buku_pelengkap_2011

Upload: bhyaaaaaa

Post on 19-Jul-2015

345 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pelengkap BUKU PEGANGANPenyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

2011

Peningkatan KualitasHubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Kementerian Keuangan April 2011 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

KEMENTERIAN KEuANgAN REPuBlIK INDoNEsIA gedung Radius Prawiro lantai 9 Website: www.djpk.depkeu.go.id Email: [email protected]

DIREKToRAT JENDERAl PERIMBANgAN KEuANgAN Jl. DR. Wahidin No. 1 Jakarta Pusat 10710 Tlp. 021.350.9442, Faks. 021.350.9443

Pelengkap Buku Pegangan 2011

KATA PENGANTAR

Indonesia

desentralisasi fiskal selama satu dekade. Implikasi dari kebijakan ini adalah adanya pembagian kewenangan urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang disertai dengan pemberian sumber-sumber keuangan untuk mendanai urusan yang untuk mendorong daerah dalam memberikan pelayanan yang lebih baik masyarakat. sementara itu, kebijakan desentralisasi fiskal dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah hubungan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan dapat lebih dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. MeningkatkanPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

telah

melaksanakan

REPuBlIK INDoNEsIA kebijakan

MENTERI KEuANgAN

otonomi

daerah

dan

telah diserahkan kepada daerah. Kebijakan otonomi daerah ditujukan dan efisien, dan peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan kepada daerah tersebut sebagai konsekuensi logis atas kebijakan aktivitas perekonomian daerah, yang pada gilirannya diharapkan

otonomi daerah. Dengan adanya kebijakan otonomi daerah dan

iii

perekonomian daerah secara bersama-sama akan menggerakkan roda perekonomian nasional. Hubungan keuangan proses yang dinamis dan dilaksanakan melalui berbagai bentuk penyempurnaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspirasi dari berbagai stakeholders . meningkatkan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah dalam rangka mendukung tujuan pembangunan nasional. Berbagai upaya untuk itu, Pemerintah terus berupaya pusat dan daerah merupakan sebuah

penyempurnaan telah dilakukan, yaitu melalui penguatan local taxing power, percepatan penyaluran transfer ke daerah, upaya peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan peningkatan kinerja pemerintah daerah. efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah, serta pengaturan mekanisme reward dan punishment untuk mendorong peningkatan Penguatan local taxing power kepada daerah melalui Pajak Daerah dan hal pokok yaitu: 1) pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam hal pajak daerah dan retribusi daerah, 2) peningkatan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan dan penyelenggaraan jenis-jenis pungutan daerah.

Retribusi Daerah (PDRD) terutama dilakukan melalui undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD. undang-undang ini memuat tiga

pemerintahan, dan 3) pemberian kepastian bagi dunia usaha mengenai sementara itu, kemajuan perkembangan kebijakan dan implementasi transfer ke daerah diwujudkan melalui formulasi kebijakan transfer ke daerah yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi ketimpangan kualitas pelayanan publik dan peningkatan kinerja pemerintah daerah.iv

fiskal vertikal dan horizontal, tetapi juga untuk mendorong peningkatan

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Dalam hal peningkatan kualitas pelayanan publik, kebijakan transfer

ke daerah terutama dilakukan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang ditujukan untuk pembangunan fisik berbagai sarana dan prasarana daerah baik dari sisi pengelolaan keuangan maupun kinerja ekonomi reward untuk daerah-daerah yang berprestasi. dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan

layanan publik di daerah. selain itu, untuk mengapresiasi kinerja daerah, maka Pemerintah memberikan dana insentif daerah sebagai selain itu, efektivitas dan efisiensi pengelolaan pinjaman daerah kebutuhan daerah terutama untuk memberikan kesempatan bagi daerah agar dapat melakukan pinjaman daerah untuk membiayai anggarannya perkembangan

termasuk melakukan kegiatan investasi. saat ini Pemerintah sedang melakukan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Beberapa perubahan pokok yang dimuat prosedur pemberian pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah. dalam revisi PP tersebut terutama terkait dengan peningkatan fleksibilitas penggunaan pinjaman daerah serta pengaturan mengenai Disadari sepenuhnya bahwa kebijakan penguatan sumber pendapatan daerah yang berkualitas. Fakta dilapangan menunjukkan masih banyak daerah yang terlambat menetapkan APBD, meskipun telah kegiatan pembangunan di daerah. Dalam hal ini kebijakan percepatan

daerah tentunya harus diikuti oleh kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan yang baik dan belanja maka pengaturan mekanisme punishment juga diberlakukan untuk terdapat kecenderungan perbaikan dari tahun ke tahun. untuk itulah tenggat waktu penyampaian APBD sebagaimana dituangkan dalamPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

mendorong percepatan penyelesaian APBD dan mendorong pelaksanaan

v

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang sistem Informasi Keuangan Daerah diharapkan dapat mendorong disiplin pemerintah daerah terutama dalam hal penyelesaian penyampaian APBD. Namun demikian, upaya peningkatan kualitas kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah harus terus didorong, sehingga mampu APBD yaitu rata-rata sebesar 41 persen dan mengalami tren kenaikan tahun 2007 menjadi 21 persen di tahun 2009. Padahal belanja modal meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan inilah maka Pemerintah selalu berupaya untuk melakukan berbagai penyempurnaan agar kualitas hubungan keuangan pusat dan semata, namun yang lebih penting adalah bagaimana dampaknya terhadap pembangunan ekonomi di daerah. ini sangat diharapkan meningkat, terutama dalam rangka mendorong daerah tidak hanya dikaitkan dengan pertumbuhan besaran pendanaan

meningkatkan kualitas belanja di daerah. selama tahun 2007-2010 komponen belanja pegawai masih mendominasi belanja daerah dalam setiap tahunnya. sementara itu, porsi belanja modal justru mengalami penurunan sejak tahun 2007 hingga 2009 yaitu sebesar 29 persen di

kebijakan dilakukan setiap tahun sehingga diharapkan tidak hanya kualitas layanan publik dan perekonomian daerah. uraian singkat dalam pengantar ini merupakan materi yang akan bertemakan Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat danvi

mendukung kebutuhan pendanaan pembangunan terutama kepada daerah-daerah tertinggal, namun juga diharapkan dapat mendorong dikupas dalam Pelengkap Buku Pegangan Tahun 2011 ini yang

upaya reformulasi

Daerah dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Dengan disusunnya

Pelengkap Buku Pegangan 2011

buku ini diharapkan para pembaca dapat memahami secara lebih baik hubungan keuangan pusat dan daerah, kebijakan pendanaan di daerah, dan dampak dari peningkatan kualitas belanja di daerah semoga buku ini dapat bermanfaat bagi upaya meningkatkan kualitas kesejahteraan rakyat. menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pengelolaan anggaran belanja pusat dan daerah, sehingga setiap rupiah

terhadap pertumbuhan ekonomi. untuk itu, pada kesempatan ini saya pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini.

dari belanja negara akan mendatangkan sebesar-besarnya peningkatan

Menteri Keuangan,

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

vii

DAFTAR ISIKATA PENgANTAR ......................................................................................................... iii DAFTAR gAMBAR .......................................................................................................... xv DAFTAR TABEl .............................................................................................................xvii BAB I PENDAHuluAN ............................................................................................. I-1 BAB II HuBuNgAN KEuANgAN ANTARA PusAT DAN DAERAH...........II-9 BAB III sIsTEM PENDANAAN DI DAERAH ...................................................III-19 3.1. Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah ................................................III-21 3.1.1. Pendahuluan ..............................................................................................III-21 3.1.2. Jenis Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah .....................................III-25 3.1.2.1. Pajak Daerah ..............................................................................III-25 3.1.2.2. Retribusi Daerah ......................................................................III-26 3.1.3. Kriteria .........................................................................................................III-29 3.1.3.1. Kriteria Pajak Daerah .............................................................III-29 3.1.3.2. Kriteria Retribusi Daerah .....................................................III-33 3.1.4. Prosedur Penetapan ...............................................................................III-36 3.1.5. Pengawasan Dan Pembatalan.............................................................III-38 3.1.6. sanksi ............................................................................................................III-41 3.1.7. Kesalahan Materi Perda ........................................................................III-42 3.1.8. Pelaksanaan undang-undang.............................................................III-42 3.1.9. BPHTB dan PBB P-2 ................................................................................III-45 3.2. Transfer ke Daerah ..................................................................................III-51 3.2.1. Pendahuluan ..............................................................................................III-51 3.2.2. Dana Bagi Hasil .........................................................................................III-54 3.2.2.1. Dana Bagi Hasil Pajak ............................................................III-54 1. Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak orang Pribadi Dalam Negeri (WPoPDN) dan PPh Pasal 21.......................................................................III-56 Alokasi Dana Bagi Hasil PPh .......................................III-56 2. DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ..................III-57 A. Alokasi Dana Bagi Hasil PBB ..............................III-57 B. Perhitungan Dana Bagi Hasil PBB ...................III-58 3. DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) ...............III-59 3.2.2.2. dana bagi hasil sumber daya alam ...................................III-65viii

Pelengkap Buku Pegangan 2011

3.2.3.

