buku pendidikan menuju manusia mandiri

135
Kata Pengantar Tulisan ini dibuat sebagai upaya menyumbangkan pemikiran mengenai tujuan pendidikan di Indonesia. Walaupun, penulis membaca banyak buku tentang pendidikan dan mengenal seluk beluk kehidupan pendidik, namun ia tidak merasa dirinya sebagai pakar. Kerinduannya hanyalah satu, agar generasi berikutnya, terutama putra bungsunya sendiri mendapatkan proses pendidikan yang tepat dalam konteks bangsa besar yang terus menerus dirundung masalah ini. Gagasan dasar buku ini hadir ketika ia mengamati cara istrinya mendidik ketiga anak- anak mereka. Kata kunci yang selalu dikemukakan istrinya kepada putra putri mereka adalah: “Kamu harus berani mandiri dalam menentukan pilihanmu serta juga menanggung konsekuensinya. Kata-kata ini terus memicunya untuk merefleksikan sistem pendidikan yang telah mengalami berbagai perubahan sejak ia menjadi guru TK di Jakarta pada tahun 1976. Kemandirian adalah titik berangkat untuk menghasilkan produktifitas dan pemaknaan yang 1

Upload: robby-chandra

Post on 11-May-2015

4.638 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Kata Pengantar

Tu l i san in i d ibuat sebaga i upaya menyumbangkan

pemik i ran mengena i tu juan pend id ikan d i Indones ia .

Walaupun, penu l i s membaca banyak buku tentang

pend id ikan dan mengena l se luk be luk keh idupan

pend id ik , namun ia t idak merasa d i r inya sebaga i

pakar . Ker induannya hanya lah satu , agar generas i

ber ikutnya, terutama putra bungsunya send i r i

mendapatkan proses pend id ikan yang tepat da lam

konteks bangsa besar yang terus menerus d i rundung

masa lah in i .

Gagasan dasar buku in i had i r ket ika ia mengamat i cara

i s t r inya mendid ik ket iga anak-anak mereka. Kata

kunc i yang se la lu d ikemukakan i s t r inya kepada put ra

put r i mereka ada lah: “Kamu harus beran i mandi r i

da lam menentukan p i l ihanmu ser ta juga menanggung

konsekuens inya . Kata -kata in i te rus memicunya untuk

meref leks ikan s i s tem pend id ikan yang te lah menga lami

berbaga i perubahan se jak ia menjad i guru TK d i Jakar ta

pada tahun 1976.

Kemandi r ian ada lah t i t i k berangkat untuk

menghas i lkan produkt i f i tas dan pemaknaan yang

menda lam. In i lah in t i pemik i ran yang d iharapkan agar

menjad i bahan d iskus i d i antara pend id ik , o rang tua ,

dan pengamat ser ta ah l i -ah l i agama. Semoga, demi

bangsa yang terc in ta in i , dun ia pend id ikan d i ta ta

dengan leb ih tepat .

1

Page 2: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Jakar ta , November

2005

2

Page 3: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

MENUJU MANUSIA MANDIRI:

SUMBANGAN PEMIKIRAN

Untuk

MEMBANGUN FALSAFAH PENDIDIKAN

DI TENGAH DUNIA YANG BERUBAH CEPAT

Robby I Chandra

3

Page 4: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

PASAL I

A R E N A S A A T I N I :D U N I A Y A N G B E R U B A H C E P A T

Pendahuluan

Hadi sudah menjadi guru SLP di Surabaya sejak tahun 1995.

Mulanya, profesi pendidik bukan merupakan idamannya,

namun semakin lama, ia semakin menyukai keberadaan di

tengah siswa-siswinya. Selain itu, di malam hari ia dapat

memberikan les piano, sehingga penghasilannya cukup besar.

Namun, sejak tahun lalu ia mulai merasakan kerisauan.

Semua ilmu yang dikuasainya untuk proses mendidik seakan

menjadi tumpul. Siswa-siswi lebih suka ber-sms daripada

menyimkan uraiannya. Pekerjaan rumah merekapun

dikerjakan dengan asal jadi. Kemudian, mereka sering

mempertanyakan kebijakannya, serta menentang informasi

yang ia berikan tentang suatu topik. Ketika ia menguping

percakapan mereka, ia mendengar istilah-istilah aneh, “Star

Craft, Ragnarok, dan Warhammer.” Rekan-rekan Hadi juga

mengeluh bahwa, para siswa cuma ingin kenyamanan dan

hal-hal yang mudah. Mereka segan berpikir kritis dan sangat

tidak tekun. Apa yang terjadi disini? Sementara Hadi

dibingungkan juga dengan tuntutan sekolah swastanya agar

pendidik menjadi lebih ramah pada orang tua siswa,

4

Page 5: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

mengenal internet, dan mengenal metode ajar-belajar yang

terus menerus berubah.

Di bumi tidak ada satu hal pun yang tetap, kecuali perubahan.

Di dalam dunia pendidikan, murid-murid berubah, orang-

tuanya pun berubah, bahkan guru-guru juga berubah. Hal itu

terjadi karena dunia berubah. Perubahan itu menuntut solusi

baru dan proses pendidik yang baru.

Bukti perubahan tadi ada yang kentara namun ada pula yang

samar. Dua puluh tahun yang lalu, tidak terbayang oleh kita

bahwa di desa-desa sudah ada TV berwarna. Tidak pula

terbayang bahwa, di kota-kota kecilpun, warnet dan wartel

merajalela, walaupun banyak orang sudah membawa hand-

phone. Siapa pula yang membayangkan bahwa, anak-anak

kecilpun mengenal Play Station dan sejenisnya. Apalagi yang

dikenal dengan nama proses demokratisasi. Kita juga tidak

mengenal flu burung atau pemilihan kepala daerah oleh

rakyat.

Ada banyak cara untuk menjelaskan atau memetakan

perubahan tadi. Salah satu cara adalah dengan melihat

bahwa kesadaran manusia modern mengalami perubahan

yang dahsyat. Kalau dimasa lalu manusia menjalani hidupnya

dengan tekun namun tanpa menyadari dirinya secara tajam,

kini manusia modern sangat sadar diri. Bukan saja ia

membedakan dirinya dan dunia dimana dia berada, namun

dunia menjadi arena tempat ia mengungkapkan

pengaruhnya. Ia semakin sadar apa yang ia ingin capai dan

apa yang harus ia dapatkan. Dengan kata lain, manusia

modern melihat hidup bukan saja sebagai hal yang harus ia

5

Page 6: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

jalani, namun terutama sebagai sesuatu yang ia harus

gunakan, kuasai, dan bahkan taklukkan.

Kesadaran serupa itu bukanlah hal yang sepenuhnya baru,

Mungkin, kesadaran diri itu dimulai ketika budaya Yunani

Romawi lahir dan filsafat Yunani mulai muncul serta menjadi

cara manusia memandang realitanya. Kita tahu bahwa dalam

filsafat Asia, manusia memandang dirinya sebagai bagian dari

alam semesta. Karena itu dalam keberadaannya, manusia

berupaya menemukan keseimbangan atau harmoni dengan

alam semesta. Bermacam-macam mitologi lahir untuk

menunjang pandangan itu. Sebagai lawannya, dalam filsafat

Yunani manusia dipandang sebagai mahkluk yang memiliki

kuasa untuk mengelola dan mengendalikan semesta alam

dan hidupnya. Jadi tujuan keberadaannya adalah, bukan

mencari harmoni, tetapi mencari kemampuan mengendalikan

semesta. Ketika agama Kristen mengadopsi pola pandang

tadi, maka manusia semakin menyadari kuasa dan dorongan

untuk mengendalikan semesta. Di Eropa kesadaran tadi

menjadi pendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan

yang dahsyat, terutama setelah masa abad pertengahan

yang, dimana sempat terjadi stagnasi.

Di dalam jaman modern kesadaran manusia akan

pengaruhnya itu semakin berkembang karena manusia

modern hidup di kota ciptaannya, dan memiliki teknologi,

terutama teknologi komunikasi yang sangat canggih. Jadi,

manusia modern bukan hanya ingin mengendalikan alam

semesta dan menaklukkannya, namun juga memiliki peranti

dan kemampuan untuk mewujudkan hal itu. Ia menjadi

semakin yakin bahwa, waktu dan ruangpun dapat ia kuasai.

6

Page 7: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Handphone sebagai salah satu teknologi ciptaannya lebih

membuat orang sederhanapun menyadari kuasa tadi.

Kita akan menguraikan bagaimana kehadiran kota dan

teknologi komunikasi telah mengubah dunia sehingga

semakin dikendalikan manusia. Sekaligus sebagai efek

samping, juga kedua hal tadi –kota dan teknologi komunikasi-

mengubah manusia. Sebagai akibat perubahan tadi,

bermacam-macam masalah baru muncul. Solusi-solusi yang

manusia berikan terhadap masalah di abad lalu tidak lagi

menjadi efektif dan relevan di abad ini. Dunia pendidikan

merupakan bagian hidup yang juga mengalami masalah-

masalah baru tadi. Suatu solusi yang baru dalam dunia

pendidikan perlu dilahirkan.

Aku pasti bisa ..

Aku pasti bisa mendapatkan

apa yang kumau ...

Aku pasti mampu mengejar

cita-citaku ...

Ku tahu yang ku mau

Ku tak tahu bahwa aku bisa kena stroke ...

Litani Mr. Stroke, manusia

modern

Memetakan perubahan di Indonesia dan dampaknya

7

Page 8: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Bila dalam dekade yang lalu tulisan-tulisan yang merupakan

kajian-kajian tentang trend perubahan seringkali memberikan

perhatian yang sangat besar pada perkembangan ekonomi

dan teknologi canggih, seperti yang dibuat oleh John Naisbitt.

Namun, ternyata untuk konteks Indonesia, aspek budaya dan

sosial menjadi aspek-aspek yang lebih dominan untuk dikaji,

khususnya dalam masa transisi yang berkepanjangan kini. Di

tengah kenyataan serupa ini banyak orang-orang yang bergerak

di bidang pendidikan bekerja kadangkala dengan tidak

menyadari betapa mendasarnya perubahan yang sedang terjadi

bahkan, mereka tidak mampu memperkirakan arahnya.

Suatu hal adalah pasti, Proses perubahan yang besar tidak bisa

tidak akan terimbas ke dalam dunia pendidikan entah melalui

melalui eksponen-eksponen dalam jajaran pimpinannya atau

para pengelola, para pendidik, bahkan, orang tua siswa dan

para siswa sendiri.

Di bawah ini akan coba dipaparkan apa yang sedang terjadi di

Indonesia, baik di kota besar, menengah, dan kecil . Tentunya

dampak perubahan tadi ada dalam gradasi dan intensitas yang

berbeda, namun dapat berguna untuk memberikan pemetaan

sehingga kita menyadari bahwa kita membutuhkan suatu

sudut pandang yang baru dalam mendidik. Mungkin

kelengkapan analisisnya masih perlu ditambah, namun sejauh

ini prakiraan ini dibuat sebagai kerangka kerja (working

framework) dan platform program (dasar program).

8

Page 9: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Walaupun sudah berkali-kali disampaikan, secara umum dapat

disimpulkan bahwa pada saat ini sekurangnya, ada dua

pengaruh yang besar sedang melanda Indonesia di samping

pergulatan sosial politik. Pengaruh yang pertama datang dari

kehadiran budaya kota di Indonesia. Pengaruh kedua muncul

dari merebaknya teknologi komunikasi dan media massa.

Kedua pengaruh tadi menghasilkan beragam perubahan dan

kombinasinya di dalam hidup masyarakat dan khususnya di

dalam dunia pendidikan.

Pengaruh Budaya kota

Memasuki abad XXI kehidupan umat manusia beranjak ke

dalam suatu arena yang baru. Hidup modern ditandai dengan

menjamurnya kota-kota besar dan budayanya yang terus

menjadi pemberi pengaruh yang dahsyat. Jabotabek, Manila,

Singapore, Tokyo dan berbagai kota Asia yang berada di bibir

samudra Pacific dipadati dengan belasan ribu orang per

Budaya Kota

Teknologi komunikasi

DUNIA MODERN,Termasuk Dunia

Pendidikan

9

Page 10: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

kilometer persegi. Kalau kita tinggal di Jakarta, berarti kita

berdesak-desakan mencari sepetak tanah untuk dijadikan

rumah bersama lebih dari 13 ribu orang dalam satu kilometer

persegi.

Surat Kabar Suara Pembaharuan 19 Februari _____ mencatat bahwa jumlah penduduk di perkotaan Indonesia, terus meningkat, menimbulkan semakin banyak masalah sosial. Salah satu masalah serius yang semakin sulit adalah penyediaan rumah, terutama bagi penduduk yang berpenghasilan rendah.

Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Ir Erna Witoelar menyatakan hal itu dalam sambutan tertulis di depan peserta seminar nasional "Pengembangan Perumahan dan Permukiman dalam Rangka Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia", di Bandung, Sabtu (17/2). Sambutan menteri disampaikan Ir Endang Widayati, Direktur Perumahan Wilayah Tengah, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Jakarta.

Dia mengungkapkan, pada tahun 1980, hanya 17,42 persen penduduk Indonesia yang bermukim di kota. Namun tahun 1990 jumlahnya meningkat drastis menjadi 31 persen.

Bahkan, pada tahun 2020 diperkirakan separo penduduk Indonesia akan berdiam di perkotaan. Pada tahun itu akan terdapat 23 wilayah perkotaan dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa, empat di antaranya merupakan megacity yang berpenduduk lebih dari lima juta jiwa.

Hal tersebut senada dengan apa yang dituliskan oleh Sarjono

Herry Warsono, dalam makalah yang dimuat dalam website

Depnakertrans

(www.nakertrans.go.id/majalah_buletin/majalah_balitfo/volume

_2_1) sebagai berikut:

10

Page 11: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Berdasarkan data SP 1980, SP 1990 dan SP 2000, maka dapat dihitung proporsi tingkat keurbanan di Indonesia yang relatif mengalami peningkatan yang berarti. Secara nasional berturut-turut adalah 22,3 persen pada tahun 1980, menjadi 30,9 persen pada tahun 1990, meningkat 34,3 persen pada 1994 dan menjadi 42,0 persen pada tahun 2000. Data tersebut mendeskripsikan bahwa selama duapuluh tahun terakhir, peningkatan presentase penduduk kota mencapai lebih dari 163 persen secara nasional, yaitu dari jumlah penduduk kota 32,845 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 86,40 juta jiwa pada tahun 2000 atau secara proporsi dari 22,3 pada 1980 menjadi 42,0 pada tahun 2000.

Peningkatan proporsi tersebut berdasarkan data per provinsi, dominan terjadi di perkotaan wilayah Jawa yang rata-rata mencapai 8,57 persen dalam waktu duapuluh tahun terakhir, sedangkan wilayah luar jawa relatif kecil, yaitu rata-rata hanya 3,37 persen dalam waktu yang sama.

Dari makalah itu dapat dibuat grafik yang diletakkan di bawah ini:

11

Page 12: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

0

10

20

30

40

50

Laju peningkatanPenduduk Perkotaandalam 3 dekade Terakhir

Laju peningkatanPendudukPerkotaan dalam3 dekadeTerakhir

22.3 30.9 40.2

1 2 3

Akibat kehadiran kota, maka suatu budaya yang baru muncul,

kita mengenalnya dengan nama budaya kota. Budaya kota ini

merebak sejalan dengan pertumbuhan dahsyat kota-kota di

Indonesia dan di dunia tadi. Mengapa kota bertumbuh dan

desa ditinggalkan? Mengapa kota-kota besar semakin

bertambah jumlahnya? Salah satu sebabnya ialah orang

berpindah ke kota karena kota merupakan simpul-simpul

ekonomi, kehidupan sosial, politik, ilmu pengetahuan,

perawatan kesehatan, dan rekreasi. Kota-kota menawarkan

hidup yang memiliki banyak pilihan-pilihan, serta hidup yang

senantiasa menawarkan hal-hal baru. Kota juga menawarkan

budaya yang menekankan ekplorasi pilihan-pilihan dan

kebebasan berekspresi yang desa tidak banyak berikan.

12

Page 13: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Manusia kota: Kami punya

banyak pilihan yang dulu

tidak kita miliki…

Namun, hidup di kota juga membuat orang harus membayar

mahal. Untuk menyadari dan memahami setiap pilihan, orang

harus menonton televisi atau membaca surat kabar. Keduanya

bukan merupakan hal yang gratis. Untuk mampu memilih

dengan baik dan mengekspresikan diri melaluinya, orang harus

memiliki keterampilannya. Keterampilan memilih tadi juga

perlu didapatkan dengan membayar. Bahkan sekedar untuk

berada dan hidup di kota besar, orang harus membayar

dengan mahal.

Apakah ciri dari budaya kota? Agar tidak salah memahami,

perlu dicatat disini sebelum memasuki pemaparan bahwa

budaya kota tidak selalu dimonopoli oleh orang kota. Budaya

kota juga seringkali sudah menjadi acuan dari kehidupan di

desa di berbagai lokasi di Indonesia. Misalnya, desa-desa di

kabupaten Klaten, mungkin lebih dipengaruhi oleh budaya kota

daripada kota-kota kecil di tempat lain.

Ciri--ciri budaya kota terlihat dari beberapa hal, baik yang

bersifat kasat mata, yaitu artifak atau benda-benda yang

dipergunakan sehari-hari dan perilaku orang atau interaksinya,

13

Page 14: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

serta dari hal yang tidak kasat mata yaitu, nilai-nilai dan

keyakinan yang orang kota miliki.

Dari perilaku dan interaksi orang yang menganut budaya kota,

terlihat beberapa hal yang menonjol,

Hidup dijalani dengan tergesa-gesa

Hidup dianggap sebagai hal yang penuh persaingan

Orang kota bersikap dan bertindak pragmatis dalam

mengatasi masalah-masalah mereka

Hidup dengan mobilitas tinggi

Hidup dijalani dengan interaksi atau hubungan anonim

alias tidak terlalu saling mengenal dengan orang lain.

Akibat keseluruhan hal-hal di atas ialah hidup dalam budaya

kota menjadi hidup yang tidak mendukung upaya refleksi atau

perenungan dan pencarian makna yang mendalam mengenai

keberadaan manusia.

1. Secara umum orang dalam budaya kota

harus mengambil lebih banyak keputusan

setiap harinya, menjumpai lebih banyak orang

baru dalam tiap hari dibandingkan apa yang

dialami orang desa dalam setahun, serta lebih banyak

mengalami keadaan baru. Hal ini membuat orang kota merasa

optimis dengan hidupnya, namun membuatnya harus

mengejar sesuatu, bersaing dengan orang lain, dan selalu

tidak merasa memiliki cukup waktu. Di dalam pengambilan

keputusan karena orang kota juga dipenuhi oleh info dari

berbagai media, maka orang kota cenderung mengambil

keputusan yang cepat, singkat, dapat dipergunakan dan

diaplikasikan, tanpa memusingkan diri dengan penyebab yang

14

Page 15: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

terlalu mendasar dan rumit serta solusi yang utuh dan

berjangka panjang.

2. Selanjutnya, karena kota merupakan

masyarakat yang cair atau berubah-ubah, maka

orang perlu merebut kesempatan atau mencipta

kesempatan baru, bila perlu dengan berpindah-

pindah. Perpindahan ini dilakukan secara sosial

dan geografis. Artinya, orang kota yang

terburu-buru juga bergerak kian kemari dalam tempat kerja

dan hidupnya, namun secara kelas sosial juga mengubah-ubah

posisinya, umumnya tentu mereka berupaya naik ke kelas

yang lebih tinggi.

