buletin iqra’ ,edisi ix november 2013

Upload: saeful-luthfy

Post on 04-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    1/12

    Putri Rezeki Rahayu

    Empat belas abad silam, al-Quranditurunkan di tengah-tengahmasyarakat Arab yang ummiy (butahuruf) melalui seorang utusan yang

    juga ummiy, Rasulullah SAW. Uniknya, hinggahari ini, tidak ditemukan sedikit pun penye-lewengan baik berupa penggantian substansiataupun pengurangan dan penambahan kata-

    di dalam kitab suci umat Islam ini. Meskidemikian, para pengingkar kebenaran al-Qurandan Islam tetap saja tidak mau menerimafakta tentang otentisitas mukjizat terbesarNabi Muhammad tersebut. Lantas,apakah al-Quran itu?

    Definisi dan Nama al-QuranP a r a u l a m a

    mengemukakan berbagai pen-dapat dalam memaknai al-Quran secara etimologis,dan hingga kini belum adakata mufakat mengenai halini. Satu pendapat menya-takan bahwa al-Quran ada-lah nama (alam) yang tidakmemiliki akar kata (ghairumusytaq) dan ditulis tanpamenggunakan hamzah(ghairu mahmuz). Tidak adan-ya hamzah dalam penulisankata al-Quran merupakan pengkhususan,

    sebab ia adalah kalam Allah. Pendapat inidiriwayatkan oleh Imam Syafii, dan juga Khat-ib al-Baghdadi dalam bukunya Tarikh al-Baghdad.

    Adapun pendapat lain tentang al-

    Quran tidak ditulisnya hamzah pada kata al-Quran (ghairu mahmuz) diungkapkan oleh al-Asyari. Menurutnya, al-Quran berasal dari

    kata yang artinya mengumpulkan ataumenggabungkan, karena al-Quran merupakangabungan dari surat, ayat dan huruf. Abu Abidmenambahkan penamaan al-Quran karenapengumpulan surat demi surat. Sedangkan al-

    Farra menyatakan bahwa al-Quran diambildari kata , jamak dari yang artinya

    menyerupai atau penanda dengan mem-berikan alasan keserupaan ayat satu

    dengan yang lainnya dan juga mem-benarkan antara satu dengan yang

    lainnya. Hal serupa juga diutarakanoleh Imam Qurthubi.

    Namun perkataan mereka disang-gah oleh al-Zujaj yang menya-

    takan bahwa perkataan merekasahwun (keliru). Menurutnya al-Quran adalah bentuk adjek-

    tiva (shifat) dari kata yangmemiliki makna pengumpulan(jamu). Penghilangan hamzahini disebabkan kemudahanpengucapan (takhfif) danharakat hamzah digantidengan sukun sebelumnya.Pendapat seperti ini jugaditerangkan oleh al-Farisi.

    Dari bentuk adjektiva ini kemudian beralih

    menjadi nama untuk kitab yang diturunkankepada Muhammad SAW, karenaterkumpulnya surat, ayat, kisah, perintah, danlarangan di dalamnya.

    Selain itu, al-Quran merupakan

    Mengetahui Hakikat Al-QuranE D I S I I X

    D

    alam QS. al-Baqarah: 156d i j e l a s k a nkarakter orang-

    orang yang bersabar, Yaituorang-orang yang apabila ditimpamus i bah me r eka b e rka ta :Sesungguhnya kami milik Allah,dan kepada-Nya lah kamikembali.

    Dalam beberapa hal,ayat tersebut dipahami olehsebagian kalangan bahwabersabar merupakan sebuah

    sikap yang hanya dimunculkankala musibah menimpa.Pemahaman tersebut tentutidak keliru, akan tetapialangkah baiknya bila sabardipahami lebih luas dari

    sekadar sebuah sikap ketikacobaan menyapa.

    Imam Abu Hamid al-Ghaza l i da l am Ihya

    Ulumudin menerangkanbahwa sabar terletak pada duasisi. Salah satunya adalahkesabaran fisik (dharbunbadaniyyun). Tabah dalam

    N A D H R A H

    A L Q U R A NS E B A G A I P E D O M A N

    DAFTAR ISI

    Sabar

    D Z I K R A

    K A J I A N A L I J ZI K P M C A B A N G

    K A I R O

    Bersambung ke hlm 8

    N O V E M B E R 2 0 1 3

    Bersambung ke hlm

    NADHRAH 1

    TAHNIAH 2

    MARJA 11

    UDHAMA 10

    6

    SALAM 12

    MABHATS

    M E N G E T A H U I

    H A K I K A T

    A L - Q U R A N

    B E R P E D O M A N

    K E P A D A A L -

    Q U R A N

    A L - Q U R A N :

    P E N A W A R

    P E N Y A K I T J I W A

    Z A M A K H S Y A R I :

    A H L I N A H W U ,

    M U F A S I R

    B A L A G H I Y

    D I V E R S I F I K A S I

    M A K N A P A D A

    P E N G U L A N G A N A Y A T

    - A Y A T A L - Q U R A N

    M E N A D A B U R K A N

    T A N D A - T A N D A

    K E B E S A R A N A L L A H

    Maulidatul Hifdhiyah

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    2/12

    Di dalam al-Quran, manusia

    akan mendapatipokok-pokokagama, norma,

    hukum danhikmah yang

    akanmengantarkanmereka meraihkebahagiaan di

    dunia danakhirat.

    Berpedoman kepada Al-Quran

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    2 T A H N I A H

    Kehidupan manusia didunia ini tak ubahnyasebuah perjalanan.Untuk menempuh

    perjalanan, mereka memerlukanbekal memadai berikut kompas

    agar sampai pada tempat tujuandalam keadaan selamat. Perbekalanyang cukup amat dibutuhkan,sebab perjalanan yang ditempuhterkadang begitu berliku dan mele-lahkan. Namun, bekal tersebutternyata sia-sia bila tidak ada

    kompas. Petunjuk arah mata angin tersebutadalah fasilitas mutlak bagi seorang musafir,sebab tanpanya, si musafir tidak akan pernahsampai pada tempat yang ditujunya.

    Beruntung, Allah SWT tidak mem-

    biarkan manusia tersesat dalam menjalanikehidupannya. Fasilitas-fasilitas yang merekabutuhkan telah dipenuhi oleh Allah, bahkandalam kondisi final dan paripurna, sehinggamereka tidak akan mengalami kebingunganketika mengoperasikannya. Fasilitas tersebuttidak lain adalah agama Islam dan kitabsucinya, al-Quran. Hal ini sebagaimana dite-gaskan oleh Allah dalam firman-Nya padaQS. al-Shaff: 9, Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yangbenar, untuk memenangkannya di atas segala agama

    meskipun orang-orang musyrik membencinya.Petunjuk yang dimaksud oleh ayat

    ini tidak lain adalah al-Quran. Di dalam al-Quran, manusia akan mendapati pokok-pokok agama, norma, hukum dan hikmahyang akan mengantarkan mereka meraihkebahagiaan di dunia dan akhirat. Penjelasantentang kelengkapan isi al-Quran ini terterajelas dalam surat al-Anam ayat 38, Tidak adasesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab.Kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.

    Rasulul lah SAW bersabda:Barangsiapa yang menginginkan ilmu masa lampaudan masa kini, hendaklah ia mengkaji al-Quran.Melalui Hadis ini, Rasulullah telah mem-berikan kunci bahwa induk semua ilmu be-rada dalam al-Quran. Hal ini tidak lain karenaal-Quran memuat banyak isyarat tentangberbagai ilmu. Al-Quran bukanlah ensi-klopedia Sains, namun di dalamnya memuat

    Susunan Redaksi Buletin IQRA Kajian AL-IJAZ IKPM Kairo

    Dewan Penasihat: Ketua IKPM Cabang Kairo; Pembimbing: Bagian Keilmuan IKPM Cabang Kairo; Penanggung Jawab Umum: Novan Hariansyah, Saeful Luthfy;Pemimpin Umum: Putri Rezeki Rahayu; Pemimpin Redaksi: Faiq Aziz; Editor: Maulidatul Hifdhiyah Malik; Layouter: Rusydiana Tsani; Kru: Hilmy Mubarak,

    Muhammad Hafif Handoyo, Jakfar Shodiq, Alfina Wildah, Jauharotun Naqiyah, Anisa Nur Rohmah, Ari Kurniawati, Risky Maratul Mu'allamah, Nur Fitria Qorrotu Aini,

    Uswahtun Hasanah.

    Alamat Redaksi: Swessry B - Gami', Hay 10, Nasr City, Egypt 32206

    berbagai isyarat tentang semua ilmu ini,demikianlah pendapat Muhammad Quthb padasebuah pengantar tulisannya mengenaikemukjizatan ilmiah (Ijaz ilmiy).