3.2.4.

1. Penetapan Alokasi DBH sDA.......................................III-69 2. DBH sDA Pertambangan Minyak dan gas Bumi (DBH sDA MIgAs) ......................................III-71 A. Pola Pembagian DBH sDA Migas ......................III-71 B. Penyusunan Perkiraan DBH sDA Migas .........III-74 i. Mekanisme Penyusunan ...............................III-74 ii. Penetapan ...........................................................III-76 C. Penyusunan Realisasi DBH sDA Migas ...........III-77 i. Mekanisme Penghitungan ...........................III-77 ii. Penyaluran..........................................................III-81 D. Mekanisme Counter Balance dan Penyaluran DBH Migas ..........................................III-85 i. Prinsip DBH .......................................................III-85 ii. Waktu Perhitungan realisasi PNBP/DBH Migas. ...........................................III-85 iii. Kebijakan Pengalihan sisa Anggaran ke Rekening Cadangan ..................................III-86 iv. Kebijakan Mekanisme Counter Balance .................................................................III-87 E. Pemantauan dan Evaluasi ...................................III-88 3. DBH sDA Pertambangan umum ..............................III-89 4. DBH sDA Kehutanan .....................................................III-91 5. DBH sDA Perikanan .......................................................III-95 Perhitungan DBH sDA Perikanan ....................................III-95 Dana Alokasi umum ...............................................................................III-97 3.2.3.1. Penyusunan Formula dan Perhitungan DAu ...............III-97 1. Variabel DAu ......................................................................III-98 2. Formula DAu dalam Kerangka undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 ..............III-98 3. Bentuk umum Formula DAu ......................................III-99 4. Data Perhitungan DAu................................................III-100 3.2.3.2. DAu Daerah Pemekaran.....................................................III-105 Dana Alokasi Khusus ...........................................................................III-106 3.2.4.1. Penetapan Program dan Kegiatan .................................III-107 3.2.4.2. Perhitungan Alokasi DAK ..................................................III-108 1. Kriteria umum ...............................................................III-109 2. Kriteria Khusus..............................................................III-110 3. Kriteria Teknis ...............................................................III-111PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi ix

A. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Pendidikan...............................................................III-111 B. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Kesehatan.................................................................III-112 C. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Bidang Infrastruktur ...........................................III-114 D. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Kelautan dan Perikanan.....................................III-116 E. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Pertanian .................................................................III-117 F. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK lingkungan Hidup ................................................III-118 g. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Prasarana Pemerintahan ...................................III-119 H. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Keluarga Berencana ............................................III-120 I. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Kehutanan................................................................III-120 J. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Perdagangan ...........................................................III-121 K. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Perumahan dan Permukiman .........................III-122 l. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK listrik Perdesaan: ...............................................III-122 M. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan ...............................................................III-123 N. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Transportasi Perdesaan ....................................III-123 o. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK Keselamatan Transportasi Darat ...................III-124 P. Kriteria Teknis dan Ruang lingkup DAK sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal ..III-124 3.2.4.3. Administrasi Pengelolaan DAK .......................................III-128 1. Dana Pendamping ........................................................III-128 2. Penganggaran .................................................................III-128 3. Pemantauan dan Pengawasan ................................III-129 3.2.4.4. Pelaporan .................................................................................III-130x

Pelengkap Buku Pegangan 2011

3.2.5.

3.3. 3.3.1. 3.3.2.

PenyaluranAnggaran Transfer keDaerah ...................................III-131 3.2.5.1. penyaluran dbh Pajak..........................................................III-132 1. Penyaluran Dana Bagi Hasil PPh ............................III-132 2. Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB ...........................III-133 3. Penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (CHT) ...........................................................III-133 3.2.5.2. Penyaluran DBH sumber Daya Alam ............................III-134 3.2.5.3. Penyaluran DAu.....................................................................III-137 3.2.5.4. Penyaluran DAK.....................................................................III-138 Pinjaman Dan Hibah Daerah ............................................................III-139 Pendahuluan ...........................................................................................III-139 Pinjaman Daerah ..................................................................................III-140 3.3.2.1. Pinjaman Daerah sebagai Alternatif sumber Pembiayaan APBD ................................................................III-141 1. sumber Pinjaman Daerah ........................................III-143 2. Jenis dan Penggunaan Pinjaman Daerah ...........III-143 3. Persyaratan umum Pinjaman Daerah ................III-144 3.3.2.2. Kebijakan Fiskal di Bidang Pinjaman Daerah...........III-147 1. Prinsip umum Pinjaman Daerah ...........................III-147 2. Revisi Peraturan Pemerintah tentang Pinjaman Daerah ..........................................................III-148 3. Pengendalian Batas Maksimal Defisit dan Pinjaman Daerah .........................................................III-149 3.3.2.3. Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari Pemerintah .............................................................................III-151 1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Penerusan Pinjaman luar Negeri .................................................III-151 A. Prosedur Pengadaan Pinjaman / Hibah luar Negeri oleh Pemerintah Pusat .............III-152 B. Prosedur Penerusan Pinjaman luar Negeri Pemerintah kepada Pemerintah Daerah .......................................................................III-156 2. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ..........................................................III-161 3.3.2.4. Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari Pemerintah Daerah lain, lembaga KeuanganPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi xi

3.3.3.

3.4.

3.4.1. 3.4.2.

Bank, dan lembaga Keuangan Bukan Bank ............III-164 1. Prosedur Pinjaman Jangka Pendek:......................III-164 2. Prosedur Pinjaman Jangka Menengah dan Pinjaman Jangka Panjang:.........................................III-165 3.3.2.5. obligasi Daerah .....................................................................III-166 1. Prinsip umum ................................................................III-169 2. Prosedur Penerbitan ...................................................III-170 3. Pengelolaan obligasi Daerah ...................................III-175 3.3.2.6. Pembayaran Kembali Pinjaman .....................................III-178 3.3.2.7 Penatausahaan, Pemantauan, Evaluasi, Pelaporan, Dan Publikasi .................................................III-179 1. Penatausahaan ...............................................................III-179 2. Pemantauan dan Evaluasi .........................................III-179 3. Pelaporan .........................................................................III-180 4. Publikasi ...........................................................................III-181 3.3.2.8. sanksi Administratif Pinjaman Daerah .......................III-182 Hibah Daerah ..........................................................................................III-184 3.3.3.1. sumber Hibah .........................................................................III-185 3.3.3.2. Prinsip Dasar Pemberian Hibah Kepada Daerah ....III-186 3.3.3.3. Kriteria Pemberian Hibah .................................................III-187 3.3.3.4. Penyaluran Hibah ..............................................................III-188 1. Penyaluran Hibah Berupa uang .............................III-188 2. Penyaluran Hibah Berupa Barang dan/atau Jasa .................................................................III-189 3. Mekanisme Penerusan Hibah kepada Pemerintah Daerah .....................................................III-190 4. Pemanfaatan Hibah di Daerah ................................III-195 3.3.3.5. Pengelolaan Hibah oleh Daerah .....................................III-197 3.3.3.6. Pencatatan ..............................................................................III-198 3.3.3.7. Pelaporan ................................................................................III-199 3.3.3.8. Pemantauan ............................................................................III-200 Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah ......................III-201 Pendahuluan ...........................................................................................III-201 Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ...............................................................................III-205 3.4.2.1. Pengertian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan...............................................................III-205

xii

Pelengkap Buku Pegangan 2011

3.4.3. 3.4.4. 3.4.5. 3.4.6.

