c09rka

65
ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: rudi-h-harahap

Post on 28-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: C09rka

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU

TULANG BAWANG, LAMPUNG

RYAN KUSUMO ADI WIBOWO

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 2: C09rka

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Kualitas Air

Pada Sentral Outlet Tambak Udang Sistem Terpadu, Tulang Bawang,

Lampung” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Ryan Kusumo Adi Wibowo

C24104018

Page 3: C09rka

Ryan Kusumo Adi Wibowo. Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet

Tambak Udang Sistem Terpadu, Tulang Bawang, Lampung. Di bawah

bimbingan Dr. Ir. Bambang Widigdo dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.

RINGKASAN

Sentral outlet milik PT. Centralpertiwi Bahari merupakan sebuah kanal

yang terletak di daerah estuari pantai timur Lampung, tepatnya di Tanjung Krosok, Kabupaten Tulang Bawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbaikan kualitas air dimulai dari saat pertama kali air buangan tambak dikeluarkan dari sistem tambak sampai dimana badan perairan umum menerima air buangan tambak tersebut.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli, Agustus, dan September 2008. Sampel diambil pada enam titik stasiun pengamatan. Pengambilan air sampel dilakukan pada tengah kolom perairan dengan menggunakan Van Dorn water sampler dengan kapasitas 3 liter. Analisis data meliputi analisis secara deskriptif dan analisis dengan indeks STORET untuk menentukan status mutu air.

Perairan sentral outlet memiliki kisaran suhu antara 28.5- 31.50C selama periode Juli hingga September 2008. Hasil pengukuran salinitas selama periode Juli-September 2008 menunjukkan bahwa perairan sentral outlet memiliki kisaran salinitas antara 15 0/00 sampai 35 0/00. Konsentrasi TSS tertinggi berada di stasiun 2 (185-216 mg/l) dan semakin berkurang hingga perairan sentral outlet yang paling dekat dengan perairan alami yang diwakili oleh stasiun 5 (70-83 mg/l) dan stasiun 6 (107-132 mg/l). Nilai pH air buangan tambak di sentral outlet berkisar antara 6.84-8.06. Kandungan oksigen terlarut terendah selama periode Juli-September 2008 terukur di stasiun 1 yaitu 0.4- 0.7 mg/l, sedangkan kandungan oksigen terlarut tertinggi terukur di stasiun 6, yaitu 6.4-7.6 mg/l. Konsentrsi BOD5 pada stasiun 1 merupakan konsentrasi BOD5 tertinggi, yaitu berkisar antara 53.2-56.8 mg/l. Kemudian konsentrasi BOD5 terendah berada pada stasiun 5 sebesar 21.3-27.7 mg/l. Nilai amonia total tertinggi terukur di stasiun 1 pada bulan Agustus dengan nilai 1.839 mg/l. Nilai kisaran konsentrasi TAN terendah berada pada stasiun 6 yaitu 0.096-0.197 mg/l. Konsentrasi nitrat di perairan sentral outlet sangat rendah, yaitu berkisar antara 0-0.029 mg/l. Kandungan ortofosfat tertinggi terukur di stasiun 1 sebesar 0.338-0.751 mg/l. Sedangkan konsentrasi ortofosfat terendah terukur di stasiun 5 sekitar 0.021-0.060 mg/l. Hasil evaluasi kualitas air dengan indeks STORET berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council tahun 2005 tentang limbah budidaya, menyatakan perairan sentral outlet masih tergolong baik.

Page 4: C09rka

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET

TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

Oleh :

RYAN KUSUMO ADI WIBOWO

C24104018

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Page 5: C09rka

LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak

Udang Sistem Terpadu, Tulang Bawang, Lampung Nama Mahasiswa : Ryan Kusumo Adi Wibowo Nomor Pokok : C24104018 Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui

I. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Bambang Widigdo Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.

NIP 130 937 430 NIP 131 956 708

Mengetahui, II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP 131 578 799

Tanggal Ujian: 30 Januari 2009

Page 6: C09rka

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan

judul ”Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak Udang Sistem

Terpadu, Tulang Bawang, Lampung”. Skripsi ini diajukan sebagai

persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Bambang Widigdo dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. selaku

pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu guna memberikan

pengarahan, bimbingan, serta koreksi selama penyusunan skripsi ini.

2. Yon Vitner, S.Pi., M.Si. selaku penguji tamu dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati,

MS. selaku penguji wakil dari departemen yang telah membantu dalam

pemberian arahan, dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

3. Bapak Rubiyanto Haliman dan Prof. Dr. Claude E. Boyd yang telah banyak

membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

4. Dr. Ir. Kardiyo Prapto Kardiyo selaku pembimbing akademik yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan selama perkuliahan di IPB.

5. Keluargaku di rumah (Bunda dan Daddy) serta keluarga besar di Jakarta atas

kasih sayangnya, doa, serta dukungan kepada penulis.

6. Keluarga besar MSP dan Manajemen PT. Centralpertiwi Bahari, baik dosen,

staf, serta seluruh civitas FPIK dan IPB atas kebersamaannya; Ibu Siti

Nursiyamah, Ibu Uswatun Hasanah, Bapak Herman, Bapak Dadi, Tetu, Aloy,

Weni, Inna, Nurdin, dan Feri atas segala bantuan dan dukungan selama

pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi; Teman-teman MSP angkatan

41 atas dukungan dan kebersamaannya yang tak terlupakan; serta semua

pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Januari 2009

Penulis

Page 7: C09rka

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................................ 1 1.2. Tujuan............................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Parameter fisika .............................................................................. 3

2.1.1. Suhu ..................................................................................... 3 2.1.2. Salinitas ................................................................................ 3 2.1.3. Padatan tersuspensi total ...................................................... 4

2.2. Parameter kimia.............................................................................. 4 2.2.1. pH......................................................................................... 4 2.2.2. Oksigen terlarut.................................................................... 5 2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5) .............................. 6 2.2.4. Amonia................................................................................. 6 2.2.5. Nitrat .................................................................................... 7 2.2.6. Ortofosfat ............................................................................. 8

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian........................................................... 10 3.2. Alat dan bahan ............................................................................... 10 3.3. Pengumpulan data ......................................................................... 10

3.3.1. Pengambilan contoh air........................................................ 10 3.3.2. Analisa parameter kualitas air.............................................. 12

3.4. Analisis data .................................................................................. 16 3.4.1. Metode indeks STORET ..................................................... 17

3.4.1.1. Prosedur penggunaan .............................................. 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum sentral outlet ......................................................... 19 4.2. Kondisi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September

2008…………………………………............................................ 19 4.2.1. Parameter fisika.................................................................... 19

4.2.1.1. Suhu ........................................................................ 19 4.2.1.2. Salinitas .................................................................. 22 4.2.1.3. Padatan tersuspensi total......................................... 24

4.2.2. Parameter Kimia………………………..…………............ 26 4.2.2.1. pH …………………….………..………………... 26 4.2.2.2. Oksigen terlarut …………………….…………..... 28

Page 8: C09rka

4.2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)................. 31 4.2.2.4. Total amonia nitrogen.............................................. 33 4.2.2.5. Nitrat …………………………………….….….... 35 4.2.2.6. Ortofosfat…………….…...............................….... 38

4.3. Evaluasi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September 2008 berdasarkan indeks STORET ……………………………... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44

LAMPIRAN ................................................................................................. 47

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 55

Page 9: C09rka

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH3) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan pH ………………………... 7

2. Alat dan metode pengukuran parameter kualitas air ............................... 16

3. Penentuan skor dalam indeks STORET.................................................. 18

4. Kondisi suhu (0C) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008... 19

5. Kondisi salinitas (0/00) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 ......................................................................................................... 23

6. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TSS (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 24

7. Nilai rata-rata dan kisaran pH di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 ................................................................................ 27

8. Konsentrasi rata-rata dan kisaran oksigen terlarut (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008..................................... 30

9. Konsentrasi rata-rata dan kisaran BOD (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 32

10. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TAN (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 34

11. Konsentrasi rata-rata dan kisaran nitrat nitrogen (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 36

12. Konsentrasi rata-rata dan kisaran ortofosfat (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 38

13. Standar baku mutu kualitas air berdasarkan Aquaculture Certification Council tahun 2005.................................................................................. 41

14. Nilai skor STORET dan klasifikasi perairan di stasiun 5 dan stasiun 6 selama periode Juli hingga September 2008 ........................................... 41

Page 10: C09rka

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta lokasi PT. Centalpertiwi Bahari serta titik sampling penelitian (http://www.googleearth.com) ............................................................. 11

2. Kondisi suhu di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 20

3. Kondisi curah hujan rata-rata di wilayah PT. Centralpertiwi Bahari selama kurun tahun 2005-2007 (Divisi Intergrated Quality Assurance, Departemen Water Quality Assurance)................................................. 22

4. Kondisi salinitas di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 23

5. Kondisi TSS di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 25

6. Kondisi pH di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)......................................................................... 27

7. Kondisi oksigen terlarut di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 30

8. Kondisi BOD5 di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 33

9. Kondisi TAN di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 34

10. Kondisi NO3-N di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 37

11. Kondisi PO4-P di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 39

Page 11: C09rka

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Nilai dan konsentrasi parameter kualitas air selama periode Juli-September 2008............................................................................... 48

2. Skor indeks STORET dengan baku mutulimbah budidaya dari Aquaculture Certification Council tahun (2005).................................... 50

3. Hasil uji nilai tengah (uji-t) antara stasiun 5 dan stasiun 6 terhadap parameter TSS, BOD5, dan PO4-P......................................................... 52

4. Baku mutu limbah budidaya menurut Aquaculture Certification Council tahun 2005.............................................................................................. 53

5. Contoh perhitungan uji nilai tengah (uji- t)............................................. 54

Page 12: C09rka

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Budidaya udang merupakan suatu kegiatan yang sering dijumpai di daerah

pesisir negara-negara tropis dan subtropis. Keberadaannya di sekitar ekosistem

pesisir seperti mangrove menjadikan usaha tambak udang sebagai suatu kegiatan

yang identik dengan pengrusakan lingkungan. Salah satunya adalah pencemaran

lingkungan yang terjadi akibat limbah dari sisa aktivitas budidaya memasuki

ekosistem pesisir di sekitarnya. Pada umumnya, limbah yang berasal dari sisa

aktivitas budidaya bersifat kaya akan unsur hara (Boyd dan Green, 2002). Hal ini

terjadi karena air yang digunakan untuk memelihara udang mendapatkan

tambahan unsur hara dari proses pemupukan dan pemberian pakan. Pupuk yang

diaplikasikan untuk meningkatkan produksi fitoplankton dalam tambak biasanya

mengandung unsur nitrogen dan fosfor. Kemudian pakan juga dapat menjadi

penyumbang unsur hara ke dalam tambak apabila pemberiannya terlalu tinggi

(terutama pada tambak udang intensif), sehingga ada sebagian pakan yang tidak

termakan ikut terurai menjadi unsur hara bersama sisa metabolisme udang.

Dengan melihat kondisi di atas, maka mungkin saja terjadi pengayaan unsur hara

di perairan umum sekitar areal budidaya apabila air buangan tambak tidak

dikelola dengan baik.

Dampak negatif tersebut saat ini menjadi cerminan dari kegiatan budidaya

udang yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan profesionalisme sebagian besar

pelaku usaha budidaya udang di Indonesia masih rendah, sehingga banyak di

antara pelaku usaha budidaya tersebut yang belum memiliki kesadaran untuk tetap

menjaga kelestarian lingkungan di sekitar tambak udang mereka (Pemda Propinsi

Lampung, 2000). PT. Centralpertiwi Bahari sebagai salah satu perusahaan

budidaya udang bertaraf internasional yang memiliki kesadaran dan komitmen

untuk melakukan usahanya secara berkesinambungan, telah melakukan langkah

alternatif dengan mengikuti regulasi kegiatan budidaya yang diatur oleh

Aquculture Certification Council (badan akreditasi akuakultur internasional).

Dalam usahanya untuk memenuhi persyaratan akreditasi tersebut, PT.

Centralpertiwi Bahari telah membuat sebuah saluran pembuangan yang dapat

Page 13: C09rka

difungsikan sebagai saluran “treatment” untuk mengurangi resiko pencemaran

lingkungan.

Saluran treatment yang dimaksud adalah suatu kanal dengan panjang lebih

dari 20 kilometer, mulai dari Suboutlet (SO), Main outlet (MO), hingga Central

outlet (CO) sebelum akhirnya mencapai perairan umum. Diharapkan air buangan

tambak sudah mengalami perbaikan kualitas di sepanjang saluran pembuangan

tersebut melalui proses sedimentasi, dekomposisi, sebelum akhirnya mengalami

pengenceran selama di dalam Central Outlet. Penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi seberapa jauh air buangan tersebut diatas telah mengalami

perbaikan kualitas setelah melalui proses yang dimaksud.