Karena gejala di atas, maka orang kota juga harus membatasi

siapa yang akan menjadi “relasinya.” Ia mengadakan

hubungan dengan orang, terutama bersandar pada fungsi

mereka. Hanya kepada sekelompok kecil manusia, hubungan

mereka dikembangkan sampai pada taraf hubungan antar

pribadi yang mendalam. Maka orang kota cenderung tidak

ambil pusing dengan urusan pribadi orang lain dan cenderung

tidak juga menyukai hubungan antar pribadi yang terlalu

mendalam, kecuali dengan sejumlah kecil manusia lain yang

dianggapnya memiliki fungsi yang bermanfaat bagi hidupnya.

Keseluruhannya menunjukkan bahwa orang yang hidup dalam

budaya kota menjadi manusia yang berlari, risau, lelah, dan

kurang kesempatan atau dukungan untuk merenung dengan

mendalam. Bahkan, mungkin hubungannya dengan sang

Pencipta cenderung bersifat fungsionil atau hanya emosionil.

15

Page 16: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Tidak heranlah bahwa di kota-kota, justru kegiatan agama

menjadi marak dan spektakuler, namun terutama yang bersifat

ritual dan simbolis atau tidak mendasar, sekedar untuk

menyenangkan hati dan memberikan ketenangan sesaat.

Orang merasa punya identitas, kesepiannya teratasi

sementara, dan merasa nyaman karena sudah menjadi

manusia saleh beragama, walaupun hal itu terjadi ketika ia

berada di dalam ruang ibadahnya saja.

Tantangan pelayanan pendidikan modern dalam menghadapi

dampak budaya kota ini adalah bagaimana mengajak siswa,

orangtuanya, dan sesama pendidik dengan bersama-sama

mengadakan refleksi atau perenungan secara mendalam atau

secara berkala. Pendidik patut

membuat hal ini menjadi hal yang

dinikmati. Tantangan terbesar

terntunya adalah bagaimana agar

pilihan-pilihan, pengejaran-

pengejaran, dan pembelajaran-pembelajarn yang menjadi

keniscayaan di budaya kota mendapatkan makna secara

spiritual. Selain itu, tantangan pelayanan pendidikan di

dunia perkotaan adalah bagaimana menyiapkan para siswa

untuk mampu menyadari, memahami, dan mengambil

pilihan-pilihan yang tersedia. Hal tersebut tidak merupakan

tantangan yang terlalu besar di masa lalu, karena pilihan

yang tersedia memang tidak terlalu banyak. Lebih dari pada

itu, dimasa lalu sebagian besar warga masyarakat membatasi

atau memasung dirinya sendiri.

16

Page 17: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Jadi, pilihan-pilihan dan memaknainya merupakan tantangan

dasar dunia perkotaan bagi siswa-siswa dan pendidiknya.

Tidak lagi mungkin dalam hal ini siswa “diajari” bagaimana

memilih, karena pilihan-pilihan baru dan situasi memilih yang

baru terus hadir serta tidak dapat diantisipasi oleh pendidik.

Konsekuensinya ialah hanya satu cara untuk mencapai hal itu,

yaitu menyiapkan siswa yang terbiasa mandiri mengenali

pilihan yang ada, memiliki acuan nilai yang tepat untuk

memilih, dan mampu melakukan pilihan secara mandiri.

Kemandirian ini menjadi fitur yang harus dicapai oleh siswa-

siswa sebelum mereka memasuki masa dewasanya.

Pertanyaan yang besar ialah, apakah para pendidik modern

siap untuk melayani mereka untuk mendapatkan fitur serupa

itu? Apakah kurikulum yang ada, dan apakah suasana atau

iklim pendidikan yang ada memungkinkan siswa bertumbuh

menjadi siswa yang mandiri dalam melakukan pilihannya?

Pengaruh teknologi komunikasi dan media massa

17

Page 18: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Pakar komunikasi, Tony Schwartz menyampaikan bahwa media

massa adalah Tuhan yang kedua. Artinya seperti Yang Maha

Kuasa, pengaruh media hadir dimana-mana, kapan saja dan

untuk siapa saja. Sementara itu

Jacques Ellul menyampaikan bahwa

media massa modern mendefiniskan

atau menentukan realita yang

disuguhkan kepada kita. Lebih awal

lagi, begawan ilmu komunikasi yaitu

Marshall McLuhan bahkan

mengatakan, media komunikasi sudah menjadi pesan

tersendiri. Ahli-ahli itu menunjukkan kepada kita bahwa,

teknologi komunikasi dan media massa berubah dengan

dahsyat dalam lima dekade terakhir ini.

Dimasa lalu, media massa adalah media dimana komunikasi

dikirimkan dari satu sumber kepada sejumlah besar penerima

proses komunikasi tadi. Jadi media massa pada waktu itu

harus dipahami mencakup surat kabar, radio dan televisi. Kini

dengan hadirnya internet dan handphone, maka muncullah

proses komunikasi yang memungkinan seorang pengirim

pesan menyampaikan berita kepada beberapa penerima

komunikasi. Namun karena kecanggihan teknologinya,

dimungkinkan juga dalam proses ini, berbagai pihak mengirim

pesan ke berbagai pihak atau ke satu individu. Untuk internet,

proses serupa itu dapat berjalan serempak sedangkan untuk

handphone prosesnya terjadi bergantian. Jadi, handphone dan

internet harus tercakup juga sebagai media massa, karena

mengandung fitur yang serupa dengan fitur media masa di

masa lalu.

18

Page 19: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Peran media massa yang demikian kuat pada massa kini

disebabkan karena media massa modern menjalin berita atau

informasi dengan analisis serta hiburan dalam kombinasi yang

berbeda-beda. Apapun juga bentuknya, baik MTV, TV, SMS,

VCD atau komik menentukan gambaran kita tentang dunia dan

opini masyarakat dimana kita berada. Hampir semua

komunikasi yang disampaikan media massa, terutama televisi

sangat membiasakan kita dengan

kekerasan,

hubungan seksual bebas dan

pola hidup nyaman.

Media massa membuat juga kesadaran global menjadi

semakin kuat. Jumlah informasi yang didapatkan seseorang

menjadi sangat banyak. Hal tadi memungkinkan munculnya

wawasan yang lebih luas.

Format media massa yang semakin beragam terasa memenuhi

tuntutan kemahalan, sehingga orang dibiasakan untuk melihat

segala sesuatu yang tergesa-gesa, tak lengkap, cepat, dan

harus disimpulkan sendiri. Maka, kemampuan orang-orang

terutama anak-anak kecil untuk menyimak untuk waktu yang

panjang semakin berkurang. Semua komunikasi yang rumit

tidak dianggap menarik dan kalau tidak menarik akan tidak

diperhatikan. Tanpa disadari kita menjadi orang yang hiduo

dengan mengutamakan kesan lebih dari pada membahas

pesannya.

Walaupun media massa memperkaya informasi dan wawasan,

secara umum dengan menekankan kesan, maka orang tidak

19

Page 20: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

lagi dibiasakan berpikir kritis. Salah satu bentuk

ketidakkritisan adalah munculnya konsumerisme: belilah apa

yang ditawarkan bukan karena kau membutuhkannya tetapi

karena sudah banyak orang yang menggunakannya. Dalam

negara dimana kebenaran dan kejujuran bisa dinegosiasikan,

maka media massa dapat menjadi alat pembentuk opini

terhadap seorang tokoh, segolongan manusia, atau suatu

pendapat tertentu.

Secara sederhana saja dampak bagi pelayanan pendidikan

akibat gaya hidup dimana media massa mempengaruhi orang

dari pagi sampai tengah malam akan besar.

Pertama, cara orang berkomunikasi semakin singkat padat dan

menyentuh kesan. Dalam proses pendidikan, sesuatu yang

berbobot namun tidak dikomunikasikan secara atraktif tidak

akan mendapat perhatian apalagi diterima.

Kedua, banyaknya informasi dan opini yang beredar membuat

seorang pendidik harus terus menerus mengenali apa yang

dibicarakan dan relevan bagi siswanya atau siapa yang

dilayaninya. Ia tidak bisa tertinggal terlalu jauh.

Ketiga, media massa, khususnya internet dan handphone, di

awal milenium baru membuat orang terbiasa dengan informasi

dan opini yang majemuk. Generasi N, yaitu para remaja yang

hidup bersama internet, semakin terbiasa mencari sumber

info, meramunya, menganalisisnya, serta memperdebatkannya

dengan mereka yang sejenis, sementara orang tuanya

membiarkan mereka bertualang di dunia virtual tanpa

pengawasan. Semakin lama semakin handal mereka dan

20

Page 21: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

semakin tertinggal orang tuanya atau pendidiknya. Untuk

petama kali di dalam sejarah manusia, para anak dan remaja

memiliki akses dan kehandalan teknologis yang terus

bertambah dibandingkan dengan orang tuanya, dan karenanya

pertama kali di dalam sejarah, sebuah generasi tumbuh dan

hadir tanpa pengawasan yang memadai dari orang tuanya.

Karenanya, sangat dibutuhkan suatu paradigma pendidikan

yang dapat menjawab tantangan ini. Suatu pengkomunikasian

yang tidak dialogis dari pihak pendidik atau pengelola lembaga

pendidikan yang sangat otoriter akan memancing penolakan

dari mereka yang terbiasa dengan pluralitas pandangan.

Simaklah apa yang disampaikan artikel yang dimuat di tahun

2002 di www.coldfusion.web.id yang dikutip di bawah ini:

Pengguna Internet Indonesia Mencapai 4,2 Juta User

posted: 04 Jan 02 [ Sunaryo Hadi ]

Reporter: Sigit Widodo

Pengguna internet di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 4,2

juta user. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat dibanding akhir 2000

sebesar 1,9 juta. Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Heru Nugroho, kepada

detikcom, Kamis (3/1/2002).

4,2 juta pengguna internet ini menurut Heru berasal dari sekitar 550

ribu pelanggan perumahan, 26 ribu pelanggan corporate, 2.500

lembaga pendidikan dan 2.500 warung internet (warnet).

Untuk pelanggan perumahan, Heru membagi dalam dua kategori:

pelanggan yang hanya menggunakan akses internetnya sendiri dan

pelanggan yang menggunakan bersama keluarganya. Jumlah

pelanggan yang menggunakan akses internetnya sendiri

diperkirakan mencapai angka 100 ribu.

Sedangkan pelanggan yang mempergunakannya bersama

keluarganya mencapai 450 ribu. Dengan asumsi satu account ini

dipergunakan oleh empat orang anggota keluarga, berarti total

21

Page 22: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

pengguna internet dari pelanggan perumahan dari dua kategori ini

mencapai 1,9 juta user.

Sedangkan untuk pelanggan corporate, Heru membaginya dalam

tiga kategori: perusahaan besar, sedang dan kecil. Perusahaan besar

dengan jumlah komputer rata-rata sebanyak 50 pc diperkirakan

mencapai seribu pelanggan. Perusahaan sedang dengan jumlah

komputer rata-rata sebanyak dua puluh pc diperkirakan berjumlah 5

ribu.

Sedangkan perusahaan kecil dengan jumlah PC rata-rata sepuluh

buah mencapai 20 ribu perusahaan. Dari sini Heru mengasumsikan

jumlah pengguna internet dari pelanggan corporate mencapai 350

ribu user.

2.500 lembaga pendidikan menurut Heru terbagi menjadi 2 ribu

sekolah dan 500 institusi pendidikan tinggi. Sebuah sekolah rata-rata

memiliki 500 orang siswa dan sebuah institusi pendidikan tinggi rata-

rata memiliki seribu mahasiswa. Karena itu dari 2.500 lembaga

pendidikan ini diperkirakan terdapat 1,5 juta pengguna.

Keempat, karena daya kritis siswa yang menurun, maka

diperlukan suatu sikap pendidik untuk menghadapi hal ini,

karena akan mudah siswa dan orang tuanya yang tidak kritis

terbuai oleh tawaran pendidikan populer dan informasi media

massa yang memberikan pemuasan “psikologis” yang dangkal.

Sulit untuk pendidik menangani siswanya pada masa kini

tanpa kesediaan membimbing mereka melalui jalan

pengetahuan serta sentuhan emosi dan keteladanan sekaligus.

Pendidik ditantang mengemas kekayaan pengetahuan,

kebijaksanaan dan insight spiritualnya dalam bahasa yang

atraktif dan dapat dipahami siswa dan orang tuanya.

Gabungan Pengaruh Keduanya

22

Page 23: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Gabungan pengaruh antara budaya kota dan teknologi media

sangat nyata dalam bentuk proses globalisasi yang juga

mempengaruhi Indonesia, dimana dunia semakin tanpa batas.

Dengan demikian sistem pendidikan yang ada di Indonesia pun

tidak luput dari pengaruh globalisasi. Karena globalisasi yang

terjadi dimotori oleh kekuatan teknologi dan ekonomi, maka

sistem pendidikan mendapat dorongan agar terutama

menghasilkan manusia-manusia yang bermanfaat maksimum

bagi dunia teknologi dan ekonomi. Tidak mengherankan

karenanya, di negara-negara berkembang yang berupaya

mengejar ketertinggalan ekonomi, pendidikan di bidang

humaniora, tergeser.

Tentu dapat dipertanyaan apakah di sebuah negara di Asia

tenggara, arus perubahan dimana budaya kota, globaliasasi,

dan media memang berdampak sebesar itu, terutama dengan

kuatnya budaya pedesaan dan tradisinya. Dari pengamatan,

terlihat bahwa orang-orang desapun menggunakan budaya

kota sebagai rujukan yang bernilai bagi mereka, Anak-anak

desa ingin pindah ke kota, televisi menjadi idaman banyak

keluarga, bahkan sampai pulau yang jauh sekalipun. Demikian

juga dengan telekomunikasi melalui wartelnya. Dengan kata

lain, budaya kota, globalisasi dan media tidak menghadapi

tantangan budaya dan sosial yang berarti.

Kesimpulan

Ada dua tantangan yang dihadapi oleh pendidik di masa kini.

Dunia perkotaan dan budayanya yang merebak dan mulai

dianut bahkan oleh mereka yang tinggal di desa-desa,

23

Page 24: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

membuat siswa dan orang tuanya hidup berlari, tidak tenang,

dan tidak mencari makna. Selain itu mereka mengejar

beragam pilihan yang kota tawarkan. Pendidik ditantang

untuk menolong mereka menghadapi hal baru ini.

Tantangan kedua adalah terbiasanya orang tua dan siswa yang

menganut budaya media untuk berpikir tidak kritis, lebih

berdasar kesan, serta gandrung hal-hal yang atraktif. Mereka

yang sudah mengenal internet juga terbiasa untuk kebenaran

atau informasi yang saling bertentangan dan majemuk. Para

pendidik ditantang untuk berkomunikasi dengan bahasa

kalangan ini serta berdialog dengan siswa dan orang tua

mereka.

24

Page 25: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

P A S A L 2

D A M P A K :P E T A K O N T E K S P E N D I D I K A N D I

I N D O N E S I A

Mendidik di dunia yang stabil?

Tiga puluh tahun yang lalu, dalam suatu kelas filsafat, dosen

kami yang datang dari Belanda dan menguasai bahasa

Indonesia dengan sangat baik menjelaskan makna istilah “ada

dan keberadaan.” Dengan tenang lalu ia bertanya, “Darimana

kalian tahu bahwa, pohon mangga itu ada,” sambil menunjuk

ke sebuah pohon mangga di halaman tadi. Kami menjawab

dengan tenang, “Pohon itu ada karena jelas terlihat.” Sang

dosen meminta kami menutup mata, lalu ia bertanya,

“Apakah sekarang pohon mangga itu tidak

lagi ada karena kalian tidak dapat

melihatnya?” Kami terdiam sejenak, lalu

menjawab dengan yakin, “Pohon itu masih

ada, walaupun kami tidak melihatnya.” Ia tersenyum dan

berkata lagi, “Jadi, ada atau tidak adanya sebuah benda tidak

tergantung pada pembuktian berdasarkan indera kalian.

Setuju? Kalau begitu, bergantung pada apa?” Seorang

mahasiswa dengan tenang menjawab, “Salah satu jawaban

ialah bahwa sesuatu ada karena memang ia ada.” Sang

dosen agak terperanjat, dan semakin lanjut kuliah berjalan,

25

Page 26: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

semakin terperanjat ia karena sang mahasiswa terus menerus

menjawab dengan tepat dan seakan mengantisipasi topik

berikutnya.

Apa yang terjadi disana? Ternyata sang dosen menggunakan

cerita yang sama, metode yang sama dan rangkaian

pertanyaan yang sama untuk tiap pelajarannya dalam 10

tahun terakhir. Mungkin cara untuk mengajarkan ilmu filfasat

pada waktu itu memang tidak membutuhkan perubahan-

perubahan. Namun tanpa ada yang mengetahui, sang

mahasiswa memiliki seorang kakak yang sepuluh tahun

sebelumnya mencatat dengan setia kuliah sang dosen dan

kini adiknya menggunakan catatan kakaknya tersebut untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan sang dosen.

Mendidik di dunia yang berubah cepat

Dalam lingkungan yang statis, maka seorang pendidik

mungkin akan menjalankan tugasnya dengan mudah.

Mungkin proses belajar yang telah diciptakan 15 tahun silam

masih tetap dapat dipergunakan. Gaya mengajar yang

dianggap canggih pada 10 tahun yang lalu mungkin pula

masih dapat diminati siswa-siswinya. Namun dengan adanya

berbagai perubahan yang dipaparkan pada pasal pertama,

jelaslah bahwa para siswa, orang tua mereka, konteks hidup

mereka serta para pendidik sendiri sedang mengalami

perubahan yang mendasar.

26

Page 27: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Jadi, kita harus kembali ke pertanyaan sederhana. Metode

pendidikan yang bagaimana yang cocok untuk jaman

sekarang? Suasana belajar seperti apa yang harus diciptakan

dan dipelihara kini? Karena dalam proses pendidikan, peran

dan diri pengajar sangat berperan di samping peran siswa-

siswi dan peran pengelola lembaga pendidikan, maka kita

dapat menajamkan pertanyaan tadi dengan menyoroti peran

pendidik. Jadi, pertanyaan yang sangat mendasar adalah

apakah peran utama dari seorang pendidik yang baik di

jaman ini?

Dari pengamatan dan percakapan dengan berbagai pendidik

mengenai peran dan tugasnya di lapangan, sekurangnya

terdapat pergeseran pemahaman ke salah satu dari tiga

paradigma yang berbeda tentang peran pendidik sejalan

dengan pemahaman tentang pendidikan yang juga berubah-

ubah.

1. Paradigma pertama menganggap proses

pendidikan adalah proses menolong siswa-siswi agar

potensi terpendam mereka menjadi berkembang

penuh. Jadi metafor yang dapat dipergunakan untuk

menjelaskan paradigma ini adalah dengan

memandang siswa-siswi sebagai bunga

yang belum mekar atau bibit tanaman

yang belum bertumbuh. Jadi tujuan

proses pendidikan adalah menolong

siswa-siswi yang dianggap sebagai

subjek pendidikan untuk mencapai aktualisasi

potensi mereka. Tentunya, dalam pandangan ini

mereka ditolong berkembang demi suatu tujuan

yang lebih luas, yaitu menjadi manusia yang utuh.

27

Page 28: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Dalam paradigma ini, peran pendidik adalah seperti

peran bidan yang memfasilitasi proses belajar,

menstrukturkan pengalaman belajar yang akan

dialami siswa-siswi, menjaid teladan serta inspirasi,

dan melayani siswa-siswi sebagai kelompok dan

secara individual. Teori psikologi perkembangan

menjadi kerangka untuk menyusun kurikulum bagi

proses pendidikan yang berdasar paradigma ini.

