buklet kewajiban syariah islam plus cover

122
Sumber: hizbut- tahrir.or.id mediaumat.com Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir)

Upload: anas-wibowo

Post on 13-Apr-2017

252 views

Category:

Law


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

Sumber:hizbut-tahrir.or.idmediaumat.comTafsir Ibnu Katsir (Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir)

Page 2: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

1

Kewajiban Syariah Islam

الرحيم الرحمن الله بسمImam Syaukani di dalam Kitab Fath al-Qadiir menyatakan:

الشرعة والشريعة في األصل : الطريقة الظاهرة التي يتوصل بها إلى الماء ، ثم

استعملت فيما شرعه الله لعباده من الدين . والمنهاج : الطريقة الواضحة البينة . وقال أبو

العباس محمد بن يزيد المبرد الشريعة : ابتداء الطريق ، والمنهاج الطريق المستمر . ومعنى

اآلية : أنه جعل التوراة ألهلها ، واإلنجيل ألهله ، والقرآن ألهله ، وهذا قبل نسخ الشرائع السابقة

بالقرآن ، وأما بعده فال شرعة وال منهاج إال ماجاء به محمد صلى الله عليه وسلم.

“Pada asalnya, kata al-syir’ah dan al-syarii’ah bermakna jalan terang yang bisa mencapai air. Selanjutnya kata ini digunakan dengan makna, agama (diin) yang disyariatkan Allah Swt. kepada hamba-Nya. Sedangkan kata al-minhaaj: jalan terang dan jelas. Abu al-’Abbas Mohammad bin Yazid al-Mubarrad: ”Kata al-syarii’ah bermakna ibtidaa’ al-thariiq (permulaan jalan), sedangkan al-minhaaj bermakna jalan yang berulang-ulang (al-thariiq al-mustamirah). Makna ayat ini [QS. al-Maidah: 48] adalah: Sesungguhnya Allah Swt. menjadikan Taurat untuk pemeluknya, Injil untuk pemiliknya, dan al-Quran untuk pemeluknya. Ini terjadi sebelum penghapusan syariat-syariat terdahulu oleh al-Quran. Adapun setelah turunnya al-Qur’an, maka tidak ada syir’ah dan minhaaj, kecuali yang dibawa oleh Nabi Mohammad Saw.” (Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 2, hal. 319)

Page 3: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

2

Kata ”syarii’ah” selalu berkonotasi hukum Allah yang ditetapkan untuk mengatur seluruh interaksi manusia di kehidupan dunia. Makna semacam ini secara eksplisit disebutkan di dalam al-Quran. Allah Swt. berfirman:

لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا”… Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (QS. Al Maidah (5): 48)

Di dalam hadits shahih juga dituturkan bahwasanya Rasulullah Saw. menggunakan kata syarii’ah dengan makna hukum. Rasulullah Saw. bersabda:

ريعة ما لم يظهر فيها ال تزال األمة على الش ثالث ما لم يقبض العلم منهم ويكثر فيهم ولد

الحنث ويظهر فيهم الصقارون قال وماه قال بشر الصقارون أو الصقالوون يا رسول الل

العن تهم بينهم الت مان تحي يكون في آخر الز”Umat akan selalu berada di atas syarii’ah, selama di tengah-tengah mereka belum tampak tiga perkara. Selama ilmu belum dicabut dari mereka, dan selama di tengah-tengah mereka belum banyak anak banci, serta belum tampak di tengah-tengah mereka al-shaqqaaruun.” Para shahabat bertanya, ”Ya Rasulullah, apa al-shaqqaaruun atau al-shaqqlaawuun itu?” Rasulullah Saw. menjawab, “Manusia yang ada di akhir zaman, yang mana, ucapan selamat di antara mereka adalah saling melaknat.” (HR. Imam Ahmad)

Prof. Mahmud Syaltut, di dalam Kitab al-Islaam: ’Aqiidah wa Syarii’ah menyatakan:

الشريعة هى النظم التى شرعها الله أو شرع أصولها ليأخذ اإلنسان بها نفسه فى عالقته بربه,

و عالقته بأخيه المسلم , و عالقته بأخيهاإلنسان, و عالقته بالكون , و عالقته بالحياة

1

Page 4: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

3

“Syarii’ah adalah aturan-aturan (sistem) yang Allah telah mensyariatkannya, atau mensyariatkan pokok dari aturan-aturan tersebut, agar manusia mengadopsi aturan-aturan tersebut untuk mengatur hubungan dirinya dengan Tuhannya, dan hubungan dirinya dengan saudaranya yang Muslim dan saudara kemanusiaannya (non Muslim), dan hubungan dirinya dengan alam semesta dan kehidupan.” [Syaikh Mahmud Syaltut, al-Islaam, ’Aqiidah wa Syarii’ah, hal. 12]

ه فأولئك هم ﴿ومن لم يحكم بما أنزل الل﴾الظالمون

“Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang zalim.” (QS. al-Maidah [5]: 45)

ه فأولئك هم ﴿ومن لم يحكم بما أنزل الل﴾الفاسقون

“Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang fasik.” (QS. al-Maidah [5]: 47)

ه فأولئك هم ﴿ومن لم يحكم بما أنزل الل﴾الكافرون

“Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS. al-Maidah [5]: 44)

Ketiga ayat tersebut bersifat umum, meliputi semua orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah Swt. Ketiga ayat tersebut turun berkenaan dengan kaum Yahudi dan Nasrani, akan tetapi tidak bisa dibatasi hanya untuk mereka. Sebab ungkapannya bersifat umum. Kata man yang berkedudukan sebagai syarat memberi makna umum, sehingga tidak dikhususkan kepada kelompok tertentu. (al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr, vol. 12, 6; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 2, 53; al-Qinuji, Fath al-Bayân, vol. 3, 428)Dalam kaidah yang rajih disebutkan:

بب فظ ال بخصوص الس العبرة بعموم الل“Berlakunya hukum dilihat dari umumnya lafadz, bukan khususnya sebab.”

2

Page 5: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

4

Tidak semua orang yang tidak memutuskan perkara dengan hukum Allah secara langsung dapat digolongkan sebagai kafir. Diperlukan pengkajian secara cermat dan mendalam agar tidak jatuh dalam tindakan takfir (pengkafiran) yang tidak pada tempatnya. Perbuatan ‘memutuskan perkara dengan hukum Allah’ termasuk dalam wilayah Syariah. Secara Syar’i, perbuatan tersebut termasuk dalam hukum wajib.Sebagai persoalan yang termasuk dalam wilayah Syariah, meninggalkan kewajiban ini dikatagorikan sebagai perbuatan dosa. Namun pelanggaran tersebut tidak sampai mengeluarkan seseorang dari status keimanannya atau keIslamannya.Status kafir atau murtad baru dapat diberikan apabila seseorang mengingkari hukum-hukum-Nya. Apabila seseorang mengingkari wajibnya berhukum dengan Syariah, maka pengingkaran itu dapat menyebabkannya keluar dari Islam alias kafir. Status kafir atau murtad itu bukan disebabkan karena tindakannya yang tidak memutuskan perkara dengan hukum Allah namun karena pengingkarannya terhadap suatu perkara yang telah dipastikan oleh al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam hal pengingkaran, masalahnya bukan sekadar pelanggaran terhadap ketetapan hukum Syara’, namun sudah masuk dalam wilayah Aqidah. Sementara Aqidah inilah yang menjadi pembeda antara orang mukmin dengan orang kafir.

Allah SWT telah berfirman:

ح ذين كذبوا بآياتنا واستكبروا عنها ال تفت إن الى يلج ة حت ماء وال يدخلون الجن لهم أبواب الس

الجمل في سم الخياط“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum.” (QS. al-A’raf [7]: 40)

Ibnu Abbas mengatakan:

من جحد ما أنزل الله فقد كفر. ومن أقر به ولميحكم، فهو ظالم فاسق

3

Page 6: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

5

“Barangsiapa yang mengingkari apa yang diturunkan Allah, sungguh dia telah kafir. Dan barangsiapa mengakuinya namun tidak berhukum dengannya, maka dia adalah dzalim-fasik.” (al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 10; al-Wahidi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, vol. 2, 191; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al’Azhîm, vol. 2 , 80; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 2, 56; al-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, vol. 1, 439)

Syekh Taqiyuddin al-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum dalam Nidzâm al-Hukm fî al-Islâm menuturkan:

وقد أمر الله السلطان والحاكم أن يحكم بما أنزل الله على رسوله, وجعل من يحكم بما بغير

ما أنزل الله كافرا إن اعتقد به, أو اعتقد بعدم صالحية ما أنزل الله على رسوله, وجعل عاصيا

وفاسقا وظالما إن حكم به ولم يعتقده“Dan sungguh Allah telah memerintahkan sulthon dan penguasa untuk berhukum dengan apa yang Allah Swt. turunkan kepada Rasul-Nya; dan menjadikan orang yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan sebagai orang kafir jika dia meyakininya, atau meyakini tidak layaknya apa yang Allah turunkan; dan menjadikannya sebagai orang yang maksiat, fasik, dan dzalim, jika berhukum dengan (selain apa yang Allah turunkan) dan tidak meyakininya.” (Taqiyuddin al-Nabhani dan Abdul Qadim al-Zallum, Nidzâm al-Hukm fî al-Islâm (Beirut: Dar al-Ummah, 2002), 20)Pandangan demikian, menurut Wahbah al-Zuhaili merupakan pandangan jumhur Ahlussunnah. (al-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, vol. 5, 206)

Penguasa yang meyakini Islam tetapi tidak memerintah dengan Islam adalah penguasa yang zalim dan FASIK.Berkaitan dengan sosok yang sah memangku kepemimpinan negara maka harus memenuhi tujuh syarat: Islam, laki-laki, balig, berakal, merdeka (bukan budak), adil (BUKAN FASIK) serta mampu memikul tugas-tugas dan tanggung jawab kepala negara. Jika seseorang tidak memiliki salah satu syarat ini, dalam pandangan hukum Syariah, ia tak boleh menjadi kepala negara.

4

Page 7: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

6

Adapun tidak berhukum dengan hukum Islam karena MENGINGKARI Islam dan menganggap Islam itu TIDAK LAYAK untuk memutuskan perkara, maka itu merupakan kekufuran. Kita berlindung hanya kepada Allah dari hal itu.

إن الحكم إال لله يقص الحق وهو خيرالفاصلين

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS. al-An’am [6]: 57)

إن الحكم إال لله أمر أال تعبدوا إال إياه ذلك الدين القيم ولكن أكثر الناس ال

يعلمون“Keputusan hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf [12]: 40)Dalam tafsir al Baghawi dijelaskan al hukmu itu berupa peradilan, syariat , hukum (al qodhou), perintah (al amru) dan larangan (an nahyu).

بع أهواءهم ه وال تت ﴿وأن احكم بينهم بما أنزل الله واحذرهم أن يفتنوك عن بعض ما أنزل الل

﴾إليك“Hendaklah kamu menghukumi mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka yang hendak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (QS. al-Maidah [5]: 49)

{وإن كادوا ليفتنونك عن الذي أوحينا إليك لتفتري علينا غيره وإذا التخذوك

5

Page 8: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

7

ولوال أن ثبتناك لقد كدت تركن & خليالإليهم شيئا قليال}

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka.” (QS. al-Isra’ [17]: 73-74)

“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.” (QS. al-Baqarah [2]: 99)

Mengenai hukum apa yang wajib diterapkan oleh negara? Pendapat Ahlus Sunnah jelas, yaitu hukum Syariah. Alasannya, karena Ahlus Sunnah berpendapat bahwa baik dan buruk harus dikembalikan pada Syariah, bukan akal. Qadhi al-Baqillani (w. 403) mengatakan:

حه رع والقبيح ما قب نه الش الحسن ما حسرع الش

“Baik adalah apa yang dinyatakan baik oleh Syariah, sedangkan buruk adalah apa yang dinyatakan buruk oleh Syariah.” (Al-Baqillani, Al-Anshaf fima Yajibu I’tiqaduhu wa la Yajuzu al-Jahlu bihi, hlm. 50)Alasannya, sebagaimana yang dinyatakan oleh ‘Adhuddin al-Iji (w. 757 H) jelas, bahwa dalam perkara yang terkait dengan pujian dan celaan, serta pahala dan dosa, hanya Syariah yang bisa menentukan, bukan akal. (Al-Iji, Al-Mawaqif fi ‘Ilm al-Kalam, hlm. 323-324). Ini berbeda dengan Muktazilah, yang menyatakan bahwa akal bisa saja memutuskan baik dan buruk.

Karena itu ketika negara menghasilkan dan menerapkan hukum dengan bersumber pada akal, maka praktik seperti ini bukan merupakan praktik Ahlus Sunnah meski mereka yang melakukan itu mengklaim sebagai pengikut Ahlus Sunnah.

6

Page 9: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

8

“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya [313] datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. (4) An Nisaa': 64)[313] Dipahami dari ayat-ayat sebelumnya bahwa ‘menganiaya dirinya’ ialah: berhakim kepada selain Nabi Muhammad Saw.

Allah SWT menyatakan bahwa konsekuensi iman adalah taat Syariah:

موك فيما شجر ى يحك ك ال يؤمنون حت )فال ورب بينهم ثم ال يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت

موا تسليما( ويسل"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim/pemutus terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 65)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah, pada saat menafsirkan QS. An Nisaa': 65, menyatakan, Allah SWT bersumpah dengan mengatasnamakan diri-Nya sendiri Yang Maha Mulia dan Maha Suci, sesungguhnya seseorang belumlah beriman secara sempurna hingga ia berhakim kepada Rasulullah SAW. dalam seluruh urusan.Semua yang Rasulullah putuskan merupakan kebenaran yang wajib diikuti baik lahir maupun batin. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadlaita wa yusallimuu tasliimaa: yakni, jika mereka telah berhakim kepadamu (Muhammad SAW), mereka

7

Page 10: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

9

wajib mentaatimu (mentaati keputusan yang diambil Nabi SAW) di dalam batin-batin mereka; dan mereka tidak mendapati perasaan ragu di dalam diri mereka atas apa yang telah kamu putuskan; dan lalu mengikutinya (keputusan Nabi SAW tersebut) baik dzahir maupun bathin. Kemudian, mereka berserah diri kepada itu (keputusan Nabi SAW), dengan penyerahan diri yang bersifat utuh, tanpa ada ganjalan sedikitpun, tanpa ada penolakan sedikitpun, dan tanpa ada penyelisihan sedikitpun; sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, Nabi SAW bersabda “Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya seseorang di antara kalian belumlah beriman hingga hawa nafsunya tunduk dengan apa yang aku bawa.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsiir Al-Quran Al-‘Adziim, Juz 2/349)

و ما اختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله"Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah." (QS. [42] Asy-Syuura: 10)Ibnu Katsir: “Yaitu, Dia-lah Hakim yang memutuskannya, melalui Kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, juz 25, hal. 235)

سول ذين ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الر ها ال ياأي وأولي األمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه سول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم إلى الله والر

اآلخر ذلك خير وأحسن تأويال”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-nisa [4]: 59)

Menurut Ibnu Katsir ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang tidak berhukum merujuk kepada Al Quran dan as-Sunnah dan merujuk pada selain keduanya dalam perkara yang diperselisihkan maka ia tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir. (Tafsir Ibnu Katsir, vol. 2 hal, 346)

8

Page 11: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

10

Dinyatakan oleh al-Khazin bahwa ayat ini menjadi dalil orang-orang yang tidak meyakini wajibnya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengikuti sunnah dan hukum yang berasal dari Nabi Saw. bukanlah orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. (Tafsir al-Khazin vol.2 hal.120)

Ali Ash-Shabuni menyatakan bahwa ayat ini merupakan perintah untuk mentaati penguasa mukmin (khalifah) yang selalu berpegang teguh kepada Syariat Allah Swt. Sebab, tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk bermaksiyat kepada Allah Swt. (Ali Ash-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir, juz I/285)

Kaum Muslim diwajibkan untuk menaati Ulil Amri dalam perkara yang sesuai dengan Syariah, dalam perkara yang tidak menyimpang dari Syariah. Jika menyimpang dari Syariah maka tidak boleh ditaati. Rasulullah Saw. bersabda:

ال طاعة لمخلوق في معصية الله عز وجل”Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad dari Ali ra.)

