byssinosis

29
Bissinosis pada Pekerja Pabrik Garmen Nur Asmalina Binti Azizan 102012511 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 1.1 PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori penyakit akibat kerja: penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, seperti Pneumokoniosis, penyakit yang salah satunya penyebabnya ialah pekerjaan, seperti carcinoma Bronkhogenik, penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-faktor penyebab lainnya seperti Bronchitis kronis, penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti Asma. Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik yaitu suara 1

Upload: asmalina-azizan

Post on 02-Feb-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

frgtt

TRANSCRIPT

Page 1: byssinosis

Bissinosis pada Pekerja Pabrik Garmen

Nur Asmalina Binti Azizan

102012511

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

1.1 PENDAHULUAN

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,

bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja

merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. World Health

Organization (WHO) membedakan empat kategori penyakit akibat kerja: penyakit

yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, seperti Pneumokoniosis, penyakit yang

salah satunya penyebabnya ialah pekerjaan, seperti carcinoma Bronkhogenik,

penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-faktor

penyebab lainnya seperti Bronchitis kronis, penyakit dimana pekerjaan

memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti Asma.

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan

yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada

umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain:

golongan fisik yaitu suara bising, radiasi, suhu panas/dingin, tekanan yang sangat

tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik, golongan kimiawi yaitu

bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam

lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut,

golongan biologis yaitu bakteri, virus atau jamur, golongan fisiologis yaitu

biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja, golongan

psikososial yaitu lingkungan kerja yang mengakibatkan stres.

1

Page 2: byssinosis

Salah satu bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh karena penghisapan debu

kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar tekstil adalah Bisinosis. Diagnosis

Bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif, gejala dini berupa rasa dada

tertekan dan atau sesak nafas yang ditemukan pada hari kerja pertama sesudah

libur akhir minggu yang disebut Monday feeling, Monday morning fever, Monday

morning asthma. Keluhan ini diduga karena terjadi obstruksi saluran napas,

obstruksi yang terjadi ini disebut obstruksi akut. Bila pekerja tidak dipindahkan

dari lingkungan yang berdebu maka obstruksi akut yang mula-mula reversibel

akan menetap. Obstruksi yang dapat ditemukan pada pekerja sebelum mereka

bekerja pada hari pertama setelah istirahat pada hari libur disebut obstruksi kronis.

Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fungsi paru. Sedangkan jangka

waktu untuk terjadinya obstruksi kronis tergantung banyak hal seperti kadar debu,

lama paparan, kebiasaan merokok dan sebagainya.1

1.2 7 LANGKAH DIAGNOSIS

1. Diagnosis Klinis

A. Anamnesis

Riwayat penyakit paru dan kesehatan umum

Adanya keluhan : sesak napas, batuk-batuk, batuk berdahak, napas bcrbunyi

atau mengi, kesulitan napas.

Adanya riwayat merokok, jenis rokok, jumlah rokok yang dikonsumsi rerata

tiap hari.

Masalah pernapasan sebelumnya, obat-obatan yang dikonsumsi. Bagi

pekerja apakah ada hari-hari tidak dapat masuk kerja dan apa alasannya.

Kapan keluhan-keluhan di atas mulai dan apakah ada hubungan dengan

pekerjaan.2

 

Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya menderita : asma atopik, penyakit kardiorespirasi.

Paparan bahan-bahan yang pernah diterimanya : kebisingan, getaran, radiasi,

zat-zat kimiawi, asbes dan sebagainya.

2

Page 3: byssinosis

Riwayat pekerjaan

Daftar pekerjaan yang pernah dialami sejak awal atau kronologi pekerjaan.

Aktivitas kerja dan material yang digunakan tiap posisi atau bagian tugas.

Lama dan intensitas paparan bahan pada tiap posisi kerja.

Alat proteksi kerja yang digunakan yaitu respirator, sarung tangan, baju

pelindung kerja dan sebagainya.

Kecukupan ventilasi ruang kerja.