3.4.2.2. Prinsip Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ............................................................................III-205 3.4.2.3. Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ............................................................................III-208 1. Keseimbangan Pendanaan di Daerah dalam Rangka Perencanaan lokasi dan Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.......................................................III-209 2. Proses Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan..............................................III-214 3.4.2.4. Penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan...............................................................III-215 3.4.2.5. Pertanggungjawaban dan Pelaporan .........................III-215 1. Dana Dekonsentrasi ....................................................III-216 2. Dana Tugas Pembantuan ...........................................III-217 3.4.2.6. Pengelolaan Barang Milik Negara..................................III-219 1. status Barang Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi ................................................................III-219 2. status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan.......................................................III-220 Pembinaan, Pengawasan dan Pemeriksaan .............................III-221 3.4.3.1. Pembinaan dan Pengawasan Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ..............................III-221 3.4.3.2. Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan ...................................................III-222 sanksi .........................................................................................................III-223 Peran Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan .......................................III-225 Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah .....................III-226 3.4.6.1. Pengertian Pendanaan urusan Bersama Pusat Dan Daerah ..............................................................................III-232 3.4.6.2. Prinsip-Prinsip Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah ..................................................................III-233 3.4.6.3. Perencanaan Dan Penganggaran Dana urusan Bersama Pusat dan Daerah ..............................................III-234 3.4.6.4. Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah Dalam Rangka Perencanaan Pendanaan urusan Bersama Pusat dan Daerah untukPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi xiii

Penanggulangan Kemiskinan ..........................................III-238 1. Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah ..............................................................................III-238 2. Formulasi Penghitungan Persentase Besaran Penyediaan DDuB Per Kelompok dan Per Daerah ..............................................................III-240 3.4.6.5. Pencairan dan Penyaluran ................................................III-241 3.4.6.6. Pelaporan dan Pertanggungjawaban ...........................III-242 3.4.6.7. Pembinaan ..............................................................................III-243 3.4.6.8. Pengawasan.............................................................................III-244 BAB IV PENINgKATAN KuAlITAs BElANJA DAERAH DAN PERTuMBuHAN EKoNoMI DAERAH ................................ IV-245 4.1. gambaran umum Belanja Pemerintah Daerah Dan Kondisi Ekonomi/kesejahteraan Daerah .......................... IV-248 4.1.1. Belanja Pemerintah Daerah ............................................................ IV-248 4.1.2. Belanja Daerah dalam Kaitannya dengan Kondisi Ekonomi/ Kesejahteraan Daerah ................................................... IV-255 4.2. upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Kualitas Belanja Daerah Dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi serta Kesejahteraan Masyarakat Di Daerah .......................................... IV-261 4.2.1. Kebijakan di Bidang Perpajakan dan Retribusi Daerah ....... IV-261 4.2.2. Kebijakan Transfer ke Daerah ......................................................... IV-264 4.2.3. Kebijakan Hibah ke Daerah .............................................................. IV-246 4.2.4. Kebijakan Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan Daerah .................................................................................. IV-266 4.2.5. Kebijakan Melalui Pendanaan Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan urusan Bersama .................................. IV-271 BAB V PENuTuP....................................................................................................V-273 DAFTAR PusTAKA ..................................................................................................V-279 INDEX ................................................................................................................V-285 uCAPAN TERIMA KAsIH ......................................................................................V-289

xiv

Pelengkap Buku Pegangan 2011

DAFTAR GAMBARgambar 2.1 Kerangka Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah ........................................................................ II-16 gambar 2.2 skema Peraturan Perundangan yang mengatur Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ............................. II-17 gambar 3.1 Persentase Pembagian Dana Bagi Hasil Pajak ................III-55 gambar 3.2 skema Bagi Hasil sDA................................................................III-67 gambar 3.3 Mekanisme Penetapan Alokasi DBH sDA .........................III-70 gambar 3.4 Porsi Pembagian DBH sDA Minyak Bumi .........................III-72 gambar 3.5 Porsi Pembagian DBH sDA gas Bumi .................................III-73 gambar3.6 Mekanisme Penetapan Perkiraan Alokasi DBH sDA Migas ............................................................................III-77 gambar 3.6 Mekanisme Perhitungan DBH sDA Migas .........................III-81 gambar 3.8 Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH Migas................III-84 gambar 3.9 Penyaluran DBH sDA Migas ....................................................III-84 gambar 3.10 Counter Balance dalam Management Cashflow DBH MIgas ......................................................................................III-87 gambar 3.11 Perhitungan DBH sDA Pertambangan umum ................III-91 gambar 3.12 Perhitungan DBH sDA Kehutanan .......................................III-93 gambar 3.13 Mekanisme Penetapan Alokasi DBH sDA .........................III-97 gambar 3.14 Formula umum Dana Alokasi umum Menurut undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.....III-104 gambar 3.15 Pembagian DAu bagi Daerah Pemekaran ......................III-105 gambar 3.16 Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan ...........III-108 gambar 3.17 Proses Penentuan Besaran Alokasi DAK per Daerah III-126 gambar 3.18 Format Penyaluran DBH sDA Migas.................................III-135 gambar 3.19 Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH Migas.............III-136 gambar 3.20 Mekanisme Penyaluran (2008) ..........................................III-137 gambar 3.21 Proses Perencanaan Pinjaman Daerah ...........................III-142 gambar 3.22 Prosedur Pengadaan Pinjaman/Hibah luar Negeri III-155 gambar 3.23 Proses Pelaksanaan Penerusan PlN Kepada Pemda (on-lending) ..............................................................III-161 gambar 3.24 Prosedur Pinjaman Daerah yang Bersumber selain dari Pemerintah ..........................................................III-166PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi xv

gambar 3.25 Proses Penerbitan obligasi Daerah ..................................III-171 gambar 3.26 Persiapan Penerbitan obligasi Daerah di Daerah ......III-172 gambar 2.27 Pengajuan, Penilaian dan Persetujuan Penerbitan obligasi Daerah oleh Menteri Keuangan ........................III-174 gambar 3.28 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa uang ................III-189 gambar 3.29 Mekanisme Penyaluran Hibah Berupa Barang dan Jasa.........................................................................................III-190 gambar 3.30 Penganggaran Hibah dan Penyusunan NPPH ..............III-192 gambar 3.31 Proses Penyusunan DIPA Hibah kepada Pemerintah Daerah .................................................................III-194 gambar 3.32 Proses Penyaluran Hibah Kepada Pemerintah Daerah ...........................................................................................III-197 gambar 3.33 Pola Hubungan Antar Instansi Terkait dalam Penyelengaraan dan Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan .........................................................III-204 gambar 3.34 Pola Hubungan Kementerian Keuangan dengan Kementerian dalam Pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan .........................................................III-211 gambar 3.35 sumber Pendanaan urusan bersama ..............................III-233 gambar 3.36 Proses Perencanaan dan Penganggaran urusan Bersama .......................................................................................III-237 gambar 3.37 Alur Pikir Formulasi Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah ...........................................................................................III-241 gambar 4.1 Trend Belanja APBD secara Nasional .............................. IV-249 gambar 4.2 sebaran Alokasi Dana Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2008-2011 ............................................... IV-254 gambar 4.3 sebaran Alokasi Dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2008-2011 ............................................... IV-254 gambar 4.4 Perbandingan Realisasi Belanja Daerah dengan Jumlah Pengangguran dan Jumlah Penduduk Miskin ..................................................................... IV-256 gambar 4.5 Perbandingan Realisasi Belanja Daerah dengan Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan ....... IV-257 gambar 4.6 Belanja APBD Per Kapita Tahun 2008-2010 ................ IV-258

xvi

Pelengkap Buku Pegangan 2011

DAFTAR TABELTabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Jenis Pajak Daerah ...........................................................................III-25 Jenis Retribusi Daerah ...................................................................III-27 Kesiapan Daerah Memungut BPHTB (Posisi tanggal 21 Februari 2011) ............................................III-48 Porsi Pembagian DBH sDA Pertambangan umum ............III-91 Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)...................III-96 Tarif Pungutan Hasil Perikanan (PHP) ...................................III-96 Pencatatan dan Pelaporan Hibah ...........................................III-199 Potret Belanja Pegawai APBD 2007-2010 ......................... IV-250 Indikator Ekonomi Per Daerah 2008 2010 .................... IV-259

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

xvii

xviii

BAB I PENDAHULUAN

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

I-1

I-2

Pendahuluan

Pelengkap Buku Pegangan 2011

BAB I PENDAHULUANKebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia bergulir pada dan undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. Tuntutan akan adanya otonomi reformasi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menstabilkan saat itu antara lain disebabkan karena sistem sentralisasi yang terlalu kuat, daerah dalam mengelola perekonomian daerahnya.