2. Dalam paradigma yang kedua, pendidikan

dipandang sebagai proses membekali dan melatih

siswa-siswi dengan kompetensi umum yang dapat

dipergunakan mereka di dalam hidup sehari-hari

atau profesi mereka kelak. Asumsi di balik

paradigma ini adalah bila sekelompok kompetensi

dimiliki, maka situasi yang beragam yang akan

dialami siswa-siswi akan dapat mereka tangani

dengan baik. Peran pendidik adalah pembentuk

kompetensi siswa.

3. Dalam paradigma yang ketiga, pendidikan

dipandang sebagai proses menyiapkan para siswa-

siswi untuk dapat

melakukan suatu

rangkaian tugas-

tugas tertentu.

Semakin jelas

rumusan keluaran atau output dari tugas-tugas tadi,

semakin tajam dan kuat proses pendidikan tersebut

dirancang. Dengan demikian tugas pendidik adalah

28

Page 29: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

menolong siswa-siswi menguasai keterampilan dan

sikap yang cocok dalam melaksanakan tugas-tugas

tertentu di dalam dunia kerja kelak.

Paradigma yang mana yang cocok untuk jaman sekarang

untuk konteks Indonesia? Kita perlu menyadari bahwa,

Indonesia sendiri tidak merupakan suatu konteks pendidikan

yang homogen atau sama. Tiap daerah merupakan suatu

konteks yang khas, maka paradigma tentang peran pendidik

yang cocok untuk tiap konteks tadi juga tentu berbeda-beda.

Namun, sekurangnya ada dua variabel dapat dijadikan

penentu dalam memetakan konteks pelayanan yang dihadapi

pendidik. Pertama, kecepatan sang pendidik sendiri dalam

menyerap perubahan dan kedua, para siswa, siswa atau

keluarga mereka dalam menyesuaikan diri terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi.

Secara sederhana, pendidik pada masa kini dapat diklasifikasi

berdasarkan tingkat kecepatan atau keluwesan mereka dalam

menghadapi perubahan yang terjadi. Ada pendidik yang

dengan cepat menyesuaikan diri dengan budaya kota yang

merebak kemana-mana dan dengan teknologi komunikasi

yang tinggi. Sebaliknya ada di antara mereka yang sangat

‘gagap’ dalam menghadapi budaya dan teknologi yang baru.

Di pihak lain, jenis kelompok siswa-siswi yang dididik dapat

juga dimasukkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok

mereka yang menyerap perubahan dengan cepat, menyerap

29

Page 30: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

perubahan secara bertahap, atau dan mereka yang berubah

dengan lambat.

Kombinasi dari kedua variabel ini (pendidik dan siswa) akan

menentukan konteks pendidikan yang ada sebagaimana

diperlihatkan dari matriks dengan sembilan sel di bawah ini.

TINGGI MENENGAH RENDAH

30

Dampak

perubahan

bagi siswa:

Daya adaptasiPendidik:

Page 31: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

CEPAT Konteks I:

Suasana

lapangan bola

basket

Konteks II

Suasana

pemain basket

di lapangan

bola kaki

Konteks III

Main basket di

lapangan

tembak

BERTAHAP Konteks IV

Guru

menentukan

arah dan pilihan

Konteks V

Serupa dalam

tingkat

penengenalan

dan minat

Konteks VI

Guru agak

ditolerir

LAMBAT

Konteks VII

Guru menyeret

Konteks VIII

Stabil tertinggal

Konteks IX

Stabil tertinggal

Rincian kondisi hubungan antar pendidik dan siswa dalam

berbagai konteks di atas adalah sebagai berikut:

Konteks Pertama (I)

Konteks pertama adalah konteks dimana pendidik

menyesuaikan diri dengan cepat perubahan teknologi

komunikasi dan budaya kota. Ciri-ciri pendidik serupa ini

antara lain ialah banyak membaca atau menonton segala

sesuatu yang terkait dengan teknologi baru, gaya hidup baru

atau masalah masa depan. Pendidik serupa ini seringkali

memiliki minat yang luas. Walaupun mungkin mereka tidak

mampu membeli atau memiliki berbagai peralatan teknologi

seperti palm top, hi-speed modem, atau parabola, namun

31

Page 32: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

mereka mengikuti perkembangan yang ada dan diam-diam

berfantasi kalau-kalau Yang Mahakuasa memberikan rejeki

tak terduga sehingga mereka dapat mengenyam teknologi

serupa itu.

Ciri-ciri lain dari pendidik serupa ini adalah keluasan hati

mereka untuk berdialog dengan siswa-siswinya. Merekapun

tidak merasa tersinggung bila pendapat mereka

dipertanyakan, serta mereka mengenali berbagai jenis

kecerdasan yang terdapat pada siswa-siswinya. Mereka juga

bersikap pragmatis, tidak terlalu suka menggunakan waktu

untuk percakapan yang tidak perlu, dan memandang

kehidupan dengan optimis, lebih dari orang lain.

Pada konteks ini, para siswa siswi yang dihadapi sang

pendidik juga merupakan mereka yang sangat eksploratif,

mempertanyakan banyak hal, mungkin juga konsumtif, dan

sangat menyesuaikan diri dengan teknologi komunikasi tinggi.

PlayStation, Video Game di Mal, computer game, majalah

game dan animasi, internet, handphone dan sebagainya

merupakan bagian dari gaya hidup mereka. Siswa-siswi juga

menjadi kritis, serta berani berargumentasi, terutama di luar

kelas. Sebaliknya mereka merasa tidak berminat mengikuti

pelajaran yang bersifat doktrinal atau dogmatik. Selain itu,

mereka menceburkan diri ke dalam berbagai aktifitas di luar

sekolah sesuai minat mereka.

Dua pemeran utama dalam proses pendidikan yaitu pendidik

dan siswa sama-sama beradaptasi dengan cepat dan entusias

terhadap perubahan bagaikan para pemain bola basket di

lapangan. Masing-masing memiliki kepekaan yang tinggi

32

Page 33: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

pada rekannya dan lingkungannya. Akibatnya adalah sebagai

berikut pada suasana ajar-belajar:

o mereka menikmati kehadiran masing-masing pihak

o mereka bersama-sama belajar sebagai mitra dan

masing-masing pihak merasa entusiasme yang tinggi

o sang pendidik memiliki kepekaan dan toleransi yang

besar untuk keunikan tiap-tiap siswa

o siswa mengagumi pengajarnya dan menjadikannya

(diam-diam) sebagai idolanya.

Konteks Kedua (II)

Konteks kedua merupakan situasi ajar belajar dimana siswa

siswi sangat cepat beradaptasi dengan dunia perkotaan dan

teknologi komunikasi, namun para pendidiknya tertinggal,

walaupun mereka cukup menyadari perubahan yang sedang

terjadi. Sang pendidik hanya membaca sedikit tentang

teknologi, namun tidak cukup memahami dan tidak berminat

mengenal penggunaan alat-alat seperti palm top, kalaupun

kesempatan untuk memilikinya ada.. Mereka menyadari

adanya PlayStation II, namun hanya berpikir bahwa benda itu

adalah benda mahal berteknologi tinggi yang tidak terkait

dengan dirinya. Sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa alat

itu berpotensi menggantikan komputer dalam mengakses

internet atau VCD player di rumahnya. Internetpun dianggap

sebagai barang mewah dan yang menyebabkan pembuangan

waktu saja.

Terhadap budaya kota, mereka menyukai mal, film, beragam

jenis makanan, pakaian, dan rekreasi, namun mereka tidak

menggunakan keragamanan buku di perpustakaan-

33

Page 34: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

perpustakaan canggih, gallery, atau pameran-pameran

sebagai sumber ilmu dan metode belajar. Mereka masih

cenderung untuk berbicara dengan panjang lebar dan sesekali

bergossip. Untuk mengambil keputusan mereka cenderung

meneliti dengan seksama berbagai hal sehingga pengambilan

keputusannya merupakan suatu proses yang panjang.

Dengan konteks serupa itu, maka siswa merasakan bahwa

pendidik bukanlah mitra mereka dalam proses belajar. Bila

siswa bergerak secepat pemain basket, pendidik bergerak

seperti pemain sepak bola. Pendidik tidaklah menjadi sumber

utama mereka dalam menelusuri minat belajar mereka.

Walaupun pendidik masih diterima baik dan dihormati, namun

bukan menjadi sumber utama. Akibatnya, berbagai

kebutuhan belajar siswa tidak terpenuhi. Karenanya,

seringkali, mereka mencari sumber-sumber pengetahuan dan

rujukan gaya hidup serta idola dari kalangan teman mereka,

tetangga, atau lingkungan lain. Maka ada potensi dimana

siswa mendapatkan pengaruh yang tidak terkendali dari pihak

yang tidak diketahui.

Dalam suasana itu, bila sang pendidik tidak memiliki daya

toleransi yang besar dan tertekan oleh beban-beban kurikuler

dan administratif, maka siswa diharapkan mematuhi apa yang

diberikan sekolah. Pengembangan minat dan kemampuan

siswa yang lain dan yang juga berharga bagi hidup di dunia

modern dan budaya kota malah terabaikan. Dialog antara

siswa dan pendidik terjadi hanya terbatas pada tingkat yang

semu. Siswa lebih suka bergaul dengan sesama teman-

temannya daripada dengan pendidiknya, walaupun mereka

masih bersedia memenuhi tuntutan sekolah. Jadi, mereka

yang sangat cepat beradaptasi dengan teknologi dan budaya

34

Page 35: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

kota cenderung melihat sekolah hanya sebagai salah kegiatan

belajar, bukan sebagai satu-satunya sumber atau pusat

kegiatan dan perhatian mereka.

Konteks ketiga (III)

Konteks ketiga merupakan situasi ajar belajar dimana siswa

siswi sangat cepat beradaptasi dengan dunia perkotaan dan

teknologi komunikasi, namun para pendidiknya amat

tertinggal karena mereka masih hidup di masa lalu sehingga

tidak menyadari perubahan yang sedang terjadi. Sang

pendidik tidak memahami dan tidak berminat mengenal

penggunaan alat-alat seperti palm top, kalaupun kesempatan

untuk memilikinya ada. Mereka cenderung mencurigai

PlayStation II, Internet, atau handphone.

Terhadap budaya kota, mereka tidak merasa nyaman dengan

mal, film, beragam jenis makanan, pakaian, dan rekreasi.

Mereka masih cenderung untuk berbicara dengan panjang

lebar dan sesekali bergossip serta mengeluh tentang dunia

yang terlalu modern dan dekaden..

Dengan konteks serupa itu, maka siswa merasakan bahwa

pendidik sama sekali bukanlah mitra mereka dalam proses

belajar. Bila siswa bergerak secepat pemain basket, pendidik

bergerak perlahan seperti seorang atlet di lapangan tembak.

Walaupun pendidik dihormati secara terbatas, umumnya

mereka masih ditoleransi karena para siswa tidak memiliki

pilihan lainnya. Akibatnya, berbagai kebutuhan belajar siswa

tidak terpenuhi dan ras frustrasi mereka pada suasana belajar

menjadi tinggi. Karenanya, seringkali, merekapun berhenti

mencari sumber-sumber pengetahuan dan rujukan gaya

35

Page 36: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

hidup serta idola. Maka dalam konteks ini ada suatu

kemungkinan dimana siswa mengembangkan sikap apatis

atau memberontak.

Dalam suasana itu, sang pendidik cenderung mengendalikan

proses belajar dengan cara otoriter dan komunikasi satu arah.

Siswa dituntut menyimak dan menghafal dengan tekuntidak

memiliki daya toleransi yang besar dan tertekan oleh beban-

beban kurikuler dan administratif, maka siswa diharapkan

mematuhi apa yang diberikan sekolah.

Konteks ke empat (IV)

Konteks ke empat merupakan situasi belajar dimana pendidik

lebih maju selangkah daripada siswa-siswinya. Biasanya hal

serupa ini terjadi di sekolah-sekolah milik perusahaan di

pedalaman atau di kota kecil. Misalnya, di Pangkalan Kerinci,

terdapat sekolah Patricia yang didirikan oleh perusahaan Riau

Andalan Pulp and Paper. Para pendidik didatangkan dari kota

besar dan diberikan jaminan hidup yang memadai.

Merekapun memiliki akses ke peralatan dan suasana kerja

yang profesional di perusahaan yang menjadi induk sekolah

itu. Para siswa datang dari anak-anak karyawan dan staf,

seringkali mengikuti budaya kota dan teknologi media

walaupun tidak secepat pendidiknya.

Dalam situasi serupa itu maka tugas pendidik adalah

menentukan pilihan-pilihan dalam hal yang akan disampaikan

pada siswa-siswinya, membangun minat mereka, serta

melatih mereka agar memiliki skil yang memadai untuk dunia

modern.

36

Page 37: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Konteks ke lima (V)

Dalam konteks kelima, pendidik dan siswa-siswinya serupa

dalam tingkat pengenalan, minat, dan penguasaan skil untuk

menyesuaikan diri terhadap arus budaya kota dan pengaruh

teknologi media. Mereka menyadari adanya hal baru, namun

belum membangun komitmen yang mendalam untuk

mendalami hal tadi. Disini, peran pengurus sekolah atau

seorang kepala sekolah akan menentukan ke arah mana

proses pendidikan akan ditujukan.

Konteks ke enam (VI)

Dalam konteks ke enam, siswa-siswi lebih mengenal budaya

kota dan pengaruh media, walaupun kedua hal tadi tidak

digandrungi. Namun, para pendidik tertinggal di dalam

mengenali dan memahami hal ini. Mereka cenderung menilai

negatif kedua hal tadi.

Secara umum dampak kesenjangan adaptasi terhadap

pengaruh tadi tidak sebesar seperti pada konteks ke tiga atau

ke dua, karena pengaruhnya bagi siswa-siswi tidak terlalu

kuat.

Konteks ke tujuh (VII)

Dalam konteks ke tujuh, situasinya serupa dengan konteks ke

empat, namun pada umumnya siswa-siswi sangat tertinggal,

sehingga guru harus agak menyeret mereka. Siswa-siswi

dapat terpesona karena penguasaan pendidiknya akan hal

37

Page 38: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

baru, dan mengikuti teladan mereka. Sebaliknya mereka juga

dapat hanya memilih menjadi pemirsa.

Konteks ke delapan (VIII)

Dalam konteks ke delapan, situasinya mirip dengan konteks

ke empat, namun, karena pendidik maupun muridnya tidak

mengalami imbas yang kuat dari ke dua pengaruh yang ada,

maka diperkirakan tidak ada perubahan apa-apa yang terjadi.

Namun, secara umum, pendidik dan siswa-siswinya akan jauh

tertinggal masyarakat modern.

Konteks Kesembilan (IX)

Merupakan konteks yang tenang dan stabil, namun membuat

baik pendidik maupun siswa merasa tidak perlu berubah.

Kedua belah pihak cocok, namun mungkin mereka merasa

tertinggal dan tidak berdaya mengejar ketertinggalan

menonton TV. Namun dari sudut hubungan, maka keakraban

masih terjadi secara tradisional.

Dengan peta di atas, maka dapat dibuat berbagai prakiraan-

prakiraan lainnya. Siswa dapat menjadi siswa yang entusias

atau hanya mentolerir gurunya tergantung pada daya

adaptasi guru. Namun dalam kasus dimana sang pendidik

merupakan pihak yang sangat “maju” dapat terjadi siswa

terbawa maju, namun bila sang siswa sangat tertinggal, maka

yang terjadi adalah siswa malah menolak kehadiran gurunya.

Dengan demikian, profil pendidik yang baik dalam dunia

modern ditentukan oleh strategi penempatan pendidik yang

38

Page 39: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

harus memperhitungkan kesenjangan atau kecocokan antara

“budaya pendidik” dan “budaya siswa” serta daya adaptasi

masing-masing.

Kesimpulan

Dengan adanya berbagai konteks di atas, maka suatu upaya

peningkatan proses pendidikan membutuhkan kesadaran

bahwa upaya tadi tidak dimulai di titik nol. Kegagalan banyak

upaya, perubahan kurikulum dan sistem belajar diduga terjadi

karena kegagalan memperhitungkan perbedaan konteks yang

ada seperti di atas. Akibatnya, semua yang ditawarkan hanya

memuaskan kebutuhan tiap-tiap konteks secara terbatas.

39

Page 40: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

P A S A L 3

S E J A R A H :U P A Y A M E M B A N G U N

B E R B A G A I S I S T E M P E N D I D I K A N

Guru yang ditakuti

Kelas yang tadi ribut tanpa guru, kini menjadi sunyi. Guru Bahasa Indonesia yang paling ditakuti dan disegani oleh semua murid, telah masuk ke dalam ruang kelas. Wajahnya garang seperti harimau kelaparan.

Murid-murid : Selamat pagi, Bu Guru!

Bu Guru (dengan suara melengking) : Mengapa bilang selamat pagi saja? Kalau siang say a datang tidak pernah mengatakan apa-apa. Kalau begitu setiap siang, sore dan malam kalian mendoakan saya tidak selamat ya?

Murid-murid : Selamat pagi, siang dan sore Bu Guru.....

Bu guru : Kenapa panjang sekali? Tidak pernah orang mengucapkan selamat seperti itu! Katakan saja selamat sejahtera, bukankah lebih bagus didengar dan penuh makna? Lagipula ucapan ini meliputi semua masa dan keadaan.

Murid-murid : Selamat sejahtera Bu Guru!

Bu guru : Sama-sama, duduk! Kini dengar sini baik-baik. Hari ini Bu Guru mau menguji kalian semua tentang lawan kata atau antonim kata. Kalau Bu Guru sebutkan perkataannya, kamu semua harus cepat menjawab dengan lawan katanya, mengerti?

Murid-murid : Mengerti Bu Guru...

Guru: Baiklah, kita mulai!

Murid-murid: Jeleklah, mereka akhiri!

Guru: Bodoh benar kalian!

Murid-murid: Pandai benar ibu!

Guru: Berhenti!

40

Page 41: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Murid-murid: Lanjut!

Guru: Kalian mengejekku?!

Murid-murid \ Mereka memujimu?

Guru: Salah itu!

Murid-murid: Betul ini!

Guru (geram): Bodoh!

Murid-murid: Pandai!

Guru: Bukan!

Murid-murid: Ya!

Guru (mulai pusing): Ya, Tuhan!

Murid-murid: Tidak, Iblis.

Guru: Dengar dulu .

Murid-murid: Bicara nanti.

Guru: Diam!!!!!

Murid-murid: Ribut!!!!!

Guru: Itu bukan pertanyaan, bodoh!!!

Murid-murid: Ini adalah jawaban, pandai!!!

Guru: Mati aku!

Murid-murid: Hidup kami!

Guru: Saya tampar baru tau rasa!!

Murid-murid: Kita belai lama tak tau rasa!!

Guru: Malas aku ngajar kalian!

Murid-murid: Rajin kami belajar,bu guru...

Guru: Kalian gila semua!!!

Murid-murid: Kami waras sebagian!!!

Guru: Cukup! Cukup!

Murid-murid: Kurang! Kurang!

Guru: Sudah! Sudah!

41

Page 42: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Murid-murid: Belum! Belum!

Guru: Mengapa kamu semua bodoh sekali?

Murid-murid: Sebab saya seorang pandai!

Guru: Oh! Melawan, ya??!!

Murid-murid: Oh! Mengalah, tidak??!!