Selain pasien apakah pekerja-pekerja lain juga terkena paparan dan berefek

pada kesehatannya.

Tugas tambahan lain yang dialami.

Paparan lain yang dialami di luar tempat kerja

Penyakit-penyakit yang pemah diderita yang ada hubungannya dengan

paparan bahan di tempat kerja atau lingkungan.2

B. Pemeriksaan Fisik

Periksalah seluruh tubuh, termasuk :

a). Paru: suara mengi, ekspirasi diperpanjang, ronki kering, ronki basah dan

ada daerah dada yang retraksi pada saat inspirasi

b). Jantung: gagal jantung kongestif

c). Lainnya: obesitas, keadaan neuromuskuloskeletal

C. Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks.

Merupakan tes diagnostik yang amat penting terutama untuk

pneumokoniosis atau penyakit paru akibat kerja. Dalam beberapa keadaan

diagnosis penyakit paru sudah dapat ditegakkan dengan foto toraks dan

riwayat paparan yang tepat seperti silikosis, coal workers' pneumonkoniosis

ataupun asbestosis dengan kelainan pleural, meskipun ada penumokoniosis

simtomatis tetapi foto toraks normal.

Computed Tomography (CT) Scanning.

Penggunaan tes diagnostik ini sekarang meningakt utamanya untuk deteksi

asbestosis. Hal ini karena hasil deteksi adanya asbestosis dengan foto toraks

konvensional kurang sensitif, kesalahan sekitar 10-15%.

3

Page 4: byssinosis

Lebih tepat lagi hasilnya apabila menggunakan High-resolution computed

tomographic (HRCT) Scanning, dapat lebih baik dalam mengevaluasi

kelainan pada pleura maupun parenkim paru.

Tes Fungsi Paru.

Tes fungsi paru saat istirahat menggunakan spirometri, volume paru,

kapasitas difusi, merupakan tes diagnostik yang penting untuk menentukan

status fungsi paru pasien dengan penyakit paru kerja, terlebih pada proses

interstitial. Meskipun hasil tes fungsi paru tidak spesifik untuk beberapa

penyakit paru kerja, tetapi amat penting untuk evaluasi sesak napas,

membedakan adanya kelainan paru tipe restriktif atau obstruktif dan

mengetahui tingkat gangguan fungsi paru. Selain itu tes fungsi paru dapat

dipakai untuk diagnosis adanya kelainan obstruksi saluran napas (adanya

hiperreaktif bronkus dengan tes bronkodilator atau tes provokasi memakai

paparan bahan-bahan yang diambil dari tempat kerja atau lingkungannya).

Tes provokasi untuk menentukan diagnosa asma kerja mengunakan paparan

bahan yang dicurigai sebagai pemicu serangan merupakan baku emas

diagnosis asma kerja. Uji latih jantung paru dapat dilakukan untuk menilai

gangguan fungsi dan progresivitas penyakit pada pasien dengan penyakit

paru kerja tertentu. Selain itu juga dapat dipakai untuk menentukan

penyebab sesak napas. Apakah dari paru, jantung atau penyebab lainnya.2,3

Bronkoskopi.

Yang dilakukan adalah bronkoskopi dengan transbronkial biopsi atau lavage

bronkoalveolar dapat membantu dalam diagnosis penyakit paru kerja. Biopsi

transbronkial untuk mengambil spesimen untuk diagnosis pneumonitis atau

fibrosis interstitial, proses granulomatosa interstitial (pneumonitis

hipersensitif, proses keganasan dan sebagainya). Bahan dari lavase bronko-

alveolar dapat dipakai untuk mendeteksi jenis partikel debu penyebab

penyakit paru kerja.4

 

4

Page 5: byssinosis

D. Pemeriksaan Tempat Kerja

Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada tempat

kerja, yang perlu di nilai adalah tentang pabrik (bahan baku, proses

produksi, dan hasil produksi) aspek fisik , kimia, mekanik, ergonomic,

biologi, psikososial, data tenaga kerja (menunjukkan jumlah populasi yang

terpajan), pelayanan kesehatan yang tersedia, serta fasilitas pendukung lain

nya.3

2. Pajanan yang dialami

Debu organik (kapas)

Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernafasan, antaranya bisinosis.

