byssinosis
DESCRIPTION
frgttTRANSCRIPT
Bissinosis pada Pekerja Pabrik Garmen
Nur Asmalina Binti Azizan
102012511
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
1.1 PENDAHULUAN
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja
merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. World Health
Organization (WHO) membedakan empat kategori penyakit akibat kerja: penyakit
yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, seperti Pneumokoniosis, penyakit yang
salah satunya penyebabnya ialah pekerjaan, seperti carcinoma Bronkhogenik,
penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-faktor
penyebab lainnya seperti Bronchitis kronis, penyakit dimana pekerjaan
memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti Asma.
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan
yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada
umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain:
golongan fisik yaitu suara bising, radiasi, suhu panas/dingin, tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik, golongan kimiawi yaitu
bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam
lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut,
golongan biologis yaitu bakteri, virus atau jamur, golongan fisiologis yaitu
biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja, golongan
psikososial yaitu lingkungan kerja yang mengakibatkan stres.
1
Salah satu bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh karena penghisapan debu
kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar tekstil adalah Bisinosis. Diagnosis
Bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif, gejala dini berupa rasa dada
tertekan dan atau sesak nafas yang ditemukan pada hari kerja pertama sesudah
libur akhir minggu yang disebut Monday feeling, Monday morning fever, Monday
morning asthma. Keluhan ini diduga karena terjadi obstruksi saluran napas,
obstruksi yang terjadi ini disebut obstruksi akut. Bila pekerja tidak dipindahkan
dari lingkungan yang berdebu maka obstruksi akut yang mula-mula reversibel
akan menetap. Obstruksi yang dapat ditemukan pada pekerja sebelum mereka
bekerja pada hari pertama setelah istirahat pada hari libur disebut obstruksi kronis.
Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fungsi paru. Sedangkan jangka
waktu untuk terjadinya obstruksi kronis tergantung banyak hal seperti kadar debu,
lama paparan, kebiasaan merokok dan sebagainya.1
1.2 7 LANGKAH DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis
A. Anamnesis
Riwayat penyakit paru dan kesehatan umum
Adanya keluhan : sesak napas, batuk-batuk, batuk berdahak, napas bcrbunyi
atau mengi, kesulitan napas.
Adanya riwayat merokok, jenis rokok, jumlah rokok yang dikonsumsi rerata
tiap hari.
Masalah pernapasan sebelumnya, obat-obatan yang dikonsumsi. Bagi
pekerja apakah ada hari-hari tidak dapat masuk kerja dan apa alasannya.
Kapan keluhan-keluhan di atas mulai dan apakah ada hubungan dengan
pekerjaan.2
Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya menderita : asma atopik, penyakit kardiorespirasi.
Paparan bahan-bahan yang pernah diterimanya : kebisingan, getaran, radiasi,
zat-zat kimiawi, asbes dan sebagainya.
2
Riwayat pekerjaan
Daftar pekerjaan yang pernah dialami sejak awal atau kronologi pekerjaan.
Aktivitas kerja dan material yang digunakan tiap posisi atau bagian tugas.
Lama dan intensitas paparan bahan pada tiap posisi kerja.
Alat proteksi kerja yang digunakan yaitu respirator, sarung tangan, baju
pelindung kerja dan sebagainya.
Kecukupan ventilasi ruang kerja.
Selain pasien apakah pekerja-pekerja lain juga terkena paparan dan berefek
pada kesehatannya.
Tugas tambahan lain yang dialami.
Paparan lain yang dialami di luar tempat kerja
Penyakit-penyakit yang pemah diderita yang ada hubungannya dengan
paparan bahan di tempat kerja atau lingkungan.2
B. Pemeriksaan Fisik
Periksalah seluruh tubuh, termasuk :
a). Paru: suara mengi, ekspirasi diperpanjang, ronki kering, ronki basah dan
ada daerah dada yang retraksi pada saat inspirasi
b). Jantung: gagal jantung kongestif
c). Lainnya: obesitas, keadaan neuromuskuloskeletal
C. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks.