    Selain itu, ibarat kompas, al-Quranmenunjukkan manusia kepada kebenaran. Ada

    dua tipe kebenaran yang harus dipahami dalamkonteks ini. Pertama, kebenaran lahiriah, ataukebenaran yang bersifat fisik. Kebenaran yangtermasuk dalam hal ini antara lain koreksipemikiran keliru tentang asal-usul manusia. Al-Quran membantah teori bahwa struktur tubuhmanusia berawal dari kera, sebab manusia dicip-takan dengan kelebihan yang sempurnadibandingkan makhluk lainnya (QS. al-Isra: 70).Kebenaran kedua adalah kebenaran batiniah,atau kebenaran yang terbentuk sebagai implikasidari keyakinan akan kebenaran pertama.

    Ketika manusia menerima kebenaranakan hal-hal yang bersifat fisik, ia akan mengakuiadanya kebenaran metafisika. Hal ini karena iameyakini akan adanya Zat yang menciptakansemua itu dengan rapi dan juga teliti. Adapunmedia yang digunakan untuk mengetahuikebenaran tersebut, terlebih kebenaran pertama,adalah ilmu pengetahuan, yang lagi-lagi ber-sumber dari al-Quran.

    Sampai pada titik ini, dapat dipahamibahwa ilmu pengetahuan dan agama tidak dapatdipisahkan, sebab pondasi keduanya berasal dari

    meteri yang sama, al-Quran. Dalam Islam,manusia dituntut untuk memahami keduanya,sebab ilmu adalah pelita akal, sedangkan agamaadalah lentera hati. Ilmu akan mengantarkanmanusia mengenal Zat penciptanya, sedangkanagama mengajarkan etika sekaligus memberiinstruksi untuk berinteraksi dengan-Nya.

    Oleh karena itu, pada edisi kali ini kamimembahas seputar hakikat al-Quran. Dimulaipada rubrik terdepan, Nadhrah, yang mengulasdetail tentang definisi al-Quran beserta kesem-purnaannya. Selanjutnya, pada rubrik Mabhats,akan dibahas tentang hakikat pengulangan lafal-lafal al-Quran. Dilanjutkan dengan resensi bukuMaa al-Quran pada halaman Marja, dandiakhiri dengan tadabur al-Quran di rubrikpenghujung, Salam. Maka tidakkah merekamenghayati al-Quran? Sekiranya (al-Quran) itu bukandari Allah, pastilah mereka menemukan banyak halyang bertentangan di dalamnya. Selamat membaca!

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    3/12

    Persaudaraan dan Kasih Sayang dalam Islam

    Nabi Muhammad SAW diturunkan Allah kepa-da umat manusia dengan beberapa tujuan,

    salah satunya untuk menjadi rahmat bagiseluruh alam. Hal ini sebagaimana dijelaskanAllah dalam surat al-Anbiya ayat 107 yang artinya: Dantiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmatbagi semesta alam.

    Dalam tafsir Al-Kasysyaf, Zamakhsyari me-nyebutkan dua makna penafsiran lafal rahmat pada ayattersebut. Pertama, Rasulullah menjadi rahmat karena beliaumembawa berita gembira bagi umat manusia, yaitu risalahIslam. Oleh karena itu, dalam pandangan Zamakhsyari,siapa yang mengikuti risalah tersebut, mereka akan berun-tung. Sebaliknya, apabila mengingkarinya, mereka termasuk

    ke dalam golongan kaum yang merugi. Kedua, Rasulullahmenjadi rahmat bagi umatnya yang berbuat maksiat, sebabdengan kehadirannya, mereka dihindarkan dari azab yangditurunkan secara langsung, sebagaimana yang terjadi padaumat-umat sebelum umat Muhammad. Dengan demikian,sesuai dengan makna penafsiran yang pertama, kita sebagaiumat Muhammad dituntut untuk mengikuti ajarannya,seperti berbuat baik kepada sesama, berakhlak mulia, dansebagainya.

    Salah satu praktik dari perbuatan baik adalahmenghargai setiap orang, sebab Islam memandang samasemua insan. Dalam Islam, suku; ras; ataupun jabatan tidak

    bisa dijadikan indikator untuk membeda-bedakan manusia,sebab yang menjadi pembeda di antara mereka adalahketakwaan kepada Allah.Hai manusia, sesungguhnya Kamimenciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yangpaling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang palingbertakwa di antara kamu. (QS. al- Hujurat: 13)

    Islam juga memerintahkan pemeluknya untukmempererat persaudaraan. Perintah tersebut ditegaskandalam QS. Ali Imran: 103, Dan berpeganglah kamu semuanyakepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.

    Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukanhatimu, lalu kalian menjadi saudara karena nikmat Allah. Dan(ingatlah ketika) kamu telah berada di tepi jurang neraka, laluAllah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allahmenerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapatpetunjuk.Ayat ini menjelaskan perintah Allah kepada umatmanusia untuk berpegang teguh menjaga persatuan danlarangan untuk bercerai-berai. Dari ayat ini pula dapatdiambil sebuah pelajaran bagaimana kaum Jahiliyah dahulusaling bermusuhan, dan membanggakan kabilah masing-masing. Namun ketika risalah Islam datang, mereka bersatudan bahu-membahu dalam segala hal. Perintah bersatudalam ayat tersebut juga membuktikan bahwa Islammenekankan pentingnya ikatan persaudaraan, terlebihpersaudaraan fillah (karena Allah semata). Bahkan

    Rasulullah SAW pernah bersabda: Tidaklah dikatakansempurna keimanan seseorang, hingga ia mencintai saudaranya

    sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.Dalam sabda lain Rasulullah SAW berkata,Sesungguhnya orang yang sangat dicintai Allah di antara kalianadalah mereka yang menyatukan dan disatukan dalam per-saudaraan, dan sesungguhnya orang yang sangat dibenci Allah diantara kalian adalah orang yang mengadu domba dan mencerai-beraikan persaudaraan. (Imam Thabrani)

    Selain dari itu, masih banyak ayat al-Quran danhadis yang menerangkan urgensi persatuan dan per-saudaraan umat. Hal itu tentu tidak lain karena kemajuansebuah umat dilihat seberapa kuat tali persaudaraan mere-ka. Begitu juga sebaliknya ketika umat telah bercerai-berai,

    ia akan rapuh dan hancur. Kalau kita menelisik kejayaanumat Islam terdahulu tidak lain karena adanya tali kasihsayang dan persaudaraan yang dibentuk oleh RasulullahSAW dalam diri umat Islam.

    Bahkan para Sahabat semakin mencintai satusama lain tatkala mereka mendengarkan dan mengetahuikeistimewaan yang diberikan Allah SWT kepada siapa sajayang mencintai karena Allah, sebagimana sabda Nabi,Sesungguhnya Allah memiliki hamba yang ditempatkan di sebuahmimbar pada hari Kiamat nanti. Mereka duduk di atasnya.Pakaian mereka cahaya; wajah mereka cahaya. Mereka bukanlahpara nabi dan tidak pula syuhada, namun keadaan ini diinginkan

    oleh para nabi dan syuhada. Para Sahabat kemudian bertanya:Siapakah mereka, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab:Orang yang saling mencintai karena Allah, yang salingmengunjungi (ziarah) karena Allah, dan berkumpul (mujalasah)karena Allah. (HR. Thabrani)

    Dari penjelasan di atas kita tahu bahwa Islamadalah agama kasih sayang. Oleh karena itu, kita patutuntuk kembali pada ajaran Islam yang sesungguhnya, yaiturisalah yang penuh cinta dan rasa persaudaraan. Hal initerasa semakin penting, mengingat di zaman sekarangsetiap individu hanya memikirkan kepentingannya sendiridan membangga-banggakan golongan masing-masing.

    Tidak hanya itu, hal tersebut juga amat diperlukan karenasaat ini tidak sedikit orang-orang yang begitu fanatik ter-hadap suatu aliran, hingga menyalahkan dan bahkanmengafirkan golongan lain.

    Tentunya fenoma seperti ini menjadikan umatIslam semakin rapuh dan lemah. Setiap manusia pastinyapunya cara pandang dan pendapat yang berbeda-beda.Namun munculnya sebuah perbedaan bukan menjadikankita untuk bercerai-berai. Justru dengan adanya perbedaan,kita diajarkan untuk toleran sesama, bahu-membahu da-lam kebaikan, dan menghargai satu sama lain. Hal inipulalah yang Allah SWT dan Rasul-Nya ajarkan kepadakita. Wallahu alamu bi al-Shawab.

    3I K R A H

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    Saeful Luthfy

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    4/12

    Membersihkan Jiwa dari Penyakit4 Q A D H A Y A

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul(Muhammad) dari kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat Kami,

    menyucikan kamu serta mengajarkan kepadamu Kitab (al-Quran) danhikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamuketahui. (QS. al-Baqarah: 151). Ayat ini menjelaskan salahsatu ajaran Nabi Muhammad yang terpenting bagi umatMuslim yaitu bagaimana menyucikan diri dari penyakit yangbersifat batin.