Ini karena kepekaan dari saluran nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap

debu meningkat. Kepekaan inilah yang mengakibatkan penyempitan saluran

nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang keluar masuk paru dan

akibatnya sesak napas. Banyak jenis debu organik dihasilkan oleh industri tekstil

mulai dari proses awal yakni pembuatan biji kapas sampai penenunan. Masa atau

waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama, dengan waktu yang terpendek

adalah 5 tahun. Gejala khas yang muncul dari penyakit ini adalah merasa berat di

dada atau sesak. Berdasarkan penelitian, angka kesakitan bisa mencapai 60% dan

angka tertinggi terjadi pada mereka yang bekerja di bagian pemintalan.

Secara fisik, pencemar udara dapat digolongkan dua, yaitu golongan gas dan

vapour serta aerosol. Debu (particulates) termasuk kategori aerosol dibagi

menjadi dua, yaitu padat (solid) dan cair (liquid). Debu terdiri atas partikel padat

dapat dibedakan lagi menjadi tiga macam, yakni dust, fumes, dan smoke. Dust

merupakan partikel padat yang dihasilkan dengan proses grindling, blasting,

drilling, dan puveiring, berukuran mulai dari sub mikroskopik sampai yang besar.

Yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhisap kedalam sistem pernafasan,

umumnya lebih kecil dari 100 mikron.

Pabrik tekstil dalam hal ini mengeluarkan bahan pencemar debu. Bila

berhadapan dengan bahan pencemar debu (bentuk partikel) maka yang perlu

dievaluasi adalah komposisi kimiawi dari debu tersebut; tentang ukuran

aerodinamik partikel debu tersebut, karena hal ini berhubungan dengan deposisi di

5

Page 6: byssinosis

dalam saluran nafas; serta kadar dari debu tersebut, hal ini berhubungan dengan

Nilai Ambang Batas (NAB).4

3. Hubungan Pajanan dengan penyakit

Partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak bergantung kepada:

a. Ukuran partikel debu

Bila partikel debu yang masuk ke dalam paru berukuran diameter 2-10

mikron, ia akan tertahan dan melekat pada dinding saluran pernafasan

bagian atas. Sedang yang berukuran 3-5 mikron akan masuk lebih dalam dan

tertimbun pada saluran nafas bagian tengah. Partikel debu yang berukuran 1-

3 mikron akan masuk lebih dalam lagi sampai ke alveoli dan mengedap.

Sedangkan yang ukurannya lebih kecil dari 1 mikron, tidak mengendap di

alveoli karena teramat ringan dan pengaruh adanya peredaran udara.

b. Distribusi dari partikel debu yang terinhalasi

c. Kadar dan lamanya paparan

Biasanya diperlukan kadar yang tinggi untuk dapat mengalahkan kerja

eskalator silia dengan waktu paparan yang lama. Pada bisinosis, memerlukan

waktu paparan selama 5 tahun.

d. Sifat debu

Bahan-bahan tertentu terutama debu organik seperti serat kapas dapat

menimbulkan bisinosis.

e. Kerentanan individu

Hal ini sulit diperkirakan karena individu yang berbeda dengan paparan

yang sama akan menimbulkan rekasi yang berbeda. Diperkirakan dalam

paparan terhadap bahan kimia dan debu dapat merusak epitelium saluran

nafas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan refleks

bronkokonstriksi.

f. Pembersihan partikel debu

Terdapat dua mekanisme pembersihan partikel debu, yaitu mukosiliaris dan

pengaliran limopatik. Efisiensi mekanisme ini bervariasi tiap individu.

Pembersihan partikel tergantung dari mana partikel tersebut didepositkan.

Partikel yang tertinggal di atas mukus siliaris epitelium, sistem silia akan

mendorong partikel tersebut ke faring, kemudian akan ditelan atau

dibatukkan keluar bersama mukus.