Merupakan tes diagnostik yang amat penting terutama untuk
pneumokoniosis atau penyakit paru akibat kerja. Dalam beberapa keadaan
diagnosis penyakit paru sudah dapat ditegakkan dengan foto toraks dan
riwayat paparan yang tepat seperti silikosis, coal workers' pneumonkoniosis
ataupun asbestosis dengan kelainan pleural, meskipun ada penumokoniosis
simtomatis tetapi foto toraks normal.
Computed Tomography (CT) Scanning.
Penggunaan tes diagnostik ini sekarang meningakt utamanya untuk deteksi
asbestosis. Hal ini karena hasil deteksi adanya asbestosis dengan foto toraks
konvensional kurang sensitif, kesalahan sekitar 10-15%.
3
Lebih tepat lagi hasilnya apabila menggunakan High-resolution computed
tomographic (HRCT) Scanning, dapat lebih baik dalam mengevaluasi
kelainan pada pleura maupun parenkim paru.
Tes Fungsi Paru.
Tes fungsi paru saat istirahat menggunakan spirometri, volume paru,
kapasitas difusi, merupakan tes diagnostik yang penting untuk menentukan
status fungsi paru pasien dengan penyakit paru kerja, terlebih pada proses
interstitial. Meskipun hasil tes fungsi paru tidak spesifik untuk beberapa
penyakit paru kerja, tetapi amat penting untuk evaluasi sesak napas,
membedakan adanya kelainan paru tipe restriktif atau obstruktif dan
mengetahui tingkat gangguan fungsi paru. Selain itu tes fungsi paru dapat
dipakai untuk diagnosis adanya kelainan obstruksi saluran napas (adanya
hiperreaktif bronkus dengan tes bronkodilator atau tes provokasi memakai
paparan bahan-bahan yang diambil dari tempat kerja atau lingkungannya).
Tes provokasi untuk menentukan diagnosa asma kerja mengunakan paparan
bahan yang dicurigai sebagai pemicu serangan merupakan baku emas
diagnosis asma kerja. Uji latih jantung paru dapat dilakukan untuk menilai
gangguan fungsi dan progresivitas penyakit pada pasien dengan penyakit
paru kerja tertentu. Selain itu juga dapat dipakai untuk menentukan
penyebab sesak napas. Apakah dari paru, jantung atau penyebab lainnya.2,3
Bronkoskopi.
Yang dilakukan adalah bronkoskopi dengan transbronkial biopsi atau lavage
bronkoalveolar dapat membantu dalam diagnosis penyakit paru kerja. Biopsi
transbronkial untuk mengambil spesimen untuk diagnosis pneumonitis atau
fibrosis interstitial, proses granulomatosa interstitial (pneumonitis
hipersensitif, proses keganasan dan sebagainya). Bahan dari lavase bronko-
alveolar dapat dipakai untuk mendeteksi jenis partikel debu penyebab
penyakit paru kerja.4
4
D. Pemeriksaan Tempat Kerja
Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada tempat
kerja, yang perlu di nilai adalah tentang pabrik (bahan baku, proses
produksi, dan hasil produksi) aspek fisik , kimia, mekanik, ergonomic,
biologi, psikososial, data tenaga kerja (menunjukkan jumlah populasi yang
terpajan), pelayanan kesehatan yang tersedia, serta fasilitas pendukung lain
nya.3
2. Pajanan yang dialami
Debu organik (kapas)
Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernafasan, antaranya bisinosis.
