buka yg ini pank.doc

85
DEPARTEMENT PENDIDIKAN NASIONAL SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN KAL-TIM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KELOMPOK XVII : 1. WAHYU HARDI SANJAYA { 05.01.026 } 2. RAY HENRY J.H { 05.01.043 } 3. DAVID SIMANJUNTAK { 05.01.034 } 4. FITRAZUIZ CHANIAGO { 05.01.051 } 5. HELIM SIREGAR { 05.01.033 } JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN ( S.1 )

Upload: victor-pandapotan-nainggolan

Post on 27-Oct-2015

120 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

buka yg ini pank.doc

TRANSCRIPT

DEPARTEMENT PENDIDIKAN NASIONALSEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

BALIKPAPAN KAL-TIMLAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

KELOMPOK XVII :1. WAHYU HARDI SANJAYA { 05.01.026 }2. RAY HENRY J.H { 05.01.043 }3. DAVID SIMANJUNTAK { 05.01.034 }4. FITRAZUIZ CHANIAGO { 05.01.051 }5. HELIM SIREGAR { 05.01.033 }

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN ( S.1 )SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

BALIKPAPAN

DESEMBER 2006

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

KELOMPOK XVII :

1. WAHYU HARDI SANJAYA { 05.01.026 }

2. RAY HENRY J.H { 05.01.043 } 3. DAVID SIMANJUNTAK { 05.01.034 }

4. FITRAZUIZ CHANIAGO { 05.01.051 }5. HELIM SIREGAR { 05.01.033 }

JURUSAN S1 TEKNIK PERMINYAKAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI

BALIKPAPAN

2006

LEMBAR ASISTENSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

PERCOBAAN I

Menentukan Kelarutan dan panas kelarutan diferensial

KELOMPOK XVII :

1. WAHYU HARDI SANJAYA { 05.01.026 }2. RAY HENRY J.H { 05.01.043 }3. DAVID SIMANJUNTAK { 05.01.034 }4. FITRAZUIZ CHANIAGO { 05.01.051 }5. HELIM SIREGAR { 05.01.033 }

Disetujui Diketahui

Dosen Pembimbing Utama Co-pembimbing

ELVIS RATTA,ST.,MT. SELVIA SARUNGU’,ST.

LEMBAR ASISTENSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

PERCOBAAN II

MENGUKUR DAN MENGHITUNG DENSITAS

KELOMPOK XVII :

1. WAHYU HARDI SANJAYA { 05.01.026 }2. RAY HENRY J.H { 05.01.043 }3. DAVID SIMANJUNTAK { 05.01.034 }4. FITRAZUIZ CHANIAGO { 05.01.051 }5. HELIM SIREGAR { 05.01.033 }

Disetujui Diketahui

Dosen Pembimbing Utama Co-pembimbing

ELVIS RATTA,ST.,MT. SELVIA SARUNGU’,ST.

LEMBAR ASISTENSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II

PERCOBAAN III

MENGHITUNG KECEPATAN SEDIMENTASI

KELOMPOK XVII :

1. WAHYU HARDI SANJAYA { 05.01.026 }2. RAY HENRY J.H { 05.01.043 }3. DAVID SIMANJUNTAK { 05.01.034 }4. FITRAZUIZ CHANIAGO { 05.01.051 }5. HELIM SIREGAR { 05.01.033 }

Disetujui Diketahui

Dosen Pembimbing Utama Co-pembimbing

ELVIS RATTA,ST.,MT. SELVIA SARUNGU’,ST.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat limpahan rahmat Nya, maka laporan praktikum kimia dasar II ini dapat

kami selesaikan dan kami sangat mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi

mahasiswa/i yang lain.

Adapun tujuan dari penyusunan laporan praktikum ini adalah untuk

memenuhi tugas mata kuliah kimia dasar II sesuai dengan kurikulum yang telah

ditentukan.

Pada kesempatan kali ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat kami

selesaikan. Kami sadar bahwa didalam penulisan laporan ini masih banyak

terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga nantinya dapat

menghasilkan sebuah laporan yang lebih baik lagi.

Semoga saja laporan ini dapat bermanfaat bagi kita umumnya dan

Mahasiswa/i STT Migas balikpapan khususnya.

Balikpapan, desember 2006

Kelompok xvii

DAFTAR ISI

Abstrak

Kata Pengantar

Daftar isi

KELARUTAN

BAB I Pendahuluan

I.1 Tujuan percobaan

I.2 Dasar Teori

BAB II Percobaan

II.1 Variable Percobaan

II.2 Metodologi Percobaan

II.3 Alat-alat yang digunakan

II.4 Bahan yang digunakan

BAB III Hasil Perhitungan dan Pembahasan

III.1 Hasil percobaan

III.2 Hasil perhitungan

III.3 Pembahasan

BAB IV Kesimpulan dan Saran

IV.1 Kesimpulan

IV.2 Saran

BAB V Daftar Notasi

BAB VI Daftar Pustaka

BAB VII Afendiks

DENSITY

BAB I Pendahuluan

I.1 Tujuan percobaan

I.2 Dasar Teori

BAB II Percobaan

II.1 Variable Percobaan

II.2 Metodologi Percobaan

II.3 Alat-alat yang digunakan

II.4 Bahan yang digunakan

BAB III Hasil Perhitungan dan Pembahasan

III.1 Hasil percobaan

III.2 Hasil perhitungan

III.3 Pembahasan

BAB IV Kesimpulan dan Saran

IV.1 Kesimpulan

IV.2Saran

BAB V Daftar Notasi

BAB VI Daftar Pustaka

BAB VII Afendiks

SEDIMENTASI

BAB I Pendahuluan

I.1 Tujuan percobaan

I.2 Dasar Teori

BAB II Percobaan

II.1 Variable Percobaan

II.2 Metodologi Percobaan

II.3 Alat-alat yang digunakan

II.4 Bahan yang digunakan

BAB III Hasil Perhitungan dan Pembahasan

III.1 Hasil percobaan

III.2 Hasil perhitungan

III.3 Pembahasan

BAB IV Kesimpulan dan Saran

IV.1 Kesimpulan

IV.2 Saran

BAB V Daftar Notasi

BAB VI Daftar Pustaka

BAB VII Afendiks

KELARUTAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kelarutan dan

penghitungan panas kelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat.

1.2. Teori Dasar

Larutan adalah campuran homogen dari 2 jenis zat/lebih.Larutan dikatakan

campuran homogen (serba sama) karena antara zat-zat yang dicampurkan sifat

fisisnya sudah tidak dapat dibedakan lagi dengan jelas. Dua komponen dalam

larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah subtansi yang terlarut (zat

terlarut). Sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan (pelarut). Contoh

sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solventnya. Keadaan

fisika larutan dapat berupa gas,cairan atau padatan dengan perbandingan yang

berubah-ubah pada jarak yang luas.Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat

dimungkinkan untuk memiliki sembilan tipe larutan yang berbeda: padat dalam

padat, padat dalam cairan , padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya.

Dari berbagai macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam

cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas. Berdasarkan

daya hantar listriknya larutan digolongkan menjadi :

Larutan elektrolit

Larutan yang dapat menghantarkan listrik. Dengan memiliki ciri-

ciri : - Umumnya zat terlarutnya berupa senyawa ion atau kovalenpolar;

- Dapat menghantarkan listrik;

- Terurai menjadi ion-ion;

- Bila diuji dengan alat elektrolit tester,lampu pijar menyala.