awal tahun 2000 saat ditetapkannya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 daerah dan desentralisasi merupakan salah satu bagian dari rangkaian kembali roda perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk sejak tahun sehingga belum memberikan peran dan kewenangan yang cukup kepada meningkatkan kemandirian dan kreativitas daerah dalam mengatur dan menangani urusan daerah melalui tiga strategi utama yaitu (i) pertanggungjawaban lebih bersifat horizontal melalui peningkatan peran akuntabilitas. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat masyarakat, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan

1997-2000. Muara dari permasalahan yang terjadi pada saat krisis keuangan untuk itu, kebijakan dan pelaksanaan otonomi daerah ditujukan guna DPRD, (ii) pengaturan yang jelas mengenai alokasi dana dari pusat ke daerah, daerah dengan mengedepankan pada asas partisipasi, transparansi, dan baik secara makro maupun mikro bagi perekonomian daerah dengan

dan (iii) kewenangan pengelolaan keuangan diberikan secara utuh kepada menumbuhkembangkan sektor riil, mendorong upaya pemberdayaan

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

I-3

keuangan daerah, serta memperbaiki kualitas pelayanan publik dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yang dapat dilaksanakan secara nyata oleh daerah. Dalam kerangka kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.

saat ini dilaksanakan berdasarkan undang-undang Nomor 32 Tahun proses yang dinamis dan keberlanjutan agar hakekat kebijakan tersebut desentralisasi fiskal, telah diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan tersebut mencakup pengaturan atas pendanaan fungsi-fungsi yang menjadi kewenangan/fungsi pemerintahan kepada pemerintah daerah. Pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus Pengaturan hubungan keuangan

2004 dan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, merupakan sebuah

kewenangan pemerintah daerah sebagai konsekuensi atas pembagian dilakukan secara adil, proporsional, dan akuntabel sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat didanai secara Tujuan utama dari pengaturan pendanaan desentralisasi adalah untuk dan daerah, serta untuk mengurangi kesenjangan kemampuan fiskal antardaerah. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang peningkatan kualitas tersebut diwujudkan dalam bentuk penguatan taxing hibah ke daerah.I-4

efisien dan efektif dari sumber-sumber penerimaan dana desentralisasi. mengurangi ketimpangan fiskal yang terjadi antara pemerintah pusat dicita-citakan di atas, berbagai penyempurnaan telah dilakukan melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, serta mekanisme pinjaman danPendahuluan

upaya peningkatan kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah. upaya power ke daerah, peningkatan besaran dan formulasi dana desentralisasi,

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Dari sisi pembagian sumber-sumber pendapatan melalui peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pengaturannya dilakukan berdasarkan perpajakan daerah serta memberikan kepastian kepada masyarakat dan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dalam rangka pemberian kewenangan yang luas kepada daerah di bidang dunia usaha. Pengaturan tersebut dilakukan melalui penerapan sistem closedDaerah. Penerbitan uu tersebut merupakan langkah yang sangat strategis

list, perluasan basis PDRD yang sudah ada, penambahan jenis PDRD baru, peningkatan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, serta pemberian diskresi atas penetapan tarif pajak daerah. selain itu, untuk mengoptimalkan provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih ideal dan kebijakan earmarking pelayanan kepada masyarakat daerah dan meningkatkan investasi dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah. untuk jenis pajak tertentu. upaya penyempurnaan tersebut dilakukan agar Dilihat dari sisi pembagian sumber-sumber pendapatan melalui jumlah transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah, terjadi kenaikan yang siginifikan dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 2011, total dana yang didaerahkan melalui dana perimbangan pada Anggaran Pendapatan dan triliun. Peningkatan yang cukup signifikan pada besaran dana perimbangan tersebut telah menyebabkan pengelolaan fiskal yang menjadi tanggung jawab daerah meningkat cukup tajam. Belanja Negara (APBN) tahun 2001 adalah sebesar Rp.82,4 triliun, sedangkan dalam APBN tahun 2011 besarnya alokasi dana perimbangan adalah Rp.334,3 selain transfer dana dalam bentuk dana perimbangan, kepada daerah juga penerimaan PAD maka dikembangkan pula kebijakan dana bagi hasil pemungutan PDRD yang dilakukan pemerintah daerah dapat meningkatkan

diberikan pendanaan lain dalam komponen dana otonomi khusus dan danaPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi I-5

penyesuaian. Terkait dengan dana penyesuaian, terdapat tren kenaikan yang dana penyesuaian pada dasarnya untuk menampung program-program yang berganti-ganti. Dana ini ditujukan untuk menampung alokasi anggaran untuk mendorong atau menguatkan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah. keuangan pusat dan daerah juga dalam bentuk mekanisme pinjaman daerah

cukup signifikan atas alokasi tersebut dari tahun ke tahun. Pengalokasian tertentu untuk jangka waktu tertentu (bersifat ad hoc) dengan nomenklatur dalam rangka pendanaan kebijakan tertentu pemerintah, antara lain Penguatan sumber-sumber penerimaan daerah dalam kerangka hubungan

dan hibah daerah. Kontribusi pinjaman daerah terhadap defisit APBD masih Anggaran (SILPA) sebagai sumber untuk menutup defisit APBD. Sementara ditujukan bagi proyek pembangunan yang menjadi prioritas pembangunan nasional dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

sangat kecil dan berfluktuasi berkisar antara 4-7 persen antara tahun 2007itu, upaya pemerintah dalam memberikan hibah kepada daerah terutama (RPJM). salah satu proyek prioritas yang akan didanai dari mekanisme Penerusan Hibah dan Penerusan Pinjaman ke daerah adalah kegiatan Mass penting yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan transportasi di RPJMN yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Rapid Transit (MRT) di Provinsi DKI Jakarta. Proyek MRT merupakan agenda Jakarta. Proyek ini selaras dengan prioritas nasional dan masuk di dalam Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk membiayai program dan kegiatan yang menjadi kewenangan Pemerintah di daerah melalui Dana Dekonsentrasi, Dana Tugas Pembantuan, dan dana untuk melaksanakanI-6 Pendahuluan

2010. Pemerintah daerah umumnya menggunakan sisa lebih Perhitungan

Di samping dukungan pendanaan dalam bentuk dana desentralisasi,

Pelengkap Buku Pegangan 2011

program dan kegiatan instansi vertikal di daerah. Dana-dana tersebut tidak meningkat.

masuk dalam pos APBD, namun secara nyata dana tersebut dibelanjakan di daerah. Dengan demikian, sejalan dengan pelaksanaan kebijakan otonomi Melalui penguatan sumber-sumber pendapatan daerah dan pemberian

daerah, proporsi pengeluaran APBN yang dibelanjakan di daerah terus diskresi belanja daerah maka diharapkan terdapat efisiensi dan efektivitas ini dikarenakan semakin dekatnya Pemerintah dengan masyarakat yang prioritas daerah mereka. Dalam masa mendatang peningkatan kualitas meningkatkan kesejahteraan masyarakat. dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Hal

dilayaninya sehingga pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan dan penyelenggaraan pemerintahan tersebut diharapkan akan mendorong Keberhasilan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah mulai terlihat di beberapa daerah. Pada tahun 2008, terdapat 14 provinsi yang tingkat pertumbuhan ekonominya di atas pertumbuhan nasional yang seperti Papua dan Papua Barat, juga termasuk ke dalam daerah provinsi yang pertumbuhan ekonominya di atas pertumbuhan ekonomi nasional. saat itu mencapai 6,1 persen. Pada tahun 2009, terdapat 22 provinsi yang

akses layanan publik dan akan mendorong perekonomian daerah, serta

pertumbuhan ekonominya berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang saat itu mencapai 4,55 persen. Daerah di wilayah timur Indonesia, dengan meningkatkan investasi. upaya yang dilakukan untuk meningkatkan yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, (2) menciptakan kepastianPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

Faktor utama bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah investasi diantaranya adalah (1) meningkatkan ketersediaan infrastruktur hukum, (3) menciptakan jaminan keamanan, (4) menciptakan kondisi