1.2. Tujuan

Studi ini dilakukan untuk mengkaji perbaikan kualitas air dimulai dari saat

pertama kali air buangan tambak dikeluarkan dari sistem tambak sampai dimana

badan perairan umum menerima air buangan tambak tersebut.

Page 14: C09rka

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Parameter fisika

2.1.1. Suhu

Pada daerah beriklim tropis, suhu di perairan dipengaruhi oleh kondisi

cuaca, altitude, sirkulasi udara dan sumber aliran perairan. Suhu memiliki

peranan yang penting bagi proses fisika, kimia dan biologi di suatu perairan.

Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan laju evaporasi, volatilisasi gas

dan reaksi-reaksi kimia di perairan. Kenaikan suhu perairan dapat menyebabkan

penurunan kelarutan gas di dalam air, termasuk gas O2, CO2, NH3, dan H2S

(Haslam, 1995 in Effendi, 2003). Selain itu, peningkatan suhu juga dapat

menyebabkan peningkatan laju metabolisme dan respirasi. Suhu yang sangat

ekstrim serta perubahannya dapat berdampak buruk bagi kehidupan organime

akuatik, baik secara langsung maupun tak langsung. Pada umumnya, di Indonesia

suhu dinyatakan dalam satuan derajat Celcius. Suhu air permukaan di perairan

Indonesia kita umumnya berkisar antara 28-31oC (Nontji, 1993).

2.1.2. Salinitas

Salinitas merupakan konsentrasi total dari seluruh ion terlarut di dalam air.

Ion penyusun tersebut terdiri dari natrium, kalium, kalsium, magnesium, klor,

sulfat, dan bikarbonat. Jumlah konsentrasi dari ketujuh ion tersebut merupakan 95

persen bagian dari total keseluruhan konsentrasi ion- ion terlarut dalam air (Boyd,

1992). Salinitas biasanya dinyatakan dalam satuan gram per kilogram atau bagian

per seribu. Salinitas adalah salah satu parameter yang memiliki peranan penting

di perairan pesisir dan estuari. Perubahan kondisi salintas secara permanen dapat

merubah tatanan ekosistem akuatik, terutama dalam hal keanekaragaman jenis dan

kelimpahan organisme (Canter, 1979). Selain itu, Nontji (1993) menyatakan

bahwa salinitas memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme, seperti

distribusi biota akuatik.

Menurut Effendi (2003), nilai salinitas perairan terbagi ke dalam 4

kelompok, yaitu perairan tawar dengan nilai salinitas kurang dari 0.5 0/00, perairan

Page 15: C09rka

payau berkisar antara 0.5 0/00 – 30 0/00, perairan laut antara 31 0/00 – 40 0/00, dan

perairan hipersalin berkisar antara 41 0/00 – 80 0/00. Pada perairan estuari dan

pesisir nilai salinitas juga dipengaruhi oleh banyaknya air tawar yang masuk

melalui sungai.

2.1.3. Padatan tersuspensi total

Padatan tersuspensi total adalah material atau bahan-bahan berbentuk

suspensi di perairan yang tertahan oleh kertas saring dengan ukuran pori-pori 0.45

µm. Padatan tersuspensi tersebut terdiri dari lumpur, pasir halus dan serasah

organik (Effendi, 2003). Pada air buangan tambak, sumber padatan tersuspensi

berasal dari kikisan (run-off) daratan di sekitarnya serta bahan-bahan organik dari

dasar tambak akibat sisa pakan dan kotoran hewan budidaya. Menurut Haslam

(1990), padatan tersuspensi dapat mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke

dalam kolom perairan, sehingga dapat mengganggu proses pertumbuhan dan

fotosintesis tumbuhan di perairan tersebut. Pada air buangan tambak, padatan

tersuspensi yang tinggi akan menyebabkan tingkat sedimentasi bahan organik di

perairan sekitar tambak lebih tinggi dari perairan alami. Menurut Boyd (1992),

tingginya tingkat sedimentasi pada perairan di sekitar tambak menyebabkan

terganggunya kehidupan organisme bentik di perairan tersebut. Selain itu dapat

menyebabkan kebutuhan oksigen biologis meningkat pada bagian dasar perairan.

2.2. Parameter kimia

2.2.1. pH

Menurut Tebbut (1992) in Effendi (2003), nilai pH yang terukur di

perairan menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Puissance d’Hydrogen atau

Power of Hydrogen didefinisikan sebagai logarima negatif dari aktivitas ion

hidrogen (Swingle, 1961 dan Mount, 1973 in Boyd, 1982). Keberadaan ion

hidrogen di perairan dinyatakan dalam persamaan seperti di bawah ini.

pH = - log [H+] atau pH = log ][

1+H

Page 16: C09rka

Besarnya ion hidrogen dalam air dinyatakan dalam satuan g/liter. Kemudian

diketahui bahwa konsentrasi ion hidrogen di dalam air murni yang netral adalah

1× 10-7 g/liter.

Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) berpendapat bahwa besarnya

nilai pH dapat mempengaruhi toksisitas senyawa-senyawa kimia serta

mempengaruhi proses biokimiawi di perairan. Sebagian besar organisme akuatik

kurang toleran terhadap perubahan pH dan lebih menyukai perairan dengan

kisaran pH antara 7 sampai 8.5.

2.2.2. Oksigen terlarut

Jumlah konsentrasi oksigen terlarut yang terdapat di suatu perairan

bergantung kepada kondisi suhu dan salinitas perairan itu sendiri, serta aktifitas

turbulensi (agitasi) yang menyebabkan terjadinya difusi gas oksigen dari udara ke

dalam air. Kadar oksigen terlarut di suatu perairan juga berfluktuasi secara

harian. Faktor utama penyebab fluktuasi tersebut adalah aktivitas fotosintesis

tumbuhan (fitoplankton) dan respirasi organisme heterotrof (APHA, 1989).

Selain itu, aktifitas dekomposisi bahan organik juga dapat mengakibatkan

penurunan kadar oksigen dalam air (Nybakken, 1992). Bahkan, konsentrasi

oksigen terlarut di suatu perairan dapat mencapai nilai nol jika jumlah bahan

organik yang didekomposisi terlalu banyak (Effendi, 2003). Menurut Goldman

dan Horne (1983), masuknya bahan organik ke dalam suatu perairan dapat

menyebabkan deplesi oksigen di perairan tersebut. Bila deplesi oksigen terjadi

dalam jangka waktu yang sangat lama, maka sebagian besar jenis organisme akan

hilang atau digantikan oleh organisme-organisme yang lebih toleran terhadap

kondisi tersebut. Hal ini dapat terjadi di perairan sentral outlet yang menerima

masukan bahan organik dari buangan air tambak.

Menurut McNeely et al. (1979) in Effendi (2003), konsentrasi oksigen

terlarut di laut dapat mencapai 7 mg/liter pada suhu 25o C. Kemudian menurut

Boyd (1992), kadar oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan organisme

akuatik adalah lebih dari 3.5 mg/liter, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut

kurang dari 1.5 mg/liter dalam jangka waktu yang lama dapat bersifat lethal bagi

organisme akuatik.

Page 17: C09rka

2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)

Kebutuhan oksigen biokimia merupakan pendekatan pengukuran kadar

bahan organik dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme aerobik dalam mengoksidasi bahan organik tersebut (Davis dan

Cornwell, 1991 in Effendi, 2003). Namun, pengukuran BOD5 hanya

menggambarkan kadar bahan organik yang dapat terdekomposisi secara biologis

atau biodegradable organics. Menurut Novotny dan Olem (1994), proses

dekomposisi biologis di perairan dapat mengubah bahan organik menjadi bagian

bagian yang lebih sederhana seperti air, karbondioksida, mineral, dan residu bahan

organik lain yang tidak dapat didekomposisi secara biologis (non-biodegradable).

Besarnya nilai BOD di perairan bergantung kepada tingginya konsentrasi

dari bahan organik itu sendiri serta faktor lain seperti suhu dan kepadatan

plankton (Boyd, 1988). Menurut Effendi (2003), perairan alami memiliki nilai

BOD antara 0.5 mg/liter sampai 7.0 mg/liter, sedangkan perairan dengan nilai

BOD lebih dari 10.0 mg/liter tergolong ke dalam perairan tercemar.

2.2.4. Amonia

Amonia di perairan berasal dari sisa metabolisme (eksresi) hewan dan

proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Pada air buangan

tambak udang, keberadaaan amonia dihasilkan dari aktivitas ekskresi udang itu

sendiri dan proses dekomposisi bahan organik dari sisa pakan dan kotoran selama

pemeliharaan udang. Menurut Effendi (2003), sumber amonia lainnya di perairan

adalah gas nitrogen dari proses difusi udara yang tereduksi di dalam air.

Amonia di perairan dapat dijumpai dalam bentuk amonia total yang terdiri

dari amonia bebas (NH3) dan ion amonium (NH4+). Kesetimbangan antara kedua

bentuk amonia di atas bergantung pada kondisi pH dan suhu perairan (Midlen dan

Redding, 2000). Berikut ini adalah bentuk kesetimbangan gas amonia dan ion

amonium di perairan:

NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH –

Amonia di perairan akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion

amonium jika pH perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan pH

lebih dari 7, amonia bebas atau amonia tak-terionisasi yang bersifat toksik

Page 18: C09rka

terdapat dalam jumlah yang lebih banyak (Novotny dan Olem, 1994). Menurut

Abel (1989), tingkat toksisitas amonia tak-terionisasi tergantung pada kondisi pH

dan suhu di suatu perairan, sehingga kenaikan nilai pH dan suhu menyebabkan

proporsi amonia bebas di perairan meningkat (Abel, 1989).

Tabel 1. Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH3) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan pH (Effendi, 2003)

Toksisitas amonia tak-terionisasi berbahaya bagi organisme akuatik,

khususnya bagi ikan (Effendi, 2003). Karena konsentrasi NH3 bebas yang tinggi

di perairan dapat menyebabkan kerusakan insang pada ikan. Selain itu tingginya

konsentrasi NH3 bebas dapat menyebabkan meningkatnya kadar amonia dalam

darah dan jaringan tubuh ikan, sehingga dapat mengurangi kemampuan darah

untuk mengangkut oksigen serta mengganggu kestabilan membran sel (Boyd,

1989). Menurut McNeely et al. (1979) in Effendi (2003), kadar amonia pada

perairan alami tidak lebih dari 0.1 mg/liter. Kemudian jika konsentrasi amonia

tak-terionisasi lebih dari 0.2 mg/liter akan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan

(Sawyer dan McCarty, 1978 in Effendi, 2003).

2.2.5. Nitrat

Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan yang dapat

dimanfaatkan oleh tumbuhan (fitoplankton dan alga) selain ion amonium dalam

menunjang proses pertumbuhan. Senyawa NO3-N sangat mudah larut dalam air

dan bersifat stabil. Nitrat nitrogen di perairan merupakan hasil dari proses

pH

Suhu

26 28 30 32

7.0 0.60 0.7 0.81 0.95

8.0 5.71 6.55 7.52 8.77

9.0 3.71 41.23 44.84 49.02

10.0 85.82 87.52 89.05 90.58

Page 19: C09rka

oksidasi nitrogen secara sempurna melalui proses nitrifkasi yang melibatkan

bakteri, diantaranya; bakteri Nitrosomonas yang mengoksidasi amonia menjadi

nitrit, dan bakteri Nitrobacter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Berikut ini

adalah proses oksidasi nitrogen menjadi nitrat:

Nitrosomonas

2NH3 + 3O2 → 2NO2- + 2H+ + 2H2O

Nitrobacter

2NO2- + O2 → 2NO3

-

Proses nitrifikasi sangat ditentukan oleh kondisi pH, suhu, kandungan oksigen

terlarut, kandungan bahan organik, dan aktivitas bakteri lain di perairan (Krenkel

dan Novotny, 1980 in Novotny dan Olem, 1994).

Pada perairan yang tidak tercemar biasanya kadar nitrat lebih tinggi dari

kadar amonium. Kadar NO3-N pada perairan alami biasanya tidak pernah

melebihi nilai 0.1 mg/liter. Kadar NO3-N di perairan mencapai nilai 0.2 mg/liter

dapat menyebabkan eutrofikasi yang berakibat pada tumbuh pesatnya fitoplankton

dan alga. Terjadinya pencemaran antropogenik dapat digambarkan apabila kadar

nitrat di perairan lebih dari 5 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991 in Effendi,

2003). Kadar nitrat di perairan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan

tingkat penyuburannya; kadar nitrat antara 0 mg/liter hingga 1 mg/liter untuk

perairan oligotrofik; kadar nitrat antara 1 mg/liter hingga 5 mg/liter untuk perairan

mesotrofik; dan kadar nitrat 5 mg/liter hingga 50 mg/liter untuk perairan eutrofik

(Wetzel, 2001).

