buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/manual-pengembangan_mma.pdf · intertidal...

96
PANDUAN PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (MARINE MANAGEMENT AREA/MMA) DI WILAYAH COREMAP II - INDONESIA BAGIAN BARAT Penyusun: Budy Wiryawan Agus Dermawan Editor : Suraji CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM COREMAP II 2006 DAFTAR ISI 1. KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (MARINE MANAGEMENT AREA) 1 1.1Pengantar 1

Upload: dangdung

Post on 02-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

PANDUAN PENGEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI LAUT

DAERAH (MARINE MANAGEMENT AREA/MMA) DI WILAYAH COREMAP II - INDONESIA BAGIAN BARAT

Penyusun: Budy Wiryawan Agus Dermawan

Editor : Suraji

CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM COREMAP II

2006

DAFTAR ISI 1. KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (MARINE MANAGEMENT AREA) 1 1.1Pengantar 1

Page 2: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

1.2 Nomenklatur MMA 2 1.3 Pengembangan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia 5 1.4 Jejaring Kawasan Konservasi (MMA) 10 1.5 Konsep MMA dan Desain Kelembagaan Pengelolaan MMA 11 1.6 Strategi Pencapain Tujuan MMA 12 1.7 Desain Pengelolaan MMA 14 1.8 Opsi-opsi Desain MMA Kabupaten/Kota 14 2. RENCANA KELEMBAGAAN MMA 19 2.1 Dasar Kelembagaan MMA 19 2.2 Status Kelembagaan COREMAP II Daerah

2.3 Perspektif Kelembagaan MMA ke depan 2.4 Mekanisme kerja Kelembagaan MMA 2.5 Lembaga Pengelola MMA 2.6 Sekretariat Pengelola MMA 2.7 Komite Penasehat Teknis Pengelolaan MMA 2.8 Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan MMA 2.9 LPSTK dan Pihak Swasta 2.10 Pendanaan MMA

23 25 25 27 27 28 28 29 30

3. DAERAH PERLINDUNGAN LAUT BERBASIS MASYARAKAT 33 31. Kelembagaan Konservasi Terumbu Karang di Desa 33 3.2 Kelompok Masyarakat Pengelola DPL 36 3.3 Membangun DPL Berbasis Masyarakat 37 3.4 Metoda Pengelolaan DPL 39 3.5 Peran DPL untuk Pengelolaan Perikanan 39 3.6 Zonasi Kawasan 41 3.7 Lokasi dan Ukuran 42 3.8 Partisipasi Masyarakat 44 4. PERENCANAAN DAN PEMBENTUKAN DPL 47 4.1 Tahapan dan Pembentukan 47 4.2 Pemilihan Lokasi MMA 50 4.3 Sistem Biaya Masuk 53 4.4 Kelompok Pengelola 53 4.5 Peraturan Desa atau Surat Keputusan Desa 54 4.6 Pengelolaan DPL 57 4.7 Pembuatan Rencana Pengelolaan

4.8 Pemasangan Tanda Batas dan Pemeliharaan 58 71

4.9 Pendidikan Lingkungan Hidup 72 4.10 MCS dan Penegakan Hukum 73 4.11 Pemantauan dan Evaluasi 73 4.12 Penyebarluasan Konsep DPL ke Lokasi Lain (scaling-up) 75 DAFTAR PUSTAKA 77 LAMPIRAN 79

Page 3: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

DAFTAR TABEL Tabel 1. Tahapan, Kegiatan, Hasil dan Indikator pengembangan DPL ............................... 48 Tabel 2. Matrik Rencana Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang ................................... 70

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model Konseptual MMA secara umum ............................................................ 12 Gambar 2. Jaringan DPL dalam satu Unit Pengelolaan KKLD Kabupaten/Kota ................ 14 Gambar 3. Usulan Batas Geografis Kawasan Konservasi Laut Kota Batam ................... 16 Gambar 4. Usulan Batas Geografis Kawasan Konservasi Laut Daerah Kep. Mentawai .... 18 Gambar 5. Usulan Kelembagaan MMA ............................................................................ . 31 Gambar 6. Tahapan Pembentukan Daerah Perlindungan Laut ......................................... 49 Gamabr 7. Tahapan Proses Pembentukan Peraturan Desa/Surat Keputusan Desa tentang

Perlindungan Laut .............................................................................................. 56 Gambar 8. Siklus Kebijakan pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir ............................. 57 Gambar 9. Pentahapan Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang .................. 63

Page 4: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

ADB

Page 5: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II COREMAP II Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Tebet Raya No. 91, Tebet - Jakarta Selatan 12820 Telp : (62-21) 83783931 Fax : (62-21) 8305007 e-mail : [email protected], [email protected] Website : www.dkp.go.id

Page 6: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

1COREMAP II ADB

1. KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (MARINE MANAGEMENT AREA)

1.1 Pengantar

Buku panduan ini disusun

berdasar pengalaman COREMAP II ADB

dalam mengimplementasikan program

pengelolaan sumberdaya terumbu karang

di Indonesia bagian barat, serta dari

pengalaman program pengelolaan pesisir

di Indonesia, terutama CRMP/USAID untuk model Daerah Perlindungan

Laut. Pedoman ini ditujukan untuk para praktisi, perencana dan pengambil

kebijakan untuk wilayah pesisir.

Buku Panduan ini, yang menjelaskan langkah-langkah partisipatif

dalam mengembangkan Kawasan Konservasi Laut (Marine Protected Area),

yang dalam istilah proyek COREMAP II ADB disebut MMA (Marine

Management Area), yaitu mulai dari mengidentifikasikan isu-isu, baik

potensi maupun masalah, secara singkat dijelaskan tahapan dalam

pengembangan MMA di lokasi proyek. Generalisasi konsep dan ide-ide, serta

‘lesson-learned’ yang dijelaskan dalam buku ini diharapkan dapat

diterapkan para pembaca. Buku ini didesain sebagai pustaka dalam

pengembangan kawasan konservasi laut di wilayah pesisir di Indonesia,

namun demikian para pembaca yang menginginkan informasi yang lebih

spesifik disarankan melihat referensi yang digunakan buku ini.

Manfaat yang diharapkan dari buku ini adalah untuk memfasilitasi

perencana dan paktisi dalam mengembangkan MMA dengan memanfaatkan

pengetahuan lokal, serta kearifan lokal mereka, dalam pengembangan

rencana pengelolaan kawasan konservasi laut ke depan. Diharapkan, para

praktisi dan perencana dapat meningkatkan proses partisipasi stakeholders,

1.1. Pengantar 1.2. Nomenklatur MMA 1.3. Pengembangan Kawasan Konservasi

Laut di Indonesia 1.4. Jejaring Kawasan Konservasi (MMA) 1.5. Konsep MMA dan Desain Kelembagaan

Pengelolaan MMA 1.6. Strategi pencapaian tujuan MMA 1.7. Desain Pengelolaan MMA

Page 7: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

2 Panduan Pengembangan Marine Management Area

sebagai basis dalam terbentuknya kolaboratif manajemen MMA, yang akan

menjamin perikanan dan pariwisata berkelanjutan.

Untuk menyamakan persepsi, maka penggunaan istilah MMA di

dalam buku panduan ini digunakan istilah Kawasan Konservasi Laut (KKL)

di tingkat kabupaten, yang dipadankan dalam bahasa Inggris disebut

’locally-managed Marine Management Area (MMA)’. Sedang kawasan

konservasi laut pada skala desa dalam panduan ini disebut dengan Daerah

Perlindungan Laut (DPL).

1.2 Nomenklatur MMA

Walaupun istilah Marine Management Area atau Marine

Conservation Area ataupun Marine Protected Area mempunyai persamaan

arti, namun demikian berikut akan dijelaskan tentang asal-usul istilah

tersebut. Kawasan dilindungi (protected area) adalah suatu kawasan, baik

darat maupun laut yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan

dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan

sumber daya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya hukum atau

upaya-upaya efektif lainnya (IUCN, 1994).

Definisi dari IUCN dan UNDANG-UNDANG Nomor 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi

adalah manajemen biosfer secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat

bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

IUCN mengelompokkan Kawasan Lindung menjadi 6 kategori : (1)

Strict Nature Reserve/Wilderness Area, (b) National Park, (c) Nature

Monument, (d) Habitat/Species Management Area, (e) Protected

Landscape/Seascape, dan (f) Managed Resources Protected Area.

Page 8: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

3COREMAP II ADB

Marine Protected Area (Kawasan Konservasi Laut) adalah daerah

intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) beserta flora

fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan

melindungi sebagian atau seluruhnya melalui peraturan perUndang-

Undang an (IUCN, 1995).

Perbedaan bentuk, ukuran, karakteristik pengelolaan dan dibentuk

berdasarkan perbedaan tujuan. Secara umum terdapat empat jenis MPA,

yaitu : konservasi kawasan, konservasi jenis, konservasi jenis peruaya dan

locally-managed Marine Management Area (MMA). Di dunia Internasional

MMA dikenal sebagai suatu kawasan di suatu wilayah perairan pesisir yang

secara aktif dikelola oleh masyarakat lokal/keluarga setempat di sekitar

kawasan, atau oleh pengelolaan kolaboratif baik oleh masyarakat setempat

maupun oleh perwakilan pemerintah daerah. MMA merupakan pendekatan

baru terhadap Marine Protected Area (LMMAnetwork, 2003). Dengan

melihat perkembangan KKL di Indonesia, maka MMA dapat dipadankan

dengan Daerah Perlindungan Laut (DPL) berbasis masyarakat pada skala

desa, yang terdapat di beberapa desa pesisir di Indonesia, seperti di desa

Blongko, Bentenan, Tumbak di Minahasa dan Pulau Sebesi di Lampung

Selatan, dsb.

Adapun maksud pembentukan KKL dimaksudkan untuk :

(1) Menjamin kelestarian ekosistem laut untuk menopang

kehidupan masyarakat yang tergantung pada sumberdaya

yang ada,

(2) Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut,

(3) Pemanfaatan sumberdaya laut yang berkelanjutan,

(4) Pengelolaan sumberdaya laut dalam skala lokal secara

efektif,

(5) Pengaturan aktivitas masyarakat dalam kawasan

pengelolaan.

Page 9: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

4 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Sedang tujuan pembentukan KKL adalah :

(1) Peningkatan kualitas habitat (terumbu karang, padang

lamun, dan hutan mangrove),

(2) Peningkatan populasi, reproduksi dan biomassa sumberdaya

ikan,

(3) Peningkatan kapasitas lokal untuk mengelola sumberdaya

ikan,

(4) Peningkatan kohesif antara lingkungan dan masyarakat,

(5) Peningkatan pendapatan masyarakat dari sumberdaya

alam.

Terminologi yang dipakai oleh COREMAP II ADB disebut MMA

(Marine Management Area) dan oleh COREMAP II WB disebut MCA

(Marine Conservation Area). Namun demikian, aplikasi di lapangan tidak

mesti menggunakan istilah yang sama dengan istilah di dalam COREMAP

II. Dengan alasan, bahwa (1) istilah dalam bahasa Indonesia yang tepat

untuk MMA atau MCA, tetapi diterjemahkan menjadi Kawasan Konservasi

Laut (KKL), (2) istilah Kawasan Konservasi Perairan di dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 Pasal 13 ayat 1 (dan penjelasan)

dikategorikan menjadi 4, yaitu : (a) Taman Nasional Perairan, (b), Suaka

Alam Perairan, (c) Taman Wisata Perairan, (d) Suaka Perikanan.

Saat sekarang, Pemerintah Indonesia sedang memformalkan

Rancangan Peraruran Pemerintah (RPP) tentang Konservasi Sumberdaya

Ikan menjadi Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Sumberdaya Ikan

(PP KSDI), yang akan diterbitkan pada tahun 2006. Pada Pasal 10 PP

tersebut, dijelaskan bahwa Kawasan Konservasi Perairan ditetapkan oleh

Menteri. Berdasarkan lingkup kewenanganya, pengelolaan Kawasan

Konservasi Peraiaran terdiri dari : (a) Kawasan Konservasi Perairan

Nasional, (b) Kawasan Konservasi Perairan Propinsi, (c) Kawasan

Konservasi Perairan Kabupaten/Kota. Pada PP ini juga mengacu pada

Page 10: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

5COREMAP II ADB

Undang-Undang Nomor 31 tentang Perikanan, yang merekomendasikan

jenis kawasan konsrvasi berdasar tujuan pengelolaan, sesuai dengan

Undang-Undang tersebut.

Peraturan perUndang-Undang an sebagaimana diuraikan di atas

memberi mandat hukum atau kewenangan sesuai dengan kompetensi dan

proporsinya masing-masing kepada lembaga-lembaga pemerintah, swasta,

dan masyarakat dalam rangka mengembangkan MMA di Indonesia

1.3 Pengembangan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia

Perkembangan Kawasan Konservasi Laut di Indonesia sejalan dengan

perubahan pendekatan dunia terhadap konservasi laut. Pendekatan pertama

yang dimulai pada abad lalu, terdiri dari pengaturan dan pengelolaan

aktifitas kelautan secara individual sektor, seperti perikanan komersial

dengan berbagai tingkatan koordinasi dan peraturan dari berbagai sektor.

Biasanya kurang koordinasi dan perhatian pengelolaan kawasan pesisirnya.

Pendekatan kedua, adalah dengan pembentukan kawasan konservasi laut

pada skala kecil (desa) yang merupakan salah satu upaya pengelolaan

sumberdaya ikan. Biasanya pendekatan kedua tersebut dilengkapai dengan

pengaturan penggunaan alat-alat penangkapan ikan. Pendekatan ketiga

adalah pembentukan Kawasan Konservasi Laut dengan skala luas, dengan

tujuan yang serba guna dan sistem pengelolaan yang terintegrasi.

Pendekatan ketiga tersebut merupakan pendekatan yang relatif baru di

Indonesia dan akan dilakukan pada pengembangan Kawasan Konservasi

Laut atau MMA oleh COREMAP II.

Mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki luas

wilayah laut lebih besar dari pada luas daratan, dengan total panjang garis

pantainya terpanjang keempat di dunia, maka Indonesia memiliki jumlah

pulau sebanyak ± 17.508 pulau dengan garis pantai ± 85.000 km (WRI,

2004). Wilayah lautan Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa

Page 11: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

6 Panduan Pengembangan Marine Management Area

terkenal memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya,

terutama sumberdaya alam yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan

mangrove, terumbu karang), sehingga dikenal sebagai ’coral triangle’

sebagai pusat mega-biodiversitas. Wilayah pesisir juga memiliki arti

strategis karena merupakan wilayah peralihan (interface) antara ekosistem

darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

lingkungan. Kekayaan sumberdaya tersebut menimbulkan daya tarik bagi

berbagai pihak untuk memanfaatkannya.

Sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan

alam yang dimiliki Indonesia dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.

Akan tetapi sampai dengan saat ini, pemanfaatan sumberdaya alam

tersebut kurang memperhatikan kelestariannya sehingga berakibat pada

menurunnya kualitas serta keanekaragaman hayati yang ada. Degradasi

ekosistem terumbu karang telah teridentifikasi sejak tahun 1990-an, sampai

saat ini kerusakan ekosistem pesisir dan penurunan kualitas lingkungan

laut sudah memprihatinkan. Dari hasil penelitian P2O-LIPI (1998), kondisi

terumbu karang di Indonesia hanya 6,41 % dalam kondisi sangat baik ; 24,3

% dalam kondisi baik; 29,22 % dalam kondisi sedang; dan 40,14 % dalam

kondisi rusak. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh kegiatan

perikanan destruktif, yaitu penggunaan bahan peledak, racun cyanida dan

juga penambangan karang, pembuangan jangkar perahu dan sedimentasi.

Pelaku kerusakan tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pesisir

tetapi juga oleh nelayan-nelayan modern dan nelayan asing.

Kencenderungan di atas dikarenakan kurang optimalnya pengelolaan

kawasan konservasi laut yang berbentuk Taman Nasional atau yang

lainnya, disebabkan oleh ; (1) Orientasi pengelolaan kawasan konservasi

laut lebih fokus pada manajemen teresterial, (2) Pengelolaan bersifat

sentralistik dan belum melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat

setempat,(3)Tumpang tindih pemanfaatan ruang dan benturan kepentingan

Page 12: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

7COREMAP II ADB

para pihak, (4) Banyaknya pelanggaran yang terjadi di kawasan konservasi

laut.

Salah satu bentuk pengelolaan dan perlindungan sumberdaya laut

adalah menyisihkan lokasi-lokasi yang memiliki potensi keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa, gejala alam dan keunikan, serta ekosistemnya

menjadi kawasan konservasi laut. Melalui cara tersebut diharapkan upaya

perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, pengawetan sumber

plasma nutfah dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam

secara lestari dapat terwujud.

Dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam laut yang lestari, maka

desain terpadu pengelolaan sumberdaya kelautan sangat diperlukan.

Desain secara komprehensif pemanfaatan laut diharapkan dapat

menyatukan beberapa kebijakan yang ada sehingga dapat mengakomodir

kebutuhan masyarakat seperti : Taman Nasional Perairan, Taman Wisata

Perairan, Suaka Alam Laut dan Cagar Alam Perairan, Taman Wisata

Perairan, Kawasan Konservasi Laut atau Daerah Perlindungan Laut,

sesuai dengan Nomenklatur yang terdapat pada Undang-Undang Nomor

31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Rancangan Peraturan Pemerintah

tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.

Kawasan Konservasi Laut merupakan paradigma baru, disamping

kawasan konservasi nasional lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu pada pasal 18

dijelaskan bahwa salah satu kewenangan daerah di wilayah laut adalah

eksploitasi dan konservasi sumberdaya alam di wilayahnya.

Kegiatan penyusunan desain KKL ini dimaksudkan untuk mendesain

pokok-pokok pengelolaan konservasi laut yang berskala daerah dan atau

Page 13: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

8 Panduan Pengembangan Marine Management Area

regional bahkan nasional karena lintas wilayah administrasi daerah

otonom. Untuk menghindari berbagai permasalahan yang berkembang

dalam pengelolaan kawasan konservasi yang dapat berdampak pada konflik

vertikal (tumpang-tindih perundangundangan) serta konflik horizontal

(masalah pemanfaatan dan pengelolaan SDI) maka dibutuhkan suatu kajian

yang mendalam terhadap berbagai peraturan perUndang-Undang an

yang telah berjalan dan pada akhirnya melahirkan suatu produk

perUndang-Undangan yang menguntungkan berbagai pihak.

Dalam pandangan pemerintah, sumber daya alam hayati laut dan

ekosistemnya sangatlah penting untuk dikelola, karena sebagai sumber

daya alam yang terkandung di dalam bumi dan air Indonesia menurut Pasal

33 ayat (3) UUD dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Arti dikuasai dalam kaitan ini bukan

dimiliki, melainkan negara memperoleh mandat dari rakyat sebagai pemilik

sumber daya alam hayati laut dan ekosistemnya untuk melakukan

pengelolaan dan upaya-upaya lainnya yang bermanfaat bagi rakyat banyak.

Dengan demikian, penggunaan sumber daya alam hayati laut dan

ekosistemnya melalui kegiatan konservasi laut akan bermanfaat bagi rakyat

banyak bila secara ekonomis, politis, sosiologis dan kultural

menguntungkan.

Untuk melindungi sumberdaya alam ini, pemerintah melakukan

berbagai upaya perlindungan diantaranya dengan menetapkan kawasan-

kawasan konservasi laut yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia.

