c09rka
TRANSCRIPT
![Page 1: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/1.jpg)
ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU
TULANG BAWANG, LAMPUNG
RYAN KUSUMO ADI WIBOWO
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
![Page 2: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/2.jpg)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Kualitas Air
Pada Sentral Outlet Tambak Udang Sistem Terpadu, Tulang Bawang,
Lampung” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Ryan Kusumo Adi Wibowo
C24104018
![Page 3: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/3.jpg)
Ryan Kusumo Adi Wibowo. Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet
Tambak Udang Sistem Terpadu, Tulang Bawang, Lampung. Di bawah
bimbingan Dr. Ir. Bambang Widigdo dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.
RINGKASAN
Sentral outlet milik PT. Centralpertiwi Bahari merupakan sebuah kanal
yang terletak di daerah estuari pantai timur Lampung, tepatnya di Tanjung Krosok, Kabupaten Tulang Bawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbaikan kualitas air dimulai dari saat pertama kali air buangan tambak dikeluarkan dari sistem tambak sampai dimana badan perairan umum menerima air buangan tambak tersebut.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli, Agustus, dan September 2008. Sampel diambil pada enam titik stasiun pengamatan. Pengambilan air sampel dilakukan pada tengah kolom perairan dengan menggunakan Van Dorn water sampler dengan kapasitas 3 liter. Analisis data meliputi analisis secara deskriptif dan analisis dengan indeks STORET untuk menentukan status mutu air.
Perairan sentral outlet memiliki kisaran suhu antara 28.5- 31.50C selama periode Juli hingga September 2008. Hasil pengukuran salinitas selama periode Juli-September 2008 menunjukkan bahwa perairan sentral outlet memiliki kisaran salinitas antara 15 0/00 sampai 35 0/00. Konsentrasi TSS tertinggi berada di stasiun 2 (185-216 mg/l) dan semakin berkurang hingga perairan sentral outlet yang paling dekat dengan perairan alami yang diwakili oleh stasiun 5 (70-83 mg/l) dan stasiun 6 (107-132 mg/l). Nilai pH air buangan tambak di sentral outlet berkisar antara 6.84-8.06. Kandungan oksigen terlarut terendah selama periode Juli-September 2008 terukur di stasiun 1 yaitu 0.4- 0.7 mg/l, sedangkan kandungan oksigen terlarut tertinggi terukur di stasiun 6, yaitu 6.4-7.6 mg/l. Konsentrsi BOD5 pada stasiun 1 merupakan konsentrasi BOD5 tertinggi, yaitu berkisar antara 53.2-56.8 mg/l. Kemudian konsentrasi BOD5 terendah berada pada stasiun 5 sebesar 21.3-27.7 mg/l. Nilai amonia total tertinggi terukur di stasiun 1 pada bulan Agustus dengan nilai 1.839 mg/l. Nilai kisaran konsentrasi TAN terendah berada pada stasiun 6 yaitu 0.096-0.197 mg/l. Konsentrasi nitrat di perairan sentral outlet sangat rendah, yaitu berkisar antara 0-0.029 mg/l. Kandungan ortofosfat tertinggi terukur di stasiun 1 sebesar 0.338-0.751 mg/l. Sedangkan konsentrasi ortofosfat terendah terukur di stasiun 5 sekitar 0.021-0.060 mg/l. Hasil evaluasi kualitas air dengan indeks STORET berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council tahun 2005 tentang limbah budidaya, menyatakan perairan sentral outlet masih tergolong baik.
![Page 4: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/4.jpg)
ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET
TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG
Oleh :
RYAN KUSUMO ADI WIBOWO
C24104018
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
![Page 5: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/5.jpg)
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak
Udang Sistem Terpadu, Tulang Bawang, Lampung Nama Mahasiswa : Ryan Kusumo Adi Wibowo Nomor Pokok : C24104018 Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui
I. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Bambang Widigdo Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc.
NIP 130 937 430 NIP 131 956 708
Mengetahui, II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP 131 578 799
Tanggal Ujian: 30 Januari 2009
![Page 6: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/6.jpg)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul ”Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak Udang Sistem
Terpadu, Tulang Bawang, Lampung”. Skripsi ini diajukan sebagai
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Bambang Widigdo dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. selaku
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu guna memberikan
pengarahan, bimbingan, serta koreksi selama penyusunan skripsi ini.
2. Yon Vitner, S.Pi., M.Si. selaku penguji tamu dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati,
MS. selaku penguji wakil dari departemen yang telah membantu dalam
pemberian arahan, dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Rubiyanto Haliman dan Prof. Dr. Claude E. Boyd yang telah banyak
membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
4. Dr. Ir. Kardiyo Prapto Kardiyo selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan bimbingan dan masukan selama perkuliahan di IPB.
5. Keluargaku di rumah (Bunda dan Daddy) serta keluarga besar di Jakarta atas
kasih sayangnya, doa, serta dukungan kepada penulis.
6. Keluarga besar MSP dan Manajemen PT. Centralpertiwi Bahari, baik dosen,
staf, serta seluruh civitas FPIK dan IPB atas kebersamaannya; Ibu Siti
Nursiyamah, Ibu Uswatun Hasanah, Bapak Herman, Bapak Dadi, Tetu, Aloy,
Weni, Inna, Nurdin, dan Feri atas segala bantuan dan dukungan selama
pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi; Teman-teman MSP angkatan
41 atas dukungan dan kebersamaannya yang tak terlupakan; serta semua
pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Januari 2009
Penulis
![Page 7: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/7.jpg)
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ................................................................................ 1 1.2. Tujuan............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Parameter fisika .............................................................................. 3
2.1.1. Suhu ..................................................................................... 3 2.1.2. Salinitas ................................................................................ 3 2.1.3. Padatan tersuspensi total ...................................................... 4
2.2. Parameter kimia.............................................................................. 4 2.2.1. pH......................................................................................... 4 2.2.2. Oksigen terlarut.................................................................... 5 2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5) .............................. 6 2.2.4. Amonia................................................................................. 6 2.2.5. Nitrat .................................................................................... 7 2.2.6. Ortofosfat ............................................................................. 8
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian........................................................... 10 3.2. Alat dan bahan ............................................................................... 10 3.3. Pengumpulan data ......................................................................... 10
3.3.1. Pengambilan contoh air........................................................ 10 3.3.2. Analisa parameter kualitas air.............................................. 12
3.4. Analisis data .................................................................................. 16 3.4.1. Metode indeks STORET ..................................................... 17
3.4.1.1. Prosedur penggunaan .............................................. 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum sentral outlet ......................................................... 19 4.2. Kondisi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September
2008…………………………………............................................ 19 4.2.1. Parameter fisika.................................................................... 19
4.2.1.1. Suhu ........................................................................ 19 4.2.1.2. Salinitas .................................................................. 22 4.2.1.3. Padatan tersuspensi total......................................... 24
4.2.2. Parameter Kimia………………………..…………............ 26 4.2.2.1. pH …………………….………..………………... 26 4.2.2.2. Oksigen terlarut …………………….…………..... 28
![Page 8: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/8.jpg)
4.2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)................. 31 4.2.2.4. Total amonia nitrogen.............................................. 33 4.2.2.5. Nitrat …………………………………….….….... 35 4.2.2.6. Ortofosfat…………….…...............................….... 38
4.3. Evaluasi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September 2008 berdasarkan indeks STORET ……………………………... 40
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44
LAMPIRAN ................................................................................................. 47
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 55
![Page 9: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/9.jpg)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH3) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan pH ………………………... 7
2. Alat dan metode pengukuran parameter kualitas air ............................... 16
3. Penentuan skor dalam indeks STORET.................................................. 18
4. Kondisi suhu (0C) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008... 19
5. Kondisi salinitas (0/00) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 ......................................................................................................... 23
6. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TSS (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 24
7. Nilai rata-rata dan kisaran pH di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 ................................................................................ 27
8. Konsentrasi rata-rata dan kisaran oksigen terlarut (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008..................................... 30
9. Konsentrasi rata-rata dan kisaran BOD (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 32
10. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TAN (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 34
11. Konsentrasi rata-rata dan kisaran nitrat nitrogen (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 36
12. Konsentrasi rata-rata dan kisaran ortofosfat (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008 .......................................................... 38
13. Standar baku mutu kualitas air berdasarkan Aquaculture Certification Council tahun 2005.................................................................................. 41
14. Nilai skor STORET dan klasifikasi perairan di stasiun 5 dan stasiun 6 selama periode Juli hingga September 2008 ........................................... 41
![Page 10: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/10.jpg)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta lokasi PT. Centalpertiwi Bahari serta titik sampling penelitian (http://www.googleearth.com) ............................................................. 11
2. Kondisi suhu di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 20
3. Kondisi curah hujan rata-rata di wilayah PT. Centralpertiwi Bahari selama kurun tahun 2005-2007 (Divisi Intergrated Quality Assurance, Departemen Water Quality Assurance)................................................. 22
4. Kondisi salinitas di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 23
5. Kondisi TSS di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 25
6. Kondisi pH di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)......................................................................... 27
7. Kondisi oksigen terlarut di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 30
8. Kondisi BOD5 di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 33
9. Kondisi TAN di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 34
10. Kondisi NO3-N di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 37
11. Kondisi PO4-P di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)........................................... 39
![Page 11: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/11.jpg)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Nilai dan konsentrasi parameter kualitas air selama periode Juli-September 2008............................................................................... 48
2. Skor indeks STORET dengan baku mutulimbah budidaya dari Aquaculture Certification Council tahun (2005).................................... 50
3. Hasil uji nilai tengah (uji-t) antara stasiun 5 dan stasiun 6 terhadap parameter TSS, BOD5, dan PO4-P......................................................... 52
4. Baku mutu limbah budidaya menurut Aquaculture Certification Council tahun 2005.............................................................................................. 53
5. Contoh perhitungan uji nilai tengah (uji- t)............................................. 54
![Page 12: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/12.jpg)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Budidaya udang merupakan suatu kegiatan yang sering dijumpai di daerah
pesisir negara-negara tropis dan subtropis. Keberadaannya di sekitar ekosistem
pesisir seperti mangrove menjadikan usaha tambak udang sebagai suatu kegiatan
yang identik dengan pengrusakan lingkungan. Salah satunya adalah pencemaran
lingkungan yang terjadi akibat limbah dari sisa aktivitas budidaya memasuki
ekosistem pesisir di sekitarnya. Pada umumnya, limbah yang berasal dari sisa
aktivitas budidaya bersifat kaya akan unsur hara (Boyd dan Green, 2002). Hal ini
terjadi karena air yang digunakan untuk memelihara udang mendapatkan
tambahan unsur hara dari proses pemupukan dan pemberian pakan. Pupuk yang
diaplikasikan untuk meningkatkan produksi fitoplankton dalam tambak biasanya
mengandung unsur nitrogen dan fosfor. Kemudian pakan juga dapat menjadi
penyumbang unsur hara ke dalam tambak apabila pemberiannya terlalu tinggi
(terutama pada tambak udang intensif), sehingga ada sebagian pakan yang tidak
termakan ikut terurai menjadi unsur hara bersama sisa metabolisme udang.
Dengan melihat kondisi di atas, maka mungkin saja terjadi pengayaan unsur hara
di perairan umum sekitar areal budidaya apabila air buangan tambak tidak
dikelola dengan baik.
Dampak negatif tersebut saat ini menjadi cerminan dari kegiatan budidaya
udang yang ada di Indonesia. Hal ini disebabkan profesionalisme sebagian besar
pelaku usaha budidaya udang di Indonesia masih rendah, sehingga banyak di
antara pelaku usaha budidaya tersebut yang belum memiliki kesadaran untuk tetap
menjaga kelestarian lingkungan di sekitar tambak udang mereka (Pemda Propinsi
Lampung, 2000). PT. Centralpertiwi Bahari sebagai salah satu perusahaan
budidaya udang bertaraf internasional yang memiliki kesadaran dan komitmen
untuk melakukan usahanya secara berkesinambungan, telah melakukan langkah
alternatif dengan mengikuti regulasi kegiatan budidaya yang diatur oleh
Aquculture Certification Council (badan akreditasi akuakultur internasional).
Dalam usahanya untuk memenuhi persyaratan akreditasi tersebut, PT.
Centralpertiwi Bahari telah membuat sebuah saluran pembuangan yang dapat
![Page 13: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/13.jpg)
difungsikan sebagai saluran “treatment” untuk mengurangi resiko pencemaran
lingkungan.
Saluran treatment yang dimaksud adalah suatu kanal dengan panjang lebih
dari 20 kilometer, mulai dari Suboutlet (SO), Main outlet (MO), hingga Central
outlet (CO) sebelum akhirnya mencapai perairan umum. Diharapkan air buangan
tambak sudah mengalami perbaikan kualitas di sepanjang saluran pembuangan
tersebut melalui proses sedimentasi, dekomposisi, sebelum akhirnya mengalami
pengenceran selama di dalam Central Outlet. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi seberapa jauh air buangan tersebut diatas telah mengalami
perbaikan kualitas setelah melalui proses yang dimaksud.