2.2.6. Ortofosfat

Fosfor merupakan unsur hara metabolik penting yang dapat mengatur

besarnya produktivitas di perairan alami. Hutchinson (1957) dan Lee (1970) in

Boyd (1990) menyatakan bahwa sebagian besar perairan alami sensitif terhadap

penambahan fosfor yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi tumbuhan,

termasuk fitoplankton dan alga. Namun, unsur fosfor tidak ditemukan dalam

bentuk bebas di perairan, melainkan terdapat dalam bentuk senyawa anorganik

terlarut dan senyawa organik partikulat. Salah satu bentuk senyawa fosfor

anorganik adalah ion ortofosfat terlarut. Ortofosfat terlarut adalah bentuk ionisasi

Page 20: C09rka

asam ortofosfat (H3PO4) dan merupakan bentuk fosfor paling sederhana di

perairan. Berikut adalah bentuk-bentuk ion ortofosfat terlarut di perairan.

H3PO4 ↔ H+ + H2PO4-

H2PO4- ↔ H+ + HPO4

2-

HPO42- ↔ H+ + PO4

3-

Keberadaan dari bentuk-bentuk ionisasi tersebut bergantung kepada nilai pH

perairan. Ortofosfat di perairan merupakan hasil hidrolisis dari polifosfat, dimana

proses tersebut berlangsung dengan bergantung kepada suhu perairan. Pada suhu

perairan yang lebih tinggi, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung

lebih cepat. Selain itu, kecepatan hidrolisis tersebut akan meningkat seiring

dengan menurunya nilai pH. Pada air limbah yang mengandung bakteri,

perubahan polifosfat menjadi ortofosfat juga berlangsung lebih cepat (Effendi,

2003).

Menurut Boyd (1990), konsentrasi fosfor di perairan sangat rendah.

Konsentrasi ortofosfat terlarut biasanya tidak pernah mencapai nilai antara

5µg/liter hingga 20 µg/liter, dan jarang mencapai 100 µg/liter. Kemudian

menurut Wetzel (2001) kadar ortofosfat dibagi menjadi tiga berdasarkan

klasifikasi penyuburan, yaitu; 0.003 µg/liter hingga 0.01 µg/liter untuk perairan

oligotrofik; 0.011 µg/liter hingga 0.03 µg/liter untuk perairan mesotrofik; dan

0.031 µg/liter hingga 0.1 µg/liter untuk perairan eutrofik. Meskipun kadar fosfor

di perairan cukup rendah, tetapi fosfor merupakan kebutuhan biologis yang

penting dan sering sekali menjadi faktor penentu produktivitas di ekosistem

akuatik (Boyd, 1990).

Page 21: C09rka

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di fasilitas sentral outlet PT. Centralpertiwi Bahari,

Desa Adiwarna, Kecamatan Gedong Meneng, Kabupaten Tulang Bawang,

Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan Juli 2008

hingga bulan September 2008.

3.2. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang pengukuran setiap

parameter kualitas air yang diteliti adalah seperti penjelasan berikut. Pompa

vakum, desikator, kertas saring merek whatman tipe 934-AH, dan oven

merupakan alat dan bahan penunjang yang digunakan untuk penguruan parameter

TSS. Kemudian botol BOD, peralatan titrimetrik, inkubator, sulfamic acid,

mangan sulfat, alkali azida, H2SO4 pekat, natrium thiosulfat, dan indikator

phenolpthalein adalah alat dan bahan penunjang yang diguakan untuk pengukuran

parameter BOD. Selanjutnya, phenol, natrium nitroprusid, trisodiumsitrat

dihidrat, natrium hidroksida, dan natrium hipoklorit merupakan bahan-bahan

penunjang pengukuran parameter TAN. Kemudian bahan-bahan penunjang yang

digunakan selama pengukuran NO3-N antara lain, hidrazin sulfat, kupper sulfat,

cyclohexylamino propane sulphonic acid, aseton, larutan NED (N-1 naftil-

etilendiamin dihidroklorit), dan larutan sulfanilamid. Sedangkan potasium

antimonil, amonium molibdat, H2SO4 5 N, dan asam askorbat adalah bahan-bahan

penunjang yang digunakan selama pengukuran parameter PO4-P.

3.3. Pengumpulan data

3.3.1. Pengambilan contoh air

Data mengenai nilai dan konsentrasi setiap parameter kualitas air yang

diteliti, diperoleh melalui kegiatan pengambilan contoh air dari 6 stasiun di

sepanjang sentral outlet, antara lain yaitu:

Page 22: C09rka

a. Stasiun 1 (sebelum pompa pembuangan),

b. Stasiun 2 (setelah pompa pembuangan),

c. Stasiun 3 (daerah sebelum pembelokan kanal),

d. Stasiun 4 (daerah setelah pembelokan kanal),

e. Stasiun 5 (daerah outlet Way Seputih), dan

f. Stasiun 6 (daerah outlet Sungai Burung).

Untuk lebih jelasnya, lokasi penelitian dan posisi stasiun pengambilan contoh

dapat dilihat melalui Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi PT. Centalpertiwi Bahari serta titik sampling penelitian (http://www.googleearth.com)

Page 23: C09rka

Pelaksanaan pengambilan contoh air dilakukan dalam waktu kurang lebih

4 jam, yaitu dimulai dari pukul 13.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Air contoh

yang akan digunakan untuk menganalisis parameter kualitas air diambil pada

bagian tengah kolom perairan pada setiap ulangan. Pengambilan air contoh

menggunakan Van Dorn water sampler yang memiliki kapasitas 3 liter.

Kemudian contoh air yang akan dipergunakan untuk analisis parameter kualitas

air di laboratorium dimasukkan ke dalam wadah botol air mineral bekas 600 ml,

kemudian ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam ice box. Dari masing-masing

stasiun, contoh air diambil sebanyak 3 kali sebagai ulangan.

Pelaksanaan pengambilan contoh air diwakili hanya dengan satu hari yang

dipilih secara acak dalam satu bulan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli

sampai September 2008, sehingga dapat dipastikan akan ada tiga kali

pengambilan contoh air. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengambilan

contoh air berjalan berdasarkan sistem penarikan contoh acak sederhana.

3.3.2. Analisa parameter kualitas air

Pada penelitian ini parameter kualitas air yang diteliti adalah suhu air,

salinitas, padatan tersuspensi total (TSS), pH air, oksigen terlarut, kebutuhan

oksigen biokimiawi (BOD5), total amonia nitrogen (TAN), nitrat nitrogen, dan

ortofosfat. Cara analisa dari seluruh parameter kualitas air di atas akan dijelaskan

melalui uraian berikut ini:

a. Suhu

Pengukuran nilai suhu air dari setiap stasiun dilakukan secara in situ

dengan menggunakan termometer batang gelas dengan satuan derajat celcius.

Termometer tersebut ditenggelamkan ke dalam air selama kurang lebih 3

menit. Hal ini dilakukan agar pengukuran suhu memiliki tingkat akurasi yang

baik.

b. Salinitas

Dalam penelitian ini, kondisi salinitas air di setiap stasiun diukur dengan

menggunakan refraktometer. Pengukuran salinitas dilaksanakan secara in situ

Page 24: C09rka

dengan menggambil air secukupnya dari air contoh yang telah diambil dengan

menggunakan van dorn water sampler. Kemudian air tersebut diteteskan pada

bagian prisma dari refraktometer. Nilai salinitas akan terbaca dari air yang

memiliki kandungan garam melalui prinsip pembiasan cahaya. Tingginya

nilai salinitas bergantung kepada banyaknya kandungan garam dalam air

contoh.

c. Padatan tersuspensi total (TSS)

Penentuan konsentrasi TSS pada penelitian ini dilakukan di

laboratorium. Air contoh yang diambil dari masing-masing stasiun disaring

(filtrisasi) dengan menggunakan kertas saring khusus yang sebelumnya telah

ditimbang bobot bersihnya. Kemudian kertas saring yang telah digunakan

untuk proses filtrisasi tersebut dikeringkan dengan bantuan oven. Kertas

saring yang telah melalui proses filterisasi dan pengeringan ditimbang kembali

bobotnya. Maka selisih nilai antara bobot kertas saring setelah proses

pengeringan dengan bobot bersih kertas saring adalah bobot padatan

tersuspensi sebenarnya dalam air contoh. Kemudian agar diketahui

konsentrasi padatan tersuspensi total, bobot padatan tersuspensi sebenarnya

dari air contoh dikonversikan ke dalam satuan miligram per liter (APHA,

1989).

d. pH

Nilai pH air dari setiap stasiun diukur secara in situ dimana air contoh

yang diperoleh dengan bantuan van dorn water sampler diambil secukupnya

untuk kemudian diukur derajat keasamannya dengan menggunakan pH meter.

Perangkat pH meter adalah perangkat digital yang dapat mengukur derajat

keasaman dari suatu perairan secara otomatis melalui sensor (probe).

e. Oksigen terlarut (DO)

Pada penelitian ini, konsentrasi oksigen terlarut dari setiap stasiun diukur

secara in situ dengan menggunakan alat DO-meter. Untuk mendapatkan hasil

yang dikehendaki, maka sensor atau probe dari DO-meter tersebut diikatkan

Page 25: C09rka

ujung batang kayu, kemudian sensor tersebut ditenggelamkan sampai di

tengah-tengah kolom perairan. Lalu secara otomatis pada DO-meter dapat

terbaca konsentrasi oksigen terlarut pada kolom air tersebut.

f. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)

Penentuan konsentrasi BOD5 dalam penelitian ini dilakukan di

laboratorium dengan menggunakan metode inkubasi lima hari. Langkah

pertama air contoh yang telah diperoleh diambil secukupnya untuk kemudian

diencerkan dengan akuades sesuai kebutuhan. Lalu air contoh yang telah

diencerkan tersebut dipindahkan ke dalam bejana dan diaerasi selama

beberapa menit agar jumlah kandungan oksigen di dalam air tersebut

meningkat. Setelah itu air tersebut dimasukkan ke dalam dua jenis botol, yaitu

botol untuk pengukuran DO saat hari ke-0 (DO-0) dan botol untuk inkubasi 5

hari (DO-5). Air dalam Botol untuk DO-0 langsung diukur konsentrasi

oksigen terlarutnya saat itu juga dengan menggunakan metode titrasi Winkler.

Sedangkan konsentrasi oksigen terlarut pada air dalam botol DO-5 diukur

setelah diinkubasi selama 5 hari. Selisih nilai antara konsentrasi oksigen

terlarut pada waktu DO-0 dan DO-5 merupakan jumlah kandungan oksigen

yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik secara biokimiawi atau

disebut konsentrasi BOD. Nilai tersebut harus disesuaikan dengan faktor

pengenceran yang digunakan (Stirling et al., 1985).

g. Total amonia nitrogen (TAN)

Untuk menentukan banyaknya konsentrasi total ammonia nitrogen dalam

air contoh digunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium.

Agar dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer, amonia dalam 10 ml air

contoh yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan 0.5 ml

senyawa fenol dan 0.5 ml sodium nitroprusid kemudian dihomogenkan, lalu di

reaksikan kembali dengan oxidizing reagent sebanyak 1 ml dan di

homogenkan kembali. Setelah itu, tabung reaksi yang digunakan untuk

melakukan reaksi tersebut ditutup rapat dan didiamkan selama satu jam. Lalu

absorbansi warna air contoh (biru) diukur dengan spektrofotometer pada

Page 26: C09rka

panjang gelombang 640 nm. Warna biru yang ditimbulkan merupakan akibat

terbentuknya senyawa indofenol. Kemudian absorbansi air contoh

disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan konstanta perhitungan

(Stirling et al., 1985).

h. Nitrat nitrogen (NO3-N)

Dalam penelitian ini, banyaknya kandungan nitrat nitrogen juga

ditentukan berdasarkan prinsip spektrofotometrik. Nitrat nitrogen dalam air

contoh yang sudah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan senyawa

lain agar dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer. Sebanyak 50 ml air

sample yang telah disaring direaksikan dengan 1 ml buffer

(cyclohexylaminopropane sulfonic acid dan NaOH) lalu diaduk, kemudian

direaksikan dengan 0.5 ml larutan pereduksi (hidrazin sulfat dan kupper

sulfat), lalu didiamkan selama semalam. Setelah itu kembali direaksikan

dengan 1 ml aseton, 1 ml sulfanilamide, dan 1 ml n-(1-naphtyl)-

ethylendiamindihydrochloride. Kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama

1 jam 45 menit. Lalu absorbansi warna air contoh (ungu) diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Warna ungu yang

ditimbulkan merupakan akibat terbentuknya senyawa n-naphthylamine-p-

azobenzen-p-sulfonilat. Kemudian Absorbansi air contoh disesuaikan dengan

absorbansi akuades (blanko) dan konstanta perhitungan (APHA, 1989).

i. Ortofosfat (PO4-P)

Banyaknya konsentrasi ortofosfat dalam air contoh dapat terukur dengan

menggunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium. Agar

dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer, ortofosfat dalam 10 ml air contoh

yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan beberapa

senyawa kimia. Akan tetapi reaksi ini harus berjalan dibawah pH 8.3. Oleh

karena itu, air contoh diberikan 1 atau 2 tetes indikator phenolphthalein

sebagai penunjuk pH. Bila muncul warna merah muda setelah diberi indikator

(artinya pH>8.5), maka pH air contoh diturunkan dengan cara menambahkan

H2SO4 encer sampai warnanya berubah menjadi bening (pH<8.3). Setelah itu

Page 27: C09rka

air contoh tersebut direaksikan dengan 1.6 ml combine reagent yang terdiri

atas H2SO4 5 N, potasium antimonil tartat, amonium molibdat, dan asam

askorbat. Kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama 10 menit. Lalu

absorbansi warna air contoh (biru) diukur dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 880 nm. Warna biru yang ditimbulkan merupakan akibat

terbentuknya senyawa amonium fosfomolibdat tereduksi. Kemudian

Absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan

konstanta perhitungan (APHA, 1989) .