Rasul Saw. membatasi ketaatan itu hanya dalam kemakrufan. Rasul Saw. bersabda:

ما الطاعة في المعروف  إن“Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam hal yang makruf.” (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i)Di dalam Tafsir al-Thabariy disebutkan, ”Abu Ja’far menyatakan, ”… melakukan amar ma’ruf nahi ’anil mungkar; yakni memerintahkan manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw., dan agamanya yang berasal dari sisi Allah Swt.; dan mencegah kemungkaran; yakni mereka mencegah dari ingkar kepada Allah, serta (mencegah) mendustakan Nabi Muhammad Saw. dan ajaran yang dibawanya dari sisi Allah….” (Imam al-Thabariy, Tafsir al-Thabariy, surat Ali Imron (3): 104)

Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra. berpidato di hadapan kaum Muslim yang datang untuk berbai’at:

9

Page 12: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

11

يت وله ف||إذا عص|| فأطيعوني ما أطعت الله ورس||الله ورسوله فال طاعة لي عليكم

“Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib taat kepadaku.” (Ath-Thabari, Târîkh ath-Thabari, II/238)

Imam Syaukaniy ketika menafsirkan firman Allah Swt., surat An Nisa’ ayat 59 menjelaskan:

وأولي األمر هم : األئمة ، والسالطين ،“ والقضاة ، وكل من كانت له والية شرعية ال

والية طاغوتية”“Ulil amriy adalah para imam, sulthan, qadliy, dan setiap orang yang memiliki kekuasaan Syar’iyyah bukan kekuasaan thaghutiyyah.” (Imam al-Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 2, hal. 166)

Diriwayatkan dari jalur Ummu al-Hushain al-Ahmasiyah, Rasul Saw. bersabda saat berkhutbah di Haji Wada’:

ه ولو استعمل عليكم عبد يقودكم بكتاب اللفاسمعوا له وأطيعوا

“Seandainya diangkat sebagai pemimpin atas kalian seorang (yang asalnya) hamba sahaya yang memimpin kalian dengan Kitabullah maka dengar dan taatilah dia.” (HR. Muslim [Kitab: al-Imarah, Bab: Wujub tha’atil umara, no: 1838], Ibn Majah, an-Nasai, Ahmad)Dalam lafal lain, kata “wa law ustu’mila ‘alaykum…” diganti dengan “wa in ummira ‘alaykum ‘abdun habasyiyun (Jika diangkat amir atas kalian seorang (yang asalnya) hamba sahaya Habasyi)…”Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafal yang sedikit berbeda. Rasul Saw. bersabda:

10

Page 13: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

12

قوا الله، وإن أمر عليكم عبد اس ات ها الن يا أي حبشي مجدع، فاسمعوا وأطيعوا ما أقام فيكم

كتاب الله“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah. Jika diangkat amir atas kalian seorang (yang asalnya) hamba sahaya Habasyi yang hitam legam maka dengar dan taatilah dia selama dia menegakkan di tengah kalian Kitabullah.” (HR. at-Tirmidzi)

Handzalah bin ar-Rabi’ ra.—sahabat sekaligus jurutulis Rasulullah Saw.—menyebutkan bahwa tanpa Khilafah umat Islam bisa hina dan sesat sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. (Ath-Thabari, Târîkh at-Thabari, hal. 776)

 

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال عمر : لقد خشيت أن يطول بالناس زمان حتى يقول قائل ال نجد الرجم في كتاب الله فيضلوا بترك فريضة أنزلها الله أال وإن الرجم حق على من

زنى وقد أحصن إذا قامت البينة أو كان الحبل أو االعتراف . قال سفيان كذا حفظت : أال وقد

رجم رسول الله صلى الله عليه وسلم ورجمنابعده .

Dari Ibnu Abbas ra. berkata, Umar bin Khoththob ra. pernah berkata: “Sungguh aku sangat khawatir akan berlangsung masa yang begitu lama di tengah-tengah umat Islam, hingga (suatu saat nanti) akan ada yang berkata: “Kami tidak menemukan had rajam dalam Kitabullah (Al-Qur’an).” Maka (dengan demikian) mereka menjadi sesat karena telah meninggalkan kewajiban yang telah Alloh turunkan. Ketahuilah bahwa hukum rajam itu adalah benar adanya bagi siapa-siapa yang berzina sedang ia telah muhshon (telah menikah dan telah menggauli pasangannya), jika telah ada bayyinah (alat

11

Page 14: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

13

bukti berupa 4 orang saksi laki-laki atau yang setara dengannya), atau kehamilan (di pihak wanita), atau pengakuan (si pelaku).” (Shahîh al-Bukhâri, hadits no. 6829)Berkata Sufyan (perowi): “Begini yang aku hafal (dari perkataan Umar bin Khaththab): “Ketahuilah bahwa Rosululloh Saw. benar-benar menerapkan hukum rajam, dan kami juga menerapkannya sepeninggal Beliau.” (HR. Al-Bukhori)

Bai’at umat kepada Khalifah mengharuskan umat mendengar dan taat kepada Khalifah yang mereka baiat. Tentu, ini berlaku selama Khalifah itu masih takwa kepada Allah SWT, menjalankan hukum-hukum-Nya atas rakyatnya, serta menjalankan semua tanggung jawab dan kewajibannya sesuai Syariah. Umat wajib menaati dan menolong Khalifah selama kondisinya belum berubah, meski ia menjadi penguasa (Khalifah) sepanjang hidupnya. (Samarah, An-Nizhâm as-Siyâsiy fi al-Islâm Nizhâm al-Khilâfah ar-Râsyidah, hlm. 67)

in kuntum tu’minûna bi Allâh wa al-yawmi al-âkhir (jika kamu benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhirat) mengomentari kalimat ini, as-Sa’di berkata, “Hal itu menunjukkan bahwa orang yang tidak mengembalikan masalah yang diperselisihkan kepada keduanya (al-Quran dan as-Sunnah) pada hakikatnya bukanlah seorang Mukmin, namun beriman kepada thâghût, sebagaimana disampaikan dalam ayat selanjutnya.” (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, vol. 1, 214)

هم ءامنوا بما أنزل ذين يزعمون أن ألم تر إلى ال إليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به ويريد

هم ضالال بعيدا يطان أن يضل الش"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut (undang-undang dan pembuat hukum kufur), padahal mereka telah diperintah

12

Page 15: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

14

mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisaa': 60)

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir dan az-Zuhaili, ini merupakan pengingkaran dari Allah Swt. terhadap orang-orang yang mengaku mengimani apa yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya dan kepada para nabi terdahulu, namun mereka justru berhukum pada selain Kitabullah dan Sunnah Rasul. (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 1/634, Dar ‘Alam al-Kutub, Riyadh. 1997; az-Zuhaili, At-Tafsîr al-Munîr, 5/132)

Secara bahasa, kata thâghût berasal dari thaghâ (melampaui batas). Makna ini terdapat dalam QS. al-Haqqah [69]: 11. Menurut al-Asfahani, kata tersebut digunakan untuk menunjukkan tajâwaz al-hadd fî al-‘ishyân (tindakan melampaui batas dalam kedurhakaan). (Al-Ashfahani. Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 314, Dar al-Fikr, Beirut. t.t.)Makna ini terdapat dalam banyak ayat al-Quran, seperti dalam firman Allah Swt.:

ه طغى اذهب إلى فرعون إن“Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya dia telah melampaui batas” (QS. Thaha [20]: 24)Kata tersebut terdapat juga dalam QS Thaha [20]: 43, al-Naziat [79]: 17, al-‘Alaq [96]: 6, dan al-Kahfi [18]: 80. Kata thaghâ yang digunakan dalam semua ayat itu mengandung pengertian tindakan melampaui batas dalam kedurhakaan.Kata thâghût juga diartikan sebagai al-katsîr al-thughyân (yang banyak melampaui batas dalam kedurhakaan). (Az-Zuhaili, At-Tafsîr al-Munîr, 5/130)Al-Asfahani memaknai al-thâghût sebagai kullu mu’tad[in] wa kullu ma’bûd[in] min dûni Allâh (setiap yang melampaui batas dan setiap yang disembah selain Allah Swt.). (Al-Ashfahani, Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân, hlm. 314)Firman Allah Swt.:

ه ولقد بعثنا في كل أمة رسوال أن اعبدوا اللواجتنبوا الطاغوت

13

Page 16: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

15

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut itu.” (QS. al-Nahl [16]: 36)Secara bahasa, kata al-‘ibâdah berarti al-thâ’ah (ketaatan). Demikian diartikan oleh Abu Bakar al-Razi dalam Mukhtâr al-Shihhah. Sehingga, sebagaimana diterangkan oleh Dr. Ahmad Mukhar dalam Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah bahwa kalimat ‘abadal-âh berarti wahhadahu wa athâ’ahu (mengesakan dan menaati-Nya), tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya, terikat dengan Syariah-Nya, dan menunaikan fardhu-fardhu-Nya. Al-Samarqandi memaknai ayat ini: Esakanlah Allah dan taatlah kepada-Nya.

Dalam ayat ini, perintah mengesakan dan menaati Allah Swt. dilawankan dengan perintah menjauhi thâghût. Thâghût berarti segala yang ditaati yang menyelisihi wahyu Allah Swt.

Dalam ayat ini (QS. An-Nisaa': 60), kata thaghût sering dikaitkan dengan Ka’ab bin al-Asyraf. Banyak mufassir menyatakan, dialah yang dimaksud dengan thaghût itu. (Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, 1/514, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut. 1995; an-Nasafi, Madârik at-Tanzîl wa Haqâiq at-Ta’wîl, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut. 2001; al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, 1/355, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut. 1993; al-Khazin, Lubâb at-Ta’wîl, 1/393, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut. 1995; al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, 1/221, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut. 1998; Nizhamuddin an-Naisaburi, Tafsîr Gharâib al-Qur’ân, 2/436; al-Wahidi an-Naisaburi, Al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, 2/73; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm,1/364; al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, 1/499, Nahr al-Khair, Madinah. 1993)

Az-Zamakshyari dan al-Nasafi menuturkan, hal itu disebabkan karena kezaliman dan permusuhannya terhadap Rasulullah Saw. yang melampaui batas; bisa juga karena dia menyerupai setan; atau karena dia dipilih untuk dijadikan sebagai hakim selain Rasulullah Saw. dan berhakim kepada setan. (Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, 1/514 dan an-Nasafi, Madârik at-Tanzîl wa Haqâiq at-Ta’wîl)Jika dihubungkan dengan sabab nuzul ayat ini, penafsiran itu memang relevan. Sebab, pemuka Yahudi itulah yang dijadikan sebagai hakim untuk memutuskan

14

Page 17: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

16

perselisihan. Pengertian thâghût ini tidak terbatas untuk Ka’ab bin al-Asyraf. Semua orang yang menduduki posisi dan peran yang sama dengannya tercakup dalam lingkup makna thâghût.

Ibnu Katsir dan al-Zuhaili menegaskan, makna thâghût lebih umum dari Ka’ab bin al-Asraf yaitu orang-orang yang menyimpang dari al-Kitab dan as-Sunnah serta berhukum kepada selain keduanya berupa kebatilan adalah thâghût yang dimaksud ayat ini. (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 1/634; az-Zuhaili, At-Tafsîr al-Munîr, 5/132)

Abdurrahman al-Sa’di juga memaknai thâghût dalam ayat ini adalah setiap orang yang berhukum dengan selain syariah Allah (kullu man hakama bi ghayri syar’illâh). (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, 1/215, Jamiyyah Ihya’ al-Turats al-Islami, tt. 2000)

Thâghût dalam ayat ini adalah semua hakim yang memutuskan perkara dengan hukum selain al-Quran dan as-Sunnah. Keinginan mereka berhakim kepada thâghût itu menunjukkan adanya kontradiksi pada sikap mereka. Mereka mengaku mengimani al-Qur’an dan as-Sunnah yang diturunkan oleh Allah, tetapi dalam praktiknya justru berhukum kepada yang lain.Abdurrahman al-Sa’di menyatakan, siapa saja yang mengaku sebagai Mukmin dan memilih untuk berhakim kepada thâghût, dia adalah pendusta dalam perkara ini. (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, 1/215)

“Maka patutkah aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.” (TQS al-An’am [6]: 114)

15

Page 18: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

17

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-nisa [4]: 80)

من عمل عمال ليس أمرنا فهو رد"Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang tak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak" (HR. Bukhari no. 2550; Muslim no. 1718)

Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan itu ditimbang dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW. Apa yang sejalan dengan itu (Sunnah Rasul Saw.) diterima, sedangkan apa yang menyelisihinya maka tertolaklah atas orang yang berkata dan yang berbuat, apapun itu. Sebagaimana ditetapkan dalam Shahihain dan yang lain, dari Rasulullah SAW. bahwasanya beliau bersabda, “Siapa saja yang mengerjakan suatu perbuatan, yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan itu tertolak”.Yakni; hendaklah berhati-hati dan takut siapa saja yang menyalahi Syariat Rasulullah SAW. bathin maupun dzahir [an tushiibahum fitnah]: yakni (dia akan tertimpa) fitnah di hati mereka; mulai terkena kekufuran, kemunafikan, atau bid’ah. [Au yushiibahum ‘adzaabun ‘alim]: yakni terkena hukuman di dunia; mulai dari terkena had, penjara, atau dibunuh.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adziim, QS. An Nuur (24):63)

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد“Siapa saja yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami ini, yang bukan bagian darinya, maka tertolak.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah)Menurut Imam asy-Syafii, al-muhdatsah (perkara baru yang diada-adakan) yang menyalahi al-Kitab atau as-Sunnah atau ijmak merupakan bid’ah dhalalah. (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtâj 4/436)

Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafal:

16

Page 19: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

18

من عمل عمال ليس عليه أمرنا، فهو رد“Siapa saja yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan kami maka tertolak.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, dll.)

Imam an-Nawawi memasukkannya di dalam Hadits Arba’in, hadits ke-5. Hadits ini mengandung kaidah induk dalam Islam. Ibn Rajab al-Hanbali di dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam menyatakan, “Hadits ini adalah salah satu pokok agung dari Islam. Ia merupakan neraca amal pada lahiriahnya; sebagaimana hadits “perbuatan itu bergantung pada niat” adalah neraca amal pada batinnya. Setiap amal yang tidak ditujukan meraih ridha Allah maka pelakunya tidak mendapat pahala sedikitpun. Demikian juga setiap amal yang tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya adalah tertolak.

يقولون هل لنا من األمر من شيء قلإن األمر كله لله

“Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.” (QS. Ali Imran [3]: 154)

Akidah Islam tidak membenarkan umatnya menghalalkan dan mengharamkan sesuatu menurut manusia.

خذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله ات ليعبدوا إلها والمسيح ابن مريم وما أمروا إال

هو سبحانه عما يشركون واحدا ال إله إال“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta mempertuhankan al-Masih putra Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. [9] at-Taubah: 31)

17

Page 20: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

19

Dikemukakan oleh Hudzaifah bin al-Yamani, Ibnu Abbas, dan lain-lain bahwa kaum Yahudi dan Nasrani itu mengikuti pendeta dan rahib mereka dalam perkara yang mereka halalkan dan mereka haramkan. (al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, vol. 3, 354-355; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 2 (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1997), 432)

Asy-Syaukani menyatakan,“Sesungguhnya mereka menaati pendeta-pendeta mereka, dalam perintah dan larangannya. Pendeta-pendeta itu menempati kedudukan sebagai tuhan-tuhan karena mereka ditaati sebagaimana layaknya tuhan-tuhan.” (al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 2, 452)

Pengertian itu didasarkan pada penjelasan Rasulullah Saw. terhadap ayat ini. Diriwayatkan dari Adi bin Hatim:Saya mendatangi Rasulullah dengan mengenakan kalung salib dari perak di leherku. Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Adi, lemparkanlah patung itu dari lehermu.” Kemudian saya melemparkannya. Usai saya lakukan, Beliau membaca ayat ini: Ittakhadzû ahbârahum wa ruhbânahum min dûni Allâh, hingga selesai [QS. (9) at-Taubah: 31]. Saya berkata, “Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka.” Beliau bertanya, “Bukankah para pendeta dan rahib itu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, lalu kalian mengharamkannya; menghalalkan apa yang diharamkan Allah, lalu kalian menghalalkannya.” Aku menjawab, “Memang begitulah.” Beliau bersabda, “Itulah ibadah (penyembahan) mereka kepada pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka.” (HR. ath-Thabrani dari Adi Bin Hatim; Bisa juga dilihat dalam al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’aân, vol. 6, 354; al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), 354; al-Wahidi al-Naisaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), 489. Hadits serupa dengan sedikit perbedaan redaksional bahasa dapat dijumpat dalam banyak kitab tafsir, seperti: al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 8 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 77; al-Zamakhsyari, al-Kasysyâf,vol. 2, 256; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 2, 432; al-Qasimi,Mahâsin al-Ta’wîl, vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 394)

Subhânahu ‘ammâ yusyrikûna (Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan) oleh al-Khazin frasa ini dijelaskan, “Mahasuci Allah Swt. dari

18

Page 21: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

20

sekutu bagi-Nya dalam ibadah, dan hukum, dan sekutu dalam ketuhanan yang berhak dan diagungkan.” (al-Khazin, Lubâb al-Ta’wîll, vol. 2, 353)

Orang-orang musyrik Arab, kendati mengakui bahwa Allah Swt. sebagai Pencipta, Pengatur, dan Pemilik alam raya, mereka tidak dapat dikategorikan sebagai Mukmin. Pasalnya, mereka tidak mengakui Allah Swt. sebagai satu-satunya ilâh yang patut ditaati (Taufik Mustofa, “Lâ Ilâha IllâLlâh: Lâ Ma’bûda IllâLlâh”, al-Wa’y, 96 (Dzu al-Hijjah, 1415), 4. Kesimpulan tersebut didasarkan pada QS. al-Mukminun [23]: 84-90; al-Ankabut [29]: 61-63). Ini pula yang ditegaskan dalam ayat di atas. Kaum Yahudi dan Nasrani mendudukkan pendeta dan rahib mereka sebagai memiliki otoritas/kewenangan membuat hukum.

Sekalipun Allah Swt. jelas-jelas mewajibkan penerapan Syariah dalam kehidupan, perintah itu tidak boleh dijalankan sebelum mendapat persetujuan dari lembaga legislatif terlebih dahulu. Jika lembaga itu menyetujuinya, baru boleh diterapkan. Sebaliknya, jika lembaga itu menolaknya maka Syariah tidak boleh dijalankan. Jika demikian, apa bedanya para pembuat hukum itu dengan para pendeta dan rahib yang dalam ayat ini disebut sebagai tuhan-tuhan selain Allah Swt.? Mereka disebut demikian lantaran didudukkan sebagai pembuat hukum yang wajib ditaati. Dengan demikian, siapapun yang ditahbiskan memiliki otoritas yang sama, merekapun layak disebut sebagai arbâb min dûni Allâh, tuhan-tuhan selain Allah Swt.

Yunus bin Bukair ra. menuturkan bahwa Rasulullah Saw. pernah menulis surat kepada penduduk Najran, di antara isinya:

أما بعد فإني أدعوكم إلى عبادة الله … من عبادة العباد وأدعوكم إلى والية الله

… من والية العباد“Amma ba’du. Aku menyeru kalian ke penghambaan kepada Allah dari penghambaan kepada hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian ke kekuasaan (wilâyah) Allah dari kekuasaan hamba (manusia) …” (Ibn Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, v/553, Maktabah al-Ma’arif, Beirut)

19

Page 22: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

21

Misi mewujudkan kemerdekaan hakiki untuk seluruh umat manusia itu juga terungkap kuat dalam dialog Jenderal Rustum dengan Mughirah bin Syu’bah yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash. Pernyataan misi itu diulang lagi dalam dialog Jenderal Rustum (Persia) dengan Rab’iy bin ‘Amir (utusan Panglima Saad bin Abi Waqash) yang diutus setelah Mughirah bin Syu’bah pada Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia. Jenderal Rustum bertanya kepada Rab’iy bin ‘Amir, “Apa yang kalian bawa?” Rab’iy bin ‘Amir menjawab:

الله ابتعثنا والله جاء بنا لنخرج من شاء من عبادة العباد إلى عبادة الله ومن

ضيق الدنيا إلى سعتها ومن جور األديان … إلى عدل اإلسالم

“Allah telah mengutus kami. Demi Allah, Allah telah mendatangkan kami agar kami mengeluarkan siapa saja yang mau dari penghambaan kepada hamba (manusia) menuju penghambaan hanya kepada Allah, dari kesempitan dunia menuju kelapangannya dan dari kezaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam….” (Ibnu Jarir ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Muluk, ii/401, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut)

Orang-orang yang berpaling dari Syariat Allah dan hanya mengikuti akal dan hawa nafsunya juga ditutup hati, pendengaran dan penglihatannya dari petunjuk. Dengan demikian mereka hidup dalam kesesatan. Allah Swt. berfirman:

ه على علم ه الل خذ إلهه هواه وأضل أفرأيت من اتره |||ه وجع|||ل على بص||| معه وقلب وختم على س|||

رون ه أفال تذك غشاوة فمن يهديه من بعد الل“Apakah engkau tidak melihat bagaimana orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan dan Allah menyesatkan mereka atas dasar ilmu, menutup pendengaran mereka dan menjadikan penutup pada penglihatan mereka. Maka siapakah yang memberikan petunjuk kepada mereka selain

20

Page 23: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

22

Allah?. Maka tidakkah engkau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 23)

Mengikuti hawa nafsu dan mendahulukannya ketimbang mengikuti hukum Allah Swt. juga akan membuat seseorang menjadi tersesat dan jauh dari jalan kebenaran. Allah Swt. berfirman:

ا جعلناك خليفة في األرض فاحكم بين يا داوود إنبيل ك عن س|| ل بع اله||وى فيض|| اس بالحق وال تت النه لهم ع||ذاب ون عن سبيل الل ذين يضل ه إن ال الل

شديد بما نسوا يوم الحساب“Wahai Daud sesungguhnya kami menjadikan engkau sebagai khalifah di bumi maka hukumilah manusia dengan kebenaran dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu sehingga ia menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah maka bagi mereka adalah azab yang pedih karena mereka telah melupakan Hari Perhitungan.” (QS. Shad [38]: 26)Menurut Ibn Taimiyah, siapa saja yang tidak mengikuti perintah Allah SWT dan Rasul-Nya padadasarnya dia telah mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.

Nafsu harus tunduk pada wahyu.

ى يكون هواه تبعا لما جئت به ال يؤمن أحدكم حت“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” (HR. al-Hakim, al-Khathib, Ibn Abi ‘Ashim dan al-Hasan bin Sufyan; disebutkan An-Nawawi dalam Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadits ke-41) Di dalam At-Ta’rifât, al-Jurjani menjelaskan bahwa al-hawâ adalah kecenderungan jiwa (mayl an-nafsi) pada syahwat yang menyenangkannya tanpa alasan Syariah. Muhammad Rawas Qal’ah Ji di dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’ juga menjelaskan, al-hawâ adalah kecenderungan jiwa pada apa yang disukai tanpa memperhatikan hukum Syariah dalam hal itu. 

21

Page 24: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

23

Secara bahasa al-hawâ adalah kecenderungan, keinginan atau kecintaan secara mutlak. Dalam penggunaannya, kata al-hawâ itu jika disebutkan secara mutlak maka yang dimaksudkan adalah kecenderungan pada apa yang menyalahi kebenaran.Hawa nafsu adalah segala ucapan atau tindakan yang bertentangan dengan wahyu. Hawa nafsu adalah lawan dari wahyu. Firman Allah SWT:

وما ينطق عن الهوى * إن هو إال وحي يوحى“Tidaklah yang diucapkan Rasul itu berasal dari hawa nafsunya. Ucapan Rasul itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan Allah kepada dirinya.” (QS. an-Najm [53]: 3-4).Segala ucapan dan tindakan Rasulullah Saw. pasti bersumber dari wahyu, bukan dari hawa nafsu. (Abu Bakar al-Jazairi, Aysar at-Tafasir, III/526)Segala perbuatan Rasul Saw. pasti tidak menyalahi wahyu.

Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam mengatakan:“Jadi yang wajib bagi setiap Mukmin adalah mencintai apa yang dicintai Allah SWT dengan kecintaan yang mengantarkan dirinya melakukan apa yang diwajibkan. Jika kecintaan itu bertambah sehingga ia melakukan apa yang disunnahkan maka itu adalah keutamaan. Setiap Muslim juga hendaknya tidak menyukai apa yang tidak disukai oleh Allah SWT dengan ketidaksukaan yang mengantarkan dirinya menahan diri dari apa yang Allah haramkan atas dirinya. Jika ketidaksukaan itu bertambah sehingga mengantarkan dirinya menahan diri dari apa yang dimakruhkan Allah, maka itu merupakan keutamaan.” Hadits ini juga bermakna bahwa seseorang haruslah menjadikan keinginan Nabi Saw. lebih dia kedepankan daripada keinginannya, dan Syariah yang dibawa Nabi saw. lebih dia kedepankan daripada hawâ-nya; daripada kecenderungan atau kecintaannya. Jika keinginannya bertabrakan dengan apa yang Nabi Saw. bawa maka ia mengalahkan keinginannya dan memenangkan apa yang Nabi Saw. bawa. Sebab, al-hawâ menjadi tâbi’ (yang mengikuti), sementara apa yang Rasul Saw. bawa, yaitu Islam dan Syariahnya, adalah yang diikuti (al-matbû’). Semua kemaksiatan itu muncul karena hawa nafsu lebih didahulukan daripada kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul Saw. 

22

Page 25: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

24

Allah SWT menyifati orang-orang musyrik dalam banyak ayat, bahwa mereka mengikuti hawa nafsu (Lihat, misalnya: QS. al-Qashshash [28]: 50). Karena itu Allah SWT melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu (QS. an-Nisa’ [4]: 135). Untuk itu, Islam dan Syariahnya harus kita jadikan standar dan pedoman. Semua keinginan, kecenderungan dan kesukaan dan tidaknya harus kita tundukkan pada ketentuan Islam dan Syariahnya. Untuk mewujudkan itu kita mengerahkan daya upaya menundukkan hawa nafsu. Allah SWT menyediakan pahala yang besar dan Surga bagi siapa saja yang bisa merealisasikan ini (QS. an-Nazi’at [79]: 40-41). Sungguh, pangkal keterpurukan bersumber pada satu hal yakni penyimpangan terhadap Petunjuk dan Aturan dari Allah Swt. Ini karena kaum Muslim berpaling dari Al-Quran. Keadaan itu telah diterangkan oleh Allah Swt. dalam QS. (20) Thaha: 124:

فمن اتبع هداي فال يضل وال يشقى *( ومن أعرض عن ذكري فإن له معيشة

)ضنكا ونحشره يوم القيامة أعمى“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 123-124)

Menurut Imam Ibnu Katsir makna “berpaling dari peringatan-Ku” adalah: menyalahi Perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, V/323). “Maka baginya kehidupan yang sempit” yakni di dunia, tidak ada ketentraman baginya dan tidak ada kelapangan untuk dadanya …” (Tafsir al-Quran al-‘Azhim)

Menurut Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, yang dimaksud dengan dzikrî, peringatan-Ku, di sini adalah dînî, wa tilâwatî Kitâbî, wa al-‘amal bimâ fîhi. Yakni agama-Ku, membaca Kitab-Ku, dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya. Ayat ini menegaskan bahwa siapapun

23

Page 26: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

25

yang berpaling dari agama-Nya, menolak menerapkan Syariah-Nya, dan justru menerapkan sistem lainnya, maka akibatnya sudah dapat dipastikan. Mereka akan sengsara dan menderita di dunia.

خذوا هذا [ سول يا رب إن قومي ات وقال الر] القرآن مهجورا

“Dan berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan.” (QS. al-Furqan [25]: 30)Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm, mencontohkan sikap hajr al-Qurân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak mentadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran.

Allah SWT mensifati kaum yang melakukan hal itu dengan sifat yang sangat jelek. Hal itu seperti ketika Allah SWT mensifati kaum Yahudi di dalam firman-Nya:

لوا التوراة ثم لم [ مثل الذين حم يحملوها كمثل الحمار يحمل أسفارا

] بئس مثل القوم الذين كذبوا بآيات الله“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 5)

Allah mensifati kaum yang memikul wahyu tanpa melaksanakannya seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal. Apa yang ada dalam perasaan kita ketika kita tidak melaksanakan al-Quran, lalu Allah SWT mengumpamakan kita seperti keledai? Orang yang beriman, bertakwa dan rindu akan ridla Allah

24

Page 27: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

26

Swt. niscaya akan meneteskan air mata jika disebut seperti itu oleh Dzat yang dia harapkan ampunan-Nya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Seseorang dikatakan menyia-nyiakan al-Qur’an jika ia tidak mau membacanya. Seseorang yang sudah terbiasa membacanya masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia tidak mau memahami kandungannya. Dan seseorang yang sudah terbiasa membacanya dan telah memahami kandungannya juga masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia belum mengamalkannya.”

Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa petunjuk dan agama yang haq sebagai rahmat untuk seluruh alam. Manusia akan terus mengalami kesengsaraan, penderitaan hidup, kehinaan dan kezaliman selama Islam ditinggalkan.

لنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ونزورحمة وبشرى للمسلمين

“Kami telah menurunkan kepada kamu al-Kitab (al-Quran) sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim.” (QS. an-Nahl [16]: 89)Imam Abu Bakar al-Jazairi menjelaskan kedudukan al-Quran sebagai hud[an], yakni petunjuk dari segala kesesatan; juga rahmat[an], yakni rahmat khususnya bagi mereka yang mengamalkan dan menerapkan al-Quran bagi diri sendiri dan di dalam kehidupan sehingga rahmat tersebut bersifat umum di antara mereka. (Jabir bin Musa Abu Bakr Al-Jaza’iri, Aysar at-Tafâsîr, Madinah: Maktabah al-‘Ulûm, Cet. V, 1424 H, (III/138-139))

Imam al-Baghawi di dalam tafsir Ma’âlim at-Tanzîl menjelaskan, “Al-Quran merupakan penjelasan atas segala sesuatu yang diperlukan berupa perintah dan larangan, halal dan haram serta hudud dan hukum-hukum.”

Dengan mengutip Ibn Mas’ud ra., Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhim juga menjelaskan, “Sesungguhnya al-Quran meliputi segala pengetahuan yang bermanfaat berupa berita tentang apa saja yang telah lalu; pengetahuan tentang apa saja yang akan datang; juga hukum tentang semua

25

Page 28: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

27

yang halal dan yang haram serta apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehidupan dan akhirat mereka.”

Diterangkan pula oleh al-Syaukani, penjelasan Al Qur’an yang menyeluruh tentang hukum dilengkapi oleh al-Sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang tersisa. Di dalamnya juga terdapat perintah untuk mengikuti dan menaati Rasulullah SAW dalam hukum-hukum yang dibawa beliau sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an. Rasulullah Saw. juga bersabda: “Sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan bersamanya yang semisalnya (al-Sunnah).” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hibban)

Dijelaskan oleh al-Samarqandi, kendati menjelaskan segala sesuatu, sebagian isinya ada yang terperinci dan sebagian lainnya bersifat global sehingga membutuhkan al-istikhrâj (dikeluarkan) dan al-istinbâth (penggalian).Nash-nash Syara’ memang datang berupa khutûth ‘arîdhah (garis-garis besar). Yang darinya bisa digali berbagai hukum, baik untuk perkara yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Tidak ada satu pun perkara yang tidak dijelaskan hukum oleh Islam.Menurut al-Baidhawi, hudâ[n]dan rahmah berlaku umum untuk seluruh manusia. Sedangkan busyrâ bersifat khusus yaitu hanya berlaku bagi kaum Muslimin.