Guru: Kurang ajar!

Murid-murid: Cukup mengajar!

Guru: Mati aku..ketemu murid seperti ini

Murid-murid: Kekal kamu berpisah dengan guru seperti itu..

Guru (putus asa): O.K. Pelajaran sudah habis!

Murid-murid: K.O. Pelajaran belum mulai!

Guru: Sudah, bodoh!

Murid-murid: Belum, pandai!

Guru: Berdiri!

Murid-murid: Duduk!

Guru: Bego kalian ini!

Murid-murid: Cerdik kami itu!

Guru (stres) : Kamu semua ditahan siang hari ini!!!

Murid-murid : Dilepaskan tengah malam itu!!!

Bu Guru mukanya merah padam dan tanpa bicara lagi mengambil buku-bukunya dan keluar ruangan. Sebentar kemudian, loceng pun berdering. Murid-murid merasa lega karena guru yang paling ditakuti oleh mereka telah keluar. Walau bagaimanapun, mereka merasa bangga karena telah dapat menjawab semua pertanyaan tadi setelah beberapa hari saling membantu untuk belajar. Tetapi masih ada hari esok. Guru itu pasti akan datang lagi.. Hanya ketika orang tua mereka bertanya apa yang mereka dapatkan dari pelajaran, mereka tersenyum dan berkata “Pokoknya, sudah lolos …kami berhasil menjawab semua pertanyaannya.” Orang tua mereka tersenyum dan berkata dalam hati “Tidak sia-sia pemerintah mengeluarkan dana yang besar untuk biaya pendidikan nasional. Anakku mendapatkan sistem pendidikan yang baik.”

42

Page 43: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Kalau ada orang yang bertanya apakah ciri-ciri sistem pendidikan

yang terbaik, maka mungkin sulit untuk menjawab pertanyaan

serupa itu. Mengapa? Sejak dulu, sudah ada berbagai-bagai sistem

pendidikan yang telah dikembangkan umat manusia di masa lalu.

Bahkan masih ada bagian-bagian dari sistem kuno yang terus

dipergunakan sejak dulu sampai kini dengan perubahan-perubahan

yang terbatas. Dalam bagian ini akan dipaparkan perbedaan

sistem-sistem tadi. Terutama akan dipertajam hasil akhir yang

ingin dicapai oleh tiap-tiap sistem serta asumsi dasar tentang

manusia yang mereka miliki.

Metode Pendidikan dari Timur

1. India

Sebagai bangsa, India memiliki sejarah yang panjang dalam

pendidikan yang terorganisir baik. Sistem yang dikenal dan

merupakan salah satu sistem yang tertua di dunia adalah sistem

Gurukul, Sistem ini dibentuk untuk menghasillan pendidikan

manusia seutuhnya yaitu mencakup aspek jasmani, mental, dan

spiritual. Di dalam sistem tradisional ini, umumnya siswa tinggal

bersama gurunya di dalam rumah sang guru atau di biara. Sistem

pendidikan ini tidak memungut bayaran dari siswa-siswi, namun

setelah seseorang lulus dan ia datang dari keluarga yang mampu,

maka ia wajib membayar gurudaksina atau sumbangan untuk

kemajuan endidikan.

Dengan sistem yang terarah pada pendidikan manusia seutuhnya,

maka siswa-siswi belajar agama, kitab-kitab suci, filsafat, sastra,

ilmu perang, ilmu kenegaraan, pengobatan dan astrologi. Karena

India pada waktu sistem gurukul lahir sangat menekankan hidup

sebagai siklus, maka pembelajaran tentang sejarah tidak masuk ke

dalam kurikulum gurukul. Sistem tradisional ini kemudian

43

Page 44: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

dihapuskan dan digantikan oleh pemerintah kolonial Inggris yang

menjajah India dengan pendidikan barat.

2. Cina

Pendidikan di Cina merupakan hal yang sangat dihargai. Karena

sejarah Cina merupakan suatu proses yang panjang dan di tiap

dinasti kerajaan terjadi perubahan-perubahan, agak sulit untuk

menggambarkan sistem pendidikan di Cina.

Namun di masa awalnya, pendidikan diarahkan agar orang

memahami naskah-naskah klasik Cina yang ditulis oleh para

pemikir-pemikir. Pemerintah-pemerintah pada dinasti-dinasti Cina

mengadakan pendidikan dan seleksi yang ketat para lulusan untuk

mereka dapat menjadi pejabat pemerintah. Pada jaman dinasti

Han, yaitu sekitar dua abad sebelum Masehi, Cina berhasil

menciptakan suatu sistem ujian kekaisaran untuk mengevaluasi

dan memilih pejabat pemerintah. Dengan demikian, pemegang

jabatan dipilih berdasarkan kompetensi dan bukan koneksi.

Sekaligus juga di dalam sistem pendidikan Cina, tekanan pada

kompetisi sangat kuat.

Sistem ini membuat muncullah berbagai aliran sekolah yang

mengajarkan pengetahuan klasik dan bertahan selama dua ribu

tahun. Di tahun 1911, Cina memutuskan untuk mengadopsi dan

menggunakan pendidikan barat sehingga terhapuslah sistem

pendidikan lama walaupun sampai saat ini bangsa Cina merupakan

satu-satunya bangsa di dunia yang memelihara naskah-naskah dan

urutan pengetahuan serta pustakanya selama lebih dari 2000

tahun.

Metode Pendidikan di Barat

44

Page 45: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Bila kita meneliti metode dan muatan pendidikan di budaya Junani

dan Romawi yang menjadi landasan pendidikan barat, ada

beberapa hal yang kentara dan berbeda dari metode pendidikan di

Asia Timur. Tekanan pada individu lebih terasa di Barat, termasuk

perasaan individual dan keunikannya.

1. Europa

Di Barat, pendidikan terkait erat dengan agama. Para biarawan

dan iman-iman sangat menyadari pentingnya menolong orang-

orang muda memahami kebajikan, sehingga mereka menciptakan

sistem pendidika. Di Eropa, sekolah-sekolah yang terorganisir baik

berakar pada gereja Roma Katholik. Setelah masa reformasi di

awal abad XVI, salah satu gereja reformasi, yaitu gereja di

Skotlandia menyiapkan guru-guru untuk setiap gereja dan juga

pendidikan yang tidak memungut bayaran bagi orang miskin. Pada

tahun 1633 dewan perwakilan rakyat setempat bahkan

menentukan penggunaan dana yang diperoleh dari pajak untuk

program pendidikan. Sebagai hasilnya pada akhir abad XVII,

hampir seluruh rakyat terbebas dari buta huruf.

Setelah abad XVIII, hubungan antara pendidikan dan agama

merenggang. Di dalam jaman itu Jean-Jacques Rousseau

menawarkan konsep pendidikan alternatif. Pemikirannya

menghasilkan situasi dimana orang semakin menyadari tahap-

tahap dan proses pengembangan manusia yang harus disadari

dalam penyusunan metode pendidikan. Di Polandia pada tahun

1773 dibentuk Komisja Edikacji Narodowej atau Komisi Pendidikan

alias kementerian pendidikan pertama di dunia barat.

Dengan munculnya revolusi industri di barat, dunia mulai melihat

pabrik-pabrik dan masyarakat perkotaan sebagai pemandangan

yang dominan. Kondisi ini mendorong standardisasi pendidikan

dan kompetensi minimum para pekerja. Pemerintah-pemerintah

45

Page 46: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

mulai mengharuskan orang menghadiri dan memasuki sistem

pendidikan. Semakin lama masa kehadiran di dalam proses

pendidikan semakin bertambah. Pendidikan menjadi bagian dari

sistem industri dan ekonomi.

2. Konsep pendidikan modern yang dikembangkan

Kominsky, (1592-1670)

Sementara itu, muncullah suatu pemahaman tentang manusia dan

perkembangannya dari seorang Eropa Timur, yaitu Kominsky

(Comenius). Kominsky hidup sebagai seorang pendeta gereja

Kristen di wilayah Moravia (Cekoslovakia kini). Pendeta ini belajar di

berbagai tempat, baik di Ceko, Jerman, juga sempat di Belanda.

Pada masa hidupnya, Kominsky dan bangsanya menjadi korban

dari percaturan politik pada abad 17 di Eropa. Corak iman Protestan

yang dianut orang Moravia tidak diakui oleh pihak yang berkuasa di

wilayah mereka. Akibatnya, mereka dianiaya dan ditindas.

Kominsky sendiri mengalami bagaimana berbagai tulisan yang

dibuatnya dengan susah payah, dibakar. Beberapa kali pendeta ini

hidup dalam pengungsian. Sempat pada suatu saat ia berada lama

di pengungsian dan terus menerus menulis surat kepada istrinya,

padahal istri yang ditinggalkan di tanah kelahirannya tadi sudah

beberapa lama meninggal tanpa ia ketahui.

Keadaan hidup yang terus menerus didera kesusahan dan

malapetaka tidak membuat iman dan kerajinan Kominsky

berkurang. Ia terus menulis, mempraktekkan metode ajar belajar

yang baru, serta memenuhi undangan di berbagai negara. Salah

46

Page 47: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

satu tulisannya yang hebat adalah kumpulan Karya Didaktika yang

terdiri dari 4 jilid.

Menurut Kominsky, teologi adalah dasar utama untuk membangun

pendidikan agama Kristen. Dasar kedua adalah pengalaman

pribadi. Kemudian, dasar ketiga adalah gaya berpikir yang bersifat

analogis atau mencari persamaan. Menurut Kominsky, pendidikan

merupakan kehendak Allah. Ia menyatakan bahwa: “.. agar mereka

tidak kehilangan kemuliaan Allah, maka semua orang harus diajar

agar tidak berbuat dosa..”

Sumbangsih pemikiran dan praktek dari Kominsky begitu besar

sehingga PBB menamakannya sebagai bapak pendidikan modern

(bukan cuma pendidikan agama). Beberapa cuplikan pemikiran

Kominsky agaknya masih perlu diperhatikan dalam konteks

pendidikan modern, dalam dunia perkotaan, dan dalam derasnya

perubahan teknologi yang melanda masyarakat.

Beberapa Metode Dasar yang Dikembangkan Kominsky

1. Orang harus belajar dengan menggunakan pengalaman nyata

selain memahami teori-teori

2. Siswa harus diberi bimbingan terarah untuk mengambil

pertimbangan dan keputusan secara kritis melalui pengamatan

dan pengalaman

3. Mereka juga harus dididik untuk menjadi orang yang murah hati

dan berbudi luhur secara bertahap

47

Page 48: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

4. Sangat penting untuk menentukan saat yang tepat bagi

seseorang untuk mempelajari suatu hal.

Kominsky juga lebih menekankan overview dan pemahaman serta

praktek penerapan daripada sekedar memprekuat hafalan. Pada

jaman itu, ketika pendidikan seringkali merupakan monolog dari

guru kepada murid dimana mereka hanya perlu mendengarkan

dan menyalin, gagasan Kominsky sangat radikal. Bukan saja

pemikiran dan praktek ajar belajarnya sangat berbeda tapi juga

merupakan terobosan yang mewarnai dunia pendidikan, baik

pendidikan umum dan pendidikan agama Kristen. Kini, ternyata

dalam budaya modern metode yang dikembangkan Kominsky

justru sangat digemari oleh siswa yang lebih menyukai dialog,

diskusi, dan proses komunikasi yang tidak melulu bersifat satu arah

dari pihak guru.

Analisis dan Perbandingan

Jelaslah bila kita menggunakan India dan Cina sebagai titik

berangkat memahami pendidikan di Asia, maka di bandingkan

dengan dunia barat,

1. manusia di Asia timur dipandang sebagai bagian yang tidak

terpisahkan dari masyarakat. Masyarakat komunal timur

menekankan pentingnya seorang manusia untuk menempatkan

diri secara tepat di dalam tatanan masyarakatnya. Tanpa hal

itu, manusia dianggap cenderung akan hidup tersesat.

Pandangan ini memang cenderung melihat manusia secara

pesimis.

2. Dengan demikian seorang akan dianggap sebagai manusia yang

baik dan terdidik bila ia dapat menempatkan diri dengan pas di

masyarakatnya. Artinya, sebagai anggota komunitas

masyarakatnya, ia tidak menonjolkan individualitas melebihi

48

Page 49: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

kebersamaannya. Kalaupun ada konflik biasanya ia akan

menanganinya secara tidak langsung dan sejauh mungkin ia

berupaya tidak mempermalukan orang lain atau menjaga muka

orang.

3. Dengan pandangan tentang manusia serupa itu, maka

pendidikan sangat menekankan proses mendisiplinkan diri

dalam aspek fisik dan mental, menghafalkan pengetahuan yang

diturunkan turun menurun, serta proses mengendalikan

perasaan dan ekspresi diri. Namun, tekanan pada spiritualitas

juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan.

Manusia yang dianggap terdidik adalah manusia yang memiliki

pengetahuan, pemahaman, kebijaksanaan dan mampu

menempatkan diri di masyarakat atau di tatanan semesta.

4. Di Cina, sengaja atau tidak, metode pendidikan serupa itu

cenderung mengabaikan pertumbuhan perasaan karena

pertumbuhan muatan pengetahuan dan pemahaman dianggap

sebagai hal yang lebih penting. Peneladanan juga dianggap

sebagai proses yang vital di dalam metode pendidikan ini.

Selanjutnya, kepatuhan pada tatanan ditekankan, sedangkan

kreatifitas pribadi diletakkan di bawah kepatuhan tersebut.

5. Di Barat, ada saat-saat dimana pendidikan terkait dengan

agama dan ada saat dimana pendidikan terkait dengan konsep

manusia yang lebih romantik. Pandangan barat tentang

manusia semakin lama semakin optimis dan tidak sepesimis di

Timur. Karenanya, tekanan pada kreatifitas dan individualitas

juga lebih besar daripada di Timur.

6. Dalam pemikiran modern, proses pendidikan semakin di

arahkan pada berpikir kritis, kemampuan mengambil keputusan

dan menyelesaikan masalah, serta pada pengenalan diri,

termasuk pengenalan perasaan individual.

49

Page 50: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Kesimpulan

Upaya membangun berbagai sistem pendidikan dipengaruhi

oleh konteks dimana sistem tadi dilahirkan. Di balik setiap

sistem terdapat pandangan tentang hidup dan peran manusia

serta hakekat manusia. Bila di Barat, dilahirkan pandangan

yang optimis tentang manusia, di Timur, manusia dilihat

secara pesimistis. Karena, itu pengkajian tentang pandangan

yang sudah ada tentang hakekat manusia di tengah dunia

yang berubah cepat merupakan titik berangkat dalam

membangun sistem pendidikan yang tepat untuk suatu

konteks.

50

Page 51: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Pasal 4

TUJUAN PENDID IKAN:M E N U J U M A N U S I A M A N D I R I

Kemandirian

Sekelompok peneliti memasukkan enam ekor kera ke dalam

sebuah ruang percobaan. Di langit-langit ruang itu tergantung

setandan pisang. Sebuah tangga lipat didirikan dan

memungkinkan para kera memanjatnya sehingga dapat

meraih pisang tadi. Namun, di langit-langit itu dipasang 20

keran yang dapat memancurkan air dingin ke ruang tadi.

Setelah memasuki ruangan, seekor kera melihat

suasana yang ada dan segera menujukan

perhatiannya pada pisang yang

tergantung. Otaknya bekerja dan

iapun mengenali adanya tangga yang memungkinkan ia

mencapai pisang tadi. Segera sang kera beringsut mendekati

tangga. Setelah anak tangga kedua diinjaknya, ke duapuluh

keran memancurkan air sehingga seluruh ruangan menjadi

basah. Memang secara otomatis para ilmuwan yang

merancang percobaan itu membuat sebuah pegas

tersembunyi di anak tangga kedua membuat air mancur bila

anak tangga tadi diinjak.

51

Page 52: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Bagaimana respon para kera? Mereka berlari kian kemari

karena memang pada dasarnya kera tidak menyukai air

dingin. Namun, sesaat kemudian seekor kera lainnya

mencoba kembali menaiki tangga tadi. Peristiwa yang sama

terjadi. Setengah jam berlalu, lambat laun para kera belajar

setelah mereka diguyur air dan menjadi basah kuyup bahwa

menginkak anak tangga akan menimbulkan air

mancur. Maka kera manapun yang mendekati

tangga akan disergap bersama, digigit dan

diseret pergi. Dalam waktu satu jam, suasana

stabil tercapai. Tidak ada seekor kerapun berani mendekati

tangga yang ada. Pisang tetap tergantung di atas, namun

tidak ada seekor kerapun yang menemukan jalan mengatasi

masalah mereka. Tidak ada seekorpun kera yang mencari

jalan terobosan. Mereka menuruti intuisi bersama dan

peraturan tak tertulis: “Yang mencoba mendekati tangga

akan kita sergap dan gigit.”

Tak lama kemudian salah satu

kera yang basah tadi diambil,

dan digantikan oleh seekor

kera yang baru.

Sang kera baru ini segera mendekati tangga dan mulai

memanjatnya. Ia terkejut karena tiba-tiba kera-kera

yang lain menjerit, menyergap dan

menggigitnya. Berulang kali ia mencoba

dan berulang kali ia mengalami keadaan

yang tidak enak tadi. Dalam waktu pendek ia belajar untuk

52

Page 53: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

mengikuti peraturan yang tak tertulis: Jangan dekat-dekat

tangga.

Bila sejam kemudian, seekor kera baru

dimasukkan ke tengah ruang tadi untuk

menggantikan seekor kera yang sudah

basah, maka peristiwa serupa akan muncul

lagi. Namun akan sangat mengherankan

bahwa kera yang masih kering dan baru

mendahuluinya, juga akan berpartisipasi untuk mencegahnya.

Budaya kelompok kera tadi sudah terbentuk. Akhirnya, bila

satu persatu semua kera yang basah digantikan dengan kera-

kera baru yang masih kering, kebiasaan untuk mencegah

seekor kera mendatangi tangga akan tetap

terpelihara, walaupun tidak jelas alasannya. Tidak

akan ada seekor kerapun akan mencoba

secara mandiri mengatasi keadaan tadi. Mengapa? Pertama,

mungkin, mereka hanya mengikuti naluri untuk mencegah hal

yang tidak menyenangkan terjadi dengan mereka. Kedua,

tidak ada seekor kerapun mampu berefleksi tentang

kebiasaan yang sudah terpelihara. Demikian juga terjadi

dengan banyak manusia dalam proses pendidikan walaupun

dunia sudah berubah.

Dunia kini yang dipengaruhi budaya kota dan media serta

diperkokoh oleh arus globalisasi membuat manusia modern

harus memiliki suatu fitur yang berbeda dengan manusia di

jaman yang lalu. Untuk hidup layak, dimasa lalu, seorang

manusia modern harus terus menerus mengambil berbagai

pilihan di dalam hidup sehari-harinya. Dari memilih trayek

bus, menentukan makan siang, membeli surat kabar,

53

Page 54: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

membalas sms, atau bertemu dengan siapa dan dimana,

manusia kota modern harus menentukan pilihan-pilihan.

Ada pilihan-pilihan yang berdampak untuk jangka pendek,

namun ada pilihan-pilihan yang berdampak panjang bahkan

bersifat fatal. Sebagai contoh, sekali seseorang memilih

untuk menjadi pecandu obat bius, besar sekali

kemungkinannya bahwa ia akan merusak banyak hal di dalam

hidupnya di masa kini dan masa depan. Demikian juga, sekali

seseorang memilih karir yang keliru bagi dirinya, sulit untuk ia

keluar dari alur yang ada dan memasuki jalur karir yang lain.