1.2. Tujuan
Studi ini dilakukan untuk mengkaji perbaikan kualitas air dimulai dari saat
pertama kali air buangan tambak dikeluarkan dari sistem tambak sampai dimana
badan perairan umum menerima air buangan tambak tersebut.
![Page 14: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/14.jpg)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Parameter fisika
2.1.1. Suhu
Pada daerah beriklim tropis, suhu di perairan dipengaruhi oleh kondisi
cuaca, altitude, sirkulasi udara dan sumber aliran perairan. Suhu memiliki
peranan yang penting bagi proses fisika, kimia dan biologi di suatu perairan.
Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan laju evaporasi, volatilisasi gas
dan reaksi-reaksi kimia di perairan. Kenaikan suhu perairan dapat menyebabkan
penurunan kelarutan gas di dalam air, termasuk gas O2, CO2, NH3, dan H2S
(Haslam, 1995 in Effendi, 2003). Selain itu, peningkatan suhu juga dapat
menyebabkan peningkatan laju metabolisme dan respirasi. Suhu yang sangat
ekstrim serta perubahannya dapat berdampak buruk bagi kehidupan organime
akuatik, baik secara langsung maupun tak langsung. Pada umumnya, di Indonesia
suhu dinyatakan dalam satuan derajat Celcius. Suhu air permukaan di perairan
Indonesia kita umumnya berkisar antara 28-31oC (Nontji, 1993).
2.1.2. Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi total dari seluruh ion terlarut di dalam air.
Ion penyusun tersebut terdiri dari natrium, kalium, kalsium, magnesium, klor,
sulfat, dan bikarbonat. Jumlah konsentrasi dari ketujuh ion tersebut merupakan 95
persen bagian dari total keseluruhan konsentrasi ion- ion terlarut dalam air (Boyd,
1992). Salinitas biasanya dinyatakan dalam satuan gram per kilogram atau bagian
per seribu. Salinitas adalah salah satu parameter yang memiliki peranan penting
di perairan pesisir dan estuari. Perubahan kondisi salintas secara permanen dapat
merubah tatanan ekosistem akuatik, terutama dalam hal keanekaragaman jenis dan
kelimpahan organisme (Canter, 1979). Selain itu, Nontji (1993) menyatakan
bahwa salinitas memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme, seperti
distribusi biota akuatik.
Menurut Effendi (2003), nilai salinitas perairan terbagi ke dalam 4
kelompok, yaitu perairan tawar dengan nilai salinitas kurang dari 0.5 0/00, perairan
![Page 15: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/15.jpg)
payau berkisar antara 0.5 0/00 – 30 0/00, perairan laut antara 31 0/00 – 40 0/00, dan
perairan hipersalin berkisar antara 41 0/00 – 80 0/00. Pada perairan estuari dan
pesisir nilai salinitas juga dipengaruhi oleh banyaknya air tawar yang masuk
melalui sungai.
2.1.3. Padatan tersuspensi total
Padatan tersuspensi total adalah material atau bahan-bahan berbentuk
suspensi di perairan yang tertahan oleh kertas saring dengan ukuran pori-pori 0.45
µm. Padatan tersuspensi tersebut terdiri dari lumpur, pasir halus dan serasah
organik (Effendi, 2003). Pada air buangan tambak, sumber padatan tersuspensi
berasal dari kikisan (run-off) daratan di sekitarnya serta bahan-bahan organik dari
dasar tambak akibat sisa pakan dan kotoran hewan budidaya. Menurut Haslam
(1990), padatan tersuspensi dapat mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke
dalam kolom perairan, sehingga dapat mengganggu proses pertumbuhan dan
fotosintesis tumbuhan di perairan tersebut. Pada air buangan tambak, padatan
tersuspensi yang tinggi akan menyebabkan tingkat sedimentasi bahan organik di
perairan sekitar tambak lebih tinggi dari perairan alami. Menurut Boyd (1992),
tingginya tingkat sedimentasi pada perairan di sekitar tambak menyebabkan
terganggunya kehidupan organisme bentik di perairan tersebut. Selain itu dapat
menyebabkan kebutuhan oksigen biologis meningkat pada bagian dasar perairan.
2.2. Parameter kimia
2.2.1. pH
Menurut Tebbut (1992) in Effendi (2003), nilai pH yang terukur di
perairan menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Puissance d’Hydrogen atau
Power of Hydrogen didefinisikan sebagai logarima negatif dari aktivitas ion
hidrogen (Swingle, 1961 dan Mount, 1973 in Boyd, 1982). Keberadaan ion
hidrogen di perairan dinyatakan dalam persamaan seperti di bawah ini.
pH = - log [H+] atau pH = log ][
1+H
![Page 16: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/16.jpg)
Besarnya ion hidrogen dalam air dinyatakan dalam satuan g/liter. Kemudian
diketahui bahwa konsentrasi ion hidrogen di dalam air murni yang netral adalah
1× 10-7 g/liter.
Mackereth et al. (1989) in Effendi (2003) berpendapat bahwa besarnya
nilai pH dapat mempengaruhi toksisitas senyawa-senyawa kimia serta
mempengaruhi proses biokimiawi di perairan. Sebagian besar organisme akuatik
kurang toleran terhadap perubahan pH dan lebih menyukai perairan dengan
kisaran pH antara 7 sampai 8.5.
2.2.2. Oksigen terlarut
Jumlah konsentrasi oksigen terlarut yang terdapat di suatu perairan
bergantung kepada kondisi suhu dan salinitas perairan itu sendiri, serta aktifitas
turbulensi (agitasi) yang menyebabkan terjadinya difusi gas oksigen dari udara ke
dalam air. Kadar oksigen terlarut di suatu perairan juga berfluktuasi secara
harian. Faktor utama penyebab fluktuasi tersebut adalah aktivitas fotosintesis
tumbuhan (fitoplankton) dan respirasi organisme heterotrof (APHA, 1989).
Selain itu, aktifitas dekomposisi bahan organik juga dapat mengakibatkan
penurunan kadar oksigen dalam air (Nybakken, 1992). Bahkan, konsentrasi
oksigen terlarut di suatu perairan dapat mencapai nilai nol jika jumlah bahan
organik yang didekomposisi terlalu banyak (Effendi, 2003). Menurut Goldman
dan Horne (1983), masuknya bahan organik ke dalam suatu perairan dapat
menyebabkan deplesi oksigen di perairan tersebut. Bila deplesi oksigen terjadi
dalam jangka waktu yang sangat lama, maka sebagian besar jenis organisme akan
hilang atau digantikan oleh organisme-organisme yang lebih toleran terhadap
kondisi tersebut. Hal ini dapat terjadi di perairan sentral outlet yang menerima
masukan bahan organik dari buangan air tambak.
Menurut McNeely et al. (1979) in Effendi (2003), konsentrasi oksigen
terlarut di laut dapat mencapai 7 mg/liter pada suhu 25o C. Kemudian menurut
Boyd (1992), kadar oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan organisme
akuatik adalah lebih dari 3.5 mg/liter, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut
kurang dari 1.5 mg/liter dalam jangka waktu yang lama dapat bersifat lethal bagi
organisme akuatik.
![Page 17: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/17.jpg)
2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)
Kebutuhan oksigen biokimia merupakan pendekatan pengukuran kadar
bahan organik dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme aerobik dalam mengoksidasi bahan organik tersebut (Davis dan
Cornwell, 1991 in Effendi, 2003). Namun, pengukuran BOD5 hanya
menggambarkan kadar bahan organik yang dapat terdekomposisi secara biologis
atau biodegradable organics. Menurut Novotny dan Olem (1994), proses
dekomposisi biologis di perairan dapat mengubah bahan organik menjadi bagian
bagian yang lebih sederhana seperti air, karbondioksida, mineral, dan residu bahan
organik lain yang tidak dapat didekomposisi secara biologis (non-biodegradable).
Besarnya nilai BOD di perairan bergantung kepada tingginya konsentrasi
dari bahan organik itu sendiri serta faktor lain seperti suhu dan kepadatan
plankton (Boyd, 1988). Menurut Effendi (2003), perairan alami memiliki nilai
BOD antara 0.5 mg/liter sampai 7.0 mg/liter, sedangkan perairan dengan nilai
BOD lebih dari 10.0 mg/liter tergolong ke dalam perairan tercemar.
2.2.4. Amonia
Amonia di perairan berasal dari sisa metabolisme (eksresi) hewan dan
proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Pada air buangan
tambak udang, keberadaaan amonia dihasilkan dari aktivitas ekskresi udang itu
sendiri dan proses dekomposisi bahan organik dari sisa pakan dan kotoran selama
pemeliharaan udang. Menurut Effendi (2003), sumber amonia lainnya di perairan
adalah gas nitrogen dari proses difusi udara yang tereduksi di dalam air.
Amonia di perairan dapat dijumpai dalam bentuk amonia total yang terdiri
dari amonia bebas (NH3) dan ion amonium (NH4+). Kesetimbangan antara kedua
bentuk amonia di atas bergantung pada kondisi pH dan suhu perairan (Midlen dan
Redding, 2000). Berikut ini adalah bentuk kesetimbangan gas amonia dan ion
amonium di perairan:
NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH –
Amonia di perairan akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion
amonium jika pH perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan pH
lebih dari 7, amonia bebas atau amonia tak-terionisasi yang bersifat toksik
![Page 18: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/18.jpg)
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak (Novotny dan Olem, 1994). Menurut
Abel (1989), tingkat toksisitas amonia tak-terionisasi tergantung pada kondisi pH
dan suhu di suatu perairan, sehingga kenaikan nilai pH dan suhu menyebabkan
proporsi amonia bebas di perairan meningkat (Abel, 1989).
Tabel 1. Hubungan konsentrasi amonia bebas (un-ionized NH3) dan amonia total dalam persen (%) terhadap suhu dan pH (Effendi, 2003)
Toksisitas amonia tak-terionisasi berbahaya bagi organisme akuatik,
khususnya bagi ikan (Effendi, 2003). Karena konsentrasi NH3 bebas yang tinggi
di perairan dapat menyebabkan kerusakan insang pada ikan. Selain itu tingginya
konsentrasi NH3 bebas dapat menyebabkan meningkatnya kadar amonia dalam
darah dan jaringan tubuh ikan, sehingga dapat mengurangi kemampuan darah
untuk mengangkut oksigen serta mengganggu kestabilan membran sel (Boyd,
1989). Menurut McNeely et al. (1979) in Effendi (2003), kadar amonia pada
perairan alami tidak lebih dari 0.1 mg/liter. Kemudian jika konsentrasi amonia
tak-terionisasi lebih dari 0.2 mg/liter akan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan
(Sawyer dan McCarty, 1978 in Effendi, 2003).
2.2.5. Nitrat
Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan yang dapat
dimanfaatkan oleh tumbuhan (fitoplankton dan alga) selain ion amonium dalam
menunjang proses pertumbuhan. Senyawa NO3-N sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Nitrat nitrogen di perairan merupakan hasil dari proses
pH
Suhu
26 28 30 32
7.0 0.60 0.7 0.81 0.95
8.0 5.71 6.55 7.52 8.77
9.0 3.71 41.23 44.84 49.02
10.0 85.82 87.52 89.05 90.58
![Page 19: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/19.jpg)
oksidasi nitrogen secara sempurna melalui proses nitrifkasi yang melibatkan
bakteri, diantaranya; bakteri Nitrosomonas yang mengoksidasi amonia menjadi
nitrit, dan bakteri Nitrobacter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Berikut ini
adalah proses oksidasi nitrogen menjadi nitrat:
Nitrosomonas
2NH3 + 3O2 → 2NO2- + 2H+ + 2H2O
Nitrobacter
2NO2- + O2 → 2NO3
-
Proses nitrifikasi sangat ditentukan oleh kondisi pH, suhu, kandungan oksigen
terlarut, kandungan bahan organik, dan aktivitas bakteri lain di perairan (Krenkel
dan Novotny, 1980 in Novotny dan Olem, 1994).
Pada perairan yang tidak tercemar biasanya kadar nitrat lebih tinggi dari
kadar amonium. Kadar NO3-N pada perairan alami biasanya tidak pernah
melebihi nilai 0.1 mg/liter. Kadar NO3-N di perairan mencapai nilai 0.2 mg/liter
dapat menyebabkan eutrofikasi yang berakibat pada tumbuh pesatnya fitoplankton
dan alga. Terjadinya pencemaran antropogenik dapat digambarkan apabila kadar
nitrat di perairan lebih dari 5 mg/liter (Davis dan Cornwell, 1991 in Effendi,
2003). Kadar nitrat di perairan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
tingkat penyuburannya; kadar nitrat antara 0 mg/liter hingga 1 mg/liter untuk
perairan oligotrofik; kadar nitrat antara 1 mg/liter hingga 5 mg/liter untuk perairan
mesotrofik; dan kadar nitrat 5 mg/liter hingga 50 mg/liter untuk perairan eutrofik
(Wetzel, 2001).