    Said Hawa dalam bukunya Al-Mustakhlishin fiTazkiyati al-Anfus menjelaskan bahwa pada setiap masayang dilalui oleh manusia terdapat penyakit jiwa. Salah satupenyakit yang didapati pada masa ini adalah mencintai perkaraduniawi dan membenci kematian. Dalam sebuah Hadis yangdiriwayatkan oleh Imam Thabrani: Perkara pertama yang akan

    ditinggikan derajatnya di bumi adalah khusyuk, dan ditambahkandalam riwayat Imam Abu Daud: Akan tetapi, dalam dirimuterdapat kotoran yang membuatmu lemah sehingga kamu lebihmencintai dunia dan membenci kematian. Inilah mengapa apabiladiamati di zaman ini, sedikit sekali orang yang melaksanakanibadah dengan khusyuk, dan lebih banyak orang yang terlaluberlebih-lebihan dalam urusan duniawi.

    Penyakit jiwa dikategorikan menjadi dua bagian.Pertama, bagian yang menjauhkan jiwa dari kebersihan ataukesucian hati, seperti mencintai dunia, syirik dan riya. Kedua,bagian yang menjauhkan jiwa dari mengingat Allah danmengikuti ajaran Nabi SAW, seperti fasik, munafik serta

    jarang bertafakur dan berdzikir. Oleh karenanya, diwajibkankepada seorang hamba untuk membebaskan jiwa mereka daripenyakit-penyakit tersebut. Sedangkan mempelajari ilmumengenai hal tersebut hukumnya adalah fardhu ain. Dalamsurat al-Naml ayat 80 Allah berfirman: Sungguh, engkau tidakdapat menjadikan orang yang mati dapat mendengar dan (tidak pula)menjadikan orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila merekatelah berpaling ke belakang. Dalam ayat ini Allah menjelaskanbahwa hakikat kekafiran bukan hanya sekadar penyakit jiwabiasa melainkan kematian hati seseorang, karena mereka tulidan buta ketika mendengar atau melihat kebenaran yangdatang dari Allah.

    Dalam Bidayatul Hidayah Imam Ghazalimengatakan, Ketahuilah, sesungguhnya begitu banyak sifattercela dalam hati seorang hamba. Proses untukmembersihkannya dari kotoran tersebut begitu panjang dancara untuk mengobatinya sangatlah samar, sedangkan banyakilmu yang terhapus dan hilang disebabkan oleh kelengahandiri mereka, karena terlalu sibuk dengan urusan duniawi.Iajuga menjelaskan bahwa di zaman sekarang ini terdapatbeberapa penyakit jiwa yang disebabkan oleh kotornya hati,tiga di antaranya ialah dengki, riya dan sombong. MakaImam Ghazali menganjurkan agar seorang Muslim untukberjuang dan berusaha menyucikan jiwa dari penyakit tersebutserta mempelajari cara untuk terhindar darinya. RasulullahSAW bersabda: Tiga perkara yang dapat membinasakan seseorang:ketamakan, tunduk terhadap hawa nafsu dan kesombongan atas diri.

    Risky Maratul Muallamah

    Membersihkan jiwaMembersihkan jiwa berarti menyucikannya dari

    syirik dan bagian-bagian yang melingkupinya,merealisasikannya dengan tauhidilahatau mengakui keesaan

    Allah SWT, serta menaati semua perintah-Nya. Semua itudapat diwujudkan dengan mengikuti ajaran RasulullahSAW. Allah berfirman dalam surat al-Nur ayat 21:Kalaubukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscayatidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji danmungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapayang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, MahaMengetahui.

    Ayat ini turun setelah tersiarnya berita bohong (al-Ifki). Ayat tersebut bermaksud melarang orang berimanuntuk melakukan perbuatan keji dan mendekati langkah-langkah setan. Ada beberapa penjelasan yang disampaikanoleh Said Hawa tentang ayat ini. Pertama, seorang hambatidak akan mampu membersihkan jiwa mereka dari sifattercela kecuali dengan kehendak dan karunia Allah.Kedua, membersihkan jiwa berarti memaafkan kesalahanorang-orang yang berbuat jahat kepada kita. Ketiga,membersihkan jiwa berarti tidak mengikuti langkah-langkah setan, karena ia menyuruh manusia mengerjakanperbuatan keji dan mungkar. Keempat, Allah melarangkepada orang beriman agar tidak menyebarkan perbuatan

    keji dan mungkar, dengan cara tidak menempuh jalannyabaik secara langsung maupun tidak. Kelima, menjaga lisankita dari perkataan tercela dan meninggalkan hal-hal yangdapat membuatnya mengeluarkan perkataan yangmenyakitkan.

    Adapun cara-cara untuk membersihkan penyakitjiwa begitu banyak, antara lain dengan berdzikir;bertadabur dan tafakur tentang kebesaran Allah;memperbanyak zakat dan sedekah; mengingat kematiandan menyedikitkan pengharapan; membaca al-Quran;muhasabah diri; mengajak pada kebaikan dan melarangkemungkaran; kerendahan hati dan yang terakhir adalah

    mengetahui tempat-tempat masuknya setan dalam diri danmencegahnya masuk melalui tempat tersebut. Hal-halinilah yang dapat mengobati penyakit-penyakit yang adadalam jiwa kita. Dalam surat al-Syams ayat 9-10 Allahberfirman: Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwaitu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.

    Selain itu, membersihkan jiwa secara etimologiberarti menyucikan, dapat diartikan juga pertumbuhan atauperkembangan. Sedangkan secara terminologi berartimenyucikan jiwa dari segala kotoran dan penyakit.Pengaruh membersihkan jiwa (baca: tazkiyat al-nafs) dapatterlihat dari akhlak seseorang. Misalnya tentang bagaimana

    dia berinteraksi dengan Allah dan sesama makhluk, ikhlas,mengarahkan anggota badan agar selalu melaksanakanperintah Allah, dan lain sebagainya. Dalam QS. Ibrahim:24 Allah menjelaskan bagaimana Dia membuat

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    5/12

    5A D H A Y A

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    menghadapi kesulitan, musibah atau rintangan lainnyatermasuk dalam kategori tersebut. Adapun dimensikesabaran lainnya bernama kesabaran jiwa (dharbunnafsiyyun), yang disebut oleh Imam Ghazali sebagaikesabaran sempurna. Kesabaran dalam tipe kedua inimeliputi berbagai hal, seperti menjaga hawa nafsu danharga diri (iffah); bersabar ketika marah; bersabar atas apayang dimiliki atau diperoleh (qanaah). Semua karakteristikkesabaran inilah yang kemudian dirangkum sebagai ciri-ciri

    orang yang baik dan bertakwa dalam sebuah ayat yangartinya: dan orang-orang yang sabar dalam kemelaratan,penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orangyang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. al-Baqarah: 177)

    Sementara itu, bentuk kesabaran lain yangdijelaskan oleh Imam Ghazali adalah sabar dalamkemudahan. Bersabar kala ujian menyapa adalah hal yanglumrah, namun bersabar dalam keadaan nyaman tentu jauhlebih sulit untuk dilakukan.

    Praktiknya bisa dilihat dalam keadaan kaya danmiskin. Kekurangan akan mengantarkan seseorang pada

    kufur, begitulah bunyi kalimat bijak yang sering terdengar.Pepatah tersebut menganjurkan agar siapapun yang beradadalam kondisi kekurangan untuk tabah dan bersabar, agartidak terjatuh dalam lubang kufur. Sebaliknya, kekayaan

    akan membuat pemiliknya lupa untuk bersyukur. Keadaankaya inilah yang membutuhkan kesabaran ekstradibandingkan kondisi fakir, sebab kecukupan seringkalimenjadikan pemiliknya terlena. Atas dasar inilah, ImamGhazali menegaskan bahwa makna sabar dalamkenikmatan dan kecukupan adalah menyadari bahwa semuaanugrah tersebut sekadar titipan dari Allah untuk hamba-Nya, sehingga siapapun yang mendapatkannya harusbersyukur, dan menjadikan kenikmatan tersebut sebagai

    media untuk semakin dekat dengan Allah. Untuk itulah,Allah memperingatkan hamba-Nya dari fitnah harta,Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dananak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Danbarangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orangyang rugi. (QS. al-Munafiqun: 9)

    Demikianlah hakikat kesabaran yang termaktubdalam beberapa ayat al-Quran. Dari berbagai ayat tersebut,dapat dipahami bahwa sabar merupakan akhlak yang harusdilakukakan setiap saat, baik dalam keadaan susah ataupunsebaliknya. Selain itu, sikap sabar memiliki kaitan eratdengan syukur. Hal ini karena kondisi nyaman seringkali

    membuat siapapun terlena, sehingga lalai untuk bersykur.Dalam hal ini, bersyukur tidak lain merupakanpengejawantahan dari sabar dalam kemudahan. Wallahualamu bi al-Shawab.

    Sabar Sambungan dari hlm. 1

    perumpamaan kalimat yang baik, di antaranya adalahkalimat tauhid atau segala ucapan yang menyeru kepadakebajikan dan mencegah kemungkaran. Ayat tersebutberbunyi: Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allahtelah membuat perumpamaan kalimat yang baik itu seperti pohonyang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit.Dari ayat ini dapat dipahami betapa mulia rahmat Allah

    SWT kepada hamba-Nya yang selalu berbuat kebaikan,dan membersihkan hatinya dengan selalu mengucapkankalimat yang baik.