I-7

persaingan usaha yang sehat, dan (5) menciptakan transparansi kebijakan pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan upaya menciptakan kepastian memberikan kepastian kepada masyarakat dan pelaku usaha atas pungutan oleh pemerintah dalam bentuk transfer ke daerah, diharapkan mampu dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

hukum, salah satunya dilakukan melalui penyempurnaan kebijakan di bidang

PDRD, yang telah dituangkan dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. sistem pengelolaan PDRD berdasarkan closed-list diharapkan dapat PDRD yang diperkenankan agar tidak menghambat masuknya investasi ke daerah. selain itu, peningkatan dana untuk infrastruktur yang disalurkan untuk mendapatkan gambaran secara lebih mendalam atas peningkatan tema Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam

memberikan stimulus untuk lebih mendorong investasi di daerah, terutama kualitas hubungan keuangan pusat dan daerah, Pelengkap Buku Pegangan konsep dan ruang lingkup hubungan keuangan antara pusat dan daerah, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2011 disajikan dengan

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Buku ini akan membahas mengenai sistem pendanaan di daerah, serta upaya peningkatan kualitas belanja daerah dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Buku ini pengelola kebijakan baik pemerintah pusat dan daerah, pelaku ekonomi dan masyarakat, khususnya dalam melaksanakan kebijakan desentralisasi transparan dan akuntabel, serta peningkatan pelayanan publik yang sesuai segera terwujud. diharapkan dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan, fiskal di Indonesia. Dengan demikian pengelolaan keuangan di daerah yang

dengan agenda pro-rakyat yaitu pro-poor, pro-job, dan pro-growth akan

I-8

Pendahuluan

BAB II HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

II-9

II-10

HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

BAB II HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAHKonsep Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah diturunkan dari

undang-undang Dasar 1945. Dalam pasal 18A ayat (1) undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa hubungan wewenang antara Pemerintah kekhususan dan keragaman daerah. Pasal inilah yang melandasi lahirnya dan pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, kota, atau antara propinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya

undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. selanjutnya undang-undang Dasar 1945 Pasal 18A ayat (2) menyebutkan alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangKeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. undang. Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang

pembentukan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 bertujuan untuk mendukung diatur dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follow function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah mencakup pembagianPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi II-11

keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Dimensi lain dari hubungan keuangan bukan hanya terkait pola pembagian keuangan dalam rangka mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. selain itu Pemerintah juga memberikan bimbingan kepada daerah untuk meningkatkan efektifitas pinjaman daerah dan hibah ke daerah. Berbagai filosofi perimbangan

dengan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance), namun juga mencakup dukungan Pemerintah dalam mendorong pengelolaan keuangan daerah sebagai subsistem pengelolaan keuangan keuangan tersebut juga selaras dengan amanat dari tiga paket undangtentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 2004. Kerangka hubungan keuangan antara pusat dan daerah memberikan

negara termasuk optimalisasi pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD),

undang di bidang keuangan negara, yakni undang-undang Nomor 17 Tahun yang merupakan acuan dasar pelaksanaan undang-undang Nomor 33 Tahun landasan bagi pola pendanaan kepada daerah yang mengacu 3 (tiga) prinsip utama yaitu: (1) perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai (2) pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam

2003 tentang Keuangan Negara, undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan undang-undang Nomor 15 Tahun 2004

konsekuensi penyerahan urusan Pemerintah kepada pemerintah daerah; rangka pelaksanaan desentralisasi harus memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal; dan (3) perimbangan keuangan antara PemerintahII-12 HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

dan pemerintahan daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam tugas pembantuan. Implementasi ketiga prinsip hubungan keuangan tersebut,

rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan dilaksanakan secara optimal dapat mendukung sinkronisasi perencanaan mengedepankan pembangunan berdimensi kewilayahan yang menempatkan daerah sebagai pusat pertumbuhan. Peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya Pemerintah dalam menjaga keserasian pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan

apabila

dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan (Growth with Equity). Disamping itu, dalam menjaga keselarasan dengan prioritas nasional, pemerintah daerah harus tetap memperhatikan pembangunan daerah yang Environment). Dengan demikian, setiap daerah dapat memberikan kontribusi terbaik dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional dengan keuangan daerah. tetap mengutamakan kemandirian daerah dalam mengelola sumber-sumber dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya

memprioritaskan pada pengentasan kemiskinan (Pro Poor), menciptakan

lapangan kerja (Pro Job), dan mempertahankan kelestarian lingkungan (Pro

Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Adapun penyelenggaraan pemerintahan yang gubernur atau ditugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan. menjadi kewenangan daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

II-13

sumber-sumber pendanaan pemerintahan daerah yang dikelola dalam

APBD terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, lain-lain Pendapatan Yang sah, dan Pinjaman Daerah. Pendapatan Asli Daerah lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengoptimalkan potensi pendanaan desentralisasi. daerah sendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan yang utuh. dari Transfer ke Daerah dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat antar-daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan bagian

yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi umum (DAu), dan

selain Dana Perimbangan, Transfer ke Daerah juga mencakup Hibah dan Dana Darurat. Hibah dapat berasal dari pemerintah negara asing, badan/ lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang dapat ditanggulangi dengan dana APBD. tidak perlu dibayar kembali. Dana Darurat dapat diberikan kepada daerah dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak

II-14

HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi persyaratan, mekanisme, dan sanksi pinjaman daerah. a. c. urusan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman keuangan daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. oleh karena itu, pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, Pada gambar 2.1 terlihat pola Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah sebagai konsekuensi dari hubungan wewenang atau fungsi antara Pemerintah dan pemerintahan daerah dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: b. dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN; desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD; urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, dan yang merupakan tugas Pemerintah di daerah dalam rangka

dibiayai oleh Pemerintah atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan; Pemerintah memberikan sejumlah bantuan. sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi,

urusan yang merupakan tugas Pemerintah atau pemerintah daerah

d.

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

II-15

gambar 2.1 Kerangka Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah

sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka daerah dituntut untuk dapat secara mandiri melaksanakan pembangunan, mulai dari sisi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,

desentralisasi yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah, maka pertanggungjawabannya sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah. sebagaimana disebutkan di atas, untuk mendanai penyelenggaraan urusan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pada dasarnya bentuk penyerahan kewenangan harus diikuti dengan penyerahan pendanaan dilakukan dengan prinsip money follow function. Hal ini berarti bahwa setiap selaras dengan esensi otonomi daerah, maka besarnya sumber pendanaan untuk daerah tersebut juga diikuti dengan diskresi dalam hal pembelanjaanII-16 HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah

maupun

sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Dengan demikian, diharapkan agar

Pelengkap Buku Pegangan 2011

local government spending akan benar-benar bermanfaat dan menjadi

stimulus fiskal bagi perekonomian di daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. oleh karena itu, keberhasilan suatu daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada pemerintah lapangan kerja, dan mengurangi jumlah penduduk miskin. selanjutnya, keuangan pemerintah harus dikelola secara tertib, taat pada akuntabel. untuk menjabarkan konsep Hubungan Keuangan antara Pusat dan peraturan perundangan yang mengatur hal tersebut. daerah dalam mengalokasikan belanjanya pada program dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat (public service), menciptakan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan Daerah tersebut telah ditetapkan berbagai peraturan perundangan sebagai gambar 2.2 skema Peraturan Perundangan yang mengatur Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

landasan dalam implementasinya. gambar 2.2 memperlihatkan berbagai

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

II-17

II-18

HubunganKeuanganAntaraPusatdanDaerah

BAB III SISTEM PENDANAAN DI DAERAH

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-19

III-20

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

BAB III SISTEM PENDANAAN DI DAERAH

3.1. PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH3.1.1.Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). sebagai sumber utama PAD, pemerintah senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari pungutan pajak daerah dan retribusi daerah. salah satu upaya pemerintah melalui perpajakan dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan. untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan membangun hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang lebih penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang untuk mendorong penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah adalah

PENDAHULUAN

ideal, kebijakan perpajakan dan retribusi daerah diarahkan untuk lebih Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Januari 2010 merupakan pengganti dari undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah dapat dipungut oleh daerah provinsi dan daerah kabupaten/kotaPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

memberikan kepastian hukum, penguatan local taxing power, peningkatan efektivitas pengawasan, dan perbaikan pengelolaan pendapatan pajak

daerah dan retribusi daerah. Kebijakan ini tertuang dalam undang-undang Daerah sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Berdasarkan undang-undang tersebut, pajak daerah dan retribusi

III-21

sesuai dengan kewenangan masing-masing dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda). 1. Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain:

Beberapa kebijakan mendasar yang diatur dalam undang-undang Nomor 28 menjadi closed-list system. salah satu pertimbangan penerapan closedlist system adalah untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha mengenai jenis pungutan daerah yang wajib dibayar serta jenis pajak dan retribusi daerah yang tercantum dalam undang-undang. meningkatkan efisiensi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/ umum, 11 jenis retribusi jasa usaha, dan 5 jenis retribusi perizinan tertentu. yaitu: 1. Dengan closed-list system, pemerintah daerah hanya dapat memungut Penetapan pajak daerah dan retribusi daerah diubah dari open-list system

Berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 terdapat 16 jenis kota. selain pajak daerah, juga terdapat 30 jenis retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah, yang terdiri dari 14 jenis retribusi jasa 2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang Memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada,

perpajakan dan retribusi daerah (penguatan local taxing power). Penguatan local taxing power dilakukan melalui beberapa kebijakan, seperti perluasan basis Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Retribusi Izin gangguan;

III-22

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

2.