Al-Quran tidak serta-merta secara riil berperan menjadi petunjuk kecuali jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan petunjuk. Itulah saat peringatan-peringatannya diindahkan, pelajaran-pelajarannya diperhatikan, perintah-perintahnya dijalankan, larangan-larangannya dijauhi dan ditinggalkan, ketentuan-ketentuannya diikuti, hukum-hukumnya serta halal dan haramnya diterapkan dan dijadikan hukum untuk mengatur kehidupan.

»إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع بهآخرين«

“Sesungguhnya Allah meninggikan dengan al-Quran ini banyak kaum dan merendahkan banyak kaum lainnya.” (HR. Muslim)

Allah SWT berfirman:

26

Page 29: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

28

رحمة للعالمين وما أرسلناك إال“Tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 107)Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H) menyatakan:

وماأرسلناك ياأشرف الخلق بالشرائع، إالرحمةللعالمين أي إالألجل رحمتناللعالمين

قاطبة في الدين والدنيا“Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai sebaik-baiknya makhluk, dengan membawa Syariah-Nya, kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta, yakni agar menjadi rahmat Kami bagi alam semesta seluruhnya; dalam agama dan dunia.” (Muhammad bin ‘Umar Nawawi, Marâh Labîd li Kasyf Ma’nâ al-Qur’ân al-Majîd, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet. I, 1417 H, (II/62))Dalam tafsir Marah Labid Juz II/ 47: “Allah SWT mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menjelaskan kepada manusia jalan menuju pahala, menampilkan dan memenangkan hukum-hukum Syariat Islam, membedakan yang halal dari yang haram. Setiap nabi sebelum Beliau, manakala didustakan oleh kaumnya, Allah membinasakan mereka dengan berbagai siksa. Namun, jika kaum Nabi Muhammad mendustakannya, Allah SWT mengakhirkan azab-Nya hingga datangnya maut dan Dia mencabut ketetapan-Nya untuk membinasakan kaum pendusta Rasul. Inilah umumnya tafsiran para mufasirin.”

Imam Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) menyatakan, rahmat tersebut mencakup kehidupan agama dan dunia. Mencakup agama karena beliau turun menyeru manusia ke jalan kebenaran dan pahala, mensyariatkan hukum-hukum dan membedakan antara halal dan haram. Yang mengambil manfaat (hakiki) dari rahmat ini adalah siapa saja yang kepentingannya mencari kebenaran semata, tidak bergantung pada taqlid buta, angkuh dan takabur, berdasarkan indikasi dalil:

ذين ال ذين آمنوا هدى وشفاء وال قل هو لليؤمنون في آذانهم وقر وهو عليهم عمى

27

Page 30: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

29

“Katakanlah, “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang beriman, sementara orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan.” (QS. Fushshilat [41]: 44).Mencakup kehidupan dunia karena manusia terhindar dari banyak kehinaan dan ditolong dengan keberkahan din-Nya ini. (Muhammad bin ‘Umar al-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts, Cet.III, 1420 H, (XXII/193))

Menurut Imam asy-Syathibi dalam Al-Muwâfaqât, pada dasarnya Syariah ditetapkan untuk mewujudkan kemaslahatan hamba (mashâlih al-‘ibâd), baik di dunia maupun di akhirat.

Penetapan sesuatu sebagai maslahat atau bukan, hanya diserahkan pada syariah. Syariahlah yang mendatangkan maslahat. Syariah pula yang menentukan mana yang maslahat bagi manusia.Allah Swt. mengingatkan bahwa manusia memang tidak mengetahui hakikat maslahat dan mafsadat itu; hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Allah Swt. berfirman:

وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسىه يعلم وأنتم ال وا شيئا وهو شر لكم والل أن تحب

تعلمون“Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian. Boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 216)Karena itu, penentuan maslahat itu harus dikembalikan pada Syariah, bukan pada akal.

Imam ath-Thabari menegaskan ketika menjelaskan makna ‘al-khayr’ dalam QS. al-Baqarah [2]: 110, “al-khayr adalah perbuatan yang diridhai Allah.” (ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabari). Pada hakikatnya yang baik untuk manusia itu adalah apa saja yang disukai Allah, atau diridhai Allah. Pada hakikatnya yang buruk bagi manusia itu adalah apa saja yang tidak disukai atau dibenci oleh Allah.

28

Page 31: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

30

Abu Bakar al-Baqilani di dalam al-inshâf menyatakan, “Semua kaedah-kaedah Syara’ menunjukkan bahwa al-hasan (yang terpuji) adalah apa yang dipuji oleh Syara’ dan dibolehkannya; sedangkan al-qabîh (yang tercela) adalah apa yang dicela oleh Syara’, diharamkan dan dilarangnya.”Penilaian suatu perbuatan sebagai terpuji atau tercela juga harus mengikuti Syara’.

Allah SWT tegaskan bahwa al-Quran dengan segala isinya adalah datang dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

“Diturunkan Kitab ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. az-Zumar [39]: 1; al-Jatsiyah [45]: 2; al-Ahqaf [46]: 2) Al-Hakîm (Maha Bijaksana) yakni dalam firman-firman, perbuatan, qadar dan syariah-Nya. (Tafsîr Ibn Katsîr)

Imam Izzuddin bin Abdus Salam di dalam Qawâ’id al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm halaman 13 menyatakan, “Adapun maslahat dan mafsadat dunia dan akhirat maka tidak bisa diketahui kecuali dengan Syariah.”

Maslahat adalah apa yang dituntut atau dibolehkan oleh Syariah; mafsadat adalah apa saja yang dilarang dan tidak dibolehkan oleh Syariah. Dalam hal ini, para Sahabat telah memberikan contoh yang bisa kita teladani. Rafi’ bin Khadij berkata, pamannya berkata—ketika Rasul Saw. melarang mereka dari muzâra’ah/mukhâbarah, yaitu menyewakan lahan pertanian:

نهانا رسول الله عن أمر كان لنا نافعا وطواعيةالله ورسوله أنفع لنا

“Rasulullah Saw. telah melarang kami dari satu perkara yang bermanfaat bagi kami, tetapi ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya lebih bermanfaat bagi kami. (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).

Rahmat[an] lil ‘alamin itu menjadi sifat dari Islam secara keseluruhan: akidah, syariah/ hukum-hukumnya termasuk khilafah, jihad, hudud, dll. Rahmat[an] lil

29

Page 32: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

31

‘alamin secara sempurna hanya akan terwujud ketika Islam secara keseluruhan diterapkan secara nyata di tengah-tengah kehidupan.

Imam Ja’far ash-Shadiq, sebagaimana dikutip dalam kitab Fath ar-Rabbani wa Faydh arh-Rahmani karya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, pernah berkata, “Hakikat ubudiah (penghambaan) seseorang terhadap tuannya adalah: ia menyadari bahwa apa yang ada pada dirinya hakikatnya bukanlah miliknya, tetapi milik tuannya; ia tunduk dan patuh tanpa membantah terhadap setiap perintah tuannya; ia tidak membuat aturan apapun selain menerima aturan yang dibuat tuannya untuk dirinya.” (Imam Ja’far ash-Shadiq)Kaidah ushul fiqih:

األصل في األفعال التقيد بالحكم[رعي ]الش

“Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum Syara’ .” (Lihat An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 3 hlm. 20) di mana kelak dia akan dihisab oleh Alloh Swt. berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya.

هم أجمعين * عما كانوا يعملون ك لنسألن فورب]93، 92[الحجر:

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua (92), tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (93) (QS. Al-Hijr: 92-93)Hadits Nabi menjelaskan:

لوا« eeرين لن تضeeركت فيكم أمeeقال ت نة eه وسeاب اللeا كتeكتم بهم eا تمسeم

» نبيه“Aku telah meninggalkan dua perkara yang menyebabkan kalian tidak akan sesat selamanya selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. at-Turmudzî, Abû Dâwud, Ahmad)30

Page 33: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

32

Rasul Saw. memerintahkan agar hukum Islam ditegakkan terhadap siapa saja, termasuk terhadap orang-orang dekat dan orang-orang yang kuat secara politik ataupun ekonomi. Rasul Saw. bersabda:

ه فى القريب والبعيد وال « أقيموا حدود الل ه لومة الئم » تأخذكم فى الل

“Tegakkanlah oleh kalian hudûd Allah atas orang dekat atau jauh dan janganlah celaan para pencela menghalangi kalian.” (HR. Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi)

Hadits ini juga diriwayatkan dengan redaksi yang lain oleh Abu Dawud di dalam Al-Marâsîl dan dikutip oleh al-Baihaqi di dalam Ma’rifah as-Sunan wa al-Atsar dari Makhul dari Ubadah bin ash-Shamit. Dinyatakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

فر والحضر، على ه في الس أقيموا حدود الل ه لومة الئم القريب والبعيد، وال تبالوا في الل

“Tegakkanlah hudûd Allah baik di perjalanan atau sedang mukim, atas orang yang dekat maupun jauh, dan jangan pedulikan di jalan Allah celaan orang yang suka mencela.” (HR. Abu Dawud)

Hadits ini jelas memerintahkan untuk menegakkan hudûd Allah tanpa deskriminasi. Kata hudûd Allah ini bukan berarti bahwa yang diperintahkan hanya sanksi jenis had (hudûd) saja, sementara sanksi jenis jinâyah, ta’zîr dan mukhâlafât tidak diperintahkan. Perintah untuk menegakkan hukum-hukum Syariah dalam semua jenisnya tetap wajib.

Frasa fî as-safari wa al-hadhari dalam riwayat Abu Dawud maknanya bukan berarti terbatas pada kondisi safar dan hadhar. Namun, itu merupakan uslub bahasa yang memberi makna dalam semua kondisi. Artinya, hukum Syariah itu diperintahkan agar ditegakkan dalam semua kondisi di wilayah kekuasaan Daulah.Makna frasa fî al-qarîb wa al-ba’îd bisa berarti yang dekat dan jauh dari sisi nasab dan kekerabatan, juga bisa yang kuat dan yang lemah atau bangsawan/pejabat/tokoh dan rakyat biasa.

31

Page 34: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

33

Hal itu ditegaskan dalam hadits dari Aisyah ra. bahwa kaum Quraisy pernah terguncang dengan perkara seorang perempuan Bani Makhzum yang mencuri. Seseorang berkata, “Siapa yang bisa berbicara kepada Rasulullah Saw.?” Mereka berkata, “Tidak ada orang yang berani melakukan itu kecuali Usamah bin Zaid, yang dikasihi Rasulullah Saw. Lalu Usamah berbicara kepada beliau. Beliau lalu bersabda, “Apakah engkau memintakan pengampunan dalam salah satu had di antara hudûd (hukuman-hukuman) Allah?” Kemudian beliau berdiri dan berpidato:

هم كانوا إذا سرق ذين قبلكم أن ما أهلك ال » إنريف تركوه، وإذا سرق فيهم الضعيف فيهم الشه، لو أن فاطمة ابنة أقاموا عليه الحد، وايم الل

محمد سرقت لقطعت يدها «“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian karena mereka itu, jika orang mulia di antara mereka mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah di antara mereka mencuri, mereka tegakkan had. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan potong tangannya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan an-Nasa’i)

Pertimbangan rasa kasihan tidak boleh mempengaruhi penegakkan hukum Islam.

 

اني فاجلدوا كل واحد منهما مائة انية والز الزه إن جلدة وال تأخذكم بهما رأفة في دين الل

ه واليوم اآلخر وليشهد عذابهما كنتم تؤمنون باللطائفة من المؤمنين

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali deraan, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah jika kalian 32

Page 35: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

34

mengimani Allah dan Hari Akhir. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nur [24]: 2)

Rasa tidak suka tidak boleh berpengaruh dalam penegakkan hukum Allah SWT.

ذين آمنوا كونوا قوامين لله شهداء ها ال يا أي تعدلوا كم شنآن قوم على أال بالقسط وال يجرمنقوا الله إن الله خبير قوى وات اعدلوا هو أقرب للت

٨﴿بما تعملون ﴾“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah [5]: 8)

Ada berbagai riwayat pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin hukum Allah ditegakkan atas para pelaku dosa, mereka dibawa ke hadapan khalifah atau wakilnya untuk ditegakkan hukum Islam terhadapnya.Abu Dawud ath-Thayalisi telah mengeluarkan di dalam Musnad-nya dari Hudhayn Abiy Sasan ar-Raqasyi, ia berkata:

ان رضي الله عنه حضرت عثمان بن عف وأتي بالوليد بن عقبة قد شرب الخمر وشهد عليه حمران بن أبان ورجل آخر

: »أقم عليه الحد…« فقال عثمان لعلي“Aku mendatangi Utsman bin Affan dan kepadanya didatangkan al-Walid bin ‘Uqbah dia telah minum khamar dan disaksikan oleh Humran bin Aban dan seorang laki-laki lain, maka Utsman berkata kepada Ali: “Tegakkan terhadapnya hadd …”

33

Page 36: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

35

Khalifah Abu Bakar membunuh orang-orang yang murtad karena mengingkari suatu kewajiban Syariah yaitu kewajiban zakat. Ibn Hibban telah mengeluarkan di dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah, ia berkata: “Ketika Rasulullah Saw. wafat dan Abu Bakar diangkat menggantikan beliau (sebagai Khalifah) dan orang dari kalangan Arab menjadi kafir, Abu Bakar memerangi mereka. Abu Bakar berkata:

كاة فإن ق بين الصالة والز ه ألقاتلن من فر والله لو منعوني عقاال كانوا كاة حق المال والل الزه صلى الله عليه وسلم يؤدونه إلى رسول الل

لقاتلتهم على منعه“Demi Allah aku perangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat. Zakat adalah hak harta. Demi Allah seandainya sekelompok orang menghalangi dariku apa yang dahulu mereka tunaikan kepada Rasulullah Saw. pasti aku perangi mereka atas keengganan mereka itu.” Dari Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

سيكون عليكم أمراء يأمرونكم بما ال تعرفون« ويفعلون ما تنكرون فليس الؤلئك عليكم

»طاعة“Kalian akan dipimpin oleh para pemimpin yang memerintah kalian dengan hukum yang tidak kalian ketahui (imani). Sebaliknya, mereka melakukan apa yang kalian ingkari. Sehingga terhadap mereka ini tidak ada kewajiban bagi kalian untuk menaatinya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah) 

Syariah umat para rasul sebelum Rasulullah Saw. bukanlah syariah bagi kita. Syariah sebelum kita telah dihapus dengan Islam. Allah SWT berfirman:

وأنزلنا إليك الكتاب بالحق مصدقا لما بين يديه﴿ من الكتاب ومهيمنا عليه فاحكم بينهم بما أنزل

34

Page 37: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

36

بع أهواءهم عما جاءك من الحق لكل ه وال تت الل﴾جعلنا منكم شرعة ومنهاجا

“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Maaidah: 48) Makna “muhayminan ‘alayhi” adalah menghapus. Jadi, Islam telah menghapus syariah kitab-kitab terdahulu. Karena itu syariah orang sebelum kita bukanlah syariah bagi kita.