Secara ringkas alat dan metode yang digunakan untuk menganalisis parameter

kualitas air yang terkait dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Alat dan metode pengukuran parameter kualitas air

Parameter Satuan Alat/Metode Lokasi

Fisika

Suhu oC Thermometer/pemuaian In situ

Salinitas 0/00 Refraktometer In situ

TSS mg/l Timbangan/gravimetrik Ex situ

Kimia

pH unit SI pH meter In situ

DO mg/l DO-meter In situ

BOD5 mg/l Winkler inkubasi 5 hari Ex situ

TAN mg/l Spektrofotometer/phenate Ex situ

NO3-N mg/l Spektrofotometer/hydrazine reduction Ex situ

PO4-P mg/l Spektrofotometer/ascorbic acid Ex situ

Keterangan : TSS = total suspended solid; DO = dissolved oxygen; BOD5 = 5 - day biochemical oxygen demand; TAN = total ammonia nit rogen; NO3-N = n itrate nitrogen; dan PO4-P = o rthophosphate.

3.4. Analisis data

Analisis data mengenai kualitas air di sentral outlet dilakukan dengan

menggunakan analisis deskriptif dan analisis berdasarkan metode Indeks

STORET yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Page 28: C09rka

Hidup nomor 115 tahun 2003. Analisis secara deskriptif dilakukan untuk

menjabarkan nilai atau konsentrasi rata-rata, kisaran dan kondisi-kondisi lain yang

mempengaruhi parameter kualitas air dari masing-masing pengamatan selama

periode Juli-September 2008. Sedangkan analisis berdasarkan indeks STORET

dilakukan untuk menentukan status mutu air seperti yang dijelaskan melalui sub

bab berikutnya. Baku mutu yang diacu dalam penelitian ini adalah baku mutu

limbah budidaya yang telah ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council

tahun 2005.

3.4.1. Metode indeks STORET

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 115

tahun 2003, indeks STORET merupakan salah satu metode yang umum digunakan

untuk menentukan status mutu air. Dengan metoda tersebut dapat diketahui

parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air.

Prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan

baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status

mutu air. Cara menentukan status mutu air yaitu dengan menggunakan sistem

nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan

mutu air dalam empat kelas, yaitu:

1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 � memenuhi baku mutu,

2. Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 � cemar ringan,

3. Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 � cemar sedang, dan

4. Kelas D : buruk, skor ≥ -31 � cemar berat

3.4.1.1. Prosedur Penggunaan

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode STORET

dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:

1. Data kualitas air dikumpulkan secara periodik sehingga terbentuk data dari

waktu ke waktu (time series data).

2. Data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dibandingkan

dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. Nilai hasil

Page 29: C09rka

pengukuran dibagi ke dalam nilai nilai maksimum, minimum, dan rata-

rata.

3. Jika hasil pengukuran (nilai maksimum, minimum, dan rata-rata)

memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran (nilai maksimum, minimum, dan rata-rata) tidak

memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor seperti Tabel 3 di bawah

ini.

Tabel 3. Penentuan skor dalam indeks STORET

Jumlah contoh

Nilai

Parameter

Fisika Kimia Biologi

<10

Maksimum -1 -2 -3

Minium -1 -2 -3

Rata-rata -3 -6 -9

>10

Maksimum -2 -4 -6

Minium -2 -4 -6

Rata-rata -6 -12 -18

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status

mutunya dari jumlah skor yang terdapat pada sistem nilai.

Page 30: C09rka

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi umum sentral outlet

Selama masa operasionalnya, sentral outlet telah mengalami perubahan

bentuk saluran untuk membuang air sisa tambak. Konstruksi sentral outlet pada

awalnya hanya memiliki satu pintu pembuangan yang mengarah ke Way Seputih.

Kemudian pada perkembangan selanjutnya, masyarakat setempat menjebol sentral

outlet yang bersebelahan dengan Sungai Burung agar dapat digunakan sebagai

prasarana transportasi air. Dengan demikian, sentral outlet saat ini memiliki dua

pintu pembuangan, yaitu outlet yang mengarah ke Way Seputih dan outlet yang

mengarah ke Sungai Burung, sehingga seolah-olah sentral outlet telah menjadi

lingkungan luar PT. CPB.

4.2. Kondisi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September 2008

4.2.1. Parameter fisika

4.2.1.1. Suhu

Suhu yang terukur di perairan sentral outlet merupakan energi yang

tersimpan dalam badan air berupa panas. Panas tersebut bergantung pada

banyaknya intesitas matahari sinar matahari yang jatuh pada permukaan air

selama siang hari. Namun sebagian intensitas cahaya tersebut juga dipantulkan

kembali ke atmosfer dan yang tersisa akan tersimpan pada badan air dalam bentuk

energi (Welch, 1952 in Feriningtyas, 2005). Kondisi suhu dan perubahannya di

sentral outlet yang terukur pada periode bulan Juli hingga September 2008

dijelaskan melalui Tabel 4 dan Gambar 2 seperti di bawah ini.

Tabel 4. Kondisi suhu (0C) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli 31.0 31.0 31.0 30.5 31.0 28.5

Agustus 30.0 30.0 30.0 31.3 30.0 29.8

September 31.5 31.0 31.0 31.5 30.0 30.5

Page 31: C09rka

Gambar 2. Kondisi suhu di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008

(b), dan September 2008 (c)

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa suhu air di sentral outlet pada

bulan Juli 2008 berkisar antara 28.5–310C. Nilai suhu tertinggi pada bulan Juli

2008 berada pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3, dan stasiun 5. Sedangkan nilai

suhu terendah berada pada stasiun 6. Kemudian suhu air di sentral outlet pada

bulan Agustus 2008 berkisar antara 29.8–31.30C. Nilai suhu tertinggi pada bulan

Agustus 2008 berada pada stasiun 4. Sedangkan nilai suhu terendah berada pada

(a)

st. 3st. 4

st. 5

st. 6

st. 1 st. 2

27

28

29

30

31

32

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Suhu (oC)

(b)

st. 5

st. 4

st. 3st. 2st. 1

st. 6

27

28

29

30

31

32

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Suhu (oC)

(c)

st. 6

st. 1st. 2 st. 3

st. 4

st. 5

27

28

29

30

31

32

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

Suhu (oC)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 32: C09rka

stasiun 6. Kisaran suhu air di sentral outlet pada bulan September 2008 berkisar

antara 30–31.50C. Nilai suhu tertinggi pada bulan September 2008 berada pada

stasiun 1 dan stasiun 4. Sedangkan nilai suhu terendah berada pada stasiun 5.

Bila dibedakan berdasarkan arah aliran, kisaran suhu pada kanal yang

mengarah ke Way Seputih (stasiun 2, stasiun 3, stasiun 4, dan stasiun 5) memiliki

kisaran yang lebih tinggi yaitu 30-31.50C. Sedangkan kisaran suhu pada kanal

yang mengarah ke Sungai Burung memiliki kisaran yang lebih rendah yaitu 28.5-

310C. Menurut Nontji (1987) in Siregar (2006), kondisi suhu di suatu perairan

dapat dipengaruhi oleh kedalaman air dari perairan itu sendiri. Pendapat tersebut

sesuai dengan kondisi perairan di sepanjang sentral outlet dimana rata-rata

kedalaman air pada kanal yang mengarah ke Way Seputih (stasiun 2, stasiun 3,

stasiun 4, dan stasiun 5) adalah 120 cm (dangkal), sedangkan kedalaman air pada

kanal yang mengarah ke sungai Burung (diwakili oleh stasiun 6) dapat mencapai

200 cm. Kemudian hal yang sama juga diperoleh Efriyeldi (1999), dimana

tingginya nilai suhu di suatu perairan disebabkan kedalamannya yang relatif

dangkal.

Kemudian bila diperhatikan dengan seksama, kisaran suhu yang diperoleh

dari seluruh stasiun menunjukkan peningkatan dari bulan Juli hingga bulan

September 2008. Kisaran suhu air di sentral outlet tersebut berkisar antara 28.5–

310C untuk bulan Juli 2008, 29.8–31.30C untuk bulan Agustus 2008, dan 30–

31.50C untuk bulan September 2008. Keadaan suhu air di sentral outlet seperti di

atas ternyata memiliki kesesuaian dengan kondisi musim secara umum di wilayah

PT. Centralpertiwi Bahari, dimana bulan September merupakan puncak musim

kemarau. Secara logis dapat dikatakan bahwa suhu air di perairan sekitar PT.

Centralpertiwi Bahari (khususnya perairan di sentral outlet) akan mengalami

peningkatan dari bulan Juli sampai Bulan September. Untuk menjelaskan kondisi

musim di wilayah PT. Centralpertiwi Bahari, dapat di bantu dengan gambaran

kondisi curah hujan rata-rata yang diterangkan melalui Gambar 3 berikut ini.

Page 33: C09rka

0

75

150

225

300

375

J F M A M J J A S O N D

Bulan

Curah hujan (mm/bulan)

2005 2006 2007

Gambar 3. Kondisi curah hujan rata-rata di wilayah PT. Centralpertiwi Bahari

selama kurun tahun 2005-2007 (Divisi Intergrated Quality Assurance, Departemen Water Quality Assurance)

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kisaran suhu di perairan

sentral outlet masih berada dalam batas normal, dimana menurut Perkins (1974) in

Efriyeldi (1999) kisaran suhu yang dianggap layak bagi kehidupan organisme

akuatik bahari adalah 25-320C. Namun bila suhu di dalam sentral outlet mencapai

nilai yang lebih tinggi lagi, maka yang tejadi adalah berkurangnya jumlah

kelarutan oksigen dalam air serta akan timbul suasana anoksik di perairan sentral

outlet (Fardiaz, 1992).

4.2.1.2. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas selama periode Juli-September 2008

menunjukkan bahwa perairan sentral outlet memiliki kisaran salinitas antara 15 0/00–35 0/00. Pada stasiun 1, air buangan tambak yang berada di sebelum pompa

pembuangan memiliki nilai salinitas antara 310/00 sampai 32 0/00. Selanjutnya

nilai salinitas pada stasiun 2, stasiun 3, dan stasiun 4 untuk periode Juli-September

2008 masing-masing berkisar antara 30-32 0/00, 28-32 0/00, dan 28-30 0/00. Kondisi

dan perubahan salinitas di perairan sentral outlet PT. Centralpertiwi Bahari

periode Juli-September 2008 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 4.

Page 34: C09rka

Tabel 5. Kondisi salinitas (0/00) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli 31 31 28 28 15 32

Agustus 32 32 32 26 20 35

September 32 30 30 30 22 30

Gambar 4. Kondisi salinitas di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

(a)

st. 1st. 6

st. 2st. 3 st. 4

st. 5

0

10

20

30

40

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Salinitas (0/ 00)

(b)

st. 6st. 1 st. 2 st. 3

st. 4

st. 5

0

10

20

30

40

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Salinitas (0/ 00)

(c)

st. 5

st. 4st. 3st. 6st. 2st. 1

0

10

20

30

40

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

Salinitas (0/ 00)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 35: C09rka

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai salinitas paling rendah berada di

stasiun 5 yaitu sebesar 150/00 pada bulan Juli 2008. Lebih rendahnya konsentrasi

salinitas pada stasiun 5 terjadi karena masuknya air yang lebih tawar dari Way

Seputih ke dalam sentral outlet. Bila dilihat dengan lebih seksama, proses

pengenceran oleh air tawar juga terjadi sampai di stasiun 4, namun pengaruhnya

sangat kecil karena massa air yang lebih tawar dari Way Seputih tertahan oleh

massa air dari dalam sentral outlet. Pada stasiun 6 terukur nilai salinitas yang

paling tinggi pada bulan Agustus, yaitu 35 0/00. Hal ini menunjukkan bahwa

stasiun 6 memiliki kondisi salinitas perairan yang sama dengan air laut, hal ini

dikarenakan letak stasiun tersebut dekat dengan laut.