    Adapun tanda-tanda masuknya penyakit jiwadalam diri seorang hamba menurut Said Hawa adalahketika tangan, mata dan hatinya menghindari perbuatanyang baik, seperti menuntut ilmu, mencintai Allah SWT,beribadah kepada-Nya, berdzikir serta mengambil hikmahdari cobaan yang diterima. Ini artinya, jiwa seorang ham-ba akan mudah terkena penyakit apabila meninggalkanperbuatan-perbuatan baik tersebut. Indikasi penyakittersebut salah satunya terihat jelas ketika hamba tersebut

    mencintai sesuatu yang dimilikinya melebihi cintanyakepada Allah. Hal ini ditegaskan Allah dalam surat al-Taubah ayat 24: Katakanlah, Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, hartakekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamukhawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yangkamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nyaserta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allahmemberikan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjukkepada orang-orang fasik.

    Demikianlah ciri-ciri penyakit jiwa yang dijelas-

    kan ayat tersebut. Sebagaimana ditegaskan di atas, seoranghamba tidak akan terbebas dari penyakit tersebut, kecualidengan izin Allah. Oleh karena itulah, satu-satunya jalanyang harus ditempuh apabila penyakit tersebut menyerangjiwa adalah mendekatkan diri kepada-Nya. Tidak mudahmemang, namun semua itu tergantung kepada kesunggu-han penderita penyakit untuk mengobatinya. Bila ia ber-

    sungguh-sungguh, tidak mustahil jika ia akan kembalipulih seperti sedia kala. Namun apabila sebaliknya, makatidak ada harapan lain, selain penyakit tersebut semakinmenggerogoti kesehatan jiwa.

    Dalam firman-Nya Allah SWT berkata bahwa

    orang-orang yang hatinya tenang, merekalah yang sering

    berdzikir.(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka

    manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan

    mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Rad: 28)

    Oleh karena itu, sesorang yang ingin agar hatinya tenang,

    adalah dzikrullah (berdzikir kepada Allah SWT) di setiap

    saat.Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa

    hakikat membersihkan jiwa dari penyakit adalah dengan

    menyucikannya, melalui dzikir dan perbuatan terpuji, juga

    dengan cara menghindarkan hati dari perbuatan maksiat,

    keji dan mungkar. Semakin sering seorang hamba

    membersihkan jiwanya maka semakin dekatlah dia dengan

    ketakwaan. Wallahu taala alamu bi al-Shawab.

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    6/12

    Bahasa al-Quran mengandung

    gaya bahasa yangsangat tinggi dan

    begitu indah. Dengandemikian, sangatlah

    tidak tepat jikapengulangan ayat

    dalam al-Quran

    dikatakan sekadarpengulangan biasa,namun merupakansebuah diversifikasi

    makna.

    6 M A B H A T S

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    Maka hendaklah mereka menda-tangkan kalimat yang semisal al-Quran itu, jika mereka orang-orang

    yang benar. Demikianlah jawabanal-Quran atas kaum Kafir yangmenyatakan al-Quran adalahperkataan Muhammad SAWyang dibuat-buat. Ayat 34 surat

    Thur ini tidak lain merupakantantangan (tahaddi) al-Qurankepada kaum Musyrikin yangmeragukan kebenaran al-Quran.Mereka diminta untuk mencip-takan karya setara dengan se-luruh bagian al-Quran.

    Pada kenyataannya, merekatidak mampu memenuhi per-mintaan ini, sehingga tantangantersebut kemudian sedikit dilong-garkan menjadi sepuluh ayat. Hal

    ini diabadikan dalam QS. Hud: 13,Bahkan mereka mengatakan: Muhammadtelah membuat-buat al-Quran itu. Ka-takanlah: Jika demikian, maka datangkan-lah sepuluh surat yang dibuat-buat yangmenyamainya, dan panggillah orang-orang yangkamu sanggup (memanggilnya) selain Allah,jika kamu memang orang-orang yang benar.

    Sampai pada level sepuluh ayattersebut, ternyata mereka masih tidakmampu melakukannya, hingga al-Quranpada akhirnya meminta mereka untukmenciptakan satu surat saja sepadan ayatal-Quran. Atau (patutkah) mereka menga-takan: Muhammad membuat-buatnya.Katakanlah: (Kalau benar yang kamu ka-takan itu), maka cobalah datangkan sebuahsurat seumpama al-Quran, dan panggillah

    siapapun yang dapat kamu panggil (untukmembuatnya) selain Allah, jika kamu adalahorang-orang yang benar. (QS. Yunus: 38)

    Ketiga ayat tersebut merupakanbukti kebenaran al-Quran. KaumQuraisy adalah kaum yang dikenal sangatfasih dan memiliki kemampuan bahasayang amat mengagumkan ketika itu.Namun ternyata, kehebatan mereka initidak bernilai apa-apa dibandingkanketinggian dan keindahan bahasa al-Quran. Unsur bahasa al-Quran ini

    kemudian juga melahirkan konsepkemukjizatan kebahasaan (Ijaz lughawi)yang disepakati oleh mayoritas ulamasebagai nilai kemukjizatan terbesar al-

    Quran.Kendati demikian, Abdullah Abdul

    Fadhi, penulis buku Hal Al-Quran

    Mashum? jus t ru mengingkar ikemukjizatan bahasa tersebut. Masih dalambuku yang sama, pada sebuah sub berjudulal-Kalam al-Mutakarrar, Abdul Fadhimenuliskan salah satu kekurangan al-Quran,yaitu pengulangan lafal yang sama (tikrar).Menurutnya, pengulangan ayat-ayat al-Quran adalah suatu hal yang membosankan.Hal ini ia perjelas dengan memberikan con-toh kalimat yang banyak diulang, seperti "Fabi ayyi li rabbikum tukaddziban" yang diu-lang sebanyak 31 kali di dalam surat al-

    Rahman.Argumen Abdul Fadhi ini kemudi-

    an dibantah dengan tegas oleh Shalah AbdulFattah al-Khalidi dalam bukunya Al-Quranwa Naqdhu Mathain al-Ruhban. Dalambuku ini dijelaskan bahwa lafal Fa bi ayyialai rabbikuma tukaddziban memiliki tujuanyang berbeda setiap kalimat ini diulang, sertaberfungsi sebagai munasabat antara ayatsebelum dan sesudahnya. Misalnya lafaltersebut pada ayat ke 18. Pada ayat ini,sekalipun berbunyi sama dengan ayat ke 16,namun kaitannya amat berbeda. Ayat 16memiliki kaitan erat dengan ayat ke 15 yangmembicarakan nikmat Tuhan tentang pen-ciptaan manusia dan jin. Adapun ayat ke 18berhubungan dengan ayat ke 19 yang men-jelaskan nikmat Tuhan yang memper-temukan dua aliran lautan. Lalu, Khalidi jugamenjelaskan bahwa pengulangan lafal dalamayat ini bukanlah pengulangan seperti yangdimaksud oleh Abdul Fadhi, melainkanbentuk dari diversifikasi makna. Sehingga,

    meski kalimat tersebut sama, namun maknayang dikandungnya memiliki arti yang sangatberbeda. Selain itu, definisi pengulangan ayat(tikrar) adalah pengulangan ayat, kisah, ataujudul tanpa adanya maklumat dan tujuanbaru. Pengulangan dengan model ini tentumenimbulkan cacat dan jauh dari uslubbalaghah (gaya bahasa balaghah). Padahal, jikadinilai secara adabi, bahasa al-Quranmengandung gaya bahasa yang sangat tinggidan begitu indah. Dengan demikian, sanga-tlah tidak tepat jika pengulangan ayat dalam

    al-Quran dikatakan sekadar pengulanganbiasa, namun merupakan sebuah diversifi-kasi makna.

    Muhammad Quthb, dalam La

    Anisa Nur Rohmah

    Diversifikasi Makna

    pada Pengulangan Ayat-ayat Al-Quran

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    7/12

    Yatuna bi Mitslihi mengutarakan pendapat serupadengan jawaban Khalidi atas Abdul Fadhi tersebut.Menurut Muhammad Quthb, meski secara dzahir sebuahlafal diulang, namun pada hakikatnya pengulangan terse-but bukanlah sekadar pengulangan, melainkan keserupaanlafal yang mengantarkan pada keragaman makna (al-tasyabuh alladzi yuaddi ila tanawwu). Keserupaan ini di-

    analogikan oleh Muhammad Quthb melalui penafsirannyapada ayat 25 surat al-Baqarah:

    Keragaman makna pada pengulangan ayat al-Quran ibarat buah-buahan surga. Ketika dilihat untukpertama kalinya, semua tampak sama. Tetapi setelahdirasakan satu persatu, akan terasa perbedaan rasa antarbuah satu dengan buah lainnya.