2.2.6. Ortofosfat
Fosfor merupakan unsur hara metabolik penting yang dapat mengatur
besarnya produktivitas di perairan alami. Hutchinson (1957) dan Lee (1970) in
Boyd (1990) menyatakan bahwa sebagian besar perairan alami sensitif terhadap
penambahan fosfor yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi tumbuhan,
termasuk fitoplankton dan alga. Namun, unsur fosfor tidak ditemukan dalam
bentuk bebas di perairan, melainkan terdapat dalam bentuk senyawa anorganik
terlarut dan senyawa organik partikulat. Salah satu bentuk senyawa fosfor
anorganik adalah ion ortofosfat terlarut. Ortofosfat terlarut adalah bentuk ionisasi
![Page 20: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/20.jpg)
asam ortofosfat (H3PO4) dan merupakan bentuk fosfor paling sederhana di
perairan. Berikut adalah bentuk-bentuk ion ortofosfat terlarut di perairan.
H3PO4 ↔ H+ + H2PO4-
H2PO4- ↔ H+ + HPO4
2-
HPO42- ↔ H+ + PO4
3-
Keberadaan dari bentuk-bentuk ionisasi tersebut bergantung kepada nilai pH
perairan. Ortofosfat di perairan merupakan hasil hidrolisis dari polifosfat, dimana
proses tersebut berlangsung dengan bergantung kepada suhu perairan. Pada suhu
perairan yang lebih tinggi, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung
lebih cepat. Selain itu, kecepatan hidrolisis tersebut akan meningkat seiring
dengan menurunya nilai pH. Pada air limbah yang mengandung bakteri,
perubahan polifosfat menjadi ortofosfat juga berlangsung lebih cepat (Effendi,
2003).
Menurut Boyd (1990), konsentrasi fosfor di perairan sangat rendah.
Konsentrasi ortofosfat terlarut biasanya tidak pernah mencapai nilai antara
5µg/liter hingga 20 µg/liter, dan jarang mencapai 100 µg/liter. Kemudian
menurut Wetzel (2001) kadar ortofosfat dibagi menjadi tiga berdasarkan
klasifikasi penyuburan, yaitu; 0.003 µg/liter hingga 0.01 µg/liter untuk perairan
oligotrofik; 0.011 µg/liter hingga 0.03 µg/liter untuk perairan mesotrofik; dan
0.031 µg/liter hingga 0.1 µg/liter untuk perairan eutrofik. Meskipun kadar fosfor
di perairan cukup rendah, tetapi fosfor merupakan kebutuhan biologis yang
penting dan sering sekali menjadi faktor penentu produktivitas di ekosistem
akuatik (Boyd, 1990).
![Page 21: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/21.jpg)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di fasilitas sentral outlet PT. Centralpertiwi Bahari,
Desa Adiwarna, Kecamatan Gedong Meneng, Kabupaten Tulang Bawang,
Lampung. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan Juli 2008
hingga bulan September 2008.
3.2. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang pengukuran setiap
parameter kualitas air yang diteliti adalah seperti penjelasan berikut. Pompa
vakum, desikator, kertas saring merek whatman tipe 934-AH, dan oven
merupakan alat dan bahan penunjang yang digunakan untuk penguruan parameter
TSS. Kemudian botol BOD, peralatan titrimetrik, inkubator, sulfamic acid,
mangan sulfat, alkali azida, H2SO4 pekat, natrium thiosulfat, dan indikator
phenolpthalein adalah alat dan bahan penunjang yang diguakan untuk pengukuran
parameter BOD. Selanjutnya, phenol, natrium nitroprusid, trisodiumsitrat
dihidrat, natrium hidroksida, dan natrium hipoklorit merupakan bahan-bahan
penunjang pengukuran parameter TAN. Kemudian bahan-bahan penunjang yang
digunakan selama pengukuran NO3-N antara lain, hidrazin sulfat, kupper sulfat,
cyclohexylamino propane sulphonic acid, aseton, larutan NED (N-1 naftil-
etilendiamin dihidroklorit), dan larutan sulfanilamid. Sedangkan potasium
antimonil, amonium molibdat, H2SO4 5 N, dan asam askorbat adalah bahan-bahan
penunjang yang digunakan selama pengukuran parameter PO4-P.
3.3. Pengumpulan data
3.3.1. Pengambilan contoh air
Data mengenai nilai dan konsentrasi setiap parameter kualitas air yang
diteliti, diperoleh melalui kegiatan pengambilan contoh air dari 6 stasiun di
sepanjang sentral outlet, antara lain yaitu:
![Page 22: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/22.jpg)
a. Stasiun 1 (sebelum pompa pembuangan),
b. Stasiun 2 (setelah pompa pembuangan),
c. Stasiun 3 (daerah sebelum pembelokan kanal),
d. Stasiun 4 (daerah setelah pembelokan kanal),
e. Stasiun 5 (daerah outlet Way Seputih), dan
f. Stasiun 6 (daerah outlet Sungai Burung).
Untuk lebih jelasnya, lokasi penelitian dan posisi stasiun pengambilan contoh
dapat dilihat melalui Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi PT. Centalpertiwi Bahari serta titik sampling penelitian (http://www.googleearth.com)
![Page 23: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/23.jpg)
Pelaksanaan pengambilan contoh air dilakukan dalam waktu kurang lebih
4 jam, yaitu dimulai dari pukul 13.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB. Air contoh
yang akan digunakan untuk menganalisis parameter kualitas air diambil pada
bagian tengah kolom perairan pada setiap ulangan. Pengambilan air contoh
menggunakan Van Dorn water sampler yang memiliki kapasitas 3 liter.
Kemudian contoh air yang akan dipergunakan untuk analisis parameter kualitas
air di laboratorium dimasukkan ke dalam wadah botol air mineral bekas 600 ml,
kemudian ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam ice box. Dari masing-masing
stasiun, contoh air diambil sebanyak 3 kali sebagai ulangan.
Pelaksanaan pengambilan contoh air diwakili hanya dengan satu hari yang
dipilih secara acak dalam satu bulan. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli
sampai September 2008, sehingga dapat dipastikan akan ada tiga kali
pengambilan contoh air. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengambilan
contoh air berjalan berdasarkan sistem penarikan contoh acak sederhana.
3.3.2. Analisa parameter kualitas air
Pada penelitian ini parameter kualitas air yang diteliti adalah suhu air,
salinitas, padatan tersuspensi total (TSS), pH air, oksigen terlarut, kebutuhan
oksigen biokimiawi (BOD5), total amonia nitrogen (TAN), nitrat nitrogen, dan
ortofosfat. Cara analisa dari seluruh parameter kualitas air di atas akan dijelaskan
melalui uraian berikut ini:
a. Suhu
Pengukuran nilai suhu air dari setiap stasiun dilakukan secara in situ
dengan menggunakan termometer batang gelas dengan satuan derajat celcius.
Termometer tersebut ditenggelamkan ke dalam air selama kurang lebih 3
menit. Hal ini dilakukan agar pengukuran suhu memiliki tingkat akurasi yang
baik.
b. Salinitas
Dalam penelitian ini, kondisi salinitas air di setiap stasiun diukur dengan
menggunakan refraktometer. Pengukuran salinitas dilaksanakan secara in situ
![Page 24: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/24.jpg)
dengan menggambil air secukupnya dari air contoh yang telah diambil dengan
menggunakan van dorn water sampler. Kemudian air tersebut diteteskan pada
bagian prisma dari refraktometer. Nilai salinitas akan terbaca dari air yang
memiliki kandungan garam melalui prinsip pembiasan cahaya. Tingginya
nilai salinitas bergantung kepada banyaknya kandungan garam dalam air
contoh.
c. Padatan tersuspensi total (TSS)
Penentuan konsentrasi TSS pada penelitian ini dilakukan di
laboratorium. Air contoh yang diambil dari masing-masing stasiun disaring
(filtrisasi) dengan menggunakan kertas saring khusus yang sebelumnya telah
ditimbang bobot bersihnya. Kemudian kertas saring yang telah digunakan
untuk proses filtrisasi tersebut dikeringkan dengan bantuan oven. Kertas
saring yang telah melalui proses filterisasi dan pengeringan ditimbang kembali
bobotnya. Maka selisih nilai antara bobot kertas saring setelah proses
pengeringan dengan bobot bersih kertas saring adalah bobot padatan
tersuspensi sebenarnya dalam air contoh. Kemudian agar diketahui
konsentrasi padatan tersuspensi total, bobot padatan tersuspensi sebenarnya
dari air contoh dikonversikan ke dalam satuan miligram per liter (APHA,
1989).
d. pH
Nilai pH air dari setiap stasiun diukur secara in situ dimana air contoh
yang diperoleh dengan bantuan van dorn water sampler diambil secukupnya
untuk kemudian diukur derajat keasamannya dengan menggunakan pH meter.
Perangkat pH meter adalah perangkat digital yang dapat mengukur derajat
keasaman dari suatu perairan secara otomatis melalui sensor (probe).
e. Oksigen terlarut (DO)
Pada penelitian ini, konsentrasi oksigen terlarut dari setiap stasiun diukur
secara in situ dengan menggunakan alat DO-meter. Untuk mendapatkan hasil
yang dikehendaki, maka sensor atau probe dari DO-meter tersebut diikatkan
![Page 25: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/25.jpg)
ujung batang kayu, kemudian sensor tersebut ditenggelamkan sampai di
tengah-tengah kolom perairan. Lalu secara otomatis pada DO-meter dapat
terbaca konsentrasi oksigen terlarut pada kolom air tersebut.
f. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)
Penentuan konsentrasi BOD5 dalam penelitian ini dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan metode inkubasi lima hari. Langkah
pertama air contoh yang telah diperoleh diambil secukupnya untuk kemudian
diencerkan dengan akuades sesuai kebutuhan. Lalu air contoh yang telah
diencerkan tersebut dipindahkan ke dalam bejana dan diaerasi selama
beberapa menit agar jumlah kandungan oksigen di dalam air tersebut
meningkat. Setelah itu air tersebut dimasukkan ke dalam dua jenis botol, yaitu
botol untuk pengukuran DO saat hari ke-0 (DO-0) dan botol untuk inkubasi 5
hari (DO-5). Air dalam Botol untuk DO-0 langsung diukur konsentrasi
oksigen terlarutnya saat itu juga dengan menggunakan metode titrasi Winkler.
Sedangkan konsentrasi oksigen terlarut pada air dalam botol DO-5 diukur
setelah diinkubasi selama 5 hari. Selisih nilai antara konsentrasi oksigen
terlarut pada waktu DO-0 dan DO-5 merupakan jumlah kandungan oksigen
yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik secara biokimiawi atau
disebut konsentrasi BOD. Nilai tersebut harus disesuaikan dengan faktor
pengenceran yang digunakan (Stirling et al., 1985).
g. Total amonia nitrogen (TAN)
Untuk menentukan banyaknya konsentrasi total ammonia nitrogen dalam
air contoh digunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium.
Agar dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer, amonia dalam 10 ml air
contoh yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan 0.5 ml
senyawa fenol dan 0.5 ml sodium nitroprusid kemudian dihomogenkan, lalu di
reaksikan kembali dengan oxidizing reagent sebanyak 1 ml dan di
homogenkan kembali. Setelah itu, tabung reaksi yang digunakan untuk
melakukan reaksi tersebut ditutup rapat dan didiamkan selama satu jam. Lalu
absorbansi warna air contoh (biru) diukur dengan spektrofotometer pada
![Page 26: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/26.jpg)
panjang gelombang 640 nm. Warna biru yang ditimbulkan merupakan akibat
terbentuknya senyawa indofenol. Kemudian absorbansi air contoh
disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan konstanta perhitungan
(Stirling et al., 1985).
h. Nitrat nitrogen (NO3-N)
Dalam penelitian ini, banyaknya kandungan nitrat nitrogen juga
ditentukan berdasarkan prinsip spektrofotometrik. Nitrat nitrogen dalam air
contoh yang sudah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan senyawa
lain agar dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer. Sebanyak 50 ml air
sample yang telah disaring direaksikan dengan 1 ml buffer
(cyclohexylaminopropane sulfonic acid dan NaOH) lalu diaduk, kemudian
direaksikan dengan 0.5 ml larutan pereduksi (hidrazin sulfat dan kupper
sulfat), lalu didiamkan selama semalam. Setelah itu kembali direaksikan
dengan 1 ml aseton, 1 ml sulfanilamide, dan 1 ml n-(1-naphtyl)-
ethylendiamindihydrochloride. Kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama
1 jam 45 menit. Lalu absorbansi warna air contoh (ungu) diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 543 nm. Warna ungu yang
ditimbulkan merupakan akibat terbentuknya senyawa n-naphthylamine-p-
azobenzen-p-sulfonilat. Kemudian Absorbansi air contoh disesuaikan dengan
absorbansi akuades (blanko) dan konstanta perhitungan (APHA, 1989).
i. Ortofosfat (PO4-P)
Banyaknya konsentrasi ortofosfat dalam air contoh dapat terukur dengan
menggunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium. Agar
dapat terbaca oleh mesin spektrofotometer, ortofosfat dalam 10 ml air contoh
yang telah disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan beberapa
senyawa kimia. Akan tetapi reaksi ini harus berjalan dibawah pH 8.3. Oleh
karena itu, air contoh diberikan 1 atau 2 tetes indikator phenolphthalein
sebagai penunjuk pH. Bila muncul warna merah muda setelah diberi indikator
(artinya pH>8.5), maka pH air contoh diturunkan dengan cara menambahkan
H2SO4 encer sampai warnanya berubah menjadi bening (pH<8.3). Setelah itu
![Page 27: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/27.jpg)
air contoh tersebut direaksikan dengan 1.6 ml combine reagent yang terdiri
atas H2SO4 5 N, potasium antimonil tartat, amonium molibdat, dan asam
askorbat. Kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama 10 menit. Lalu
absorbansi warna air contoh (biru) diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 880 nm. Warna biru yang ditimbulkan merupakan akibat
terbentuknya senyawa amonium fosfomolibdat tereduksi. Kemudian
Absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi akuades (blanko) dan
konstanta perhitungan (APHA, 1989) .