4.2.1.3. Padatan tersuspensi total

Dari hasil analisa padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid

(TSS) dapat dilihat kondisi dan perubahan konsentrasi TSS pada Tabel 6 seperti di

bawah ini.

Tabel 6. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TSS (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

146 216 220 175 73 132

(141-148) (210-225) (212-224) (172-178) (72-75) (129-134)

Agustus

170 192 191 149 83 107

(167-174) (189-195) (188-196) (145-151) (80-86) (100-111)

September

177 185 169 156 70 112

(174-180) (181-188) (164-175) (151-160) (60-80) (107-118)

Pada stasiun 1, konsentrasi TSS cukup tinggi dengan kisaran 141-148 mg/l

pada bulan Juli, 167-174 mg/l pada bulan Agustus, dan 174-180 mg/l pada bulan

September. Air buangan tambak yang mengandung TSS pada stasiun 1 dibuang

ke badan air sentral outlet dengan menggunakan pompa dan disalurkan ke pipa-

pipa pembuangan. Berikut ini gambar kondisi TSS di sentral outlet periode Juli-

September 2008.

Page 36: C09rka

Gambar 5. Kondisi TSS di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

Stasiun 2 berada tepat di depan pipa-pipa pengeluaran air limbah tambak,

sehingga turbulensi yang terjadi akibat proses pembuangan air sisa tambak

menyebabkan konsentrasi rata-rata TSS yang terukur di stasiun 2 menjadi lebih

tinggi dari stasiun 1, yaitu berkisar antara 185-216 mg/l selama periode Juli-

September 2008. Selain itu, partikel-partikel tersuspensi seperti lumpur, pasir,

tanah dan serasah yang tersedimentasi di dasar perairan sekitar stasiun 2 dapat

kembali terangkat akibat turbulensi tersebut dan terbawa oleh aliran kanal sampai

(a)

st. 6

st. 1

st. 2 st. 3

st. 4

st. 5

0

50

100

150

200

250

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

TSS (mg/l)

(b)

st. 6

st. 1st. 2 st. 3

st. 4

st. 5

0

50

100

150

200

250

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

TSS (mg/l)

(c)

st. 5

st. 4st. 3

st. 2st. 1

st. 6

0

50

100

150

200

250

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

TSS (mg/l)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3)

Page 37: C09rka

ke stasiun 3 dan stasiun 6. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Sastrawijaya

(2000) in Herman (2007), dimana proses pengadukan di suatu perairan dapat

meningkatkan konsentrasi TSS di perairan tersebut.

Pada stasiun 3 partikel-partikel tersuspensi yang ada terakumulasi karena

terjadi perubahan kecepatan aliran menjadi lebih lambat. Hal ini akibat adanya

pembelokan kanal di antara stasiun 3 dan stasiun 4, sehingga konsentrasi rata-rata

TSS yang terukur pada stasiun 3 masih tetap tinggi, yaitu sekitar 169-220 mg/l.

Namun pada stasiun 4 konsentrasi rata-rata TSS menjadi lebih rendah, hal ini

disebabkan oleh terjadinya proses akumulasi dan sedimentasi partikel-pertikel

tersuspensi pada belokan kanal tersebut. Selain itu juga proses pengenceran yang

mengurangi kandungan TSS pada stasiun 4.

Pada stasiun 5 dan stasiun 6 kandungan TSS berkurang akibat proses

pengenceran oleh massa air dari badan air Way Seputih, Sungai Burung, dan laut.

Namun kandungan TSS pada stasiun 6 lebih tinggi dari stasiun 5. Berdasarkan uji

statistik (uji-t) diketahui kandungan TSS pada stasiun 6 berbeda nyata dari stasiun

5 pada setiap pengamatan dengan taraf kepercayaan 95% (lihat Lampiran 3). Hal

ini menunjukkan bahwa kanal yang menuju Way Seputih lebih efektif mengurangi

kandungan TSS daripada kanal yang menuju Sungai Burung.

4.2.2. Parameter kimia

4.2.2.1. pH

Secara umum pH air sisa tambak yang dibuang ke sentral outlet

mengalami perbaikan selama berada di sentral outlet. Pada stasiun 1 kondisi pH

air buangan tambak berada pada tingkat yang cukup rendah, terutama di bulan Juli

sebesar 6.90 dan bulan Agustus sebesar 6.84. Rendahnya nilai pH di suatu

perairan dapat disebabkan oleh tingginya jumlah bahan organik, dimana turunnya

nilai pH disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi CO2 karena aktivitas mikroba

dalam menguraikan bahan organik (Alabaster dan Lloyd, 1982 in Sari, 2007 dan

Allan, 1995 in Sari, 2007). Pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan

bahwa kandungan bahan organik di stasiun 1 cukup tinggi. Perubahan dan

kondisi pH di perairan sentral outlet selama periode Juli hingga agustus 2008

dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6 seperti di bawah ini.

Page 38: C09rka

Tabel 7. Nilai rata-rata dan kisaran pH di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

6.90 7.04 7.00 7.28 7.16 7.01

(6.88-6.92) (7.04-7.05) (6.97-7.02) (7.24-7.34) (7.11-7.21) (6.99-7.02)

Agustus

6.84 7.17 7.09 7.85 7.55 7.8

(6.81-6.88) (7.17-7.18) ( - ) (7.82-7.87) (7.54-7.56) (7.79-7.81)

September

7.04 7.00 7.15 7.85 7.84 8.06

(6.99-7.08) (6.99-7.01) (7.14-7.16) (7.83-7.88) ( - ) (8.05-8.07)

Gambar 6. Kondisi pH di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

(a)

st. 1st. 2 st. 6 st. 3

st. 4st. 5

6.66.87.07.27.47.67.88.08.2

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

pH

(b)

st. 5

st. 4

st. 3

st. 1

st. 6

st. 2

6.66.87.07.27.47.67.88.08.2

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

pH

(c)

st. 2

st. 6

st. 1st. 3

st. 4 st. 5

6.66.87.07.27.47.6

7.88.08.2

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

pH

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 39: C09rka

Sebagai informasi tambahan, gas CO2 di perairan dapat membentuk asam

karbonat (H2CO3) yang dapat merubah kondisi perairan menjadi lebih asam atau

semakin rendahnya nilai pH (Effendi, 2003).

Dari stasiun 2 hingga stasiun 6, kisaran rata-rata nilai pH perairan sentral

outlet adalah 7.00-8.06. Hal ini berarti kondisi pH di sentral outlet masih sesuai

untuk biota akutik yang toleran terhadap kisaran pH antara 6.5-8.5 (Pescod, 1978

in Susana, 2005). Namun bila dilihat dengan lebih seksama, kondisi pH di sentral

outlet mengalami peningkatan dari bulan Juli sampai Agustus 2008 (terutama di

stasiun 4, stasiun 5, dan stasiun 6). Hal utama yang menyebabkan meningkatnya

nilai pH pada ketiga stasiun tersebut adalah semakin berkurangnya pasokan air

tawar yang masuk seiring dengan semakin berkurangnya tingkat curah hujan.

Menurut Susana (2005), berkurangnya pasokan air tawar yang berasal dari hujan

atau hulu sungai menyebabkan peningkatan nilai pH di suatu daerah estuari.

Selain itu, berkurangnya pasokan air tawar mengakibatkan kondisi salinitas air di

daerah estuari tersebut semakin tinggi. Berdasarkan diskusi pribadi dengan Boyd

(2009), diketahui adanya hubungan antara salinitas dan nilai pH di suatu perairan,

dimana air bersalinitas (saline water) akan memiliki alkanitas yang tinggi dan nilai

pH yang mendekati 7.5 bahkan lebih.

4.2.2.2. Oksigen terlarut

Kandungan oksigen terlarut di perairan sentral outlet secara umum

mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Mulai dari stasiun 1, dimana

kondisi oksigen terlarut rata-rata sangat rendah akibat banyaknya bahan organik

yang terakumulasi di perairan sebelum pompa pembuangan, yaitu sekitar 0.4

sampai 0.7 mg/l selama periode Juli-September 2008. Hal yang sama juga

dinyatakan oleh Zavala dan Espino (2000), dimana kandungan oksigen yang

rendah di perairan disebabkan oleh tingginya kandungan bahan organik dan laju

dekomposisi. Sehingga selama terkumpul di area tersebut, bahan organik

didekomposisi oleh mikroorganisme dan menyebabkan kandungan oksigen

terlarut berkurang.

Menurut Swingle (1968) in Salmin (2005), kandungan oksigen terlarut

minimum adalah 2 mg/l dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa

Page 40: C09rka

beracun. Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung

kehidupan organisme. Huet (1970) in Salmin (2005) menambahkan bahwa

kandungan oksigen terlarut sebaiknya tidak boleh kurang dari 1,7 mg/l selama

waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 persen.

Dengan demikian, keberadaan sentral outlet sangat diperlukan agar air yang

sangat sedikit mengandung oksigen di stasiun 1 tidak langsung masuk ke perairan

umum akan tetapi diperbaiki terlebih dahulu kondisinya di dalam sentral outlet.

Stasiun pertama yang menerima limbah tambak dengan kandungan

oksigen yang rendah adalah stasiun 2. Pada stasiun tersebut konsentrasi oksigen

terlarut rata-rata meningkat menjadi 3.3 mg/l untuk bulan Juli 2008 dan 5.2 mg/l

serta 3.7 mg/l untuk bulan Agustus dan September 2008. Peningkatan oksigen

dari stasiun 1 ke stasiun 2 disebabkan oleh masuknya air buangan tambak ke

stasiun 2, dimana pipa-pipa untuk membuang air buangan tersebut berada 2 meter

di atas permukaan air stasiun 2, sehingga terjadi tubulensi yang dapat

meningkakan kandungan oksigen terlarut di stasiun 2.

Kemudian kandungan oksigen terlarut pada stasiun 3 tidak jauh berbeda

dengan stasiun 2. Kisaran konsentrasi oksigen terlarut rata-rata pada stasiun 3

adalah 3.6-5.0 mg/l. Hal ini dapat terjadi karena massa air yang terbawa sampai

stasiun 3 masih mengandung cukup banyak bahan organik yang harus

didekomposisi. Kondisi ini didukung oleh keadaan perairan di sekitar stasiun 3

dimana kecepatan alirannya cukup lambat akibat adanya pembelokan kanal.

Kecepatan aliran yang lambat memungkinkan terjadinya proses pengendapan

yang berlangsung bersamaan dengan proses dekomposisi bahan organik. Dengan

kondisi seperti itu, oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih banyak. Selanjutnya

kondisi oksigen pada stasiun 4 dan stasiun 5 masing-masing mengalami

peningkatan, dengan kisaran rata-rata oksigen terlarut masing-masing sebesar 4.9-

5.1 mg/l dan 6.0-7.2 mg/l. Peningkatan oksigen ini disebabkan kandungan bahan

organik yang ada di stasiun 4 dan stasiun 5 sudah berkurang, sehingga proses

dekomposisi yang membutuhkan oksigen juga berkurang. Sebaran oksigen

terlarut yang ada di sentral outlet dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 7 seperti

berikut ini.

Page 41: C09rka

Tabel 8. Konsentrasi rata-rata dan kisaran oksigen terlarut (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

0.4 3.3 3.6 4.9 6.8 6.4

(0.3-0.5) (3.1-3.4) (3.4-3.7) (4.7-5.3) ( - ) (6.3-6.5)

Agustus

0.7 5.2 5.0 6.1 7.2 7.6

(0.6-0.9) (4.7-5.7) (4.8-5.4) (6.0-6.3) (6.6-7.9) (7.5-7.7)

September

0.6 4.0 3.7 5.1 6.0 7.3

( - ) (3.8-4.3) (3.6-3.8) (4.8-5.5) (5.8-6.2) (7.3-7.4)

Gambar 7. Kondisi oksigen terlarut di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

(a)

st. 2

st. 6

st. 1

st. 3

st. 4

st.5

012345678

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

DO (mg/l)

(b)

st. 6

st. 1

st. 2 st. 3

st. 4

st. 5

012345678

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

DO (mg/l)

(c)

st. 5st. 4

st. 3

st. 6

st. 2

st. 1012345678

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

DO (mg/l)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 42: C09rka

Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 7 diketahui bahwa kisaran konsentrasi

oksigen terlarut rata-rata pada stasiun 6 merupakan kisaran tertinggi di sepanjang

sentral outlet, yaitu sebesar 6.4-7.6 mg/l. Hal ini dapat disebabkan oleh masuknya

massa air yang memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi ke stasiun 6.