    Selain menyatakan bahwa pengulangan lafal al-Quran adalah sesuatu yang membosankan, Abdul Fadhijuga mengatakan bahwa makna al-Quran juga penuh

    dengan pengulangan, sebagaimana yang terjadi pada lafal.Ia memberi contoh tentang kisah-kisah dalam al-Quranyang seringkali disajikan dalam beberapa surat, sepertikisah Nabi Adam AS dalam surat al-Baqarah yang disebut-kan kembali pada surat al-Araf, al-Hijr, Thaha, dan Shad.Lagi-lagi, pandangan keliru ini dibantah oleh Shalah AbdulFattah al-Khalidi. Menurut Khalidi, untuk mengetahuimaksud dari penyajian kisah dalam beberapa surat ini,harus dimulai dari pemahaman tentang hubungan(munasabat) kisah yang ada di surat al-Baqarah dan al-Araf,begitu juga dengan surat Thaha, al-Hijr dan Shad. Setelahitu, barulah bisa dibandingkan konteks pada tiap kisahdalam surat-surat tersebut.

    Jawaban Khalidi ini kemudian diperkuat olehAbdul Qadir Razaq al-Thawil dalam bukunya yang ber-judul Dirasat fi al-Bayan al-Qurani min Wajhah al-Adabiyah dengan memberikan contoh serupa. Misalnyakisah tentang Nabi Musa dan Firaun, di mana kisah inimerupakan kisah yang paling banyak diulang dalam al-Quran. Dalam surat al-Ala misalnya, terdapat kisah ten-tang isyarat singkat yang diberikan kepada Nabi Musa.Kemudian dalam surat al-Fajr dikisahkan Firaun besertaKaum Ad dan Tsamud tanpa ada Nabi Musa. Adapun

    pada surat Al-Araf kisah tentang Nabi Musa dan Firaundikisahkan bersama kisah Nabi Nuh, Nabi Hud, NabiLuth dan Nabi Syuaib. Kisah tentang Nabi Musa danFiraun ini juga disebutkan dalam surat al-Najm, al-Furqan, Maryam, Thaha, al-Syuaara, al-Naml, al-Qashash, al-Isra, Yunus, Hud Ghafir, al-Fusshilat, al-Zukhruf, al-Khafi, Ibrahim, al-Anbiya, al-Baqarah, al-Nisa dan al-Maidah. Abdul Qadir Razaq kemudianmenekankan bahwa penyebutan kisah dalam berbagaisurat ini memberikan maksud dan tujuan berbeda, sehing-ga pembaca al-Quran akan menemukan sesuatu yang baruketika membaca kisah ini.

    Pendapat senada juga diutarakan oleh Muham-mad Quthb. Sebagai contoh, ia menekankan bahwa pele-takan satu huruf berpengaruh besar pada susunan danmakna sebuah ayat. Hal ini bisa dilihat pada surat al-

    7A B H A T S

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    Baqarah ayat49 dan suratIbrahim ayat6.

    Padadua ayat ini,meski sekilas

    terlihat sangatmirip, namunk e d u a n y am e m i l i k ip e r b e d a a nyang sangats ig in i f ikan .

    Ayat pertamam i s a l n y a ,menjelaskannikmat Allahatas Bani

    Israil berupakeselamatandari pengikutFiraun dan azab yang pedih. Adapun ayat kedua, merupa-kan peringatan yang diberikan Nabi Musa kepadakaumnya, agar bersyukur kepada Allah, yaitu Zat yangtelah menyelamatkan mereka dari kekejaman Firaun.Selain itu, ayat pertama menggunakan kalimat langsung,dan ayat kedua sebaliknya.

    Lebih lanjut, Musthafa Muslim dalam bukunyayang berjudul Mabahits fi Ijaz al-Quran, menilaikeragaman makna dalam setiap surat al-Quran sebagaibagian dari kemukjizatan al-Quran. Hal ini dikarenakansetiap surat dalam al-Quran memiliki karakteristik yangberbeda-beda dalam hal mafashil, maqathi, serta redaksimakna, sekalipun tema dan lafalnya sama.

    Dari penjelasan di atas dapat di ambil kes-impulan, bahwa keberadaan pengulangan dalam beberapaayat dan surat bukan sekadar pengulangan biasa, namunmerupakan sebuah diversifikasi makna. Sedang pandangan

    Abdullah Abdul Fadhi yang mengingkari kemukjizatan al-Quran, dan berpendapat bahwa al-Quran memiliki keku-rangan yaitu pengulangan lafal yang sama (tikrar) dan

    menurutnya suatu hal yang membosankan terbantahkansudah. Para ulama seperti Shalah Abdul Fattah al-Khalididan Muhammad Quthb telah mematahkan argumen dandalil yang dipakai oleh Abdul Fadhi.

    Dari sini jelas bahwa lafal-lafal yang terdapatdalam al-Quran memiliki kesatuan sama lain, dan hal inidapat diketahui dengan mempelajari ilmu munasabat ayatdan surat. Kendati terdapat pengulangan kalimat, namunkeberadaan dan makna kalimat tersebut di dalam suatusurat tidak sama dengan surat lain. Ini menunjukkan bah-

    wa walaupun al-Quran berbahasa Arab yang merupakanbahasa manusia. Namun kenyataan manusia sendiri tidak

    bisa membuat semisal al-Quran. Ini tidak lain karena al-Quran merupakan kalam Allah SWT, dan tidak ada satupun di muka bumi ini yang bisa membuat semisal al-Quran. Wallahu alamu bi al-Shawab

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    8/12

    Al-Quran adalahkalam Allah

    SWT yangditurunkan

    kepada NabiMuhammad

    SAW, tertulis

    dalam mushaf,ditransmisikan

    secaraberkesinambungan,

    dinilai sebagaiibadah apabila

    dibaca, sertamengandung

    mukjizat pada tiap

    ayatnya.

    Sambungan dari Mengenal Hakikat Al-Quran...

    bentuk infinitif (mashdar) dari yangartinya membaca. Pendapat inidikemukakan oleh al-Lihyani yangkemudian menukil arti infinitif (mashdar)menjadi nama untuk kalam Allah SWTyang diturunkan kepada Nabi MuhammadSAW.

    Adapun Raghib al-Ashfahaniberpendapat bahwa tidak semua yangdikumpulkan adalah al-Quran, dan tidaksemua perkataan termasuk al-Quran.Disebut al-Quran, tambahnya, dikarenakandalam al-Quran teradapat esensi kitab-kitab terdahulu ataupun karena terkumpul-nya semua ilmu. Ada pula pendapat lainyang menyatakan penamaan al-Qurandisebabkan terkumpulnya surat dalam al-Quran.

    Selain itu, para ulama juga ber-

    beda pendapat dalam memaknai al-Quransecara terminologis. Dalam hal ini, perbe-daannya tidak mencapai perbedaan men-dasar sebagaimana perbedaan merekadalam memberikan makna etimologis al-Quran. Perbedaan dalam makna terminol-ogis terjadi sebab para ulama berada padasudut pandang yang juga tak sama, sepertiulama Fikih dan ulama kalam. Keduanyamemberikan definisi yang tidak samalantaran berangkat dari objek pembahasanyang berbeda.

    Definisi yang paling jelasdikemukakan oleh Nurudin Ithr dalambukunya Ulumul Quran al-Karim. Iamenyatakan bahwa al-Quran adalah kalam

    Allah SWT yang diturunkan kepada NabiMuhammad SAW, tertulis dalam mushaf,ditransmisikan secara berkesinambungan,dinilai sebagai ibadah apabila dibaca, sertamengandung mukjizat pada tiap ayatnya.

    Definisi ini, menurut penulisadalah definisi yang paling pas,sebab telah mencakup makna al-Quran secara menyeluruh danmemberikan perbedaan antara al-Quran dengan kitab lainnya.

    Adapun mengenai nama, al-Quran hanyalah satu di antarasekian banyak nama yangdisematkan pada kitab suci ini.Masih banyak nama-nama lain al-Quran, seperti al-Kitab, al-Furqan, al-Dzikr, dan al-Tanzil.Salah satu nama al-Quran adalah

    al-Kitab. Disebut dengan al-Kitab, yang merupakan bentuk

    infinitif dari kata yang artinyaa l -J amu dan a l -Dhammu

    8 N A D H R A H

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    (kumpulan atau gabungan), karena al-Quranadalah kumpulan beberapa ilmu, hikayat dan berita-berita yang paling lengkap. Penyebutan al-Kitabdalam al-Quran bisa ditemukan di beberapa ayat,seperti pada QS. al-Anbiya: 10. Penamaanselanjutnya adalah al-Furqan. Disebut demikiankarena al-Quran berperan sebagai pembeda antara

    yang benar dan batil. Selain itu, menurut al-Zurqani, dinamakan al-Furqan karena diturunkansecara terpisah-pisah, pada tempat dan waktu yangberbeda-beda. Adapun al-Dzikr berarti cakupanberita para nabi dan umat terdahulu dalam al-Quran.