6

Page 7: byssinosis

Partikel yang tertimbun pada daerah distal, pada saluran nafas yang tidak

mengandung silia dibersihkan lebih lambat, partikel ini akan difagositir oleh

makrofag kemudian dibawa ke saluran nafas yang dilapisis epitel bersilia

sehingga ikut terbang melalui mukus. Sebagian partikel akan tertinggal di

parenkim paru atau dibawa oleh makrofag melalui sistem limfatik.

 

 

4. Dosis Pajanan atau Pajanan Cukup Besar

Patofisiologi Penyakit

Teori alergi atau imunologi

Paparan terhadab debu kapas menyebabkan iritasi saluran nafas bagian atas dan

bronkus, dimana setelah paparan yang lama perlahan-lahan berlanjut menjadi

penyakit paru obstruktif kronik. Teori pelepasan histamin dan mediator lainnya

yaitu ada bukti bahwa suatu zat toksik yang melepaskan histamin mungkin

bertanggungjawab atas gejala-gejala khas Bisinosis, yaitu sesak nafas pada hari

pertama bekerja setelah liburan akhir minggu. Secara luas diyakini bahwa kerja

pelepasan histamin ini disebabkan oleh senyawa molekuler kecil yang larut air

dan stabil panas, yang berasal dari bulu-bulu tanaman kapas.

Mekanisme kemotaktik

Aktivasi endotoksin

Inhalasi endotoksin bakteri gram negatif telah terbukti dapat menyebabkan gejala-

gejala menyerupai Bisinosis.

Teori enzim

Enzim dapat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu:

a. Enzim berperan sebagai alergen dan mengakibatkan pembentukan IgE yang

dapat menimbulkan gejala asma bronkial dan rinitis.

b. Enzim yang berasal dari Bacillus subtilis dan Aspergillus oryzae dalam debu

kapas melepas histamin secara nonspesifik.

c. Enzim dapat merusak jaringan secara langsung

7

Page 8: byssinosis

Bukti Epidemiologis

Penelitian tentang prevalensi Bisisnosis yang dilakukan pada karyawan pabrik

tekstil di berbagai negara bervariasi antara 1-88% dan pada umumnya bergantung

pada kadar debu lingkungan kerja dan lamanya paparan.

Kualitatif

Proses kerja pasien berhubungan dengan debu dari kapas, ditambah pasien

mungkin udah bekerja di pabrik tersebut selama beberapa tahun, jadi sudah

terpajan lama dengan debu sebagai penyebab bisinosis.

Observasi: Proses Pembuatan Benang Carded

a. Bill Store

Sebelum kapas diproses pada mesin blowing, kapas yang masih dalam keadaan

terbungkus dan terikat pada gudang, dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas

kembali ke dalam bentuk semula dan dibiarkan untuk diangin-anginkan selama ±24 jam

agar kapas dapat berkembang dan beradaptasi untuk menyesuaikan kandungan airnya ±

8,5% juga mengembalikan elastisitasnya sehingga dalam proses mudah dibersihkan.

b. Mesin Blowing

Kapas yang masih dalam keadaan berlapis-lapis, disobek-sobek sebesar telapak tangan

dan dimasukan pada mesin blowing. Kapas pada mesin blowing mengalami pembukaan

dan pembersihan dengan dicabik-cabik sedemikian rupa sehingga kotoran-kotoran yang

ada berupa ranting, biji kapas dan kotoran lainnya dapat lepas dan jatuh. Setelah

mengalami proses, kapas akan keluar dalam bentuk lap yang berupa lembaran panjang

seperti kain dengan tebal 1 inchi dan digulung pada alat scuhter, kemudian ditimbang

dengan berat per lap ± 17,5 kg. Bila beberapa lap melebihi atau kurang dari ketentuan di

atas toleransinya maka lap harus kembali pada mesin blowing.

c. Mesin Carding

Pada mesin ini kapas berupa gulungan (lap) akan mengalami penarikan.