“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (QS. [40] al-Mu’min: 83)

ظهر الفساد في البر والبحر بما كسبت أيديهم يرجعون ذي عملوا لعل اس ليذيقهم بعض ال الن “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum [30]: 41)

Dijelaskan oleh para mufassir bahwa ulah perbuatan yang dimaksud adalah perbuatan dosa dan maksiat.Al-Baghawi menafsirkannya sebagai: bi syu’ dzunûbihim (karena keburukan dosa-dosa mereka). (Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, vol. 3, 417)

35

Page 38: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

37

Ibnu Katsir memaknainya: bi sabab al-ma’âshî (karena kemaksiatan-kemaksiatan). (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 1438)Al-Zamakhsyari dan Abu Hayyan menuturkan: bi sabab ma’âshîhim wa dzunûbihim (karena perbuatan maksiat dan dosa mereka). (Az-Zamaksyari, Al-Kasysyâf, vol. 3, 467; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth,vol. 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 360) Dengan ungkapan yang agak berbeda, pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Syihabuddin al-Alusi, al-Baidhawi, al-Samarqandi, al-Nasafi, al-Khazin, dan al-Shabuni. (Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 11, 48; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, vol. 4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 14; an-Nasafi, Madârik at-Tanzîl wa Haqâiq at-Ta’wîl, vol. 2, 31; al-Khazin, Lubâb at-Ta’wîl fi Ma’âni at-Tanzîl, vol. 3, 393; ash-Shabuni, Shafwat at-Tafâsîr, vol. 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), 442)

Kesimpulan tersebut sejalan dengan firman Allah Swt.:

وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكمويعفو عن كثير

“Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan tangan kalian sendiri.” (QS. asy-Syura [42]: 30)Ayat ini memastikan bahwa pangkal penyebab terjadinya seluruh kerusakan di muka bumi adalah pelanggaran dan penyimpangan manusia terhadap ketentuan Syariah-Nya.

Ada beberapa kemaksiatan yang disebutkan secara spesifik dapat menyebabkan kehancuran masyarakat. Rasulullah Saw. bersabda:

وا با في قرية ، فقد أحل نا والر إذا ظهر الزعذاب الله بأنفسهم

“Jika zina dan riba telah tampak menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan diri mereka dari azab Allah.” (HR. ath-Thabrani, al-Baihaqi dan al-Hakim)

36

Page 39: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

38

Pemaparan Abu al-Aliyah dikutip oleh Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat ini: “Siapa saja yang bermaksiat di muka bumi, sungguh dia telah berbuat kerusakan, sebab kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dinyatakan:

لحد يقام في األرض أحب إلى أهلها من أنيمطروا أربعين صباحا

“Sungguh satu hukuman had yang ditegakkan di muka bumi lebih disukai penduduknya daripada mereka diguyur hujan 40 hari.”Hudud yang ditegakkan itu menghalangi manusia—atau kebanyakan mereka—dari melakukan keharaman. Jika kemaksiatan dilakukan maka hal demikian menjadi sebab terpupusnya berkah dari langit dan bumi.” (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm). 

Ibn Manzhur dalam Lisân al-‘Arab menjelaskan, hudûdulLah adalah sesuatu yang Allah jelaskan pengharaman dan penghalalannya; Allah perintahkan untuk tidak dilanggar sedikitpun dan dilampaui, selain dari apa yang telah diperintahkan atau dilarang, yang Allah larang untuk dilanggar.Ibn al-Atsir dalam An-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsâr berkata, “Penyebutan al-hadd dan al-hudûd di banyak tempat maknanya adalah keharaman-keharaman Allah dan sanksi-sanksi-Nya yang dikaitkan dengan dosa-dosa. Asal dari al-hadd adalah halangan dan pemisah di antara dua perkara. Karena itu hudûd asy-syar’i memisahkan antara halal dan haram. Di antaranya apa yang tidak boleh didekati seperti perbuatan-perbuatan keji yang diharamkan (al-fawâhisy al-muharramah).”Allah SWT berfirman:

ه فال تقربوها تلك حدود الل“Itulah larangan Allah. Karena itu janganlah kalian mendekati larangan itu.” (QS. al-Baqarah [2]: 187)

ه فال تعتدوها تلك حدود الل“Itulah hukum-hukum Allah. Karena itu janganlah kalian melanggar hukum-hukum itu.” (QS. al-Baqarah [2]: 229)

37

Page 40: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

39

Al-Azhari di dalam Tahdzîb al-Lughah mengatakan, “Hudûd Allah ada dua bentuk. Pertama: hudud yang Allah tetapkan untuk manusia dalam masalah makanan, minuman, pernikahan dan lainnya; di antara apa yang dihalalkan dan diharamkan, yang diperintahkan untuk dijauhi dan dilarang untuk dilanggar. Kedua: uqûbât (sanksi) yang ditetapkan terhadap orang yang melakukan apa yang dilarang seperti hadd pencuri, yaitu potong tangan dalam pencurian seperempat dinar atau lebih; hadd orang berzina yang belum menikah yaitu cambukan seratus kali dan diasingkan setahun; hadd orang yang sudah menikah jika berzina yaitu dirajam; hadd orang yang menuduh orang lain berzina yaitu cambukan 80 kali. Disebut hudûd karena menghalangi perbuatan yang di situ ada sanksi jika dilakukan. Yang pertama disebut hudûd karena merupakan akhir yang Allah larang untuk dilanggar (dilampaui).”

ه والواقع فيها كمثل« مثل القائم على حدود الل قوم استهموا على سفينة فأصاب بعضهم أعالها

ذين فى أسفلها إذا وبعضهم أسفلها فكان الوا على من فوقهم فقالوا استقوا من الماء مر

ا خرقنا فى نصيبنا خرقا ولم نؤذ من فوقنا لو أن فإن يتركوهم وما أرادوا هلكوا جميعا وإن أخذوا

»على أيديهم نجوا ونجوا جميعا“Perumpamaan orang yang menegakkan hudud Allah dan para pelanggarnya adalah ibarat satu kaum yang sama-sama naik perahu. Sebagian di bagian atas dan sebagian di bagian bawah. Mereka yang di bawah, jika ingin mengambil air, melewati orang yang di atas. Lalu mereka berkata, “Andai saja kita melubangi tempat kita dan kita tidak menyusahkan orang di atas kita.” Jika para penumpang perahu itu membiarkan mereka dan apa yang mereka inginkan itu, niscaya mereka binasa seluruhnya. Namun, jika para penumpang perahu itu menindak mereka, niscaya mereka selamat dan selamat pula seluruhnya.” (HR. al-Bukhari)

Page 41: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

40

ذين أنعم سول فأولئك مع ال ومن يطع الله والرهداء ين والصديقين والش بي الله عليهم من الن

والصالحين وحسن أولئك رفيقا“Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa [4]: 69) Kaum Mukmin mengerjakan amal shalih, yang berarti seluruh tindakannya berpatokan dengan Syara’, orang-orang kafir justru sebaliknya. Mereka sama sekali tidak mengindahkan itu, tidak mempedulikan batasan halal atau haram yang semestinya mengikat perbuatan mereka.

"Terangkanlah kepada-Ku tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. [25] Al-Furqaan: 43-44) Bagi kaum kafir asalkan memenuhi kepentingan mereka, semuanya boleh. Perilaku mengabaikan peringatan dari Allah ini lebih sesat daripada binatang ternak.

ذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فليحذر الفتنة أو يصيبهم عذاب أليم

38

Page 42: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

41

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (QS. An-Nuur: 63)

Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa maksud frasa ‘an amrihi adalah jalan, manhaj, thariqah, sunnah dan syariah Nabi Saw. Seluruh perkataan dan perbuatan ditimbang dengan perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw. Yang sejalan diterima, sedangkan yang menyelisihi ditolak. (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir)

Imam Ibnu Katsir rahimahuLlah mengetengahkan sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari shahabat Ibnu ’Umar ra., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

ه بقوم فهو منهم ومن تشب“Siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Ahmad)Hadits ini mengandung larangan yang sangat keras serta ancaman bagi siapa saja yang meniru-niru atau menyerupai orang-orang kafir, baik dalam hal perkataan, perbuatan, pakaian, hari raya, peribadahan, serta semua perkara yang tidak disyariatkan bagi kaum Muslim. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, 1/149-150)Menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bil kuffar) mencakup perkara aqidah, ibadah, hari raya, pakaian khas kekafiran mereka, adat istiadat, atau gaya hidup yang memang merupakan bagian dari ciri-ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 4/175; Ali Ibrahim Mas’ud ‘Ajiin, Mukhalafah Al Kuffar fi As Sunnah An Nabawiyyah, hlm. 14)Dalam semua hal yang menyalahi Akidah dan Syariah, seorang Muslim dilarang berbuat atas idenya sendiri maupun menirunya dari kaum kafir.

Seorang muslim diharamkan berpartisipasi dalam kekufuran maupun kemaksiatan. Allah SWT berfirman:

ور ذين ال يشهدون الز وال”Dan [ciri-ciri hamba Allah adalah] tidak menghadiri /mempersaksikan kedustaan/kepalsuan.” (QS. Al Furqaan [25]: 72)Imam Ibnul Qayyim meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas, Adh Dhahhak, dan lain-lain, bahwa kata az zuur (kebohongan/kepalsuan) dalam ayat tersebut

39

Page 43: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

42

artinya adalah hari raya orang-orang musyrik (‘iedul musyrikiin). Berdalil dengan ayat ini, Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa haram hukumnya muslim turut merayakan (mumaala`ah), menghadiri (hudhuur), atau memberi bantuan (musa`adah) pada hari-hari raya kaum kafir. (Ibnul Qayyim, Ahkam Ahlidz Dzimmah, 2/156)

ة يبغون * و من أحسن من الله أفحكم الجاهليحكما لقوم يوقنون

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." (QS. Al-Maaidah: 50)

Sayyid Quttub dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menjelaskan: Makna jahiliyah telah ditentukan batasannya oleh nash ini. Jahiliyah – sebagaimana diterangkan Allah dan didefinisikan oleh Quran-Nya – adalah hukum buatan manusia. Karena, ini berarti ubudiyah (pengabdian) manusia terhadap manusia, keluar dari ubudiyah kepada Allah, dan menolak uluhiyyah Allah. Kebalikan (yaitu sisi lain) dari penolakan ini adalah mengakui uluhiyyah sebagian manusia dan hak ubudiyah bagi mereka selain Allah.

Dalam kitab At-Tafsir al-Munir Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa ayat ini berarti tak ada seorangpun yang lebih adil daripada Allah dan tak ada satu hukumpun yang lebih baik daripada hukum-Nya. (Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, VI/224)

Keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan dari Islam. Allah SWT berfirman:

ك صدقا وعدال وتمت كلمة رب“Telah sempurnalah Kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil.” (QS. al-An’am [6]: 115)Ibnu Katsir: “Artinya, benar dalam beritanya dan adil dalam perintah serta larangannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, juz 27, hal. 65)

40

Page 44: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

43

Islam sendiri memerintahkan manusia untuk cermat dan teguh dalam menerapkan keadilan Islam, sebagaimana firman-Nya:

ه يأمركم أن تؤدوا األمانات إلى أهلها وإذا إن الله اس أن تحكموا بالعدل إن الل حكمتم بين الن

ه كان سميعا بصيرا نعما يعظكم به إن الل“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)

Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah (Kullu ma dalla ‘alayhi al-kitab wa as-sunnah), baik dalam hukum-hukum hudud maupun hukum-hukum yang lainnya. (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyah, hlm. 15)Menurut Imam al-Qurthubi, keadilan adalah setiap apa saja yang diwajibkan baik berupa akidah Islam maupun hukum-hukum Islam (Kullu syayyin mafrudhin min ‘aqa’id wa ahkam). (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, X/165)Keadilan dapat didefinisikan secara ringkas, yaitu berpegang teguh dengan Islam (al-iltizam bil-Islam). (M. Ahmad Abdul Ghani, Mafhum al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi Dhaw` al-Fikr al-Islami Al-Mu’ashir, I/75)

Penjelasan asy-Syaukani mengenai maksud adil dalam ayat ini: “Adil adalah memutuskan perkara berdasarkan ketentuan dalam Kitabullah dan Sunnah-Nya, tidak dengan pendapat pikiran semata, karena itu sama sekali tidak terkategori sebagai kebenaran; kecuali jika tidak ditemukan dalilnya dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, maka bisa dengan hasil ijtihad pikiran dari seorang hakim yang mengetahui hukum Allah Swt.; dan mengetahui yang paling dekat dengan kebenaran ketika tidak ada nash. Adapun hakim yang tidak memahami hukum Allah dan Rasul-Nya, juga tidak memahami yang paling dekat dengan keduanya, maka dia tidak memahami keadilan. Sebab, dia tidak memahami hujjah yang datang kepadanya, apalagi memutuskan antara hamba Allah dengan hujjah itu. (Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 2, 607)

41

Page 45: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

44

“Keadilan hukum-hukum Allah Swt. tersebut akan benar-benar bisa dirasakan adil jika diberlakukan secara menyeluruh. Islam sebagai sebuah satu kesatuan sistem tidak bisa dilepaskan unsur-unsurnya satu sama lain. Bagian organ tubuh, seperti mata atau tangan, akan kehilangan hakikat dan fungsinya apabila dilepaskan dari tubuhnya.” (Ust. Rokhmat S. Labib, MEI)

إنا أنزلنا إليك الكتاب بالحق لتحكم بينالناس بما أراك الله

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” (QS. an-Nisa’ [4]: 105) 

نات وأنزلنا معهم الكتاب لقد أرسلنا رسلنا بالبياس بالقسط والميزان ليقوم الن

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. [57] Al-Hadid: 25)

Dari Ubadah Bin Shamit berkata:

م على »بايعنا رسول الله صلى الله عليه وسل مع والطاعة في المنشط والمكره وأن ال الس

ننازع األمر أهله وأن نقوم أو نقول بالحق حيثماا ال نخاف في الله لومة الئم« كن

“Kami telah membai’at Rasulullah Saw. untuk setia mendengarkan dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan yang kami senangi maupun tidak kami senangi; dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin; juga agar kami menegakkan atau mengatakan yang haq di manapun kami berada dan kami tidak takut karena Allah terhadap celaan orang-orang yang mencela.” (HR. Bukhari)

42

Page 46: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

45

Abdullah bin Dinar telah menyampaikan, ia berkata: “Aku menyaksikan Ibn Umar di mana orang-orang telah bersepakat untuk membaiat Abdul Malik bin Marwan, ia berkata bahwa dia menulis: “Aku berikrar untuk mendengarkan dan mentaati Abdullah Abdul Malik bin Marwan sebagai Amirul Mukminin atas dasar Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dalam hal yang aku mampu.” 

Kemuliaan Para Sahabat ra. tidak lain dikarenakan keimanan kepada Alloh Swt. dan Rosul-Nya, dan ketaatan mereka terhadap Syari’at.

كنت أسقي أبا طلحة األنصاري وأبا عبيدة بن«اح وأبي بن كعب شرابا من فضيخ وهو تمر الجرمت فقال أبو فجاءهم آت فقال إن الخمر قد حر طلحة يا أنس قم إلى هذه الجرار فاكسرها قال

أنس فقمت إلى مهراس لنا فضربتها بأسفلهى انكسرت »حت

Dari Anas bin Malik ra., beliau berkata: “Suatu ketika aku menjamu Abu Thalhah Al-Anshari, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Ubay bin Ka’ab dari fadhij, yaitu perasan kurma. Kemudian ada seseorang datang kepada mereka lalu berkata: Sesungguhnya khamr telah diharamkan. Maka berkata Abu Thalhah: “Wahai Anas, berdiri dan pecahkanlah kendi itu!”, Anas berkata: “Maka aku berdiri mengambil tempat penumbuk biji-bijian (al mihras) milik kami, lalu memukul kendi itu pada bagian bawahnya (al mihras) hingga kendi tersebut pecah.” (HR. Al-Bukhori)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra. yang berkata:

ه لما أنزل الله تعالى أن يردوا إلى »وبلغنا أن المشركين ما أنفقوا على من هاجر من

كوا أزواجهم وحكم على المسلمين أن ال يمسق امرأتين« بعصم الكوافر أن عمر طل

43

Page 47: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

46

“Telah sampai berita kepada kami bahwasannya Umar bin Al Khathab telah menceraikan dua istrinya, ketika Allah Swt. menurunkan firman-Nya (yaitu QS. Al Mumtahanah: 10, pent.), yang memerintahkan agar kaum Muslim mengembalikan kepada kaum musyrik istri yang telah mereka berikan kepada suami-suaminya yang telah hijrah dan Allah telah menentukan hukum kepada kaum Muslim agar mereka tidak menahan tali perkawinan dengan wanita-wanita kafir.”

Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. berkata:

»يرحم الله نساء المهاجرات األول لما أنزل[ الله شققن ]وليضربن بخمرهن على جيوبهن

مروطهن فاختمرن بها«“Semoga Allah merahmati kaum wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan firman-Nya:

] ]وليضربن بخمرهن على جيوبهن“Dan hendaklah mereka mengenakan kain kerudung mereka diulurkan hingga (menutupi) dada mereka.” (QS. An Nur [24]: 31)Maka kaum wanita itu merobek kain sarung mereka (untuk dijadikan kerudung) dan menutup kepala mereka dengannya.”

"Dan siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan mereka berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An Nisaa': 115)

44

Page 48: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

47

Jalan orang-orang yang beriman adalah jalan yang merupakan konsekuensi dari keimanan, yaitu ideologi (aqidah dan syariah) Islam sebagaimana jalannya Rasul Saw.

Umar bin Abdul Aziz dalam khuthbahnya berkata:“Wahai manusia. Sesungguhnya Allah tidak mengutus seorang nabi lagi setelah nabi kalian, dan tidak menurunkan al-Kitab lagi setelah al-Kitab yang diturunkan kepada (Muhammad) ini. Apa yang dihalalkan Allah melalui lisan Nabi-Nya, maka ia tetap halal hingga Hari Kiamat. Apa yang diharamkan Allah melalui lisan Nabi-Nya, ia tetap haram hingga Hari Kiamat. Ketahuilah bahwa saya bukan pembuat keputusan, melainkan pelaksana; saya bukanlah pembuat bid’ah, melainkan pengikut (Syariah); dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, namun saya memikul tanggung jawab lebih berat daripada kalian. Ketahuilah tidak ada seorangpun di antara makhluk Allah yang berhak ditaati dalam hal maksiat kepada Allah. Ketahuilah dan jadilah saksi, bahwa saya telah menyampaikan hal ini.” (Ad-Darimi, Sunan ad-Darimi, 1/115).

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. (11) Hud: 112)

ار } كم الن ذين ظلموا فتمس وال تركنوا إلى اله من أولياء ثم ال تنصرون وما لكم من دون الل

}“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” [QS. (11) Hud: 113]

Menurut Abu al-Aliyah, makna kata al-rukûn adalah ridha. Artinya ridha terhadap perbuatan orang-orang zhalim. Ibnu Abbas memaknainya al-mayl (cenderung). Demikian keterangan al-Thabari dalam Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân. Sedangkan al-Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyâf,

45

Page 49: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

48

menegaskan bahwa al-rukûn tak sekadar al-mayl, namun al-mayl al-yasîr (kecenderungan ringan).Menurut Ibnu Abbas, sebagaimana dikutip al-Thabari dalam Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, perbuatan zhalim yang tidak boleh diridhai itu adalah syirik. Al-Syaukani dalam Fath al-Qadîr menegaskan bahwa perbuatan itu tidak hanya berlaku untuk kaum Musyrik, namun berlaku umum.Ini berarti setiap Muslim wajib membebaskan dirinya dari kezahliman. Bukan hanya dalam praktik, namun sekadar kecenderungan sedikit saja sudah tidak diperbolehkan. Berkaitan dengan makna al-rukûn ilâ al-ladzîna âmânû, al-Zamakhsyari memaparkan beberapa perbuatan yang dapat dikatagorikan di dalamnya. Di antaranya adalah tunduk kepada hawa nafsu mereka, bersahabat dengan mereka, bermajelis dengan mereka, mengunjungi mereka, bermuka manis dengan mereka, ridha terhadap perbuatan mereka, menyerupai mereka, dan menyebut keagungan mereka.

Orang zalim dihukum karena kezalimannya. Sedangkan orang umum mendapat siksa karena sikap membiarkan kezaliman. Abu Bakar ash-Shiddiq ra. berkata: “Aku mendengar Rasul Saw. bersabda:

اس إذا رأوا الظالم فلم يأخذوا على يديه« إن النه بعقاب منه »أوشك أن يعمهم الل

"Sesungguhnya jika orang-orang melihat seorang berbuat kedzaliman lalu ia tidak menindak dengan kedua tangannya, maka hampir-hampir Allah meratakan azab dari sisinya." (HR. Ahmad)Kata al-zhulm digunakan untuk menunjukkan setiap perbuatan yang menyimpang dari ketetapan dînuLlâh. Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada Kaab bin Ujrah:

فهاء« ، قال: وما ه من إمارة الس »أعاذك الل فهاء؟ قال: »أمراء يكونون بعدي، ال إمارة الس

تي، فمن ون بسن يقتدون بهديي، وال يستن صدقهم بكذبهم، وأعانهم على ظلمهم، فأولئك

46

Page 50: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

49

ي، ولست منهم، وال يردوا علي ليسوا من حوضي، ومن لم يصدقهم بكذبهم، ولم يعنهم

ي وأنا منهم، وسيردوا على ظلمهم، فأولئك منعلي حوضي«

“Aku meminta perlindungan kepada Allah untuk kamu dari kepemimpinan (pemimpin) yang bodoh (sufaha’).” Kaab bertanya, “Apa kepemimpinan yang bodoh itu?” Beliau bersabda, “Para pemimpin yang ada setelah aku. Mereka tidak mengikuti petunjukku dan tidak mencontoh sunnahku. Siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan menolong mereka atas kezaliman mereka, maka mereka bukan golonganku dan aku bukan golongan mereka, dan mereka tidak ikut aku di Telaga (di Surga). Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak menolong mereka atas kezaliman mereka maka mereka termasuk golonganku dan aku bagian dari golongan mereka dan mereka akan ikut aku di Telaga.” (HR. Ahmad, Ibn Hibban dan al-Hakim)

Anas bin Malik menuturkan, bahwa Muadz pernah berkata, “Ya Rasulullah bagaimana pendapat Anda jika atas kami memerintah para pemimpin yang tidak berjalan di atas sunnahmu dan tidak mengambil perintah-perintahmu, apa yang engkau perintahkan di dalam perkara mereka?” Rasulullah Saw. bersabda:

ه عز وجل ال طاعة لمن لم يطع الل“Tidak ada ketaatan terhadap orang yang tidak menaati Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad dan Abu Ya’la)

Muadz bin Jabal menuturkan, Rasul Saw. pernah bersabda:

لطان سيفترقان، فال تفارقوا أال إن الكتاب والسالكتاب

“Ingatlah, sesungguhnya al-Kitab (al-Quran) dan kekuasaan (as sulthan) akan berpisah, maka janganlah kalian memisahkan diri dari al-Kitab.” (HR. Thabrani dan Abu Nu’aim. Lihat Ath Thabrani, Al Mu’jam Al Shaghir no. 794;

47

Page 51: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

50

dalam Al Mu’jam Al Kabir, juz 20 hlm. 76 no. 172; Ibnu Hajar Al Haitsami, Majma’uz Zawa`id, Juz 5 hlm. 225-226)

Sabda Rasulullah SAW ini juga menegaskan konsep kekuasaan sebagai bagian ajaran Islam:

ما لينقضن عرى اإلسالم عروة عروة فكلاس ث الن انتقضت عروة تشب

تي تليها وأولهن نقضا الحكم وآخرهن الصالة بال“Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu, maka setiap satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan pada simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama kali terurai adalah kekuasaan (pemerintahan) sedang yang paling akhir terurai adalah shalat.” (Lihat Musnad Ahmad, 1/251; Shahih Ibnu Majah no 257; Al Hakim dalam Al Mustadrak, 4/92)

Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164:

أجمعت األمة على وجوب عقد اإلمامة ، وعلى أن األمة يجب عليها االنقياد إلمام عادل ، يقيم فيهم أحكام الله ، ويسوسهم بأحكام الشريعة التي أتى بها رسول الله صلى الله عليه وسلم

ولم يخرج عن هذا اإلجماع من يعتد بخالفه“Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Bab Al Imamah Al Kubra, Juz 6 hal. 164)

48

Page 52: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

51

ه وإلى وإذا قيل لهم تعالوا إلى ما أنزل اللسول رأيت المنافقين يصدون عنك صدودا، الر فكيف إذا أصابتهم مصيبة بما قدمت أيديهم ثم

ه إن أردنا إال إحسانا جاءوك يحلفون بالله ما في قلوبهم ذين يعلم الل وتوفيقا، أولئك ال فأعرض عنهم وعظهم وقل لهم في أنفسهم

قوال بليغا“Jika dikatakan kepada mereka, “Marilah kalian (tunduk) pada hukum yang telah Allah turunkan dan pada hukum Rasul,” niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Lalu bagaimanakah jika mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah akibat perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.” Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka, berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. an-Nisa [4]: 61-63)

Frasa mâ anzalal-Lâh berarti hukum-hukum yang ada dalam al-Quran (Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1994), 66), sedangkan ar-Rasûl menunjuk pada hukum beliau (Al-Qasimi, Mahâsin at-Ta’wîl, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1992), 193).Ibnu Katsir memaknai yashuddûna dan shudûd[an] dalam ayat ini sebagai: Yu’ridhûna ‘anka i’râdh[an] ka al-mustakbirîna ‘an dzâlika (Mereka benar-benar berpaling dari kamu seperti orang yang sombong terhadap hal itu). Masih menurut Ibnu Katsir, sikap tersebut sama dengan kaum musyrik ketika diajak pada apa yang telah Allah turunkan. Mereka menolak ajakan tersebut hanya karena alasan telah mengikuti ajaran nenek moyang mereka (lihat QS. Luqman [31]: 21). Sikap tersebut tentu kontradiksi dengan sikap Mukmin

49

Page 53: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

52

yang sami’nâ wa atha’nâ terhadap hukum Allah Swt. (lihat QS. an-Nur [24]: 51). (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, vol. 1, 470)Dalam menafsirkan kata mushîbah, Ibnu Jarir ath-Thabari memaknainya dengan niqmah minal-Lâh (balasan berupa siksaan dari Allah). (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 4, 159)Penolakan mereka terhadap Syariah, kemunafikan mereka, dan tindakan mereka yang berhukum kepada thâghût merupakan sebab datangnya hukuman itu.

Sikap mengimani sebagian Syariah dan mengingkari sebagian lainnya hanya akan mengantarkan kepada kehinaan di dunia dan azab yang pedih di Akhirat. Sebagai pelajaran, Allah Swt. memperingatkan kaum Bani Israil dalam surat Al Baqarah ayat 85:

أفتؤمنون ببعض الكتاب وتكفرون ببعض فما جزاء من يفعل ذلك منكم إال خزي في الحياة

الدنيا ويوم القيامة يردون إلى أشد العذاب وماه بغافل عما تعملون الل

“Apakah kamu beriman kepada sebahagian (isi) Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian (isinya) yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 85) Perintah untuk bertakwa berlaku selamanya. Rasulullah Saw. bersabda:

ئة الحسنة ي ه حيثما كنت وأتبع الس ق الل اتاس بخلق حسن تمحها وخالق الن

“Bertakwalah kamu kepada Allah di mana dan kapan saja kamu berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan itu menghapus keburukan itu, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Bazar dan Abu Nu’aim dari Abu Dzar al-Ghiffari)

50

Page 54: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

53

Dalam kitabnya, As-Siyâsah Asy-Syar’iyyah (1/174), Imam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Syariah Islam telah datang untuk mengelola kekuasaan [sharf as-sulthân] dan harta benda di jalan Allah. Apabila kekuasaan dan harta benda dimaksudkan untuk taqarrub ilâ Allâh dan infak fi sabilillah, maka itu akan menimbulkan kebaikan agama dan dunia. Namun, jika kekuasaan terpisah dari agama, atau agama terpisah dari kekuasaan, maka kondisi masyarakat akan rusak.”

 

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. (33) al-Ahzab: 66-67)

“Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami sebahagian azab api neraka?" (QS. [40] Al-Mu'min: 47)

“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (QS. [76] Al-Insan: 24)

51

Page 55: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

54

Perintah tersebut tidak hanya berlaku bagi Rasulullah Saw., tetapi juga berlaku bagi seluruh umatnya jika tidak ada dalil yang membatasi bahwa khithâb/seruan tersebut berlaku khusus hanya untuk Nabi Saw.Sesuai dengan kaidah:

سول خطاب ألمته« »خطاب للر“Seruan untuk Rasul Saw. merupakan seruan yang juga berlaku bagi umatnya.” (Lihat: al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddîn an-Nabhânî, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, Dâr al-Ummah, Beirut, III/247) Allah SWT berfirman:

بع ما ه قالوا بل نت بعوا ما أنزل الل وإذا قيل لهم ات �ألفينا عليه آباءنا أولو كان آباؤهم ال يعقلون

شيئا وال يهتدون”Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" (QS. Al-Baqarah: 170)

ثم جعلناك على شريعة من األمرفاتبعها وال تتبع أهواء الذين ال يعلمون

”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. [45] Al-Jatsiyah: 18)Ibnu Katsir: “Maksudnya, ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu oleh Rabb-mu, yang tidak ada yang berhak diibadahi selain Dia.” (Tafsir Ibnu Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, juz 25, hal. 341)

سول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا وما آتاكم الرقوا الله إن الله شديد العقاب وات

52

Page 56: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

55

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS. [59] Al Hasyr: 7)Abu Nu'aim al-Ashbahaniy menyatakan: "Di antara keistimewaan Rasulullah SAW adalah perintah Allah SWT kepada seluruh umat manusia untuk menaati beliau, dengan ketaatan yang mutlak tanpa syarat." (Lihat: Jalaludin as-Suyutii, al-Khashoish al-Kubro, 2/298)Sabda Rasulullah Saw.:

»إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه مااستطعتم ومانهيتكم عنه فاجتنبوه«

“Jika aku memerintah kalian dengan suatu perintah, jalankanlah semampu kalian. Jika aku melarang kalian dengan suatu larangan, jauhilah.” (HR. al-Bukhari).

Wahab bin Kisan bertutur bahwa Zubair ibn al-Awwam pernah menulis surat yang berisi nasihat untuk dirinya. Di dalam surat itu dinyatakan, “Amma ba’du. Sesungguhnya orang bertakwa itu memiliki sejumlah tanda yang diketahui oleh orang lain maupun dirinya sendiri, yakni: sabar dalam menanggung derita, ridha terhadap qadha’, mensyukuri nikmat dan merendahkan diri (tunduk) di hadapan hukum-hukum Al-Qur’an.” (Ibn al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, I/170; Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyah Awliya’, I/177)

ه وما كان لمؤمن وال مؤمنة إذا قضى الل ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهمه ورسوله فقد ضل ضالال مبينا ومن يعص الل

]36[األحزاب: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. [33] Al-Ahzab: 36)

53

Page 57: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

56

Al-Syaukani menjelaskan, kata mâ kâna, mâ yanbaghî, dan semacamnya bermakna al-man'u wa al-hazhr min al-syay' (larangan terhadap sesuatu).Ibnu Katsir menegaskan, ayat ini berlaku untuk seluruh perkara. Apabila Allah SWT dan Rasul-Nya SAW telah memutuskan tentang sesuatu, maka tidak ada seorangpun yang boleh menyalahinya.

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. [43] Az-Zukhruf: 36)

لم كافة وال ذين آمنوا ادخلوا في الس ها ال يا أيه لكم عدو مبين يطان إن بعوا خطوات الش تت

]208[البقرة: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Ibnu Katsir mengatakan:

يقول تعالى آمرا عباده المؤمنين به المصدقين برسوله : أن يأخذوا بجميع عرى اإلسالم

وشرائعه ، والعمل بجميع أوامره ، وترك جميعزواجره ما استطاعوا من ذلك .