Secara ringkas alat dan metode yang digunakan untuk menganalisis parameter
kualitas air yang terkait dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Alat dan metode pengukuran parameter kualitas air
Parameter Satuan Alat/Metode Lokasi
Fisika
Suhu oC Thermometer/pemuaian In situ
Salinitas 0/00 Refraktometer In situ
TSS mg/l Timbangan/gravimetrik Ex situ
Kimia
pH unit SI pH meter In situ
DO mg/l DO-meter In situ
BOD5 mg/l Winkler inkubasi 5 hari Ex situ
TAN mg/l Spektrofotometer/phenate Ex situ
NO3-N mg/l Spektrofotometer/hydrazine reduction Ex situ
PO4-P mg/l Spektrofotometer/ascorbic acid Ex situ
Keterangan : TSS = total suspended solid; DO = dissolved oxygen; BOD5 = 5 - day biochemical oxygen demand; TAN = total ammonia nit rogen; NO3-N = n itrate nitrogen; dan PO4-P = o rthophosphate.
3.4. Analisis data
Analisis data mengenai kualitas air di sentral outlet dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif dan analisis berdasarkan metode Indeks
STORET yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan
![Page 28: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/28.jpg)
Hidup nomor 115 tahun 2003. Analisis secara deskriptif dilakukan untuk
menjabarkan nilai atau konsentrasi rata-rata, kisaran dan kondisi-kondisi lain yang
mempengaruhi parameter kualitas air dari masing-masing pengamatan selama
periode Juli-September 2008. Sedangkan analisis berdasarkan indeks STORET
dilakukan untuk menentukan status mutu air seperti yang dijelaskan melalui sub
bab berikutnya. Baku mutu yang diacu dalam penelitian ini adalah baku mutu
limbah budidaya yang telah ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council
tahun 2005.
3.4.1. Metode indeks STORET
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 115
tahun 2003, indeks STORET merupakan salah satu metode yang umum digunakan
untuk menentukan status mutu air. Dengan metoda tersebut dapat diketahui
parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air.
Prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan
baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status
mutu air. Cara menentukan status mutu air yaitu dengan menggunakan sistem
nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan
mutu air dalam empat kelas, yaitu:
1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 � memenuhi baku mutu,
2. Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 � cemar ringan,
3. Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 � cemar sedang, dan
4. Kelas D : buruk, skor ≥ -31 � cemar berat
3.4.1.1. Prosedur Penggunaan
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode STORET
dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1. Data kualitas air dikumpulkan secara periodik sehingga terbentuk data dari
waktu ke waktu (time series data).
2. Data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dibandingkan
dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. Nilai hasil
![Page 29: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/29.jpg)
pengukuran dibagi ke dalam nilai nilai maksimum, minimum, dan rata-
rata.
3. Jika hasil pengukuran (nilai maksimum, minimum, dan rata-rata)
memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran (nilai maksimum, minimum, dan rata-rata) tidak
memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor seperti Tabel 3 di bawah
ini.
Tabel 3. Penentuan skor dalam indeks STORET
Jumlah contoh
Nilai
Parameter
Fisika Kimia Biologi
<10
Maksimum -1 -2 -3
Minium -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9
>10
Maksimum -2 -4 -6
Minium -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status
mutunya dari jumlah skor yang terdapat pada sistem nilai.
![Page 30: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/30.jpg)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi umum sentral outlet
Selama masa operasionalnya, sentral outlet telah mengalami perubahan
bentuk saluran untuk membuang air sisa tambak. Konstruksi sentral outlet pada
awalnya hanya memiliki satu pintu pembuangan yang mengarah ke Way Seputih.
Kemudian pada perkembangan selanjutnya, masyarakat setempat menjebol sentral
outlet yang bersebelahan dengan Sungai Burung agar dapat digunakan sebagai
prasarana transportasi air. Dengan demikian, sentral outlet saat ini memiliki dua
pintu pembuangan, yaitu outlet yang mengarah ke Way Seputih dan outlet yang
mengarah ke Sungai Burung, sehingga seolah-olah sentral outlet telah menjadi
lingkungan luar PT. CPB.
4.2. Kondisi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September 2008
4.2.1. Parameter fisika
4.2.1.1. Suhu
Suhu yang terukur di perairan sentral outlet merupakan energi yang
tersimpan dalam badan air berupa panas. Panas tersebut bergantung pada
banyaknya intesitas matahari sinar matahari yang jatuh pada permukaan air
selama siang hari. Namun sebagian intensitas cahaya tersebut juga dipantulkan
kembali ke atmosfer dan yang tersisa akan tersimpan pada badan air dalam bentuk
energi (Welch, 1952 in Feriningtyas, 2005). Kondisi suhu dan perubahannya di
sentral outlet yang terukur pada periode bulan Juli hingga September 2008
dijelaskan melalui Tabel 4 dan Gambar 2 seperti di bawah ini.
Tabel 4. Kondisi suhu (0C) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli 31.0 31.0 31.0 30.5 31.0 28.5
Agustus 30.0 30.0 30.0 31.3 30.0 29.8
September 31.5 31.0 31.0 31.5 30.0 30.5
![Page 31: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/31.jpg)
Gambar 2. Kondisi suhu di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008
(b), dan September 2008 (c)
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa suhu air di sentral outlet pada
bulan Juli 2008 berkisar antara 28.5–310C. Nilai suhu tertinggi pada bulan Juli
2008 berada pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3, dan stasiun 5. Sedangkan nilai
suhu terendah berada pada stasiun 6. Kemudian suhu air di sentral outlet pada
bulan Agustus 2008 berkisar antara 29.8–31.30C. Nilai suhu tertinggi pada bulan
Agustus 2008 berada pada stasiun 4. Sedangkan nilai suhu terendah berada pada
(a)
st. 3st. 4
st. 5
st. 6
st. 1 st. 2
27
28
29
30
31
32
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Suhu (oC)
(b)
st. 5
st. 4
st. 3st. 2st. 1
st. 6
27
28
29
30
31
32
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Suhu (oC)
(c)
st. 6
st. 1st. 2 st. 3
st. 4
st. 5
27
28
29
30
31
32
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
Suhu (oC)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 32: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/32.jpg)
stasiun 6. Kisaran suhu air di sentral outlet pada bulan September 2008 berkisar
antara 30–31.50C. Nilai suhu tertinggi pada bulan September 2008 berada pada
stasiun 1 dan stasiun 4. Sedangkan nilai suhu terendah berada pada stasiun 5.
Bila dibedakan berdasarkan arah aliran, kisaran suhu pada kanal yang
mengarah ke Way Seputih (stasiun 2, stasiun 3, stasiun 4, dan stasiun 5) memiliki
kisaran yang lebih tinggi yaitu 30-31.50C. Sedangkan kisaran suhu pada kanal
yang mengarah ke Sungai Burung memiliki kisaran yang lebih rendah yaitu 28.5-
310C. Menurut Nontji (1987) in Siregar (2006), kondisi suhu di suatu perairan
dapat dipengaruhi oleh kedalaman air dari perairan itu sendiri. Pendapat tersebut
sesuai dengan kondisi perairan di sepanjang sentral outlet dimana rata-rata
kedalaman air pada kanal yang mengarah ke Way Seputih (stasiun 2, stasiun 3,
stasiun 4, dan stasiun 5) adalah 120 cm (dangkal), sedangkan kedalaman air pada
kanal yang mengarah ke sungai Burung (diwakili oleh stasiun 6) dapat mencapai
200 cm. Kemudian hal yang sama juga diperoleh Efriyeldi (1999), dimana
tingginya nilai suhu di suatu perairan disebabkan kedalamannya yang relatif
dangkal.
Kemudian bila diperhatikan dengan seksama, kisaran suhu yang diperoleh
dari seluruh stasiun menunjukkan peningkatan dari bulan Juli hingga bulan
September 2008. Kisaran suhu air di sentral outlet tersebut berkisar antara 28.5–
310C untuk bulan Juli 2008, 29.8–31.30C untuk bulan Agustus 2008, dan 30–
31.50C untuk bulan September 2008. Keadaan suhu air di sentral outlet seperti di
atas ternyata memiliki kesesuaian dengan kondisi musim secara umum di wilayah
PT. Centralpertiwi Bahari, dimana bulan September merupakan puncak musim
kemarau. Secara logis dapat dikatakan bahwa suhu air di perairan sekitar PT.
Centralpertiwi Bahari (khususnya perairan di sentral outlet) akan mengalami
peningkatan dari bulan Juli sampai Bulan September. Untuk menjelaskan kondisi
musim di wilayah PT. Centralpertiwi Bahari, dapat di bantu dengan gambaran
kondisi curah hujan rata-rata yang diterangkan melalui Gambar 3 berikut ini.
![Page 33: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/33.jpg)
0
75
150
225
300
375
J F M A M J J A S O N D
Bulan
Curah hujan (mm/bulan)
2005 2006 2007
Gambar 3. Kondisi curah hujan rata-rata di wilayah PT. Centralpertiwi Bahari
selama kurun tahun 2005-2007 (Divisi Intergrated Quality Assurance, Departemen Water Quality Assurance)
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa kisaran suhu di perairan
sentral outlet masih berada dalam batas normal, dimana menurut Perkins (1974) in
Efriyeldi (1999) kisaran suhu yang dianggap layak bagi kehidupan organisme
akuatik bahari adalah 25-320C. Namun bila suhu di dalam sentral outlet mencapai
nilai yang lebih tinggi lagi, maka yang tejadi adalah berkurangnya jumlah
kelarutan oksigen dalam air serta akan timbul suasana anoksik di perairan sentral
outlet (Fardiaz, 1992).
4.2.1.2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas selama periode Juli-September 2008
menunjukkan bahwa perairan sentral outlet memiliki kisaran salinitas antara 15 0/00–35 0/00. Pada stasiun 1, air buangan tambak yang berada di sebelum pompa
pembuangan memiliki nilai salinitas antara 310/00 sampai 32 0/00. Selanjutnya
nilai salinitas pada stasiun 2, stasiun 3, dan stasiun 4 untuk periode Juli-September
2008 masing-masing berkisar antara 30-32 0/00, 28-32 0/00, dan 28-30 0/00. Kondisi
dan perubahan salinitas di perairan sentral outlet PT. Centralpertiwi Bahari
periode Juli-September 2008 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 4.
![Page 34: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/34.jpg)
Tabel 5. Kondisi salinitas (0/00) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli 31 31 28 28 15 32
Agustus 32 32 32 26 20 35
September 32 30 30 30 22 30
Gambar 4. Kondisi salinitas di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
(a)
st. 1st. 6
st. 2st. 3 st. 4
st. 5
0
10
20
30
40
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Salinitas (0/ 00)
(b)
st. 6st. 1 st. 2 st. 3
st. 4
st. 5
0
10
20
30
40
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Salinitas (0/ 00)
(c)
st. 5
st. 4st. 3st. 6st. 2st. 1
0
10
20
30
40
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
Salinitas (0/ 00)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 35: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/35.jpg)
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai salinitas paling rendah berada di
stasiun 5 yaitu sebesar 150/00 pada bulan Juli 2008. Lebih rendahnya konsentrasi
salinitas pada stasiun 5 terjadi karena masuknya air yang lebih tawar dari Way
Seputih ke dalam sentral outlet. Bila dilihat dengan lebih seksama, proses
pengenceran oleh air tawar juga terjadi sampai di stasiun 4, namun pengaruhnya
sangat kecil karena massa air yang lebih tawar dari Way Seputih tertahan oleh
massa air dari dalam sentral outlet. Pada stasiun 6 terukur nilai salinitas yang
paling tinggi pada bulan Agustus, yaitu 35 0/00. Hal ini menunjukkan bahwa
stasiun 6 memiliki kondisi salinitas perairan yang sama dengan air laut, hal ini
dikarenakan letak stasiun tersebut dekat dengan laut.
4.2.1.3. Padatan tersuspensi total
Dari hasil analisa padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid
(TSS) dapat dilihat kondisi dan perubahan konsentrasi TSS pada Tabel 6 seperti di
bawah ini.