Ini karena kepekaan dari saluran nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap
debu meningkat. Kepekaan inilah yang mengakibatkan penyempitan saluran
nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang keluar masuk paru dan
akibatnya sesak napas. Banyak jenis debu organik dihasilkan oleh industri tekstil
mulai dari proses awal yakni pembuatan biji kapas sampai penenunan. Masa atau
waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama, dengan waktu yang terpendek
adalah 5 tahun. Gejala khas yang muncul dari penyakit ini adalah merasa berat di
dada atau sesak. Berdasarkan penelitian, angka kesakitan bisa mencapai 60% dan
angka tertinggi terjadi pada mereka yang bekerja di bagian pemintalan.
Secara fisik, pencemar udara dapat digolongkan dua, yaitu golongan gas dan
vapour serta aerosol. Debu (particulates) termasuk kategori aerosol dibagi
menjadi dua, yaitu padat (solid) dan cair (liquid). Debu terdiri atas partikel padat
dapat dibedakan lagi menjadi tiga macam, yakni dust, fumes, dan smoke. Dust
merupakan partikel padat yang dihasilkan dengan proses grindling, blasting,
drilling, dan puveiring, berukuran mulai dari sub mikroskopik sampai yang besar.
Yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhisap kedalam sistem pernafasan,
umumnya lebih kecil dari 100 mikron.
Pabrik tekstil dalam hal ini mengeluarkan bahan pencemar debu. Bila
berhadapan dengan bahan pencemar debu (bentuk partikel) maka yang perlu
dievaluasi adalah komposisi kimiawi dari debu tersebut; tentang ukuran
aerodinamik partikel debu tersebut, karena hal ini berhubungan dengan deposisi di
5
dalam saluran nafas; serta kadar dari debu tersebut, hal ini berhubungan dengan
Nilai Ambang Batas (NAB).4
3. Hubungan Pajanan dengan penyakit
Partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak bergantung kepada:
a. Ukuran partikel debu
Bila partikel debu yang masuk ke dalam paru berukuran diameter 2-10
mikron, ia akan tertahan dan melekat pada dinding saluran pernafasan
bagian atas. Sedang yang berukuran 3-5 mikron akan masuk lebih dalam dan
tertimbun pada saluran nafas bagian tengah. Partikel debu yang berukuran 1-
3 mikron akan masuk lebih dalam lagi sampai ke alveoli dan mengedap.
Sedangkan yang ukurannya lebih kecil dari 1 mikron, tidak mengendap di
alveoli karena teramat ringan dan pengaruh adanya peredaran udara.
b. Distribusi dari partikel debu yang terinhalasi
c. Kadar dan lamanya paparan
Biasanya diperlukan kadar yang tinggi untuk dapat mengalahkan kerja
eskalator silia dengan waktu paparan yang lama. Pada bisinosis, memerlukan
waktu paparan selama 5 tahun.
d. Sifat debu
Bahan-bahan tertentu terutama debu organik seperti serat kapas dapat
menimbulkan bisinosis.
e. Kerentanan individu
Hal ini sulit diperkirakan karena individu yang berbeda dengan paparan
yang sama akan menimbulkan rekasi yang berbeda. Diperkirakan dalam
paparan terhadap bahan kimia dan debu dapat merusak epitelium saluran
nafas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan refleks
bronkokonstriksi.
f. Pembersihan partikel debu
Terdapat dua mekanisme pembersihan partikel debu, yaitu mukosiliaris dan
pengaliran limopatik. Efisiensi mekanisme ini bervariasi tiap individu.
Pembersihan partikel tergantung dari mana partikel tersebut didepositkan.
Partikel yang tertinggal di atas mukus siliaris epitelium, sistem silia akan
mendorong partikel tersebut ke faring, kemudian akan ditelan atau
dibatukkan keluar bersama mukus.
6
Partikel yang tertimbun pada daerah distal, pada saluran nafas yang tidak
mengandung silia dibersihkan lebih lambat, partikel ini akan difagositir oleh
makrofag kemudian dibawa ke saluran nafas yang dilapisis epitel bersilia
sehingga ikut terbang melalui mukus. Sebagian partikel akan tertinggal di
parenkim paru atau dibawa oleh makrofag melalui sistem limfatik.