* Larutan non-elektrolit

Larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik. Dengan memiliki

ciri-ciri: - Umumnya zat terlarutnya berupa senyawa kovalen;

- Tidak dapat menghantarkan listrik;

- Tidak terurai menjadi ion-ion;

- Contohnya larutan gula,urea dan alcohol.

Sedangkan berdasarkan kelarutannya larutan dibedakan menjadi :

Larutan jenuh yaitu larutan yang tidak dapat melarutkan lebih banyak lagi

zat terlarutnya;

Larutan tidak jenuh yaitu larutan yang jumlah zat terlarutnya kurang dari

jumlah zat terlarut pada larutan jenuh yang dapat larut dengan pelarutnya

pada larutan;

Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang jumlah zat terlarutnya lebih besar

dari jumlah zat terlarut pada larutan jenuh yang dapat larut dengan

pelarutnya pada larutan tersebut.

Properti dari larutan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih substansi, yaitu solute

dan solvent.

2. Memiliki komposisi variable.

3. Zat terlarut dapat berupa molekul ataupun ion.

4. Memiliki warna tetapi biasanya transparan.

5. Zat terlarut terdistrubusi secara uniform dalam larutan dan tak terpengaruh

oleh waktu.

6. Larutan memiliki komposisi kimia sama, property kimia yang sama, dan

property fisika yang sama pada setiap bagian.

7. Pada banyak kasus zat terlarut dapat terpisahkan dari pelarutnya dengan

menggunakan barbagai macam alat.

Suatu substansi dapat di kelompokkan sangat mudah larut, dapat larut,

(moderately soluble), sedikit larut (slightly soluble), dan tidak dapat larut.

Meskipun bentuk- bentuk ini tidak sama secara akurat menjelaskan bagaimana zat

terlarut tersebut akan terlarut, namun sering kali digunakan untuk menjelaskan

secara kualitatif solubilitas atau kelarutan dari suatu substansi..Dua istilah lain

yang sering di gunakan untuk menjelaskan kelarutan dan solubilitas adalah

miscible dan inmescible. Cairan yang mampu mencampur dan membentuk larutan

disebut miscible sedang cairan yang tidak mampu membentuk larutan atau secara

umum saling tidak melarut (insoluble) disebut sebagai inmiscible. Sebagai contoh

metil-alkohol dan air adalah saling melarutkan atau miscible dalam segala

proporsi. Karbon –tetraclorida dan air adalah inmiscible,mambentuk dua buah

lapisan yang terpisah ketika mereka dicampur.Peryataan kuantitatif dari jumlah

zat yang terlarut dalam solvent tertentu diketahui sebagai konsentrasi dari larutan.

Beberapa variable, seperti misalnya ukuran ion- ion, muatan dari ion-ion,

interaksi antara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, tekanan,

jenis zat pelarutnya, jenis zat terlarutnya mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari

solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan

dengan kelarutan antara lain :

1. Sifat alami dari solute dan solvent.

Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar

lainya. Substansi non polar cenderung untuk miscible dengan substansi non

polar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya.

2. Efek dari temperatur terhadap kelarutan

Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah

solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent

memiliki efek yang besar dari zat yang telah. Untuk kebanyakan padatan yang

terlarut pada liquid, kenaikan temperatur akan berdampak pada kenaikan

kelarutan (solubilitas).{Lebih rinci dijelaskan pada pembahasan prinsip Le-

Chateliers}

3. Efek tekanan pada kelarutan

Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari

padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas

dalam cairan.{Lebih rinci dijelaskan pada pembahasan tentang jenis larutan

dan kelarutannya}. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada

tekanan dari gas diatas larutan. Sehingga jumlah gas yang terlarut dalam

larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas diatas larutan adalah

dua kali lipat.

4. Kelajuan dari zat terlarut

Kelajuan dimana zat padat terlarut di pengaruhi oleh :

a. Ukuran partikel;

b. Temperatur dari solvent;

c. Pengadukan dari larutan;

d. Konsentrasi dari larutan.

5. Hasil kali kelarutan (Ksp).

Ksp adalah nilai maksimum dari hasil kali konsentrasi ion-ion yang dapat

berada dalam larutan.Besarnya hasil kali kelarutan dapat dicari dari kelarutan

garam-garam yang sukar larut dalam air dan ini dapat diperoleh dari

pengukuran ; daya hantar listrik atau emf dari cell.Ksp dapat ditentukan dari

harga kelarutan yang dapat dilihat pada contoh berikut :

# Untuk elektrolit AxBy yang sedikit larut, hubungan antara kelarutan dan

tetapan hasil kali kelarutan adalah sebagai berikut:

AxBy (g) ↔ xAy+(aq) + yBx-

(aq)

s xs ys

Ksp=[Ay+] x [Bx-]y

=(xs)x(ys)y =xxyys(x+y)

Selain itu Ksp juga memiliki hubungan dengan endapan (Qc) yaitu;

-Jika Qc< Ksp larutan belum jenuh

-Jika Qc= Ksp larutan tepat jenuh

-Jika Qc> Ksp larutan terjadi endapan

6. Pengaruh ion senama pada kelarutan

Adanya ion senama dalam larutan,akan memperkecil kelarutan dari garam-

garam yang larut.Tetapi sebagaimana halnya kesetimbangan pada

umumnya,ion senama tidak mempengaruhi harga ksp asal suhu tidak berubah.

7.Pengaruh garam pada kelarutan

Adanya garam lain yang tidak mempunyai ion senama ternyata juga berpengaruh terhadap daya larut garam.Perubahan ini disebut “salt effect” pengaruhnya yaitu memperbesar daya larut garam yang berdasarkan pada koefisien aktivitas rata-rata (f) yang besarnya tergantung dari kekuatan ion (ionic strength) larutan

μ.Umumnya f < 1 hingga Ks’ >Ks.Karena kelarutan =√ks’,maka kelarutannya juga

lebih besar.Beberapa jenis larutan dan kelarutannya yang penting untuk diketahui:

Larutan gas dalam gas

Gas dengan gas selalu bercampur sempurna membentuk

larutan.Sifat-sifat larutan adalah aditif,asal tekanan total tidak terlalu

besar.Dalam hal ini berlaku hukum Dalton untuk tekanan total dan hukum

amagat untuk volume total.

Larutan cairan/zat padat dalam gas

Larutan ini terjadi bila cairan menguap atau zat padat menyublim

dalam suatu gas,jadi larutannya berupa uap dalam gas.Jumlah uap yang

terjadi terbatas,karena tekanan uap zat cair dan zat padat tertentu untuk

tiap temperatur.

Larutan gas/cairan dalam zat padat

Ada kemungkinan gas dan cairan terlarut dalam zat padat,seperti

larutnya H2 dalam Pd dan benzene dalam iodium.

Larutan zat padat dalam zat padat

Larutan antara zat padat dan zat padat dapat berupa campuran

sebagian atau sempurna.Bila campuran sempurna,tidak dipengaruhi

temperatur tetapi bila bercampur sebagian dipengaruhi temperature.