Tabel 6. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TSS (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
146 216 220 175 73 132
(141-148) (210-225) (212-224) (172-178) (72-75) (129-134)
Agustus
170 192 191 149 83 107
(167-174) (189-195) (188-196) (145-151) (80-86) (100-111)
September
177 185 169 156 70 112
(174-180) (181-188) (164-175) (151-160) (60-80) (107-118)
Pada stasiun 1, konsentrasi TSS cukup tinggi dengan kisaran 141-148 mg/l
pada bulan Juli, 167-174 mg/l pada bulan Agustus, dan 174-180 mg/l pada bulan
September. Air buangan tambak yang mengandung TSS pada stasiun 1 dibuang
ke badan air sentral outlet dengan menggunakan pompa dan disalurkan ke pipa-
pipa pembuangan. Berikut ini gambar kondisi TSS di sentral outlet periode Juli-
September 2008.
![Page 36: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/36.jpg)
Gambar 5. Kondisi TSS di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
Stasiun 2 berada tepat di depan pipa-pipa pengeluaran air limbah tambak,
sehingga turbulensi yang terjadi akibat proses pembuangan air sisa tambak
menyebabkan konsentrasi rata-rata TSS yang terukur di stasiun 2 menjadi lebih
tinggi dari stasiun 1, yaitu berkisar antara 185-216 mg/l selama periode Juli-
September 2008. Selain itu, partikel-partikel tersuspensi seperti lumpur, pasir,
tanah dan serasah yang tersedimentasi di dasar perairan sekitar stasiun 2 dapat
kembali terangkat akibat turbulensi tersebut dan terbawa oleh aliran kanal sampai
(a)
st. 6
st. 1
st. 2 st. 3
st. 4
st. 5
0
50
100
150
200
250
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
TSS (mg/l)
(b)
st. 6
st. 1st. 2 st. 3
st. 4
st. 5
0
50
100
150
200
250
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
TSS (mg/l)
(c)
st. 5
st. 4st. 3
st. 2st. 1
st. 6
0
50
100
150
200
250
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
TSS (mg/l)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3)
![Page 37: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/37.jpg)
ke stasiun 3 dan stasiun 6. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Sastrawijaya
(2000) in Herman (2007), dimana proses pengadukan di suatu perairan dapat
meningkatkan konsentrasi TSS di perairan tersebut.
Pada stasiun 3 partikel-partikel tersuspensi yang ada terakumulasi karena
terjadi perubahan kecepatan aliran menjadi lebih lambat. Hal ini akibat adanya
pembelokan kanal di antara stasiun 3 dan stasiun 4, sehingga konsentrasi rata-rata
TSS yang terukur pada stasiun 3 masih tetap tinggi, yaitu sekitar 169-220 mg/l.
Namun pada stasiun 4 konsentrasi rata-rata TSS menjadi lebih rendah, hal ini
disebabkan oleh terjadinya proses akumulasi dan sedimentasi partikel-pertikel
tersuspensi pada belokan kanal tersebut. Selain itu juga proses pengenceran yang
mengurangi kandungan TSS pada stasiun 4.
Pada stasiun 5 dan stasiun 6 kandungan TSS berkurang akibat proses
pengenceran oleh massa air dari badan air Way Seputih, Sungai Burung, dan laut.
Namun kandungan TSS pada stasiun 6 lebih tinggi dari stasiun 5. Berdasarkan uji
statistik (uji-t) diketahui kandungan TSS pada stasiun 6 berbeda nyata dari stasiun
5 pada setiap pengamatan dengan taraf kepercayaan 95% (lihat Lampiran 3). Hal
ini menunjukkan bahwa kanal yang menuju Way Seputih lebih efektif mengurangi
kandungan TSS daripada kanal yang menuju Sungai Burung.
4.2.2. Parameter kimia
4.2.2.1. pH
Secara umum pH air sisa tambak yang dibuang ke sentral outlet
mengalami perbaikan selama berada di sentral outlet. Pada stasiun 1 kondisi pH
air buangan tambak berada pada tingkat yang cukup rendah, terutama di bulan Juli
sebesar 6.90 dan bulan Agustus sebesar 6.84. Rendahnya nilai pH di suatu
perairan dapat disebabkan oleh tingginya jumlah bahan organik, dimana turunnya
nilai pH disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi CO2 karena aktivitas mikroba
dalam menguraikan bahan organik (Alabaster dan Lloyd, 1982 in Sari, 2007 dan
Allan, 1995 in Sari, 2007). Pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan
bahwa kandungan bahan organik di stasiun 1 cukup tinggi. Perubahan dan
kondisi pH di perairan sentral outlet selama periode Juli hingga agustus 2008
dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 6 seperti di bawah ini.
![Page 38: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/38.jpg)
Tabel 7. Nilai rata-rata dan kisaran pH di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
6.90 7.04 7.00 7.28 7.16 7.01
(6.88-6.92) (7.04-7.05) (6.97-7.02) (7.24-7.34) (7.11-7.21) (6.99-7.02)
Agustus
6.84 7.17 7.09 7.85 7.55 7.8
(6.81-6.88) (7.17-7.18) ( - ) (7.82-7.87) (7.54-7.56) (7.79-7.81)
September
7.04 7.00 7.15 7.85 7.84 8.06
(6.99-7.08) (6.99-7.01) (7.14-7.16) (7.83-7.88) ( - ) (8.05-8.07)
Gambar 6. Kondisi pH di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
(a)
st. 1st. 2 st. 6 st. 3
st. 4st. 5
6.66.87.07.27.47.67.88.08.2
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
pH
(b)
st. 5
st. 4
st. 3
st. 1
st. 6
st. 2
6.66.87.07.27.47.67.88.08.2
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
pH
(c)
st. 2
st. 6
st. 1st. 3
st. 4 st. 5
6.66.87.07.27.47.6
7.88.08.2
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
pH
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 39: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/39.jpg)
Sebagai informasi tambahan, gas CO2 di perairan dapat membentuk asam
karbonat (H2CO3) yang dapat merubah kondisi perairan menjadi lebih asam atau
semakin rendahnya nilai pH (Effendi, 2003).
Dari stasiun 2 hingga stasiun 6, kisaran rata-rata nilai pH perairan sentral
outlet adalah 7.00-8.06. Hal ini berarti kondisi pH di sentral outlet masih sesuai
untuk biota akutik yang toleran terhadap kisaran pH antara 6.5-8.5 (Pescod, 1978
in Susana, 2005). Namun bila dilihat dengan lebih seksama, kondisi pH di sentral
outlet mengalami peningkatan dari bulan Juli sampai Agustus 2008 (terutama di
stasiun 4, stasiun 5, dan stasiun 6). Hal utama yang menyebabkan meningkatnya
nilai pH pada ketiga stasiun tersebut adalah semakin berkurangnya pasokan air
tawar yang masuk seiring dengan semakin berkurangnya tingkat curah hujan.
Menurut Susana (2005), berkurangnya pasokan air tawar yang berasal dari hujan
atau hulu sungai menyebabkan peningkatan nilai pH di suatu daerah estuari.
Selain itu, berkurangnya pasokan air tawar mengakibatkan kondisi salinitas air di
daerah estuari tersebut semakin tinggi. Berdasarkan diskusi pribadi dengan Boyd
(2009), diketahui adanya hubungan antara salinitas dan nilai pH di suatu perairan,
dimana air bersalinitas (saline water) akan memiliki alkanitas yang tinggi dan nilai
pH yang mendekati 7.5 bahkan lebih.
4.2.2.2. Oksigen terlarut
Kandungan oksigen terlarut di perairan sentral outlet secara umum
mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Mulai dari stasiun 1, dimana
kondisi oksigen terlarut rata-rata sangat rendah akibat banyaknya bahan organik
yang terakumulasi di perairan sebelum pompa pembuangan, yaitu sekitar 0.4
sampai 0.7 mg/l selama periode Juli-September 2008. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Zavala dan Espino (2000), dimana kandungan oksigen yang
rendah di perairan disebabkan oleh tingginya kandungan bahan organik dan laju
dekomposisi. Sehingga selama terkumpul di area tersebut, bahan organik
didekomposisi oleh mikroorganisme dan menyebabkan kandungan oksigen
terlarut berkurang.
Menurut Swingle (1968) in Salmin (2005), kandungan oksigen terlarut
minimum adalah 2 mg/l dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa
![Page 40: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/40.jpg)
beracun. Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung
kehidupan organisme. Huet (1970) in Salmin (2005) menambahkan bahwa
kandungan oksigen terlarut sebaiknya tidak boleh kurang dari 1,7 mg/l selama
waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 persen.
Dengan demikian, keberadaan sentral outlet sangat diperlukan agar air yang
sangat sedikit mengandung oksigen di stasiun 1 tidak langsung masuk ke perairan
umum akan tetapi diperbaiki terlebih dahulu kondisinya di dalam sentral outlet.
Stasiun pertama yang menerima limbah tambak dengan kandungan
oksigen yang rendah adalah stasiun 2. Pada stasiun tersebut konsentrasi oksigen
terlarut rata-rata meningkat menjadi 3.3 mg/l untuk bulan Juli 2008 dan 5.2 mg/l
serta 3.7 mg/l untuk bulan Agustus dan September 2008. Peningkatan oksigen
dari stasiun 1 ke stasiun 2 disebabkan oleh masuknya air buangan tambak ke
stasiun 2, dimana pipa-pipa untuk membuang air buangan tersebut berada 2 meter
di atas permukaan air stasiun 2, sehingga terjadi tubulensi yang dapat
meningkakan kandungan oksigen terlarut di stasiun 2.
Kemudian kandungan oksigen terlarut pada stasiun 3 tidak jauh berbeda
dengan stasiun 2. Kisaran konsentrasi oksigen terlarut rata-rata pada stasiun 3
adalah 3.6-5.0 mg/l. Hal ini dapat terjadi karena massa air yang terbawa sampai
stasiun 3 masih mengandung cukup banyak bahan organik yang harus
didekomposisi. Kondisi ini didukung oleh keadaan perairan di sekitar stasiun 3
dimana kecepatan alirannya cukup lambat akibat adanya pembelokan kanal.
Kecepatan aliran yang lambat memungkinkan terjadinya proses pengendapan
yang berlangsung bersamaan dengan proses dekomposisi bahan organik. Dengan
kondisi seperti itu, oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih banyak. Selanjutnya
kondisi oksigen pada stasiun 4 dan stasiun 5 masing-masing mengalami
peningkatan, dengan kisaran rata-rata oksigen terlarut masing-masing sebesar 4.9-
5.1 mg/l dan 6.0-7.2 mg/l. Peningkatan oksigen ini disebabkan kandungan bahan
organik yang ada di stasiun 4 dan stasiun 5 sudah berkurang, sehingga proses
dekomposisi yang membutuhkan oksigen juga berkurang. Sebaran oksigen
terlarut yang ada di sentral outlet dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 7 seperti
berikut ini.
![Page 41: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/41.jpg)
Tabel 8. Konsentrasi rata-rata dan kisaran oksigen terlarut (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
0.4 3.3 3.6 4.9 6.8 6.4
(0.3-0.5) (3.1-3.4) (3.4-3.7) (4.7-5.3) ( - ) (6.3-6.5)
Agustus
0.7 5.2 5.0 6.1 7.2 7.6
(0.6-0.9) (4.7-5.7) (4.8-5.4) (6.0-6.3) (6.6-7.9) (7.5-7.7)
September
0.6 4.0 3.7 5.1 6.0 7.3
( - ) (3.8-4.3) (3.6-3.8) (4.8-5.5) (5.8-6.2) (7.3-7.4)
Gambar 7. Kondisi oksigen terlarut di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
(a)
st. 2
st. 6
st. 1
st. 3
st. 4
st.5
012345678
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
DO (mg/l)
(b)
st. 6
st. 1
st. 2 st. 3
st. 4
st. 5
012345678
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
DO (mg/l)
(c)
st. 5st. 4
st. 3
st. 6
st. 2
st. 1012345678
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
DO (mg/l)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 42: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/42.jpg)
Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 7 diketahui bahwa kisaran konsentrasi
oksigen terlarut rata-rata pada stasiun 6 merupakan kisaran tertinggi di sepanjang
sentral outlet, yaitu sebesar 6.4-7.6 mg/l. Hal ini dapat disebabkan oleh masuknya
massa air yang memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi ke stasiun 6.
Massa air tersebut berasal dari laut dimana kondisi perairannya memiliki sifat
yang lebih dinamis. Menurut Zottoli (1972) in Susana (2005) konsentrasi oksigen
dalam air laut dapat mencapai 9,9 mg/l. Selain itu faktor rendahnya kisaran suhu
rata-rata di stasiun 6 yaitu sekitar 28.5-310C juga mempengaruhi tingginya kadar
oksigen di stasiun tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1971), dimana
kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu.