d. Mesin Drawing

Sliver I yang dihasilkan dari mesin carding, seratnya belum betul-betul searah dan

belum rata. Selanjutnya untuk lebih menyearahkan serat dan meratakan, maka

dilakukan perangkapan beberapa sliver menjadi satu. Untuk itu pada mesin drawing

dilakukan pencampuran 8 sliver (8 cone) dengan ditarik dan ditekan akan menghasilkan

sliver yang baru dengan ukuran yang sama sebelum diangkat dari sliver tersebut

8

Page 9: byssinosis

dimasukkan pada cone secara melingkar-lingkar dan selanjutnya dikerjakan pada mesin

speed frame.

e. Mesin Speed frame

Pada mesin RSF 8 sliver (8 utas) dari cone dijadikan satu. Sliver tarik sedikit

puntiran untuk setiap inchi, maka akan diperoleh benang yang disebut roving dan

digulung pada bobong. Roving merupakan ukuran (diameter) lebih kecil daripada

sliver. Roving kemudian pada mesin selanjutnyan untuk dipasang dijadikan benang

tunggal.

f. Mesin Ring Spinning Frame (RSF)

Roving dari RSF dalam bentuk tube dikarenakan pada mesing finishing untuk dibuat

beberapa bentuk. Pada mesin cone jika diinginkan bentuk hank, maka harus dikerjakan

pada mesin reeling. Dan untuk benang rangkap, benang bentuk tube dikerjakan pada

mesin serta yang panjang dapat terarah. Serat pendek yang terpisah akan digulung

sendiri sedang serta panjang akan dimasukkan dan akhirnya diubah menjadi sliver.

g. Quick Traverse (double winder)

Bila benang rangkap memerlukan pilinan (plintir) harus dikerjakan pada mesin ring

doubling. Biasanya benang 30 Sc, 40 Sc dirangkap dan jadi 20/2; 30/2; 40/3; 40/4

selanjutnya benang yang sudah dirangkap dan dipilin dikerjakan pada mesin cone untuk

diperdagangkan dalam bentuk hank, perlu diketahui benang dalam bentuk hank

sebelumnya dibungkus baru kemudian diperdagangkan.

 

Bisinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnya terutama debu

kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini terutama bertalian erat

dengan pekerjaan blowing dan carding. tapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan

lainnya. bahkan dari permulaan proses yaitu pembuangan biji kapas sampai kepada

proses akhir yaitu penenunan. Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi

para pekerja pada blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun.

Tidak hanya dari proses kerja si pasien sendiri, tapi lingkungan kerja yang berhubungan

dengan debu ditambah sistem ventilasi yang tidak efisien menyebabkan pasien

mengalami bisinosis.4,5

 

Obesrvasi: Tempat dan Lingkungan Kerja

Yang menjadi masalah terhadap lingkungan adalah adanya limbah kapas yang

berterbangan atau flying waste dan berserakan di ruangan pabrik maupun di luar pabrik.

9

Page 10: byssinosis

Upaya mengurangi flying waste ini harus dipasang alat pengisap debu kapas dan

cerobong-cerobong dalam pabrik diberi kisi-kisi/saringan.

Demikian pula di luar pabrik diupayakan reboisasi atau hutan buatan sebagai paru-paru

pabrik untuk mengurangi flying waste disekitar lingkungan pabrik. Sanitasi terhadap

fasilitas di pabrik seperti kamar mandi, tempat ganti pakaian, dan ruang transit pekerja

harus diperhatikan. Salah satu bagian yang penting pada sanitasi lingkungan kerja

adalah ketatarumahtanggaan (layout mesin-mesin dan peralatan).

 

Pemakaian Alat Pelindung Diri

Pemakaian masker dapat menghindari dari potensi paparan debu kapas.