Kini di dalam dunia modern, pilihan-pilihan ini hadir lebih

beragam dan hadir lebih cepat serta menuntut perhatian

terus menerus.

Untuk menghadapi pilihan-pilihan yang beragam, maka

manusia modern lebih mungkin bertahan hidup dan

berkontribusi maksimum bagi masyarakatnya bila ia

memperoleh kemampuan dan sikap yang tepat untuk

membuat pilihan-pilihan yang jitu sejak dini dalam proses

pendidikannya. Bagaimana cara agar siswa-siswi memiliki

kemampuan memilih dan sikap berani memilih dengan tepat?

Kita harus lebih dulu memahami apakah yang dimaksud

dengan memilih. Membuat pilihan dapat kita pahami sebagai

proses

o mengenali apa yang akan dicapai,

o menyadari kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-

pilihan yang tersedia,

54

Page 55: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

o memiliki tolok ukur untuk menentukan pilihan, atau

mengetahui apa yang dianggap bernilai dan apa yang

harus ditinggalkan,

o memahami apa yang menjadi resiko di dalam

mengadakan pilihan,

o memperhitungkan hasil pilihan dengan resiko yang

akan diambil

o dan mampu melaku evaluasi dari pilihan yang diambil

tadi.

Milih nich, ye

Jadi ada sejumlah prasyarat yang harus dipenuhi agar

seseorang mampu mengambil pilihan-pilihan. Seseorang

tidak akan dapat memilih bila ia tidak mengenali kemana ia

akan pergi atau apa yang menjadi tujuannya. Kemudian,

seseorang juga tidak akan mampu memilih bila ia tidak

memahami apa yang menjadi nilai-nilai acuannya. Nilai

adalah hal-hal berharga yang ia ingin hadir atau dicapai di

dalam hidupnya. Kemudian, tidak mungkin seseorang berani

mengambil pilihan bila ia tidak memiliki gambar diri yang

sehat dan kokoh serta gambaran dunia yang realistis. Tanpa

gambaran yang sehat dan realistis tadi, seorang juga tidak

55

Page 56: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

akan mampu melakukan pengamatan terhadap dunia

sekitarnya dengan seksama.

Kemampuan memilih

Kejelasan tujuan yang ingin dicapai

Memiliki nilai-nilai yang jadi acuan

Gambaran diri yang sehat

Gambaran realistis tentang dunia

Bagaimana menghasilkan orang yang dapat mengenali

adanya pilihan-pilihan dan berani mengambil pilihan dengan

cara yang tepat? Bukankah di Asia, pada umumnya orang

lebih terbiasa menerima pilihan-pilihan yang diambilkan oleh

orang tuanya, gurunya, atau pemerintah? Bukankah orang

56

Page 57: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

juga takut memilih karena takut mengambil keputusan

memilih yang keliru?

Pemikiran sementara adalah, pendidikan yang cocok untuk

menghasilkan manusia yang hidup di dunia modern adalah

pendidikan yang diarahkan untuk menghasilkan manusia-

manusia yang mandiri. Apa artinya? Mandiri artinya memiliki

kebebasan batin di dalam mengenali pilihan-pilihan,

mengambil pilihan-pilihan yang ada dan menanggung

akibatnya, baik yang menyenangkan maupun yang

menyakitkan.

Mandiri berarti orang modern harus berani, siap dan mampu

menentukan pilihan-pilihan. Sekali lagi, tanpa kemandirian, ia

hanya dapat patuh pada pilihan yang dibuat orang lain,

kemudian mempersalahkan orang lain bila pilihan tadi

membawa konsekuensi buruk. Disisi lain, tanpa kemandirian,

ia juga hanya memilih apa yang secara intuitif dirasanya akan

menguntungkan dirinya tanpa acuan nilai-nilai yang lebih

luhur, tepat seperti kera yang dipaparkan di awal bagian ini.

Aku mahluk mandiri, dapat memilih. Yang merah, ungu, hijau, atau biru muda mau kuapakan, ya?

Sayang, buku ini tidak berwarna...

57

Page 58: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Apakah seorang yang mandiri menjadi seorang yang egois

dan tidak perduli orang lain? Seorang yang mandiri bukan

berarti tidak mau tunduk kepada otoritas siapapun. Seorang

yang mandiri bukanlah seorang pemberontak, anarkis, atau

seorang yang asosial. Justru karena kemandiriannya, ia dapat

memilih secara sadar dan sengaja untuk menjalani hidup

dengan disiplin tinggi, untuk mengalah, untuk hidup

sederhana, atau hidup mengabdikan diri atau patuh kepada

pihak yang dipilihnya serta menjadi bagian dari suatu

komunitas. Seorang yang mandiri bahkan dapat memilih

untuk mengabdikan diri bagi Sang Pencipta semesta, atau

mengabdikan diri bagi suatu pekerjaan bagi orang lain.

Tanpa kemandirian, seseorang tidak ada dapat mencapai

keputusan serupa itu dan mempertahankan kesetiaan

komitmennya pada pilihan tadi.

Mengapa demikian? Seorang yang mandiri dapat

mempertahankan komitmennya karena, ia telah menyadari

pilihan-pilihan yang ada dan menentukan pilihannya sendiri

secara bebas serta, kemudian ia berani memikul tanggung

jawab untuk akibat dari keputusannya. Ia tidak selalu berhasil

mengambil pilihan yang tepat, namun ia selalu dapat belajar

dari kesalahannya. Menjadi mandiri berarti membuka

peluang seluas-luasnya untuk ia menemukan pengenalan

yang lengkap dan utuh atas aspek-aspek dirinya dan dunia

dimana ia hidup.

Tidaklah mengherankan bahwa di dunia ada orang-orang

yang mandiri bagaikan Martin Luther King Jr yang rela

mengurbankan diri untuk tujuan yang dipilihnya demi

menghasilkan kesamaan hak. Seorang yang mandiri seperti

58

Page 59: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

KH Dewantara berani untuk berbeda dengan banyak orang

lain. Demikian juga dengan RA Kartini, Multatuli, Ho Chi Min,

U Than, Mathatir, Sukarno dan sebagainya. Kita juga dapat

menyoroti hidup Bunda Teresa yang rela meninggalkan

kenyamanan dan kestabilan hidup membiara agar secara

mandiri berada di tengah kaum yang terabaikan.

Sebaliknya seorang yang mandiri juga

dapat memilih untuk meletakkan

dirinya sebagai pusat pengabdiannya.

Jenghis Khan yang menguasai kerajaan

yang sangat luas dan membuat

puluhan ribu orang tewas adalah seorang yang sangat

mandiri. Demikian juga sang pembunuh bayaran, the Jackal.

Masih ada juga nama-nama lain, seperti Hittler, Pol Pot, atau

Westerling. Karena hal itu kemandirian bagaikan sebilah pisau

yang dapat dipergunakan untuk membedah atau menikam.

Kemandirian menghasilkan tokoh-tokoh yang luhur, seperti

Edmund Hillary yang membangun desa-desa di Himalaya,

namun juga menghasilkan tokoh-tokoh seperti, Mengele dan

Stalin.

Jadi, hal yang terutama membedakan seorang yang mandiri

daripada seorang yang bergantung pada orang lain, aturan,

kebiasaan, tingkat kenyamanan tertentu dan sebagainya

terletak pada keberanian orang-orang yang mandiri untuk

memikul tanggung jawab dari pilihannya, baik ketika ia

memilih dengan tepat maupun ketika ia keliru memilih.

Untuk itu biasanya memiliki gambar diri yang kokoh.

59

Page 60: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Agar mencegah munculnya Pol Pot, Stalin, dan Idi Amin, serta

menghasilkan manusia mandiri yang berguna bagi umat

manusia, maka pendidikan manusia mandiri harus

menekankan penularan nilai-nilai yang luhur pada proses ajar

belajarnya, peneladanan tentang percaya diri yang sehat,

serta penceburan siswa pada keragaman aspek dunia secara

nyata sehingga mereka dapat berinteraksi dengan dunia itu

dengan nyata.

Jadi, pendidikan modern memerlukan suatu falsafah dan

desain proses yang mungkin sangat berbeda dari yang ada

sebelumnya agar menghasilkan orang-orang yang berani

memilih dan bertanggung jawab untuk pilihannya. Seluruh

proses dan isi pelajaran harus dijalin untuk menghasilkan

kemandirian serupa itu. Peran pengajar terutama akan

menjadi sahabat yang menyiapkan rancangan proses dan

pilihan-pilihan yang disediakan bagi siswa. Hal ini harus

dilaksanakan secara konsisten dari tingkat pendidikan dasar

sampai pendidikan tinggi. Hal ini tidak mudah karena siswa-

siswa membutuhkan proses adopsi nilai yang luhur setelah

kemandirian menjadi kebiasaannya, dan sebelum proses itu

tercapai dengan memadai akan ada banyak saat dimana

kemandirian digunakan secara salah. Peran pendidik adalah

menjadi pembimbing yang memahi dan bersahabat pada

masa-masa itu. Mereka sangat membutuhkan kesabaran dan

ketenangan dalam berkarya.

Kemandirian dan Penyelesaian masalah

60

Page 61: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Dengan semakin kompleksnya hidup modern, maka bukan

saja dibutuhkan orang-orang yang mampu memilih, namun

juga agar pilihan yang diambil tidak hanya demi penciptaan

atau pengembangan wacana utuh. Pilihan-pilihan yang

menyangkut nalar dan emosi, harus senantiasa dikaitkan

dengan tindakan penyelesaian masalah yang nyata dan yang

dapat diterapkan.

Tanpa persepektif serupa itu, maka pendidikan yang

menghasilkan manusia mandiri akan menghasilkan manusia-

manusia yang mampu mengenali masalah, menganalisisnya,

namun tidak mampu memberikan solusi nyata pada masalah

tadi.

Jadi, semakin rumitnya hidup modern, semakin banyak

masalah yang timbul di dalam konteks hidup pribadi,

keluarga, kerja dan masyarakat, karenanya pendidikan juga

harus menghasilkan orang-orang yang bukan hanya mampu

mengenali namun juga dapat menjawab masalah-masalah

yang ada secara produktif tanpa bertele-tele.

61

Page 62: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Masih ada satu aspek lain dalam orientasi pada pemecahan

masalah. Bila pada sifat

mandiri, seseorang terlihat

dari ciri kesediaannya

memikul tanggung jawab,

pada orientasi pada

penyelesaian masalah, salah

satu ciri utamanya adalah ia memahami keseluruhan aspek

masalah yang dihadapinya secara sistemik serta memahami

tujuan yang ia ingin capai. Semakin jelas ia merumuskan apa

yang akan ia capai, semakin jelas masalah-masalah yang

akan dihadapinya dan yang harus diabaikan atau

dihindarinya. Selanjutnya, untu memberikan solusi pada

masalah yang ada, diperlukan kemampuan menganalisis

secara keseluruhan atau sistemik, sehingga pemecahan

masalah yang diberikan tidak bersifat parsial atau pragmatis

saja.

Aspek yang lain yang tidak kalah penting dalam penyelesaian

masalah adalah konsistensi diri. Hal ini akan tercapai bila

seseorang terbiasa untuk menggali makna dari masalah-

masalah yang dihadapi sebelum menyelesaikannya. Kera

dapat menyelesaikan masalah dengan alat-alat yang tersedia,

namun kera tidak akan pernah mampu menggali makna

tentang kehadiran masalah tadi dan keberadaannya. Manusia

merupakan mahluk yang mampu berabstraksi sampai

menggali makna kehadirannya di bumi ini serta makna

kehadiran masalah-masalah bagi dirinya. Hanya dengan cara

itu maka konsistensi penyelesaian masalahnya terjaga.

62

Page 63: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Kemandirian dan Tindakan nyata

Manusia memerlukan kemampuan menghasilkan tindakan

nyata setelah ia merumuskan apa yang ia ingin capai dan

membuat rancangan penyelesaian masalah. Pemahaman

orang terhadap apa yang ingin ia capai dapat berupa

rumusan umum atau abstrak. Dapat juga hal tadi berbentuk

konkrit dan jelas. Pendidikan modern perlu untuk

membiasakan siswa agar mampu membuat rumusan tujuan

yang jelas dan konkrit. Konkrit dan jelas, berarti tujuan yang

ingin dicapai dapat dievaluasi atau bahkan diukur.

Bila suatu tujuan tidak dapat dirumuskan dengan konkrit,

maka dapat dicari aspek-aspek konkritnya untuk dijadikan

petunjuk atau tonggak pengukuran keberhasilan

pencapaiannya. Misalnya, untuk mencapai manusia yang

bertanggung jawab sebagai suatu tujuan pendidikan, dapat

dibuat rumusan bahwa manusia yang bertanggung jawab tadi

dapat teramati dari caranya menggunakan waktu, alat,

pemeliharaan kesehatan, dan uangnya.

Pada aspek selanjutnya, tujuan yang ingin dicapai harus

terkait dengan tenggang waktu, entah tujuan tadi berupa

tujuan jangka panjang atau jangka pendek. Manusia modern

perlu memahami perbedaan di antara keduanya. Selain itu,

diperlukan juga keterampilan untuk memperkirakan tahap-

tahap untuk mencapai tujuan jangka panjang. Selanjutnya,

bila tujuan tadi terlalu besar, manusia modern perlu belajar

untuk mampu memilah atau memecah-mecah tujuan yang

besar tadi ke dalam tujuan-tujuan yang lebih kecil.

63

Page 64: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Kemampuan serupa itu tidak dapat diperoleh dengan cepat,

namun harus dibiasakan sejak dini.

Akhirnya, untuk mampu menghasilkan karya nyata, manusia

modern harus mampu merincikan agar tujuan yang mau

dicapai juga harus memiliki kejelasan biaya, waktu, tenaga,

cara dan dana yang diperlukan untuk mencapai hal tadi.

KEMANDIRIAN

Berani keluar dari ruang nyaman

Bagaimana dengan kebiasaan lain seorang manusia mandiri?

Seorang mandiri tidak akan berhenti belajar seumur hidupnya

karena ia menyadari bahwa solusi-solusi yang ia berikan pada

suatu masalah di saat tertentu tidak lagi merupakan solusi

yang memadai untuk masa depan. Ia terus menerus

memeriksa diri dan meninggalkan hal-hal usang yang tidak

lagi bermanfaat sehingga ia memiliki ruang untuk

mendapatkan hal-hal yang baru.

Sebagai konsekuensinya seorang manusia mandiri rela

kehilangan ketenangan. Dengan kata lain, seorang yang

mandiri juga tidak takut untuk memaksa dirinya keluar dari

64

Berani Keluar dariRuang Nyaman

Tindakan Nyata

PenyelesaianMasalah

Page 65: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

ruang-ruang kenyamanan yang dibuatnya sendiri. Artinya ia

tidak akan menikmati hidup saja, memegang suatu kebiasaan

saja, atau memegang suatu paradigma saja.

Keragaman pengalaman dan hubungan merupakan suatu ciri

seorang mandiri karena melalui hal-hal tadi ia membuka diri

untuk menerima masukan-masukan baru untuk

perkembangan dirinya. Inilah yang sangat membedakan

manusia mandiri dari manusia yang hidupnya hanya berada di

dalam lingkaran kecil dimana ia mengulang-ulang ingatan

akan sukses yang pernah ia dapatkan di masa lalu dan

merasa nyaman dengan hal tadi.

Rintangan bagi kemandirian

Ada banyak rintangan yang dapat hadir di dalam hidup

seseorang yang berupaya menjadi mandiri. Pertama,

rintangan dapat datang dari budaya dimana ia hidup. Salah

satu komponen budaya yang terkuat adalah sistem nilai. Di

Asia, nilai-nilai yang paling dijadikan acuan adalah nilai

keseimbangan atau harmoni, pemeliharaan pada tradisi-

tradisi, serta nilai yang menekankan pencegahan kesalahan.

Nilai-nilai tadi terwujud di Asia dalam bentuk sikap feodal,

paternalistik, dan sikap kompromistis. Dengan demikian di

dalam sistem pendidikan Asia, hampir semua pendidik dan

subjek didik secara sengaja atau tidak mulai dengan nilai dan

sikap-sikap seperti di atas.

65

Page 66: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Pendidik lebih suka bila siswa-siswinya tampil tertib,

menyimak dengan baik, patuh, dan berpikir secara runtut

serta berkomunikasi secara santun. Pendidik lebih suka bila

siswa-siswinya tidak banyak menentang pandangannya atau

mempertanyakan sumber informasi yang ia ketengahkan,

bahkan memberikan pandangan tandingan. Pendidik lebih

suka bila siswa-siswi menahan diri dalam mengekspresikan

perasaan mereka dan tidak menampilkan individualitas

mereka. Istilah kunci yang sering didengung-dengungkan

adalah “murid yang sopan, tekun, patuh dan tahu diri.”

Nilai-nilai dan sikap-sikap tadi hanya memberi ruang yang

kecil pada kemandirian. Kemandirian justru dilihat sebagai

pemberontakan pada tatanan yang ada, adat istiadat,

kewajaran, dan keluhuran. Bila sikap feodalis bergabung

dengan agama, maka kemandirian bahkan dinilai sebagai

pemberontakan manusia terhadap sang Pencipta. Dengan

kata lain, nilai-nilai dalam budaya Asia yang menyebut dirinya

sebagai budaya yang komunal memang cenderung

bertentangan dengan kemandirian.

Kedua, rintangan kedua dari kemandirian datang dari potret

diri sendiri yang berkembang di Asia. Seorang yang tumbuh

dengan rasa percaya diri yang lemah dan rapuh, akan sulit

berani mengambil resiko dan menjadi mandiri. Secara umum,

dalam budaya yang menekankan kompromistis, hidup dimulai

dengan asumsi atau potret diri bahwa “manusia adalah

lemah.” Kalimat yang akan sering didengung-dengungkan

adalah “Kita tidak memiliki daya..”, “Kita tidak bisa berbuat

apa-apa..”, “Sulit sekali...” dan sebagainya. Potret diri yang

lemah ini berakar pada potret yang keliru tentang dunia

66

Page 67: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

dimana kita hidup. Umumnya mereka memandang dunia

sebagai hutan rimba yang berbahaya dan mengancam.

Karena itu, manusia harus berhati-hati dan membatasi diri

dalam berinteraksi di dalam rimba ini. Pandangan yang

terakhir ini membuat manusia semakin memiliki gambar diri

yang pesimis. Semakin pesimis potret diri tadi, semakin sulit

baginya untuk mandiri karena ia merasa bahwa resiko dalam

berhadapan dengan dunia ini jadi harus ditanggungnya

sendiri.

Dapat kita catat bahwa, sebenarnya, ada pilihan lain dalam manusia

memandang dirinya dan dunianya. Pertama, manusia dapat

memandang dunia sebagai suatu mal besar dimana manusia dapat

menelusuri berbagai-bagai hal. Secara mandiri manusia dapat

mempelajari pilihan-pilihan yang ada serta mengenali konsekuensi-

konsekuensinya. Tujuan penelusuran adalah peningkatan kompetensi

dan kearifan diri. Jadi dunia dilihat sebagai kesempatan-kesempatan

dimana manusia lain dapat dipandang sebagai kesempatan untuk

sinergi dalam mengambil peluang yang ada. Kesulitan dapat

dipandang sebagai kesempatan belajar dan mengasah diri sehingga

seseorang dapat mencapai kemampuan dan sikap yang lebih tepat

untuk dunia yang terus berubah. Kemandirian merupakan suatu

bagian dari dunia seperti itu, khususnya kemandirian di dalam

mengenali atau membuat peluang-peluang kesempatan.