4. Dosis Pajanan atau Pajanan Cukup Besar
Patofisiologi Penyakit
Teori alergi atau imunologi
Paparan terhadab debu kapas menyebabkan iritasi saluran nafas bagian atas dan
bronkus, dimana setelah paparan yang lama perlahan-lahan berlanjut menjadi
penyakit paru obstruktif kronik. Teori pelepasan histamin dan mediator lainnya
yaitu ada bukti bahwa suatu zat toksik yang melepaskan histamin mungkin
bertanggungjawab atas gejala-gejala khas Bisinosis, yaitu sesak nafas pada hari
pertama bekerja setelah liburan akhir minggu. Secara luas diyakini bahwa kerja
pelepasan histamin ini disebabkan oleh senyawa molekuler kecil yang larut air
dan stabil panas, yang berasal dari bulu-bulu tanaman kapas.
Mekanisme kemotaktik
Aktivasi endotoksin
Inhalasi endotoksin bakteri gram negatif telah terbukti dapat menyebabkan gejala-
gejala menyerupai Bisinosis.
Teori enzim
Enzim dapat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu:
a. Enzim berperan sebagai alergen dan mengakibatkan pembentukan IgE yang
dapat menimbulkan gejala asma bronkial dan rinitis.
b. Enzim yang berasal dari Bacillus subtilis dan Aspergillus oryzae dalam debu
kapas melepas histamin secara nonspesifik.
c. Enzim dapat merusak jaringan secara langsung
7
Bukti Epidemiologis
Penelitian tentang prevalensi Bisisnosis yang dilakukan pada karyawan pabrik
tekstil di berbagai negara bervariasi antara 1-88% dan pada umumnya bergantung
pada kadar debu lingkungan kerja dan lamanya paparan.
Kualitatif
Proses kerja pasien berhubungan dengan debu dari kapas, ditambah pasien
mungkin udah bekerja di pabrik tersebut selama beberapa tahun, jadi sudah
terpajan lama dengan debu sebagai penyebab bisinosis.
Observasi: Proses Pembuatan Benang Carded
a. Bill Store
Sebelum kapas diproses pada mesin blowing, kapas yang masih dalam keadaan
terbungkus dan terikat pada gudang, dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas
kembali ke dalam bentuk semula dan dibiarkan untuk diangin-anginkan selama ±24 jam
agar kapas dapat berkembang dan beradaptasi untuk menyesuaikan kandungan airnya ±
8,5% juga mengembalikan elastisitasnya sehingga dalam proses mudah dibersihkan.
b. Mesin Blowing
Kapas yang masih dalam keadaan berlapis-lapis, disobek-sobek sebesar telapak tangan
dan dimasukan pada mesin blowing. Kapas pada mesin blowing mengalami pembukaan
dan pembersihan dengan dicabik-cabik sedemikian rupa sehingga kotoran-kotoran yang
ada berupa ranting, biji kapas dan kotoran lainnya dapat lepas dan jatuh. Setelah
mengalami proses, kapas akan keluar dalam bentuk lap yang berupa lembaran panjang
seperti kain dengan tebal 1 inchi dan digulung pada alat scuhter, kemudian ditimbang
dengan berat per lap ± 17,5 kg. Bila beberapa lap melebihi atau kurang dari ketentuan di
atas toleransinya maka lap harus kembali pada mesin blowing.
c. Mesin Carding
Pada mesin ini kapas berupa gulungan (lap) akan mengalami penarikan.
d. Mesin Drawing
Sliver I yang dihasilkan dari mesin carding, seratnya belum betul-betul searah dan
belum rata. Selanjutnya untuk lebih menyearahkan serat dan meratakan, maka
dilakukan perangkapan beberapa sliver menjadi satu. Untuk itu pada mesin drawing
dilakukan pencampuran 8 sliver (8 cone) dengan ditarik dan ditekan akan menghasilkan
sliver yang baru dengan ukuran yang sama sebelum diangkat dari sliver tersebut
8
dimasukkan pada cone secara melingkar-lingkar dan selanjutnya dikerjakan pada mesin
speed frame.