    Perbedaan al-Quran dengan Hadis Nabawidan Hadis Qudsi

    Berbicara mengenai al-Quran tidak akanterlepas dari pembahasan Hadis. Antara keduanyatidak dapat dipisahkan. Manusia berpegang kepada

    al-Quran sebagai pedoman, namun apa yangterdapat dalam al-Quran terkadang masih bersifatglobal (mujmal). Selain itu, banyak hukum dalam al-Quran yang membutuhkan penjelas dan penjab-aran lebih lanjut. Inilah mengapa penjelasan Hadis,nabawi ataupun qudsi, sangatlah dibutuhkan.

    Hadis secara etimologis adalah antonimdari kata al-Qadm. Selain penyebutan dengan kataHadis, ada pula yang menyebutnya dengan Sunah.Pemakaian nama keduanya bukanlah masalahkarena hanya berbeda dalam arti etimologis saja.

    Ketika kata Hadis berdiri sendiri

    (mutlak), maka ia mempunyai arti suatu perkataanyang dibicarakan, dipindah dan disampaikanmanusia melalui pendengaran, atau wahyu yangdisampaikan dalam keadaan sadar ataupun tidur.

    Adapun makna Hadis secara terminologis, adalahsegala sesuatu yang dinisbatkan ke Nabi SAW baikberupa perkataan, perbuatan, pengakuan atau sifatkhalqiyah maupun khuluqiyah- atau perjalananhidup sebelum pengutusan atau sesudahnya.

    Selain Hadis nabawi, ada juga Hadisqudsi. Kata al-Quds secara etimologi berarti suci.Penisbatan ini menunjukan pengagungan (tadzim),karena akar kalimat menunjukan tanzhih(penyucian) dan tathhir (pembersihan). Sedangkansecara terminologis diartikan sebagai sebuah per-kataan dari Rasulullah SAW yang dinisbatkankepada Allah SWT. Atau dalam ibarat lain,Rasulullah SAW meriwayatkan sesuatu dari kalam

    Allah SWT, dan Rasulullah sebagai perawi kalamAllah yang menggunakan lafal dari RasulullahSAW.

    Dari pengertian yang sudah dijabarkankita a mengetahui perbedaan di antara ketiganya.

    Pertama,perbedaan antara al-Quran danHadis qudsi. (1) Al-Quran tidak diturunkan kecualidengan wahyu secara jelas kepada Nabi dalamkeadaan sadar, sedangkan hadis Qudsi bisa dengan

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    9/12

    wahyu secara jelas maupun tersirat dalam mimpi atau ilham. (2) Al-Quran sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW untuk manusia danjin, serta menantang kaum Arab dengan ayat yang paling pendek, se-dangkan Hadis qudsi tidak demikian. (3) Membaca al-Quran dianggapibadah, namun tidak demikian halnya dengan Hadis qudsi. (4) Al-Quran diturunkan dengan lafal dan makna dari Allah SWT, sedangkanHadis qudsi maknanya dari Allah SWT tapi lafalnya dari Rasulullah

    SAW. (5) Al-Quran ditransmisikan secara mutawatir dan kebenarannyabersifat qathi (pasti), sedangkan Hadis qudsi diriwayatkan secara ahadsehingga kebenarannya masih bersifat tidak pasti (zhanni). (6) Al-Quranharam diperjual belikan menurut Imam Ahmad, dan makruh dalampandangan Imam Syafii, dan Hadis qudsi tidak. (7) Membaca al-Qurandiwajibkan dalam salat dan membaca Hadis qudsi dilarang. (8) Meng-ingkari (jhidz) al-Quran dianggap kafir, namun tidak demikian halnyadengan Hadis qudsi. (9) Al-Quran terjaga dari segala penyelewangan,sedangkan Hadis qudsi tidak. Terakhir, al-Quran tidak dinisbatkankecuali kepada Allah SWT, sedangkan Hadis qudsi bisa dinisbatkankepada Allah SWT berbentuk insya atau permintan, dan bisa dinis-batkan kepada Rasulullah dalam bentuk khabaratau berita.

    Kedua, perbedaan al-Quran dan Hadis nabawi. Pertama,nilaikebenaran al-Quran bersifat qathi (absolut), sedangkan Hadis bersifatzhanni. Kedua, seluruh ayat al-Quran wajib dijadikan sebagai pedoman

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    hidup, tetapi tidak semua Hadis wajib dijadikan sebagaipedoman hidup, sebab ada Sunah yang tasyridan ada jugayangghairutasyri. Selain itu, ada Hadis yang sahih, dan adapula Hadis yang lemah dan seterusnya. Ketiga, al-Quransudah pasti otentik lafal dan maknanya, sedangkan Hadistidak.

    Ketiga, perbedaan hadis Qudsi dan hadis Naba-wi. Berdasarkan pembagiannya, Hadis nabawi terbagimenjadi dua: Taufiqi dan Tauqifi. Perbedaan antara Hadisnabawi dan hadis Qudsi terletak pada sumber dan redaksipenyampaian kalimatnya. Hadis qudsi maknanya berasaldari Allah dengan cara penyampian wahyu baik secarajelas atau tersembunyi, namun lafalnya dari nabi Muham-mad yang penyampaiannya dinisbatkan kepada AllahSWT. Kalau saja lafal Hadis qudsi berasal dari Allah SWT,tentu tidak ada bedanya dengan al-Quran.

    Kesempurnaan al-Quran

    Al-Quran membahas banyak permasalahanmanusia, sehingga sudah seharusnya mereka berpedomankepadanya. Sebagai pedoman manusia, Allah telah mem-persiapkan semuanya, mulai dari pemilihan jazirah Arabsebagai tempat turunnya al-Quran, lingkungan tempattumbuh kembang Nabi Muhammad sampai pada pen-jagaan Rasulullah dari hal-hal yang jelek. Dari berbagaiunsur tersebut, terlihat jelas betapa Allah telah menyiap-kan semuanya dengan sempurna. Berangkat dari per-siapan sempurna inilah, al-Quran diturunkan dengankonsep-konsep yang bersifat paripurna dan sempurna.Salah satu bentuk kesempurnaan itu adalah penyem-purnaan al-Quran atas aturan-aturan yang ada pada kitab-kitab sebelumnya.

    Selain itu, sebagaimana ditulis di awal, al-Quranditurunkan kepada seorang manusia ummiy. Kendati be-

    berapa pihak mengingkarinya, namun pengingkaran terse-but tidaklah berarti, sebab sejarah mencatat demikianadanya. Hikmah dari keummian ini tidak lain adalah upaya

    Allah untuk menegaskan kesempurnaan al-Quran, bahwaia adalah kalam Allah, dan bukan buatan Nabi Muham-mad, apalagi produk budaya masyarakat Arab kala itu.

    Oleh karena itu, benarlah pernyataan seorang dosen padasalah satu perguruan tinggi di Kalifornia: Al-Qurandalam bentuk bagaimanapun, bukanlah produk pikiranmanusia. Apabila ada yang mengingkari kebenarannyasebagai kalam Allah SWT, sama artinya dengan menahbis-kan Muhammad SAW sebagai Tuhan.

    Al-Quran adalah kitab suci yang terjaga. Pen-jagaannya sudah dimulai sejak pertama kali diturunkan.Salah satu bentuk penjagaan tersebut adalah turunnya al-Quran kepada bangsa Arab, yang dikenal sebagai pemilikingatan yang amat kuat. Hal ini tak ayal menjadikan mere-ka lebih mudah menghafal al-Quran. Ibnu Taimiyah

    bahkan pernah berkata: Kami tidak seperti Ahli kitab.Mereka tidak menghafal kitab suci mereka. Seandainyasemua mushaf yang ada di dunia ini hilang, al-Quran tidakakan hilang dari hati kami.

    Dari penjabaran tersebut, dapat diambil kes-impulan bahwa al-Quran adalah kalam Allah SWT yangdiwahyukan kepada Rasulullah, untuk dijadikan pedomanbagi kehidupan manusia. Selain al-Quran, ada juga bentuk

    wahyu lain yang diterima Rasulullah, yaitu Hadis, baikberupa Hadis qudsi ataupun nabawi. Karakteristik ketiga

    wahyu tersebut berbeda-beda, namun tetap memilikitujuan yang sama, yaitu sebagai undang-undang Tuhan

    (dustur ilahiyyun) yang berfungsi sebagai pengatur hidupmanusia. Wallahu alamu bi al-Shawab.

    9A D H R A H

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    10/12

    1 0 Zamakhsyari: Ahli Nahwu, Mufasir BalaghiyD H A M A

    Nama lengkapnya Abu al-Qasim Mahmud binUmar bin Muhammad bin Umar al-Khawarizm, dan lebih dikenal denganZamakhsyari, yang sebenarnya merupakan

    nama desa kelahirannya. Zamakhsyari dilahirkan pada hariRabu, 27 Rajab tahun 467 H. Zamakhsyari dibesarkan dilingkungan keluarga sederhana yang sangat bertakwa. Ibun-ya dikenal sebagai sebagai wanita yang lemah lembut danpenuh kasih sayang. Dari ibunya, Zamakhsyari mendapatkanpendidikan akhlak. Sejak kecil, ibunya menanamkan padadirinya sikap untuk menghargai hak-hak makhluk Allahlainnya, baik manusia ataupun binatang. Sedangkan ayahnya(w. 494 H), hidup dalam penjara sejak Zamakhsyari belia,dan meninggal tidak lama setelah ia dibebaskan.