4.2.2.3. Kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD5)
Berdasarkan pengukuran selama periode Juli-September 2008, diketahui
bahwa banyaknya bahan organik dalam air buangan tambak yang digambarkan
sebagai kebutuhan oksigen untuk mendekomposisi (BOD5) semakin berkurang
dengan bertambahnya jarak tempuh atau panjang kanal. Hasil pengukuran
tersebut juga membuktikan bahwa proses dekomposisi bahan organik dari air
buangan tambak telah berlangsung selama berada di sentral outlet. Walaupun
proses dekomposisi berlangsung di sepanjang sentral outlet, konsentrasi BOD5
yang terukur pada stasiun yang paling dekat dengan badan air penerima (stasiun 5
dan stasiun 6) masih cukup besar bila dibandingkan dengan kriteria perairan alami
menurut Effendi (2003), yaitu sebesar 0.5-7.0 mg/l.
Konsentrsi BOD5 rata-rata pada stasiun 1 merupakan konsentrasi yang
paling tinggi dari stasiun yang lain, yaitu berkisar antara 53.2-56.8 mg/l.
Konsentrasi BOD5 yang tinggi pada stasiun 1 dapat disebabkan oleh kondisi
perairannya yang menjadi tempat berakumulasinya bahan organik dari air
buangan dari seluruh kawasan tambak. Setelah itu, air limbah yang ada di sekitar
stasiun 1 dipompakan keluar menuju stasiun 2. Untuk lebih jelasnya, kondisi dan
perubahan BOD5 yang terjadi di perairan sentral outlet selama periode Juli hingga
agustus 2008 dapat dilihat pada Tabel 9.
![Page 43: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/43.jpg)
Tabel 9. Konsentrasi rata-rata dan kisaran BOD (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
53.2 50.8 34.2 21.3 21.3 34.2
(49.7-56.8) (49.7-52.4) (30.2-38.0) (19.8-22.5) (16.7-26.0) (31.4-36.5)
Agustus
56.8 49.7 42.6 35.5 21.3 28.4
(53.3-60.2) (45.6-54.0) (41.3-43.5) (32.4-38.1) (20.1-22.5) (25.9-30.3)
September
56.3 48.0 36.9 29.3 27.7 33.8
(55.3-56.8) (46.6-50.7) (35.5-39.7) (28.0-31.2) (25.5-29.3) (31.3-36.0)
Secara perlahan- lahan konsentrasi BOD5 rata-rata berkurang dari stasiun 2 menuju
ke stasiun 5. Masing-masing kisarannya adalah 48.0-50.8 mg/l untuk stasiun 2,
28.4-34.2 mg/l untuk stasiun 3, pada stasiun 4 sebesar 21.3-35.5 mg/l, dan untuk
stasiun 5 sebesar 21.3-27.7 mg/l selama periode Juli-September 2008. Sedangkan
untuk aliran ke Sungai Burung juga terjadi penurunan kandungan BOD5 rata-rata,
dimana stasiun 6 nilainya menjadi 28.4-34.2 mg/l. Meskipun begitu, konsentrasi
BOD5 pada stasiun 6 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi BOD5 pada
stasiun 5. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan jarak, dimana jarak yang di
tempuh oleh air buangan tambak dari stasiun 1 sampai stasiun 5 lebih jauh
daripada jarak yang harus ditempuh oleh air buangan tambak untuk sampai di
stasiun 6.
Selain itu berdasarkan uji statistik (uji-t) diketahui bahwa kandungan
BOD5 pada stasiun 6 berbeda nyata dari stasiun 5 pada setiap pengamatan dengan
taraf kepercayaan 95% (lihat Lampiran 3). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
untuk periode Juli-September 2008 kanal dengan arah aliran ke Way Seputih lebih
efektif dalam mendegradasi bahan organik dibandingkan dengan kanal yang
mengalir ke Sungai Burung. Untuk lebih jelasnya konsentrasi dan kisaran BOD
dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.
![Page 44: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/44.jpg)
Gambar 8. Kondisi BOD di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
4.2.2.4. Total amonia nitrogen (TAN)
Amonia yang terukur di perairan sentral outlet merupakan amonia total
yang terdiri dari konsentrasi ion amonium (NH4+) dan amonia bebas berupa gas
amonia (NH3). Kondisi total amonia di perairan sentral outlet juga mengalami
penurunan konsentrasi mulai dari stasiun 1 hingga stasiun 6. Nilai amonia total
tertinggi terukur di stasiun 1 pada bulan Agustus dengan nilai 1.839 mg/l.
Sebaran konsentrasi TAN yang ada di sentral outlet dapat dilihat pada Tabel 10
dan Gambar 9 dibawah ini.
(a)
st. 6
st. 1 st. 2
st. 3
st. 4 st. 5
0
10
20
30
40
50
60
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
BOD (mg/l)
(b)
st. 6
st. 1
st. 2st. 3
st. 4
st. 5
0
10
20
30
40
50
60
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
BOD (mg/l)
(c)
st. 5st. 4st. 3
st. 2
st. 1
st. 6
0102030405060
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
BOD (mg/l)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 45: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/45.jpg)
Tabel 10. Konsentrasi rata-rata dan kisaran TAN (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
1.527 1.707 1.351 1.384 0.151 0.096
(1.473-1.581) (1.598-1.815) (1.118-1.583) (1.349-1.446) (0.150-0.152) (0.090-0.101)
Agustus
1.839 1.792 1.521 0.527 0.249 0.197
(1.756-1.923) (1.674-1.911) (1.508-1.534) (0.447-0.583) (0.242-0.262) (0.191-0.202)
September
1.035 1.171 0.911 0.771 0.111 0.114
(1.002-1.075) (1.066-1.259) (0.870-0.969) (0.730-0.795) (0.081-0.141) (0.103-0.132)
Gambar 9. Kondisi TAN di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus
2008 (b), dan September 2008 (c)
(a)
st. 6
st. 1st. 2
st. 3 st. 4
st . 5
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2.0
2.4
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
TAN (mg/l)
(b)
st. 5st. 4
st. 3st. 2st. 1
st. 6
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2.0
2.4
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
TAN (mg/l)
(c)
st. 6
st. 1st. 2
st. 3st. 4
st. 5
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2.0
2.4
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
TAN (mg/l)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 46: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/46.jpg)
Konsentrasi amonia total yang tinggi di stasiun 1 disebabkan oleh
penguraian bahan organik yang mengandung protein dan asam amino secara
anaerobik. Bahan organik tersebut berasal dari sisa pakan dan sisa eksresi hewan
budidaya yang ikut terbuang selama proses pembuangan lumpur tambak
(siphonisasi). Setelah air limbah dipompa keluar dari stasiun 1, kandungan total
amonia nitrogen (TAN) di stasiun yang lain secara perlahan- lahan berkurang.
Kisaran konsentrasi TAN rata-rata pada stasiun yang lainnya adalah 1.171-1.792
mg/l untuk stasiun 2, kemudian 0.911-1.521 mg/l untuk stasiun 3, pada stasiun 4
sebesar 0.527-1.384 mg/l, untuk stasiun 5 sebesar 0.111-0.249 mg/l, dan untuk
stasiun 6 sebesar 0.096-0.197 mg/l selama periode Juli-September 2008. Nilai
kisaran rata-rata TAN dari stasiun 2 hingga stasiun 6 menunjukkan terjadinya
penurunan konsentrasi TAN pada kedua aliran, baik pada aliran yang mengarah
ke Way Seputih maupun aliran yang mengarah ke Sungai Burung.
Berkurangnya konsentrasi TAN di perairan sepanjang sentral outlet dapat
disebabkan oleh terpakainya sejumlah ion amonium makrofita, fitoplankton dan
algal bentik yang ada di perairan tersebut. Selain itu ion amonium dapat
mengalami nitrifikasi menjadi nitrat apabila tersedia sejumlah oksigen yang
cukup. Hal ini sesuai dengan pendapat Dodds et al. (2002) in Kemp dan Dodds
(2002), dimana proses berkurangnya TAN di suatu perairan disebabkan oleh
terjadinya proses-proses lain seperti nitrifikasi ion amonium dan pemanfaatannya
langsung oleh biota, bahkan volatilisasi ammonia bebas sebagai salah satu
senyawa penyusun TAN.
4.2.2.5. Nitrat nitrogen
Pada umumnya perairan alami memiliki konsentrasi nitrat meskipun dalam
jumlah yang relatif sedikit. Namun yang terjadi pada perairan sentral outlet
adalah tidak ditemukannya konsentrasi nitrat pada stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3,
dan stasiun 4. Hal ini diduga terjadi akibat tidak berlangsungnya proses nitrifikasi
dan pemanfaatan kembali nitrat oleh bakteri sebagai sumber oksigen anoksik.
Menurut Jensen et al. (1994) in Risgaard-Petersen (2003) pemanfaatan kembali
nitrat yang dimaksud adalah proses denitrifikasi secara anoksik yang mereduksi
nitrat ke dalam bentuk lain seperti gas N2 dan N2O.
![Page 47: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/47.jpg)
Proses nitrifikasi berlangsung karena adanya bakteri kemoautotrofik
nitrifikasi yang membutuhkan kondisi aerob untuk mengoksidasi NH4+ dan NO2
-,
dimana bakteri tersebut hanya hidup pada lingkungan terbatas seperti lapisan
sedimen aerobik atau oxic layers sediment (Painter, 1970 in Rysgaard et al.,
1994). Kemudian yang menjadi faktor penentu bagi berlansungnya proses
nitrifikasi adalah keberadaan ion ammonium, ketersedian oksigen, dan jumlah dari
bakteri nitrifikasi itu sendiri (Jensen et al., 1994 in Rivera-Monroy dan Twilley,
1996; Henriksen et al., 1981 in Rysgaard et al., 1994).
Berdasarkan penelitian ini, kandungan oksigen terlarut pada sumber air
buangan tambak (stasiun 1) sangat rendah, sehingga sangat sulit bagi bakteri
nitrifikasi untuk menghasilkan nitrat. Maka dapat dipastikan bahwa sentral outlet
sebagai penerima buangan air tambak mendapat masukan air yang hampir tidak
mengandung nitrat. Meskipun demikian, proses nitrifikasi bisa saja terjadi di
sepanjang sentral outlet karena diketahui bahwa terdapat sejumlah ion amonium
yang terkandung di dalam sentral outlet tersebut. Namun, menurut hasil diskusi
dengan Boyd (2008), untuk menitrifikasi 1 mg/l ion amonium menjadi nitrat
diperlukan 4,5 mg/l oksigen terlarut, sehingga harus tersedia sejumlah oksigen
terlarut yang cukup banyak di sentral outlet untuk terbentuknya senyawa nitrat.
Selain itu, kecepatan laju nitrifikasi di perairan juga dipengaruhi oleh pH,
dimana kisaran pH optimum untuk berlansungnya proses nitrifikasi berkisar
antara 8 hingga 9 (Krenkel dan Novotny, 1980 in Novotny dan Olem, 1994).
Untuk lebih jelasnya, kondisi dan perubahan nitrat nitrogen di sentral outlet dapat
dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 10 di bawah ini.
Tabel 11. Konsentrasi rata-rata dan kisaran nitrat nitrogen (mg/l) di sentral outlet pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
0 0 0 0 0.010 0
( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (0.009-0.011) ( - )
Agustus
0 0 0 0 0.029 0.006
( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (0.026-0.031) (0.005-0.007)
September
0 0 0 0 0.003 0.006
( - ) ( - ) ( - ) ( - ) (0.002-0.004) (0.005-0.008)
![Page 48: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/48.jpg)
Gambar 10. Kondisi NO3-N di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian bahwa kandungan nitrat nitrogen
hanya ditemukan di stasiun 5 dan stasiun 6, dimana nilai pH pada kedua stasiun
tersebut mendekati kisaran 8 hingga 9, kecuali di stasiun 6 pada ulangan bulan
Juli 2008. Hal ini dikarenakan nilai rata-rata pH pada stasiun dan waktu tersebut
hanya sebesar 7.01. Hasil ini juga diperkuat oleh pendapat Dong et al. (2006),
dimana besarnya nitrate removal melalui proses denitrifikasi dapat berlangsung
sampai dengan 100 persen dari total total nitrat yang ada. Keeney (1973) in
(a)
st. 5
st. 4st. 3st. 2st. 1 st. 6
0.0000.0050.0100.0150.0200.0250.0300.035
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
NO3-N (mg/l)
(b)
st. 1 st. 2 st. 3 st. 4
st. 5
st. 6
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
0.035
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
NO3-N (mg/l)
(c)
st. 3 st. 4st. 5
st. 6
st. 1 st. 2
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.030
0.035
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
NO3-N (mg/l)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 49: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/49.jpg)
Novotny (1994) menambahkan bahwa bisa saja di suatu perairan tidak terdapat
kandungan nitrat dikarenakan senyawa tersebut terdifusi kembali ke dalam suatu
sedimen anerobik.