Pada proses pemintalan, limbah debu kapas atau flying waste paling banyak didapat

pada proses blowing. carding dan spinning. Limbah aktual pada pekerjaan blowing dan

carding masing-masing sebesar 3.5% dan 2.5%. Hasil pengukuran setiap ruangan

terhadap kandungan debu kapas pada dua titik pengukuran waktu yang berbeda ternyata

dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah debu kapasnya. Mengingat pada proses

blowing dan carding limbah kapas yang dihasilkan paling banyak berarti potensi

paparan debu kapas di kedua lokasi tersebut di atas mengisyaratkan pekerja harus

memakai masker.5

 

5. Faktor Individu

Status kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-

ringannya penyakit bisisnosis ini. Pada penderita bisinosis yang mempunyai

riwayat atopi atau alergi, kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau

riwayat penyakit dalam keluarga yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih

berat serta memperburuk keadaan bisinosis yang dialami. Kerentanan masing-

masing individu juga mempengaruhi cepat-lambat munculnya bisinosis ini.

Demikian juga dengan higene perorangan sangat penting dalam timbulnya

penyakit ini. Higene perorangan yang baik, meminimalisasikan adanya pajanan

yang dapat masuk kedalam tubuh seseorang. Semakin meningkatnya umur maka

lebih rentan terhadap suatu penyakit.

Kerentanan individu: Hal ini sulit di perkirakan karena individu yang berbeda

dengan paparan yang sama akan menimbulkan bahwa peranan saraf otonom

cukup penting dalam respon terhadap iritan. Gangguan keseimbangan antara

10

Page 11: byssinosis

rangsangan vagus dan simpatolitik tampaknya mempengaruhi sensitivitas

seseorang terhadap rangsang debu.

Diperkirakan juga dalam paparan terhadap debu dapat merusak epithelium

saluran napas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan reflex

bronkokonstriksi.

 

6. Faktor Lain diluar Pekerjaan

Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga

dapat ditimbulkan dari faktor lain diluar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan

dirumah ataupun pekerjaan sambilan.

Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh

karena zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak system pertahanan

alamin dalam tubuh kita, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,

selain itu rokok juga dapat memperberat kondisi pasien terhadap penyakit,

bahkan dengan merokok seseorang lebih mungkin mengalami bentuk lanjut dari

pada penyakit itu sendiri dapat dan bahkan mempercepat timbulnya komplikasi

yang lebih berat. Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan

dengan adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya

penyakit bisinosis.5

 

7. Diagnosis Okupasi

Dari ke 6 langkah tersebut, termasuk anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun

penunjang pasien didiagnosis menderita bissinosis dimana, penyakit ini disebabkan oleh

pajanan terhadap kapas di perusahaan ia bekerja sehingga dapat disimpulkan bahwa

penyakit ini merupakan penyakit akibat kerja.

 

1.3 WORKING DIAGNOSIS: BISSINOSIS

Diagnosis bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif. Dalam bentuk

dini bisinosis berupa dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari kerja

pertama sesudah hari libur akhir minggu (hari Senin). Gejala khas yang

hanya ditemukan pada bisinosis itu disebut Monday feeling, Monday fever,

Monday morning fever, Monday morning chest tightness atau Monday

morning asthma yang dapat menghilang bila karyawan meninggalkan

11

Page 12: byssinosis

lingkungan tempat kerjanya. Keluhan bisinosis tersebut diduga disebabkan

oleh karena obstruksi saluran napas.

Obstruksi yang terjadi setelah karyawan terpapar pada hari Senin

disebut obstruksi akut. Bila karyawan tidak disingkirkan dari lingkungan

kerjanya yang berdebu, obstruksi akut yang mula-mula reversibel akan

menjadi menetap. Maka obstruksi saluran napas tersebut sudah ditemukan

pada hari Senin sebelum karyawan terpapar. Obstruksi demikian disebut

obstruksi kronik. Pendekatan diagnosis pada pasien dengan penyakit paru

lingkungan maupun penyakit paru kerja memerlukan aktivitas proses

diagnosis yang lazim, yaitu meliputi anamnesis secara sistematik, lengkap

dan terarah, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang yang

diperlukan.

 

Penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan rasa berat di dada. Gejala

paling nyata dialami pada hari pertama hari kerja seminggu. mungkin

disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak. Pengukuran

fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas) dapat menghasilkan

penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada sebagian besar individu,

ukuran ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Dengan

pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan

menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama seminggu kerja.