    Khawarizm, tanah air Zamakhsyari, merupakantempat dengan peradaban paling maju di Asia Tengah pada

    waktu itu. Ibnu Batutah, seorang cendekiawan Muslim

    menggambarkan Khawarizm sebagai kota yang sangat men-gagumkan, Di dalamnya terdapat pasar-pasar yang indahdan tertata, jalan-jalan yang luas, dan banyak bangunan-bangunan yang sangat cantik dan menakjubkan.

    Tidak hanya indah, masyarakat Khawarizmdikenal sebagai masyarakat yang sangat religius. Merekamemiliki kebiasaan yang sangat mengagumkan dalammelaksanakan shalat, dan tidak kutemukan pada masyarakatselain mereka. Muadzin di setiap masjid berkeliling ke mas-jid sekitarnya untuk memberitahukan waktu shalat kepadamuadzin dan masyarakat lainnya. Apabila didapati masyara-kat yang tidak ikut shalat berjamaah, orang tersebut akan

    dipukul oleh imam masjid tersebut di depan umum. ."Hal ini ternyata memberikan dampak yang sangatpositif dalam kehidupan masyarakat Khawarizm. Kenya-manan, keamanan dan kesejahteraan yang terjamin dancukup memadai menjadikan iklim intelektual di Khawarizmtumbuh dengan sangat pesat. Pada masa itu, sekitar abad IV,Khawarizm dikenal sebagai pusat keilmuan, sekaligus tem-pat yang melahirkan ulama-ulama brilian dalam berbagaidisiplin keilmuan, termasuk ulama yang memadukan bahasa

    Arab dengan sastra dan ilmu agama lainnya.Pada masa inilah masa keemasan aktifitas intel-

    ektual sekaligus pertumbuhan ideologi Muktazilah- Za-

    makhsyari tumbuh. Saat ia dilahirkan, Khawarizm tengahdipimpin seorang raja bergelar Sultan Agung Dunia dan

    Agama, Abi Fath al-Mulkisyah. Di bawah pemerintahannya,Khawarizm berhasil menjadi negara yang menguasaiberbagai sektor kehidupan, khususnya sektor ekonomi dankeilmuan. Dalam menjalankan pemerintahannya, Sultan AbiFath al-Mulkisyah dibantu seorang perdana menteri berna-ma Nidzam al-Mulk, yang dikenal sebagai seorang penguasayang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mendukungpenuh segala bentuk aktifitas keilmuan.

    Kedua keadaan ini keadaan Khawarizm dankehidupan keluarganya- menjadikan Zamakhsyari sosok

    tangguh dan mencintai ilmu pengetahuan sejak usia belia. Diusianya yang cukup muda inilah, Zamakhsyari, menurutIbnu Khalkan, telah mengembara menuju Bukhara untukmenuntut ilmu. Di Bukhara, Zamakhsyari berguru kepada

    Mahmud bin Jarir al-Dhabi al-Ashfahani

    Abu Mudlir al-Nahwi(w. 507 H), seorangulama besar pakarbahasa Arab danNahwu. Kepakaran al-Dhabi dalam keduahal ini tidak disang-sikan lagi, bahkan iadikenal denganjulukan Farid al-Ashr(ahli yang tiada duan-ya di masa itu). Saatberguru kepada al-Dhabi, Zamakhsyaridikenal sebagai murid

    yang sangat tekundan dekat dengan gurunya. Bahkan, al-Mufasshal, salahsatu karya monumentalnya dalam bidang Nahwu,ditulisnya hanya beberapa saat setelah berguru kepada al-Dhabi, sehingga pengaruh dan metodologi al-Dhabibegitu terlihat dalam buku ini. Pada tahun 512 H,Zamakhsyari didera penyakit yang cukup serius, yangdisebutnya dengan al-nahikah. Penyakit tersebutkemudian membawa Zamakhsyari pergi ke Mekah untukberibadah. Selama berada di tanah suci ini, Zamakhsyaribertemu dan berguru kepada Ali bin Isa bin Hamzah bin

    Wihas, seorang pembesar negeri Mekah yang dikenal

    sebagai ahli sastra. Selain kepada Ibnu Wihas,Zamakhsyari juga mengkaji buku karya Sibawaih kepadaAli Abdullah bin Thalhah al-Yabiri (w. 518 H), yangdikenal sebagai ulama pakar Nahwu di tanah suci.Setelah berada di Mekah selama dua tahun, Zamakhsyarikemudian pulang ke negaranya. Dalam perjalananpulangnya, Zamakhsyari singgah di Yaman untukberguru kepada salah satu sastrawan ternama,Hamadzan.

    Selain dikenal sebagai ulama besar ahli bahasaArab dan sastra, Zamakhsyari dikenal sebagai MufasirBalaghiy yang mencoba menafsirkan al-Quran dan

    menjadikan keindahan tata bahasa serta balaghah al-Quran (jamal al-nadzm al-Qurani wa balaghatuhu) sebagaifokus utamanya. Hal itu terlihat dalam tafsirnya al-Kasysyaf an Haqaiq al-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuhal-Tawil.

    Pada tahun 526 H, Zamakhsyari kembalimengunjugi kota Mekah untuk kedua kalinya setelahkunjungan pertamanya pada tahun 512 H. Kunjungankeduanya ini berlangsung lebih lama dibandingkankunjungannya yang pertama. Bahkan, akibat lamanyakunjungan keduanya ini, ia masyhur dikenal dengansebutan jar Allah yang berarti tetangga Allah. Tepat

    sepuluh tahun setelah penulisan al-Kasysyaf, di bulanDzulhijjah tahun 538 H Zamakhsyari wafat setelahkunjungan keduanya ke Mekah. Zamakhsyari kemudiandimakamkan di Jurjaniyah, Khawarizm.

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

    Maulidatul Hifdhiyah

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    11/12

    Saat menjalani aktifitas sehari-hari, manusia terkadang tiba-tiba terserangsebuah penyakit. Penyakit tersebut menyerang daya tahan tubuh manusia,hingga mengakibatkan penderitanya berhenti dari rutinitas yang dik-erjakannya sampai ia kembali sehat seperti sedia kala. Meski demikian,

    proses penyembuhan seorang penderita penyakit tidaklah sama antara satu dengan

    lainnya. Ada yang cepat ataupun lambat, atau bahkan tidak sembuh sama sekali.Analogi yang sama juga terjadi dalam kehidupan suatu masyarakat. Dewasa

    ini, penyakit yang menyerang mereka tidak hanya menghancurkan daya tahan tubuh(fisik), tetapi juga moral dan pikiran. Oleh karena itulah, mereka memerlukan obatmujarab yang mampu menyembuhkan ketiga sisi kehidupan masyarakat tersebut.Obat yang diperlukan ini tidak lain adalah al-Quran, sebagaimana dijelaskan dalamsurat Yunus ayat 75: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dariTuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk sertarahmat bagi orang-orang yang beriman.

    Penjelasan inilah yang disampaikan oleh Ahmad bin Muhammad Thahundalam bukunya Maa Al-Quran. Muhammad Thahun merupakan seorangpemikir Arab Saudi yang cukup produktif melahirkan banyak karya. Selain Maa

    Al-Quran, beberapa judul buku yang telah ditulisnya antara lain Amtsal waNamadzij min al-Quran al-Adhim; Zad al-Atqiya min Washaya Khatam al-Anbiya; dan Hadharat al-Islam wa Uruba.

    Dalam pandangan Muhammad Tha-hun, al-Quran adalah ruh umat Islam, sehinggamereka tidak akan mampu untuk hidup tanpaal-Quran. Berangkat dari asumsi inilah, Mu-hammad Thahun menulis buku ini.

    Pembahasan dalam Maa al-Quran dibagi ke dalam lima bab. Bab per-

    tama berisi seputar beberapa penjelasanmengenai ulumul Quran, seperti nuzululQuran, nasikh-mansukh, makki-madani, danpenafsiran al-Quran dengan metode rayi. Babkedua membahas kedudukan Sunah dalampenafsiran al-Quran. Adapun bab ketiga berisitentang peran al-Quran sebagai penyembuhpenyakit manusia sekaligus keutamaanmengkaji al-Quran. Berikutnya, bab keempatmenjelaskan urgensi pengajaran al-Quran,kewajiban seorang penghafal al-Quran, danetika berinteraksi dengan al-Quran. Sedangkan

    bab terakhir berisi doa khatam al-Quran.Sementara itu, pembahasan yang

    cukup menarik dalam buku ini adalah penjela-san tentang fungsi al-Quran sebagai petunjuk,sekaligus obat bagi penyakit terlebih penyakitjiwa bagi manusia. Pembahasan yang terletakpada bab ketiga ini dimulai dengan firmanAllah yang artinya: Dan Kami turunkan dari al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmatbagi orang-orang yang beriman. Dan al-Quran itutidaklah menambah kepada orang-orang yang zalimselain kerugian. (QS. al-Isra: 82)

    Peran pertama al-Quran dalam ayattersebut adalah penawar sebuah penyakit.Dalam konteks ini, Muhammad Thahun ber-pendapat bahwa salah satu penyakit yang

    diderita oleh manusia adalah kebodohan.Tidak hanya itu, ia juga menulis bahwakebodohan terbesar dalam diri manusiaadalah ketidaktahuannya terhadap Tuhandan segala sifat yang melekat pada Zat-Nya.Dengan demikian, manusia paling bodohadalah manusia yang tidak mengenali

    Tuhannya. Orang-orang seperti ini amatsangat membutuhkan tabib untuk menyem-buhkan penyakit bodoh yang merekaderita, al-Quran. Hal ini tidak lain karena al-Quran adalah petunjuk bagi akal dan cahayabagi mata hati dan jiwa manusia. Adapunperan kedua, yaitu sebagai rahmat bagimanusia, sebab petunjuk yang ada di da-lamnya menjadikan manusia beriman, ber-takwa dan mencintai kebaikan, sehinggamereka menjadi makhluk yang diridai olehAllah SWT.