Larutan gas dalam cairan

Kelarutan gas dalam cairan tergantung jenis gas,jenis

pelarut,tekanan dan temperatur.Daya larut N2,H2,O2 dan He dalam air

kecil,sedang HCl dan NH3 besar karena gas yang pertama tidak bereaksi

dengan air,sedangkan gas kedua bereaksi membentuk asam klorida dan

ammonium hidroksida.Selain itu jenis pelarut juga berpengaruh, misalnya

N2,O2 dan CO2 lebih mudah larut dalam alcohol daripada dalam air,

sedangkan NH3 dan H2S lebih mudah larut dalam air daripada dalam

alcohol.

Menurut hukum Henry,daya larut gas dalam zat cair berbanding

lurus dengan tekanan gas didalam zat cair pada kesetimbangan.Secara

matematis dapat ditulis : C = K . P

Dimana : C ; konsentrasi gas

P ; tekanan kesetimbangan ( Tek.parsial )

K ; tetapan yang besarnya tergantung jenis gas dan

satuan C dan P.

Pengaruh temperature cukup besar,bila temperature naik daya larut

gas berkurang.Disini dikenal pula istilah koefisien daya larut yaitu

banyaknya gas dalam cc ( direduksi pada 00C 76 cm Hg ) yang larut dalam

1 cc pelarut pada temperatur tertentu dan tekanan 1 atm,harganya makin

turun bila temperatur naik.

Tabel koefisien daya larut gas dalam H2O :

Gas 00C 100C 250C 500C 1000C

CO2 1,713 1,194 0,759 0,436 -

N2 0,02354 0,01861 0,01434 0,01088 0,0095

H2 0.02148 0,01955 0,01754 0,01608 0,0160

O2 0,04758 0,03802 0,02831 0,02090 0.0170

Larutan zat padat dalam cairan

Daya larut zat padat dalam cairan tergantung jenis zat

terlarutnya,jenis zat pelarutnya,temperature dan sedikit tekanan.

Batas daya larutnya ialah konsentrasi larutan jenuh.Konsentrasi

larutan jenuh untuk bermacam-macam zat dalam air sangat

berbeda,tergantung jenis zatnya.Umumnya daya larut zat-zat anorganik

dalam air lebih besar daripada pelarut-pelarut organic.Umumnya daya

larut bertambah dengan naiknya temperatur karena kebanyakan zat

mempunyai panas pelarutan positif.Salah satu contoh yang mempunyai

panas pelarutan negative yang daya larutnya turun dengan naiknya

temperatur.Sedangkan pengaruh tekanan terhadap daya larut zat padat

sangat kecil.

Larutan cairan dalam cairan

Bila dua cairan dicampur,zat ini dapat bercampur

sempurna,bercampur sebagian atau tidak bercampur.Daya larutnya

tergantung dari jenis cairan dan temperatur ,zat-zat yang mirip daya

larutnya besar,zat-zat yang berbeda tidak dapat bercampur ( air dengan

kloro benzene ).Kenaikan temperatur dapat memperbesar daya larut,seperti

pada fenol-air.Namun hal ini tidak selalu demikian.

Kelarutan asam.

Asam adalah senyawa yang mudah larut dalam air,kecuali beberapa asam

seperti H2S(g),H2SiO3(s) dan H3SbO4(s).

Kelarutan basa.

Basa merupakan senyawa yang sukar larut dalam air kecuali beberapa basa

yang mudah larut dalam air yaitu KOH,NaOH,NH4OH,Ba(OH)2,Ca(OH)2

dan Sr(OH)2.

Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam

penerapan prinsip Le-Chateliers untuk menghitung efek temperatur pada

kelarutan. (perlu diingat prinsip Le-Chateliers yaitu “Jika terhadap suatu

kesetimbangan dilakukan aksi tertentu maka kesetimbangan akan bergeser untuk

menghilangkan pengaruh aksi tersebut.Dimana pergeseran tersebut sesuai dengan

teori pergeseran kesetimbangan yaitu:

- Jika konsentrasi satu komponen kesetimbangan diperbesar maka

kesetimbangan akan bergeser ke ruas kanan

- Jika konsentrasi salah satu komponen diperkecil maka kesetimbangan

akan bergeser ke ruas sendiri.

- Jika konsentrasi semua komponen diperkecil ( dengan

pengenceran /memperbesar volume) maka kesetimbangan akan

bergeser ke ruas reaksi yang jumlah molekulnya terbesar.

- Jika tekanan diperbesar/volume diperkecil,maka kesetimbangan

bergeser ke ruas reaksi yang jumlah koefisien reaksinya

kecil,demikian sebaliknya.

- Jika suhu sistem kesetimbangan dinaikkan,kesetimbangan bergeser

ke ruas reaksi endoterm yang mempunyai ciri-ciri,sistem menyerap

kalor dari lingkungan,entalpi sistem bertambah dan harga ∆H

positif.Demikian sebaliknya,jika suhu diturunkan maka

kesetimbangan bergeser kearah reaksi eksoterm yang memiliki ciri-

ciri,sistem melepaskan kalor ke lingkungan,entalpi sistem berkurang

dan harga ∆H negative.

Penetapan panas reaksi sendiri terbagi menjadi berbagai cara yaitu:

-Menurut hess. Panas yang timbul atau diserap pada suatu reaksi tidak tergantung

pada cara bagaimana reaksi tersebut berlangsung,hanya tergantungkepada

keadaan awal dan akhir.

-Panas pembentukan: panas reaksi pada pembentukan 1mole suatu zat dari unsur-

unsurnya.Tetapi perlu diingat harga entalpi sistem tidak dapat ditentukan yang

dapat ditentukan hanyalah perubahan entalpi (∆H) yang menyertai proses.Pada

pembentukan perubahan entalpi di simbolkan dengan (∆Hf) yaitu perubahan

entalpi pada pembentukan 1mole senyawa dari unsure-unsurnya.(∆Hf) untuk

unsure-unsur bebas = 0.Pada ion pengertian tersebut untuk mengadakan

perhitungan panas reaksi untuk larutan-larutan elektrolit yang mengikuti

perjanjian,panas pembentukan ion H+ dalam air pada 250C = 0 dan atas dasar itu

dapat dicari panas pembentukan ion-ion yang lain pada aktivitas = 1.

-Perubahan entalpi penguraian (∆Hd) pada Panas penguraian yaitu perubahan

entalpi pada penguraian 1mole senyawa menjadi unsure-unsurnya dan merupakan

kebalikan dari (∆Hf).

-Perubahan entalpi pembakaran (∆Hc) yaitu perubahan entalpi pada pembakaran

sempurna 1mole zat.Jika pada pembakaran unsure koefisien unsure yang terbakar

sama dengan koefisien yang terbentuk maka (∆H) pembakaran = (∆H)

pembentukan senyawa.Biasanya panas pembakaran ditentukan secara eksperimen

pada v tetap dalam bomb-kalorimeter.Dari ini dapat dicari ∆H:

∆H0 = ∆E0 + P∆V

-Perubahan entalpi netralisasi (∆Hn) yaitu perubahan entalpi pada penetralan

1mole asam oleh basa atau 1mole basa oleh asam.Penentuan panas dapat

dilakukan dengan menggunakan hukum termonetral yaitu pada pencampuran

larutan encer dua buah garam dari asam dan basa kuat,perubahan panasnya

nol,bila tidak terjadi reaksi antara keduanya dan hukum ketetapan panas

netralisasi yaitu pada penetralan asam kuat dan basa kuat,tetap untuk tiap-tiap

mole H2O yang terbentuk.Bila asam dan basa lemah,panas netralisasi tidak lagi

tetap,sebab ada panas yang diperlukan untuk ionisasi.