Rokok, Pajak sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hak atas Tanah Telekomunikasi, dan Retribusi Izin usaha Perikanan; dan Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan; dan Pajak Rokok.

dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti

dan Perkotaan (PBB-P2), Retribusi Pelayanan Tera/Tera ulang, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada provinsi kecuali

Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, seperti Pajak

3. 4.

tarif pajak daerah yang diberlakukan di daerahnya (ditetapkan dalam

Perda) sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan daerah diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat mengkompensasi hilangnya berbagai jenis pungutan daerah sebagai akibat perubahan retribusi daerah yang memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak menciptakan jenis pungutan baru yang potensinya relatif kecil dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. open-list system menjadi closed-list system. Dalam kaitan ini, daerah

Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran

didorong untuk mengoptimalkan pemungutan jenis pajak daerah dan 3. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah

melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih pasti dan kebijakan earmarking untuk jenis pajak daerahPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-23

tertentu. setiap jenis pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupaten/ kota sesuai komposisi yang ditetapkan dalam undang-undang. Kebijakan bagi hasil pajak ini mencerminkan bentuk tanggungjawab pemerintah provinsi untuk ikut serta menanggung beban biaya yang diperlukan oleh kabupaten/kota dalam pelaksanaan fungsinya memberikan pelayanan membiayai kegiatan yang dapat dirasakan secara langsung oleh

kepada masyarakat. sementara itu, dengan adanya kebijakan earmarking, sebagian hasil pendapatan pajak daerah tertentu dialokasikan untuk pembayar pajak tersebut. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan kebijakan earmarking adalah sebagian pendapatan pajak penerangan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan 4. masyarakat dan penegakan hukum. Meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan daerah pelayanan yang lebih baik kepada pembayar pajak. sebagai contoh jalan harus dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan umum, 10 pajak rokok harus dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan persen dari pendapatan pajak kendaraan bermotor harus dialokasikan modal dan sarana transportasi umum, dan 50 persen dari pendapatan dengan

mengubah mekanisme pengawasan dari sistem represif (berdasarkan korektif. setiap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pajak dahulu oleh Pemerintah. Perda yang sudah ditetapkan dapat dibatalkan oleh Pemerintah apabila bertentangan dengan peraturan perundangundangan dan/atau kepentingan umum. Kewenangan pembatalan daerah sebelum ditetapkan menjadi Perda harus dievaluasi terlebih

undang-undang Nomor 34 Tahun 2000) menjadi sistem preventif dan

Perda yang semula berada pada Menteri Dalam Negeri dialihkan kepada Presiden dalam rangka memperkuat dasar hukum pembatalan Perda.III-24 SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

selain itu, terhadap daerah yang melakukan pelanggaran terhadap daerah dapat dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi

peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi

3.1.2.

JENIS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

sesuai dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah yang dipungut oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota adalah sebanyak 11 jenis retribusi jasa usaha, dan 5 jenis retribusi perizinan tertentu. 3.1.2.1. Pajak daerah pada Tabel 3.1. jenis. sedangkan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah provinsi dan

dapat dipungut oleh daerah adalah 16 jenis, meliputi 5 jenis dan yang dapat

kabupaten/kota adalah 30 jenis, meliputi 14 jenis retribusi jasa umum, 11 Jenis-jenis Pajak Daerah berdasarkan uu No. 28 Tahun 2009 dapat dilihat Tabel 3.1. Jenis Pajak Daerah1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

1. Pajak Kendaraan Bermotor; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; rmotor; motor; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Air Permukaan; dan 5. Pajak Rokok.

Provinsi

Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Parkir; Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan; Pajak Air Tanah; Pajak sarang Burung Walet; PBB Perdesaan & Perkotaan; Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Kabupaten/Kota

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-25

sumber : undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

Jenis pajak daerah bersifat limitatif (closed-list) yang berarti bahwa pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota tidak dapat pertimbangan, antara lain, mobilitas objek pajak. 3.1.2.2. retribusi daerah memungut pajak selain yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak tersebut sebagai pajak daerah provinsi dan pajak kabupaten/kota didasarkan pada Retribusi daerah dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. badan. 1. 2. kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau meliputi:

1. Retribusi Jasa Umum adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan 2. Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan atas pelayanan yang disediakan yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial yang Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum dapat

3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan atas pelayanan perizinan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, menjaga kelestarian lingkungan.III-26 SistemPendanaandiDaerah

tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan

sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Jenis Retribusi Daerah berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Jenis Retribusi Daerah1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Jasa Usaha 2. Retribusi Pasar grosir/Pertokoan 3. Retribusi Tempat Pelelangan 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir 7. Retribusi Rumah Potong Hewan 4. Retribusi Terminal 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Perizinan Tertentu 2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi Izin gangguan 4. Retribusi Izin Trayek 5. Retribusi Izin usaha Perikanan

1. Retribusi Pelayanan Kesehatan Jasa Umum

2. Retribusi Persampahan/ Kebersihan 3. Retribusi KTP dan Akte Capil 4. Retribusi Pemakaman/ Pengabuan Mayat 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 5. Retribusi Parkir di Tepi Jalan umum

6. Retribusi Pelayanan Pasar 8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 11. Retribusi Penyedotan Kakus 12. Retribusi Pengolahan limbah Cair 13. Retribusi Pelayanan Pendidikan

6. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa

10. Retribusi Pelayanan Tera/ Tera ulang

8. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan 11.Retribusi Penjualan Produksi usaha Daerah

9. Retribusi Tempat Rekreasi dan olahraga 10.Retribusi Penyeberangan di Air

sumber : undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-27

sama halnya dengan pajak daerah, jenis retribusi daerah juga bersifat limitatif

(closed-list) artinya bahwa pemerintah daerah tidak dapat memungut jenis

retribusi selain 30 jenis retribusi tersebut di atas. Meskipun demikian, untuk untuk dilakukannya penambahan jenis retribusi daerah yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Penentuan jenis retribusi jasa yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota sesuai peraturan kabupaten/kota berdasarkan prinsip efisiensi.

mengantisipasi perkembangan penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dan menyesuaikan dengan ketentuan sektoral, dimungkinkan umum dan retribusi perizinan tertentu yang dapat dipungut oleh daerah

provinsi dan kabupaten/kota didasarkan pada urusan pemerintahan perundang-undangan. sedangkan penentuan retribusi jasa usaha didasarkan pada jasa pelayanan yang dapat diselenggarakan/diberikan oleh provinsi dan objek masing-masing jenis retribusi telah diatur dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Pemerintah daerah dapat mengatur pengecualian perluasan terhadap objek retribusi daerah. sementara itu, penetapan besaran untuk masing-masing jenis retribusi daerah, yaitu: 1. penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek biaya modal; tarif retribusi harus mengacu kepada prinsip dan sasaran penetapan tarif keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Biaya keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak adalah keuntungan yangSistemPendanaandiDaerah

pengenaan retribusi atas objek tertentu namun tidak boleh melakukan Tarif Retribusi Jasa umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya

2.

dimaksud meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan Tarif Retribusi Jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh

III-28

Pelengkap Buku Pegangan 2011

3.

diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar;

menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin dimaksud

meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan

Tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk

Pemanfaatan hasil penerimaan masing-masing jenis retribusi daerah bersangkutan yang pengalokasiannya ditetapkan dengan Perda.

diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan jenis layanan

3.1.3.

suatu jenis pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan sebagai pungutan daerah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria untuk pajak sebagai pajak daerah digunakan kriteria sebagai berikut: 3.1.3.1. kriteria Pajak daerah a. Bersifat pajak, dan bukan retribusi. badan kepada daerah: dan Pajak tersebut harus sesuai definisi pajak yang ditetapkan dalam undangtanpa imbalan langsung yang seimbang; dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku; daerah dibedakan dengan kriteria retribusi daerah. Dalam menetapkan pajak

KRITERIA

undang yaitu kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-29

yang menggunakan/memanfaatkan suatu pelayanan/perizinan yang b. objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota bersangkutan, dengan penjelasan sebagai berikut:. immobile Batuan bersifat retribusi.

disediakan oleh daerah maka iuran tersebut bukan pajak melainkan yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang 1) Yang dimaksud dengan mobilitas rendah adalah objek pajak relative 2) Yang dimaksud dengan hanya melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajaknya hanya ditanggung oleh masyarakat lokal. Contoh: Pajak Penerangan Jalan. Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, contohnya antara lain: Pajak atas reklame dalam surat kabar dan media elektronik. pelabuhan atau bandara atau di tempat lain;

Jika suatu kontribusi hanya dibayar oleh orang pribadi atau badan

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Mineral Bukan logam dan

Pajak atas barang yang diekspor atau diimpor (lalu lintas barang) di

masyarakat luas di luar wilayah daerah yang bersangkutan.

Jenis pajak dengan objek objek tersebut pada umumnya melayani

III-30

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

c.

umum.

pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman keamanan. d. e. ekonomi

dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan Potensi pajak memadai.

Pajak ditujukan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara

objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

Contoh: Pajak atas seluruh komoditi akan menimbulkan ketidakstabilan Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan. objek Pajak bukan merupakan objek pajak pusat.

pajak ganda (double tax), yaitu pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagian atau seluruh hasilnya diterima oleh daerah. Contoh : Pajak atas produksi minuman keras. dilokalisir. objek pajak tersebut merupakan objek cukai yang lebih layak dipungut Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.

Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain adalah

f.

oleh Pemerintah Pusat, karena dampak dari pungutan ini tidak dapat arus sumber daya ekonomi antardaerah maupun kegiatan ekspor-impor. Contoh jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini adalah: Pajak tidak mengganggu alokasi sumber ekonomi dan tidak merintangi

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-31

g.

pajak yang dipungut atas kegiatan ekonomi tertentu tanpa alasan pajak atas hasil perkebunan; dispensasi jalan umum. pemungutannya; hewan, seperti: pajak angkutan barang di jalan raya; dan pajak

pajak atas lalu lintas barang atau atas transportasi barang atau

ekonomis atau sosial yang kuat, seperti: pajak atas produksi garam;

Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Aspek keadilan, antara lain:

objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak; tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak.

pengenaan pajak tidak membedakan (klasifikasi) orang pribadi atau badan tanpa alasan yang kuat. Contoh: Pajak Hotel, pengecualian anggota DPRD sebagai subjek atau wajib pajak. Aspek kemampuan masyarakat: Pajak memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk memikul Menjaga kelestarian lingkungan.

Hal lain mengenai aspek keadilan adalah objek atau subjek atau dasar

tambahan beban pajak, sehingga sebagian besar dari beban pajak tersebut h. Hiburan terhadap hiburan rakyat, seperti kesenian tradisional. atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan. Contoh: Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan.SistemPendanaandiDaerah III-32

tidak dipikul oleh masyarakat yang relatif kurang mampu. Contoh: Pajak pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada daerah atau pusat Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa

Pelengkap Buku Pegangan 2011

3.1.3.2. kriteria retribusi daerah a. Kriteria Retribusi Jasa umum i. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa usaha atau

Retribusi Perizinan Tertentu.

pelayanan yang secara langsung dapat dinikmati oleh pengguna jasa tetapi jasa tersebut bukan menyangkut kegiatan pembinaan, layanan yang konkrit. ini karena pengenaannya bersifat pajak dan tidak tersirat adanya rangka pelaksanaan desentralisasi. Pengenaan retribusi hanya dapat dilakukan terhadap jasa yang

pengaturan, pengawasan, dan pengendalian. Pengenaan retribusi ii. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam

Pengenaan retribusi hanya berkaitan dengan penyediaan jasa

yang dihitung dengan nilai per komoditi tidak sesuai dengan kriteria

iii. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. manfaat bagi kepentingan masyarakat pada umumnya. Misalnya Pengguna jasa dapat diidentifikasi dan layanan tersebut memberikan

secara eksplisit telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan sebagai fungsi dan menjadi kewenangan daerah.

retribusi pelayanan persampahan, disamping manfaat bagi individu masyarakat pada umumnya terhindar dari penyebaran bakteri penyakit. yang berasal dari sampah yang menjadi sumber penyebaran wabah

berupa terbebasnya rumah dari sampah, juga akan menyebabkan

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-33

iv. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi daerah. v. pada umumnya. kebijakan

oleh publik dan besarnya retribusi dapat dipikul oleh masyarakat mengenai penyelenggaraannya. sarana publik yang berdasarkan pendidikan dasar dan jalan umum tidak sesuai dengan kriteria ini. merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial. tingkat seharusnya lebih rendah dari hasil penerimaan retribusi. baik. kepuasan pengguna jasa sebanding dengan nasional wajib disediakan oleh pemerintah

Jasa yang akan dikenakan retribusi secara politis harus bisa diterima Retribusi daerah tidak bertentangan dengan kebijakan nasional

pelayanannya harus diberikan secara gratis kepada masyarakat

vi. Retribusi daerah dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta pembayaran retribusi. Dari segi efisiensi, biaya pemungutan tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih seharusnya digunakan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain dalam bentuk proses pelayanan yang tanpa menaikkan tarif retribusi daerah. Dengan tarif retribusi daerah yang wajar, pengguna jasa memperoleh Efektifitas dari pungutan retribusi seharusnya tercermin dalam jumlah

umum tidak dapat dikenakan retribusi. Retribusi atas pelayanan

dan

vii. Pemungutan retribusi daerah memungkinkan penyediaan jasa kepuasan atas pelayanan yang diberikan. Penerimaan retribusi

lebih cepat melalui perbaikan sistem pengelolaan dan administrasi

III-34

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

b.

Kriteria Retribusi Jasa usaha: i.

Retribusi Perizinan Tertentu.

Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa umum atau

ii.

untuk melayani kepentingan umum dan bukan menyangkut kegiatan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.

Retribusi tidak boleh dikenakan terhadap jasa yang dimaksudkan

seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum Jasa yang dikenakan retribusi daerah adalah jasa yang belum sepenuhnya dapat disediakan oleh swasta dimana layanan tersebut

Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang

bersifat komersial sehingga pemerintah daerah dimungkinkan untuk c. i. Kriteria Retribusi Perizinan Tertentu: mengenakan tarif jasa yang di dalamnya sudah termasuk margin keuntungan. diserahkan kepada daerah dalam rangka azas desentralisasi. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang

yang selama ini sudah menjadi kewenangan daerah serta perizinanii. perizinan baru yang pengelolaannya telah diserahkan kepada daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. kepentingan umum.

Retribusi yang boleh dipungut hanya terhadap perizinan-perizinan

Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

umum, yaitu melalui kegiatan pembinaan dan pengaturan gunaPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

Pemberian izin dimaksudkan untuk melindungi kepentinganIII-35

menjaga ketertiban umum dan melalui kegiatan pengawasan dan izin tersebut.

iii. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari retribusi perizinan. tersebut. menimbulkan dampak negatif karena memerlukan biaya yang cukup

pengendalian guna menanggulangi dampak negatif dari pemberian

pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari besar untuk menanggulangi dampak negatif atas pemberian izin

Retribusi dikenakan terutama terhadap pemberian izin yang

3.1.4.

Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus diatur dengan Perda. suatu rancangan Perda tentang PDRD, sebelum ditetapkan menjadi Perda terlebih dahulu harus dievaluasi oleh pemerintah, dengan ketentuan: a. b. Negeri untuk dievaluasi; dan untuk dievaluasi. Rancangan Perda provinsi tentang PDRD yang telah disetujui antara Rancangan Perda kabupaten/kota yang telah disetujui antara bupati/ gubernur dan DPRD provinsi harus disampaikan kepada Menteri Dalam walikota dan DPRD kabupaten/kota harus disampaikan kepada gubernur

PRoSEDUR PENETAPAN

Dalam proses evaluasi tersebut, gubernur dan Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Menteri Keuangan agar terdapat sinkronisasi kebijakan fiskal antara pusat dan daerah.