“Alloh Swt. berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman terhadap-Nya dan yang membenarkan Rosul-Nya, untuk mengambil seluruh simpul-simpul Islam dan Syari’at-Syari’atnya, melaksanakan seluruh perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan-larangan-Nya sebisa mungkin.” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhiim, juz 1 hlm. 565) 

54

Page 58: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

57

Imam Thabariy menyatakan: “Ayat di atas (Al-Baqarah: 208) merupakan perintah kepada orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan Syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam. (Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, II/337) As-Sa’di menjelaskan, “Ini adalah perintah dari Allah SWT untuk kaum Mukmin agar mereka masuk Islam secara kaffah, yakni ke dalam seluruh syariah agama tanpa meninggalkan sedikitpun Syariahnya; juga agar mereka tidak menjadikan hawa nafsu mereka sebagai tuhan, yakni jika perkara yang disyariatkan (Syariah) itu sesuai hawa nafsunya maka diamalkan dan jika menyalahi hawa nafsunya maka ditinggalkan.”Imam Ali ash-Shabuni menegaskan, bahwa ayat tersebut memerintahkan kaum muslim untuk melaksanakan seluruh hukum Islam; tidak boleh melaksanakan hanya sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain.

Setan (syaythan), menurut sebagian ulama, berasal dari kata syathana; maknanya adalah ba’uda, yakni jauh. Maksudnya, setan adalah sosok yang jauh dari segala kebajikan (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, I/115; Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, I/39). Setan juga berarti sosok yang jauh dan berpaling dari kebenaran. Karena itu siapa saja yang berpaling dan menentang (kebenaran), baik dari golongan jin ataupun manusia, adalah setan (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, I/90; Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-Azhim wa Sab’i al-Matsani, I/166).

ه ورسوله ويتعد حدوده يدخله نارا ومن يعص الل﴾١٤﴿خالدا فيها وله عذاب مهين

“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Api Neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. [4] An Nisa': 14)Ibnu Katsir: “Artinya, karena keadaannya tidak menggunakan hukum Allah dan menentang Allah dalam hukum-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, juz 4, hal. 251)

55

Page 59: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

58

 “Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. [13] Ar Ra'd: 37)

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; dan Dia-lah Yang Maha cepat hisab-Nya.” (QS. [13] Ar Ra'd: 41)Ibnu Katsir: “Ibnu Abbas berkata, “Apakah mereka tidak melihat, bahwa Kami membukakan bagi Muhammad Saw. daerah demi daerah.” Ibnu Katsir: “… yaitu dengan kemenangan Islam atas kemusyrikan, daerah demi daerah …, Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.” (Tafsir Ibnu Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, juz 13, hal. 515)

 

اس وما أرسلناك إال كافة للن“Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya.” (QS. Saba’ [34]: 28)Terkait dengan firman Allah ini, Ar-Razi berkata, “Kaffa[tan], artinya bahwa risalah itu untuk semua, yakni umum untuk semua manusia, sehingga mereka dilarang keluar dari ketundukan terhadap risalah itu.” (Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghaib, XXV/207)Rasulullah Saw. juga bersabda:

56

Page 60: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

59

بعثت إلى كل أحمر و أسود“Aku diutus untuk semuanya, yang berkulit merah maupun hitam.” (HR. Muslim)

قوا لفتحنا عليهم ولو أن أهل القرى ءامنوا واتماء واألرض ولكن كذبوا بركات من الس

فأخذناهم بما كانوا يكسبون“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. [7] Al-A’raf: 96)

وما خلقت الجن واإلنس إال ليعبدون ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)Imam ath-Thabari menjelaskan bahwa penafsiran yang lebih tepat adalah sebagaimana pendapat Ibn Abbas, yaitu bahwa jin dan manusia diciptakan Allah tiada lain untuk beribadah kepada Allah dan tunduk pada perintah-Nya.

وال تقولوا لما تصف ألسنتكم الكذب هذا حاللذين ه الكذب إن ال وهذا حرام لتفتروا على الل

ه الكذب ال يفلحون يفترون على الل”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.”(QS. An-Nahl: 116)Menurut al-Syaukani, ayat ini berarti: Janganlah kalian mengharamkan atau menghalalkan sesuatu melalui ucapan lisan-lisan kalian tanpa hujjah. Al-Zamakhsyari menafsirkannya dengan pernyataan: Janganlah kamu mengharamkan dan menghalalkan hanya dengan perkataan yang ucapkan lisan-lisan dan mulut-mulut kalian—bukan karena ada hujjah dan alasan yang jelas—akan tetapi hanya sekadar ucapan dan klaim yang kosong.

57

Page 61: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

60

Menurut Ibnu Katsir, termasuk dalam tindakan yang dilarang ayat ini adalah semua bid’ah yang diada-adakan yang tidak memiliki sandaran Syar’i, menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, atau mengharamkan sesuatu yang dihalalkan hanya berdasarkan pendapat dan selera mereka semata.

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم }نعمتي ورضيت لكم اإلسالم دينا

“Hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, telah mencukupkan nikmat-Ku untuk kalian, dan telah meridhai Islam sebagai agama kalian.” (QS. al-Mâ’idah [5]: 3)Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada junjungan kita, Muhammad Saw., untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri, dan sesamanya (An-Nabhâni, Nizhâm al-Islâm, Mansyûrât Hizb at-Tahrîr, Beirut, cet. VI, 2001, hlm. 69). Hubungan manusia dengan Penciptanya meliputi masalah akidah dan ibadah; hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi akhlak, makanan, dan pakaian; hubungan manusia dengan sesamanya meliputi muamalat dan persanksian. (An-Nabhâni, Nizhâm al-Islâm, Mansyûrât Hizb at-Tahrîr, Beirut, cet. VI, 2001, hlm. 69)

 “Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar.” (QS. [10] Yunus: 15)

قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على][بصيرة أنا ومن اتبعني

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata …” (QS. Yusuf [12]: 108)Imam al-Qurthubi menjelaskan: “Katakanlah, wahai Muhammad, “Inilah jalanku, sunnahku dan manhajku.” Ibn Zaid menyatakan, ar-Rabi’ berkata, “Dakwahku.” Muqatil berkata, “Agamaku.” Semua ini, menurut al-

58

Page 62: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

61

Qurthubi, maknanya satu, yaitu apa yang menjadi jalan hidupku dan aku serukan untuk menggapai Surga. Adapun makna ‘ala bashirah adalah dengan keyakinan dan dalam kebenaran. (Al-allamah al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, t.t., IX/272)Imam as-Syaukani menyatakan bahwa makna, ‘ala bashirah adalah dengan hujjah yang jelas (hujjah wadhihah). Kata bashirah mempunyai konotasi pengetahuan yang bisa membedakan antara yang haq dan batil. (Al-allamah Muhammad bin ‘Ali as-Syaukani, Tafsir Al-Qur’an, Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah, Beirut, 1997, III/57)

ما كان قول المؤمنين إذا دعوا إلى الله إن ورسوله ليحكم بينهم أن يقولوا سمعنا وأطعنا وأولئك هم المفلحون، ومن يطع الله ورسوله

قه فأولئك هم الفائزون ويخش الله ويت“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. an-Nur [24]: 51-52)

Dinyatakan ath-Thabari, frasa idzâ du‘û ilâ Allâh wa Rasûlih ditafsirkan dengan idzâ du‘û ilâ hukm Allâh wa ilâ hukm Rasûlih (jika mereka dipanggil pada hukum Allah dan pada hukum Rasul-Nya). (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, vol. 9 [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992], 341)

an yaqûlû sami’nâ wa atha’nâ (Mereka mengucapkan, “Kami mendengar dan kami patuh”) menurut Muqatil dan Ibnu ‘Abbas, frasa tersebut bermakna, “Kami mendengar ucapan Nabi Saw. dan mentaati perintahnya,”—meskipun dalam perkara yang tidak mereka sukai dan membahayakan mereka. (Al-Wahidi, an-Naisaburi, Al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur’ân al-Majîd, vol. 3 [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994], 325; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 4, 46)

59

Page 63: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

62

Tidak ada yang mendapatkan keberuntungan (al-falâh) kecuali orang yang berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya, menaati Allah dan Rasul-Nya. (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, vol. 3, 382)Waman yuthi’illâh wa Rasûlahu (Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya). Artinya, mereka taat pada perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, menerima hukum-hukum-Nya, baik menguntungkan maupun merugikan mereka. (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân, vol. 9, 341)Al-Jazairi menjelaskan bahwa takut kepada Allah Swt. adalah takut yang disertai pengetahuan, lalu meninggalkan larangan dan menahan diri dari apa yang disenangi. (Al- Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, vol. 3, 382)

ه ورسوله ليحكم بينهم إذا وإذا دعوا إلى الل( وإن يكن لهم الحق48فريق منهم معرضون )

49يأتوا إليه مذعنين ) ( أفي قلوبهم مرض أم ه عليهم ورسوله ارتابوا أم يخافون أن يحيف الل

(50بل أولئك هم الظالمون )“Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku dzalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. an-Nur [24]: 48-50).

Ibnu katsir: “Jika keputusan hukum tidak menguntungkan mereka, maka merekapun berpaling darinya dan mengajak untuk berhukum kepada yang tidak haq serta menghendaki agar berhukum kepada selain Rasulullah Saw. demi mendukung kebathilan mereka. Kemudian Allah berfirman “(artinya) Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit” Yakni tidak ada alternatif lain selain hati mereka telah dijangkiti penyakit yang selalu menyertai, atau keraguan tentang agama ini telah merasuk ke dalam hati mereka, atau mereka khawatir Allah dan Rasul-Nya berlaku zhalim dalam

60

Page 64: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

63

menetapkan hukum.” (Tafsir Ibnu Katsir: Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir, juz 18, hal. 74)

ة إال من أبى قالوا يا كل أمتي يدخلون الجنه ومن يأبى قال من أطاعني دخل رسول الل

ة ومن عصاني فقد أبى الجنRasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap orang dari umatku akan masuk Surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya heran, “Siapa yang enggan masuk Surga, wahai Rasulullah?” Kata beliau, “Mereka yang menaati aku akan masuk Surga, sedangkan yang menentang aku berarti mereka enggan masuk Surga.” (HR. al-Bukhari, Ahmad dan an-Nasa’i)

Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Al-Qur’an itu merupakan pemberi syafaat dan benar isinya. Siapa saja yang menjadikan al-Qur’an sebagai imamnya niscaya ia akan memandunya menuju Surga. Sebaliknya, siapa saja menjadikan al-Qur’an di belakang punggungnya (tidak diterapkan) maka ia akan menjebloskannya ke dalam Neraka.” (HR. Ibnu Hibban)

Imam Ibnu Katsir berkata:

ينكر تعالى على من خرج عن حكم الله المحكم المشتمل على كل خير ، الناهي عن كل شر

وعدل إلى ما سواه من اآلراء واألهواء واالصطالحات ، التي وضعها الرجال بال مستند من شريعة الله ، … فال يحكم بسواه في قليل

ة ﴿وال كثير ، قال الله تعالى : أفحكم الجاهلي

61

Page 65: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

64

﴾يبغون أي : يبتغون ويريدون ، وعن حكم الله ه حكما لقوم ﴿يعدلون . ومن أحسن من الل

﴾يوقنون أي : ومن أعدل من الله في حكمه لمن عقل عن الله شرعه ، وآمن به وأيقن

وعلم أنه تعالى أحكم الحاكمين .“Alloh mengingkari siapa-siapa yang tidak menerapkan hukum Alloh Swt. yang jelas, komprehensif meliputi setiap kebaikan dan mencegah dari setiap keburukan, serta berpaling kepada selainnya yang berupa pendapat, hawa nafsu, dan istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar kepada Syari’at Alloh Swt., … maka tidak boleh berhukum dengan selain hukum Alloh Swt., baik sedikit maupun banyak. Alloh Swt. berfirman (yang artinya): “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki”, atau: yang mereka kehendaki dan mereka mau, sedangkan dari hukum Alloh Swt. mereka berpaling. “dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin?” atau: siapakah yang lebih adil syari’atnya daripada hukum Alloh Swt. bagi siapa-siapa yang berfikir tentang Alloh Swt., mengimani-Nya, dan yakin serta tahu bahwa Alloh Swt. adalah seadil-adilnya hakim.” (Al-Marja’ As-Sabiq, juz 3, hlm. 131) 

Nabi Saw. bersabda:

عوها وحد حدودا إن الله فرض فرائض فال تضيفال تعتدوها ونهى عن أشياء فال تنتهكوها

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan sejumlah kewajiban maka janganlah kalian menelantarkannya; telah memberikan sejumlah batasan maka janganlah melanggarnya; dan telah melarang sejumlah perkara maka janganlah melakukannya.” (HR. ad-Dâruquthniy)

Allah Swt. melarang kaum Muslim berkompromi dalam masalah aqidah dan hukum. Allah Swt. berfirman:

62

Page 66: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

65

( ودوا لو تدهن فيدهنون )8فال تطع المكذبين )9)

“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. al-Qalam [68]: 8-9)

At-Tirmidzi meriwayatkan dalam Musnadnya dari Ali karramallahu wajhah, yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kelak akan ada fitnah”. Ali berkata: “Apa yang bisa menyelamatkan dari fitnah itu, wahai Rasulallah?” Rasulullah SAW bersabda: “Kitabullah (Al-Qur’an). Di dalamnya terdapat berita tentang orang-orang sebelum dan sesudah kalian. Ia pemberi keputusan atas apa yang kalian perselisihkan. Al-Qur’an merupakan pemisah antara hak dan bathil, dan ia bukanlah senda gurau. Siapa saja yang meninggalkannya dengan sombong, maka ia menjadi musuh Allah. Siapa saja yang mencari petunjuk pada selain Al-Qur’an, maka Allah akan menyesatkannya. Al-Qur’an adalah tali Allah yang kokoh, cahaya-Nya yang terang, peringatan yang bijak, jalan yang lurus, obat yang ampuh, menjaga siapa saja yang berpegang teguh dengannya, keselamatan bagi siapa saja yang mengikutinya; apa saja yang bengkok, al-Qur’an meluruskannya; apa saja yang menyimpang, al-Qur’an akan mengembalikannya. Al-Qur’an tidak akan disesatkan oleh hawa nafsu, tidak akan tercampuri oleh bahasa-bahasa lain, tidak akan diwarnai oleh berbagai pendapat, tidak membuat kenyang para ulama, tidak membuat bosan orang-orang yang takwa, tidak usang meski banyak yang menolak, dan kehebatannya tidak pernah habis. Al-Qur’an membuat jin berhenti seketika ketika jin mendengarnya. Sehingga jin berkata: ‘Sesungguhnya kami mendengar bacaan (Al-Qur’an) yang begitu mengagumkan. Siapa saja yang mengetahuinya, maka ia mengetahui hal-hal sebelumnya; siapa saja yang berkata dengannya, maka ia benar(jujur); siapa saja yang berhukum dengannya, maka dia pasti adil; siapa saja yang mengamalkannya, maka ia mendapatkan pahala; dan siapa saja yang menyeru kepadanya, maka ia menyeru kepada jalan yang lurus.’

بعوني يحببكم الله ون الله فات 63قل إن كنتم تحب

Page 67: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

66

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imron (3): 31)Frasa fattabi‘ûnî (ikutilah aku) bermakna umum, karena tidak ada indikasi adanya pengkhususan (takhshîsh), pembatasan (taqyîd), atau penekanan (tahsyîr) hanya pada aspek-aspek tertentu yang dipraktikkan Nabi Saw.