e. Mesin Speed frame
Pada mesin RSF 8 sliver (8 utas) dari cone dijadikan satu. Sliver tarik sedikit
puntiran untuk setiap inchi, maka akan diperoleh benang yang disebut roving dan
digulung pada bobong. Roving merupakan ukuran (diameter) lebih kecil daripada
sliver. Roving kemudian pada mesin selanjutnyan untuk dipasang dijadikan benang
tunggal.
f. Mesin Ring Spinning Frame (RSF)
Roving dari RSF dalam bentuk tube dikarenakan pada mesing finishing untuk dibuat
beberapa bentuk. Pada mesin cone jika diinginkan bentuk hank, maka harus dikerjakan
pada mesin reeling. Dan untuk benang rangkap, benang bentuk tube dikerjakan pada
mesin serta yang panjang dapat terarah. Serat pendek yang terpisah akan digulung
sendiri sedang serta panjang akan dimasukkan dan akhirnya diubah menjadi sliver.
g. Quick Traverse (double winder)
Bila benang rangkap memerlukan pilinan (plintir) harus dikerjakan pada mesin ring
doubling. Biasanya benang 30 Sc, 40 Sc dirangkap dan jadi 20/2; 30/2; 40/3; 40/4
selanjutnya benang yang sudah dirangkap dan dipilin dikerjakan pada mesin cone untuk
diperdagangkan dalam bentuk hank, perlu diketahui benang dalam bentuk hank
sebelumnya dibungkus baru kemudian diperdagangkan.
Bisinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnya terutama debu
kapas kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini terutama bertalian erat
dengan pekerjaan blowing dan carding. tapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan
lainnya. bahkan dari permulaan proses yaitu pembuangan biji kapas sampai kepada
proses akhir yaitu penenunan. Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi
para pekerja pada blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun.
Tidak hanya dari proses kerja si pasien sendiri, tapi lingkungan kerja yang berhubungan
dengan debu ditambah sistem ventilasi yang tidak efisien menyebabkan pasien
mengalami bisinosis.4,5
Obesrvasi: Tempat dan Lingkungan Kerja
Yang menjadi masalah terhadap lingkungan adalah adanya limbah kapas yang
berterbangan atau flying waste dan berserakan di ruangan pabrik maupun di luar pabrik.
9
Upaya mengurangi flying waste ini harus dipasang alat pengisap debu kapas dan
cerobong-cerobong dalam pabrik diberi kisi-kisi/saringan.
Demikian pula di luar pabrik diupayakan reboisasi atau hutan buatan sebagai paru-paru
pabrik untuk mengurangi flying waste disekitar lingkungan pabrik. Sanitasi terhadap
fasilitas di pabrik seperti kamar mandi, tempat ganti pakaian, dan ruang transit pekerja
harus diperhatikan. Salah satu bagian yang penting pada sanitasi lingkungan kerja
adalah ketatarumahtanggaan (layout mesin-mesin dan peralatan).
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pemakaian masker dapat menghindari dari potensi paparan debu kapas.
Pada proses pemintalan, limbah debu kapas atau flying waste paling banyak didapat
pada proses blowing. carding dan spinning. Limbah aktual pada pekerjaan blowing dan
carding masing-masing sebesar 3.5% dan 2.5%. Hasil pengukuran setiap ruangan
terhadap kandungan debu kapas pada dua titik pengukuran waktu yang berbeda ternyata
dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah debu kapasnya. Mengingat pada proses
blowing dan carding limbah kapas yang dihasilkan paling banyak berarti potensi
paparan debu kapas di kedua lokasi tersebut di atas mengisyaratkan pekerja harus
memakai masker.5
5. Faktor Individu
Status kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-
ringannya penyakit bisisnosis ini. Pada penderita bisinosis yang mempunyai
riwayat atopi atau alergi, kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau
riwayat penyakit dalam keluarga yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih
berat serta memperburuk keadaan bisinosis yang dialami. Kerentanan masing-
masing individu juga mempengaruhi cepat-lambat munculnya bisinosis ini.