Pemerintah telah merancang suatu model pengelolaan kawasan di wilayah

laut yang diberi nama Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Sampai

tahun 2006, sebanyak 9 Kabupaten yang telah menetapkan sebagian

wilayah pesisirnya sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah.

Perbedaan bentuk, ukuran, karakteristik pengelolaan dan dibentuk

berdasarkan perbedaan tujuan. Secara umum terdapat empat jenis MPA,

Page 14: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

9COREMAP II ADB

yaitu : konservasi kawasan, konservasi jenis, konservasi jenis peruaya dan

Locally Marine Managed Area (LMMA). LMMA ini sepandan dengan konsep

MMA di skala Kabupaten dan DPL di skala Desa, yang sedang

dikembangkan oleh COREMAP II di Indonesia bagian barat.

Di dunia Internasional LMMA dikenal sebagai Locally Managed

Marine Area, yaitu suatu kawasan di suatu wilayah perairan pesisir yang

secara aktif dikelola oleh masyarakat lokal/keluarga setempat di sekitar

kawasan, atau oleh pengelolaan kolaboratif baik oleh masyarakat setempat

maupun oleh perwakilan pemerintah daerah. LMMA merupakan

pendekatan baru terhadap Marine Protected Area (LMMAnetwork, 2003).

Sekali lagi, terminologi yang dipakai oleh COREMAP II ADB disebut

MMA (Marine Management Area) dan oleh COREMAP II WB disebut MCA.

Untuk di Indonesia bagian barat, satu Kabupaten/Kota hanya terdiri dari

satu Unit MMA. Namun demikian, aplikasi di lapangan tidak mesti

menggunakan istilah yang sama dengan istilah di dalam COREMAP II.

Dengan alasan, bahwa (1) istilah dalam bahasa Indonesia yang tepat untuk

MMA atau MCA, tetapi diterjemahkan menjadi Kawasan Konservasi Laut

(KKL), (2) istilah Kawasan Konservasi Laut di dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 Pasal 13 ayat 1 (dan penjelasan) dikategorikan

menjadi 4, yaitu : Suaka Perikanan, Taman Nasional Perairan, Suaka Alam

Perairan, dan Taman Wisata Perairan. Seperti juga disebutkan dalam

Rancangan Peraturan Pemerintah Konservasi Sumberdaya Ikan (draft

Agustus 2006). Peraturan perUndang-Undangan sebagaimana diuraikan di

atas memberi mandat hukum atau kewenangan sesuai dengan kompetensi

dan proporsinya masing-masing kepada lembaga-lembaga pemerintah,

swasta, dan masyarakat dalam rangka mengembangkan MMA di Indonesia

1.4 Jejaring Kawasan Konservasi (MMA)

Page 15: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

10 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Dari beberapa MMA Kabupaten/Kota diupayakan membentuk jejaring

MMA. Seperti disebutkan dalam Pasal 28 Rencana Peraturan Pemerintah

Konservasi Sumberdaya Ikan, yaitu untuk meningkatkan daya tahan dan

keutuhan Kawasan Konservasi Perairan terhadap pengaruh iklim global,

iklim musiman, dan tekanan manusia, perlu dikembangkan Jejaring

kawasan konservasi perairan.

Jejaring kawasan konservasi perairan dikembangkan atas dasar:

a. keterkaitan biofisik antar Kawasan Konservasi Perairan;

b. kemitraan antar lembaga pengelola Kawasan Konservasi Perairan

dan/atau antara lembaga pengelola Kawasan Konservasi Perairan

dengan lembaga non-pemerintah nasional dan/atau asing;

Jejaring Kawasan Konservasi Laut, misalnya, dikembangkan dengan

mempertimbangkan bukti ilmiah meliputi aspek oseanografi, limnologi,

biologi perikanan, keterkaitan antar kawasan, daya tahan lingkungan,

kelembagaan pengelolaan, dan aspek ekonomi, sosial serta budaya. Sedang

rencana dan desain Jejaring Kawasan Konservasi Perairan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan strategi nasional

konservasi sumber daya ikan.

Kriteria yang dapat digunakan untuk pemilihan lokasi MMA diterakan

dalam Box di bawah ini.

Page 16: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

11COREMAP II ADB

1.5 Konsep MMA dan Desain Kelembagaan Pengelolaan MMA

Konsep MMA berikut merupakan kesepakatan yang diambil dari

kesepakatan para praktisi MMA di Asia-Pasifik yang terjalin dalam MMA

Network. Gambar 1 menjelaskan model konseptual MMA dengan 5

komponen didalamnya, yaitu :

(1) Target (ekosistem terumbu karang), adalah kondisi dimana lokasi

MMA difokuskan yang langsung berpengaruh terhadap aktivitas

MMA.

(2) Ancaman langsung, adalah faktor dimana ancaman secara tiba-

tiba bisa mempengaruhi target.

(3) Ancaman tidak langsung, adalah faktor dimana ancaman yang

muncul dibalik ancaman langsung.

Contoh Kriteria Pemilihan KKL

Kriteria Sosial:

Penerimaan sosial, kesehatan masyarakat, rekreasi, budaya, estetika,

konflik kepentingan, keamanan, keterjangkauan kawasan, pendidikan,

kesadartahuan masyarakat dan kecocokan

Kriteria Ekonomi:

Nilai penting spesies, nilai penting perikanan, sifat-sifat ancaman,

keuntungan ekonomi dan pariwisata.

Kriteria Ekologi:

Keanekaragaman hayati, kealamiahan, ketergantungan, keterwakilan,

keunikan, integritas, produktivitas, ketersediaan dan kawasan pemijahan

ikan.

Kriteria Regional:

Urgensi Regional dan daerah

Kriteria Fragmatik:

Kepentingan, ukuran, tingakt ancaman, efektivitas, peluang, ketersediaan, daya pulih dan penegakan hukum. (Salm et al, 2002)

Page 17: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

12 Panduan Pengembangan Marine Management Area

(4) Strategi, adalah aksi yang dilakukan terhadap ancaman suntuk

mencapai target. Untuk satu jaringangan MMA, hanya terdapat

satu strategi MMA

(5) Parktisi, adalah individu atau organisasi yang memiliki

keterampilan dan kapasitas untuk mengimplemntasika strategi-

strategi

Gambar 1. Model Konseptual MMA secara umum

(Sumber LMMA Network, 2003)

1.6 Strategi pencapaian tujuan MMA

COREMAP II melakukan antisipasi terhadap ancaman langsung

maupun tak langsung yang akan mempengaruhi target melalui beberapa

strategi. MMA merupakan kawasan habitat laut yang dikelola oleh

masyarakat setempat, pengelola kawasan, atau yang berhubungan dengan

organisasi dan atau pengaturan bersama dengan perwakilan lembaga

pemerintah. Tiga komponen spesifik dari strategi pengelolaan sebuah MMA

adalah :

(1) Full Reserve (Perlindungan yang Menyeluruh), yaitu

perlindungan penuh terhadap sumberdaya alam suatu kawasan.

Kawasan tersebut sering disebut ’Sanctuary’ (Suaka) atau

’Daerah Larang Ambil’ atau ’fully protected area’.

Strategi MMA

Ancaman

Tak Langsung

Ancaman Langsung

Target

Praktisi

Page 18: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

13COREMAP II ADB

(2) Species Specific Refugia (Pembatasan Penangkapan Spesies

tertentu, adalah pembatasan penangkapan terhadap spesies

tertentu atau beberapa spesies atau individu dengan ukuran atau

jenis kelamin tertentu.

(3) Effort or behavioral Restrictions (Pengurangan Upaya

Penangkapan), adalah pengaturan pembatasan usaha

penangkapan ikan atau pemanfaatan tertentu di suatu kawasan.

Perijinan oleh Pemerintah/Pengusaha Lokal menyangkut

pembatasan tipe teknologi yang digunakan, pembatasan tingkat

usaha penangkapan ikan (seperti : jumlah ikan, jumlah perahu,

kuota terhadap jumlah penangkapan, pengaturan musim, pola

pemanfaatan lain yang diperbolehkan (seperti wisata selam) dan

pembatasan perijinan.

Seperti ditargetkan dalam COREMAP II ADB, bahwa sekitar 60.000

Hektar ekosistem terumbu karang dapat dilindungi sampai 2009, setelah

terbentuknya 40-45 Lembaga Pengelola Terumbu Karang berbasis Desa.

Karena COREMAP ADB mempunyai 8 lokasi kabupaten/kota, maka per

lokasi diharapkan terbentuk sebuah MMA yang mempunyai luas 1000

sampai dengan 1500 Hektar terumbu karang.

MMA berfungsi sebagai penghubung jaringan antara kawasan

konservasi laut berbasis desa (Daerah Perlindungan Laut/DPL) berbasis

desa. Banyaknya gugus DPL dalam suatu MMA dapat senantiasa

berkembang, mengingat proses pembentukan dari masing-masing DPL

berbasis desa bervariasi. Namun pada prinsipnya, MMA merupakan pusat

koordinasi pengelolaan kawasan konservasi, yang mempunyai skala dan

status dapat berbeda.

Melalui MMA, maka diharapkan berbagai pemanfaatan kawasan laut

seperti, penangkapan ikan, budidaya, pariwisata, pertambangan, indusrti

transportasi dan kegiatan lain yang selaras dengan tujuan konservasi

kawasan dapat diakomodasi. Dengan adanya DPL-DPL sebagai komponen

Page 19: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

14 Panduan Pengembangan Marine Management Area

dari MMA, diharapkan suatu kawasan konservasi dapat lebih memberikan

manfaat ekologi yang pada akhirnya memberikan manfaat ekonomi kepada

masyarakat. Karena perlindungan kepada spesies yang bermigrasi (seperti

ikan dan mamalia laut) dapat lebih optimal jika habitatnya secara utuh

dilindingi.

Gambar 2. Jaringan Daeral Perlindungan Laut (DPL) dalam

satu Unit Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah

(KKLD) di Kabupaten/Kota.

Keterangan : Jenis-jenis DPL pada skala desa, maka Jaringan KKLD dapat

berupa Kawasan-Kawasan Konservasi lain sesuai dengan Undang-Undang Nomor

31 Tahun 2004 dan Rancangan Peraturan Pemerintah Konservasi Sumberdaya

Ikan, yaitu : Taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam

Perairan dan Suaka Perikanan.

1.7 Desain Pengelolaan MMA

Pengelolaan suatu MMA haruslah dirancang secara terpadu, yaitu dengan

memadukan segenap kegiatan ekonomi, seperti perhubungan laut,

perikanan, pariwisata, kehutanan dan pertambangan. Keterpaduan

pengelolaan MMA juga meliputi aktivitas sosial dan administrasi dan

DPLDPL

DPL

DPL

DPL

KKLD/MMA

DPLDPL

DPL

DPL

DPL

KKLD/MMA

Page 20: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

15COREMAP II ADB

kepemerintahan). Sementara dampak penting dari lingkungan, seperti

pencemaran, erosi dan sedimentasi memerlukan pertimbangan khusus

dalam desain pengelolaan MMA.

Pengelolaan suatu MMA diharapkan menganut prinsip-prinsip dasar

sebagai berikut :

(1) Adaptif. Pengelolaan yang adaptif terhadap perubahan dan

informasi baru untuk memperbaiki kinerja pengelolaan

suatu MMA.

(2) Berkelanjutan. Upaya-upaya pemanfaatan dilaksanakan

berdasar pada azas keberlanjutan dan ekologis.

(3) Pendekatan Ekosistem. Pengelolaan ekosistem

memfokuskan pada integritas ekosistem dengan

mempertimbangkan aspek pemanfaatan.

(4) Manfaat Ganda. Pengelolaan dengan mengikuti proses

untuk alokasi sumberdaya dan pengambilan keputusan,

terutama dalam perencanaan dan penetapan kawasan.

(5) Pengelolaan Bersama. Pengelolaan bersama untuk

mengimplementasikan contoh-contoh pengelolaan

sumberdaya yang baik.

1.8 Opsi-opsi Desain MMA Kabupaten/Kota

(1) MMA dibentuk dari Jaringan Daerah Perlindungan Laut (DPL) skala

desa.

Di dalam Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Penetapan MMA

Kabupaten/Kota menyebutkan batas-batas MMA dengan koordinat

geografis. Adapun Sebuah MMA Kabupaten dapat terdiri lebih dari satu

Sub-MMA (seperti MMA-1: Pantai Timur Natuna, MMA-2: Pulau Tiga-

Sedanau, dsb). Di dalam satu Sub-MMA merupakan jaringan atau

kumpulan dari Daerah Perlindungan Laut (DPL) terdekat secara hamparan

Page 21: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

16 Panduan Pengembangan Marine Management Area

di desa-desa yang bertetangga, yang ditetapkan dan diatur oleh Peraturan

Desa masing-masing. (Lihat Lampiran : Rancangan Surat Keputusan

Walikota Batam, Bupati Mentawai, dan Natuna tentang Kawasan

Konservasi Laut Daerah)

Karena luasan DPL desa biasanya kecil, dalam lingkup Hektar (misal 10-20

Hektar), maka dalam penetapannya batas-batas DPL tidak perlu untuk

menetapkan posisi geografis dengan Lintang dan Bujur, tetapi cukup dengan

ukuran jarak (meter). Dalam penetapan batas-batas DPL sebaiknya

digunakan tanda-tanda alam (land mark) dan nama-nama lokal batas-batas

zona inti. Zona-zona yang dibuat di dalam DPL diupayakan sesedehana

mungkin, seperti Zona Inti, yaitu kawasan larang-ambil ekstraktif, dan Zona

Penyangga,merupakan zona pemanfaatan terbatas di sekeliling Zona Inti.

(Lihat Lampiran: Surat Keputusan Desa tentang Daerah Perlindungan

Laut).

Gambar 3. Usulan Batas Geografis Kawasan Konservasi Laut

Kota Batam

Page 22: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

17COREMAP II ADB

(2) Daerah Perlindungan Laut (DPL) dapat terdiri dari Sub-DPL

Sebuah Daerah Perlindungan Laut yang ditetapkan oleh Desa dapat

terdiri dari satu atau lebih sub-DPL sebagai Zona Inti. Beberapa

pertimbangan, kenapa Desa menetapkan lebih dari satu Zona Inti

dalam lokasi DPL adalah : a) Desa terdiri dari beberapa dusun

(Rukun Warga) yang tersebar di beberapa pulau, b) terdapat lokasi-

lokasi potensial untuk dilindungi sebagai Zona Inti di sepanjang

pesisir desa, dengan jarak yang relatif jauh untuk keperluan

pengawasan, sehingga perlu membuat batas-batas, misalnya: DPL-1:

Pulau Nguan-Batam, DPL-2: Pulau Abang-Batam, DPL-3 dsb; untuk

satu desa. Contoh lain adalah DPL di desa Botohilitanu di Nias

Selatan, yang terdisri dari 3 zona inti sebagai sub-DPL.

(3) MMA dapat terdiri dari jaringan antara Kawasan Konservasi

yang telah ada, digabung dengan Daerah Perlindungan Laut (DPL) di

desa-desa.

Satu MMA yang disyahkan oleh Surat Keputusan Bupati/Walikota dapat

merupakan jaringan antara Kawasan, yaitu : Kawasan Konservasi yang

telah ada, seperti Cagar Alam, Taman Wisata Laut, dsb. dengan DPL.

Kawasan Konservasi atau kawasan lindung seperti yang termaktub dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah, sedang DPL adalah Daerah Perlindungan

Laut yang ditetapkan oleh Peraturan Desa. Atau Surat Keputusan Desa.

(Lihat Lampiran : Peraturan Bupati Berau tentang Kawasan Konservasi

Laut Kabupaten Berau)

Dalam Surat Keputusan Bupati/Walikota batas-batas MMA telah di

sebutkan dengan posisi geografis, sedang DPL hanya disebutkan desa-

desanya saja. Peraturan dan pengelolaan DPL dijelaskan dengan Perturan

Desa/SK Kepala Desa. Khusus untuk Kota Batam, Kelurahan tidak

menerbitkan Peraturan Desa, karena kelurahan tidak otonom, sehingga

Page 23: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

18 Panduan Pengembangan Marine Management Area

untuk pembentukan MMA langsung dengan SK Walikota, termasuk

pengelolaan DPL-DPL nya..

Gambar 4. Usulan Geografis Kawasan Konservasi

Laut Daerah Kepulauan Mentawai.

Page 24: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

19COREMAP II ADB

RENCANA KELEMBAGAAN MMA

2.1 Dasar Kelembagaan MMA

Sesuai dengan asas

otonomi seluas-luasnya, otonomi

nyata dan otonomi yang bertanggung

jawab yang dianut oleh Undang-

Undang Nomor Nomor 32 Tahun

2004. Depdagri sebagai aparat pusat

tidak ingin menimbulkan kesan adanya campur tangan pusat dalam

urusan pembentukan Kawasan Konservasi (MMA). Semua permasalahan

yang terjadi dalam pelaksanaan urusan pemerintahan daerah hendaknya

dapat diselesaikan oleh daerah sendiri sebagai konsekuensi dari penerapan

otonomi. Dalam kaitan ini, provinsi sebagai kepanjangan tangan dari

pemerintah pusat dapat melakukan inisiatif untuk menyelesaikan

permasalahan yang timbul di kabupaten/kota. Apa bila permasalahan

tersebut menyangkut kepentingan nasional, maka barulah Depdagri turun

tangan.

Lembaga pemerintah di tingkat Provinsi yang terkait dengan

upaya pengembangan MMA terutama meliputi:

(1) Dinas Perikanan dan Kelautan (Di Batam Dinas KP2, di Lingga

Dinas Pengelolaan SDA)

(2) Dinas Kehutanan;

(3) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda)

atau dinas yang bertanggungjawab dalam bidang lingkungan

hidup did aerah

(4) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Dinas Perikanan dan Kelautan berdasarkan Undang-Undang Nomor

31 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 jo. Undang-Undang

2.1. Dasar Kelembagaan MMA 2.2. Status Kelembagaan COREMAP II Daerah 2.3. Perpektif Kelembagaan MMA ke depan 2.4. Mekanisme Kerja Kelembagaan MMA 2.5. Lembaga Pengelola MMA 2.6. Sekretariat Pengelola MMA 2.7. Komite Penasehat Teknis Pengelolaan MMA 2.8. Gugus Tugas Pengelolaan MMA 2.9. LPSTK dan Pihak Swasta 2.10. Pendanaan MMA

Page 25: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

20 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Nomor 32 Tahun 2004 memiliki kewenangan untuk melakukan konservasi

laut di wilayah laut selebar 12 mil diukur dari garis pantai, dan melakukan

koordinasi terhadap kegiatan konservasi yang dilakukan oleh DKP

Kabupaten dan Kota di wilayah laut selebar 4 mil diukur dari garis pantai.

Masalah batas wilayah laut yang tidak kasat mata tersebut sering

menimbulkan perbedaan paham tentang batas-batas kewenangan di

lapangan antara DKP Provinsi dan DKP Kabupaten/Kota.

Departemen Kehutanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 jo. Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 mempunyai kewenangan konservasi, baik konservasi

di darat maupun di laut. Untuk Kota Batam, dan Lingga pertentangan

mengenai masalah kewenangan konservasi antara DKP dan Dishut

memang kurang menonjol karena Dishut disibukan dengan masalah lain

yang lebih besar, serta masih bergabungnya bidang kehutanan dalam Dinas

KP2 dan Dinas Pengelolaan Sumberdaya Alam.