Selanjutnya, manusia dapat pula memandang dunia sebagai arena

dimana ia berburu, bertani, atau mendirikan bangunan secara

berbeda. Dunia dapat dipandang sebagai suatu kesempatan yang

harus direbut. Di dalam pandangan ini, manusia lain dapat dipandang

sebagai suatu sumber-sumber yang memungkinkannya mengelola

hidup dengan lebih utuh dan efektif atau sebagai saingan yang harus

dikalahkan. Kemandirian adalah bagian di dalam hidup ini terutama

dalam aspek pemupukan keunggulan diri.

67

Page 68: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Jadi, masyarakat Asia memang merupakan masyarakat yang

mengembangkan gambaran yang pesimis tentang hidup,

manusia lain, dan diri sendiri. Akibatnya, dorongan untuk

memilih pendidikan yang menekankan kepatuhan dan tahu

diri serta harmoni merintangi tumbuhnya kemandirian.

Ketiga, rintangan dalam memupuk kemandirian terletak pada

praktek pendidikan. Pendidik di Indonesia pada umumnya

hidup dalam tingkat kesejahteraan yang terbatas, kecuali bila

mereka bekerja di sekolah unggulan atau sekolah

internasional. Tidak heran banyak pendidik mengambil beban

tambahan untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka,

seperti memberi les, atau mengajar di berbagai tempat.

Sementara itu jumlah rasio antara pendidik dan siswa serta

jumlah kelas sangat tidak memungkinkan pengajar

mengamati perkembangan kemandirian tiap siswa dan

menolongnya secara pribadi seperti terbaca dalam statistik

DepDiknas pada tahun 1994-1995. Dua lajur yang paling kiri

menunjukkan bahwa jumlah kelas dibandingkan murid adalah

rata-rata 39,45 murid per kelas. Di DKI Jakarta sendiri

rasionya adalah sekitar 44 murid per kelas. Pernahkah kita

bayangkan bagaimana menangani setiap hari 44 individu

yang sedang berkembang dengan kecepatan dan gaya yang

berbeda-beda?

JUMLAH KELAS DAN MURID SLTP MENURUT TINGKAT TIAP PROVINSI

TAHUN AJARAN: 1994/1995

No.P r o v i n s i

Kelas I Kelas. II Kelas III Jumlah

Kelas Murid Kelas Murid Kelas Murid Kelas Murid

1 DKI Jakarta 3,701 160,940 3,603 153,249 3,365 139,912 10,669 454,101

2 Jawa Barat 9,413 368,796 8,891 344,625 7,540 273,820 25,844 987,241

68

Page 69: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

3 Jawa Tengah 8,712 385,361 7,799 334,431 7,143 288,554 23,654 1,008,346

4 DI Yogyakarta 1,348 52,778 1,288 48,919 1,205 44,697 3,841 146,394

5 Jawa Timur 8,445 367,919 7,753 326,276 7,176 285,506 23,374 979,701

6 DI Aceh 1,282 48,680 1,166 41,576 1,025 35,216 3,473 125,472

7 Sumatera Utara 4,677 200,345 4,367 179,125 3,915 153,918 12,959 533,388

8 Sumatera Barat 1,678 64,337 1,532 53,551 1,383 48,259 4,593 166,147

9 R i a u 1,199 47,551 1,076 40,464 948 33,584 3,223 121,599

10 J a m b i 740 27,876 653 23,620 586 19,890 1,979 71,386

11 Sumatera Selatan 2,116 87,061 1,989 77,612 1,819 68,544 5,924 233,217

26 Bengkulu 559 21,855 493 18,169 438 14,738 1,490 54,762

12 Lampung 2,115 86,370 1,919 74,648 1,757 65,829 5,791 226,847

13 Kalimantan Barat 888 39,384 797 35,156 745 32,091 2,430 106,631

14 Kalimantan Tengah 491 19,786 439 17,627 402 13,078 1,332 50,491

15 Kalimantan Selatan 715 26,705 638 21,861 587 19,120 1,940 67,686

16 Kalimantan Timur 797 32,500 741 29,212 713 27,153 2,251 88,865

17 Sulawesi Utara 1,150 37,385 1,084 32,135 1,009 28,119 3,243 97,639

18 Sulawesi Tengah 649 23,049 548 18,432 531 17,283 1,728 58,764

19 Sulawesi Selatan 2,427 93,286 2,230 81,437 2,119 71,885 6,776 246,608

20 Sulawesi Tenggara 631 23,883 598 19,203 567 16,478 1,796 59,564

21 Maluku 982 35,269 893 30,161 823 25,739 2,698 91,169

22 B a l i 1,122 44,076 1,077 42,407 1,028 37,820 3,227 124,303

23Nusa Tenggara Barat

954 35,079 826 29,834 709 25,096 2,489 90,009

24Nusa Tenggara Timur

1,102 42,038 982 37,435 820 27,953 2,904 107,426

25 Irian Jaya 641 26,720 610 25,611 513 19,756 1,764 72,087

27 Timor Timur 231 8,575 215 7,405 197 6,594 643 22,574

I n d o n e s i a 58,765 2,407,604 54,207 2,144,181 49,063 1,840,632 162,035 6,392,417

Catatan / Notes:Hanya Kelas dan Murid di Lingkungan Departemen Pendidikan dan KebudayaanClasses and Pupils under Ministry of Education and Culture only

 

Situasi itu membuat pengajar tidak memiliki cukup enerji

untuk mengembangkan proses ajar belajar rumit, canggih dan

yang memakan tenaga. Mereka lebih menyukai komunikasi

satu arah dalam proses belajar.

Keempat, rintangan untuk menghasilkan pendidikan yang

mandiri terletak pada kenyataan sulitnya proses dalam

menghasilkan anak-anak yang mandiri secara dewasa. Siapa

yang berupaya menghasilkan siswa-siswi yang mandiri, tentu

69

Page 70: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

akan menghadapi kenyataan bahwa, kemandirian dalam

kecerdasan, tata krama, nilai yang dianut, dan tujuan hidup

tidak berjalan secara paraleldan sinkron. Seringkali anak-

anak yang telah menunjukkan kemandirian dalam mengenali

masalah belum memiliki kemandirian untuk berkomunikasi

dengan tepat di masyarakatnya. Seringkali mereka yang

telah mandiri dalam kecerdasan masih belum mandiri dalam

menganut nilai-nilai yang luhur, sehingga tampil seakan

siswa-siswi yang tidak sopan, pemberontak dan egois. Selain

itu, setiap individu memiliki kecepatan yang berbeda-beda

dalam berkembang.

Siklus pengembangan kemandirian di dalam gambar diri,

gambar dunia, nilai, tujuan hidup, dan perilaku tidak hadir

dengan kecepatan dan keteraturan yang sama. Umumnya,

proses pengembangan nilai dan gambar diri merupakan hal

yang paling lambat, sedangkan pengembangan pengenalan

masalah dan berpikir kritis mungkin muncul lebih mencolok

dan terlebih dulu.

70

Kemandirian dalam mengenali masalah

Kemandirian dalam menentukan solusi masalah

Kemandirian di dalam memilih cara melakukankomunikasi

Kemandirian di dalam menentukan tujuan hidupnya

Kemandirian di dalam menentukan gambar diri dan nilai hidupnya

Kondisi kemandirian pada titik “t” dimana tidak terjadi sinkronisasi perkembangan yang terjadi

Page 71: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Dengan kata lain, siapa yang menjalankan proses pendidikan

untuk menghasilkan kemandirian akan menghadapi

asynkronisasi yang membuat orang dapat menilai secara

negatif proses yang ada. Menghasilkan manusia mandiri

adalah proses panjang serupa dengan pertumbuhan sebatang

pohon jati.

Kemandirian dan Produktifitas serta Spiritualitas

Menjadi mandiri dan senantiasa berani keluar dari ruang

nyaman akan membuat banyak manusia mandiri memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi manusia yang

produktif bagi masyarakat dimana ia berada dan bagi umat

71

Page 72: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

manusia pada umumnya. Kemandirian tanpa menghasilkan

perubahan nyata pada tatanan sosial, pada teknologi yang

manusia kembangkan dan pada kedalaman makna yang

didapatkan akan menjadi kemandirian yang semata-mata

memenuhi kebutuhan pribadi saja. Tujuan menghasilkan

manusia mandiri adalah agar mereka dapat mengevaluasi,

mengoreksi dan mengembangan secara terus menerus, baik

biosfer atau dunia ciptaan Yang mahakuasa dimana manusia

hidup serta teknofer, yaitu dunia teknologi, perkotaan, ilmu

pengetahuan, dan apa yang peradaban manusia hasilkan.

Dengan kata lain, manusia mandiri harus menjadi manusia

produktif alias menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan

manusia lain dan dunianya. Menjadi mandiri dan produktif

adalah merupakan aspek yang penting dari tujuan proses

pendidikan.

Pendidikan yang menghasilkan manusia yang mandiri dan

produktif dapat menjadi suatu proses yang berjalan terus

menerus demi kepentingan manusia saja dan berakibat

mengurbankan bahkan merusak berbagai mahluk lainnya.

Tidak mustahil juga manusia-manusia yang memiliki

kemandirian dan produktifitas mengeksplorasi dunia dan alam

dimana ia hidup sampai rusak. Planet bumi dimana ia tinggal

dirusak binasakan tanpa ia sadari karena sudut pandang

berjangka pendek dan materialistis saja. Adanya polusi

besar-besaran di laut dan darat, adanya pencemaran air

tanah karena bakteri colii, dan banjir musiman di Jakarta

merupakan ilustrasi dari kemandirian dan produktifitas

semata.

72

Page 73: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Karenanya, pendidikan modern membutuhkan proses yang

tidak hanya menghasilkan kemandirian dan produktifitas

namun juga menghasilkan manusia yang memiliki kepekaan

diri, hati yang bijak dan penuh welas asih, serta pribadi yang

mensyukuri serta menyayangi bumi, sesama mahluk, sesama

manusia, dan terutama hati yang memuja sang PenciptaNya.

Inilah dimensi spiritual dari tujuan suatu proses pendidikan.

Dengan kata lain pendidikan akan menghasilkan manusia

yang mempertanyakan dengan kritis makna keberadaannya,

manusia yang mengevaluasi diri terus menerus mengenai

sumbangsihnya bagi kehidupan, dan manusia yang

menghargai sesama mahluk serta semesta. Dengan kata lain,

secara terus menerus ia mengolah mata bathinnya sehingga

tidak hanya mengejar keberhasilan material saja. Secara

terus menerus, ia mencerahkan kesadarannya agar ia tidak

didorong oleh persepsi-persepsinya yang keliru tentang

kehidupan. Akhirnya, secara terus menerus ia juga

mengingat pada proses jangka panjang dari kehidupan ini

yang pada akhirnya tiba pada titik puncaknya.

Dengan kata lain, kemandirian tanpa diiiringi dengan

produktifitas hanyalah menjadi kemandirian pada tahap

wacana saja. Produktifitas tanpa kemandirian akan membuat

manusia menjadi alat bagi manusia lainnya dan menjadi

pelaksana teknis saja. Kemandirian dan produktifitas tanpa

spiritualitas yang mendalam membuat manusia menjadi

materialistis saja dan akan menghancurkan diri dan semesta

alam.

73

Page 74: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Sebaliknya, kemandirian, produktifitas dan spiritualitas yang

berjalan bersama akan membuat manusia menjadi mahkluk

yang memberi sumbangsih bermakna bagi kehidupan.

Pendidikan harus menghasilkan manusia serupa itu. Dengan

kata lain pendidikan ditujukan agar menghasilkan manusia

yang secara pribadi berani dan mampu memilih, yang secara

sendiri dan bersama dapat mengubah dan mengembangkan

dunia, serta manusia yang secara sendiri atau bersama dapat

menemukan makna dari seluruh keberadaan dan

tindakannya. Semakin kedua hal tadi tercapai, yaitu

spiritualitas dan produktifitas, maka semakin mandiri dirinya,

karena percaya dirinya kian meningkat dan ia memiliki

gambar diri yang sehat.

Kesimpulan

Setiap manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi

manusia mandiri. Pola asuh yang keliru menghasilkan suatu

gambaran tentang dunia, gambar diri, dan persepsi-persepsi

Kemandirian

ProduktifitasSpiritualitas

74

Page 75: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

yang keliru sehingga orang dipengaruhi habis-habisan oleh

ketiga hal tadi. Akibatnya ia tidak mengenal pilihan-pilihan

yang tersedia baginya. Selanjutnya ia meragukan

kemampuan dirinya mengambil pilihan yang ada. Karena itu

secara emosional ia terikat pada suatu sumber pengaruh

tertentu. Tugas mendidik adalah menolong seorang manusia

untuk memiliki pemahaman yang sehat mengenai hidup,

gambar diri yang sehat, serta persepsi-persepsi yang akurat

tentang lingkungannya sehingga ia mengenali pilihan-pilihan

yang ada dan mampu mengambil pilihan yang tepat.

Seiring dengan proses tadi, sang manusia juga mendapatkan

keterampilan atau skil untuk menjadi produktif atau

mengubah serta mengembangkan berbagai hal yang

peradaban manusia sudah capai. Akhirnya, manusia juga

harus mandiri dan produktif dengan pengawalan spiritualitas

yang mendalam, artinya memahami makna keberadaannya

dan bagaimana ia berperan memberikan sumbangsih jangka

panjang bagi kehidupan.

75

Page 76: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

P A S A L 5

P E M E R A N :P E N G A J A R I D A M A N ,

E N G K A U L A H S A H A B A T K A M I

Fakta NyataTawuran antar siswa bukanlah hal yang langka di negeri ini.

Pada umumnya penyebab tawuran tadi sangat sepele. Di

Jakarta timur, pada tahun 2003, seorang siswa sekolah

kejuruan di daerah Pulo Asem, ditikam dari belakang dalam

suatu tawuran. Anak seorang pegawai kecil itu yang baru

berusia 16 tahun tewas setelah mengalami perdarahan yang

berkepanjangan. Peristiwa itu bukan unik, cermatilah apa

yang dimuat di tulisan di www.serojasatu.com/news/Tawuran yang

di kutip bawah ini

Tawuran Pelajar Tetap Marak. Sebanyak 26 Tewas, 56 Luka Berat, dan 109 Luka Ringan

Media Indonesia - Jabotabek

JAKARTA (Media): Perkelahian antarpelajar di DKI tetap marak dan korban jiwa sudah cukup banyak. Sejak 1999 hingga kini, sedikitnya 26 siswa tewas, 56 luka berat, dan 109 luka ringan akibat terlibat tawuran.

"Pelaku yang terlibat dalam tawuran pelajar itu sebanyak 1.369 orang. Artinya 0,08% dari 1.685.084 orang jumlah siswa di Jakarta," ujar kata Kepala Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data (Kabid Pullahta) Pusdalgangsos DKI Raya Siahaan di Balai Kota DKI, Rabu (8/3).

76

Page 77: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Raya yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta itu mengungkapkan, dari jumlah siswa korban perkelahian pelajar di DKI, terbanyak di Jakarta Timur yakni 10 meninggal, 12 luka berat, dan 30 luka ringan. Sedangkan di wilayah Jakarta Selatan, tujuh meninggal, lima luka berat, dan 35 luka ringan. Di Jakarta Pusat, empat meninggal, 28 luka berat, 33 luka ringan. Di Jakarta Barat, empat meninggal, empat luka berat, dan empat luka ringan. Disusul Jakarta Utara, satu meninggal, luka berat dan luka ringan masing-masing tujuh siswa, jelas Raya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Depdikbud DKI Alwi Nurdin mengutarakan guna mencegah dan menangani perkelahian siswa, pihaknya mengembangkan pola penanganan secara integratif, koordinatif, dan nonaktraktif.

Ketika ditanya tentang strategi penanganannya, menurut Nurdin, ada lima cara. Pertama, Kanwil Depdikbud DKI mengeluarkan kebijakan menyangkut peta kerawanan kelas sekolah. Hasilnya diperoleh data sebanyak 137 sekolah dianggap rawan tawuran yakni di Jakarta Pusat 40 sekolah, Jakarta Utara 9 sekolah, Jakarta Barat 11 sekolah, Jakarta Selatan 35 sekolah, dan Jakarta Timur 42 sekolah.

Kedua, jelas Nurdin, pihaknya melakukan pengidentifikasian simpul rawan perkelahian. Tercatat 253 titik simpul rawan perkelahian di wilayah DKI dengan rincian di Jakarta Pusat 50 simpul, Jakarta Utara 35, Jakarta Barat 50, Jakarta Selatan 58, dan Jakarta Timur 60 simpul.

Di Amerika, suatu negeri yang makmurpun, kekerasan yang

dilakukan oleh siswa-siswi bukanlah hal aneh. Beberapa

tahun yang lalu, dunia digemparkan oleh sebuah berita yang

mengejutkan. Dua orang siswa bernama Eric dan Dylan

membunuh 15 orang siswa di Colorado’s Columbine High

School. Apa yang dilakukan oleh kedua siswa tersebut

membuat para guru, orang tua bertanya-tanya: “mengapa hal

itu dapat terjadi”; “bagaimana kehidupan keluarga mereka”;

dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang sulit

diungkapkan pada saat itu. Jelaslah, setiap orang ingin tahu

77

Page 78: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

apa yang mendorong Eric dan Dylan nekat melakukan

perbuatan keji tersebut.

Stephen Yip, seorang pekerja sosial yang berpengalaman

menangani anak-anak sekolah yang drop-out di Singapore,

mengutip statistik, bahwa jumlah siswa yang drop out tidak

mencapai 5 persen dari jumlah anggota masyarakat, namun

mereka menghasilkan 95 persen dari kekerasan dan

kejahatan yang ada di negara itu.

Beberapa gejala di atas

hanyalah sebagian kecil

dari kekerasan dan kejahatan yang

setiap hari terjadi. Dari pengamatan sekilas,

semakin lama semakin banyak kejahatan dilakukan oleh

orang-orang yang masih berada dalam usia belajar. Apa yang

terjadi?

Apa suara pada siswa-siswi mengenai proses belajar mereka?

Elita Jessamine, siswi sebuah sekolah Kristen di Jakarta

mencatat dalam tahun 2001 “Sekolah membosankan, guru-

guru harus dikasihani dan ditolerir karena umumnya mereka

tidak bahagia dengan hidup mereka.” Gabriel dengan tertawa

menyindir sekolahnya “Aku menjadi anak yang terkenal,

karena tidak naik kelas.”

Selpi, seorang pekerja sosial mencatat “Guru-guru tidak

memahami dunia pelajarnya. Mereka hanya butuh kepatuhan

78

Page 79: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

dan memaksakan pendapat serta nilai mereka pada murid-

muridnya. Kasihan, anak-anak itu kesepian.”

Apakah hal-hal itu yang membuat siswa-siswi menjadi tidak

bahagia, pengajar tidak berbahagia dan masyakarat ikut

trenyuh? Salah satu jawaban ialah bahwa banyak di antara

siswa-siswi merasa kesepian karena tidak memiliki sahabat

yang lebih dewasa dari mereka.

Jawaban lainnya ialah bahwa apapun perilaku yang dilakukan

oleh seseorang, entah itu yang mempunyai dampak positif

atau negatif, tidaklah terlepas dari kematangan orang

tersebut dalam mengelola emosinya. Tidak dapat disangkal

lagi, keterampilan mengelola emosi bagi sebagian orang

seringkali dipakai sebagai penilaian karakternya. Bisa saja

orang menilai Eric dan Dylan adalah anak-anak yang

mempunyai watak kasar, emosional, dan sebagainya.

Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi perbuatan

Eric, Dylan, dan yang lainnya tidaklah sulit. Ahli-ahli ilmu jiwa,

dalam upaya untuk mengetahui latar belakangnya,

menapaktilasi kehidupan keluarga anak tersebut. Memang,

hasil dari survey telah membuktikan, bahwa 80% pendidikan

yang diterima oleh seorang anak di dalam keluarga ikut

membentuk karakter dan masa depan si anak. Bila anak

tidak tumbuh dalam keluarga yang bersahabat, maka

akibatnya mereka akan melihat dunia sebagai dunia yang

tidak ramah dan perlu dilawan.

Siswa-siswi yang kemudian terlempar keluar dari sistem

pendidikan tercatat di dalam statistik. Apa penyebabnya tentu

79

Page 80: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

bukan hanya karena latar belakang keluarga dan suasana

sekolah. Namun, untuk konteks Indonesia kedua hal tadi tentu

memegang peranan besar, yang sampai saat ini belum

diteliti. Dari data di atas terlihat bahwa, angka drop out di

perguruan tinggi terus berkurang sejak tahun 1983,

sedangkan angka drop out yang menunjukkan kegagalan

siswa-siswi SD memasuki SLP terus meningkat. Selanjutnya,

angka drop out selama SLP dan SLA cenderung turun naik

dengan kecenderung turun bertahap.

TABELPERKEMBANGAN ANGKA BERTAHAN KASAR MENURUT JENIS SEKOLAHTAHUN AJARAN: 1983/1984--1994/1995

Tahun Ajaran SD Tk.6 Ke SLP.kls 1

SLTP Kls.3 Ke SLA Kls.1

SLA kls. 3- Kls 1

Perguruan Tinggi

Thn.ke4/Dari Thn.1

1983/1984 62.27 93.24 91.19 18.23

1984/1985 61.62 92.58 94.23 20.69

1985/1986 67.60 90.77 92.61 24.52

1986/1987 66.52 91.87 94.55 28.29

1987/1988 68.81 93.28 94.76 31.10

1988/1989 67.61 92.82 88.87 43.94

1989/1990 65.88 82.69 86.16 44.14

1990/1991 67.22 80.66 92.35 47.01

1991/1992 66.51 85.05 85.55 49.28

1992/1993 67.37 84.30 86.09 52.23

1993/1994 69.15 86.37 86.40 54.36

1994/1995 71.23 90.94 87.89 69.68

80

Page 81: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Catatan / Notes:1) Hanya murid sekolah di lingkungan Depdikbud   2) Angka Bertahan Kasar dihitung dari     - SD Murid tk. VI tahun t dibagi dengan murid tk. I tahun (t-5)         - SLTP, SM, dan SMU idem.

Apapun alasan yang dikemukakan, peran keluarga tidak bisa

diabaikan dalam menghasilkan warga masyarakat yang

berkualitas. Keluarga adalah masyarakat pertama yang

dikenal oleh seorang manusia. Ketika seorang manusia masih

dalam kandungan ibunya, sebenarnya ia sudah dapat

merasakan, apakah kehadirannya disambut atau ditolak.

Seorang ibu yang merasa bahagia karena dirinya dikaruniai

janin, akan memberikan respon-respon emosi yang tentu

positip, misalnya: rasa senang/bahagia yang diungkapkan

dengan memberi perhatian terhadap gizi makanan,

mempersiapkan perlengkapan bayi dengan membeli yang

terbaik, dan sebagainya. Emosi-emosi inilah yang juga

81

Page 82: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

dirasakan oleh si bayi. Harapan sang ibu kelak “buah hatinya”

akan menjadi anak yang pandai dan berhasil dalam hidupnya.

Tidaklah demikian bila kenyataan sebaliknya. Bila seseorang

hamil dan tidak menghendakinya, tentu respon emosi si ibu

negatif, seperti sikap acuh tak acuh terhadap makanan yang

dimakan, mudah menjadi stres karena terjadi perubahan pada

bentuk fisiknya, dan sebagainya. Hal itupun berdampak pada

janin yang bertumbuh di rahimnya.

Selanjutnya, dalam lima tahun setelah seseorang dilahirkan,

ia belajar dengan sangat aktif. Apa yang didengar, dilihat dan

dirasakannya amat mewarnai bahkan, menentukan caranya

memandang hidup, orang lain dan dirinya sendiri. Seringkali

justru di masyarakat kita, banyak anak-anak pada usia

awalnya telah mengalami luka di bathin mereka karena kata-

kata, sikap, perlakuan, dan keputusan orang tuanya. Tidak

bekelebihan bila diperkirakan bahwa lebih banyak anak-anak

yang setelah tiba di masa remaja, sudah banyak menanggung

beban kesedihan, kemarahan, ketakutan, atau kesepian dan

kebencian pada diri sendiri akibat pola asuh yang keliru.

Karena itu, mereka tidak berani menjadi mandiri karena luka-

luka membuat mereka terintang mengenali pilihan-pilihan

yang tersedia di dalam hidup mereka.

Orang yang terluka dalam batinya, cenderung terus menerus

untuk mengenal dan memandang dunia sebagai lingkungan

yang memusuhi dan mengancam mereka, bukan sebagai

tempat dimana mereka menemukan sahabat. Orang yang

terluka meragukan nilai-nilai yang luhur. Mereka juga

meragukan keberhargaan dirinya.

82

Page 83: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Lingkungan pendidikan di sekolah dapat entah memperparah

luka itu, atau sebaliknya dapat mengatasi atau

menguranginya. Hal tadi akan tergantung pada bagaimana

para pendidik memainkan peran mereka. Bila mereka

berperan sebagai sahabat siswa-siswinya, maka terbuka

peluang agar luka dan gambar tentang dunia yang diperoleh

di keluarga direvisi. Sebagai sahabat, seorang pendidik dapat

menolong siswa-siswinya untuk merasa diterima, dihargai,

dan dianggap penting. Kemudian sebagai sahabat, pendidik

dapat menolong para siswa mengenali pilihan-pilihan yang

tersedia dalam keadaan yang paling sulitpun. Akhirnya

sebagai sahabat, pendidik dapat menolong mereka

mengambil salah satu pilihan sehingga mereka mencapai

kemandirian.

Apakah Seorang Sahabat itu?

“Sahabat” adalah sebuah kata yang tidak asing dalam hidup

manusia. Kata ini mempunyai makna yang sangat mendalam.

Setiap orang pasti membutuhkannya dan senantiasa

berusaha mendapatkan sahabat, bahkan bila orang tersebut

telah memilikinya, ia akan senantiasa memeliharanya.

Menjadi sahabat bagi orang lain dan mempunyai seorang

sahabat adalah sesuatu yang sangat berarti dan berharga

dalam hidup seseorang, karena memang Sang pencipta

menata manusia untuk hidup bersama dengan orang lain.

83

Page 84: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Bagaimana dengan para pendidik, dapatkah mereka menjadi

sahabat bagi siswa-siswinya?

Bagi orang Inggris, arti seorang sahabat diungkapkan dalam

sebuah pepatah: a friend in need is a friend indeed, artinya

sahabat yang sejati ialah sahabat yang selalu siap menolong

ketika seseorang memerlukannya. Seorang pendidik dapat

mengkomunikasikan penerimaan mereka seadanya terhadap

siswa-siswinya. Ia dapat pula mengungkapkan

penghargaannya pada keunikan diri mereka, bahkan ia dapat

menciptakan suasana saling mempercayai sehingga siswa

akan menjadikannya tempat mencurahkan isi hati mereka.

Selanjutnya, ia dapat meneladani sikap pantang menyerah.

Ia dapat menolong siswa-siswi sebagai sahabat, bahwa untuk

berbagai situasi selalu tersedia berbagai pilihan-pilihan dalam

kita berespon terhadapnya. Siswa-siswi dapat belajar untuk

mengenali pilihan tadi dan memiliki kemampuan mengambil

pilihan yang tepat serta menanggung konsekuensinya.

Dengan demikian, siswa-siswi dapat mengembangkan

gambaran tentang dunia sebagai suatu kesempatan, dan

gambaran tentang dirinya sebagai seorang yang dapat

menentukan pilihan-pilihan dalam situasi apapun. Dengan

kata lain, melalui persahabatan dengan seorang yang lebih

dewasa dan yang selalu berada bersama mereka, siswa-siswi

belajar untuk menjadi manusia mandiri.

Kebutuhan akan adanya sahabat yang lebih dewasa ini

merupakan kebutuhan yang tidak terpenuhi di dalam kota-

84

Page 85: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

kota besar, sehingga semakin melebar gap antara orang

dewasa dan remaja atau anak-anak. Dimasa lalu, seorang

guru silat menjadi sahabat dan panutan bagi muridnya.

Seorang pengajar menjadi panutan dan orang tua ketiga di

luar rumah. Seorang rohaniwan atau ulama menjadi tempat

berteduh dalam pencarian jari diri. Kini, orang dewasa dan

siswa-siswi sibuk dengan dunia masing-masing dan

mengembangkan budaya serta bahasa yang terpisah.

Lebih dalam lagi, ketiadaan sahabat yang diperlukan serta

justru tidak lagi tersedia berakibat lebih dalam. Mengapa?

Seorang penulis, Adnand Krishna, menyebutkan bahwa

seseorang disebut sahabat adalah jika orang tersebut dapat

mendorong kehidupan spiritual sahabatnya. Kehidupan

spiritual bukanlah berarti kehidupan beragama. Kehidupan

spiritual berarti kehidupan yang dijalani sambil menggali

makna dari berbagai peristiwa yang seseorang alami.

Seorang pendidik justru dapat memainkan peran serupa itu.

Ia dapat mengajukan pertanyaan, mengusik pola pikir siswa-

siswinya, atau menghadirkan masalah-masalah yang saling

bertentangan sehingga mereka diajak menggali sendiri secara

mandiri untuk menemukan makna dari segala yang terjadi

termasuk ambiguitas yang dilihatnya.

Langkah menuju persahabatan

“Mengerti Lebih Dahulu” adalah suatu langkah yang perlu

diambil sebelum persahabatan dimulai. Untuk itu,

persahabatan hanya dapat dimulai bila ada waktu yang dilalui

85

Page 86: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

bersama, ada saat saling menyimak, dan ada saat saling

mengamati. Mengapa hal itu menjadi prasyarat? Kita senang

jika orang lain menunjukkan keperdulian pada diri kita. Kita

lebih senang bila ada orang yang dapat memahami siapakah

diri kita atau apa yang terjadi pada kita. Artinya, kita merasa

senang jika ada seseorang yang membuat kita merasa

berharga dan dipahami. Siswa-siswi juga lebih membutuhkan

hal itu karena usia mereka yang masih muda.

Di dalam teori Emotional Quotient, kunci dari kecerdasan

emosi bukannya terletak pada bagaimana orang lain

memahami diri kita, tetapi pada bagaimana kita

memahami orang lain. Memahami orang lain adalah respon

yang kita sebagai pendidik berikan kepada orang lain dengan

menempatkan paradigma orang lain atau paradigma siswa-

siswi pada paradigma orang dewasa. Artinya, ketika seorang

pendidik berbicara dengan seorang siswa atau siswi, ia

berusaha masuk ke dalam kerangka berpikir siswa atau siswi

tersebut, sehingga dapat mengetahui apa yang dipikirkan dan

dirasakan oleh lawan bicaranya. Di dalam kehidupan sehari-

hari istilah untuk menggambarkan proses ini disebut dengan

proses ber empati.

Untuk dapat berempati dengan seseorang tidaklah mudah,

karena bagi kebanyakan orang pada umumnya dan di Asia

pada khususnya, emosi jarang diungkapkan dengan kata-

kata. Untuk itulah memahami emosi diperlukan waktu,

pengalaman, dan kepekaan yang akhirnya membawa kita

lebih terampil membaca emosi seseorang dibalik kata-

katanya. Untuk itu kemampuan untuk mengenali ungkapan

86

Page 87: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

melalui gerak gerik, air muka, dan nada suara sangat

menentukan dalam pendidik meningkatkan empatinya.

Didalam kehidupan sehari-hari, emosi biasanya diungkapkan

melalui isyarat, seperti: mata yang melihat ke bawah ketika

sedang berbicara, nada suara tinggi/keras, meremas-remas

tangan, atau ekspresi wajah yang cemberut. Daniel Goleman

menuliskan komunikasi non-verbal mempunyai peranan yang

besar (90%). Jadi, ketika seseorang berkomunikasi dengan

orang lain komunikasi non-verbal sangatlah penting. Dari hasil

penelitian di Amerika dan di negara-negara lain, orang yang

mampu membaca secara non-verbal biasanya lebih pandai

menyesuaikan diri, lebih populer, dan lebih mudah bergaul.

Dalam hal ini empati berhubungan dengan kemampuan orang

memahami orang lain secara non-verbal.

Selanjutnya, selain sang pendidik memulai berempati, iapun

dapat menolong para siswa untuk belajar mengenai dunia

emosi. Di sekolah, pendidik adalah orang yang paling tepat

mengajarkan kepada siswa-siswinya mengenali emosi-

emosinya. Pertama, siswa-siswi belajar mengenali bagaimana

pola ia mengekspresikan emosinya. Kemudian mereka dapat

belajar bagaimana seharusnya mereka mengelola emosinya

ketika sedang merasa jengkel, marah, atau ketika sedang

merasa takut.

Dalam proses belajar mengajar di kelas dan situasi pada

waktu beristirahat, adalah moment yang dapat dipakai

pendidik untuk mengamati atau berdialog dengan siswa-

87

Page 88: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

siswinya. Kemudian, mereka dapat mendiskusikan

keberhasilan-keberhasilan siswa-siswi mengelola emosi

mereka dan pengembangan-pengembangan yang dapat

dilakukan mereka dalam praktek.

Konsekuensi bila keterampilan empati dipraktekkan:

o Siswa-siswi dapat diajak bekerjasama, dengan teman

sebaya atau dengan pendidiknya.

o Di antara sesama siswa-siswi, atau antara pendidik dan

mereka timbul saling pengertian dan percaya.

o Bagi pendidik-pendidik sendiri, hubungan di antara mereka

lebih terbuka, mendukung, dan dapat saling menguatkan.

o Pendidik dapat mengekspresikan cerita atau pengajaran

dengan lebih leluasa bahkan untuk menolong siswa

mempelajari berbagai keterampilan dan mendalami

spiritualitas.

o Pendidik menjadi orang yang perlu diteladani, sedangkan

tanpa disadari ia kemudian mengasah pengelolaan

emosinya sendiri untuk menjadi lebih peka.

Jadi dengan kata lain, pendidik dapat menjadi sahabat bagi

anak-anak, demikian sebaliknya siswa-siswi dapat menjadi

sahabat bagi pendidiknya. Wibawa pendidik justru muncul

bukan karena ia bersikap seperti sipir penjara dan ditakuti,

tapi karena ia dihormati dan dicintai oleh siswa-siswinya

sebagai pemandu perjalanan hidup dan sahabat dewasa yang

menjadi tempat mereka berteduh di dalam hidup yang kerap

kali keras dan tak ramah ini.

88

Page 89: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Peran-peran yang patut diperankan oleh pendidik

Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, ada empat peran

yang sering diperankan oleh para pendidik, yaitu:

1. Peran Orang tua yang Mengabaikan. Ciri-ciri peran ini:

o Melepaskan diri atau mengabaikan perasaan si

siswa

o Berharap agar emosi-emosi negatip siswa cepat

hilang

o Mengalihkan perhatian siswa untuk menutupi

emosi-emosi anak

Akibat-akibatnya:

a) Siswa belajar bahwa perasaan-perasaan mereka

itu tidak tepat atau tidak benar

b) Siswa mengalami kesulitan untuk mengatur emosi-

emosinya karena dilatih untuk mengabaikan atau

menekan gejolak emosi mereka dan bukan

mengelola atau menyalurkannya.

2. Peran Orang tua yang Tidak Menyetujui. Ciri-ciri peran

ini:

o Mengecam ungkapan emosi siswa

o Menekankan agar selalu muncul kepatuhan dan

bertingkah laku yang baik dari siswa

o Menghardik, menertibkan atau menghukum siswa

ketika ia mengungkapkan emosi yang spontan

89

Page 90: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Akibat-akibatnya:

Akibat yang terjadi adalah serupa dengan

akibat dari peran orang tua yang mengabaikan.

3. Peran Orang tua yang Laissez-Faire

o Bebas menerima semua ungkapan dari siswa

o Sedikit petunjuk mengenai tingkah laku siswa

o Tidak mengajar tentang dinamika emosi kepada

siswa

Akibatnya:

o Siswa tidak belajar mengenal emosinya

o Siswa tidak belajar mengelola emosinya

o Suasana belajar sulit menimbulkan konsentrasi

dan upaya menjalin persahabatan

4. Peran Orang tua yang Dewasa

o Menghargai emosi-emosi negatif siswa

o Menunjukkan kesabaran dan, bersama siswa

menghadapi rasa marah, takut, dan sedih mereka

o Emosi negatif pada siswa merupakan arena yang

penting untuk dipelajari bersama

o Tidak memaksa siswa untuk merubah perasaan

o Menghargai dan mendiskusikan cara-cara yang

baik ketika siswa menghadapi kemarahan,

ketakutan atau kesedihan mereka seraya

menunjukkan kegagalan-kegagalan dalam

menangani emosi dengan baik.

90

Page 91: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Akibatnya:

a) Siswa belajar untuk mengenali cara mereka

mengungkapkan perasaannya

b) Siswa dapat menerima kegagalan dan

keberhasilan ketika mereka mencoba

mengungkapkan perasaan-perasaannya

c) Siswa belajar mengelola perasaan-perasaannya

dan cara mengungkapkannya dengan lebih efektif

d) Siswa akan memiliki penerimaan diri sendiri yang

tinggi karena mengenali keberhasilan dan

kegagalannya

e) Siswa memiliki harga diri yang tinggi

f) Siswa menjadi lebih bertanggung jawab

g) Siswa menjadi lebih efektif dalam bergaul dan

mempunyai banyak teman

Dengan demikian jelaslah bahwa peran keempat merupakan

peran terbaik yang harus dimiliki pendidik kini dalam konteks

apapun. Namun, apa rincian prasyarat untuk dapat

melakukan hal tadi?

Mengembangkan kemandirian siswa melalui peningkatan kecerdasan emosi pendidik

91

Page 92: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Untuk mencapai hasil yang diinginkan yaitu bahwa pendidik

dapat berperan sebagai sahabat dan mengakibatkan siswa

mampu mengembangkan diri menjadi manusia mandiri, maka

diperlukan beberapa langkah. Secara nalar tidak mungkin

pendidik yang gagal mandiri dan tidak berminat untuk

menjadi sahabat siswa akan mencapai tujuan di atas. Untuk

menjadi mandiri dan menjadi sahabat tadi, seorang pendidik

membutuhkan berbagai prasyarat, salah satunya ialah

kemampuan pengelolaan emosi pribadi yang efektif. Dengan

kata lain, pendidik diharapkan memiliki kecerdasan emosi

yang tinggi.

Bagi seorang pendidik yang ingin mengembangkan

kecerdasan emosi, ada lima langkah yang perlu diperhatikan.

Lima langkah untuk mengembangkan kecerdasan emosi ialah

1. Pendidik perlu mengenali pola dinamika emosi

diri sendiri.