Massa air tersebut berasal dari laut dimana kondisi perairannya memiliki sifat

yang lebih dinamis. Menurut Zottoli (1972) in Susana (2005) konsentrasi oksigen

dalam air laut dapat mencapai 9,9 mg/l. Selain itu faktor rendahnya kisaran suhu

rata-rata di stasiun 6 yaitu sekitar 28.5-310C juga mempengaruhi tingginya kadar

oksigen di stasiun tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1971), dimana

kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu.

4.2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)

Berdasarkan pengukuran selama periode Juli-September 2008, diketahui

bahwa banyaknya bahan organik dalam air buangan tambak yang digambarkan

sebagai kebutuhan oksigen untuk mendekomposisi (BOD5) semakin berkurang

dengan bertambahnya jarak tempuh atau panjang kanal. Hasil pengukuran

tersebut juga membuktikan bahwa proses dekomposisi bahan organik dari air

buangan tambak telah berlangsung selama berada di sentral outlet. Walaupun

proses dekomposisi berlangsung di sepanjang sentral outlet, konsentrasi BOD5

yang terukur pada stasiun yang paling dekat dengan badan air penerima (stasiun 5

dan stasiun 6) masih cukup besar bila dibandingkan dengan kriteria perairan alami

menurut Effendi (2003), yaitu sebesar 0.5-7.0 mg/l.

Konsentrsi BOD5 rata-rata pada stasiun 1 merupakan konsentrasi yang

paling tinggi dari stasiun yang lain, yaitu berkisar antara 53.2-56.8 mg/l.

Konsentrasi BOD5 yang tinggi pada stasiun 1 dapat disebabkan oleh kondisi

perairannya yang menjadi tempat berakumulasinya bahan organik dari air

buangan dari seluruh kawasan tambak. Setelah itu, air limbah yang ada di sekitar

stasiun 1 dipompakan keluar menuju stasiun 2. Untuk lebih jelasnya, kondisi dan

perubahan BOD5 yang terjadi di perairan sentral outlet selama periode Juli hingga

agustus 2008 dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 43: C09rka

Tabel 9. Konsentrasi rata-rata dan kisaran BOD (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

53.2 50.8 34.2 21.3 21.3 34.2

(49.7-56.8) (49.7-52.4) (30.2-38.0) (19.8-22.5) (16.7-26.0) (31.4-36.5)

Agustus

56.8 49.7 42.6 35.5 21.3 28.4

(53.3-60.2) (45.6-54.0) (41.3-43.5) (32.4-38.1) (20.1-22.5) (25.9-30.3)

September

56.3 48.0 36.9 29.3 27.7 33.8

(55.3-56.8) (46.6-50.7) (35.5-39.7) (28.0-31.2) (25.5-29.3) (31.3-36.0)

Secara perlahan- lahan konsentrasi BOD5 rata-rata berkurang dari stasiun 2 menuju

ke stasiun 5. Masing-masing kisarannya adalah 48.0-50.8 mg/l untuk stasiun 2,

28.4-34.2 mg/l untuk stasiun 3, pada stasiun 4 sebesar 21.3-35.5 mg/l, dan untuk

stasiun 5 sebesar 21.3-27.7 mg/l selama periode Juli-September 2008. Sedangkan

untuk aliran ke Sungai Burung juga terjadi penurunan kandungan BOD5 rata-rata,

dimana stasiun 6 nilainya menjadi 28.4-34.2 mg/l. Meskipun begitu, konsentrasi

BOD5 pada stasiun 6 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi BOD5 pada

stasiun 5. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan jarak, dimana jarak yang di

tempuh oleh air buangan tambak dari stasiun 1 sampai stasiun 5 lebih jauh

daripada jarak yang harus ditempuh oleh air buangan tambak untuk sampai di

stasiun 6.

Selain itu berdasarkan uji statistik (uji-t) diketahui bahwa kandungan

BOD5 pada stasiun 6 berbeda nyata dari stasiun 5 pada setiap pengamatan dengan

taraf kepercayaan 95% (lihat Lampiran 3). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa

untuk periode Juli-September 2008 kanal dengan arah aliran ke Way Seputih lebih

efektif dalam mendegradasi bahan organik dibandingkan dengan kanal yang

mengalir ke Sungai Burung. Untuk lebih jelasnya konsentrasi dan kisaran BOD

dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.

Page 44: C09rka

Gambar 8. Kondisi BOD di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

4.2.2.4. Total amonia nitrogen (TAN)

Amonia yang terukur di perairan sentral outlet merupakan amonia total

yang terdiri dari konsentrasi ion amonium (NH4+) dan amonia bebas berupa gas

amonia (NH3). Kondisi total amonia di perairan sentral outlet juga mengalami

penurunan konsentrasi mulai dari stasiun 1 hingga stasiun 6. Nilai amonia total

tertinggi terukur di stasiun 1 pada bulan Agustus dengan nilai 1.839 mg/l.

Sebaran konsentrasi TAN yang ada di sentral outlet dapat dilihat pada Tabel 10

dan Gambar 9 dibawah ini.

(a)

st. 6

st. 1 st. 2

st. 3

st. 4 st. 5

0

10

20

30

40

50

60

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

BOD (mg/l)

(b)

st. 6

st. 1

st. 2st. 3

st. 4

st. 5

0

10

20

30

40

50

60

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

BOD (mg/l)

(c)

st. 5st. 4st. 3

st. 2

st. 1

st. 6

0102030405060

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

BOD (mg/l)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 45: C09rka

Tabel 10. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TAN (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

1.527 1.707 1.351 1.384 0.151 0.096

(1.473-1.581) (1.598-1.815) (1.118-1.583) (1.349-1.446) (0.150-0.152) (0.090-0.101)

Agustus

1.839 1.792 1.521 0.527 0.249 0.197

(1.756-1.923) (1.674-1.911) (1.508-1.534) (0.447-0.583) (0.242-0.262) (0.191-0.202)

September

1.035 1.171 0.911 0.771 0.111 0.114

(1.002-1.075) (1.066-1.259) (0.870-0.969) (0.730-0.795) (0.081-0.141) (0.103-0.132)

Gambar 9. Kondisi TAN di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus

2008 (b), dan September 2008 (c)

(a)

st. 6

st. 1st. 2

st. 3 st. 4

st . 5

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

TAN (mg/l)

(b)

st. 5st. 4

st. 3st. 2st. 1

st. 6

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

TAN (mg/l)

(c)

st. 6

st. 1st. 2

st. 3st. 4

st. 5

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

TAN (mg/l)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 46: C09rka

Konsentrasi amonia total yang tinggi di stasiun 1 disebabkan oleh

penguraian bahan organik yang mengandung protein dan asam amino secara

anaerobik. Bahan organik tersebut berasal dari sisa pakan dan sisa eksresi hewan

budidaya yang ikut terbuang selama proses pembuangan lumpur tambak

(siphonisasi). Setelah air limbah dipompa keluar dari stasiun 1, kandungan total

amonia nitrogen (TAN) di stasiun yang lain secara perlahan- lahan berkurang.

Kisaran konsentrasi TAN rata-rata pada stasiun yang lainnya adalah 1.171-1.792

mg/l untuk stasiun 2, kemudian 0.911-1.521 mg/l untuk stasiun 3, pada stasiun 4

sebesar 0.527-1.384 mg/l, untuk stasiun 5 sebesar 0.111-0.249 mg/l, dan untuk

stasiun 6 sebesar 0.096-0.197 mg/l selama periode Juli-September 2008. Nilai

kisaran rata-rata TAN dari stasiun 2 hingga stasiun 6 menunjukkan terjadinya

penurunan konsentrasi TAN pada kedua aliran, baik pada aliran yang mengarah

ke Way Seputih maupun aliran yang mengarah ke Sungai Burung.

Berkurangnya konsentrasi TAN di perairan sepanjang sentral outlet dapat

disebabkan oleh terpakainya sejumlah ion amonium makrofita, fitoplankton dan

algal bentik yang ada di perairan tersebut. Selain itu ion amonium dapat

mengalami nitrifikasi menjadi nitrat apabila tersedia sejumlah oksigen yang

cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat Dodds et al. (2002) in Kemp dan Dodds

(2002), dimana proses berkurangnya TAN di suatu perairan disebabkan oleh

terjadinya proses-proses lain seperti nitrifikasi ion amonium dan pemanfaatannya

langsung oleh biota, bahkan volatilisasi ammonia bebas sebagai salah satu

senyawa penyusun TAN.

4.2.2.5. Nitrat nitrogen

Pada umumnya perairan alami memiliki konsentrasi nitrat meskipun dalam

jumlah yang relatif sedikit. Namun yang terjadi pada perairan sentral outlet

adalah tidak ditemukannya konsentrasi nitrat pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3,

dan stasiun 4. Hal ini diduga terjadi akibat tidak berlangsungnya proses nitrifikasi

dan pemanfaatan kembali nitrat oleh bakteri sebagai sumber oksigen anoksik.

Menurut Jensen et al. (1994) in Risgaard-Petersen (2003) pemanfaatan kembali

nitrat yang dimaksud adalah proses denitrifikasi secara anoksik yang mereduksi

nitrat ke dalam bentuk lain seperti gas N2 dan N2O.

Page 47: C09rka

Proses nitrifikasi berlangsung karena adanya bakteri kemoautotrofik

nitrifikasi yang membutuhkan kondisi aerob untuk mengoksidasi NH4+ dan NO2

-,

dimana bakteri tersebut hanya hidup pada lingkungan terbatas seperti lapisan

sedimen aerobik atau oxic layers sediment (Painter, 1970 in Rysgaard et al.,

1994). Kemudian yang menjadi faktor penentu bagi berlansungnya proses

nitrifikasi adalah keberadaan ion ammonium, ketersedian oksigen, dan jumlah dari

bakteri nitrifikasi itu sendiri (Jensen et al., 1994 in Rivera-Monroy dan Twilley,

1996; Henriksen et al., 1981 in Rysgaard et al., 1994).

Berdasarkan penelitian ini, kandungan oksigen terlarut pada sumber air

buangan tambak (stasiun 1) sangat rendah, sehingga sangat sulit bagi bakteri

nitrifikasi untuk menghasilkan nitrat. Maka dapat dipastikan bahwa sentral outlet

sebagai penerima buangan air tambak mendapat masukan air yang hampir tidak

mengandung nitrat. Meskipun demikian, proses nitrifikasi bisa saja terjadi di

sepanjang sentral outlet karena diketahui bahwa terdapat sejumlah ion amonium

yang terkandung di dalam sentral outlet tersebut. Namun, menurut hasil diskusi

dengan Boyd (2008), untuk menitrifikasi 1 mg/l ion amonium menjadi nitrat

diperlukan 4,5 mg/l oksigen terlarut, sehingga harus tersedia sejumlah oksigen

terlarut yang cukup banyak di sentral outlet untuk terbentuknya senyawa nitrat.

Selain itu, kecepatan laju nitrifikasi di perairan juga dipengaruhi oleh pH,

dimana kisaran pH optimum untuk berlansungnya proses nitrifikasi berkisar

antara 8 hingga 9 (Krenkel dan Novotny, 1980 in Novotny dan Olem, 1994).

Untuk lebih jelasnya, kondisi dan perubahan nitrat nitrogen di sentral outlet dapat

dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 10 di bawah ini.

Tabel 11. Konsentrasi rata-rata dan kisaran nitrat nitrogen (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

0 0 0 0 0.010 0

( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (0.009-0.011) ( - )

Agustus

0 0 0 0 0.029 0.006

( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (0.026-0.031) (0.005-0.007)

September

0 0 0 0 0.003 0.006

( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (0.002-0.004) (0.005-0.008)

Page 48: C09rka

Gambar 10. Kondisi NO3-N di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian bahwa kandungan nitrat nitrogen

hanya ditemukan di stasiun 5 dan stasiun 6, dimana nilai pH pada kedua stasiun

tersebut mendekati kisaran 8 hingga 9, kecuali di stasiun 6 pada ulangan bulan

Juli 2008. Hal ini dikarenakan nilai rata-rata pH pada stasiun dan waktu tersebut

hanya sebesar 7.01. Hasil ini juga diperkuat oleh pendapat Dong et al. (2006),

dimana besarnya nitrate removal melalui proses denitrifikasi dapat berlangsung

sampai dengan 100 persen dari total total nitrat yang ada. Keeney (1973) in

(a)

st. 5

st. 4st. 3st. 2st. 1 st. 6

0.0000.0050.0100.0150.0200.0250.0300.035

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

NO3-N (mg/l)

(b)

st. 1 st. 2 st. 3 st. 4

st. 5

st. 6

0.000

0.005

0.010

0.015

0.020

0.025

0.030

0.035

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

NO3-N (mg/l)

(c)

st. 3 st. 4st. 5

st. 6

st. 1 st. 2

0.000

0.005

0.010

0.015

0.020

0.025

0.030

0.035

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

NO3-N (mg/l)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 49: C09rka

Novotny (1994) menambahkan bahwa bisa saja di suatu perairan tidak terdapat

kandungan nitrat dikarenakan senyawa tersebut terdifusi kembali ke dalam suatu

sedimen anerobik.

