi serta membantu mencegah karies.
Penggunaan xylitol dipertimbangkan pada pasien dengan resiko karies sadang atau tinggi.
Dosis yang dianjurkan yaitu 3-8 gram sehari yang tersedia pada sirup, permen karet dan obat
batuk. Frekuensi minimal konsumsi xylitol yaitu 2 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 8
gram sehari. Konsumsi sirup xylitol (8 gram/hari) mengurangi karies 50-70% pada anak usia
15-25 bulan dan mengkonsumsi permen karet atau obat batuk yang mengandung 5 gram
sehari pada anak usia 10 tahun mengurangi kerusakan gigi 35-60%. Pasta gigi dengan 10%
xylitol (dosis 0,1 gram setiap sikat gigi) menunjukan penurunan tingkat MS dan karies pada
anak-anak. AAP (America Academy of Pediatric) tidak menganjurkan mengkonsumsi permen
karet pada anak usia kurang dari 4 tahun. Efek samping xylitol dapat menyebabkan diare,
biasanya terjadi pada dosis yang lebih tinggi. Untuk mengurangi diare, xylitol dikonsumsi
sedikit demi sedikit agar tubuh dapat menyesuaikan diri, khususnya untuk anak-anak.
Penggunaan permen karet xylitol pada ibu hamil dapat mengurangi tingkat MS pada
anaknya sampai usia 6 tahun. Konsumsi 2-3 kali sehari dimulai pada bulan ketiga sampai
anak usia 2 tahun.
Usia Produk xylitol Dosis
< 4 tahun Sirup xylitol 3-8 gram/hari dibagi
beberapa dosis
>4 tahun Permen karet, obat batuk
(berupa tablet), makanan ringan
3-8 gram/hari dibagi
beberapa dosis
Contoh produk permen karet yang mengandung xylitol:
23. Pasta kalsium dan fosfat
Pasta kalsium dan fosfat dikenal juga dengan nama CPP-ACP (Casein
phosphopeptide-amorphous calcium phosphate) atau tooth mousse. CPP dapat
menstabilkan kalsium fosfat pada amorf cairan kalsium fosfat, mencegah
demineralisasi dan membantu dalam remineralization. CPP yang membawa ion Cad
an fosfat dalam bentuk amorf kalsium fosfat (ACP) dapat mengembalikan
keseimbangan mineral dalam mulut,membantu menetralisir asam.
Contoh produk pasta kalsium dan fosfat:
a. MI paste dan MI paste plus
b. GC tooth mousse dan GC tooth mousse plus
DAFTAR PUSTAKA
Adair, Steven M.. 1998. The role of fluoride mouthrinses in the control of dental caries: a
brief review. American Academy of Pediatric Dentistry.
Agnihotri,Y., Pragada, N.L., Patri,G., Thajuraj,P., 2012, The Effect of CP-ACP on
Remineralization of Artificial Caries like Lesion : An In vitro Study, Indian Journal of
Multidisciplinary Dentistry Vol. 2, India
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD), 2010, Policy on the Use of Xylitol in
Caries Prevention, Council on Clinical Affairs Vol.36/No.6, Amerika
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD),2011, Guideline on Xylitol Use in Caries
Prevention, Council on Clinical Affairs Vol.36./ No.6, Amerika
Andrews, N., Griffiths, C., 2001, Dental Complications of Head and Neck Radiography : Part
2, Australian Dental Journal Vol. 46 No.3 Hal.174-182, Australia
Anonim Alcohol and Recreational Drug Use: The Effect on Oral Health. Dental Nursing 8(1)
: 14-17, 2012.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta
Cappelli, David P. 2008. Prevention in Clinical Oral Health Care. Mosby Elsevier: USA
Chrysanthakopoulos, Nikolaos Andrea., 2010, Occurrence, Extension and Severity of The
Gingival Recession in a Greek Adult Population Sample., 2(1): 37-42.
Commonwealth of Australia. 2004. Alcohol and other Drugs: A Handbook for Health
Professionals. Canbera.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Flink, Hakan. 2007. Studies on the prevalence of reduced salivary flow rate in relation to
general health and dental caries, and effect of iron supplementation. Swedia:
Departement of Cariology, Institute of Odontology Karolinska Institutet.
Jayaprakash. 2004. A Short TB of Preventive and Community Dentistry. Jaype Brothers
Medical Publishers: India
Jenson dkk. Clinical Protocol for Caries Management by Risk Assessment. CDA Journal
35(10): 714-723, 2007
MNew Zealand minister of Health, 2009, Guidelines for the Use of Fluoride, New Zealand
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011,
Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, Jakarta
Recreational Drug Use , diunduh dari http://www.diabetes.co.uk/recreational-drugs/
(30/10/2014) pukul 17:48.
Stipetic, Mravak, M., 2012, Xerostomia – Diagnosis and Treatment, University of Zagreb,
Croatia
www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-230-1484248120-bab%20ii.pdf, diunduh tanggal
30 Oktober 2014
______. 1991. Use of an intra-oral model to evaluate 0.05% sodium fluoride mouthrinse in