Bapedalda berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 97 jo.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memiliki kewenangan untuk

melakukan pengelolaan lingkungan hidup di wilayah Provinsi . Dalam

kaitannya dengan upaya pengembangan MMA, Bapedalda melakukan

pelestarian fungsi-fungsi lingkungan di wilayah laut yang menjadi

kewenangan provinsi dan melakukan koordinasi terhadap kegiatan

pelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup dalam upaya pengembangan

MMA.

Bappeda berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

memiliki kewenangan untuk membuat perencanaan pembangunan dan

menetukan alokasi pendanaannya untuk seluruh kegiatan pembangunan

yang ada di wilayah, termasuk pengembangan MMA, dengan

mempertimbangkan usulan dari daerah kabupaten/kota. Sebagai pengendali

alokasi dana, Bappeda dengan sangat baik dapat memposisikan diri sebagai

Page 26: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

21COREMAP II ADB

koordinator dari berbagai kegiatan proyek pembangunan di daerah. Namun

demikian, Bappeda lebih terlibat langsung dalam pengembangan MMA.

Keterlibatan Bappeda dilakukan melalui koordinasi perencanaan dan

alokasi pendanaan yang diajukan oleh Bappeda Kabupaten .

Secara umum lembaga pemerintah di tingkat Kabupaten yang terkait

secara langsung dengan pengembangan MMA meliputi:

a. Dinas Perikanan dan Kelautan;

b. Dinas Kehutanan;

c. Dinas Pariwisata;

d. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah

(Bapedalda);

e. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda);

f. Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

(PSDKP).

DKP berdasarkan peraturan perUndang-Undang an yang berlaku

memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengelolaan sumber

daya kelautan dan perikanan di wilayah perairan laut selebar 1/3 dari

wilayah laut yang menjadi kewenangan provinsi diukur dari garis pantai.

Kewenangan tersebut juga mencakup kewenangan untuk melakukan

konservasi laut. Dalam kaitan ini, Dishut juga merasa mempunyai

kewenangan di bidang konservasi laut, dan bahkan pada kenyataannya

Dishut telah lebih dulu melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku. Misalnya untuk Kota Batam, perbedaan paham haruslah

diantisipasi terutama tentang kewenangan konservasi yang akan menjadi

semakin kompleks dengan bergabungnya Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Pusat yang diberi mandat langsung oleh DKP untuk menegakan kebijakan

penetapan Taman Nasional yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat di

Pulau Abang, Batam.

Page 27: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

22 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Dinas Pariwisata (Dispar) berdasarkan ketentuan hukum yang

berlaku memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mengembangkan pariwisata

di Kabupaten/Kota dengan tujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Sehubungan dengan itu, Dispar merasa berkepentingan

terhadap terwujudnya MMA . Oleh karena itu, Dispar diharapkan akan

selalu mendukung dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan pengembangan

MMA. Demikian juga halnya dengan Bappeda yang akan selalu membantu

mengalokasikan dana pembangunan MMA sesuai dengan skala prioritas

pembangunan. Bappeda sesuai kewenangannya di bidang perencanaan dan

alokasi dana dapat melakukan inisiatif untuk mengkoordinasikan

pengembangan MMA dari sudut perencanaan dan alokasi dana.

Bapedalda berdasarkan peraturan perUndang-Undang an yang

berlaku mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengelolaan

lingkungan hidup, pelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup, pengendalian

pencemaran dan perusakan lingkungan, penanggulangan akibat

pencemaran dan perusakan lingkungan, rehabilitasi lingkungan, dan

penindakan para pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan, serta

melakukan koordinasi semua kegiatan di bidang lingkungan hidup di

Kabupaten/Kota.

Pelestarian dan Pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya terumbu

karang di lokasi-lokasi COREMAP II yang telah diidentifikasi, sangat

penting untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-

pulau kecil. Setelah fasilitasi pengelolaan terumbu karang oleh COREMAP

II selesai, diperlukan suatu kelembagaan dan rencana strategis pengelolaan

terumbu karang di lokasi proyek, yang akan menjadi lokasi-lokasi Marine

Management Area (MMA).

Kelembagaan dan Rencana Strategi (Renstra) pengelolaan terumbu

karang kedepan haruslah memadukan kepentingan para pemangku

Page 28: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

23COREMAP II ADB

kepentingan para pihak yang selaras dengan konteks pembangunan global,

nasional, regional dan lokal.

Renstra yang berisi arahan-arahan strategis pengelolaan terumbu

karang dalam kerangka MMA di 8 lokasi COREMAP II di Indonesia bagian

barat. Renstra diharapkan dapat memberikan keuntungan, dalam hal

penyediaan informasi, pembentukan komitmen dan alokasi sumberdaya

yang dibutuhkan untuk pengelolaan berkelanjutan.

2.2 Status Kelembagaan COREMAP II Daerah

Secara umum kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan yang

dianut oleh organisasi, dalam hal ini pengelola COREMAP, yang akan

dijadikan pegangan oleh seluruh anggota organisasi dalam menjalankan

segenap aktivitas untuk mencapai tujuan bersama.

Pengertian kelembagaan dalam COREMAP adalah seluruh lembaga,

baik pemerintah sebagai pengelola maupun lembaga non-pemerintah yang

kemungkikan untuk melaksanakan program COREMAP. Baik pengelola

maupun pelaksana COREMAP dilapangan mempunyai wewenang hukum

untuk terlibat langsung ataupun tak langsung dengan program COREMAP.

Salah satu komponen utama dari COREMAP II adalah Pengelolaan

Sumberdaya dan Pembangunan Masyarakat Berbasis Masyarakat (PBM).

Ruang lingkup dari PBM mencakup empat sub-komponen, terdiri dari : (i)

pemberdayaan masyarakat, (ii) pengelolaan sumberdaya berbasis

masyarakat, (iii) pengembangan infrastruktur dasar dan fasilitas sosial, dan

(iv) pengembangan mata pencaharian alternatif.

Berikut adalah Target Lembaga yang diusulkan untuk mendapatkan

Training dan Penyuluhan untuk memperkuat kinerja dalam pengelolaan

terumbu karang di daerah.

Page 29: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

24 Panduan Pengembangan Marine Management Area

LSM. Fungsi fasilitasi di lapangan COREMAP dilakukan oleh LSM

yang telah terpilih. Adapun tugas dan fungsi dari LSM sebagai motivator

lapangan berlaku sampai proyek selesai, yaitu :

(1) Menyiapkan fasilitator senior yang berkedudukan di

kabupaten/kota dan berfungsi sebagai koordinator dari para

fasilitator lapangan yang bekerja di desa.

(2) Menangani aspek administrasi kegiatan di tingkat desa hingga

kabupaten/kota, yang mencakup laporan hasil pemantauan

teknis dan keuangan agar sesuai dengan prosedur dan aturan

yang berlaku mengacu kepada.

(3) Melakukan koordinasi dengan UPP kabupaten/kota dan

instansi-instansi terkait di tingkat Kabupaten, RCU di Propinsi,

PIU - LIPI dan PMO.

(4) Memfasilitasi pelatihan dan studi banding bagi fasilitator

lapangan, motivator desa, dan kelompok – kelompok

masyarakat;

(5) Memfasilitasi penyusunan dokumen-dokumen PBM di tiap-tiap

desa;

(6) Memfasilitasi proses-proses pengadaan dan pelaksanaan

kegiatan di tingkat desa melalui fasilitator lapangan;

(7) Mendorong terbentuknya Peraturan Daerah dalam mendukung

pelaksanaan PBM;

(8) Membantu penanganan / resolusi konflik di tingkat desa;

(9) Memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok masyarakat,

pemilihan motivator desa, pengawas lapangan dan pembentukan

Lembaga Pengelola Sumberdaya (LPS) Terumbu Karang.

2.3 Perpektif Kelembagaan MMA ke depan

Untuk mencapai tujuan Program Pengelolaan MMA sehingga dapat

mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih baik, maka

Page 30: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

25COREMAP II ADB

diperlukan pembangunan Kelembagaan Program Pengelolaan MMA yang

didukung oleh lembaga terkait yang memiliki kepedulian terhadap

pengelolaan perikanan berkelanjutan. Keberadaan kelembagaan Program

Pengelolaan MMA diharapkan dapat diterima oleh masyarakat industri

perikanan dan secara jangka panjang akan tetap berjalan. Keberadaan

kelembagaan yang terpadu dan kuat akan menentukan keberhasilan

pelaksanaan program. Adapun prinsip-prinsip yang akan dikembangkan

dalam Program Pengelolaan MMA secara terpadu, adalah :

1. Transparan bagi semua pihak yang berkepentingan untuk

mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan

2. Struktur organisasi yang efisien dengan pengawasan yang efektif dan

dikelola secara profesional

3. Kejelasan tugas pokok fungsi dan tanggung jawab dari masing-masih

unit pengelola program

4. Hasil Program Pengelolaan MMA dapat dipertanggung jawabkan

kepada masyarakat pengguna

5. Adanya kelengkapan peraturan dan menerapkan prinsip dan norma

hukum dalam pengelolaan Program Pengelolaan MMA

6. Dinamis untuk mengakomodasi perubahan untuk perbaikan Program

Pengelolaan MMA.

2.4 Mekanisme Kerja Kelembagaan MMA

Untuk menjalankan sistem pengelolaan MMA diperlukan suatu

mekanisme kerja yang dapat menjamin proses koordinasi para pemangku

kepentingan. Mekanisme Kerja Pengelola MMAdapat dijabarkan secara

singkat sbb :

• Bupati dan Gubernur merupakan anggota ex-officio karena jabatan

pada Dewan/Badan Pengelola MMA. Mereka akan memilih

Page 31: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

26 Panduan Pengembangan Marine Management Area

perwakilan dari representasi para pemangku kepentingan utama

untuk duduk dalam Lembaga Pengelola

• Lembaga Pengelola MMA akan mengadakan pertemuan rutin yang

terbuka untuk umum.

• Sekretariat Lembaga Pengelola memberi dukungan dan

mengkoordinasikan semua aspek pengelolaan MMA. Bupati dan

Gubernur akan mengangkat sekretaris

• Penasehat ilmiah dan teknis berfungsi untuk memberikan masukan-

masukan ilmiah dan teknis merupakan orang-orang ahli di bidang

keilmuan dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan MMA.

• Bupati akan mengangkat anggota dan ketua Kelompok Kerja dan

Pelaksana Teknis untuk mengimplementasikan pengelolaan MMA.

• Gugus Tugas dapat merupakan penjelmaan dari koordinator-

koordinator bidang pada PIU Kabupaten saat ini. Gugus tugas akan

ditentukan oleh Bupati dan memberikan dukungan kepada upaya-

upaya yang akan dilakukan untuk pengelolaan MMA sesuai dengan

bidangnya. Tugas-tugas dimaksudkan untuk mengembangkan

strategi MMA di Kabupaten.

• Pelaksana teknis merupakan pengembangan dari LPS-TK yang

beranggotakan : pokmas-pokmas, swasta, lembaga teknis pemerintah

dan LSM. Pelaksana teknis ini merupakan unit pelaksana

operasional dalam menjalankan program dan kegiatan pengelolaan

terumbu karang daerah (MMA) di lapangan. Pelaksanaan hal-hal

teknis dilakukan oleh anggota pelaksana teknis dan akan melaporkan

secara rutin kemajuan pelaksanaan kegiatan di lapangan kepada

sekretariat dan memberikan masukan-masukan untuk perbaikan dan

penyempurnaan pengelolaan MMA.

2.5 Lembaga Pengelola MMA

Page 32: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

27COREMAP II ADB

Lembaga Pengelola MMA akan membuat kebijakan dan melakukan

koordinasi dalam penyelenggaraan program pengelolaan MMA secara

terpadu. Tanggung jawab Lembaga Pengelola adalah:

(1) Mengadopsi dan mengamandemen Renstra Pengelolaan

Terumbu Karang Daerah

(2) Menyetujui usulan program-program dan kegiatan

pengelolaan MMA untuk pendanaannya

(3) Mendorong upaya-upaya mobilisasi sumberdaya, seperti

dana, teknologi, SDM dari luar untuk pengelolaan MMA

(4) Memfasilitasi resolusi konflik antar pengguna MMA

(5) Mendorong kerjasama antara Eksekutif dan Legislatif

(DPRD) untuk mengefektifkan pengelolaan MMA

(6) Membuat jaringan pengelolaan MMA di tingkat

Propinsi/Region dan ikut berpartisipasi aktif dalam jaringan

MMA Nasional

(7) Mendelegasikan wewenang dan menyediakan dana

operasional dalam tugas-tugas kesekretariatan.

2.6 Sekretariat Pengelola MMA

Tugas Sekretariat Pengelolaan MMA adalah memberi dukungan dan

mengkoordinasikan semua aspek usaha pengelolaan MMA, termasuk

penggalangan partisipasi dari stakeholder. Seketariat mempunyai tanggung

jawab, sbb :

(1) Memberikan dukungan, berupa memfasilitasi pertemuan,

kepada Lembaga Pengelola MMA, Komite Penasehat Teknis,

Gugus Tugas dan Pelaksana Teknis.

(2) Mebuat dan mempublikasikan hasil-hasil pengelolaan MMA

(3) Memfasilitasi persiapan proritas anggaran tahunan untuk

pengelolaan MMA

Page 33: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

28 Panduan Pengembangan Marine Management Area

(4) Memfasilitasi penyiapan proposal dan pencarian dana dari

pihak luar untuk mendukung pengelolaan MMA yang efektif

(5) Memfasilitasi program pendidikan, penelitian dan

keterlibatan masyarakat dengan lembaga-lembaga partner

dan media massa, untuk pengelolaan MMA

(6) Membuat laporan tahunan mengenai kemajuan pengelolaan

MMA.

2.7 Komite Penasehat Teknis Pengelolaan MMA

Komite teknis akan memberikan pedoman dan arahan untuk

memastikan bahwa rencana dan program pengelolaan MMA dibuat dengan

pertimbangan ilmiah dan teknis. Adapun tanggung jawab Komite Penasehat

Teknis :

(1) Memberikan saran mengenai perencanaan, pengelolaan dan

penyempurnaan pengawasan (MCS) jangka panjang.

(2) Mempromosikan dan memfasilitasi pertukaran informasi

antara pengguna tentang manfaat MMA bagi masyarakat,

terutama tentang informasi ilmiah, sumberdaya perikanan

dan jasa lingkungan di lokasi MMA.

(3) Memberikan saran penelitian terapan yang akan digunakan

untuk peningkatan pengelolaan MMA.

2.8 Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan MMA

Unit Pelaksana Teknis di Kabupaten/Kota (UPT) MMA bertugas

untuk mengawasi pelaksanaan program dan menjadi penghubung, serta

memberi dukungan pengelolaan MMA antara pemerintah kabupaten dan

desa-desa.

Berikut adalah tanggung jawab UPT :

Page 34: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

29COREMAP II ADB

(1) Mengembangkan dan melaksanakan program-program

pengawasan pemanfatan dan perlindungan sumberdaya di

lokasi MMA

(2) Membantu dalam mengembangkan kemampuan kelembagan

pelaksana teknis dalam rangka pengelolaan MMA

(3) Memberikan rekomendasi berdasar masukan dari keleompok

kerja di Pelaksana Teknis (LPS-TK) mengenai inisiatif

prioritas program, kegiatan dan anggaran tahun yang akan

datang.

(4) Merekomendasikan usulan mobilisasi sumberdaya dalam

rangka memfasilitasi program dan pengelolaan

(5) Mengkomunikasikan pelaksanaan program dengan

pemerintah dan perwakilan desa

(6) Mengkoordinasikan kerja antar Gugus Tugas, maupun dengan

berbagai lembaga di daerah dan nasional.

2.9 LPS-TK dan Pihak Swasta

Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPS-TK) beserta

Kelompok-kelompok Masyarakat (pokmas), Kelompok Swadaya Masyarakat

dan Pihak Swasta (pengusaha Wisata, Pengusaha Perikanan, dsb.) akan

melaksanakan kegiatan konservasi di Tugas pelaksana teknis adalah untuk

menjalankan program/rencana aksi tahunan pengelolaan MMA yang telah

disetujui dan disyahkan oleh Lembaga Pengelola Adapun tanggung Jawab

Pelaksana Teknis MMA:

(1) Membantu Gugus Tugas dalam pelaksanaan program dan

kegiatan yang terkait dengan pengelolaan MMA

(2) Membantu pelaksanaan kegiatan yang telah diusulkan oleh

Kelompok Kerja (berdasarkan isu-isu pengelolaan MMA di

lapangan), melalui Gugus Tugas.

Page 35: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

30 Panduan Pengembangan Marine Management Area

2.10 Pendanaan MMA

Untuk menjamin pendanaan yang berkelanjutan, maka secara

operasional perencanaan program dan pendanaan pengelolaan MMA dapat

disesuaikan dengan siklus perencanaan program dan pendanaan tahunan

pemerintah, baik ditingkat Kabupaten dan Provinsi. Sinkronisasi program

kerja sangat diperlukan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat

(DKP). Sinkronisasi dan harmonisasi program dan pendanaan antara

Kabupaten dan Provinsi dalam perencanaan dan pengelolaan MMA

disarankan untuk menuangkannya ke dalam Kesepakatan Bersama atau

Memorandum of Understanding (MoU) antara Kabupaten dan Provinsi,

setelah MMA terbentuk.

Proses pendanaan progran pemerintah akan mengikuti siklus

pendanaan, yang akan diawali pada bulan Januari sampai Desember setiap

tahunnya. Sebelum pendanaan disetujui menjadi Daftar Isian Proyek (DIP),

maka lembaga terkait sektoral akan menerahkan usulan anggaran

program/kegiatan ke DPRD, setelah diadakannya Musrenbang

(Musyawarah Rencana Pembangunan).

Disarankan Lembaga Pengelolaan MMA meninjau kemajuan lembaga

dan program kerjanya dan akan memulai siklus Perencanaan Program

Tahunan.

Page 36: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

31COREMAP II ADB

: koordinatif : konsultatif

Gambar 5. Usulan Kelembagaan MMA di Tingkat Kabupaten/Kota

Lembaga Pengelola KKLD

Sekretariat

Komite Pengarah Teknis

Kelompok Kerja Provinsi

Unit Pelaksana Teknis KKLD Penyadaran

Masyarakat Sistem

Informasi, Training

Kelembagaan/SDM

Pengelolaan Berbasis

Masyarakat

Pemantauan dan Pengawasan

/MCS

LPSTK: Pokmas

Swasta/ Asosiasi

Page 37: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

32 Panduan Pengembangan Marine Management Area

DAERAH PERLINDUNGAN LAUT BERBASIS

MASYARAKAT

3.1 Kelembagaan Konservasi Terumbu Karang di desa

Dalam melembagakan

pengelolaan sumberdaya

terumbu karang di tingkat desa,

COREMAP berupaya untuk

mengoptimalkan peran

pemerintah desa dan lembaga formal di desa meskipun lembaga-lembaga

formal di desa-desa belum berfungsi sebagaimana diharapkan masyarakat.

Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPS-TK) di desa sebagai

lembaga formal yang ditetapkan oleh Pemerintah Desa.

COREMAP telah memfasilitasi terbentuknya Lembaga Pengelola

Sumberdaya Terumbu Karang (LPS-TK). Lembaga ini adalah lembaga resmi

di tingkat desa yang memiliki peran dalam menjalankan Rencana

Pengelolaan Terumbu Karang di Kawasan Konservasi atau Daerah

Perlindungan Laut (DPL) yang akan disusun secara bersama-sama oleh

seluruh Pokmas dan Kelompok Pengawasan Terumbu Karang dan

difasilitasi oleh Fasilitator Lapangan. Tujuan LPS-TK adalah untuk

mengorganisir dan mengkoordinir pokmas-pokmas yang ada dalam

melaksanakan program PBM-COREMAP II. Disamping itu juga

mensinergikan kegiatan pada masing-masing pokmas, sehingga sesuai

dengan RPTK (Rencana Pengelolaan Terumbu Karang) terpadu di DPL.