-Perubahan entalpi penguapan yaitu perubahan entalpi reaksi pada penguapan

1mole zat dalam fase cair menjadi zat dalam fase gas pada titik didihnya.

-Perubahan entalpi pencairan yaitu perubahan entalpi reaksi pada pencairan 1mole

zat dalam fase padat menjadi fase cair pada titik leburnya.

-Perubahan entalpi sublimasi yaitu perubahan entalpi pada penyubliman 1mole zat

dalam fase padat menjadi zat dalam fase gas.

Perlu diingat bahwa perubahan entalpi suatu reaksi kimia dipengaruhi oleh jumlah

zat yang bereaksi dan wujud zat yang bereaksi.

-Menggunakan data perubahan entalpi pembentukan standar yaitu besarnya

perubahan entalpi reaksi adalah sama dengan selisih jumlah perubahan entalpi

pembentukan zat hasil reaksi dikurangi jumlah perubahan entalpi pembentukan

pereaksi,masing-masing dikalikan dengan koefisien dalam persamaan

reaksi.Secara umum :

mA + nB → pC + qD ∆H = x Kj

Berlaku : x = [p∆Hf0C + q∆Hf0D] – [m∆Hf0A + n∆Hf0B]

Tabel perubahan entalpi standar pembentukan ;

No Senyawa Hf(Kkal/mol) Hf(Kj/mol)

1 CO(g) -26,4 -110,88

2 CO2(g) -94,1 -395,22

3 CH4(g) 17,9 -75,18

4 C2H6(g) -20,2 -84,84

5 C2H4(g) 12,4 52,08

6 C2H2(g) 54,2 227,64

7 C3H8(g) -24,8 -104,16

8 C6H6(g) 11,7 49,14

9 CH3OH(l) -57 -239,4

10 HCOOH(g) -86,7 -364,14

11 CS2(l) 21,4 89,88

12 CS2(g) 28 117,6

13 CCl4(l) 32,1 134,82

14 C2H5OH -66,4 -278,88

15 CH3COH(g) 39,8 167,16

16 CH3COOH(l) 116,4 488,88

17 CaO(s) -151,9 -637,98

18 Ca(OH)2(s) -235,8 -990,36

19 CaSO4(s) 342,4 1438,08

20 CuO(s) 30,1 126,42

21 Fe2O3(s) -196,5 -825,3

22 H2O(l) -68,3 -286,86

23 H2O(g) -57,8 -242,76

24 N2O(g) 24,8 104,16

25 NO(g) 21,6 40,72

26 NO2(g) 9,1 38,22

27 PbO2(s) -66,3 -278,46

28 PbSO4(s) 219 919,8

29 SO2(g) -70,9 -297,78

30 SO3(g) -94,6 -397,32

31 H2SO4(l) -194,5 -816,9

32 ZnO(s) -83,2 -349,44

33 Zn(OH)2(s) -153,5 -664,7

34 Al2O3(s) -400,5 -1682,1

35 NaOH(s) -102 -428,4

36 Mg(OH)2(s) -221 -428,2

Dengan menggunakan terminology dari termodinamika., bahwa kandungan

panas atau entalphy dari system telah meningkat sesuai dengan jumlah energi

termal (heat molar vaporization atau ΔΗV). Perubahan entalphi untuk proses di

berikan dengan mengurangi entaphi akhir system dengan entalphi mula-mula.

ΔΗ = Η final – Η inisial

Secara umum ΔΗ positif untuk setip perubahan makroskopik yang terjadi

pada tekanan konstan jika energi panas mengalir dalam system saat perubahan

terjadi, dan negative jika panas mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam

system meningkat disebut proses endotermic . Sedangkan entalphi yang

nengalami penurunan disebut proses eksothermik. Perubahan entalphi terbatas

hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa keluar sehingga tekanan

mula- mula dan akhir adalah sama dan system adalah tertutup . Pembentukan dari

larutan apakah itu eksothermik atau endothermic tergantung pada temperatur dan

sifat alamiah solute dan solvent. Untuk memprediksi efek dari perubahan

temperatur kita dapat menggunakan prinsip Le-Chateliers, sangatlah diperlukan

untuk menghitung perubahan entalphi untuk proses pelarutan dari kondisi larutan

yang jenuh. Entalphi molar dari larutan (ΔΗ1) sebagai jumlah kalori dari energi

panas yang seharusnya tersedia (ΔΗ1 positif) ataupun yang seharusnya

dipindahkan (ΔΗ1 negatip) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan yang

mana didalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar

yang mendekati larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh .

Jika entalphi dari larutan adalah negative peningkatan temperatur

menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalphi

positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikan

temperatur. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksothermik

ataupun proses endothermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua , reaksi yang terjadi

secara spontan adalah reaksi eksothermik.

Salah satu contoh kesetimbangan yang sederhana adalah kesetimbangan

antara solute dengan larutan jenuhnya. Dalam hal ini molekul padat akan larut

pada kecepatan yang sama dengan molekul yang mengendap menjadi padat .

Berhubungan dengan masalah ini dikenallah istilah solubilitas, yang merupakan

suatu ukuran dari kadar solute yang terkandung dalam larutan jenuh. Konstanta

kesetimbangan antara padatan dan larutan jenuh dapat dinyatakan sebagai :

Dimana a2 adalah aktifitas solute dalam larutan sedang, a2* adalah aktifitas

padatan solute murni. a2* Dapat dihubungkan dengan molalitisolute m dengan

menggunakan koefisien aktivitas δ, koefisien aktivitas δ merupakan fungsi dari T,

P dan konsentrasi ; Harga koefisien aktivitas rata-rata dapat ditentukan dengan

pengukuran tekanan uap,penurunan titik beku,kenaikan titik didih,tekanan

osmose,distribusi,kelarutan dan gaya gerak listrik.Pada pengenceran tidak

terhingga atau pada konsentrasi mendekati nol,koefisien aktivitas untuk semua

elektrolit=1.Bila konsentrasi naik,koefisien aktivitas turun sampai minimal dan

naik lagi yang kadang-kadang lebih besar dari satu tetapi melihat dari hukum

termodinamika bahwa larutan elektrolit kuat memiliki nilai koefisien aktivitasnya

menyimpang dari harga 1 menunjukkan bahwa elektrolit kuat bersifat non ideal

yang menurut arhenius disebabkan ionisasi tidak sempurna sedangkan menurut

Debye-Hockel karena adanya gaya tarik antar ion.Harga δ ini akan mendekati 1

apabila m mendekati 0 . Maka apabila dipakai hubungan tersebut dan anggapan

bahwa sebagai patokan dasar adalah solute padat murni sehingga a2* = 1

Konstanta-konstanta kesetimbangan dapat ditulis sebagai :

Dimana subscrip s menunjukan untuk larutan jenuh sedang dalam (a2) m = ms adalah

aktivitas solute pada larutan jenuh . Apabila suhu berubah pada tekanan tetap

maka ms dan δs akan berubah . demikian pula K. Menurut hukum Van- Hoff ,

untuk merubah K pada tekanan tetap diperlukan.