Demikian juga dengan higene perorangan sangat penting dalam timbulnya
penyakit ini. Higene perorangan yang baik, meminimalisasikan adanya pajanan
yang dapat masuk kedalam tubuh seseorang. Semakin meningkatnya umur maka
lebih rentan terhadap suatu penyakit.
Kerentanan individu: Hal ini sulit di perkirakan karena individu yang berbeda
dengan paparan yang sama akan menimbulkan bahwa peranan saraf otonom
cukup penting dalam respon terhadap iritan. Gangguan keseimbangan antara
10
rangsangan vagus dan simpatolitik tampaknya mempengaruhi sensitivitas
seseorang terhadap rangsang debu.
Diperkirakan juga dalam paparan terhadap debu dapat merusak epithelium
saluran napas, sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan reflex
bronkokonstriksi.
6. Faktor Lain diluar Pekerjaan
Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga
dapat ditimbulkan dari faktor lain diluar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan
dirumah ataupun pekerjaan sambilan.
Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh
karena zat yang terkandung di dalam nya dapat merusak system pertahanan
alamin dalam tubuh kita, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
selain itu rokok juga dapat memperberat kondisi pasien terhadap penyakit,
bahkan dengan merokok seseorang lebih mungkin mengalami bentuk lanjut dari
pada penyakit itu sendiri dapat dan bahkan mempercepat timbulnya komplikasi
yang lebih berat. Pekerjaan dirumah ataupun pekerjaan sambilan yang berkaitan
dengan adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor munculnya
penyakit bisinosis.5
7. Diagnosis Okupasi
Dari ke 6 langkah tersebut, termasuk anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun
penunjang pasien didiagnosis menderita bissinosis dimana, penyakit ini disebabkan oleh
pajanan terhadap kapas di perusahaan ia bekerja sehingga dapat disimpulkan bahwa
penyakit ini merupakan penyakit akibat kerja.
1.3 WORKING DIAGNOSIS: BISSINOSIS
Diagnosis bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif. Dalam bentuk
dini bisinosis berupa dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari kerja
pertama sesudah hari libur akhir minggu (hari Senin). Gejala khas yang
hanya ditemukan pada bisinosis itu disebut Monday feeling, Monday fever,
Monday morning fever, Monday morning chest tightness atau Monday
morning asthma yang dapat menghilang bila karyawan meninggalkan
11
lingkungan tempat kerjanya. Keluhan bisinosis tersebut diduga disebabkan
oleh karena obstruksi saluran napas.
Obstruksi yang terjadi setelah karyawan terpapar pada hari Senin
disebut obstruksi akut. Bila karyawan tidak disingkirkan dari lingkungan
kerjanya yang berdebu, obstruksi akut yang mula-mula reversibel akan
menjadi menetap. Maka obstruksi saluran napas tersebut sudah ditemukan
pada hari Senin sebelum karyawan terpapar. Obstruksi demikian disebut
obstruksi kronik. Pendekatan diagnosis pada pasien dengan penyakit paru
lingkungan maupun penyakit paru kerja memerlukan aktivitas proses
diagnosis yang lazim, yaitu meliputi anamnesis secara sistematik, lengkap
dan terarah, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan penunjang yang
diperlukan.
Penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan rasa berat di dada. Gejala
paling nyata dialami pada hari pertama hari kerja seminggu. mungkin
disertai batuk yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak. Pengukuran
fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas) dapat menghasilkan
penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada sebagian besar individu,
ukuran ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Dengan
pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan
menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama seminggu kerja.