LPS-TK bertanggung jawab kepada masyarakat desa melalui BPD

atas pelaksanaan rencana pengelolaan pesisir desa. Bersama dengan BPD

menetapkan rencana pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir desa dan

peraturan-peraturan mengenai pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di

3.1. Kelembagaan Konservasi Terumbu Karang di desa 3.2. Kelompok Masyarakat Pengelola DPL 3.3. Membangun DPL Berbasis Masyarakat 3.4. Metode Pengelolaan DPL 3.5. Peran DPL untuk Pengelolaan Perikanan 3.6. Zonasi Kawasan 3.7. Lokasi dan Ukuran 3.8. Partisipasi Masyarakat

Page 38: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

33COREMAP II ADB

desa. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan

sumberdaya terumbu karang.

Peran Badan Perwakilan Desa (Legislatif) bersama dengan

Pemerintah desa menyusun dan menetapkan rencana pembangunan dan

pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir desa serta peraturan-peraturan

mengenai pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir desa. Melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan

rencana pengelolaan pembangunan di desa merupakan suatu lembaga yang

sudah ada di desa yang dapat melaksanakan Rencana Pengelolaan Terumbu

Karang di Tingkat Desa yang dilaksanakan oleh LPS-TK beserta dengan

Pokmas-Pokmas.

Oleh pemerintah desa Lembaga Pengelola ini ditetapkan melalui

surat keputusan pemerintah desa untuk memberikan dukungan secara

hukum kepada lembaga dan personil yang akan melaksanakan tugas.

Dalam mengoptimalkan pelaksanaan Rencana pengelolaan, pemerintah

desa, BPD, serta Badan Pengelola di desa terlibat secara aktif dan

melakukan fungsi dan perannya sebagaimana diamanatkan dalam Rencana

Pengelolaan sebagai panduan dalam pelaksanaan.

LPS-TK dibentuk dan diarahkan menjadi lembaga resmi yang

berbadan hukum. LPS-TK berperan dalam membantu Pemerintah Desa

dalam menjalankan fungsi pengelolaan sumberdaya terumbu karang di

tingkat desa. Dalam pengelolaan suatu kawasan lintas desa, LPS-TK

melakukan koordinasi dan kerjasama dengan LPS-TK dari desa tetangga.

LPS-TK memiliki pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris,

Bendahara, dan staf administrasi, dengan anggota terdiri dari seluruh

motivator desa, anggota Pokmas dan anggota pengawas terumbu karang.

LPS-TK beranggotakan wakil-wakil dari para motivator desa, pengurus

Pokmas dan Pengawas Terumbu Karang dan Perwakilan Desa.

Page 39: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

34 Panduan Pengembangan Marine Management Area

LPS-TK dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi

oleh fasilitator lapangan dan disahkan oleh Kepala Desa, serta disetujui oleh

PIU kabupaten/kota.

Tugas LPS-TK adalah sebagai berikut:

1) Menyiapkan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK)

2) Mengimplementasikan RPTK

3) Menyusun usulan-usulan kegiatan berdasarkan usulan dari

pokmas-pokmas dan kelompok pengawas terumbu karang;

4) Menyalurkan dana bagi kelompok-kelompok masyarakat yang

diterima dari PIU;

5) Melakukan koordinasi dengan Kepala Desa dan PIU dalam

keseluruhan program pengelolaan berbasis mayarakat;

6) Melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur

sosial yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat secara

langsung;

7) Mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro yang akan

melaksanakan Unit Simpan Pinjam (USP);

8) Melakukan koordinasi dengan LSM dan Konsultan;

9) Melaksanaan kegiatan administrasi keuangan sesuai dengan

SE-Ditjen Anggaran;

10) Melakukan pemantauan dan evaluasi RPTK;

Pada saat Proyek COREMAP masih berjalan, untuk membangun

sistem koordinasi yang akomodatif antara desa dan kabupaten rapat

koordinasi dilakukan secara berkala. Koordinator-koordinator Project

Implementation Unit (PIU) Kabupaten yang terdiri dari dinas-dinas teknis

di Kabupaten/Kota disepakati untuk memberikan rekomendasi serta kajian

teknis atas usulan kegiatan desa dalam RPTK sekaligus memasukkan

usulan kegiatan ke dalam usulan kegiatan dinas teknis yang akan dibiayai

Page 40: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

35COREMAP II ADB

melalui Proyek COREMAP. Kegiatan-kegiatan tersebut akan dilaksanakan

oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) di desa-desa lokasi COREMAP.

3.2 Kelompok Masyarakat Pengelola DPL

Kelompok masyarakat atau Pokmas adalah kelompok kecil yang

dibentuk di tingkat desa. Proses pembentukan kelompok masyarakat

difasilitasi oleh fasilitator lapangan. Dalam satu desa dapat dibentuk

beberapa kelompok masyarakat menurut kesamaan minat.

Penguatan Pokmas adalah suatu proses meningkatkan kemampuan

dan peran suatu kelompok masyarakat ke arah bidang kegiatan tertentu

(konservasi, produksi, peningkatan peran dan kemampuan perempuan),

agar dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.

Pembentukan Pokmas adalah suatu proses membentuk kelompok atau

organisasi masyarakat yang akan mempunyai peran dan fungsi bidang

tertentu (konservasi, produksi, peningkatan peran dan kemampuan

perempuan).

Pokmas mempunyai tugas dan tanggung jawab utama :

(1) Menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang arti

dan nilai penting ekosistem terumbu karang, adanya ancaman

terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang serta `upaya-

upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan

menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang.

(2) Berperan aktif dalam penyusunan Rencana Pengelolaan

Terumbu Karang Terpadu (RPTK Terpadu) yang mencakup

Program Pengelolaan Terumbu Karang, Pengembangan Mata

Pencaharian Alternatif, Pengembangan Prasarana Dasar dan

Peningkatan Kapasitas dan Kesadaran Masyarakat.

(3) Mengimplementasikan RPTK Terpadu sesuai dengan bidang

Pokmas yang bersangkutan, misalnya Pokmas Konservasi

Page 41: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

36 Panduan Pengembangan Marine Management Area

melaksanakan program-program pengelolaan terumbu karang.

(4) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program

kegiatan masing-masing Pokmas.

Persyaratan pembentukan kelompok masyarakat:

(1) Kelompok masyarakat dianjurkan dibentuk dengan anggota

antara 5 sampai 9 orang dengan anggota yang memiliki

kesamaan minat;

(2) Kelompok masyarakat memilih 2 (dua) orang pengurus, yaitu

ketua dan bendahara, yang bertanggung jawab dalam aspek

administrasi teknis dan keuangan,

(3) Pengurus kelompok harus memiliki kemampuan baca dan tulis;

(4) Anggota kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan secara

proporsional;

(5) Anggota kelompok yang dipilih adalah orang yang tergolong

dewasa;

(6) Kelompok masyarakat disahkan oleh Kepala Desa;

3.3 Membangun DPL Berbasis Masyarakat

Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) merupakan

kawasan pesisisir dan laut yang dapat meliputi terumbu karang, hutan

mangrove, lamun dan habitat lainnya secara sendiri atau bersama-sama yang

dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan

dan pengambilan biota laut, dan pengelolaannya yang dilakukan secara

bersama antara pemerintah, masyarakat dan pihak lain, dalam merencanakan,

memantau, dan mengevaluasi pengelolaannya (Tulungen et at, 2003). Dalam

hal ini, COREMAP II ADB memodifikasi definisi tersebut, dengan memberikan

penekanan bahwa DPL-DPL dalam skala desa, akan dikelola oleh satu Unit

Pengelolaan yaitu Marine Management Area (MMA) di tingkat Kabupaten/Kota

yang akan dikelola secara kolaboratif. MMA ini berbeda dengan Taman

Page 42: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

37COREMAP II ADB

Nasional Laut atau daerah konservasi dalam skala luas lainnya. Taman

Nasional Laut Bunaken di Sulawesi Utara, misalnya, mimiliki luas 89.065 Ha

dan ditetapkan serta dikelola oleh Pemerintah secara nasional, walaupun saat

sekarang dikelola secara kolaboratif oleh Dewan Pengelola Taman Nasional

Bunaken, yang beranggotakan stakeholders di daerah.

DPL dibentuk berdasarkan ekosistem yang ada, terutama terumbu

karang yang terkait dengan ekosistem pesisir lainnya. Keberadaannya dapat

ditetapkan melalui peraturan Desa untuk Kabupaten, yang sudah otonom.

Khusus untuk Kota (Batam), maka penetapan DPL dilakukan oleh walikota,

karena Kelurahan di Kota tidak otonom. DPL dibentuk untuk melindungi dan

memperbaiki sumberdaya terumbu karang dan perikanan di wilayah yang

mempunyai peranan penting secara ekologis. DPL ini diharapkan merupakan

alat pengelolaan perikanan yang efektif, karena adanya pengaturan perikanan,

perlindungan daerah pemijahan dan pembesaran larva, sebagai asuhan juvenil

(anak ikan), melindungi kawasan dari penangkapan berlebihan, dan menjamin

ketersediaan stok ikan secara berkelanjutan.

Tujuan Penetapan DPL: • Meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan di sekitar • Menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati terumbu karang,

ikan, dan biota lainnya • Dapat dikembangkan menjadi tempat tujuan wisata • Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pengguna • Memperkuat masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang • Mendidik masyarakat dalam konservasi dan pemanfaatan

sumberdaya berkelanjutan • Sebagai lokasi penelitian dan pendidikan tentang keanekaragaman

hayati laut

Page 43: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

38 Panduan Pengembangan Marine Management Area

3.4 Metode Pengelolaan DPL

Walaupun DPL yang akan dibentuk adalah DPL yang berbasiskan

masyarakat, tetapi pembentukan dan pengelolaannya harus dilakukan bersama

antara masyarakat, pemerintah setempat dan para pihak (stakeholder) yang

ada di desa. Pemerintah daerah, terutama pemerintah desa, haruslah

bekerjasama dalam proses penentuan lokasi dan aturan DPL, pendidikan

masyarakat, bantuan teknis dan pendanaan awal. Tanggung jawab dalam

menentukan lokasi dan tujuan pengelolaan DPL ditetapkan oleh masyarakat,

sedangkan bantuan teknis dan pendanaan, serta persetujuan terhadap

peraturan ditetapkan oleh pemerintah atas kesepakatan masyarakat.

Masyakarat dapat bekerja sama dengan pihak lain,seperti LSM dan Swasta

untuk pengelolaan DPL supaya lebih efektif.

3.5 Peran DPL untuk Pengelolaan Perikanan

Berfungsinya DPL secara pengelolaan adalah apabila terdapatnya suatu

zona inti di dalam DPL, yaitu suatu zona larang ambil permanen. Di dalam

zona inti atau dapat dikatakan zona tabungan perikanan, tidak diperkenankan

adanya kegiatan eksploitatif atau penangkapan ikan. Kegiatan eksploitasi

hewan laut seperti karang, teripang, kerang-kerangan atau organisme hidup

lainnya dilarang untuk diambil.

Zona inti dalam DPL tidak diperkenankan dieksploitasi secara musiman

atau waktu-waktu tertentu, sehingga DPL tidak sama dengan ‘Sasi’ di Maluku

atau ‘Mane’e di Sangir-Talaud. Pembukaan musiman dapat menyebabkan

fungsi DPL dan zona intinya tidak berfungsi efektif. Zona inti biasanya berisi

ekosistem terumbu karang yang sehat, karena tidak mengalami gangguan oleh

manusia, sehingga biota karang termasuk ikan karang, mempunyai

kesempatan untuk kembali pada keadaan terumbu karang yang baik. Zona inti

Page 44: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

39COREMAP II ADB

cenderung dipilih yang mempunyai kondisi dan tututan karang yang baik, dan

dihuni oleh beberapa biota dari berbagai ukuran, termasuk pemangsa besar,

seperti kerapu dan hiu.

Diharapkan bahwa zona inti yang tidak diganngu oleh kegiatan

penangkapan ikan atau sangat jarang dikunjungi oleh nelayan, akan memiliki

ukuran ikan yang besar dan ikan-ikan yang hidup di zona inti akan menjadi

induk yang sehat. Ukuran rata-rata ikan yang ada di zona inti yang berfungsi

baik, cenderung memeiliki ukuran yang lebih besar dari pada ikan yang ada di

luar zona inti (zona pemanfaatan). Dari penelitian diketahui bahwa, semakin

panjang dan besar ukuran induk ikan akan memberikan telur yang jauh lebih

besar secara exponensial. Apabila rata-rata umur dan ukuran ikan semakin

muda dan kecil, maka telur dan larva yang akan dihasilkan juga semakin

sedikit. Sehingga, salah satu peran dari zona inti yang ditutup dari kegiatan

penangkapan ikan adalah, untuk menghindari kegagalan perikanan akibat

tidak tersedianya induk ikan yang mampu berkembang biak untuk

menghasilkan juvenil ikan, yang akan menjadi besar dan siap untuk

dimanfaatkan oleh kegiatan perikanan.

Yang perlu kita perhatikan adalah, DPL tidak dapat mengatasi masalah-

masalah yang berhubungan dengan tangkap lebih (over fishing) di suatu

kawasan, tetapi DPL merupakan salah satu cara yang mudah untuk membantu

menjaga kelestarian habitat, mengurangi cara-cara penangkapan ikan yang

merusak, dan membantu nelayan memahami konsep pengelolaan perikanan.

Fungsi rehabilitasi habitat dapat diperankan oleh DPL, apabila DPL

ditetapkan pada kawasan terumbu karang yang mungkin sudah mulai rusak

oleh kegiatan manusia atau suatu kawasan yang aktivitas perikanannya

sudah berlangsung lama. Dengan adanya DPL maka habitat di kawasan

tersebut mempunyai kesempatan untuk pulih dan biota yang hidup di

dalamnya berkembang biak. Sehingga, DPL menjadi kawasan terumbu

karang penyedia (source reef) telur, larva dan juvenil, serta induk yang sehat,

Page 45: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

40 Panduan Pengembangan Marine Management Area

yang akan mengekport ikan-ikan keluar kawasan. Dilain pihak, DPL dapat

juga menarik ikan-ikan yang ada di luar kawasan karena habitat di dalamnya

yang terpelihara untuk hidup, makan, tumbuh dan berkembang biak.

Mekanisme export larva-larva karang dan telur ikan pada zona inti DPL

dipengaruhi oleh arus perairan, yang dapat sampai jauh di luar kawasan

DPL, sampai beratus-ratus mil laut.

Dari pengamatan para ahli, menunjukkan bahwa DPL akan

memberikan manfaat kepada perikanan yang ada di sekitar kawasan sekitar

3-5 tahun, sedang DPL akan menunjukkan perubahan kepadatan ikan dan

terumbu karang hidup dalam waktu setelah setahun DPL ditetapkan.

3.6 Zonasi Kawasan

DPL haruslah mempunyai perencanaan zonasi, yang ditetapkan secara

sederhana, artinya mudah dipahami dan dilaksanakan, serta dipatuhi oleh

masyarakat. Zona yang umum dipunyai oleh DPL adalah Zona Inti dan Zona

Penyangga, sedang di luarnya adalah Zona Pemanfaatan. Zona Inti adalah

suatu areal yang di dalamnya kegiatan penangkapan ikan dan aktivitas

pengambilan sumberdaya alam laut lainnya sama sekali didak diperbolehkan.

Begitu pula kegiatan yang merusak terumbu karang, seperti pengambilan

karang, pelepasan jangkar serta penggunaan galah untuk mendorong perahu

juga tidak diperbolehkan. Sedang kegiatan yang tidak ekstraktif, sepeprti

berenang, snorkling dan menyelam untuk tujuan rekreasi masih diperbolehkan.

Namun demikian perlu kesepakatan dengan masyarakat kegiatan apa saja

yang boleh dilakukan di zona inti, sehingga fungsi zona tersebut dapat optimal.

Pada umumnya DPL, seperti : di desa Blonko, Bentenam dan Tumbak,

serta desa-desa lain di Sulawesi Utara, di desa Sebesi- Lampung, serta DPL-

DPL di Filipina, memiliki 2 zona utama yaitu zona inti (no-take zone) dan zona

penyangga (buffer zone). Di Zona penyangga, yang merupakan zona di

sekeliling zona inti, kegiatan penangkapan ikan diperbolehkan tetapi dengan

Page 46: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

41COREMAP II ADB

menggunakan alat-alat tradisional, seperti pancing dan memanah dengan

perahu tradisional. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan lampu

(light fishing) dan beberapa alat tangkap yang potensial merusak terumbu

karang masih dilarang di zona penyangga.

3.7 Lokasi dan Ukuran

Lokasi dan Ukuran DPL sangat menentukan keberhasilan fungsi DPL

dalam mendukung pengelolaan perikanan. Pada umumnya DPL ditempatkan di

sekitar pulau-pulau kecil atau di sepanjang garis pantai pulau besar. Cakupan

DPL sebaiknya mulai dari garis pantai sampai ke kawasan lepas pantai yang

mencakup asosiasi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang.

Sebenarnya tidak ada ukuran yang ideal untuk DPL, namun demikian

ilmuwan merekomendasikan’ semakin luas ukuran DPL akan semakin baik

fungsinya’. Pendapat ahli menyebutkan bahwa ukuran yang optimal adalah 10-

30 % dari luasan terumbu karang di suatu desa. Para ahli dari PISCO 2002,

merekomendasikan bahwa 30% dari habitat ikan karang akan memberikan

hasil yang optimal untuk pengelolaan perikanan, kegiatan wisata dan

perlindungan keanekaragaman hayati. Namun demikian, dari pengalaman dan

persetujuan dengan masyarakat, maka saat sekarang DPL berbasis desa yang

ada di beberapa negara menunjukkan luasan sampai 50 hektar zona inti.

Apabila terlalu kecil ukuran DPL maka DPL tidak akan berfungsi secara

ekologis, sedang apabila ukuran DPL terlalu luas di suatu desa, maka fungsi

kontrol masyarakat terhadap DPL menjadi kurang, dan konflik dengan apa

pengguna (nelayan) akan memjadi besar.

Berikut adalah beberapa prinsip-prinsip ekologi yang dipertimbangkan

untuk penentuan lokasi dan ukuran DPL Berbasi Masyarakat, berdasar dari

lesson-learned dari CRMP/USAID di Sulawesi Utara dan Lampung (2003),

yaitu :

• Kondisi tutupan karang cukup tinggi (lebih dari 50% dianjurkan)

Page 47: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

42 Panduan Pengembangan Marine Management Area

• Kepadatan ikan karang dan biota laut lannya tinggi

• Mencakup 10-20% dari keseluruhan habitat terumbu karang

• Habitat karang termasuk Rataan Terumbu dan Lereng, serta asosiasi

dengan habitat lain

• Tempat pemijahan ikan karang

• Terhindar dari sedimentasi, polusi dari sungai

• Akses masyarakat untuk mengawasi DPL mudah

• Bukan merupakan lokasi utama panangkapan ikan nelayan

• Bukan merupakan kawasan penambatan perahu yang intensif.