Dimana ΔΗ0 adalah perubahan entalpi standar pelarutan .Dengan

memperhitungkan pengaruh suhu dan konsentrasi pada ΔΗ DS didapat :

(1 + (δ ln Δ / δ ln m) TI PI m=ms) = (Δ Η DS) m=ms/ RT2

Disini (Δ Η DS) m=ms adalah panas pelarutan differensial pada keadaan larutan jenuh

untuk suhu dan tekanan yang telah diberikan .Dalam hal ini dimana harga δ tak

banyak berubah terhadap konsentrasi , maka bagian didalam kurung disebelah kiri

sama dengan satu persamaan menjadi:

d ln ms/ dT = (Δ Η DS) m=ms/RT

atau

d ln ms/ d(1/T) = -( Δ Η DS) m=ms/R

Jadi dengan menggunakan anggapan tersebut, harga (Δ Η DS) m=ms dapat dihitung

dari slope antara ln ms terhadap 1/T .

Untuk menghitung kelarutan biasanya di gunakan solute yang larut

(dalam garam) dalam 100gr solvent.

BAB 11

PERCOBAAN

11.1. Variabel percobaan

Dalam percobaan ini variable yang digunakan adalah suhu yaitu 20, 70, 120,

170, 220, dan 270 C.

11.2. Prosedur Percobaan

1. Membuat larutan asam oksalat jenuh didalam tabung reaksi yang sedang

besarnya pada suhu kamar . dengan cara melarutkan asam oksalat kristal

kedalam air sampai kristalnya tidak mau larut.

2. Mencatat suhu larutan, mengambil dua 10 ml dari larutan dan

memasukkan yang satu kedalam botol timbang sampai ketinggian 0,01 gr.

3. Menitrasi 10ml larutan yang satunya dengan menggunakan larutan NaOH

baku (2,64 N) dengan indicator PP

4. Mengulangi tahap 1 s/d 3 tetapi menggunakan ice bath pada suhu 20 C.

5. Mengulangi tahap 1 s/d 3 untuk suhu-suhu 70, 120, 170, 220, dan 270

C.Caranya dengan jalan mendinginkan larutan jenuh pada suhu kamar

sampai dengan suhu yang dikehendaki dalam ice bath.

6. Melakukan percobaan untuk masing-masing suhu tersebut sebanyak 2

kali.

11.3. Alat-alat yang digunakan

1. Buret 50 ml.

2. Corong kaca.

3. Beaker glass 600 ml.

4. Beaker glass 1000 ml.

5. Thermometer.

6. Pengaduk kaca.

7. Tabung reaksi besar.

8. Pipet ukur 10ml.

9. Gelas arloji.

10. Botol timbang.

11. Erlenmeyer.

11.4. Bahan-bahan yang diganakan

1. Asam oksalat dihidrat.

2. Larutan NaOH baku (2,65n) dengan indicator pp.

3. Es batu .

4. Garam dapur.

5. Aquades

BAB III

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

111.1. Hasil Percobaan

Dari percobaan yang telah dilakukan didapat hasil percobaan sebagai

berikut:

Tabel 111.1.1

SUHU (0C)Massa (Larutan + botol timbang) (gr)

Volume NaOH 2,64 N (ml)

I II I II2 22,5422 22,5422 3,60 3,657 22,6966 22,6970 3,90 3,8012 22,6711 22,6713 4,15 4,1017 22,7805 22,7807 4,55 4,5022 22,8426 22,8430 5,70 5,6527 22,8756 22,8760 5,95 6,00

Diketahui massa botol timbang =

111.2. Hasil Perhitungan

Tabel 111.2.1.

SUHU (0c)

V NaOH rata-rata (ml)

Normalisasi asam oksalat

Molaritas asam oksalat

Mol asam oksalat (mmol)

W asam oksalat (gr)

W Pelarut(gr)

2 3,625 0,9570 4,7850 0,4307 0,4307 9,58457 3,85 1,0164 5,0820 0,4574 0,4574 9,712412 4,125 1,0890 5,4450 0,4901 0,4901 9,654117 4,525 1,1946 5,9730 0,5376 0,5376 9,717022 5,675 1,4982 7,4910 0,6742 0,6742 9,641627 5,975 1,5774 7,8570 0,7071 0,7071 9,6417Tabel 111.2.2.

KELARUTAN TERHADAP SUHU

SUHU (0C) Kelarutan gr/100 gr dolvent

2 4,49377 4,709412 5,076617 5,532622 6,992627 7,3338

Table 111.2.3.

1/T TERHADAP ln MS

SUHU (0K) 1/T Ln Ms

275,15 0,00363 -0,6945280,15 0,00357 -0,6477285,15 0,00351 -0,5641290,15 0,00345 -0,4866295,15 0,00339 -0,2524300,15 0,00333 -0,2047

111.3. Pembahasan

Melalui hasil percobaan diatas diperoleh beberapa data yang terlihat pada

table-tabel diatas, dan setelah dianalisa.

Bahasan table 111.1.1

Pada pengukuran suatu Massa dari penambahan antara larutan dengan

botol timbangan, selalu meningkat seiring dengan penambahan suhu pada

tiap pengukuran.

Volume NaOH 2,64 N (ml) diukur pada skala suhu yang berbeda, dimulai

dari 20C sampai 270C dan hasil yang diperoleh membuktikan volume yang

selalu miningkat pada tiap penambahan suhu.

Bahasan table 111.1.2

Pengukuran dilakukan pada skala suhu yang berbeda, dengan mengukur V

NaOH rata-rata, Normalitas asam oksalat, Molaritas asam oksalat, Mol

asam oksalat (mmol), W asam oksalat (gr), dan W pelarut (gr), dan

semuanya berbanding lurus dengan peningkatan suhu.

Tabel 111.3.1

Kelarutan asam oksalat

Pada berbagai suhu dari literature Kirk-Othmer

SUHU (0C) Kelarutan (gr/100 gr pelarut)

2 3,7752

7 4,8312

12 6,1272

17 7,3818

22 9,4393

27 11,4552

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1V.1. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah kita lakukan maka kita memperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1. Harga kelarutan asam oksalat pada suhu , 70, 120, 170, 220, dan 270 C

adalah selalu meningkat, berbanding lurus dengan penambahan suhu.

Artinya kelarutan asam oksalat akan meningkat apabila suhu dinaikkan

dari suhu sebelumnya.

2. Harga (ΔΗDS)m=ms dari grafik ln ms dan 1/T adalah

1V.2. Saran

Agar diperoleh hasil yang maksimal ada beberapa hal yang perlu

dilakukan antara lain :

1. Meningkatkan suhu dari sebelumnya,

2. Untuk menaikan suhu digunakan suatu pemanasan, dan

3. Mempercepat suatu kelarutan dengan ratio solvent yang lebih kecil, dari

(gr/100 gr solvent) menjadi (gr/10 gr solvent).