Pada pekerja yang sudah lama terpajan selama bertahun-tahun, riwayat
dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan yang biasa. Tidak
ditemukan tanda yang khas pada pemeriksaan fisik.4,5
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-
tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada
dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu).
Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis
merasakan beban berat pada dada sertai sesak nafas. Reaksi alergi akibat
adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan
gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit
tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan
mungkin juga disertai dengan emphysema.1
12
Tabel 1. Gejala bisinosis di bagi dalam 4 derajat , yaitu5 :
Derajat 0 Tidak ada gejala
Derajat ½ Kadang-kadang dada tertekan pada hari pertama kerja
Derajat 1 Dada tertekan atau sesak napas tiap hari pertama minggu
kerja
Derajat 2 Rasa berat didada dan sukar bernafas tidak hanya pada
hari pertama tapi pada hari lain minggu kerja
Derajat 3 Gejala seperti derajat 2 ditambah toleransi terhadap
aktivitas secara menetap dan pengurungan kapasitas
ventilasi
1.4.1 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS: BRONKITIS KRONIS
Bronkitis kronis di defnisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut. Kondisi
ini terutama berkaitan dengan perokok sigaret atau pemajan terhadap
polutan. Pasien mengalami peningkatan kerentanan terhadap terjadinya
infeksi saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronis adalah gangguan paru
obstruktif yang ditandai produksi mukus berlebihan di saluran napas bawah
dan menyebabkan batuk kronis. Kondisi ini terjadi selama setidaknya 3
bulan berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.6
Gejala Klinis Bronkitis Kronis:
1. Sputum yang banyak dan berwarna kelabu, putih, ataupun kuning yang
dihasilkan oleh paru-paru
2. Batuk produktif untuk mengeluakan mukus yang diproduksi oleh paru-paru
3. Dispnea akibat obstruksi jalan nafas
4. Sianosis yang berhubungan dengan penurunan oksigenasi dan hipoksia
seluler, penurunan pasokan oksigen ke dalam jaringan
5. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan akibat upaya yang bersifat
kompensasi untuk memasok lebih banyak oksigen ke dalam sel
13
6. Takipnea akibat hipoksia
7. Edema pedis akibat gagal jantung kanan
8. Penambahan berat badan akibat edema
9. Wheezing akibat aliran udara melewati saluran nafas yang sempit
10. Pemanjangan waktu ekspirasi akibat upaya tubuh mempertahankan patensi
jalan nafas
11. Ronkhi akibat aliran udara melewati saluran nafas yang sempit dan berisi
mukus
12. Hipertensi pulmoner yang disebabkan keterlibatan arteri pulmonalis yang
kecil, keadaan ini terjadi karena inflamasi pada dinding bronkial dan
spasme pembuluh darah pulmoner akibat hipoksia
Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis Kronis
1) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan hiperinflasi dan peningkatan
corakan bronkovaskuler.
2) Tes faal paru menunjukkan peningkatan volume residual, penurunan
kapasitas vital, serta forced expiratory flow dengan kelenturan statik dan
kapasitas difusi yang normal
3) Analis gas darah arteri mengungkapkan penurunan parsial karbondioksida
dalam darah arteri atau peningkatan tekanan parsial karbondioksida dalam
darah arteri
4) Analisis sputum dapat mengungkapkan banyak mikroorganisme dan sel-sel
neutrofil6
1.4.2 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS: TUBERCULOSIS PARU
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis
merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai
organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis
ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh
bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
14
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon
imun.
Tanda Dan Gejala Tuberculosis Paru
Tanda-tanda: Penurunan berat badan, anoreksia, dispneu, sputum
purulen/hijau, mukoid/kuning.