Karena kecenderungan ukuran DPL di desa berukuran kecil, maka

sebaiknya DPL tidak dipandang sebagai pengganti Kawasan Konservasi yang

berskala besar seperti Taman Nasional Laut, namun hendaknya dipandang

sebagai pendukung, baik sebagai penerima (sink reef) ataupun dapat sebagai

sumber (source reef) untuk larva ikan dan karang. Untuk meningkatkan

efektifitas fungsi ekologis sebagai suatu kawasan konservasi, maka DPL

sebaiknya bergabung menjadi suatu Jaringan (network) DPL-DPL di desa yang

menjadi satu menjadi MMA (Marine Management Area) di tingkat

Kabupaten/Kota. Dengan begitu, suatu sistem jaringan DPL berbasis

masyarakat, akan sangat ideal untuk saling menopang dan mendukung suatu

sistem Kawasan Konservasi yang lebih besar (MMA).

3.8 Partisipasi Masyarakat

Dalam pandangan masyarakat desa, partisipasi masyarakat sangat

penting dalam menunjang keberhasilan program pengelolaan sumberdaya

pesisir. Dari hasil survei di masyarakat yang memiliki DPL Pulau Sebesi,

menunjukkan bahwa 98% masyarakat menilai partisipasi sangat penting

dengan bebagai alasan. Misalnya, dengan proses partisipasi, masyarakat akan

lebih merasakan manfaat dari program yang dilaksanakan. Selain itu,

masyarakat juga akan membantu dalam implementasi program dan terlibat

aktif dalam pemeliharaan selama dan sesudah program dilaksanakan.

Page 48: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

43COREMAP II ADB

DPL berbasis masyarakat yang dimaksudkan adalah co-management

(pengelolaan kolaboratif), yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat

bersama-sama dengan pemerintah setempat. Pengelolaan berbasis masyarakat

bertujuan untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan

perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan DPL. Pengelolaan DPL

berbasis masyarakat berawal dari pemahaman bahwa masyarakat mempunyai

kemampuan sendiri untuk memperbiki kualitas kehidupannya, sehingga

dukungan yang diperlukan adalah menyadarkan masyarakat dalam

memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun demikian, pada kenyataannya pengelolaan yang murni berbasis

masyarakat kurang berhasil, oleh karena itu dukungan dan persetujuan dari

pemerintah dalam hal memberikan pengarahan, bantuan teknis dan bantuan

aspek hukum suatu kawasan konservasi sangat diperlukan. Dengan demikian,

partisipasi masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama sejak awal

kegiatan dari mulai perencanaan,pengelolaan sampai evaluasi suatu DPL

sangatlah penting. Selain dukungan dari pemerintah, maka dukungan dan

kerja sama dengan lembaga pendidikan, penelitian serta LSM juga dibutuhkan

untuk menentukan lokasi DPL dan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan

masyarakat di sekitar DPL.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh karena proses partisipatif dalam

merencanakan dan mengelola DPL adalah :

• Pelibatan masyarakat dapat membantu bahkan bertanggung jawab

dalam penegakan aturan, sehingga biaya penegakkan hukum dan

pengawasan kawasan menjadi kecil.

• Masyarakat merasa memiliki DPL, dan dapat membuat aturan sendiri

untuk ditetapkan di lingungannya

• Masyarakat akan membuat program penggalangan dana untuk

operasional DPL melalui kegiatan ekonomi, seperti pariwisata dan tarif

masuk, dll.

Page 49: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

44 Panduan Pengembangan Marine Management Area

• Menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerjasama dalam

bentuk organisasi di tingkat desa.

Page 50: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

45COREMAP II ADB

PERENCANAAN DAN PEMBENTUKAN DPL

4.1 Tahapan dan Pembentukan

Proses penetapan dan

perencanaan DPL dilakukan

dengan mengikuti proses kebijakan

pengelolaan sumberdaya wilayah

pesisir. Penetapan suatu DPL tidak

dapat dipisahkan dengan agenda

besar pengelolaan wilayah pesisir,

atau dengan kata lain merupakan

bagian dari Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di suatu desa atau

kabupaten/kota. Isu-isu pengelolaan pesisir, seperti penangkapan ikan yang

merusak, degradasi habitat, kurangnya kesadaran masyarakat, tangkap-

lebih merupakan isu-isu yang juga berkaitan dengan pengembangan suatu

DPL.

Berikut adalah tahapan, kegiatan, hasil, dan indikator yang diharapkan

dalam pengembangan DPL (Tabel 1)

4.1. Tahapan dan Pembentukan 4.2. Pemilihan Lokasi MMA 4.3. Sistem Biaya Masuk 4.4. Kelompok Pengelola 4.5. Peraturan Desa atau Surat Keputusan Desa 4.6. Pengelolaan DPL 4.7. Pembuatan Rencana Pengelolaan 4.8. Pemasangan Tanda Batas dan Pemeliharaan 4.9. Pendidikan Lingkungan Hidup 4.10. MCS dan Penegakan Hukum 4.11. Pemantauan dan Evaluasi 4.12. Penyebarluasan Konsep DPL ke Lokasi Lain

(Scaling-up)

Page 51: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

46 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Tabel 1. Tahapan, Kegiatan, Hasil dan Indikator pengembangan DPL

Tahapan Proses Perencanaan dan Pengelolaan

Kegiatan yang dilakukan

Hasil yang diharapkan

Indikator Hasil

1. Pengenalan dan Sosialisasi Program

• Lokasi desa dipilih

• Penempatan Penyuluh

• Survei data dasar

• Pembuatan Profil Desa

• Diskusi program pendampingan masyarakat

• Identifikasi isu-isu Sosioekonomi dan budaya dipahami

• Pendekatan dapat dipahami bersama

• Deskripsi data dasar

• Profil lingkungan disebarkan kepada masyarakat

• Jumlah pertemuan masyarakat ttg DPL

2. Pelatihan, Pendidikan, Pengembangan Kapasitas Masyarakat

• Studi banding DPL

• Penyuluhan DPL dan lingkungan

• Pelatihan Pemetaan Kawasan

• Pelatihan Kelompok

• Pemahaman Masyarakat

• Peta Karang • Peningkatan

Pengawasan • Dukungan

masyarakat • Kapasitas

masyarakat meningkat

• Kapasitas dalam pengelolaan sumberdaya

• Jumlah pelatihan/penyuluhan

• Jumlah peserta pelatihan

• Jumlah kelompok masyarakat

• Jumlah proposal kegiatan kelompok

• Pelaporan penggunaan dana

3. Konsultasi Publik

• Pembuatan draft Perdes

• Diskusi formal/informal

• Perbaikan draft Perdes

• Partisipasi dalam pembuatan Perdes

• Konsensus tentang aturan DPL

• Jumlah pertemuan • Jumlah peserta

dalam penyiapan Perdes

• Jumlah peserta setuju dengan Perdes

4. Persetujuan Peraturan Desa

• Musyawarah Desa

• Peresmian Perdes

• Peresmian Formal oleh

• Penerimaan DPL secara formal

• Dasar Hukum

• Jumlah musyawarah

• Penandatanganan Perdes

• Peresmian DPL oleh Pemerintah

Page 52: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

47COREMAP II ADB

Tahapan Proses Perencanaan dan Pengelolaan

Kegiatan yang dilakukan

Hasil yang diharapkan

Indikator Hasil

Pemerintah 5. Pelaksanaan • Pemasangan

Tanda Batas • Rencana

Pengelolaan Papan Informasi

• Rencana pengelolaan terumbu karang

(RPTK) • Pertemuan

Pengelola • Monitoring • Penegakan

Hukum • Penyuluhan

dan pendididkan

• Ketaatan • Pengelolaan

efektif • Tutupan

Karang meningkat

• Kepadatan biota meningkat

• Hasil tangkapan meningkat

• Jumlah Pelanggaran menurun

• Jumlah pertemuan kelompok

• Survei monitoring • Data statistik

perikanan di DPL

Berikut adalah tahapan pembentukan DPL yang dapat diusulkan di

lokasi COREMAP II ADB, dari hasil pembelajaran dari DPL yang difasilitasi

oleh CRMP USAID di Lampung dan Sulawesi Utara. yang disesuaikan dengan

perencanaan oleh COREMAP II ADB.

Page 53: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

48 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Langkah Checklist Hasil

Gambar 6 . Tahapan dalam Pembentukan Daerah Perlindungan Laut

Langkah 1 Pengenalan dan

sosialisasi COREMAP dan DPL

Identifikasi Isu sosio-ekonomi, budaya

dipahami; pendekatan disetujui bersama

Pemahaman dan dukungan masyarakat;

Peta Karang; Peningkatan Pengawasan sumberdaya

Pengelolaan Efektif; Ketaatan

Penerimaan secara Formal dan Dasar Hukum

Partisipasi Masyarakat, konsensus DPL

Langkah 2 Pelatihan dan

Pengembangan Kapasitas Masyarakat

Langkah 5 Pelaksanaan dan Pengelolaan DPL

Langkah 3 Konsultasi Publik

Langkah 4 Persetujuan Peraturan

Desa tentang DPL

● Lokasi dipilih ● Penempatan Penyuluh ● Survei data dasar ● Pembuatan Profil Desa ● Pendampingan masyarakat

• Pembuatan Draf Perdes • Diskusi Formal/Informal • Perbaikan Draf Perdes • Ketentuan DPL

• Musyawarah Desa • Peresmian Perdes • Formalisasi oleh

Pemerintah

• Pemasangan Tanda Batas

• Papan Informasi • RPTK dan Pengelola

● Studi Banding DPL ● Pendidikan Lingkungan ● Pelatihan Pemetaan DPL ● Pelatihan LPSTK/Pokmas

Langkah 6 Monitoring dan Evaluasi DPL

• Monitoring DPL • Penegakaan Hukum • Penyuluhan dan

Pendidikan

Tutupan Karang Meningkat; Hasil Tangkapan ikan

meningkat; pendapatan

Masyarakat Meningkat

Page 54: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

49COREMAP II ADB

4.2 Pemilihan Lokasi Kawasan Konservasi Laut

Mendefinisikan calon lokasi KKL atau DPL yang akan menjadi bagian

dari jaringan KKL mencakup berbagai penekanan pada pertimbangan-

pertimbangan yang lebih detail dari pada penetapan kawasan lindung di

daratan, walaupun alasan utama dari pembentukan kawasan konservasi

keduanya sangat mirip, yaitu :

• Untuk menjaga proses-proses ekologi penting dan penyangga

kehidupan,

• Menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem secara berkelanjutan,

• Melindungi keanekaragaman hayati.

Di laut, habitat biasanya jarang dibatasi secara persis atau secara

kritis dibatasi. Daya tahan hidup dari spesises tidak dapat dihubungkan

secara spesifik dengan lokasi. Banyak spesies yang bergerak bebas secara

luas dan arus air membawa material genetik melalui jrak yang sangat jauh.

Oleh karenanya, di laut kasus ekologi untuk proteksi biasanya tidak selalu

tergantung pada habitat kritis biota langka beserta ancamannya, namun

perlindungan dapat diupayakan dengan pertimbangan perlindungan habitat

kritis untuk keperluan komersial, rekreasi dan perlindungan tipe habitat

dengan asosiasi genetik dalam komunitasnya. Contoh tentang Batas-batas

Kawasan Konservasi Laut yang dapat dipadankan dengan MMA tertera

pada Lampiran 2.

Berikut adalah daftar faktor-faktor atau kriteria yang akan

digunakan dalam memutuskan bahwa suatu kawasan harus termasuk

dalam sebuah MMA atau untuk menentukan batas-batas MMA:

• Kealamiahan kawasan

• Kepentingan biogeografi

• Kepentingan ekologi

Page 55: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

50 Panduan Pengembangan Marine Management Area

• Kepentingan ekonomi

• Kepentingan sosial

• Kepentingan ilmiah

• Kepentingan nasional dan internasional

• Kepraktisan dan kelayakan pengelolaan

Jika suatu pulau atau suatu desa sudah terpilih menjadi lokasi DPL,

maka penentuan lokasi yang sesuai dengan lokasi zona inti dan penyangga DPL

perlu disepakati oleh masyarakat. Pemilihan lokasi biasanya merupakan suatu

kompromi antara pertimbangan kebutuhan praktis (kemudahan pengelolaan)

dan prinsip-prinsip konservasi (kondisi terumbu karang yang baik dengan

keanekaragaman hayati yang tinggi).

Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sebuah

daerah perlindungan laut adalah kemampuan masyarakat desa dalam

mengawasi kawasan dimana kegiatan eksploitatif tidak diperkenankan. Hal

ini sangat mempengaruhi pemilihan lokasi dan besar ukuran daerah

perlindungan laut. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kualitas aspek

estetika kawasan ditinjau dari kualitas terumbu karang dan

keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, kesepakatan masyarakat

tentang pengelolaan dan pemanfaatan daerah perlindungan laut, dan

tingkat ancaman terhadap kelestarian terumbu karang. Berdasarkan hal-

hal tersebut, sejumlah kriteria diajukan untuk menentukan daerah

perlindungan laut yang dikelola oleh masyarakat desa

IUCN (Salm et al, 2002) telah membuatkan kriteria dalam penentuan Kawasan

Konservasi. Walaupun kriteria dari IUCN diperuntukkan kepada Kawasan

Konservasi yang luas, namun dapat digeneralisasikan untuk digunakan pada

DPL berbasis desa. Kawasan-kawasan terumbu karang yang merupakan ”bank

ikan karang ” dan mempunyai ketahanan terhadap ‘coral bleaching’ (pemutihan

karang) akibat perubahan iklim, menjadi prioritas untuk dilindungi. Namun

demikian, haruslah mempertimbangkan juga faktor-faktor sosial ekonomi,

Page 56: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

51COREMAP II ADB

seperti kepentingan publik, peluang ekonomi dan politik. Faktor sosial-ekonomi

dan budaya pada masa lalu masih belum merupakan kriteria dalam penentuan

DPL ataupun jaringan DPL yang disebut KKL/MMA.

Dari segi praktisnya, maka berikut adalah kriteria yang telah

digunakan untuk pemilihan lokasi DPL pada skala desa di Lampung dan

Sulawesi Utara (CRMP, 2003) yang dapat diaplikasikan di lokasi COREMAP

II, yaitu :

• Lokasi DPL sedapat mungkin bukan merupakan lokasi utama

penangkapan ikan masyarakat setempat, untuk menghindari konflik

yang besar dengan para pengguna sumberdaya

• Tutupan karang cukup tinggi, idealnya 50%, namun dapat sampai

30% dan dapat dipertimbangkan dengan kepadatan biota lainnya

• Lokasi DPL mencakup perwakilan habitat, yaitu rataan dan lereng

terumbu, mangrove, padang lamun dan habitat penting lainnya

• Lokasi DPL masih dalam jangkauan pengawasan dan pantauan

masyarakat

• Ukuran besar/kecilnya kawasan sebenarnya dapat mengacu pada

luasan terumbu karang yaitu: 20-30% dari luasan habitat terumbu

karang. Pada prakteknya luasan DPL di desa mencapai 50 hektar.

• Lokasi DPL terhindar dari sedimentasi dan polusi dari sungai atau

tidak di dekat muara sungai

• Lokasi DPL merupakan daerah potensi wisata penyelaman

• DPL merupakan habitat dari satwa langka atau satwa endemik atau

tempat pemijahan ikan karang

• Lokasi DPL sebaiknya mengikuti kontur perairan dan mudah untuk

digambarkan batas-batasnya, seperti segi empat, segi lima, dsb.

4.3 Sistem Biaya Masuk

Pelaksanaan sistem biaya masuk dalam DPL dapat diperlakukan ke

dalam kawasan yang mempunyai potensi untuk wisata perairan, atau lokasi

Page 57: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

52 Panduan Pengembangan Marine Management Area

yang dijadikan sebagai percontohan dengan frekwensi kunjungan yang

tinggi. Salah satu penggunaan dana masuk dapat digunakan untuk

pemandu wisata lokal yang dapat dianggap sebagai kompensasi waktu

mereka selama bertugas.

Besarnya biaya masuk ke DPL yang telah ditetapkan sebagai suatu

obyek wisata, sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah daerah. Sebagian dana

akan diberikan kepada Kelompok Masyarakat Konservasi. Penggunaan

dana tersebut, misalnya untuk pemeliharaan dan pengelolaan DPL

(pelampung, tanda batas, papan informasi dsb). Sumbangan sukarela dari

pengunjung dapat juga diusulkan oleh pengelola DPL, apabila ada

keinginan dari wisatawan untuk memberikannya. Selain biaya masuk dari

para wisatawan, diterapkan juga uang denda masuk, yaitu uang yang

dibayarkan oleh masyarakat yang melanggar aturan DPL, misalnya

menangkap ikan di dalam zona inti, dsb. Uang denda tersebut harus

dikembalikan lagi kepada pengelola untuk tujuan konservasi dan

pengelolaan DPL.

4.4 Kelompok Pengelola

Kelompok Pengelola DPL adalah Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Konservasi, yang akan melaksanakan pengelolaan DPL. Pokmas Konservasi

sebagai pengelola DPL disarankan membuat suatu struktur organisasi yang

sederhana, misalnya terdapat ketua Pokmas, sekretaris, bendahara, dan

seksi-seksi. Pokmas Konservasi sebagai pengelola DPL di lokasi COREMAP

II, akan dikoordinasikan oleh Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu

Karang (LPS-TK) yang bersama pemerintah di desa, untuk mengusulkan

rencana kerja tahunan, melaksanakan kegiatan konservasi di lokasi DPL

dan di jaringan DPL (MMA Kabupaten/Kota). Secara garis tugas dan

tanggung jawab dari Pokmas Konservasi dalam pengelolaan DPL adalah :

Page 58: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

53COREMAP II ADB

• Membuat rencana operasional pengelolaan DPL berdasar pada

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) yang disiapkan oleh

LPS-TK

• Bertanggung jawab dalam pemantauan dan pengawasan DPL, dengan

panduan pelaksanaan MCS dari LPS-TK

• Melakukan pemantauan DPL secara berkala

• Bertanggung jawab dalam pemeliharaan peralatan DPL, seperti tanda

batas, pelampung, alat-alat selam/snorkle, papan informasi dan pusat

informasi

• Memberikan pendidikan lingkungan kepada masyarakat

Pembentukan Pokmas Konservasi pengelola DPL melalui proses

pemilihan dan musyawarah desa yang dikoordinasikan oleh LPS-TK, dengan

partisipasi aktif dari pemerintah desa, tokoh masyarakat, kepala

kampung/dusun dan nelayan. Disarankan bahwa pengurus Pokmas adalah

nelayan, karena nelayan adalah pengguna sumberdaya yang berkepentingan

dengan DPL. Kelompok Konservasi sebaiknya disyahkan dengan Surat

Keputusan Desa.

Bagaimana isi yang ideal dari suatu Rencana Pengelolaan Terumbu

Karang (RPTK)? Karena RPTK merupakan dokumen pengelolaan yang akan

digunakan untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengelolaan

terumbu karang.

4.5 Proses Peraturan Desa atau Surat Keputusan Desa

Aturan-aturan yang dibuat berdasar kesepakatan masyarakat sangat

menentukan keberhasilan pengelolaan suatu DPL. Pada era otonomi daerah,

aturan perlu diformalkan menjadi Peraturan Desa atau Keputusan Desa

yang khusus mengatur pengelolaan DPL. Peraturan Desa atau Keputusan

Desa tersebut akan mengikat masyarakat, baik di dalam desa yang

mengelola DPL, maupun juga masyarakat di luar desa, sehingga pemerintah

Page 59: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

54 Panduan Pengembangan Marine Management Area

desa dan Pokmas Konservasi mempunyai dasar hukum untuk melarang atau

menindak pelanggaran yang terjadi di lokasi DPL.