4.2.2.6. Ortofosfat

Kandungan fosfor pada air limbah tambak berasal dari penguraian bahan

organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan ikut terbuang

selama proses pembuangan lumpur dalam dari dalam tambak (siphonisasi)

maupun pergantian air. Ortofosfat di perairan sentral outlet terbentuk melalui

proses hirdolisis dari seluruh senyawaan fosfat yang terkandung di dalam air

buangan tambak, diantaranya pyrophosphate, polifosfat, organic phosphate esters,

fosfodiester, dan organic phosphonates (Correll, 1998). Berikut ini adalah

konsentrasi rata-rata ortofosfat beserta kisarannya di sentral outlet selama periode

bulan Juli sampai bulan September 2008 yang akan dijelaskan melalui Tabel 12.

Tabel 12. Konsentrasi rata-rata dan kisaran ortofosfat (mg/l) di sentral outlet

pada periode Juli-September 2008

Bulan

Stasiun

1 2 3 4 5 6

Juli

0.549 0.525 0.209 0.151 0.06 0.078

(0.544-0.559) (0.502-0.546) (0.189-0.228) (0.140-0.162) (0.056-0.065) (0.060-0.096)

Agustus

0.751 0.697 0.502 0.132 0.025 0.049

(0.653-0.849) (0.605-0.787) (0.486-0.529) (0.130-0.134) (0.023-0.027) (0.043-0.056)

September

0.338 0.303 0.281 0.224 0.021 0.098

(0.307-0.347) (0.211-0.406) (0.130-0.443) (0.187-0.279) (0.014-0.029) (0.093-0.103)

Kandungan ortofosfat di perairan sentral outlet cenderung mengalami

penurunan, baik aliran yang mengarah ke Way Seputih maupun yang mengarah ke

Sungai Burung. Menurut Correll (1998), berkurangnya kandungan ortofosfat di

suatu perairan disebabkan karena ortofosfat tersebut dimanfaatkan oleh alga,

fitoplankton, makrofita, dan bakteri. Selain itu ortofosfat dapat tersuspensi

bersama fosfor organik dan padatan lainnya untuk kemudian mengendap di dasar

Page 50: C09rka

perairan. Kondisi dan perubahan ortofosfat di sentral outlet PT. Centralpertiwi

Bahari periode Juli-Agustus 2008 dapat dilihat Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Kondisi PO4-P di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)

Sebagai sumber limbah tambak, stasiun 1 memiliki kandungan rata-rata

ortofosfat paling tinggi di setiap bulan selama periode Juli-September 2008, yaitu

(a)

st. 1 st. 2

st. 3st. 4

st. 5st. 6

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

PO4-P (mg/l)

(b)

st. 6

st. 1st. 2

st. 3

st. 4st. 5

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

PO4-P (mg/l)

(c)

st. 5

st. 4st. 3st. 2st. 1

st. 6

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

0 0.03 0.9 1.8 5.7 8

Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)

PO4-P (mg/l)

Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)

Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)

Page 51: C09rka

antara 0.338-0.751 mg/l. Kemudian kandungan rata-rata ortofosfat secara

perlahan- lahan menurun sampai stasiun yang terdekat dengan badan air penerima,

dimana masing-masing kisarannya adalah 0.303-0.525 mg/l untuk stasiun 2,

0.209-0.502 mg/l untuk stasiun 3, untuk stasiun 4 sebesar 0.224-0.132 mg/l, untuk

stasiun 5 sebesar 0.021-0.060 mg/l, dan untuk stasiun 6 sebesar 0.049-0.078 mg/l.

Hasil di atas menunjukkan bahwa konsentrasi ortofosfat pada stasiun 6

masih lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 5. Berdasarkan uji statistik (uji-t)

diketahui bahwa kandungan ortofosfat pada stasiun 6 berbeda nyata dari stasiun 5

pada setiap pengamatan dengan taraf kepercayaan 95% (lihat Lampiran 3).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa untuk periode Juli-September 2008 kanal

dengan arah aliran ke Way Seputih lebih efektif dalam mendegradasi ortofosfat

dibandingkan dengan kanal yang mengalir ke Sungai Burung.

4.3. Evaluasi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September 2008

berdasarkan indeks STORET

Sub bab ini membahas tentang penentuan stastus mutu badan air penerima

buangan tambak berdasarkan metode indeks STORET. Perairan yang akan

ditentukan status mutunya adalah perairan di sekitar stasiun 5 dan stasiun 6.

Penentuan stastus mutu air didasarkan pada hasil pengamatan kondisi kualitas air

dari kedua stasiun tersebut selama penelitian ini berlansung, yaitu periode Juli-

September 2008. Baku mutu yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan

status mutu air dari sentral outlet adalah baku mutu limbah budidaya yang telah

ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council tahun 2005.

Dalam menentukan status mutu perairan sentral outlet, terdapat beberapa

parameter kualitas air yang dikutsertakan dalam perhitungan. Pada penentuan

status mutu perairan yang menggunakan baku mutu limbah budidaya dari

Aquaculture Certification Council tahun 2005, terdapat enam parameter kualitas

air yang dikutsertakan dalam perhitungan, antara lain: parameter TSS, pH,

oksigen terlarut, BOD5, TAN, dan ortofosfat. Berikut ini adalah nilai standar

baku mutu kualitas air berdasarkan Aquaculture Certification Council tahun 2005

yang dijelaskan melalui Tabel 13.

Page 52: C09rka

Tabel 13. Standar baku mutu kualitas air berdasarkan Aquaculture Certification Council tahun 2005

No. Parameter Satuan Baku Mutu Standar ACC

Fisika

1. TSS mg/l 100

Kimia

2. pH - 6-9.5

3. DO mg/l 4

4. BOD5 mg/l 50

5. TAN mg/l 5

6. PO4-P mg/l 0.5

Berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council

pada tahun 2005, kondisi fisika-kimia perairan yang harus dibandingkan adalah

kondisi fisika-kimia perairan alami yang terdekat dengan ujung (outlet) dari

saluran pembuangan air sisa tambak. Dalam penelitian ini perairan alami yang

dimaksudkan diwakili oleh stasiun 5 dan stasiun 6.

Berikut ini adalah nilai skor STORET dan hasil klasifikasi perairan di

stasiun 5 dan stasiun 6 selama periode bulan Juli sampai September 2008 yang

dijelaskan melalui Tabel 14.

Tabel 14. Nilai skor STORET dan klasifikasi perairan di stasiun 5 dan stasiun 6

selama periode Juli hingga September 2008

Bulan

Stasiun

St. 5 St. 6

Parameter yang

tidak memenuhi Skor

Status

mutu

Parameter yang

tidak memenuhi Skor

Status

mutu

Juli - 0 Baik sekali TSS -5 Baik

Agustus - 0 Baik sekali TSS -5 Baik

September - 0 Baik sekali TSS -5 Baik

Page 53: C09rka

Hasil analisis indeks STORET menunjukkan bahwa stasiun 5 tergolong ke dalam

perairan dengan status mutu baik sekali pada setiap pengamatan. Kemudian

stasiun 6 merupakan stasiun yang berpredikat baik pada setiap pengamatan.

Status mutu perairan yang selalu berkategori baik sekali pada stasiun 5

disebabkan oleh tidak ditemukannya parameter fisika-kimia perairan yang

melebihi baku mutu selama periode Juli-September 2008. Hal tersebut

menjelaskan bahwa sentral outlet yang mengarah ke stasiun 5 mampu

memperbaiki kualitas air buangan tambak berdasarkan baku mutu yang ditetapkan

oleh Aquaculture Certification Council tahun 2005. Pada stasiun 6 kondisi status

mutu perairan yang selalu berkategori baik disebabkan oleh adanya satu parameter

kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu di setiap pengamatan, yaitu

parameter total supended solid atau TSS. Hal ini menunjukkan bahwa sentral

outlet yang menuju ke stasiun 6 kurang efektif mengurangi kandungan TSS

daripada sentral outlet yang menuju ke stasiun 5, karena jarak yang ditempuh oleh

air buangan tambak untuk sampai ke stasiun 6 lebih pendek daripada ke stasiun 5.

Page 54: C09rka

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Secara spasial kondisi kualitas air di sentral outlet selama periode Juli

hingga September 2008 mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan

adanya penurunan konsentrasi dari parameter kualitas air yang diteliti seperti TSS,

BOD5, TAN, total fosfat, dan ortofosfat, baik pada aliran yang mengarah Way

Seputih maupun yang mengarah ke Sungai Burung. Hasil analisis indeks

STORET berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Aquaculture Certification

Council tahun 2005 menunjukkan bahwa kondisi badan perairan penerima Sungai

Burung dan Way Seputih masing-masing tergolong baik dan baik sekali.

5.2. Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji beban parameter-

parameter kualitas air dari air buangan tambak yang masuk ke perairan

Way Seputih dan Sungai Burung.

2. Perlu dilakukan koreksi terhadap metode pengukuran nitrat nitrogen guna

mendapatkan nilai yang lebih valid dan representatif.

Page 55: C09rka

DAFTAR PUSTAKA

Abel, P. D. 1989. Water Pollution Biology. Ellis Horwood Limited. Chichester, England. 231 h.

Aquaculture Certification Council. 2005. Aquaculture Facility Certification:

Certifying Best Practices for Responsible Aquaculture. Aquaculture Certification Council, inc. United States. 26 h.

APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Methods for The

Examination of Water and Wastewater. 17th ed. APHA, AWWA (American Water Work Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington D.C. 1527 h.

Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management For Fish Culture. Elsevier

Scientific Publishing Company. New York. 318 h. Boyd, C. E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Alabama Agricultural

Experiment Station. United States. 359 h. Boyd, C. E. 1989. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming.

Alabama Agricultural Experiment Station. United States. 83 h. Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Alabama Agricultural

Experiment Station. United States. 482 h. Boyd, C. E., dan C. S. Tucker. 1992. Water Quality in Pond Soil Analyses for

Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. United States. 183 h

Boyd, C. E. dan B.W. Green. 2002. Coastal Water Quality Monitoring in Shrimp

Farming Areas, An Example from Honduras. World Bank, NACA, WWF and FAO Consortium Program on Shrimp Farming and the Environment. 29 h.

Canter, W. L. 1979. Handbook of Variables for Environmental Impact

Assessment. Ann Arbor Science. Michigan. 203 h. Correll, D. L. 1998. The Role of Phosphorus in the Eutrophication of Receiving

Waters: A Review. J. Environ. Qual., 27:261-266 Dong, L. F., D. B. Nedwell, dan A. Stott. 2006. Source of Nitrogen Used for

Denitification and Nitrous Oxide Formation in Sediments of Hypernutrified Colne, The Nutrified Humber, and The Oligotrophic Conwy Estuaries. United Kindom. Limnol. Oceanogr., 51(1), 2006, 545-557.

Page 56: C09rka

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 h.

Efriyeldi. 1999. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara

Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya Dengan Budidaya KJA (Keramba Jaring Apung). Jurn. Nat. Indo., 11(1), 1999, 85 – 92.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi IPB. Bogor. 190 h. Feriningtyas, D. 2005. Perubahan Spasial dan Temporal Kualitas Air Waduk

Cirata, Jawa Barat Selama Periode 2000-2004. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 119 h.

Goldman, C. R., dan A.J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company.

United States. 464 h. Haslam, S. M. 1990. River Pollution: An Ecological Perspective. John Wiley and

Sons. Chichester. 253 h. Herman. 2007. Status Kualitas Air dan Nutrien Perairan Pulau Abang, Galang

Baru, Batam, Kepulauan Riau. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 69 h.

Kemp, M. J., dan W. K. Dodds. 2002. The Influence of Ammonium, Nitrate, and

Dissolved Oxygen Concentration on Uptake, Nitrification, and Denitrification Rates Associated with Prairie Stream Substrate. Limnol. Oceanogr., 47(5), 2002, 1380-1393.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.

www.menlh.go.id/i/art/pdf_1058569254.pdf. Midlen, A., dan T. Redding. 2000. Environmental Management For Aquaculture.

Kluwer Academic. Boston. 223 h. Novotny, V., dan H. Olem. 1994. Water Quality: Prevention, Identification, and

Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Reinhold. New York. 1054 h.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367 h. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan

oleh H. M. Eidman, D. G. Bengen, Koesbiono, Malikusworo, Sukristijono. PT Gramedia. Jakarta. 459 h.

Page 57: C09rka

Pemda Propinsi Lampung. 2000. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung. Kerjasama Pemerintah Daerah Propinsi Lampung dengan Proyek Pesisir Lampung dan PKSPL - IPB. Bandar Lampung. Indonesia. 96 h.

Risgaard-Petersen, N. 2003. Coupled Nitrification-denitrification in Autotrophic

and Heterotrophic Estuarine Sediments: On The Infuence of Benthic Microalgae. Limnol. Oceanogr., 48(1), 2003, 93-105.