DAFTAR NOTASI

NO Lambang Keterangan Satuan1. ΔΗDS Panas pelarutan differensial J/mol2. BM Berat molekul relative gr/grmol3. m Molalitas mol/1000 grsolvent

4. N Normalitas grek/L5. S Kelarutan gr/100 gr solvent

6. T Temperatur K7. Wbt Massa botol gr8. W1120 Massa pelarut gr9. Wlar Massa larutan gr

Daftar Pustaka

1. Kirk Othner, “Encyclopedy of Chemical Technology”, 3rd editions, Volume 16. Jhon Willey & Sons. USA: 1981

2. Maron and Lando, “Fundamental of Physical Chemestry”, Coolier MacMilan International edition, New York:1996

3. Smith, J.M; Van Ness H.C; and Abbott, M.M, “Introduction to Chemichal Engineering thermodynamics”, 5th edition, the MacGraw-hill Companies, Inc. Singapore: 1996

APPENDIKS

1. Perhitungan normalitas asam oksalat

Temperatur : 20C

V NaOH rata-rata = 3,625 ml

= (2,64 . 3,625)/10

= 0,9570 N

2. Perhitungan molaritas (suhu = 20C)

1. Perhitungan mol asam oksalat (suhu = 20C)

2. Perhitungan massa asam oksalat

W asam oksalat = n. BM

= (4,785/1000). 90

= 0,4307 gr.

3. Perhitungan massa larutan dan massa H2O

W lart. = W (bl + lart. Asam oksalat) – W botol timbang

= 22,5422 –

12,5270

= 10,0152 gr.

W H2O = W lart. – W asam oksalat

= 10,0152 – 0,4307

= 9,5845 gr.

4. Perhitungan molalitas solute untuk larutan jenuh (m.s)

ms = n. (1000/ W pelarut)

= (4,785/1000) . (1000/9,5845)

= 0,4992

5. Perhitungan kelarutan asam oksalat (s)

s = (m . BM) / 10

= (0,4992 . 90)/10

= 4,4928 gr

6. Panas pelarutan differensial (ΔΗDS)m=ms,

Dari hasil percobaan diperoleh harga slope = -1767,8

ln ms = -[(ΔΗ) / RT] + C

(ΔΗ/R)= 1767,8

(ΔΗDS) = 1767,8 x 1,987 cal/mol

= 3512,6186 cal/mol

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini mengukur dan menghitung densitas padatan

kristal zat yang tidak larut pada cair.

1.2 Tinjauan Pustaka

Molekul-molekul zat padatan tersusun sangat rapat apabila dibandingkan

dengan molekul pembentuk zat cair ataupun gas. Zat memiliki volume dan bentuk

tertentu yang cenderung tetap. Molekul-molekul zat padat juga mengalami

gerakan namun sangat terbatas. Gas dan Cairan mempunyai gaya tarik yang lebih

rendah dibandingkan spesi-spesi penyusun padatan, spesi penyusun padatan

seperti atom, molekul atau ion, relatif sangat kuat sehingga spesi-spesi tersebut

juga terikat dengan ikatan yang relatif sangat kuat. Hal ini menyebabkan suatu

padatan mempunyai bentuk dan volume yang relatif tetap, dan hampir tidak dapat

dimampatkan kecuali dengan tekanan yang besar.

Berdasarkan pada susunan spesi terkandung didalam padatan. Padatan ada

dua macam, yaitu padatan amorf dan padatan kristalin. Padatan kristalin

mempunyai susunan spesi yang teratur dalam tiga dimensi, sedangkan padatan

amorf mempunyai susunan spesi yang tidak teratur

a. Padatan Kovalen

dalam padatan kovalen atom-atom dihubungkan satu sama lain oleh ikatan

kovalen yang membentuk struktur tiga dimensi. Unsur bukan logam membentuk

sumber utama dari contoh seperti karbon, silicon dan silicon karbit.

b. Padatan Ionis

dalam padatan ionis, konstituenya adalah ion positif dan negatif. Ion ion ini

disatukan oleh gaya elektrostatis yang memberikan kenetralan listrik secara

keseluruhan. Padatan ion mempunyai titik leleh dan titik leleh dan titik didih yang

sangat tinggi karena ikatan yang sangat kuat antara ion-ion seluruh kristal dan

mempunyai daya hantar listrik yang buruk karena electron terikat sangat kuat baik

positif maupun negatif.

c. Padatan Molekuler

Konstituen utama dari molecular adalah molekul, tetapi dapat pula berupa

atom dari gas yang langka. Molekul disatukan oleh gaya lemah yang disebut

gaya van der waals.

d. Padatan Logam

Kebanyakan unsur dalam table susunan berkala adalah logam, dan kristal dari

logam ini terdiri dari satuan sel kubik rapat maupun satuan sel heksagonal

yang tersusun rapat. Kristal adalah padatan dengan susunan atom atau molekul

teratur, sedangkan amorf sebaliknya. Kristal memiliki struktur yang

bermacam-macam seperti kubik, tetragonal, Octagonal, dan rombohedral.

Densitas didefinisikan sebagai massa persatuan volume. Satuan yang

digunakan umumnya (lb/ft3) atau (gr/cm3). Spesifik grafity adalah perbandingan

antara densitas dari Zat terhadap terhadap densitas dari zat referensi atau ρ/ρref.

Untuk padatan dan cairan zat referensi umumnya ialahair pada suhu 4oC. Untuk

kebanyakan kerja teknik, spesifik grafity dapat diberikan mempunyai nilai yang

sama dengan harga density, tetapi spesifik grafity tidak mempunyai dimensi.

Bulk (apparent) density (ρb) ialah total massa persatuan total volume.

Sebagai contoh, true density dari quartz ialah 2,65 gram/cm3, tetapi pasir quartz

bermassa 2,65 gram dapat mempunyai total atau bulk volume 2 cm3 dan

mempunyai bulk density ρb sebesar 1.33 gr/cm3. Bulk density bukan termasuk

sifat intrinsic dari Zat karena sifat ini bervariasi dengan ukuran distribusi partikel

dari lingkungannya. Porositas dari padatan itu sendiri dari material yang berpori

atau berongga, juga mempengaruhi bulk density. Untuk material yang tidak

berpori true density (ρ) sama dengan bulk density (ρb).

Sifat ekstensif zat ialah sifat zat yang dipengaruhi oleh jumlah dari zat

yang terkandung missal volume, massa. Sedangkan sifat intrinstic zat ialah sifat

zat yang tidak dipengaruhi oleh jumlah materi penyusunnya, misalnya, suhu dan

tekanan dan densitas.

Massa jenis padatan kristal dapat dihitung dari berat padatan kristal dibagi

dengan volume sel. Massa jenis ini didefinisikan sebagai:

ρs = Ws / Vs …………………………………………………(1)

Dimana ialah ρ ensitas kristal, Ws adalah berat kristal dan Vs adalah volume

kristal.

Penggunaan piknometer yang diketahui volumenya dan kemudian

ditimbang dalam keadaan kosong, setelah itu dilanjutkan dengan menimbang

sample dari zat padat yang telah dipelajari. Perbedaannya akan memberikan berat

solid (Ws). Akhirnya piknometer (yang telah mengandung sample solid) diisi

dengan liquid yang telah diketahui densitynya lalu ditimbang, berat dan volume

liquida dapat ditentukan dengan perbedaannya. Selama volume total dari

piknometer diketahui, kemudian menghitung volume solid (Vs) yang ditempati

oleh solid.