Yang perlu diperhatikan, selain aspek partisipasi masyarakat dalam

proses pembuatan Peraturan Desa, juga harus dipertimbangkan

kesepakatan adat setempat yang tidak tertulis, sehingga nantinya Perdes

tersebut tidak tumpang-tindih atau kontradiktif dengan aturan adat.

Berikut adalah proses dan tahapan pembuatan Peraturan Desa

Pengelolaan DPL :

• Identifikasi kelompok pengguna. Identifikasi kelompok pengguna

diperlukan supaya semua pengguna (pengumpul biota laut, nelayan

pancing, nelayan jaring, penangkar ikan hias, pengambil kayu bakau,

dsb.) dapat berperan serta mengambil keputusan terhadap aturan-

aturan yang akan diterapkan untuk pengelolaan DPL.

• Konsultasi Penyusunan Perdes. Tahap awal pertemuan masyarakat

adalah penentuan aturan-aturan tentang kebolehan dan larangan

dalam DPL. Konsultasi masyarakat dilakukan dengan berbagai cara,

mulai dari musyawarah nelayan, dusun sampai pada pertemuan

formal di tingkat desa.

• Formulasi aturan dalam Perdes. Tahap ini adalah untuk

memformulasikan ide masyarakat yang terkumpul kedalam bahasa

atau norma hukum, yaitu Peraturan Desa. Konsultan atau fasilitator

diperlukan pada tahap ini untuk menuangkan kedalam Rancangan

Perdes. Contoh Keputusan Desa Tentang Pengelolaan DPL tercantum

dalam Lampiran: Contoh Keputusan Kepala Desa tentang DPL.

• Sosialisasi dan Persetujuan Formal. Setelah Rancangan Perdes

terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah sosialisasi dengan

musyawarah dan konsultasi final kepada masyarakat, dan selanjutnya

disyahkan menjadi Perdes.

Page 60: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

55COREMAP II ADB

Berikut adalah tahapan proses pembuatan Peraturan Desa/Surat Keputusan

Desa tentang Daerah Perlindungan Laut, dari hasil pembelajaran CRMP

USAID dan disesuaikan dengan pengembangan DPL COREMAP II ADB.

Langkah Checklist Hasil

Gambar 7. Tahapan Proses Pembuatan Peraturan Desa/Surat

Keputusan Desa tentang Daerah Perlindungan Laut.

Langkah 1 Identifikasi

Permasalahan dan Pemangku

Kepentingan

Daftar masalah dan akar masalah, pemangku kepentingan, dampak potensial Perdes baru

Daftar aturan hukum terkait, analisis SDM,

analisis pelaksanan aturan terkait

Peraturan Desa yang sudah disahkan oleh

BPD dan Kepala Desa, disosialisasikan kepada

masyarakat

Ranperdes dalam bentuk final yang siap untuk

ditanda-tangani

Draft akhhir Ranperdes dalam

bentuk final

Draft Ranperdes dalam

bentuk awal

Langkah 2 Identifikasi Landasan

Hukum dan Perundang-Undangan

Langkah 5 Pembahasan di

BPD

Langkah 3 Penulisan Rancangan

Peraturan Desa

Langkah 4 Penyelenggaran

Konsultasi Publik

Langkah 6 Sosialisasi &

Pengesahan Perdes DPL

● Identifikasi masalah ● Identifikasi akar masalah ● Identifikasi stakeholders ● Identifikasi dampak potensial RanPerdes DPL

• Susun dari umum ke detil • Gunakan format baku • Ketentuan apa yang

boleh dan dilarang • Ketentuan sanksi

• Undang seluruh stakeholders

• Gunakan komunikasi dua arah

• Catat semua masukan

• Gunakan sebagai konsultasi public

• Undang semua stakeholders

• Lakukan sosialissi sebelum dan sesudah pengesahan

• Undang semua stakeholders

● Inventarisasi hukum ● analisis SDM ● Analisis Penegakan

Hukum

Page 61: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

56 Panduan Pengembangan Marine Management Area

4.6 Pengelolaan DPL

Pengelolaan DPL dilakukan melalui tahapan yang sesuai dengan

siklus kebijakan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Integrated Coastal

Management/ICM), baik di tingkat Kabupaten/Kota atau tingkat Desa.

Siklus kebijakan yang dimaksud adalah :

(1) Identifikasi dan pengkajian isu (2) Persiapan program (3) Adopsi program secara formal dan penyediaan dana (4) Pelaksanaan Program (5) Evaluasi

Gambar 8. Siklus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

(sumber CRMP/USAID, 2003)

Contoh dari Sulawesi Utara dan Lampung tentang Materi Muatan dalam Peraturan Desa/SK Desa Tentang Pengelolaan DPL :

• Dasar pertimbangan pembentukan DPL • Dasar hukum yang terkait dengan DPL • Ketentuan Umum, berisi definisi komponen DPL • Cakupan Wilayah DPL, meliputi batas dan zonasi • Tugas dan tanggung jawab PokMas Pengelola • Kewajiban dan kegiatan yang diperbolehkan di DPL • Kegiatan yang dilarang di DPL • Sanksi pelanggaran • Pengelolaan Dana • Pengawasan • Penutup • Lampiran Peta DPL, dilengkapi dengan koordinat.

Page 62: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

57COREMAP II ADB

Jadi, rencana pengelolaan DPL dapat dirancang sebagai satu bagian

dari Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) di lokasi COREMAP

atau Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (RPWPT) di tempat

lain.

Pada bagian ini, akan dijelaskan langkah-langkah yang dapat menjadi

panduan pengelolaan suatu DPL, yaitu :

(1) Pembuatan Rencana Pengelolaan DPL

(2) Pemasangan serta pemeliharaan tanda batas dan papan informasi

(3) Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup

(4) Pengawasan,Pemantauan, dan Penegakan Hukum

(5) Pemantauan dan Evaluasi DPL

4.7 Pembuatan Rencana Pengelolaan

Suatu DPL haruslah mempunyai Rencana Pengelolaan yang dibuat

bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat, agar pengelolaan DPL

berfungsi dengan baik. Rencana Pengelolaan ini merupakan panduan bagi

pemerintah desa dan masyarakat untuk pengelolaan DPL, sehingga

masyarakat dapat memetik manfaat untuk perikanan dan wisata

berkelanjutan.

Identifikasi Isu Pengelolaan, yang merupakan tahap awal dari siklus

pengelolaan sumberdaya pesisir, haruslah dapat mengidentifikasi isu yang

berhubungan dengan pengelolaan DPL. Hasil rangkuman isu-isu

pengelolaan suatu DPL dapat diterbitkan menjadi satu kesatuan dengan

Profil Desa, yang dapat dianggap menjadi data dasar. Selanjutnya data

dasar tersebut dapat dijadikan untuk menyusun visi, misi DPL, tujuan

Page 63: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

58 Panduan Pengembangan Marine Management Area

pengelolaan DPL, strategi, kegiatan serta sumber pendanaan. (Lihat

Lampiran1).

Rencana Pengelolaan suatu DPL dapat merupakan bagian dari

rencana umum pengelolaan sumberdaya pesisir atau pun dapat disusun

secara terpisah. Pada Lokasi COREMAP pemerintah desa menyusun

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK), maka Rencana Pengelolaan

sebaiknya menjadi bagian dari RPTK tersebut.

Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK)

Tahapan penyusunan kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang terpadu berbasis masyarakat yang disusun bersama-sama oleh LPSTK dan masyarakat dengan dipandu oleh Motivator Desa, Fasilitator Desa dan LSM Pendamping. Di tahap awal, berdasarkan visi dan sasaran, dilakukan perumusan program kerja pengelolaan terumbu karang terpadu yang terarah berdasarkan isu dan masalah yang ada. Program tersebut dihasilkan dari kesepakatan bersama antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program Pengelolaan Berbasis Masyarakat (Coremap II, 2005).

Adapun bahan dan alat yang diperlukan untuk pembuatan rencana pengelolaan terumbu karang dimaksud terdiri dari :

Hasil Pengkajian cepat (RRA) yang telah dilakukan

Hasil Pengkajian Partisifatif (PRA) yang telah dilakukan berupa profil desa/kampung/pulau

Hasil Studi baseline dan monitoring CRITC,

Referensi yang relevan untuk pembuatan rencana pengelolaan perikanan, baik dari aspek legal maupun teknis

Peta-peta tematik yang telah didigitasi seperti peta Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan,

Draft Perencanaan Strategis Pengelolaan Perikanan secara berkelanjutan

Brosur, buku-buku dan alat-alat tulis.

Page 64: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

59COREMAP II ADB

Pihak-pihak yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan rencana pengelolaan terumbu karang adalah :

Kepala Desa/Kampung

Badan Perwakilan Desa (BPD)

Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK)

Nelayan setempat

Pengumpul /penggarap hasil sda dari terumbu karang, bakau dan padan lamun

Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang telah terbentuk - Motivator Desa

Fasilitator Masyarakat dan LSM Pendamping

Anggota masyarakat desa secara umum (Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Organisasi Wanita, dsb).

Strategi Pelaksanaan Pembuatan RPTK :

1. LSM Pendamping atau Fasilitator memfasilitasi pembentukan tim inti penyusunan tingkat desa yang terdiri dari anggota LPSTK dan tim pendukung yang terdiri dari Kepala Desa dan BPD (Badan Perwakilan Desa)

2. Tim inti dan pendukung menyusun jadwal dan agenda pembuatan RPTK,

3. Tim inti melakukan penggalangan input dari berbagai pihak yang berada di desa/kampung/pulau, termasuk pendatang yang melakukan aktifitas penangkapan, perdagangan dan lain sebagainya. Kegiatan ini dapat berbentuk diskusi dusun (kampung),

Sistematika RPTK meliputi :

Gambaran Umum (Profil) Desa

Isu-isu pokok pengelolaan terumbu karang terpadu

Visi pengelolaan terumbu karang

Sasaran/target yang ingin dicapai

Strategi dan jenis jenis kegiatan yang akan dilakukan

Organisasi pelaksana

Waktu pelaksanaan dan biaya yang

Page 65: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

60 Panduan Pengembangan Marine Management Area

interview, observasi,

4. Tim pendukung melakukan konsultasi dengan berbagai pihak utamanya yang terkait dengan biota laut, pengelolaan sumberdaya berkelanjutan, aspek legal, teknis dan lain sebagainya pada tingkat Kecamatan dan Kabupaten,

5. Tim inti melakukan validasi data dan informasi terkait dengan aspirasi/kepentingan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya terhadap sumberdaya ekosistem terumbu karang, selanjutnya mengkonsultasikan dengan tim pendukung,

6. Tim inti dan pendukung melakukan verifikasi, kompilasi serta penyelarasan data dan informasi yang akan dimasukkan sebagai bahan-bahan dalam pembuatan draft RPTK,

7. Draft yang telah jadi, selanjutnya disosialisasi dan dikonsultasikan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendapatkan feedback, melalui workshop tingkat desa

8. Tim inti dan pendukung melakukan revisi secara akomodatif berdasarkan masukan (feedback) yang diperoleh,

9. Tim inti dan pendukung meminta bantuan kepada LSM Pendamping, Fasilitator dan PIU untuk penyesuaian redaksi, sistematika dan lain-lain yang diperlukan, dan

10. Kepala Desa akan menertibkan Surat Keputusan tentang Rencana Pengelolaan Terumbu Karang berbasis masyarakat.

Proses pembuatan RPTK membutuhkan waktu dan proses yang relatif panjang, kurang lebih 6 hingga 9 bulan, mengingat bervariasinya hal-hal yang perlu diatur dalam RPTK, beragamnya pemangku kepentingan yang memiliki aspirasi berbeda dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Dalam konteks demikian, RPTK merupakan produk dokumen yang sifatnya strategis dan vital dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya.

Isi dari materi-materi yang termuat dalam RPTK yang perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunan dokumen RPTK dan tahapan-tahapan teknis yang perlu dilakukan, antara lain :

(1) Penataan Wilayah atau Sistem Zonasi

Wilayah laut dan pantai dalam kawasan lokasi program COREMAP mengandung sumberdaya laut yang kaya. Potensi-potensi ini dapat digunakan dengan berbagai cara termasuk pengelolaan perikanan jangka panjang yang berkelanjutan dan pariwisata. Namun dengan tekanan pembangunan ekonomi dan bertambah harapan masyarakat maka terdapat tingkat resiko yang tinggi dimana tidak ada pengelolaan akan bertahan lama dalam waktu yang panjang tanpa perencanaan pengelolaan yang disetujui dan dipahami oleh

Page 66: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

61COREMAP II ADB

masyarakat lokal yang memfasilitasi antara pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam. Dengan berbagai bentuk kepentingan dan pemanfaatan sumberdaya umumnya membutuhkan perencanaan Zonasi dan Tata Ruang yang dapat mengalokasikan pemanfaatan dan tingkat dampaknya terhadap wilayah-wilayah spesifik.

Participatory Rural Appraisal (PRA) akan mengidentifikasi bahwa ternyata pada wilayah-wilayah tertentu memiliki kekhasan sendiri-sendiri, sebagai contoh terdapat wilayah yang menjadi pusat keanekaragaman karang dan ikan hias, ada wilayah yang menjadi pusat masyarakat menangkap ikan untuk umpan, ada wilayah yang menjadi pusat masyarakat memancing ikan kerapu dan lain sebagainya. Keadaan inilah yang harus dikelola agar keberadaan wilayah dan kekhasan tersebut dapat terpelihara. PRA telah dilakukan untuk Kabupaten Lingga, karena COREMAP Phase I telah melaksanakan pemilihan lokasi DPL-DPL.

Suatu penataan wilayah yang berbasis pada masukan dan diskusi masyarakat serta dianalisa oleh tim formulator akan menghasilkan dasar untuk kegiatan konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Beberapa kategori wilayah yang penting dibuat yaitu:

Wilayah pemanfaatan tradisional (wisata, lokasi pemacingan umpan dan lain-lain),

Wilayah pengembangan budidaya laut (rumput laut, kerang, pembesaran ikan dan lain-lain)

Wilayah perlindungan masyarakat atau konservasi sebagai Zona Inti dan

Wilayah yang menjadi alur transportasi perairan pedalaman Desa atau pulau.

Penataan wilayah atau sistem zonasi selain mengatur pola pemanfaatan sumber daya laut yang tersedia agar dapat berkelanjutan juga diharapkan dengan adanya penataan wilayah atau sistem zonasi ini dapat meredam kemungkinan-kemungkinan terjadinya konflik lokasi tangkapan antar pengguna dari dalam dan luar.

(2) Sistem dan Mekanisme Pengelolaan

Masyarakat diharapkan paham dan menerima kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan rencana yang dibuat dalam RPTK,bagaimana mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dan masih banyak lagi hal-hal yang harus diatur untuk mendukung pelaksanaan sistem zonasi yang telah dibuat.

Dalam sistem dan mekanisme pengelolaan secara rinci dibahas tentang :

Page 67: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

62 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Jenis kegiatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam zona yang telah ditetapkan,

Jenis alat tangkap yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam masing-masing zona,

Jenis biota laut yang boleh dan tidak boleh ditangkap atau dimanfaatkan (jenis biota laut yang dapat dimanfaatkan secara terbatas),

Definisi kawasan konservasi (minimum 10 % daerah terumbu karang yang ada di desa),

Alur transportasi tradisional yang boleh dilewati, dan

Tata cara pengelolaan dan menjalankan sistem zonasi.

Untuk mengefektifkan sistem dan mekanisme pengelolaan dibutuhkan seperangkat kelembagaan atau organisasi yang akan bertanggung jawab menjadi pelaksana RPTK dan sebuah kerangka tata hubungan kerja antar unsur di tingkat desa atau pulau yaitu Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK).

Masing-masing unsur yang terlibat dalam struktur pelaksana RPTK maupun dalam tata hubungan kerja memiliki gambaran tugas masing-masing (seperti yang tercantum dalam penjelasan kelembagaan RPTK), disana tertera dengan jelas siapa yang melakukan apa. Pembagian tugas seperti ini dimaksudkan agar tumbuh sikap dan rasa tanggung jawab terhadap tugas.

(3) Perencanaan Program

Keberadaan program-program sangat dibutuhkan untuk menjalankan RPTK. Dalam RPTK telah dirumuskan beberapa program yang dinggap dapat mendukung visi dan misi desa atau pulau antara lain :

a. Program konservasi dan penyadaran masyarakat,

b. Program peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat,

c. Program penentuan daerah perlindungan masyarakat (DPL)

d. Program pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA), yang direkomendasi oleh masyarakat,

e. Program peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dan kesetaraan jender,

f. Program Pembangunan Prasarana Pendukung RPTK.

Pelaksanaan dari setiap rencana program yang disusun dalam RPTK tidak hanya akan dilakukan oleh masyarakat, akan tetapi melibatkan pihak-pihak yang terkait berdasarkan kapasitas dan kompetensinya. Program-program yang bersifat pengawasan dan penegakan hukum

Page 68: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

63COREMAP II ADB

misalnya akan didukung oleh aparat penegak hukum formal (Polisi, Jagawana dan Tentara AD/AL). Program-program yang lain yang membutuhkan biaya yang relatif besar akan didukung oleh pihak-pihak ketiga atau Pemerintah Kabupaten melalui unit-unit kerjanya dan mungkin juga dari pihak ketiga seperti dari COREMAP melalui Dana Bantuan Desa (Village Grant).

(4) Sanksi-Sanksi

Hal yang paling mempengaruhi kesuksesan sebuah perencanaan utamanya yang dibangun di atas konsensus berbagai pihak (stakeholders) adalah konsekuensi dari konsensus tersebut yang biasanya dituangkan dalam bentuk sanksi-sanksi. Kepatuhan masyarakat atau pihak-pihak lain terhadap aturan bergantung bagaimana sanksi ditegakkan. Semakin longgar penegakan sanksi, maka akan semakin rapuh pula aturan yang telah dibuat, tetapi sebaliknya semakin konsisten untuk menegakkan sanksi akan semakin kuat aturan yang ada.

Untuk penerapan dan keberlanjutan materi-materi yang terkandung dalam sanksi-sanksi sebaiknya bersumber dari kearifan lokal yang sejak lama dianut oleh masyarakat. Sehingga aturan baru seyogyanya berbasis pengetahuan, pengalaman dan proses berfikir masyarakat.

Penerapan sanksi dilakukan dengan pola bertingkat yang juga bergantung seberapa besar bobot pelanggaran yang dilakukan. Dalam RPTK diatur jenis-jenis pelanggaran yang dapat diselesaikan ditingkat desa atau pulau oleh penanggung jawab pelaksana RPTK lokal, seperti pelanggaran terhadap areal perlindungan atau kawasan konservasi masyarakat (community sanctuary), masuk pada wilayah-wilayah yang tidak dibolehkan dan lain-lain. Sementara pelanggaran yang bersifat kriminal lingkungan dan bobotnya besar seperti membom, membius dan lain-lain, maka penanggung jawab pelaksana RPTK akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum formal.