4.2.2.6. Ortofosfat
Kandungan fosfor pada air limbah tambak berasal dari penguraian bahan
organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan ikut terbuang
selama proses pembuangan lumpur dalam dari dalam tambak (siphonisasi)
maupun pergantian air. Ortofosfat di perairan sentral outlet terbentuk melalui
proses hirdolisis dari seluruh senyawaan fosfat yang terkandung di dalam air
buangan tambak, diantaranya pyrophosphate, polifosfat, organic phosphate esters,
fosfodiester, dan organic phosphonates (Correll, 1998). Berikut ini adalah
konsentrasi rata-rata ortofosfat beserta kisarannya di sentral outlet selama periode
bulan Juli sampai bulan September 2008 yang akan dijelaskan melalui Tabel 12.
Tabel 12. Konsentrasi rata-rata dan kisaran ortofosfat (mg/l) di sentral outlet
pada periode Juli-September 2008
Bulan
Stasiun
1 2 3 4 5 6
Juli
0.549 0.525 0.209 0.151 0.06 0.078
(0.544-0.559) (0.502-0.546) (0.189-0.228) (0.140-0.162) (0.056-0.065) (0.060-0.096)
Agustus
0.751 0.697 0.502 0.132 0.025 0.049
(0.653-0.849) (0.605-0.787) (0.486-0.529) (0.130-0.134) (0.023-0.027) (0.043-0.056)
September
0.338 0.303 0.281 0.224 0.021 0.098
(0.307-0.347) (0.211-0.406) (0.130-0.443) (0.187-0.279) (0.014-0.029) (0.093-0.103)
Kandungan ortofosfat di perairan sentral outlet cenderung mengalami
penurunan, baik aliran yang mengarah ke Way Seputih maupun yang mengarah ke
Sungai Burung. Menurut Correll (1998), berkurangnya kandungan ortofosfat di
suatu perairan disebabkan karena ortofosfat tersebut dimanfaatkan oleh alga,
fitoplankton, makrofita, dan bakteri. Selain itu ortofosfat dapat tersuspensi
bersama fosfor organik dan padatan lainnya untuk kemudian mengendap di dasar
![Page 50: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/50.jpg)
perairan. Kondisi dan perubahan ortofosfat di sentral outlet PT. Centralpertiwi
Bahari periode Juli-Agustus 2008 dapat dilihat Gambar 11 berikut ini.
Gambar 11. Kondisi PO4-P di sentral outlet pada bulan Juli 2008 (a), Agustus 2008 (b), dan September 2008 (c)
Sebagai sumber limbah tambak, stasiun 1 memiliki kandungan rata-rata
ortofosfat paling tinggi di setiap bulan selama periode Juli-September 2008, yaitu
(a)
st. 1 st. 2
st. 3st. 4
st. 5st. 6
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
PO4-P (mg/l)
(b)
st. 6
st. 1st. 2
st. 3
st. 4st. 5
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
PO4-P (mg/l)
(c)
st. 5
st. 4st. 3st. 2st. 1
st. 6
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0 0.03 0.9 1.8 5.7 8
Jarak tiap stasiun dari titik pembuangan (Km)
PO4-P (mg/l)
Aliran kanal ke Way Seputih (stasiun 1 sampai stasiun 5)
Aliran kanal ke sungai Burung (stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 6)
![Page 51: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/51.jpg)
antara 0.338-0.751 mg/l. Kemudian kandungan rata-rata ortofosfat secara
perlahan- lahan menurun sampai stasiun yang terdekat dengan badan air penerima,
dimana masing-masing kisarannya adalah 0.303-0.525 mg/l untuk stasiun 2,
0.209-0.502 mg/l untuk stasiun 3, untuk stasiun 4 sebesar 0.224-0.132 mg/l, untuk
stasiun 5 sebesar 0.021-0.060 mg/l, dan untuk stasiun 6 sebesar 0.049-0.078 mg/l.
Hasil di atas menunjukkan bahwa konsentrasi ortofosfat pada stasiun 6
masih lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 5. Berdasarkan uji statistik (uji-t)
diketahui bahwa kandungan ortofosfat pada stasiun 6 berbeda nyata dari stasiun 5
pada setiap pengamatan dengan taraf kepercayaan 95% (lihat Lampiran 3).
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa untuk periode Juli-September 2008 kanal
dengan arah aliran ke Way Seputih lebih efektif dalam mendegradasi ortofosfat
dibandingkan dengan kanal yang mengalir ke Sungai Burung.
4.3. Evaluasi kualitas air di sentral outlet periode Juli - September 2008
berdasarkan indeks STORET
Sub bab ini membahas tentang penentuan stastus mutu badan air penerima
buangan tambak berdasarkan metode indeks STORET. Perairan yang akan
ditentukan status mutunya adalah perairan di sekitar stasiun 5 dan stasiun 6.
Penentuan stastus mutu air didasarkan pada hasil pengamatan kondisi kualitas air
dari kedua stasiun tersebut selama penelitian ini berlansung, yaitu periode Juli-
September 2008. Baku mutu yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan
status mutu air dari sentral outlet adalah baku mutu limbah budidaya yang telah
ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council tahun 2005.
Dalam menentukan status mutu perairan sentral outlet, terdapat beberapa
parameter kualitas air yang dikutsertakan dalam perhitungan. Pada penentuan
status mutu perairan yang menggunakan baku mutu limbah budidaya dari
Aquaculture Certification Council tahun 2005, terdapat enam parameter kualitas
air yang dikutsertakan dalam perhitungan, antara lain: parameter TSS, pH,
oksigen terlarut, BOD5, TAN, dan ortofosfat. Berikut ini adalah nilai standar
baku mutu kualitas air berdasarkan Aquaculture Certification Council tahun 2005
yang dijelaskan melalui Tabel 13.
![Page 52: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/52.jpg)
Tabel 13. Standar baku mutu kualitas air berdasarkan Aquaculture Certification Council tahun 2005
No. Parameter Satuan Baku Mutu Standar ACC
Fisika
1. TSS mg/l 100
Kimia
2. pH - 6-9.5
3. DO mg/l 4
4. BOD5 mg/l 50
5. TAN mg/l 5
6. PO4-P mg/l 0.5
Berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Aquaculture Certification Council
pada tahun 2005, kondisi fisika-kimia perairan yang harus dibandingkan adalah
kondisi fisika-kimia perairan alami yang terdekat dengan ujung (outlet) dari
saluran pembuangan air sisa tambak. Dalam penelitian ini perairan alami yang
dimaksudkan diwakili oleh stasiun 5 dan stasiun 6.
Berikut ini adalah nilai skor STORET dan hasil klasifikasi perairan di
stasiun 5 dan stasiun 6 selama periode bulan Juli sampai September 2008 yang
dijelaskan melalui Tabel 14.
Tabel 14. Nilai skor STORET dan klasifikasi perairan di stasiun 5 dan stasiun 6
selama periode Juli hingga September 2008
Bulan
Stasiun
St. 5 St. 6
Parameter yang
tidak memenuhi Skor
Status
mutu
Parameter yang
tidak memenuhi Skor
Status
mutu
Juli - 0 Baik sekali TSS -5 Baik
Agustus - 0 Baik sekali TSS -5 Baik
September - 0 Baik sekali TSS -5 Baik
![Page 53: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/53.jpg)
Hasil analisis indeks STORET menunjukkan bahwa stasiun 5 tergolong ke dalam
perairan dengan status mutu baik sekali pada setiap pengamatan. Kemudian
stasiun 6 merupakan stasiun yang berpredikat baik pada setiap pengamatan.
Status mutu perairan yang selalu berkategori baik sekali pada stasiun 5
disebabkan oleh tidak ditemukannya parameter fisika-kimia perairan yang
melebihi baku mutu selama periode Juli-September 2008. Hal tersebut
menjelaskan bahwa sentral outlet yang mengarah ke stasiun 5 mampu
memperbaiki kualitas air buangan tambak berdasarkan baku mutu yang ditetapkan
oleh Aquaculture Certification Council tahun 2005. Pada stasiun 6 kondisi status
mutu perairan yang selalu berkategori baik disebabkan oleh adanya satu parameter
kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu di setiap pengamatan, yaitu
parameter total supended solid atau TSS. Hal ini menunjukkan bahwa sentral
outlet yang menuju ke stasiun 6 kurang efektif mengurangi kandungan TSS
daripada sentral outlet yang menuju ke stasiun 5, karena jarak yang ditempuh oleh
air buangan tambak untuk sampai ke stasiun 6 lebih pendek daripada ke stasiun 5.
![Page 54: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/54.jpg)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Secara spasial kondisi kualitas air di sentral outlet selama periode Juli
hingga September 2008 mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya penurunan konsentrasi dari parameter kualitas air yang diteliti seperti TSS,
BOD5, TAN, total fosfat, dan ortofosfat, baik pada aliran yang mengarah Way
Seputih maupun yang mengarah ke Sungai Burung. Hasil analisis indeks
STORET berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Aquaculture Certification
Council tahun 2005 menunjukkan bahwa kondisi badan perairan penerima Sungai
Burung dan Way Seputih masing-masing tergolong baik dan baik sekali.
5.2. Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji beban parameter-
parameter kualitas air dari air buangan tambak yang masuk ke perairan
Way Seputih dan Sungai Burung.
2. Perlu dilakukan koreksi terhadap metode pengukuran nitrat nitrogen guna
mendapatkan nilai yang lebih valid dan representatif.
![Page 55: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/55.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Abel, P. D. 1989. Water Pollution Biology. Ellis Horwood Limited. Chichester, England. 231 h.
Aquaculture Certification Council. 2005. Aquaculture Facility Certification:
Certifying Best Practices for Responsible Aquaculture. Aquaculture Certification Council, inc. United States. 26 h.
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Methods for The
Examination of Water and Wastewater. 17th ed. APHA, AWWA (American Water Work Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington D.C. 1527 h.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management For Fish Culture. Elsevier
Scientific Publishing Company. New York. 318 h. Boyd, C. E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Alabama Agricultural
Experiment Station. United States. 359 h. Boyd, C. E. 1989. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming.
Alabama Agricultural Experiment Station. United States. 83 h. Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station. United States. 482 h. Boyd, C. E., dan C. S. Tucker. 1992. Water Quality in Pond Soil Analyses for
Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. United States. 183 h
Boyd, C. E. dan B.W. Green. 2002. Coastal Water Quality Monitoring in Shrimp
Farming Areas, An Example from Honduras. World Bank, NACA, WWF and FAO Consortium Program on Shrimp Farming and the Environment. 29 h.
Canter, W. L. 1979. Handbook of Variables for Environmental Impact
Assessment. Ann Arbor Science. Michigan. 203 h. Correll, D. L. 1998. The Role of Phosphorus in the Eutrophication of Receiving
Waters: A Review. J. Environ. Qual., 27:261-266 Dong, L. F., D. B. Nedwell, dan A. Stott. 2006. Source of Nitrogen Used for
Denitification and Nitrous Oxide Formation in Sediments of Hypernutrified Colne, The Nutrified Humber, and The Oligotrophic Conwy Estuaries. United Kindom. Limnol. Oceanogr., 51(1), 2006, 545-557.
![Page 56: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/56.jpg)
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 h.
Efriyeldi. 1999. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara
Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya Dengan Budidaya KJA (Keramba Jaring Apung). Jurn. Nat. Indo., 11(1), 1999, 85 – 92.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi IPB. Bogor. 190 h. Feriningtyas, D. 2005. Perubahan Spasial dan Temporal Kualitas Air Waduk
Cirata, Jawa Barat Selama Periode 2000-2004. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 119 h.
Goldman, C. R., dan A.J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company.
United States. 464 h. Haslam, S. M. 1990. River Pollution: An Ecological Perspective. John Wiley and
Sons. Chichester. 253 h. Herman. 2007. Status Kualitas Air dan Nutrien Perairan Pulau Abang, Galang
Baru, Batam, Kepulauan Riau. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 69 h.
Kemp, M. J., dan W. K. Dodds. 2002. The Influence of Ammonium, Nitrate, and
Dissolved Oxygen Concentration on Uptake, Nitrification, and Denitrification Rates Associated with Prairie Stream Substrate. Limnol. Oceanogr., 47(5), 2002, 1380-1393.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.
www.menlh.go.id/i/art/pdf_1058569254.pdf. Midlen, A., dan T. Redding. 2000. Environmental Management For Aquaculture.
Kluwer Academic. Boston. 223 h. Novotny, V., dan H. Olem. 1994. Water Quality: Prevention, Identification, and
Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Reinhold. New York. 1054 h.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367 h. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan
oleh H. M. Eidman, D. G. Bengen, Koesbiono, Malikusworo, Sukristijono. PT Gramedia. Jakarta. 459 h.
![Page 57: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/57.jpg)
Pemda Propinsi Lampung. 2000. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung. Kerjasama Pemerintah Daerah Propinsi Lampung dengan Proyek Pesisir Lampung dan PKSPL - IPB. Bandar Lampung. Indonesia. 96 h.
Risgaard-Petersen, N. 2003. Coupled Nitrification-denitrification in Autotrophic
and Heterotrophic Estuarine Sediments: On The Infuence of Benthic Microalgae. Limnol. Oceanogr., 48(1), 2003, 93-105.