Perhitungan sample solid (zat padat) dipadatkan :

Ws = W2 - W1 (2)

dimana W1 adalah berat dari piknometer kosong dan W2 adalah berat dari

pinkometer kosong ditambah berat dari sample solid (zat padat). Berat air yang

terdapat dalam piknometer (W1) adalah

W1 = W3 - W1 (3)

dimana W3 adalah berat piknometer ditambah dengan berat sample dan berat air.

Jika densitas cairan (air) ditunjukkan oleh mengikuti persamaan (3) dimana

volume sample solid diberikan :

Vs = V - VL = (4)

dimana V adalah volume total dari piknometer. Dari persamaan (1), (2), dan (4),

kita mendapatkan persamaan :

ρs = (5)

Nilai V dan ρL penting diketahui untuk menentukan W1, W2, dan W3 yang

bertujuan untuk menghitung densitas solid.

Biasanya pada perhitungan tidak selamanya akan tepat 100% karena

adanya efek gelembung udara pada piknometer pada saat penimbangan.

Dibandingkan dengan penimbangan pada saat vakum, kita dapat menggunakan

rumus sederhana yang diberikan oleh Baurer untuk mengkoreksi hasil akhir

perhitungan. Rumus ini memberikan densitas yang terkoreksi ( ρ ) yaitu

` * = + 0.0012 (6)

Menurut persamaan (5) ketidaksamaan dalam ρ akan bergantung pada

ketidakpastian pada setiap lima variable, bagaimanapun juga nilai dari ρL

diketahui dari enam perhitungan penting dan ketidakpastian dapat diabaikan jika

dibandingkan dengan variable lain. Dengan ini kita dapat mengembangkan

perlakuan pengembangan kesalahan dengan mengambil differensial dari kedua

ruas persamaan (5) kita peroleh persamaan :

d =

Kita catat bahwa (dW2 – dW1) lebih kecil daripada (dW2 – dW3 + ρLdV)

(dalam substitusi nilai kesalahan untuk differensial) dan juga (W2 – W1) kira-kira

lima kali nilai dari (W2 – W3 + ρLV). Jadi sangat dimungkinkan untuk

mengabaikan suku pertama ruas kanan persamaan (7) untuk mendapatkan

pendekatan ketidakpastian perhitungan. Jadi limit error pada ρ, λ(ρ) didekati

dengan :

dimana λ(W2), λ(W3) dan λ(V) adalah limit kesalahan dalam masing-masing

kuantitas W2, W3, dan V. Kita dapat mengambil batas yang beralasan untuk

kesalahan λ(W2) = 0,001 gram dan λ(W3) = 0,002 gram. Nilai tertinggi untuk

λ(W3) meliputi efek kegagalan memperoleh nilai sebenarnya dari pengisian

piknometer dengan air. Untuk λ(V) kita ambil 0,004 cm3, nilai diberikan

instruktur.

Nilai yang didapat untuk dua sampel menyimpang dari rata-rata

ditunjukkan limit dari kesalahan. Bagaimana juga perbedaan yang jauh lebih besar

daripada itu harus mempertimbangkan fakta bahwa kontribusi dari setiap

kesalahan dalam V adalah sama dalam kedua pengerjaan. Berdasarkan bahwa

material yang dipelajari mungkin tidak homogen, jadi untuk menghasilkan dua

sampel yang sedikit perbedaan densitasnya, kita menduga kemungkinan pecah

atau celah tidak dapat dimasuki liquid terdapat pada sample I, atau dalam dua

sampel dalam tingkatan yang berbeda. Pada asumsi ini terbesar akan ditempatkan

pada nilai yang tertinggi, kita namakan sampel II, meskipun dasar dari hasil untuk

dua sampel tidak terdapat bukti internal bahwa sampel II secara keseluruhan bebas

dari kekurangan. Persetujuan hasil untuk sampel II dengan literatur adalah

memuaskan, tetapi pada umumnya indikasi yang terbaik dari kenyataan akan

sangat baik persetujuan hasil untuk beberapa sampel.

Persamaan (8) dan (9) menunjukkan bahwa kontribusi terbesar untuk

keseluruhan kesalahan datang dari ketidakpastian volume piknometer. Ketelitian

eksperimen menunjukkan bahwa mengukur berat piknometer yang diisi dengan

air saja, nilai V yang lebih baik dapat diperoleh. Ini dapat mengurangi

ketidakpastian densitas tetapi tidak meningkatkan persetujuan diantara du sampel.

Sumber kesalahan terbesar dalam perhitungan densitas padatan adalah

adsorpsi udara oleh padatan. Untuk alasan ini, piknometer yang berisi padatan dan

cairan ditempatkan pada botol besar yang dihubungkan dengan pompa vakum

sehingga udara akan keluar seluruhnya dari botol.

Dalam metode piknometer digunakan untuk menentukan volume liquid

yang dipindahkan secara tidak langsung, tetapi yang lebih akurat adalah dari berat

liquidnya. Metode ini dapat menghasilkan keakuratan sampai 0,05% untuk

serbuk, selain metode penentuan densitas menggunakan metode piknometer ini

ada metode lain antara lain :

1. Metode volumenometer, yaitu menempatkan solid dengan berat yang

diketahui pada sebuah bejana yang telah terisi liquid sebagian,

peningkatan dari ketinggian liquid merupakan perhitungan langsung

dari volume solid. Liquid yang sering digunakan adalah Hg yang

menghasilkan secara jelas dan luas perhitungan dari massa jenis rata-

rat atau specific gravity, dengan syarat cairan Hg tidak membasahi

permukaan solid karena akan menimbulkan lubang-lubang pada solid

itu sendiri.

2. Metode Gradient, metode ini umumnya digunakan untuk penentuan

densitas sebuah padatan, metode ini umumnya digunakan pada

industri-industri plastic. Metode ini dapat menguji sampel sampai

ukuran yang paling kecil (0,0002 g/cm3)

3. Hidrometer Nicholson

Langkah-langkah penentuan densitas : Jika massa yang diperoleh

dalam tangki yang lebih tinggi ke tangki hidrometer untuk penanda air

adalah W, massa untuk padatan yang ditambahkan dalam tangki yang

lebih tinggi adalah W1 dan massa yang didapatkan ketika padatan

berada pada padatan yang lebih rendah adalah w maka massa padatan

(Ws) Menjadi :

Ws = W - wl

Massa air : w1 – w maka massa jenis padatan dapat diperoleh dengan rumus

4. Metode flotasi

Metode ini memakai campuran 2 larutan yang dapat larut. Untuk

kristal organic polar yang tidak mengandung komponen yang lebih

ringan dari oksigen, hidrokarbon ringan seperti kerosin ( ρ =0,79 g/cm3

pada T = 25oC) dan metylen iodida ( ρ = 3,32 g/cm3 pada T = 25oC)

biasanya mempunyai hasil yang memuaskan.