Pengenalan pendidik akan perasaannya sendiri

sewaktu perasaan itu berkecamuk, merupakan dasar

kecerdasan emosi. Seorang pendidik perlu

menyadari mengapa ia mudah marah, atau mengapa

tiba-tiba merasa takut, dan sebagainya. Satu kata

yang perlu diingat ialah kata “waspada”, kata ini

dapat mengingatkan agar seseorang tidak

dikendalikan oleh emosi.

2. Mengelola dan mengekspresikan emosi.

92

Page 93: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Mengelola emosi bukanlah hal yang mudah,

seringkali seseorang membuat kesalahan fatal

karena tidak dapat mengendalikan diri.

Keterampilan menguasai emosi sering memberi

dampak positif bagi diri sendiri atau orang lain.

Pendidik sebagai orang yang diteladani oleh siswa-

siswinya perlu bijaksana menentukan kapan ia harus

mengendalikan emosinya dan kapan ia harus

mengekspresikan emosinya.

3. Mengenali emosi orang lain

Pendidik juga perlu belajar untuk peka akan emosi

siswa yang ia didik, bahkan ikut merasakan apa yang

dirasakan siswanya. Itulah yang dimaksud dengan

empati.

4. Memotivasi diri

Seseorang memiliki motivasi, karena ia sadar betul

apa yang menjadi tanggungjawabnya dan apa yang

ingin ia capai dalam hidup ini. Pendidik bukan saja

diharapkan dapat menyelesaikan target kurikulum,

tetapi juga memikirkan perubahan perilaku seperti

apa yang diharapkannya terjadi pada anak didiknya.

5. Membina hubungan

Seorang pendidik juga perlu pandai membina

hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, yaitu

93

Page 94: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

dengan sesama pendidik, siswa, atau orangtua

siswa.

Kesimpulan

Emosi yang merupakan anugerah Sang Pencipta, telah

membentuk sesorang dewasa untuk menjadi orang-orang

yang dapat ikut berperan dalam membimbing siswa-siswinya

dalam menjalani hidup yang mandiri di dunia ini.

Mengelola emosi sama pentingnya dengan mengembangkan

intelektual, karena melalui keduanya seorang pendidik dapat

menjadi sahabat bagi anak didiknya, teman bagi orang lain,

dan bagi keluarganya. Mengelola emosi juga membuat orang

merasakan kemandirian karena ia tidak menjadi wayang yang

dipengaruhi dan ditentukan oleh tarikan dari lingkungannya

saja. Ia tidak juga dipengaruhi oleh persepsinya tentang

dunia, atau dipengaruhi oleh orang lain dan berbagai

kesulitan hidup yang ia alami.

94

Page 95: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

PASAL 6

A L A T B A G I P E N D I D I K :P E R T A N Y A A N Y A N G M E N G H A S I L K A N

K E M A N D I R I A N

Dunia modern memacu para pendidik untuk menghasilkan

anak-anak bangsa yang sanggup menempatkan diri di tengah

deru perubahan yang cepat, pilihan-pilihan jamak dan hidup

yang cepat serta penuh tekanan. Lebih dari itu, para pendidik

berkewajiban moril untuk menolong mereka menjadi orang-

orang yang hidupnya mampu menggali makna dan memiliki

akar pada nilai-nilai yang luhur, gambar diri yang kokoh, dan

ambisi-ambisi yang bermanfaat bagi manusia lain selain

dirinya sendiri. Ia harus menghasilkan manusia-manusia yang

mandiri yang artinya, mampu memilih berdasarkan nilai-nilai,

gambar diri yang kokoh dan ambisi yang tepat.

Dalam proses ajar mengajar, salah satu

keterampilan yang dibutuhkan untuk

mencapai tujuan di atas dan memungkinkan

proses komunikasi dua arah antara pendidik

dengan siswa-siswi adalah cara bertanya

yang kreatif. Kreatif adalah karakteristik yang

menunjukkan bahwa seseorang memiliki daya cipta yang

tinggi, tidak mudah puas dengan hasil yang dicapai,

95

Page 96: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

menekankan baik proses dan hasil usaha, serta memiliki

keberanian untuk tampil beda atau menempuh terobosan

yang tidak biasa.

Tujuan Pertanyaan

Proses berkomunikasi, khususnya pengajuan pertanyaan-

pertanyaan yang tepat dan kreatif seharusnya menghasilkan

beberapa hal:

1. gambar diri si siswa menjadi lebih kokoh, lebih utuh,

dan lebih kuat karena siswa merasa bahwa pengajarnya

menghargai dirinya dengan pertanyaan yang disajikan

2. siswa terdorong “bertanya dan menggali” lebih jauh

topik yang disajikan atau dipertanyakan, yaitu siswa

menjadi semakin ingin tahu dan berpikir kritis

3. pengajar tidak merampas kemungkinan dan kegairahan

siswa untuk menemukan sendiri jawaban dari

permasalahan yang mereka hadapi, termasuk

kemungkinan siswa mengalami kegagalan memecahkan

masalah, sehingga memperkaya perbendaharaan

pengalaman mereka. Tegasnya, pengajar

memungkinkan siswa menjadi semakin kreatif.

4. siswa memahami adanya kecerdasan jamak/multiple

intelligence dan dalam jenis kecerdasan mana mereka

lebih kuat atau lebih lemah (semakin kenal diri)

5. pengajar dapat mengetahui kedalaman proses nalar

dan afeksi si siswa.

96

Page 97: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, maka pengajar perlu

mengenali jenis-jenis pertanyaan yang dapat diajukan serta

kecenderungan pribadinya untuk menggunakan dengan

sering beberapa jenis pertanyaan yang ada.

Klasifikasi PertanyaanMenurut Robert Sun dan Arthur Carin klasifikasi jenis-jenis

pertanyaan dapat dilakukan menurut berbagai cara:

1. berdasarkan tingkat konvergensi atau divergensinya

2. berdasarkan tingkat kedalaman nalar atau afeksinya

3. berdasarkan tingkat kedalaman proses berpikir kritis

1. Berdasarkan Tingkat Konvergensi atau Divergensi

Pertanyaan yang konvergen atau divergen dibedakan

berdasarkan besarnya kemungkinan jawaban yang

disodorkan kepada siswa ketika pertanyaan tadi diajukan. Ada

pertanyaan yang hanya memungkinan jawaban tunggal, ada

yang memungkinan dua jawab, bahkan ada yang mungkin

dijawab dari beberapa sudut pandang. Jenis yang terakhir

disebut sebagai pertanyaan divergen. Pertanyaan divergen

akan memacu siswa untuk mengenali adanya beberapa

kemungkinan jawaban, menelusuri berbagai kemungkinan

tadi, bertanggung jawab untuk menentukan satu atau dua

kemungkinan sebagai pilihannya, serta akhirnya

menyampaikan pendapatnya dengan jernih. Tepatnya,

pertanyaan-pertanyaan yang divergen membuat siswa

97

Page 98: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

memiliki berbagai kemungkinan berespon serta pendekatan

yang kritis dan kreatif. Siswa terbiasa untuk memilih dan

bertanggung jawab atas pilihan mereka baik pada saat

prosesnya maupun pada saat hasilnya disampaikan. Bahaya

penggunaan pertanyaan jenis divergen adalah kelas

kehilangan benang merah atau alur topik, hubungan satu

topik dengan topik lain, atau malah keseluruhan alur

pelajaran tidak selesai ditangani pada jam yang tersedia.

Pertanyaan konvergen memaksa siswa menentukan pilihan,

terkadang digunakan untuk memaksa mereka mengklarifikasi

pendapat mereka di antara pilihan-pilihan yang sama

benarnya. Bahaya dari pertanyaan konvergen adalah

membuat siswa terdorong untuk menerka jawaban yang

paling dikehendaki oleh pengajarnya.

Pengajar yang baik akan mampu mengkombinasikan

pertanyaan divergen dan konvergen untuk situasi yang pas

sesuai dengan materi pelajaran dan waktu yang tersedia.

Latihan bagi pendidikKita dapat mengajak siswa-siswi menentukan tingkat

konvergensi dan divergensi pertanyaan-pertanyaan di bawah

ini dengan memberi rating dari angka 1 (sangat konvergen)

sampai angka 5 (sangat divergen):

o Menurut kalian, apa yang akan saya lakukan dengan

benda ini (memperlihatkan sepotong karton atau

paper clip)?

98

Page 99: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

o Apakah ada sesuatu yang dapat dilakukan lebih

lanjut untuk meningkatkan desain ini?

o Apakah ragi merupakan unsur terpenting dalam

membuat roti?

o Binatang apa yang kamu sukai kalau kamu harus

menjadi dirinya?

o Dari foto ini, apa yang dapat kamu simpulkan

mengenai polusi di Jakarta Barat?

o Apakah kamu rasa bahwa kamu telah memiliki

informasi yang cukup untuk menarik kesimpulan

yang benar?

o Apakah kelembaban merupakan penyebab utama

dari basinya sepiring nasi?

2. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Nalar dan Afeksi

Pada tahun 1948 dihasilkan apa yang kini kita kenal dengan

nama Taxonomi dari Bloom untuk menentukan tujuan-tujuan

pendidikan pada lingkup kognisi/nalar dan lingkup afeksi.

LINGKUP NALAR LINGKUP AFEKSI/

RASA

Evaluasi =

=

= Memberikan

penilaian

Menyimpulkan/

Generalisasi

99

Page 100: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Sintesa =

Analisis =

Aplikasi=

Pengertian=

Pengetahuan

=

=

=

=

Menyatukan

Breakdown

Menerapkan

pada situasi

konkrit

Memadukan

data terpadu,

recall

informasi

yang

dikaitkan

Menilai lebih

mendalam

Mengorganisir/Menata

Menilai

Merespon

Menyerap

Contoh dari pertanyaan-pertanyaan yang dapat

diklasifikasikan berdasarkan taxonomi Bloom di atas adalah:

Berapa banyak negeri penghasil minyak ? (pengetahuan)

Perkiraan-perkiraan apa yang kau dapat tarik dari masalah

ini? (sintesa)

Mengenal peran panas sebagai enerji, bagaimana kamu

menggunakannya untuk melepaskan tutup botol yang

tidak mudah dibuka dari botolnya? (aplikasi)

Jelaskan bagaimana operasi sebuah air condition ?

(pemahaman)

Apa pandanganmu tentang Megawati? (Menilai)

100

Page 101: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Perlu diingat bahwa Bloom membuat hierarki dari tingkat

kedalaman pertanyaan baik nalar maupun lingkup rasa.

Semakin tinggi tingkatnya, semakin siswa dipaksa bekerja

keras untuk mencari jawab, berkreasi secara mandiri serta

berpikir kritis.

3. Berdasarkan Proses Berpikir Kritis

Berdasarkan proses berpikir kritis, maka terdapat berbagai

jenis pertanyaan sebagai berikut:

Pengamata

n

: Apa yang dapat kau amati

mengenai

ayam itu?

Membuat

hipotesa

: Apa yang terjadi bila jumlah

penduduk Jakarta meningkat 100

persen dalam 3 tahun kedepan?

Merancang

penyelidika

n

: Bagaimana kalian menentukan

dampak polusi air ikan brenyit?

Membuat

skema/

grafik

: Bagaimana membuat grafik

hubungan

antara tinggi orang dengan ukuran

lebar pinggangnya?

Inferensi : Apakah kesimpulanmu dari kedua

data tadi?

101

Page 102: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Mengevalua

si

: Bila kamu adalah seorang dokter

bedah dan hanya memiliki sebuah

jantung untuk dicangkokkan,

sedangkan kamu memiliki 10

pasien

yang menanti cangkok jantung

tersebut, bagaimana kamu

menentukan siapa yang akan

menerima cangkok tadi?

Analisis : Apakah penyebab Perang Dunia ke

dua?

Cara Menyampaikan Pertanyaan

Dalam menghadapi siswa-siswinya, seringkali para pengajar

menemukan situasi yang aneh. Siswa-siswi mengungkapkan

bahwa mereka memahami apa yang diajarkan, namun ketika

pertanyaan diajukan, merekapun tidak menjawab. Apa yang

jadi masalah di sini?

Umumnya, seringkali mereka merasa segan, takut, atau tak

terbiasa bersikap dan berekspresi jujur dan terbuka kepada

pengajarnya. Merekapun takut untuk mengajukan

pertanyaan. Alasan mereka pada umumnya adalah:

o takut membayangkan reaksi negatif yang mungkin

timbul dari pengajarnya

o takut dinilai negatif oleh rekan-rekan sekelasnya

102

Page 103: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

o tidak tahu dan tidak biasa mengajukan pertanyaan yang

tepat

o tidak mendapatkan cukup kesempatan

Dengan kata lain, ada budaya yang muncul di kelas tanpa

kita sengaja, yaitu, budaya takut, segan, atau ragu untuk

mengungkapkan diri sehubungan dengan pelajaran.

Bagaimana Kemungkinan Mengatasinya?

Pertama, bangunlah budaya bertanya dan berekspresi (buat

daftar siapa penanya terbaik, siapa penanya terbanyak, dan

sebagainya).

Kedua, ciptakan sistem yang menghargai dan memberikan

imbalan bagi pertanyaan-pertanyaan

Ketiga, berikan teladan/kepemimpinan untuk menanyakan

pada siswa hal-hal yang memang sang pengajar tidak

ketahui.

103

BUDAYA BERTANYABUDAYA BERTANYA

SISTEM DAN PROSEDURBERTANYA

SISTEM DAN PROSEDURBERTANYA

PENELADANANPENELADANAN

Page 104: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Selanjutnya, mengenai pertanyaan, perlu dilakukan beberapa

hal seperti :

1. Beri perhatian khusus mengenai waktu jeda atau menanti

jawaban, pengajar tidak perlu takut menanti agak lama

2. Gunakan air muka, mata, tangan, sikap badan untuk

mengundang jawaban

3. Anggukan kepala akan berguna untuk mengundang

jawaban lebih lanjut

4. Bila jawaban terhadap pertanyaan ternyata salah, jangan

cepat mengoreksi, tapi ulangi jawaban tadi atau

paraphrasing dan tawarkan pada siswa lain ikut menilai

5. Bila siswa menjawab seakan hanya pada Anda, katakanlah

“coba ulangi jawaban tadi agar sekelas bisa mendengar”

6. Jangan menyebut nama salah satu siswa untuk menjawab,

berikan pertanyaan pada seluruh kelas terlebih dulu

7. Layangkan pandang ke seluruh kelas sambil tersenyum.

8. Gunakan pertanyaan yang membuat siswa

mengungkapkan pengalaman, perasaan pribadi,

kegembiraan, keraguan, dan hal-hal yang terkait dengan

gambar diri mereka, bila perlu berilah teladan lebih dulu.

Telitilah mengapa tiap-tiap langkah di atas perlu dilakukan,

jelaskan atau perkirakan alasannya. Kemudian, latihlah diri

dengan menyusun lima pertanyaan untuk tiap jenis

pertanyaan menurut Bloom. Kemudian, bandingkan

pertanyaan yang dihasilkan dengan hasil karya orang lain.

104

Page 105: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Bila pengajar membiasakan diri memberikan pertanyaan yang

beragam pada siswa, maka dapat diharapkan bahwa siswa

akan terpacu untuk berpikir kreatif dan menjadi mandiri. Pada

akhirnya proses belajar adalah proses yang menyenangkan,

baik pengajar maupun siswa sama-sama diajak berpikir keras

untuk memperoleh ilmu seluas-luasnya.

Penutup

Mengajar seringkali harus dimulai dengan pertanyaan-

pertanyaan yang tepat sebelum memberikan berbagai

jawaban. Mungkin para siswa tidak tertarik pada uraian-

uraian, namun bila mereka berhadapan dengan tantangan

pertanyaan-pertanyaan, maka mereka akan lebih siap dan

aktif mendengarkan jawaban-jawaban. Mereka juga akan

belajar mandiri untuk memilih jawaban terhadap berbagai

pertanyaan yang mereka hadapi.

Selanjutnya mereka juga akan belajar untuk mengenali

proses-proses ketika dirinya mendalami penguasaan berbagai

keterampilan agar ia dapat produktif di dalam hidup.

Akhirnya, mereka yang terbiasa mengajukan pertanyaan akan

tiba pada pertanyaan-pertanyaan spiritual yang mengusik

mereka untuk menelusuri makna keberadaan dan karya

mereka di dalam hidup ini. Untuk menghasilkan manusia-

manusia serupa itu sangat dibutuhkan kehadiran sinergis dari

berbagai faktor, antara lain, faktor adanya pengajar yang

terlebih dulu berani bersikap mandiri dan mempertanyaan

105

Page 106: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

makna karya serta keberadaannya sebelum mengajarkannya

pada siswa. Semoga, hal itu dapat tercapai.

106

Page 107: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Kepustakaan

BiOGRaFi

Robby Chandra lahir di tahun 1953. Sejak lulus SMA di Jakarta, ia

terus menerus tertarik tentang manusia, baik sebagai individu,

kelompok dan sebagai bagian dari organisasi dan masyarakat.

Selama mendalami dunia konseling muda-mudi pada akhir tahun

1975-1977 di STT, Jakarta, ia sempat mengajar sebagai guru SD, di

SD Lemuel jalan Petamburan, Jakarta. Menurutnya, SD Lemuel

adalah sekolah yang memiliki suasana kekeluargaan dan proses

belajar yang paling utuh pada waktu itu. Kemudian, di tahun 1979

107

Page 108: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

ia juga sempat mengajar sebagai guru di SMA Negeri di kompleks

BDN, Pesing. Di tahun 1980-1991, ia menjadi pengajar luar biasa di

Fakultas Sastra dan Antropologi, UI.

Selepas masa itu, ia mendapatkan beasiswa Wheaton Graduate

School, Illinois, USA di bidang Komunikasi. Selama belajar ini ia

mengunjungi berbagai sekolah di Illinois, selain menyerap berbagai

proses belajar di kampusnya. Pengembaraannya di USA

berlangsung sampai tahun 1989, ketika ia menyelesaikan studi

Strata tiga. Selama itu ia mendalami berbagai bidang ilmu, antara

lain, manajemen, komunikasi lintas budaya, dan pendidikan

rekonsiliasi serta sejarah Barat di abad pertengahan, teologi,

khususnya etika, dan memasak. Sekembalinya, minat

akademisnya disalurkan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya

Mulya yang memperkenalkannya pada dunia konsultasi dan

pendidikan Strata Dua.

Tulisan ini merupakan buku ke 15nya, suatu hasil refleksi yang

datang dari hati seorang ayah, yang tidak khusus mendalami

bidang pendidikan. Harapannya adalah pemikiran ini menghasilkan

diskusi yang menjadi pengembangannya dan berguna bagi para

pendidik.

Kini Chandra terutama menggunakan waktunya dalam bidang

pengembangan manusia, pelatihan, dan konsultasi-konsultasi, bila

ia tidak melakukan tugas utamanya yaitu, menjelajahi alam bebas,

melaut, main musik, menulis, dan berdebat dengan ketiga anak

serta satu istrinya.

Buku-bukunya, antara lain:

Konflik dalam hidup Sehari-hari 1990

Teologi dan Komunikasi 1992

108

Page 109: Buku    Pendidikan Menuju Manusia Mandiri

Etika dalam dunia bisnis 1995

Kerangka Kepemimpinan 1996

Pemimpin yang komunikatif 1997

Pemimpin dan team work 1998

Menatap Benturan Budaya 1999

Transformasi: dari Kepompong menuju langit biru 2000

Landasan Pacu Kepemimpinan 2005

Bahan Bakar Kepemimpinan 2005

Kepemimpinan dan Perubahan 2005

Kepemimpinan dan Mentoring 2006

Menuju Manusia Mandiri 2006

109