Pada pekerja yang sudah lama terpajan selama bertahun-tahun, riwayat

dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan yang biasa. Tidak

ditemukan tanda yang khas pada pemeriksaan fisik.4,5

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-

tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada

dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu).

Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis

merasakan beban berat pada dada sertai sesak nafas. Reaksi alergi akibat

adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan

gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit

tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan

mungkin juga disertai dengan emphysema.1

12

Page 13: byssinosis

 

Tabel 1. Gejala bisinosis di bagi dalam 4 derajat , yaitu5 :

Derajat 0 Tidak ada gejala

Derajat ½ Kadang-kadang dada tertekan pada hari pertama kerja

Derajat 1 Dada tertekan atau sesak napas tiap hari pertama minggu

kerja

Derajat 2 Rasa berat didada dan sukar bernafas tidak hanya pada

hari pertama tapi pada hari lain minggu kerja

Derajat 3 Gejala seperti derajat 2 ditambah toleransi terhadap

aktivitas secara menetap dan pengurungan kapasitas

ventilasi

1.4.1 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS: BRONKITIS KRONIS 

Bronkitis kronis di defnisikan sebagai adanya batuk produktif yang

berlangsung 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut. Kondisi

ini terutama berkaitan dengan perokok sigaret atau pemajan terhadap

polutan. Pasien mengalami peningkatan kerentanan terhadap terjadinya

infeksi saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronis adalah gangguan paru

obstruktif yang ditandai produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah

dan menyebabkan batuk kronis. Kondisi ini terjadi selama setidaknya 3

bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.6

Gejala Klinis Bronkitis Kronis:

1. Sputum yang banyak dan berwarna kelabu, putih, ataupun kuning yang

dihasilkan oleh paru-paru

2. Batuk produktif untuk mengeluakan mukus yang diproduksi oleh paru-paru

3. Dispnea akibat obstruksi jalan nafas

4. Sianosis yang berhubungan dengan penurunan oksigenasi dan hipoksia

seluler, penurunan pasokan oksigen ke dalam jaringan

5. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan akibat upaya yang bersifat

kompensasi untuk memasok lebih banyak oksigen ke dalam sel

13

Page 14: byssinosis

6. Takipnea akibat hipoksia

7. Edema pedis akibat gagal jantung kanan

8. Penambahan berat badan akibat edema

9. Wheezing akibat aliran udara melewati saluran nafas yang sempit

10. Pemanjangan waktu ekspirasi akibat upaya tubuh mempertahankan patensi

jalan nafas

11. Ronkhi akibat aliran udara melewati saluran nafas yang sempit dan berisi

mukus

12. Hipertensi pulmoner yang disebabkan keterlibatan arteri pulmonalis yang

kecil, keadaan ini terjadi karena inflamasi pada dinding bronkial dan

spasme pembuluh darah pulmoner akibat hipoksia

Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis Kronis

1) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan hiperinflasi dan peningkatan

corakan bronkovaskuler.

2) Tes faal paru menunjukkan peningkatan volume residual, penurunan

kapasitas vital, serta forced expiratory flow dengan kelenturan statik dan

kapasitas difusi yang normal

3) Analis gas darah arteri mengungkapkan penurunan parsial karbondioksida

dalam darah arteri atau peningkatan tekanan parsial karbondioksida dalam

darah arteri

4) Analisis sputum dapat mengungkapkan banyak mikroorganisme dan sel-sel

neutrofil6

1.4.2 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS: TUBERCULOSIS PARU

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan

oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan

granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis

merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai

organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis

ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh

bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal

biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat

14

Page 15: byssinosis

mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon

imun.

Tanda Dan Gejala Tuberculosis Paru

Tanda-tanda: Penurunan berat badan, anoreksia, dispneu, sputum

purulen/hijau, mukoid/kuning.