Rivera-Monroy, V. H., dan R. R. Twilley. 1996. The Relative Role of
Denitrification and Immobilization in The Fate of Inorganic Nitrogen in Mangrove Sediments. Limnol. Oceanogr., 41(2), 1996, 284-296.
Rysgaard, S., N. Risgaard-Petersen, N. P. Sloth, K. Jensen, dan L. P. Nielsen.
1994. Oxygen Regulation of Nitrification and Denitrification in Sediments. Limnol. Oceanogr., 39(7), 1994, 1643-1652.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana.,30(3), 2005, 21-26.
Sari, S. G. 2007. Kualitas Sungai Maron Dengan Perlakuan Keramba Ikan di
Kecamatan Trawas, Kabupaten MojoKerto, Jawa Timur. Bioceint., 4(1), 2007, 29-35.
Siregar, M. L.Y. 2006. Kondisi Kualitas Perairan di Pelabuhan Sunda Kelapa,
DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 83 h.
Stirling, H. P., M. C. M. Beveridge, L. G. Ross, dan M. J. Philips. 1985. Chemical
and Biological Methodes of Water Analysis for Aquaculture. Institute of Aquaculture. University of Stirling. Scotland. 119 h.
Susana, T. 2005. Kualitas Zat Hara Teluk Lada, Banten. Oseanogr. Limnol. Indo.
37: 59-67. Wetzel, R. G. 2001. Limnology. 3rd ed. Academic Press. London. 1006 h. Zavala, E. H., dan G. Espino. 2000. Limnology and Pollution of A Small, Shallow
Tropical Water-body (jagÜey) in North-East Mexico. Lakes and Reser., 5: 249-260.
![Page 58: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/58.jpg)
LAMPIRAN
![Page 59: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/59.jpg)
Lampiran 1. Nilai dan konsentrasi parameter kualitas air selama periode Juli-September 2008
Par. Ul.
Stasiun
St 1 St 2 St 3
Juli Agus Sept Juli Agus Sept Juli Agus Sept
1 31 30 31.5 31 30 31 31 30 31
Suhu 2 31 30 31.5 31 30 31 31 30 31
3 31 30 31.5 31 30 31 31 30 31
1 31 32 32 31 32 30 28 32 30
Salinitas 2 31 32 32 31 32 30 28 32 30
3 31 32 32 31 32 30 28 32 30
1 149 169 177 213 192 186 224 189 168
TSS 2 148 174 180 225 195 188 224 196 175
3 141 167 174 210 189 181 212 188 164
1 6.9 6.83 7.05 7.03 7.18 6.99 7.01 7.09 7.15
pH 2 6.92 6.88 7.08 7.05 7.18 7.01 7.02 7.09 7.16
3 6.88 6.81 6.99 7.04 7.15 7.0 6.97 7.09 7.14
1 0.4 0.6 0.6 3.4 5.2 3.9 3.7 4.8 3.7
DO 2 0.5 0.9 0.6 3.4 5.7 4.3 3.7 5.4 3.8
3 0.3 0.6 0.6 3.1 4.7 3.8 3.4 4.8 3.6
1 53.1 56.9 56.8 50.3 49.5 46.7 34.4 43.0 35.5
BOD 2 56.8 60.2 56.8 52.4 54.0 50.7 38.0 43.5 39.7
3 49.7 53.3 55.3 49.7 45.6 46.6 30.2 41.3 35.5
1 1.527 1.838 1.028 1.708 1.791 1.188 1.352 1.521 0.894
TAN 2 1.581 1.923 1.075 1.815 1.911 1.259 1.583 1.534 0.969
3 1.473 1.756 1.002 1.598 1.674 1.066 1.118 1.508 0.870
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
NO3-N 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0.544 0.751 0.360 0.527 0.699 0.292 0.21 0.491 0.270
PO4-P 2 0.559 0.849 0.347 0.546 0.787 0.406 0.228 0.529 0.443
3 0.544 0.653 0.307 0.502 0.605 0.211 0.189 0.486 0.130
![Page 60: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/60.jpg)
Lampiran 1. (lanjutan) Nilai dan konsentrasi parameter kualitas air selama periode Juli-September 2008
Par. Ul.
Stasiun
St 4 St 5 St 6
Juli Agus Sept Juli Agus Sept Juli Agus Sept
1 30.5 31.3 31.5 31 30 30 28.5 29.5 30.5
Suhu 2 30.5 31.3 31.5 31 30 30 28.5 29.5 30.5
3 30.5 31.3 31.5 31 30 30 28.5 29.5 30.5
1 28 28 28 15 20 22 32 35 30
Salinitas 2 26 26 26 15 20 22 32 35 30
3 30 30 30 15 20 22 32 35 30
1 175 151 157 75 86 80 134 111 118
TSS 2 178 151 160 72 80 60 129 100 107
3 172 145 151 72 83 70 133 110 111
1 7.26 7.86 7.84 7.21 7.56 7.84 7.02 7.81 8.07
pH 2 7.34 7.87 7.88 7.11 7.54 7.84 6.99 7.79 8.05
3 7.24 7.82 7.83 7.16 7.55 7.84 7.02 7.80 8.06
1 4.7 6.0 5.0 6.8 7.9 6.2 6.5 7.7 7.4
DO 2 5.3 6.3 5.5 6.8 6.6 5.8 6.3 7.5 7.3
3 4.7 6.0 4.8 6.8 7.1 6.0 6.4 7.6 7.2
1 21.6 36.0 28.7 26 22.5 29.3 36.5 30.3 36
BOD 2 22.5 38.1 31.2 16.7 20.1 25.5 31.4 25.9 31.3
3 19.8 32.4 28.0 21.2 21.3 28.3 34.7 29.0 34.1
1 1.357 0.551 0.788 0.152 0.262 0.141 0.101 0.202 0.132
TAN 2 1.446 0.583 0.795 0.150 0.242 0.081 0.090 0.191 0.103
3 1.349 0.447 0.73 0.151 0.243 0.111 0.097 0.198 0.107
1 0 0 0 0.01 0.03 0.003 0.000 0.006 0.005
NO3-N 2 0 0 0 0.011 0.031 0.004 0.000 0.007 0.008
3 0 0 0 0.009 0.026 0.002 0.000 0.005 0.005
1 0.151 0.132 0.206 0.065 0.027 0.029 0.096 0.056 0.103
PO4-P 2 0.162 0.134 0.279 0.056 0.023 0.014 0.060 0.043 0.093
3 0.140 0.13 0.187 0.059 0.025 0.020 0.078 0.048 0.098
![Page 61: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/61.jpg)
Lampiran 2. Skor indeks STORET dengan baku mutu limbah budidaya dari Aquaculture Certification Council tahun (2005)
Stasiun 5, Juli 2008
No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor
Fisika 1 TSS 100 75 72 73 0
Kimia
2 pH 6-9.5 7.21 7.11 7.16 0 3 DO 4 6.8 6.8 6.8 0 4 BOD5 50 26.0 16.7 21.3 0 5 TAN 5 0.152 0.150 0.151 0 6 PO4 0.5 0.065 0.056 0.060 0
Total
Skor 0 Stasiun 5, Agustus 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika
1 TSS 100 86 80 83 0 Kimia
2 pH 6-9.5 7.56 7.54 7.55 0 3 DO 4 7.9 6.6 7.2 0 4 BOD5 50 22.5 20.1 21.3 0 5 TAN 5 0.262 0.242 0.249 0 6 PO4 0.5 0.027 0.023 0.025 0
Total
Skor 0 Stasiun 5, September 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika
1 TSS 100 80 60 70 0
Kimia
2 pH 6-9.5 7.84 7.84 7.84 0 3 DO 4 6.2 5.8 6.0 0 4 BOD5 50 29.3 25.5 27.7 0 5 TAN 5 0.141 0.081 0.111 0 6 PO4 0.5 0.029 0.014 0.021 0
Total
Skor 0
![Page 62: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/62.jpg)
Lampiran 2. (lanjutan) Skor indeks STORET dengan baku mutulimbah budidaya dari Aquaculture Certification Council tahun (2005)
Stasiun 6 Juli 2008
No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor
Fisika 1 TSS 100 134 129 132 -5
Kimia
2 pH 6-9.5 7.02 6.99 7.01 0 3 DO 4 6.5 6.3 6.4 0 4 BOD5 50 36.5 31.4 33.8 0 5 TAN 5 0.101 0.090 0.096 0 6 PO4 0.5 0.096 0.060 0.078 0
Total
Skor -5 Stasiun 6 Agustus 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika
1 TSS 100 111 100 107 -5 Kimia
2 pH 6-9.5 7.81 7.79 7.80 0 3 DO 4 7.7 7.5 7.6 0 4 BOD5 50 30.3 25.9 28.4 0 5 TAN 5 0.202 0.191 0.197 0 6 PO4 0.5 0.056 0.043 0.049 0
Total
Skor -5 Stasiun 6 September 2008 No Parameter Baku Mutu Max Min Rata Skor Fisika
1 TSS 100 118 107 112 -5
Kimia
2 pH 6-9.5 8.07 8.05 8.06 0 3 DO 4 7.4 7.3 7.3 0 4 BOD5 50 36.0 31.3 33.8 0 5 TAN 5 0.132 0.103 0.114 0 6 PO4 0.5 0.103 0.093 0.098 0
Total
Skor -5
![Page 63: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/63.jpg)
Lampiran 3. Hasil uji nilai tengah (uji-t) antara stasiun 5 dan stasiun 6 terhadap parameter TSS, BOD5, dan PO4-P
a. Total supended solid
Stasiun x x² 5 6
75 134 59 3481 72 129 57 3249 72 133 61 3721 86 111 25 625 80 100 20 400 83 110 27 729 80 118 38 1444 60 107 47 2209 70 111 41 1681
Σ 375 17539
s2d sd
Stdev 239.2500 15.4677 −
x 41.6667 Thit 8.0813 Ttab 1.86 α = 0.05
Kesimpulan: Tolak H0 dan diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata
konsentrasi TSS antara stasiun 5 dan stasiun 6.
b. Biochemical oxygen demand 5-days Stasiun
x x² 5 6 26 36.5 10.5 110.25
16.7 31.4 14.7 216.09 21.2 34.7 13.5 182.25 22.5 30.3 7.8 60.84 20.1 25.9 5.8 33.64 21.3 29 7.7 59.29 29.3 36 6.7 44.89 25.5 31.3 5.8 33.64 28.3 34.1 5.8 33.64
210.9 289.2 78.3 774.53
s2d sd
stdev 11.6650 3.4154 −
x 8.7000 Thit 7.6418 Ttab 1.86 α = 0.05
Kesimpulan: Tolak H0 dan diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata
konsentrasi BOD5 antara stasiun 5 dan stasiun 6.
![Page 64: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/64.jpg)
Lampiran 3. (lanjutan) Hasil uji nilai tengah (uji-t) antara stasiun 5 dan stasiun 6 terhadap parameter TSS, BOD5, dan PO4-P
c. Orthophosphate
Stasiun x x² 5 6
0.065 0.096 0.031 0.000961 0.056 0.06 0.004 0.000016 0.059 0.078 0.019 0.000361 0.027 0.056 0.029 0.000841 0.023 0.043 0.02 0.0004 0.025 0.048 0.023 0.000529 0.029 0.103 0.074 0.005476 0.014 0.093 0.079 0.006241 0.02 0.098 0.078 0.006084
0.318 0.675 0.357 0.020909
s2d sd
stdev 0.0008 0.0290 −
x 0.0397 Thit 4.0974 Ttab 1.86 α = 0.05
Kesimpulan: Tolak H0 dan diketahui bahwa terdapat perbedaan secara nyata
konsentrasi PO4-P antara stasiun 5 dan stasiun 6.
Lampiran 4. Baku mutu limbah budidaya menurut Aquaculture Certification Council tahun 2005
No. Parameter Satuan Baku Mutu
1 pH - 6.0-9.5
2 TSS mg/l ≤100
3 PO4-P mg/l ≤0.5
4 Total Amonia Nitrogen (TAN) mg/l ≤5
5 BOD5 mg/l ≤50
6 Oksigen Terlarut mg/l ≥4
![Page 65: C09rka](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022051114/55cf96b9550346d0338d5ab7/html5/thumbnails/65.jpg)
Lampiran 5. Contoh perhitungan uji nilai tengah (uji-t) Total suspended solid
Stasiun x x² 5 6
75 134 59 3481 72 129 57 3249 72 133 61 3721 86 111 25 625 80 100 20 400 83 110 27 729 80 118 38 1444 60 107 47 2209 70 111 41 1681
Σ 375 17539
s2d sd
Stdev 239.2500 15.4677 −
x 41.6667 Thit 8.0813 Ttab 1.86 α = 0.05
Dimana: n = 9
−
x = n
X∑
=9
375
= 41.6667
s2d =
( )( )1
22
−
−∑ ∑nn
xxn sd = ds
2
= )8)(9(
)375()17539)(9( 2− = 25.239
= 239.2500 = 15.4677
t hitung = ns
xx
d
0−−
= 94677.15
06667.41 −
= 8.0813