Page 69: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

64 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Gambar 9. Pentahapan Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) (Sumber COREMAP II, 2005)

Adapun tahapan-tahapan, maksud pada tiap langkah tersebut serta

jenis detail kegiatan penyusunan sebuah RPTK seperti terlihat pada

Gambar 9 diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tahapan Pembuatan RPTK

(1) Sosialisasi dan Diseminasi

Masyarakat harus mengetahui dan memahami pentingnya

sumberdaya ekosistem terumbu karang dikelola secara baik, untuk

dimanfaatkan saat ini dan demi kepentingan generasi yang akan

datang. COREMAP hadir untuk mendukung dan memfasilitasi

masyarakat agar pemahamannya semakin meningkat, kapasitasnya

semakin baik, jaringan kemitraannya semakin luas, dengan demikian

masyarakat akan lebih mudah untuk mencapai tujuannya untuk

mengelola sumberdaya secara efektif, dan dapat menjamin

keberlanjutannya. Dengan membuat perencanaan strategis

sumberdaya dalam bentuk Rencana Pengelolaan Terumbu Karang

(RPTK), masyarakat dapat mengelola sumberdaya secara sistematis,

fokus dan berdaya guna.

Page 70: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

65COREMAP II ADB

(2) Pembuatan Profil Desa/Kampung

Data dan informasi (DAIS) tentang kondisi sosial dan sumberdaya

merupakan bahan-bahan dalam membuat RPTK pada lingkup

desa/kampung. Membuat profil desa/kampung salah satu cara untuk

mengumpulkan dais tentang kondisi obyektif di desa. Pembuatan profil

desa/kampung dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan

masyarakat, dengan pertimbangan merekalah yang memiliki banyak

informasi dan paling mengenali desa/kampungnya. Pembuatan profil

desa/kampung dilakukan dalam bentuk PRA

(3) Pembentukan Tim Penyusun

Dais dan berbagai kepentingan harus diorganisir serta dikelola secara

baik, sehingga hal-hal yang penting untuk dimasukkan dalam RPTK

akan termuat. Untuk itu, akan dibentuk tim penyusun oleh LPSTK

yang terdiri sekitar 7 – 10 orang. Tim ini akan bertanggung jawab

untuk mengumpulkan aspirasi, mengkompilasi, merekap, dan

mengolah bahan-bahan yang akan dijadikan materi-materi dalam

RPTK. Tim ini akan melakukan diskusi tingkat dusun, diskusi tingkat

lingkungan dan diskusi tingkat desa/kampung untuk mengumpulkan

sebanyak-banyaknya Dais.

(3) Membuat Draft RPTK

Hasil Dais dan aspirasi dari masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang

telah dikumpulkan akan diolah dan selanjutnya dikonstruksi menjadi

dokumen RPTK sesuai dengan sistematika yang ada. Penyusunan draf

RPTK dilakukan melalui pemahasan pleno oleh tim yang dibantu dan

difasilitasi oleh SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa.

Selanjutnya SETO dan Fasilitator Masyarakat akan memfasilitasi

pembuatan dokumen RPTK, dengan berkonsultasi dengan konsultan-

konsultan COREMAP utamanya konsultan manajemen perikanan dan

Page 71: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

66 Panduan Pengembangan Marine Management Area

konsultan legal terkait dengan substansi dan teknik penulisan

dokumen.

(4) Konsultasi Publik dan Revisi Akomodatif

Dokumen RPTK yang telah dibuat dalam bentuk draf akan

disosialisasikan kepada khalayak umum melalui musyawarah desa

yang dihadiri oleh unsur pemerintah desa, BPD, kelompok

masyarakat, aparat hukum lokal, petugas teknis instansi, dan lain-

lain. Agenda utamanya adalah penyampaian/presentasi RPTK oleh tim

penyusun. Acara akan fifasilitasi oleh SETO/Fasilitator

Masyarakat/Motivator Desa. Semua tanggapan, masukan dan kritikan

akan dicatat oleh tim penyusun, yang kemudian dilakukan analisis

untuk menentukan hal-hal apa saja yang perlu dimasukkan sebagai

revisi dokumen.

(5) Persetujuan dan Pengesahan

Hasil revisi dokumen akan dibahas kembali secara mendalam oleh tim

penyusun, Kepala Desa dan BPD melalui rapat konsultasi. Kepala

Desa dan BPD akan membahas substansi RPTK dan hal-hal yang lain

yang terkait dengan proses pengesahaannya. Apabila telah disepakati

materi-materi RPTK, maka Kepala Desa akan mengesahkan RPTK

atas persetujuan BPD menjadi lembar desa sebagai salah satu

pedoman pembangunan tingkat desa.

(6) Monitoring dan Evaluasi (Monev)

Rencana pengelolaan merupakan dokumen yang memiliki tata aturan

yang sistematis dan jelas, dengan demikian akan memudahkan bagi

masyarakat dan pihak-pihak lain untuk memahami dan

melaksanakannya. Sebelum menyusun/membuat RPTK, masyarakat

dan pihak-pihak terkait dalam penyusunan RPTK perlu memahami

kerangka fikir, struktrur dan alur penyusunannya.

Page 72: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

67COREMAP II ADB

Contoh VISI dalam RPTK: Terjaminnya kelestarian sumberdaya terumbu karang dan kesejahteraan masyarakat setempat melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan ramah Iingkungan dan pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat setempat.

Sebagai gambaran, berikut disajikan sebuah struktur dan alur

penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang, mulai dari

mengidentifikasi isu hingga penyusunan kegiatan pengelolaan

ekosistem terumbu karang.

Tabel 2. Matriks Rencana Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang.

Strategi Visi

Sasaran Program Kegiatan

Terjaminnya kelestarian sumberdaya terumbu karang dan kesejahteraan masyarakat setempat melalui penerapan prinsip-prinsip

1. Sasaran Jangka Panjang

2. Sasaran Jangka Pendek

Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan

1. Pembagian areal terumbu karang (zonasi) ke dalam zona lindung dan zona pemanfaatan

2. Pengintegrasian hak-hak pengelolaan tradisional ke

Sasaran Jangka Panjang :

1. Seluruh areal terumbu karang yang ada telah ditata sesuai dengan

fungsinya ke dalam zona inti (10 % daerah terumbu karang),

2. Tidak terjadi perusakan terhadap ekosistem terumbu karang,

3. Tersedianya lembaga keuangan mikro di desa/kampung sebagai

penunjang pelaksanaan usaha produktif masyarakat.

4. Penghasilan masyarakat meningkat.

Sasaran Jangka Pendek :

1. Masyarakat dapat mengerti program pengelolaan terumbu karang,

2. Masyarakat dapat memahami arti penting ekosistem terumbu

karang bagi lingkungan dan kehidupan manusia, dan

3. Masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan terumbu karang.

Page 73: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

68 Panduan Pengembangan Marine Management Area

dalam rencana pengelolaan

3. Konservasi dan rehabilitasi

4. Penyusunan dan penetapan aturan pemanfaatan sumberdaya alam laut

5. Penyusunan mekanisme pemecahan konflik

Pengembangan Mata Pencaharian Altematif

1. Identifikasi jenis-jenis usaha

2. Pemilihan jenis-jenis usaha yang akan dikembangkan

3. Penyusunan studi kelayakan

4. Pelatihan teknis dan manajemen usaha

5. Pembentukan Lembaga Keuangan mikro dan Manajemen

Pengembangan Kapasitas pengelolaan uang desa dan Prasarana Dasar pengelolaan.

1. Idenffikasi kebutuhan prasarana

2. Penetapan jenis jenis prasarana dasar yang akan dibangun

3. Penyusunan Rancangan Teknis dan Usulan Kegiatan.

pengelolaan berkelanjutan ramah Iingkungan dan pengembangan usaha ekonomi bagi masyarakat setempat.

Peningkatan Kapasitas Masyarakat

1. Identifikasi jenis-jenis pelatihan yang diperlukan

2. Pemilihan jenis-

Page 74: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

69COREMAP II ADB

jenis kegiatan pelatihan Penyusunan

rencana kegiatan pelatihan.

4.8 Pemasangan tanda batas dan pemeliharaan

Lokasi DPL perlu dibuatkan tanda batas, setelah Peraturan Desa

ditetapkan. Batas-batas kawasan diupayakan di pasang baik di pantai

maupun di laut, yang memungkinkan untuk kemudahan upaya pengelolaan

dan khususnya pemantauan. Jika tanda batas tidak ada atau kurang jelas

terlihat, maka peneglolaan dan pemantauan sulit untuk dilakukan. Tanda

batas diusahakan dibuat dengan material sederhana namun kuat dan tahan

terhadap kondisi laut, seperti tahan terhadap gelombang, arus dan tidak

korosif.

Pemasangan tanda batas dilakukan setelah survei kedalaman

perairan melalui penyelaman yang dilakukan oleh anggota masyarakat dan

ahli. Dengan survei tersebut diharapkan panjang tali pelampung serta

pemberat/jangkar dapat dipasang sesuai dengan kedalaman perairan.

Pertimbangan dalam pemasangan adalah pasang-surut perairan laut,

sehingga diusahakan pemasangan tanda batas dilakukan pada saat pasang

tertinggi, supaya tanda pelampung tetap muncul di permukaan air.

Jika batas DPL mencakup daratan pantai, maka diperlukan

pemasangan patok batas dengan ditancapkan pada tanah. Material patok

dari beton atau baja anti karat biasanya merupakan bahan patok batas yang

ideal. Warna patok batas di laut atau di darat diupayakan yang mencolok,

seperti kuning dan merah.

Page 75: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

70 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Pemeliharaan Tanda Batas diperlukan secara rutin, misalnya dengan

mengganti bagian yang rusak atau hilang. Kelompok Pengelola akan

bertanggung jawab untuk pemeliharaan tanda-tanda batas DPL.

Papan Informasi sangat penting sebagai upaya sosialisasi kepada

masyarakat dan pengunjung/wisatawan atau juga kepada masyarakat di

luar desa. Papan Informasi biasanya berisi tentang pesan-pesan penting,

seperti larangan, yang terdapat dalam Peraturan Desa Tentang Pengelolaan

DPL. Selain perlu mempertimbangkan bahan Papan Informasi yang awet

atau tahan lama, biasanya Papan Informasi tersebut juga dapat dihiasi

dengan gambar/poster tentang Konservasi Terumbu Karang dan Perikanan,

misalnya : ‘Terumbu Karang Sehat Ikan Berlimpah’ atau ‘ Kekayaan Alam

Laut adalah bukan warisan nenek moyang, tetapi pinjaman dari anak cucu

kita’ , dsb.

4.9 Pendidikan Lingkungan Hidup

Pendidikan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam

pengelolaan DPL. Pendidikan tentang lingkungan hidup dan pengelolaan

terumbu karang dan operasional DPL bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan mengenai lingkungan pesisir, ekosistem terumbu karang dan

pengelolaan DPL, sehingga mereka dapat mengelola dan memanfaatkan

sumberdaya pesisir di desa mereka secara berkelanjutan.

Pendidikan lingkumgan hidup adalah upaya penyadaran dan

peningkatan pengetahuan masyarakat, peningkatan keterampilan, melalui

kegiatan pendidikan, pengajaran, pelatihan, penyuluhan, diskusi-diskusi

formal dan informal (focus group discussion) tentang lingkungan hidup yang

ada di sekitar mereka termasuk pengelolaan sumberdaya alam. Pelatihan

dan penyuluhan semasa proyek masih berjalan dilaksanakan oleh

COREMAP, sedang nantinya peran para Kader Desa dan Pengelola DPL

Page 76: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

71COREMAP II ADB

ataupun Penyuluh Perikanan dapat menggantikan peran sebagai penyuluh

tentang pengelolaan lingkungan hidup di desa.

Ada tiga hal yang dapat dipakai menjadi prinsip dasar pemahaman

masyarakat terhadap sumberdaya terumbu karang, yaitu :

• Rasa memiliki masyarakat terhadap sumberdaya terumbu karang dan

lokasinya

• Manfaat ekologis dan ekonomis sumberdaya alam, termasuk terumbu

karang

• Kemungkinan ancaman dan degradasi sumberdaya alam di sekitar

mereka

4.10 MCS dan Penegakan Hukum

DPL yang telah ditetapkan melalaui Peraturan Desa perlu diawasi

dari kegitan-kegiatan masyarakat yang mungkin belum memahami

manfaatnya. Untuk menjamin adanya pengawasan dan penegakan aturan,

maka disarankan untuk membuat Kelompok Pengawasan Masyarakat

(Pokmaswas).

Apabila terjadi pelanggaran aturan DPL, maka aturan yang telah

disepakati bersama perlu ditegakkan dan sanksi diberikan kepada

pelanggar. Sanksi yang dikenakan haruslah sesuai dengan ketentuan dalam

Perdes, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi. Jika seseorang melanggar

aturan beberapa kali, dapat dikatakan pelanggaran tersebut sudah layak

untuk diserahkan kepada aparat penegak hukum, beserta barang bukti.

Oleh karena itu, Pokmaswas perlu dilatih tentang penyidikan dan prosedur

penangkapan, serta Standar Operation Procedures (SOP) tentang

mekanisme pelaporan.

4.11 Pemantauan dan Evaluasi

Page 77: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

72 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi merupakan hal yang penting

dalam siklus kebijakan pengelolaan DPL. Dengan adanya pemantauan dan

evaluasi, maka kita dapat mengamati kemajuan setelah penetapan DPL dan

pengelolaan DPL diberlakukan. Dari hasil pemantauan dan evaluasi, kita

dapat mengetahui efektifitas dari DPL yang telah kita kembangkan, baik

dampak terhadap perbaikan lingkungan maupun dampak sosial-ekonomi

masyarakat.

Kegiatan pemantauan dan evaluasi memerlukan informasi yang

dikumpulkan secara periodik, seperti informasi jumlah pertemuan, jumlah

partisipasi masyarakat, perubahan pola pemanfaatan sumberdaya terumbu

karang, jumlah penurunan kegiatan penangkapan ikan yang merusak, dsb.

Informasi tentang dampak ekologis, seperti perubahan tutupan

karang dan jumlah kepadatan biota dalam DPL, merupakan hasil dari

kegiatan pemantauan dan evaluasi. Melalui pemantauan dan evaluasi,

maka program yang telah dibuat dapat terus disesuaikan dengan perubahan

permasalahan. Melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi, maka proses

belajar secara mandiri dalam pengelolaan DPL (pengelolaan adaptif) dapat

berjalan sesuai dengan perubahan situasi yang berkembang di lokasi.

Agar supaya kegiatan pemantauan dan evaluasi dapat dilaksanakan

oleh masyarakat, maka diperlukan suatu pola pemantauan dan evaluasi

yang sederhana tetapi dapat dipertanggung jawabkan. Mengingat untuk

mendapatkan informasi dari kegiatan pemantauan dan evaluasi

memerlukan biaya yang cukup mahal, maka perlu diupayakan metode

pemantauan dan evaluasi yang mudah dan tidak memberatkan masyarakat.

Misalnya, metode pemantauan kondisi terumbu karang dapat menggunakan

metode Manta Tow dengan snorkle. Sedang pemantauan dan evaluasi

tentang pola pemanfaatan sumberdaya, misalnya tentang frekwensi

penggunaan alat-alat yang merusak, dsb.

Page 78: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

73COREMAP II ADB

Kelompok Pengelola dan LPS-TK diharapkan menjadi motor untuk

kegiatan monitoring dan evaluasi, setelah mendapat pelatihan dari para

Fasilitator Lapangan dari COREMAP. Untuk pemantauan kondisi terumbu

karang, maka peran dari universitas diperlukan dalam penyiapan para

kader untuk pemantauan kondisi tutupan terumbu karang.

4.12 Penyebarluasan konsep DPL ke lokasi lain (scaling-up)

Masyarakat desa diharapkan semakin termotivasi setelah mengikuti

penyuluhan, mengingat sejarah yang mereka alami dan mendengar atau

menyaksikan keberhasilan upaya konservasi melalui pendirian daerah

perlindungan laut. Selain itu, kebanggaan masyarakat desa sebagai desa

yang berhasil mewujudkan keinginannya, sesuai dengan pesan yang

terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, turut

meningkatkan motivasi tersebut.

Untuk lebih menjamin kesinambungan tanggungjawab masyarakat

dalam mengelola daerah perlindungan laut, maka prinsip nomor satu yang

menekankan pada perlunya masyarakat diberi kesempatan (waktu). Oleh

karena itu implementasi adopsi daerah perlindungan laut di tempat lain

harus melihat perkembangan kesiapan masyarakat. Implementasi dalam

bentuk penetapan daerah perlindungan laut tanpa proses yang

mengakomodasi aspirasi masyarakat harus dihindarkan. Jika hal ini terjadi,

maka yang akan ada hanyalah papan-papan tanda adanya daerah

perlindungan laut tanpa tindakan pengelolaan sebagaimana mestinya. Dari

sudut pelaksanaan proyek, ciri community-based memberikan implikasi

bahwa waktu penyelesaian tahapan proyek ataupun pencapaian milestone

perkembangan proyek kemungkinan mengalami keterlambatan (delayed).

Hal ini disebabkan karena kemajuan proyek harus didasarkan pada

kesiapan masyarakat untuk maju ke tahap proyek selanjutnya. Oleh karena

itu, sebuah proyek yang berciri community-based sebaiknya melakukan

pemantauan terhadap kesiapan masyarakat tersebut.

Page 79: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

74 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Beberapa prinsip yang diterapkan proyek untuk memfasilitasi

pendirian DPL:

• Perlu ada waktu yang cukup bagi masyarakat untuk memahami

persoalan dan isu;

• Penyuluhan tentang DPL dan masyarakat mengkonsultasikan

idenya ke berbagai pihak;

• Menempatkan penyuluh lapang secara tetap di tengah

masyarakat;

• Mengadakan asisten penyuluh lapang dari lingkungan desa

setempat;

• Memfasilitasi pembentukan dan pembinaan kelompok pengelola;

• Menyediakan informasi/data sekunder hasil survei-survei;

• Mengakomodasi peran penting pemerintahan desa dan instansi

lainnya

Page 80: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

75COREMAP II ADB

PUSTAKA

COREMAP II ADB. 2006. Manual Tata Kelembagaan COREMAP II ADB (Governance Manual). Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan.

COREMAP II WB. 2005. Panduan Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis

Masyarakat. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan.

H.A.Susanto, Wiryawan, B., Pedersen,O. 2004. Sustainability of an

Integrated Coastal Management Model:Case Study in South Lampung, Indonesia. Proceeding of Coastal Zone Asia Pacific Conference. Brisbane, Australia.

Locally-Managed Marine Management Area. 2004. www.Lmmanetwork.org M. V Erdmann, Merrill P.R, Mongdong, M, Wowiling,M, Pangalil,R. and

Arsyad,I.2003. The Bunaken National Marine Park Co-Management Initiative. www.bunaken.info

Wiryawan, B., I.Yulianto, B.Haryanto. 2002. Rencana Pembangunan dan

Pengelolaan Pulau Sebesi, Lampung Selatan. CRMP/USAID. 49pp

PISCO. 2002. Science of Marine Protected Area. www.pisco.org Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen

Kelautan dan Perikanan. Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (draft Agustus 2006).

Salm, R., J.R.Clark, E.Siirila. 2000. Marine Protected and Coastal

Protected Areas. Aguide for Planners and Managers. IUCN. 370 pp.

Tulungen, JJ. T.Bayer, B.C.Crawford, M.Dimpudus, M.Kasmidi,

C.Rotinsulu, A.Sukmara, N.Tangkilisan. 2003. Panduan Pembentukan&Pengelolaan Daerah Pelindungan Laut Berbasis Masyarakat. CRMP/USAID. Jakarta. 77pp.