Gejala

a. Demam: Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi

kuman TBC yang masuk.

b. Batuk: Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai

dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk

produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah

karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada

ulkus dinding bronkus.

c.Sesak nafas: Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut

dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.

d. Nyeri dada: Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura

(menimbulkan pleuritis)

e.Malaise: Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan

turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis Paru

Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil

positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9

mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah

mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif,

sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter

indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan

infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia),

dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.

15

Page 16: byssinosis

Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar

nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura,

kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB

diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup lama.

Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked

immunoabserben assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase –

anti – peroxidase (PAP) untuk menentukan Ig G spesifik. Teknik

bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif dengan mendeteksi DNA

spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB aktif

atau tidak.6

 

1.5 PENATALAKSANAAN BISSINOSIS

Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversibel sedangkan

penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan

menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke daerah

yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang atau

berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan,

juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.

Pengobatan terpenting bagi pasien bisinosis adalah menyingkirkannya dari

lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi. Dalam pelaksanaannya

biasanya para pekerja dilakukan putar kerja. Uji faal paru serial perlu

dilakukan untuk mengetahui perubahan faal paru masing- masing pekerja

pada akhir waktu tertentu. Tidak ada obat spesifik untuk bissinosis dan bila

ada tanda-tanda obstruksi bronkus dapat diberikan bronkodilator.7

 

1.6 PENCEGAHAN BISSINOSIS

Penyakit akibat faktor pekerjaan bisa dihindarkan asal saja tenaga kerja

mempunyai kemauan dan tekad yang baik untuk mencegahnya. Disini

tenaga kerja mempunyai peranan yang penting dalam menghindarkan

penyakit akibat kerja. Untuk penyakit akibat kerja yang disebabkan

golongan debu, upaya pengendaliannya dapat dilakukan :

16

Page 17: byssinosis

a. Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan

yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja agar kadar debu

yang ada dalam ruangan kerja menjadi lebih rendah dari kadar nilai ambang

batas (NAB).

c. Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan

sumber debu agar tidak tersebar ke ruangan lain.

d. Memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja sedemikian

rupa agar hamburan debu yang dihasilkan berkurang.

e. Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan kerja yaitu pemantauan

terhadap lingkungan kerja agar dapat diketahui apakah kadar debu yang

dihasilkan sudah melampaui nilai ambang batas yang diperkenankan.

f. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja agar

terlindungi dari resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung

tangan, kaca mata dan pakaian pelindung.

g. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar

tenaga kerja tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.7

 

1.7 PROGNOSIS BISSINOSIS

Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan

penyakit yang berat dan kronis tidak .Pasien dengan gejala khas dan

menunjukan penurunan FEVI 10% lebih harus dipindahka ke tempat yang

tidak terpajan.Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang dan berat

(FEV <60%) harus tidak terpajan.7

 

1.8 KESIMPULAN

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh

pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap

ke dalam paru-paru. Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik

tekstil, yang mengolah kapas semuanya termasuk mempunyai risiko

timbulnya bissinosis sehingga secara umum dapat diterima bahwa penyakit

ini disebabkan pajanan terhadap kapas. Pengobatan terpenting bagi pasien

bissinosis adalah menyingkirkannya dari lingkungan kerja yang potensial

risiko tinggi.

17

Page 18: byssinosis

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadi.Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja.. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC;2007.h 234-7.

1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2007.h 135-6.

2. Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrta, MK; Setiati, S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta :Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2006.h 94-

7.

3. Baratwidjaja, GK; Harjono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, ed. Ketiga.

Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2001.

4. Baratawidjaja, GK Bisinosis dan hubungannya dengan obstruksi akut: penelitian

pada karyawan perusahaan tekstil di Jakarta dan sekitarnya. Diunduh dari

http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail. 12 Oktober 2010.

5. Darmanto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :Penerbit Buku

Kedokteran EGC;2007.h 155-8

6. Sudoyo AW, Bambang S, Alwi I, Simadibrata K, Setiati S. Buku ajar penyakit

dalam. 5th Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 2323-7

7. Bissinosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/200390-

overview. 12 Oktober 2012.

18