Gejala
a. Demam: Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi
kuman TBC yang masuk.
b. Batuk: Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
ulkus dinding bronkus.
c.Sesak nafas: Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada: Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis)
e.Malaise: Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan
turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis Paru
Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil
positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9
mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah
mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif,
sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter
indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan
infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia),
dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
15
Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar
nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura,
kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB
diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup lama.
Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked
immunoabserben assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase –
anti – peroxidase (PAP) untuk menentukan Ig G spesifik. Teknik
bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif dengan mendeteksi DNA
spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB aktif
atau tidak.6
1.5 PENATALAKSANAAN BISSINOSIS
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversibel sedangkan
penyakit yang berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan
menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih harus dipindahkan ke daerah
yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang atau
berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan,
juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.
Pengobatan terpenting bagi pasien bisinosis adalah menyingkirkannya dari
lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi. Dalam pelaksanaannya
biasanya para pekerja dilakukan putar kerja. Uji faal paru serial perlu
dilakukan untuk mengetahui perubahan faal paru masing- masing pekerja
pada akhir waktu tertentu. Tidak ada obat spesifik untuk bissinosis dan bila
ada tanda-tanda obstruksi bronkus dapat diberikan bronkodilator.7
1.6 PENCEGAHAN BISSINOSIS
Penyakit akibat faktor pekerjaan bisa dihindarkan asal saja tenaga kerja
mempunyai kemauan dan tekad yang baik untuk mencegahnya. Disini
tenaga kerja mempunyai peranan yang penting dalam menghindarkan
penyakit akibat kerja. Untuk penyakit akibat kerja yang disebabkan
golongan debu, upaya pengendaliannya dapat dilakukan :
16
a. Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan
yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja agar kadar debu
yang ada dalam ruangan kerja menjadi lebih rendah dari kadar nilai ambang
batas (NAB).
c. Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan
sumber debu agar tidak tersebar ke ruangan lain.
d. Memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja sedemikian
rupa agar hamburan debu yang dihasilkan berkurang.
e. Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan kerja yaitu pemantauan
terhadap lingkungan kerja agar dapat diketahui apakah kadar debu yang
dihasilkan sudah melampaui nilai ambang batas yang diperkenankan.
f. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja agar
terlindungi dari resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung
tangan, kaca mata dan pakaian pelindung.
g. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar
tenaga kerja tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya.7
1.7 PROGNOSIS BISSINOSIS
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan
penyakit yang berat dan kronis tidak .Pasien dengan gejala khas dan
menunjukan penurunan FEVI 10% lebih harus dipindahka ke tempat yang
tidak terpajan.Pasien dengan penyumbatan jalan napas sedang dan berat
(FEV <60%) harus tidak terpajan.7
1.8 KESIMPULAN
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh
pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap
ke dalam paru-paru. Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik
tekstil, yang mengolah kapas semuanya termasuk mempunyai risiko
timbulnya bissinosis sehingga secara umum dapat diterima bahwa penyakit
ini disebabkan pajanan terhadap kapas. Pengobatan terpenting bagi pasien
bissinosis adalah menyingkirkannya dari lingkungan kerja yang potensial
risiko tinggi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryadi.Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja.. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2007.h 234-7.
1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.h 135-6.
2. Sudoyo, A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrta, MK; Setiati, S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta :Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2006.h 94-
7.
3. Baratwidjaja, GK; Harjono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II, ed. Ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;2001.
4. Baratawidjaja, GK Bisinosis dan hubungannya dengan obstruksi akut: penelitian
pada karyawan perusahaan tekstil di Jakarta dan sekitarnya. Diunduh dari
http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail. 12 Oktober 2010.
5. Darmanto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2007.h 155-8
6. Sudoyo AW, Bambang S, Alwi I, Simadibrata K, Setiati S. Buku ajar penyakit
dalam. 5th Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 2323-7
7. Bissinosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/200390-
overview. 12 Oktober 2012.
18