UNDANG-UNDANG No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah UNDANG-UNDANG 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Page 81: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

76 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Page 82: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

77COREMAP II ADB

LAMPIRAN 1. Contoh Surat Keputusan Kepala Desa Tentang Aturan Pengelolaan DPL. SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA TEJANG PULAU SEBESI NOMOR : 140/02/KD-TPS/16.01/I/2002 TENTANG ATURAN DAERAH PERLINDUNGAN LAUT Menimbang: a. Adanya Daerah Perlindungan Laut di Desa Tejang yang bertujuan

untuk melindungi kawasan terumbu karang. b. Hasil musyawarah pada hari Jumat, 25 Januari 2002 di Balai Desa

Tejang yang dihadiri oleh aparat Desa Tejang, Badan Perwakilan Desa, dan beberapa tokoh masyarakat untuk menentukan aturan Daerah Perlindungan Laut

Mengingat: 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Hayati dan Ekosistemnya 2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 5) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 6) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan

Hutan. 7) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian

dan/atau Perusakan Laut. 8) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom 9) Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 32 tahun 2000

Tentang Peraturan Desa

Dengan Persetujuan Badan Perwakilan Desa Memutuskan

Menetapkan: Aturan Daerah Perlindungan Laut

BAB I

Page 83: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

78 Panduan Pengembangan Marine Management Area

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Masyarakat Desa adalah seluruh penduduk Desa Tejang Pulau Sebesi

dan Pulau Sebuku. 2. Nelayan adalah penduduk yang pekerjannya sebagai pencari ikan di laut

yang berasal dari desa dan atau luar Desa Tejang. 3. Badan Pengelola Daerah Perlindungan Laut adalah organisasi

masyarakat yang dibentuk melalui keputusan bersama masyarakat, dengan surat keputusan Kepala Desa

4. Daerah Perlindungan Laut adalah bagian pesisir dan laut tertentu yang ternasuk dalam daerah administratif Pemerintahan Desa Tejang.

BAB II

CAKUPAN DAERAH PERLINDUNGAN LAUT Pasal 2 1. Daerah Perlindungan Laut terdiri dari 4 lokasi yang ada di pesisir Pulau

Sebesi yang bernama Kebon Lebar dan Sianas, Pulau Sawo, Pulau Umang dan Kayu Duri.

2. Batas lokasi Daerah Perlindungan Laut Kebon Lebar dan Sianas adalah: a. Titik batas I merupakan titik batas antara Regahan Lada dan

Kebon Lebar. b. Titik batas II merupakan titik yang berjarak 200 meter kearah

laut dari titik batas I c. Titik batas III merupakan daerah Sianas yang bernama Sianas. d. Titik batas IV merupakan titik yang berjarak 200 meter kearah

laut dari titik batas III e. Garis yang menghubungkan titik batas II dan IV merupakan garis

lengkung yang mengikuti garis pantai. 1. Batas lokasi Daerah Perlindungan Laut Pulau Sawo adalah seluruh

kawasan terumbu karang yang ada di Pulau Sawo 2. Batas lokasi Daerah Perlindungan Laut Pulau Umang adalah seluruh

kawasan terumbu karang di sekitar Pulau Umang. 3. Batas lokasi Daerah Perlindungan Laut Kayu Duri adalah:

a. Titik batas I merupakan titik yang bernama Pekonnampai b. Titik batas II merupakan titik yang berjarak 100 meter kearah

laut dari titik batas I c. Titik batas III merupakan daerah yang bernama Kayu Duri. d. Titik batas IV merupakan titik yang berjarak 100 meter kearah

laut dari titik batas III e. Garis yang menghubungkan titik batas II dan IV merupakan garis

lengkung yang mengikuti garis pantai. Pasal 3

Zona penyangga merupakan daerah disekitar Daerah Perlindungan Laut dengan radius sejauh 50 meter.

BAB III

Page 84: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

79COREMAP II ADB

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB BADAN PENGELOLA Pasal 4 1. Badan Pengelola yang dibentuk bertugas membuat perencanaan

pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang disetujui oleh masyarakat. 2. Badan Pengelola bertanggung jawab dalam perencanaan lingkungan

hidup untuk pengelolaan Daerah Perlindungan Laut yang berkelanjutan.

3. Badan Pengelola yang dibentuk bertugas untuk mengatur, menjaga pelestarian dan pemanfaatan Daerah yang dilindungi untuk kepentingan masyarakat.

4. Badan Pengelola berhak melakukan penangkapan terhadap pelaku yang terbukti melanggar ketentuan dalam keputusan ini.

5. Badan Pengelola berhak melaksanakan pengamanan atas barang dan atau alat-alat yang dipergunakan sesuai ketentuam yang berlaku dalam keputusan ini.

BAB IV

KEWAJIBAN DAN HAL-HAL YANG DIPERBOLEHKAN

Pasal 5 1. Setiap penduduk desa wajib menjaga, mengawasi dan memelihara

kelestarian daerah pesisir dan laut yang dilindungi. 2. Setiap penduduk desa dan atau kelompok mempunyai hak dan

bertanggung jawab untuk berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah yang dilindungi.

3. Setiap orang atau kelompok yang akan melakukan kegiatan dan atau aktivitas dalam Daerah Perlindungan (Zona Inti), harus terlebih dahulu melapor dan memperoleh ijin dari Badan pengelola.

4. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam Daerah yang dilindungi (Zona Inti), adalah kegiatan orang-perorang dan atau kelompok, yaitu penelitian, dan wisata, terlebih dahulu melapor dan memperoleh ijin dari Badan pengelola, dengan membayar biaya pengawasan dan perawatan, yang akan ditentukan kemudian oleh Badan pengelola.

5. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Penyanggah, adalah pemanfaatan terbatas oleh nelayan.

BAB V

TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENERIMAAN DANA Pasal 6 1. Dana yang diperoleh dari kegiatan dalam daerah perlindungan,

diperuntukkan sebagai dana pendapatan untuk pembiayaan petugas atau kelompok pengawasan/patroli laut, pemeliharaan rumah/menara pengawas, pembelian peralatan penunjang seperti pelampung, bendera laut dan biaya lain-lain yang diperlukan dalam upaya perlindungan daerah pesisir dan laut, dan tata cara pemungutannya oleh petugas yang ditunjuk melalui keputusan bersama Badan pengelola Daerah

Page 85: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

80 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Perlindungan Laut. 2. Dana-dana lain yang diperoleh melalui bantuan dan partisipasi

pemerintah dan atau organisasi lain yang tidak mengikat yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pengelolaan Daerah Perlindungan Pesisir dan Laut.

BAB VI

HAL-HAL YANG TIDAK DAPAT DILAKUKAN ATAU DILARANG Pasal 7

Semua bentuk kegiatan yang dapat mengakibatkan perusakan lingkungan dilarang dilakukan di daerah pesisir dan laut yang sudah disepakati dan ditetapkan bersama untuk dilindungi (Zona Inti dan Zona Penyanggah). Pasal 8 Hal-hal yang tidak dapat dilakukan/dilarang dalam zona inti sebagai berikut : 1. Melintasi/melewati/menyebrangi Daerah Perlindungan Laut kecuali

darurat 2. Memancing/menangkap ikan dengan segala jenis alat tangkap 3. Mengambil biota hewan dan tumbuhan yang hidup ataupun mati 4. Menarik ikan dengan sengaja menggunakan lampu di sekitar Daerah

Perlindungan Laut pada malam hari 5. Membuang jangkar di sekitar Daerah Perlindungan Laut 6. Memelihara rumput laut dan ikan karang disekitar Daerah Perlindungan

Laut 7. Menempatkan bagan di sekitar Daerah Perlindungan Laut 8. Membuang sampah disekitar Daerah Perlindungan Laut 9. Melakukan penambangan di Daerah Perlindungan Laut Pasal 9 Hal-hal yang tidak dapat dilakukan/dilarang dalam zona penyangga sebagai berikut : 1. Menangkap ikan dengan segala jenis alat tangkap kecuali pancing dan

panah 2. Mengambil biota hewan dan tumbuhan yang hidup ataupun mati kecuali

ikan 3. Menarik ikan dengan sengaja menggunakan lampu pada malam hari 4. Memelihara rumput laut dan ikan karang 5. Membuang sampah 6. Melakukan penambangan

BAB VII SANKSI

Pasal 10 1. Barang siapa melakukan perbuatan melanggar ketentuan pasal 7, 8 dan

9 dikenakan sanksi tingkat pertama berupa permintaan maaf oleh pelanggar, mengembalikan semua hasil yang diperoleh dari Daerah Perlindungan Laut dan atau diamankan, dan menandatangani surat

Page 86: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

81COREMAP II ADB

pernyataan tidak akan mengulangi lagi pelanggaran yang dilakukan di hadapan aparat desa, badan pengelola dan masyarakat.

2. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan kedua kalinya seperti yang ditentukan dalam pasal 7, 8 dan 9 dikenakan sanksi tingkat kedua yaitu sanksi berupa denda berupa sejumlah uang yang akan ditentukan kemudian dalam aturan badan pengelola dan mengamankan semua peralatan yang dipakai dalam pelanggaran aturan Daerah Perlindungan Laut

3. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan ketiga kalinya seperti yang ditentukan dalam pasal 7, 8 dan 9 dikenakan sanksi tingkat ketiga yaitu sanksi berupa denda berupa sejumlah uang yang akan ditentukan kemudian dalam aturan badan pengelola, mengamankan semua peralatan yang dipakai dalam pelanggaran aturan Daerah Perlindungan Laut dan diwajibkan melakukan pekerjaan sosial untuk kepentingan masyarakat (kerja bakti, membetulkan mck dll) atau sanksi lain yang ditentukan kemudian oleh aparat dan masyarakat desa

4. Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan seperti yang ditentukan dalam pasal 7, 8 dan 9 lebih dari tiga kali dikenakan sanksi sanksi berupa sanksi seperti pasal 10 ayat (3) diatas, dan kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian sebagai penyidik, untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan dan perUndang-Undang an yang berlaku.

BAB VIII

PENGAWASAN Pasal 11 1. Daerah yang dilindungi adalah merupakan daerah pesisir dan laut yang

telah dipilih dan disetujui bersama oleh seluruh masyarakat Desa Tejang.

2. Daerah yang dilindungi dijaga kelestariannya untuk kepentingan masyarakat Desa Tejang.

3. Setiap anggota masyarakat berkewajiban melaporkan kepada Badan pengelola atau Pemerintah Desa, apabila mengetahui tindakan-tindakan perusakan lingkungan dan lain-lain yang dilakukan oleh orang-perorang dan atau kelompok, sehubungan dengan pelestarian Daerah Perlindungan.

BAB IX PENUTUP

Pasal 12 1. Hal hal yang perlu diatur dalam keputusan Desa ini sepanjang mengenai

pelaksanaan Perlindungan Daerah Pesisir dan Laut, akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Musyawarah Desa.

2. Keputusan Masyarakat Desa ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Demikian keputusan Masyarakat Desa Tejang, tentang Perlindungan Daerah Pesisir dan Laut sudah dibuat dengan benar dan apabila dipandang

Page 87: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

82 Panduan Pengembangan Marine Management Area

perlu dapat disempurnakan kembali sesuai musyawarah dengan suatu keputusan bersama masyarakat dan Pemerintah Desa Tejang, dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan segala sesuatunya akan di perbaiki sebagai mana mestinya

Menyetujui, Ketua BPD Tejang Pulau Sebesi (Syaifullah HFF.) Ditetapkan di : Pulau Sebesi Pada Tanggal : 28 Januari 2002 Kepala Desa Tejang Pulau Sebesi

Page 88: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

83COREMAP II ADB

Lampiran 2. Contoh Peraturan Bupati Berau Tentang Kawasan Konservasi Laut

PERATURAN BUPATI BERAU

NOMOR: 31 TAHUN 2005

TENTANG

KAWASAN KONSERVASI LAUT KABUPATEN BERAU

BUPATI BERAU

Menimbang: a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan mengelola sumberdaya pesisir dan laut dengan tetap memperhatikan kewenangan propinsi sebagai bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa wilayah pesisir dan laut Kabupaten Berau memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga perlu dilindungi dan dikelola, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau.

Mengingat:

1.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 (Lembaran Negara tahun 1959 Nomor 72) tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam tambahan Lembaran Negara Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 1; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2994) jo. Pengumuman

Page 89: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

84 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Pemerintah Republik Indonesia tentang Landas Kontinen Indonesia tanggal 17 Pebruari 1969;

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3260);

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Conventions on the Law of the Sea (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3319);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115; Tambahan Lembaran Negara 3501);

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

9. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan;

10.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;

11.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

12.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (mulai berlaku 19 Agustus 1998);

13.

Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1978 Nomor 51);

Page 90: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

85COREMAP II ADB

14.

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1989 tentang Pengesahan Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 73);

15.

Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1991 tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterflow Habitat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 73);

16.

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 604/Kpts/Um/8/1982 tentang Penunjukan Areal Hutan Pulau Semama Beserta Perairannya Seluas 220 Ha Yang Terletak di Daerah Tingkat II Berau, Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Sebagai Suaka Marga Satwa dan Penunjukan Areal Hutan Pulau Sangalaki Beserta Perairannya Seluas 280 Ha yang Terletak di Daerah Tingkat II Berau, Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Sebagai Taman Laut (mulai berlaku tanggal 19 Agustus 1982);

17.

Peraturan Daerah Kabupaten Berau No. 24 Tahun 2002 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Berau;

18.

Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Program Pembangunan Daerah Kabupaten Berau Tahun 2001-2005;

19.

Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 3 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Tahun 2001-2011.

Memperhatikan:

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Berau tanggal 14 Desember 2005 Nomor:170/358/DPRD.II/XII/2005

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KAWASAN

KONSERVASI LAUT KABUPATEN BERAU

BAB I

Page 91: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

86 Panduan Pengembangan Marine Management Area

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Bupati adalah Bupati Pemerintah Kabupaten Berau (definisi menurut

UNDANG-UNDANG 32/04) b. Kawasan Konservasi Laut (disingkat KKL) adalah kawasan pesisir,

termasuk pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya, yang memiliki sumberdaya hayati dan karakteristik sosial budaya spesifik yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif.

c. Wilayah Pesisir adalah kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan laut yang sangat rentan terhadap perubahan aktivitas manusia di darat dan laut.

d. Kawasan Pesisir adalah bagian dari wilayah pesisir yang memiliki fungsi tertentu berdasarkan karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.

e. Perikanan Berkelanjutan adalah semua proses upaya (seperti penangkapan dan pembudidayaan ikan) pengambilan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya ikan secara terencana dan hati-hati dengan menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan (keberlanjutan) sumber daya tersebut agar tetap tersedia bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.

f. Pengamanan dan Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan disekitar kawasan konservasi, baik secara tetap maupun sementara, dengan tujuan memelihara keamanan serta mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran peraturan, hukum dan perUndang-Undang an serta bentuk-bentuk tindak pidana lainnya.

g. Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Laut adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan antar sektor, ekosistem darat dan laut, ilmu pengetahuan, dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

h. Masyarakat adalah masyarakat pesisir yang bermukim di sekitar kawasan konservasi dan mata pencahariannya tergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut, terdiri dari masyarakat adat dan masyarakat lokal yang merupakan komunitas nelayan, pembudidaya ikan dan bukan nelayan.

Pasal 2

Menunjuk Kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Berau sebagai Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau sebagaimana peta terlampir.

Pasal 3

Kawasan Konservasi Laut dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a. kegiatan perikanan berkelanjutan, b. wisata bahari,

Page 92: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

87COREMAP II ADB

c. penelitian dan pengembangan, d. pengembangan sosial ekonomi masyarakat, e. pemanfaatan sumberdaya laut lainnya secara lestari.

BAB II

RUANG LINGKUP DAN ASAS KONSERVASI LAUT

Pasal 4

Kawasan Konservasi Laut mencakup fungsi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.

Pasal 5

Konservasi Laut dilakukan berdasarkan asas manfaat, keterpaduan, keseimbangan, berkelanjutan, berkeadilan dan berbasis masyarakat.

BAB III

PRINSIP KONSERVASI LAUT

Pasal 6

Konservasi laut dilakukan dengan prinsip: (1) pencegahan tangkap lebih, (2) penggunaan pertimbangan bukti ilmiah, (3) pertimbangan kearifan lokal, (4) pendekatan kehati-hatian, (5) keterpaduan pengembangan wilayah pesisir, (6) pengembangan alat dan cara penangkapan ikan yang ramah

lingkungan, (7) pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat, (8) pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, (9) perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan yang

dinamis, (10) perlindungan jenis dan kualitas genetik ikan, (11) pengelolaan adaptif.

BAB IV

CAKUPAN BATAS KAWASAN KONSERVASI LAUT

Pasal 7

(1) Batas KKL di wilayah laut ditetapkan mengikuti pengukuran laut territorial Indonesia sejauh 4 mil yang diukur dari garis pangkal pulau-pulau terluar dalam wilayah Kabupaten Berau, sesuai dengan kewenangan Pemerintah Kabupaten Berau, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Berau, yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 3 tahun 2004.

(2) Batas KKL di wilayah pesisir ditetapkan sesuai dengan batas kawasan lindung hutan mangrove berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah

Page 93: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

88 Panduan Pengembangan Marine Management Area

Kabupaten Berau, yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 3 tahun 2004.

(3) Apabila terjadi perubahan batas KKL diluar 4 mil laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), akan ditetapkan kemudian berdasar kesepakatan dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur.

BAB V

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT

Pasal 8

1) Penunjukan Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau direalisasikan dalam bentuk penataan batas.

2) Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut dilakukan melalui kegiatan: a. Identifikasi, inventarisasi, dan monitoring potensi sumber hayati

dan lingkungan sumber daya hayati, b. upaya pengelolaan meliputi pengawasan dan pengendalian,

pengelolaan habitat dan populasi, penelitian dan pendidikan, pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan, serta pengembangan sosial ekonomi masyarakat,

c. keterpaduan antara pemanfataan ruang daratan dan lautan, d. monitoring dan evaluasi.

3) Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Berau dengan melibatkan para pihak terkait.

4) Lembaga Pengelola Kawasan Konservasi Laut akan dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Berau

Pasal 9

(1) Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh Lembaga Pengelola Kawasan Konservasi Laut secara kolaboratif dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat

(2) Pengelolaan KKL dikonsultasikan dengan pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat

Pasal 10

Pengamanan dan pengawasan KKL Kabupaten Berau dilakukan dinas/instansi terkait dan masyarakat setempat.

BAB VI

PEMBIAYAAN

Pasal 11

Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya peraturan ini dibebankan kepada APBN, APBD Propinsi dan APBD Kabupaten Berau serta sumber-

Page 94: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

89COREMAP II ADB

sumber pendanaan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Berita Daerah Kabupaten Berau. Ditetapkan di Tanjung Redeb pada tanggal, 27 Desember 2005 BUPATI BERAU Diundangkan di Tanjung Redeb DRS.MAKMUR HAPK pada tanggal, 27 Desember 2005.. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BERAU H. IBNU SINA ASYARI LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN 2005

Page 95: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

90 Panduan Pengembangan Marine Management Area

LAMPIRAN: PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR: 31TAHUN 2005

TENTANG: KAWASAN KONSERVASI LAUT KABUPATEN BERAU

Keterangan : Koordinat Batas KKL ke rah darat dan laut terlampir dalam Peraturan Bupati No.31 Tentang Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau

Page 96: buku cover rev dec06coremap.or.id/downloads/Manual-PENGEMBANGAN_MMA.pdf · intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) ... Peningkatan kualitas habitat (terumbu

91COREMAP II ADB