III-36

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Perda PDRD adalah sebagai berikut: a. mengenai: setiap Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya harus mengatur 1) Nama, objek, dan subjek pajak; 3) Wilayah pemungutan; 4) Masa pajak; 5) Penetapan; 7) Kadaluwarsa; 1. 2. 3. b. 2) Dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; 6) Tata cara pembayaran dan penagihan; Disamping itu, Perda pajak daerah dapat pula mengatur mengenai: tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; asing sesuai dengan kelaziman internasional. mengenai: 1) Nama, objek, dan subjek retribusi; 2) golongan retribusi; 8) sanksi administratif; dan 9) Tanggal mulai berlakunya.

Pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal Tata cara penghapusan piutang pajak yang kadaluwarsa; dan/atau Asas timbal balik, berupa pemberian pengurangan, keringanan, dan

Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya harus mengatur 3) Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan;

pembebasan pajak kepada kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-37

4) Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif 5) struktur dan besarnya tarif retribusi; 6) Wilayah pemungutan; 7) Penentuan 8) sanksi administratif; 9) Penagihan; penundaan pembayaran; pembayaran, tempat retribusi; pembayaran, angsuran, dan

Disamping itu, Perda retribusi daerah dapat juga mengatur mengenai: 1) Masa retribusi; 3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa.

10) Penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa; dan 11) Tanggal mulai berlakunya.

2) Pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam halhal tertentu atas pokok retribusi dan/atau sanksinya; dan/atau

3.1.5.

Pemerintah melakukan pengawasan terhadap Perda tentang PDRD yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Pengawasan dimaksud dilakukan secara preventif dan korektif. Pengawasan secara preventif dilakukan dengan

PENGAwASAN DAN PEMBATALAN

mengevaluasi Raperda PDRD yang telah disetujui bersama antara kepala

daerah dengan DPRD sebelum ditetapkan menjadi Perda. Raperda provinsi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Raperda Kabupaten/Kota disampaikan kepada gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah evaluasinya berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Hasil evaluasi yangIII-38 SistemPendanaandiDaerah

persetujuan bersama. selanjutnya Menteri Dalam Negeri dan gubernur

melakukan evaluasi terhadap Raperda dimaksud dan dalam proses

Pelengkap Buku Pegangan 2011

telah dikoordinasikan kepada Menteri Keuangan tersebut dapat berupa persetujuan atau penolakan. ditetapkan oleh kepala daerah disampaikan kepada Menteri Keuangan paling dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang

sementara itu, pengawasan represif dilakukan terhadap Perda tentang PDRD yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Perda PDRD yang telah lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. Dalam hal Perda bertentangan lebih tinggi maka Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Perda Negeri dilakukan paling lambat 20 hari kerja sejak tanggal diterimanya dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Penyampaian Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 hari kerja sejak diterimanya provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Agung. Jika keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Perda. Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Perda dimaksud kepada Presiden. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan pembatalan, kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda, Perda dimaksud dinyatakan Perda sebagaimana dimaksud. Paling lama 7 hari kerja setelah keputusan dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-

selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud. Jika

berlaku. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diatas dikenakan sanksi

berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau DanaPeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi III-39

Bagi Hasil atau restitusi. semenjak digulirkannya otonomi daerah tahun 2001

sampai dengan Februari 2011, Menteri Keuangan telah menerima 13.623 Perda PDRD. Dari jumlah Perda yang diterima tersebut seluruh Perda telah dievaluasi dan sebanyak 4.885 Perda diantaranya atau sekitar 36 persen direkomendasikan pembatalannya oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum. pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda. sejak tahun 2005 sampai dengan Februari 2011, Menteri Keuangan telah menerima dan mengevaluasi Raperda atau sekitar 27 persen yang dapat secara langsung disetujui dan 63 persen lainnya harus direvisi terlebih dahulu sebelum dapat ditetapkan pembinaan secara terus menerus. Berdasarkan ikhtisar hasil evaluasi Perda dan Raperda PDRD yang dilakukan oleh Pemerintah, jenis pungutan daerah yang banyak bermasalah terutama pengembangan potensi fiskal daerah dan pembangunan ekonomi daerah. mineral, serta kebudayaan dan pariwisata. Pungutan daerah untuk sektor-

Dalam rangka pelaksanaan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Raperda PDRD harus dievaluasi terlebih dahulu oleh 3.312 Raperda dari Pemerintah Daerah. Dari jumlah tersebut, hanya 895 menjadi Perda. Kondisi ini merupakan indikasi bahwa pemahaman daerah dalam penyusunan Perda PDRD masih perlu ditingkatkan dan memerlukan dari sektor perhubungan, industri dan perdagangan, energi dan sumber daya sektor ini perlu mendapat perhatian agar tidak kontra produktif dalam upaya

III-40

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

3.1.6.

Pelanggaran terhadap ketentuan di bidang perpajakan daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi. Ketentuan sanksi tersebut diatur lebih lanjut Cara Pengenaan sanksi terhadap Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. a. dapat dibagi dua bagian, yaitu: Tidak Pelanggaran terhadap prosedur penetapan Perda, yang dapat berupa: Penetapan Perda tanpa melalui proses evaluasi, Pemerintah. menyampaikan Perda yang telah Penetapan Perda tanpa mengikuti hasil evaluasi, atau ditetapkan

SANKSI

dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010 tentang Tata secara umum, pelanggaran di bidang pajak daerah dan Retribusi daerah

b.

Pelanggaran terhadap substansi pungutan yaitu pemungutan PDRD dipungut berdasarkan Perda yang telah dibatalkan atau sebesar 5 persen dari jumlah Dana Alokasi umum dan/atau DBH Pajak Penghasilan yang disalurkan setiap periode penyaluran.

Alokasi umum atau DBH pajak penghasilan sebesar 10 persen untuk setiap periode penyaluran. berdasarkan Perda yang telah dibatalkan. Atas pelanggaran substansi

Atas pelanggaran prosedur ini dikenakan sanksi berupa penundaan Dana

kepada

ini dikenakan sanksi berupa pemotongan Dana Alokasi umum dan/atau

DBH pajak penghasilan sebesar perkiraan penerimaan PDRD yg telah

PeningkatanKualitasHubunganKeuanganPusatdanDaerah DalamMendorongPertumbuhanEkonomi

III-41

3.1.7.

Beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh daerah terkait dengan penetapan Perda tentang PDRD dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Kesepahaman, atau dokumen selain Perda;

KESALAHAN MATERI PERDA

pada Perda, misalnya dengan Peraturan/Keputusan Kepala Daerah, Nota sebagaimana diatur dalam undang-undang;

Masih terdapat pungutan yang dilakukan oleh daerah tanpa didasarkan Materi pengaturan dalam Perda tidak memenuhi standar ketentuan

perluasan objek pungutan, tarif tidak ditetapkan secara definitif, tarif melampaui tarif maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang; dan struktur dan besaran tarif Retribusi ditetapkan oleh kepala daerah.

substansi pungutan tidak sesuai dengan undang-undang, misalnya ada

3.1.8.

Dengan berlakunya undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, maka undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaanya lagi. Pemberlakuan beberapa jenis pajak daerah yang baru dimunculkan langsung diimplementasikan oleh pemerintah daerah. BPHTB baru dapat memberikan peluang kepada pemerintah daerah yang sudah siap untuk sebelum 1 Januari 2014. dalam undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tidak secara otomatis dapat dan Pajak Rokok pada 1 Januari 2014. Meskipun demikian, pemerintah (seperti Peraturan Pemerintah Nomor 65 dan 66 Tahun 2001) tidak berlaku diberlakukan pada 1 Januari 2011 serta PBB Perdesaan dan Perkotaan mengambil alih pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan Pajak Rokok

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

III-42

SistemPendanaandiDaerah

Pelengkap Buku Pegangan 2011

Terkait dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, beberapa hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh pemerintah daerah, yaitu: a. Memilih b. c. jenis pungutan yang ada); jenis pungutan yang akan mempertimbangkan potensi daerah (tidak harus memberlakukan semua undang No