Rivera-Monroy, V. H., dan R. R. Twilley. 1996. The Relative Role of

Denitrification and Immobilization in The Fate of Inorganic Nitrogen in Mangrove Sediments. Limnol. Oceanogr., 41(2), 1996, 284-296.

Rysgaard, S., N. Risgaard-Petersen, N. P. Sloth, K. Jensen, dan L. P. Nielsen.

1994. Oxygen Regulation of Nitrification and Denitrification in Sediments. Limnol. Oceanogr., 39(7), 1994, 1643-1652.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana.,30(3), 2005, 21-26.

Sari, S. G. 2007. Kualitas Sungai Maron Dengan Perlakuan Keramba Ikan di

Kecamatan Trawas, Kabupaten MojoKerto, Jawa Timur. Bioceint., 4(1), 2007, 29-35.

Siregar, M. L.Y. 2006. Kondisi Kualitas Perairan di Pelabuhan Sunda Kelapa,

DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 83 h.

Stirling, H. P., M. C. M. Beveridge, L. G. Ross, dan M. J. Philips. 1985. Chemical

and Biological Methodes of Water Analysis for Aquaculture. Institute of Aquaculture. University of Stirling. Scotland. 119 h.

Susana, T. 2005. Kualitas Zat Hara Teluk Lada, Banten. Oseanogr. Limnol. Indo.

37: 59-67. Wetzel, R. G. 2001. Limnology. 3rd ed. Academic Press. London. 1006 h. Zavala, E. H., dan G. Espino. 2000. Limnology and Pollution of A Small, Shallow

Tropical Water-body (jagÜey) in North-East Mexico. Lakes and Reser., 5: 249-260.

Page 58: C09rka

LAMPIRAN

Page 59: C09rka

Lampiran 1. Nilai dan konsentrasi parameter kualitas air selama periode Juli-September 2008

Par. Ul.

Stasiun

St 1 St 2 St 3

Juli Agus Sept Juli Agus Sept Juli Agus Sept

1 31 30 31.5 31 30 31 31 30 31

Suhu 2 31 30 31.5 31 30 31 31 30 31

3 31 30 31.5 31 30 31 31 30 31

1 31 32 32 31 32 30 28 32 30

Salinitas 2 31 32 32 31 32 30 28 32 30

3 31 32 32 31 32 30 28 32 30

1 149 169 177 213 192 186 224 189 168

TSS 2 148 174 180 225 195 188 224 196 175

3 141 167 174 210 189 181 212 188 164

1 6.9 6.83 7.05 7.03 7.18 6.99 7.01 7.09 7.15

pH 2 6.92 6.88 7.08 7.05 7.18 7.01 7.02 7.09 7.16

3 6.88 6.81 6.99 7.04 7.15 7.0 6.97 7.09 7.14

1 0.4 0.6 0.6 3.4 5.2 3.9 3.7 4.8 3.7

DO 2 0.5 0.9 0.6 3.4 5.7 4.3 3.7 5.4 3.8

3 0.3 0.6 0.6 3.1 4.7 3.8 3.4 4.8 3.6

1 53.1 56.9 56.8 50.3 49.5 46.7 34.4 43.0 35.5

BOD 2 56.8 60.2 56.8 52.4 54.0 50.7 38.0 43.5 39.7

3 49.7 53.3 55.3 49.7 45.6 46.6 30.2 41.3 35.5

1 1.527 1.838 1.028 1.708 1.791 1.188 1.352 1.521 0.894

TAN 2 1.581 1.923 1.075 1.815 1.911 1.259 1.583 1.534 0.969

3 1.473 1.756 1.002 1.598 1.674 1.066 1.118 1.508 0.870

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

NO3-N 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 0.544 0.751 0.360 0.527 0.699 0.292 0.21 0.491 0.270

PO4-P 2 0.559 0.849 0.347 0.546 0.787 0.406 0.228 0.529 0.443

3 0.544 0.653 0.307 0.502 0.605 0.211 0.189 0.486 0.130

Page 60: C09rka

Lampiran 1. (lanjutan) Nilai dan konsentrasi parameter kualitas air selama periode Juli-September 2008

Par. Ul.

Stasiun

St 4 St 5 St 6

Juli Agus Sept Juli Agus Sept Juli Agus Sept

1 30.5 31.3 31.5 31 30 30 28.5 29.5 30.5

Suhu 2 30.5 31.3 31.5 31 30 30 28.5 29.5 30.5

3 30.5 31.3 31.5 31 30 30 28.5 29.5 30.5

1 28 28 28 15 20 22 32 35 30

Salinitas 2 26 26 26 15 20 22 32 35 30

3 30 30 30 15 20 22 32 35 30

1 175 151 157 75 86 80 134 111 118

TSS 2 178 151 160 72 80 60 129 100 107

3 172 145 151 72 83 70 133 110 111

1 7.26 7.86 7.84 7.21 7.56 7.84 7.02 7.81 8.07

pH 2 7.34 7.87 7.88 7.11 7.54 7.84 6.99 7.79 8.05

3 7.24 7.82 7.83 7.16 7.55 7.84 7.02 7.80 8.06

1 4.7 6.0 5.0 6.8 7.9 6.2 6.5 7.7 7.4

DO 2 5.3 6.3 5.5 6.8 6.6 5.8 6.3 7.5 7.3

3 4.7 6.0 4.8 6.8 7.1 6.0 6.4 7.6 7.2

1 21.6 36.0 28.7 26 22.5 29.3 36.5 30.3 36

BOD 2 22.5 38.1 31.2 16.7 20.1 25.5 31.4 25.9 31.3

3 19.8 32.4 28.0 21.2 21.3 28.3 34.7 29.0 34.1

1 1.357 0.551 0.788 0.152 0.262 0.141 0.101 0.202 0.132

TAN 2 1.446 0.583 0.795 0.150 0.242 0.081 0.090 0.191 0.103

3 1.349 0.447 0.73 0.151 0.243 0.111 0.097 0.198 0.107

1 0 0 0 0.01 0.03 0.003 0.000 0.006 0.005

NO3-N 2 0 0 0 0.011 0.031 0.004 0.000 0.007 0.008

3 0 0 0 0.009 0.026 0.002 0.000 0.005 0.005

1 0.151 0.132 0.206 0.065 0.027 0.029 0.096 0.056 0.103

PO4-P 2 0.162 0.134 0.279 0.056 0.023 0.014 0.060 0.043 0.093

3 0.140 0.13 0.187 0.059 0.025 0.020 0.078 0.048 0.098

Page 61: C09rka

Lampiran 2. Skor indeks STORET dengan baku mutu limbah budidaya dari Aquaculture Certification Council tahun (2005)

Stasiun 5, Juli 2008

No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor

Fisika 1 TSS 100 75 72 73 0

Kimia

2 pH 6-9.5 7.21 7.11 7.16 0 3 DO 4 6.8 6.8 6.8 0 4 BOD5 50 26.0 16.7 21.3 0 5 TAN 5 0.152 0.150 0.151 0 6 PO4 0.5 0.065 0.056 0.060 0

Total

Skor 0 Stasiun 5, Agustus 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika

1 TSS 100 86 80 83 0 Kimia

2 pH 6-9.5 7.56 7.54 7.55 0 3 DO 4 7.9 6.6 7.2 0 4 BOD5 50 22.5 20.1 21.3 0 5 TAN 5 0.262 0.242 0.249 0 6 PO4 0.5 0.027 0.023 0.025 0

Total

Skor 0 Stasiun 5, September 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika

1 TSS 100 80 60 70 0

Kimia

2 pH 6-9.5 7.84 7.84 7.84 0 3 DO 4 6.2 5.8 6.0 0 4 BOD5 50 29.3 25.5 27.7 0 5 TAN 5 0.141 0.081 0.111 0 6 PO4 0.5 0.029 0.014 0.021 0

Total

Skor 0

Page 62: C09rka

Lampiran 2. (lanjutan) Skor indeks STORET dengan baku mutulimbah budidaya dari Aquaculture Certification Council tahun (2005)

Stasiun 6 Juli 2008

No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor

Fisika 1 TSS 100 134 129 132 -5

Kimia

2 pH 6-9.5 7.02 6.99 7.01 0 3 DO 4 6.5 6.3 6.4 0 4 BOD5 50 36.5 31.4 33.8 0 5 TAN 5 0.101 0.090 0.096 0 6 PO4 0.5 0.096 0.060 0.078 0

Total

Skor -5 Stasiun 6 Agustus 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika

1 TSS 100 111 100 107 -5 Kimia

2 pH 6-9.5 7.81 7.79 7.80 0 3 DO 4 7.7 7.5 7.6 0 4 BOD5 50 30.3 25.9 28.4 0 5 TAN 5 0.202 0.191 0.197 0 6 PO4 0.5 0.056 0.043 0.049 0

Total

Skor -5 Stasiun 6 September 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika

1 TSS 100 118 107 112 -5

Kimia

2 pH 6-9.5 8.07 8.05 8.06 0 3 DO 4 7.4 7.3 7.3 0 4 BOD5 50 36.0 31.3 33.8 0 5 TAN 5 0.132 0.103 0.114 0 6 PO4 0.5 0.103 0.093 0.098 0

Total

Skor -5

Page 63: C09rka

Lampiran 3. Hasil uji nilai tengah (uji-t) antara stasiun 5 dan stasiun 6 terhadap parameter TSS, BOD5, dan PO4-P

a. Total supended solid

Stasiun x x² 5 6

75 134 59 3481 72 129 57 3249 72 133 61 3721 86 111 25 625 80 100 20 400 83 110 27 729 80 118 38 1444 60 107 47 2209 70 111 41 1681

Σ 375 17539

s2d sd

Stdev 239.2500 15.4677 −

x 41.6667 Thit 8.0813 Ttab 1.86 α = 0.05

Kesimpulan: Tolak H0 dan diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata

konsentrasi TSS antara stasiun 5 dan stasiun 6.

b. Biochemical oxygen demand 5-days Stasiun

x x² 5 6 26 36.5 10.5 110.25

16.7 31.4 14.7 216.09 21.2 34.7 13.5 182.25 22.5 30.3 7.8 60.84 20.1 25.9 5.8 33.64 21.3 29 7.7 59.29 29.3 36 6.7 44.89 25.5 31.3 5.8 33.64 28.3 34.1 5.8 33.64

210.9 289.2 78.3 774.53

s2d sd

stdev 11.6650 3.4154 −

x 8.7000 Thit 7.6418 Ttab 1.86 α = 0.05

Kesimpulan: Tolak H0 dan diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata

konsentrasi BOD5 antara stasiun 5 dan stasiun 6.

Page 64: C09rka

Lampiran 3. (lanjutan) Hasil uji nilai tengah (uji-t) antara stasiun 5 dan stasiun 6 terhadap parameter TSS, BOD5, dan PO4-P

c. Orthophosphate

Stasiun x x² 5 6

0.065 0.096 0.031 0.000961 0.056 0.06 0.004 0.000016 0.059 0.078 0.019 0.000361 0.027 0.056 0.029 0.000841 0.023 0.043 0.02 0.0004 0.025 0.048 0.023 0.000529 0.029 0.103 0.074 0.005476 0.014 0.093 0.079 0.006241 0.02 0.098 0.078 0.006084

0.318 0.675 0.357 0.020909

s2d sd

stdev 0.0008 0.0290 −

x 0.0397 Thit 4.0974 Ttab 1.86 α = 0.05

Kesimpulan: Tolak H0 dan diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata

konsentrasi PO4-P antara stasiun 5 dan stasiun 6.

Lampiran 4. Baku mutu limbah budidaya menurut Aquaculture Certification Council tahun 2005

No. Parameter Satuan Baku Mutu

1 pH - 6.0-9.5

2 TSS mg/l ≤100

3 PO4-P mg/l ≤0.5

4 Total Amonia Nitrogen (TAN) mg/l ≤5

5 BOD5 mg/l ≤50

6 Oksigen Terlarut mg/l ≥4

Page 65: C09rka

Lampiran 5. Contoh perhitungan uji nilai tengah (uji-t) Total suspended solid

Stasiun x x² 5 6

75 134 59 3481 72 129 57 3249 72 133 61 3721 86 111 25 625 80 100 20 400 83 110 27 729 80 118 38 1444 60 107 47 2209 70 111 41 1681

Σ 375 17539

s2d sd

Stdev 239.2500 15.4677 −

x 41.6667 Thit 8.0813 Ttab 1.86 α = 0.05

Dimana: n = 9

x = n

X∑

=9

375

= 41.6667

s2d =

( )( )1

22

−∑ ∑nn

xxn sd = ds

2

= )8)(9(

)375()17539)(9( 2− = 25.239

= 239.2500 = 15.4677

t hitung = ns

xx

d

0−−

= 94677.15

06667.41 −

= 8.0813