Imam Ibnu Katsir menyatakan,”Ayat yang mulia ini (QS. Ali Imron (3): 31) adalah pemutus bagi siapa saja yang mengaku mencintai Allah SWT, namun ia tidak berjalan di atas jalan Nabi Muhammad SAW; maka ia telah berdusta dalam pengakuannya itu, hingga ia mengikuti Syariat Nabi Muhammad SAW dan agama Nabi SAW di seluruh perkataan dan perbuatannya. Seperti yang ditetapkan dalam hadits shahih dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau SAW bersabda, “Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan itu tertolak.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adziim, QS. Ali Imron (3): 31)

»…والذي نفسي بيده، لو كان موسىحيا ما وسعه إال أن يتبعني«

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa masih hidup ia tidak merasa lapang kecuali mengikutiku.” (HR. Ibn Abiy Syaibah dalam Mushannaf)

ا بين أظهركم, ما حل له ه لوكان موسى حي فإنبعني أن يت إال

Nabi Saw. bersabda, “Seandainya Nabi Musa as. hidup di tengah-tengah kalian, maka tidak halal bagi dirinya, kecuali mengikuti aku.” (HR. Imam Ahmad)

»قد تركتكم على البيضاء ليلها كنهارها ال يزيغ عنها بعدي إال هالك، ومن يعش

منكم، فسيرى اختالفا كثيرا، فعليكم بما

64

Page 68: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

67

عرفتم من سنتي وسنة الخلفاءاشدين المهديين، وعليكم بالطاعة، الروا عليها بالنواجذ، وإن عبدا حبشيا عض

فإنما المؤمن كالجمل األنف حيثما انقيدانقاد«

“Sungguh telah aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih bersih di mana malamnya laksana siangnya, tidak akan tergelincir darinya setelahku kecuali orang yang binasa, dan siapa saja dari kalian yang hidup sesudahku, ia akan melihat perbedaan yang banyak. Maka kalian wajib berpegang teguh dengan apa yang kalian ketahui dari Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidun yang mendapat petunjuk. Kalian wajib taat (kepada pemimpin yang Syar’i sah dibai’at) meski ia (asalnya) seorang hamba sahaya Habsyi, gigitlah dengan gigi geraham kalian, sesungguhnya mukmin itu laksana onta ke mana dipandu ia akan terpandu.” (HR. Ahmad)

فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء … »كوا بها اشدين المهديين فتمس الر

وا عليها بالنواجذ …« وعض“…Maka kalian wajib berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham. …” (HR. Abu Dawud, Ibn Majah, dan Tirmidzi )

Sabda Rasulullah Saw.:

»من سن فى اإلسالم سنة حسنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها وال ينقص من أجورهم شىء ومن سن فى اإلسالم سنة سيئة فعمل بها بعده

Page 69: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

68

كتب عليه مثل وزر من عمل بها والينقص من أوزارهم شىء«

“Siapa yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang baik lalu dilakukan sesudahnya maka dituliskan untuknya semisal pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, sebaliknya siapa saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang buruk lalu dilakukan sesudahnya, maka dituliskan atasnya semisal dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibn Majah)

Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi Saw. juga pernah bersabda:

من دعا إلى هدى، كان له من األجر مثل أجور من تبعه، ال ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن

دعا إلى ضاللة، كان عليه من اإلثم مثل آثام منتبعه، ال ينقص ذلك من آثامهم شيئا

“Siapa saja yang mengajak pada petunjuk maka untuknya pahala semisal orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Siapa saja yang mengajak pada kesesatan maka atasnya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim, Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Abu Ya’la dan Ibn Hibban)

كواكب , وإذا نفطر مآء لس ل�إذا ٱ ل� ٱ ٱ قبور , وإذا بحار فجر , وإذا ل�نتثر ٱ ل� ل� ٱ ل� ٱ

ما قدم وأخر , علم ن ثر ل�ب ل� س ل� ل� ل� ل�“Jika langit terbelah, jika bintang-bintang jatuh berserakan, jika lautan dijadikan meluap dan jika kuburan-kuburan dibongkar maka setiap jiwa akan mengetahui apa saja yang telah dia kerjakan dan yang telah dia tinggalkan.” (QS. al-Infithar [82]: 1-5)Menurut Asy-Syaukani, mâ akhkharat adalah sunnah hasanah aw sayy’ah (kebiasaan yang baik maupun yang buruk). Sebab, orang tersebut

65

66

Page 70: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

69

memperoleh pahala dari kebiasaan baik yang dia kerjakan dan pahala orang yang ikut mengerjakannya; juga mendapatkan dosa kebiasaan buruk yang dia lakukan dan dosa orang-orang yang ikut mengerjakannya. (Asy-Syaukani, Fat-h al-Qadîr, vol. 5, 479)

“Belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk menundukkan hati mereka mengingat Allah dan (tunduk) kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang sebelumnya yang telah diturunkan Al Kitab, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. [57] al-Hadid: 16)

al-Zuhaili dalam tafsirnya mengartikan kata dzikril-Lâh berarti wa’zhihi wa irsyâdihi (nasihat dan petunjuk-Nya). Sedangkan wa mâ nazala min al-haqq (dan kepada kebenaran yang telah turun [kepada mereka]). Yang dimaksud dengan kebenaran yang diturunkan itu adalah Al Qur’an. Demikian penjelasan para mufassir seperti al-Thabari, al-Syaukani, al-Baghawi, al-Alusi, al-Qinuji, al-Jazairi, dan lain-lain. Dan menurut al-Zamakhsyari dan al-nasafi, dzikril-Lâh dan wa mâ nazala min al-haqq menunjuk kepada satu obyek, yakni Al Qur’an. Sebab, Al Qur’an mencakup untuk dua perkara: al-dzikr wa al-maw’izhah (peringatan dan nasihat).

faqasat qulûbuhum, Ibnu ‘Abbas memaknai ‘hati mereka menjadi keras’ sebagai cenderung kepada dunia dan berpaling dari nasihat Allah SWT. Ibnu Hayyan al-Andalusi juga mengartikannya sebagai shalabat (keras) hati mereka lantaran tidak terpengaruh untuk melakukan kebaikan dan ketaatan.

Nabi SAW telah bersabda:

Page 71: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

70

كل شرط ليس في كتاب الله فهو باطلوإن كان مائة شرط

“Setiap syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka ia adalah batil, meskipun ada seratus syarat.” (HR. Bukhari no. 2375; Muslim no. 2762; Ibnu Majah no. 2512; Ahmad no. 24603; Ibnu Hibban no. 4347)Dikatakan oleh Imam al-Qurthubi, hadits ini menerangkan bahwa syarat atau akad yang wajib dipenuhi adalah yang sesuai dengan kitabullah atau agama Allah. Apabila di dalamnya jelas bertentangan dengannya, maka tertolak, sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada dalam perintah kami, maka tertolak” (HR. Muslim dari Aisyah).Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Fathul Bari berkata:

روط الغير المشروعة باطلة ولو أن الشكثرت

“Sesungguhnya syarat-syarat yang tidak sesuai Syara’ adalah bathil, meski banyak jumlahnya.” (Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bari, 8/34)

“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. [5] al-Maidah: 1)Ayat ini menegaskan bahwa keputusan hukum merupakan otoritas Allah SWT. Dikatakan oleh Ibnu Katsir, Dialah Yang Maha Bijaksana dalam semua perkara yang diperintahkan maupun dilarang-Nya.

زق فجعلتم ه لكم من ر قل أرأيتم ما أنزل الله ه أذن لكم أم على الل �منه حراما وحالال قل آلل

﴾٥٩﴿تفترون “Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.” Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (QS. Yunus [10]: 59)

67

Page 72: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

71

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” (QS. Al-A’raaf [7]: 3)Kalimat “maa unzila ilaykum min rabbikum” (apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu), artinya adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. (Tafsir Al-Baidhawi, Beirut: Dar Shaadir, Juz III/2)

“Dan sesungguhnya jika kamu [Muhammad] mengikuti keinginan mereka setelah datangnya ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 145)Menurut Imam Suyuthi, larangan pada ayat di atas tidak hanya khusus kepada Nabi SAW, tapi juga mencakup umat Islam secara umum. Larangan tersebut adalah larangan melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang bodoh atau orang kafir [seperti turut merayakan hari raya mereka]. Sedangkan yang mereka lakukan bukanlah perbuatan yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya. (Lihat Imam Suyuthi, Al-Amru bi Al-Ittiba’ wa An-Nahyu ‘An Al-Ibtida` (terj.), hal. 92)

ذين ظلموا منكم خاصة قوا فتنة ال تصيبن ال واته شديد العقاب واعلموا أن الل

“Peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. al-Anfal [8]: 25)Suatu ketika Zainab binti Jahsy bertanya kepada Nabi, “Wahai Nabi, apakah kami akan dihancurkan (oleh Allah), padahal di tengah-tengah kami ada orang-orang shalih?” Nabi menjawab, “Iya, jika keburukan (khabats) telah merajalela.” (HR. Bukhari-Muslim)

Rasulullah Saw. pernah bersabda:

68

Page 73: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

72

ة بعمل إن الله عز وجل ال يعذب العامة حتى يروا المنكر بين ظهرانيهم الخاص وهم قادرون على أن ينكروه فال ينكروه

ة فإذا فعلوا ذلك عذب الله الخاصة والعام

“Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus.” (HR. Ahmad)

خمس إذا ابتليتم بهن وأعوذ بالله أن تدركوهن«ى يعلنوا بها لم تظهر الفاحشة في قوم قط حتتي لم تكن فشا فيهم الطاعون واألوجاع ال إالذين مضوا ولم ينقصوا مضت في أسالفهم ال

نين وشدة أخذوا بالس المكيال والميزان إاللطان عليهم ولم يمنعوا زكاة المئونة وجور الس

ماء ولوال منعوا القطر من الس أموالهم إال البهائم لم يمطروا ولم ينقضوا عهد الله وعهد

ط الله عليهم عدوا من غيرهم سل رسوله إال فأخذوا بعض ما في أيديهم وما لم تحكم أئمتهم جعل الله روا مما أنزل الله إال بكتاب الله ويتخي

»بأسهم بينهم

69

Page 74: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

73

“Ada lima perkara (yang harus kalian waspadai)—aku berlindung kepada Allah, jangan sampai hal itu menimpa kalian: 1. Tidaklah kekejian (perzinaan) muncul pada suatu kaum dan mereka melakukannya secara terang-terangan, kecuali akan muncul berbagai wabah dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada orang-orang sebelum mereka. 2. Tidaklah suatu kaum berbuat curang dalam hal timbangan dan takaran (jual-beli), melainkan mereka akan diazab dengan paceklik, kesusahan hidup dan kezaliman penguasa. 3. Tidaklah suatu kaum enggan membayar zakat, melainkan mereka akan dicegah dari turunnya hujan dari langit; jika bukan karena binatang ternak, niscaya hujan itu tidak akan diturunkan. 4. Tidaklah para pemimpin mereka melanggar perjanjian Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh menguasai mereka, lalu merampas sebagian yang ada dari apa yang ada di tangan mereka. 5. Tidaklah mereka meninggalkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan perselisihan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah)

“Sesungguhnya otoritas (kekuasaan) itu merupakan naungan Allah di muka bumi, di mana setiap orang yang terzalimi di antara para hamba-Nya pergi berlindung kepadanya.” (HR. Imam Baihaqi)

وقال أمير المؤمنين عثمان بن عفان إن اللهليزع بالسلطان ما ال يزع بالقرآن

Amirul Mukminin Utsman bin Affan ra. berkata, “Sesungguhnya Allah SWT memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh al-Quran.” (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, Dar Ihya At Turats, 2/12)

Imam al-Mawardi, ulama mazhab Syafii, dalam bukunya Al-Ahkâm as-Sulthâniyah wa al-Wilayât ad-Dîniyah (hlm. 3) mengatakan: أما بعد فإن الله جلت قدرته ندب لألمة زعيما

ة، وفوض إليه بوة، وحاط به المل خلف به الندبير عن دين مشروع، ياسة، ليصدر الت الس

70

Page 75: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

74

وتجتمع الكلمة على رأي متبوع، فكانت اإلمامةة، وانتظمت به أصال عليه استقرت قواعد المل

مصالح األمة.“Ammâ ba’du. Sungguh Allah Yang Maha Tinggi kekuasaan-Nya menyuruh umat mengangkat pemimpin untuk menggantikan (masa) kenabian, (yaitu) melindungi agama dan mewakilkan kepada dirinya pemeliharaan urusan umat. Hal itu bertujuan agar pengaturan itu keluar dari agama yang disyariatkan dan agar kalimat menyatu di atas pendapat yang diikuti. Karena itu Imamah (Khilafah) adalah pokok yang menjadi pondasi kokohnya pilar-pilar agama dan teraturnya kemaslahatan-kemaslahatan umat.”

Imam Taqiyuddin an-Nabhani –radhiyallahu ‘anhu– berkata :

فكان يتولى النبوة والرسالة وكان في نفس الوقت يتولى منصب رئاسة المسلمين في

إقامة أحكام اإلسالم“Maka Nabi SAW dahulu memegang kedudukan kenabian dan kerasulan, dan pada waktu yang sama Nabi SAW memegang kedudukan kepemimpinan kaum muslimin dalam menegakkan hukum-hukum Islam.” (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhamul Hukm fil Islam, hal. 116-117)

Syaikh ‘Ali al-Ghazi dalam Syarah Aqidah at-Thahawi berkata: Penguasa durjana menentang Syariah dengan politik yang durjana. Mereka mengalahkan Syariah. Ahbar su’ adalah ulama’ yang meninggalkan Syariah dengan mengikuti pandangan dan analogi mereka yang rusak. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Rahib adalah orang bodoh yang menjadi sufi dengan mengikuti perasaan dan imajinasi mereka. (Ibn al-Qayyim, Ighatsah al-Lahfan, Juz I, hal. 346)

Ibnu Ishak meriwayatkan dari Anas bin Malik ra. yang berkata:Setelah Abu Bakar dibai’at di Saqifah, besoknya Abu Bakar duduk di atas mimbar. Lalu Umar berdiri dan berbicara sebelum Abu Bakar berbicara. Umar memuji dan menyanjung Allah SWT, sebab hanya Allah semata yang berhak

71

Page 76: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

75

untuk dipuji dan disanjung. Kemudian Umar berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjaga Kitab-Nya di tengah kalian, yang dengan itu Rasulullah membimbing kalian. Karena itu, jika kalian berpegang teguh dengan Kitab-Nya, maka Allah pasti memberi petunjuk kepada kalian. Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan urusan kalian pada orang yang terbaik di antara kalian. Dia adalah sahabat setia Rasulullah dan orang kedua ketika keduanya tengah berada di gua. Dengan demikian dia merupakan orang yang paling layak untuk mengurusi urusan kalian. Untuk itu, bangkitlah, lalu berbaiatlah.” Lalu orang-orangpun membaiat Abu Bakar sebagai baiat umum (taat) setelah baiat yang berlangsung di Saqifah (Mahmud, Bai’ah fi al-Islam Târîkhuhâ wa Aqsâmuhâ bayna an-Nadzariyah wa at-Tathbîq, hlm. 177)

Rasulullah Saw. melalui sabdanya:

ما هلك »كانت بنو إسرائيل تسوسهم األنبياء كله ال نبي بعدي وسيكون خلفاء نبي خلفه نبي وإن

فيكثرون قالوا فما تأمرنا قال فوا ببيعة األولفاألول«

“Dahulu Bani Israel, (urusan) mereka dipelihara dan diurusi oleh para nabi, setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahku. Sementara yang akan ada adalah para khalifah, yang jumlah mereka banyak. Mereka (para sahabat) berkata: ‘Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Rasulullah Saw. bersabda: “Penuhilah baiat yang pertama lalu yang pertama.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra.)

Buklet ini disusun oleh: Annas I. Wibowo27/10/2015

Daftar bacaan:hizbut-tahrir.or.idmediaumat.com

Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir)

72

Page 77: BUKLET Kewajiban Syariah Islam plus cover

76

GAMBAR SAMPUL DI ATAS BISA DIPERBESAR UNTUK DICETAK

73