    Selanjutnya, Muhammad Thahunkembali menekankan tentang posisi al-Quran dalam kehidupan manusia, yaitusebagai cahaya sekaligus petunjuk. Penggunaan al-Quran sebagai satu-satunya pedoman hidup, menurut Thahun, telah dipraktikkan olehulama salaf shalih. Mereka menghalalkan apa yang dibolehkan, danmengharamkan apa yang dilarang. Mereka juga mematuhi ketentuanyang telah ditetapkan dan senantiasa menghiasi diri mereka dengan al-Quran. Al-Quran telah menerangi jiwa, akal, dan mata hati mereka.Kemudian, mereka terangi dunia dengan hukum dan hikmah al-Quran, tulis Muhammad Thahun di akhir pembahasan bab ini.

    Demikianlah catatan singkat tentang isi buku ini. Meski dalambeberapa pembahasan terkesan amat singkat dan kurang sistematis,buku ini tetap layak untuk dibaca oleh mereka yang mengkaji danmencintai al-Quran. Wallahu alamu bi al-Shawab.

    AL-QURAN: PENAWAR PENYAKIT JIWA DAN RAGA

    Jakfar Shodiq

    Data Buku:

    Judul: Maa al-

    Quran

    Penulis: Ahmadibn Muhammad

    Thahun

    Penerbit: Bahr al-

    Ulum li al-Nashr

    wa al-Tauzi

    Tahun: 2009

    1 1A R J A

    B U L E T I N I Q R A , E D I S I I X , N O V E M B E R 2 0 1 3

  • 8/14/2019 BULETIN IQRA , EDISI IX NOVEMBER 2013

    12/12

    Menadaburkan Tanda-tanda Kebesaran

    Beberapa waktu lalu, salah satu media mencer-itakan kisah seorang mualaf yang mantap untukmemeluk Islam, setelah mendapati salah satuayat al-Quran yang menjelaskan tanda-tanda

    kekuasaan Allah yang ada di langit dan bumi. Singkat ceri-

    ta, setelah sekian lama mencari kebenaran, akhirnya iamendapati bahwa Islam adalah agama yang selama inidicarinya.

    Meski demikian, hingga beberapa saat sebelumbersyahadat, mualaf tersebut masih gamang akan Tuhandan Islam. Ia kemudian memutuskan untuk duduk seorangdiri dalam sebuah ruangan, dan bermaksud agar Tuhanyang akan disembahnya menunjukkan wujudnya.Kegamangannya memuncak tatkala Tuhan yang telahditunggunya tak kunjung tampak. Setelah itu, ia kembalimembuka al-Quran yang memberinya ilham untuk me-meluk Islam. Saat itulah, ia baru benar-benar menyadaribahwa alam semesta ini merupakan salah satu tandakeberadaan-Nya.

    Kekeliruan Teori EvolusiDalam berbagai kitab samawi, kita akan

    mendapati kitab-kitab ini menyebutkan bahwa manusiapertama adalah Adam. Namun, kepastian tersebut ternyatatidak diterima oleh beberapa orang yang membacanya.Dalam pandangan mereka, manusia ada karena berevolusi.Pandangan tersebut dipopulerkan oleh Charles Darwin,hingga dikenal oleh masyarakat luas sebagai teori evolusi.

    Dalam bukunya On The Origin of Species (1859),Darwin berusaha mengaburkan eksistensi Tuhan melaluianggapannya bahwa semua makhluk berevolusi dari satu

    wujud menjadi bentuk lainnya.Usaha Darwin tersebut menuai sukses besar.

    Melalui teorinya, dapat dipahami bahwa semua makhlukhidup dan bahkan alam semesta- ada dengan sendirinyatanpa Zat pencipta. Akibatnya, tidak sedikit manusia yangenggan meyakini keberadaan Tuhan (ateis). Kalangan ateisinilah yang mungkin dimaksud oleh QS. al-Jatsiyah: 24,Dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak lain hanyalah ke-hidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada

    yang akan membinasakan kita selain masa. Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lainhanyalah menduga-duga saja.

    Darwin dan beberapa orang yang mendukungteori tersebut menduga bahwa fosil-fosil yang merekatemukan di berbagai belahan dunia, yang berupa tulang-tulang kera dan sejeisnya adalah wujud evolusi. Merekamenganggap bahwa asal-usul manusia (terlebih manusiapra-sejarah) berawal dari kera.

    Kendati begitu, tidak semua kalangan menerimateori ini. Logikanya, manusia manakah yang mau disebutsebagai keturunan kera? Agaknya, sebagai seorang ateis,

    Darwin lupa atau sengaja melupakan- bahwa semua ma-khluk hidup di muka bumi ini beserta kehidupannya telahditata dan diatur dengan sangat rapi oleh Zat penciptanya.Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadi-

    an kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk. (QS.Thaha: 50)

    Tadabur AlamAllah berfirman dalam surat ali-Imran ayat 137,

    Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah,karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlahbagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (para Rasul).

    Yang dimaksud dengan sunnah Allah di sini ialah hukuman-hukuman Allah yang berupa malapetaka, bencana, dan azabyang ditimpakan kepada orang-orang yang mendustakanutusan-utusan Allah.

    Mari kita luangkan waktu sejenak untuk merenungdan melihat apa yang telah Allah timpakan kepada merekayang telah mengingkari perintah-Nya. Kita dapat melihatpeninggalan dan sisa-sisa peradaban. Di kota Sodom con-tohnya, kita dapat melihat patung-patung manusia di kota

    yang telah dihantam oleh batu-batu. Mereka menolak mengi-kuti ajakan Nabi Luth untuk menjauhi maksiat, namun yangmereka kerjakan adalah justru sebaliknya. Allah melaluimalaikat-Nya mengabarkan kepada Nabi Luth akan turunnyaazab di kampung mereka, sehingga dia beserta keluarganyaselamat dari hujan batu kecuali istrinya. Hal ini diabadikan

    Allah dalam QS. al-Araf: 83-84, Kemudian Kami selamatkandia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya, ia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepadamereka hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahanorang-orang yang berdosa itu.

    Dalam sebuah penjelasan mengenai keadaan geo-grafis bumi, Dr. Thalat Afifi mengajak kita untuk mena-daburkan keseimbangan yang telah ditetapkan Allah di mukabumi ini. Ia menjelaskan bahwa keseimbangan yang telahdiletakkan Allah begitu mengagumkan. Hal ini misalnyaterlihat pada peta dunia. Pada permukaan bumi yang bulat,jika ditarik garis-garis lurus, akan didapati bahwa semualokasi bumi yang berupa daratan berlawanan dengan lautan,kecuali daratan Cina. Kemudian, apabila melihat bentukdaratan yang selalu mengerucut ke arah selatan, sedangkansamudra selalu bermuara di arah utara, maka kita akanmendapati bahwa bumi ini memang telah diciptakan dengan

    teratur dan seimbang. Hal ini kemudian ditegaskan Allahdalam sebuah ayat yang berbunyi, Dan Allah telah mening-gikan langit, dan Dia meletakkan neraca. (QS. al-Rahman: 7)

    Oleh karena itulah, marilah kita mulai menadabur-kan kebesaran Allah, terlebih yang ada pada permukaanbumi. Melalui berbagai lanskap tersebut, Allah meletakkantanda-tanda kebesaran-Nya. Semua itu tidak lain bertujuanagar kita semakin memperteguh keimanan dan ketakwaankita. Bila hal ini sudah tercapai, hal berikutnya nyang menjaditugas kita adalah mengajak orang-orang di sekitar kita untukturut memperhatikan ciptaan-Nya, sehingga mereka maumeyakini dan beriman kepada pencipta bumi ini. Tentu saja

    langkah-langkah tersebut tidak mudah, namun Allah telahmemberikan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk menelitidan mengkaji kebesaran-Nya melalui ilmu pengetahuan danteknologi yang berkembang dewasa ini. Wallahu alam.

    Faiq Aziz

    1 2 S A L A M