BAB II

PERCOBAAN

II.1. Variabel percobaan

Variabel percobaan penentuan densitas, kristal padat ini adalah :

Jenis padatan dan ukuran padatan dalam percobaan ini dipakai batu pasir dengan

mesh 8/10,12/16 dan 16/18 dan batu kapur dengan mesh 10/12, 16/18 dan 20/30

II.2.Prosedur percobaan

a. Standarisasi

1. Menimbang piknometer kosong dan mencatat beratnya (W1)

2. Mengisi piknometer dengan air, mengatur agar tidak terdapat

gelembung udara dan menimbangnya (Wo)

3. Menentukan suhu air.

4. Menghitung volume piknometer dengan menggunakan Pair pada suhu

yang telah diketahui

b. Menimbang massa padatan dan menghitung densitasnya

1. Menimbang piknometer dengan padatan dan mencatat beratnya (W2)

2. Menimbang piknometer dengan padatan dan air dan mencatat beratnya

(W3).

3. Menghitung densitas padatan dengan rumus :

4. s=

5. menghitung error limit

r2(I)=

II.3 Alat-alat yang digunakan

~ 2 buah picnometer : 5 ml atau 10 ml

~ 1 buah beaker glass 600 ml

~ 1 buah pipet tetes

II.4 Bahann-bahan yang digunakan

~ Padatan kristal

~ Aquades

BAB III

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III.1. Hasil Percobaan

Tabel 3.1 Hasil standarisasi volume piknometer

PiknometerWo pikno kosong + air

1 2 3

Wo pikno kosong + air 22,1236 22,1230 22,1216

W1piknokosong 11,9184 11,9180 11,9177

Kristal batu kapur (CaCO3) 10 meshTabel 3.2 Hasil penimbangan piknometer

Run W1 W2 W3

1 11,9184 14,4184 24,6236

2 11,9180 14,418 24,623

3 11,9177 14,4177 24,6216

III.2. Hasil Perhitungan

1.Wo Rata-rata = 22,1236 + 22,1230 + 22,1216 = 22,1227 ml

3W1 Rata-rata = 11,9184 + 11,9180 + 11,9177 = 11,9180 ml

3W2 Rata-rata = 14,4184 + 14,418 + 14,4177 = 14,4180 ml

3W3 Rata-rata = 24,6236 + 24,623 + 24,6126 = 24,6227 ml

3Wair Rata-rata = Wo – W1 = 22,1227 – 11,9180 = 10,21 gr

V = Wair = 10,21 ρair 0,99596

= 10,25 ml

2.Wo = 22,1227 ; W1 = 11,9180 ; W2 = 14,4180; W3 = 24,6227

Ө = ρ (W2 – W1) ρV + (W2 –W3) = 0,99596 ( 14,418 – 11,9180 ) 0,99596 x 10,25 + 14,4180 - 24,6227 = 2,4899 12, 7046 x 10,2046 + -10.2047 = 3,89 8.10-3

= 640,07

III.3. Pembahasan

Membuat bubuk kapur dengan cara menumbuk-numbuk kapur (CaCO3), setelah

itu melakukan penimbangan dengan alat yang bernama Piknometer yang masih

kosong dan mencatat beratnya (W1). Setelah kita ketahui W1 yang telah

ditimbang dengan berat 11,9184; 11,9180; 11,9177 terus kita mengisi piknometer

dengan air, dan mengatur agar tidak terdapat gelembung udara dan

menimbangnya (Wo). Setelah berat Wo diketahui sekitar 22,1236; 22,1230;

22,1216, maka setelah itu kita menentukan suhu air dan mencatatnya, setelah

mengetahui suhu air yang kita dapat sekitar 34oC. Maka kita dapat menghitung

volume piknometer dengan menggunakan air pada suhu yang kita telah ketahui.

Setelah itu kita menimbang piknometer dengan padatan kapur (CaCO3) yang telah

kita tumbuk tadi dengan berat 2,5 gr yang di ambil dari 10 mesh dan mencatat

beratnya (W2). Setelah berat dari W2 yang kita ketahui sekitar 14,4184; 14,418;

14,4177. Kemudian menimbang piknometer dengan padatan kapur yang tadi dan

mencatat beratnya (W3), telah kita ketahui berat W3 sekitar 24,6236; 24,623;

24,6216. setelah itu kita menghitung densitas padatan dengan rumus

maka yang kita dapat dari nilai yang telah kita masukkan pada rumus ini adalah 640,07.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Dari percobaan penentuan densitas kristal padat ini diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1) Densitas kristal batu kapur adalah ……… g/ml dan kristal batu kali

adalah ……. g/ml.

2) Densitas kristal padat ……. oleh ukuran kristal tetapi dipengaruhi oleh

………

3) Volume piknometer ……… terhadap harga densitas.

IV.2 Saran

1) Harap diperhatikan pada perhitungan yang dilakukan pada piknometer

2)

DAFTAR NOTASI

Wo = berat piknometer dan air, gr

W1 = berat piknometer kosong, gr

W2 = berat piknometer dan kristal padat, gr

W3 = berat piknometer dan kristal padat serta air, gr

θ = densitas kristal padat, g/ml

r = error limit/batas kesalahan

ρ = densitas air, g/ml

V = volume piknometer, ml

Daftar Pustaka

1. Geankoplis, C.J “Transport process and unit operations “ Prentice Hall of India,

New Delhi, (1997)

2. Maron, S.H lando J.B “Fundamentals of Physical Chemistry”, Macmillan

Publishing Co,Inc New York, (1974)

3. Perry, R.H “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook” 6 th edition., McGraw Hill

inc., New York, (1984)

4. Shoemaker, D.P Graland, C.W “Experiment in Physical Chemistry” 6 th edition

McGraw Hill inc., New York, (1996)

APPENDIKS

1.) Perhitungan volume piknometer

ρ air pada T = 28oC adalah 0,99596 g/ml

Piknometer I

Analog dengan cara diatas didapatkan volume piknometer seperti

ditabelkan pada tabel 3.13.

2.) Perhitungan densitas kristal padat dan error limit

Batu pasir dengan mesh 10/20

Piknometer l

Wo = 14.2155gr

W1 = 9.3349gr

W2 = 12.35026 gr

W3 = 16.2144 gr

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menhitung kecepatan sedimentasi suatu

suspensi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, gaya drag dan gaya apung dengan

metode grafik.

1.2 Dasar Teori

Sedimentasi adalah suatu proses pemisahan suspensi dengan cara

pengendapan sehingga cairan bening dan slurry yang kandungan padatnya lebih

tinggi. Beberapa metode pemisahan mekanik didasarkan pada gerakan partikel

solid atau liquid dalam suatu fluida. Fluida tersebut dapat berupa gas atau liquid,

baik mengalir maupun diam. Pemilihan metode yang digunakan dalam proses

pemisahan partikel solid dan liquid didasarkan pada jenis solid, perbandingan

solid dengan liquid di dalam campuran, viskositas larutan, dan factor-faktor lain.

Pada meotde setting dan sedimentasi, partikel-partikel solid dipisahkan

dari fluida oleh gaya gravitasi yang bekerja pada partikel dengan bermacam-

macam ukuran dan densitas. Sedangkan pada metode pemisahan sentrifugal,

partikel-partikel solid dipisahkan dari fluida oleh gaya sentrifugal yang bekerja

pada partikel-partikel tersebut. (Geankoplis, hal 801)

Metode settling dan sedimentasi banyak diterapkan untuk mengambil atau

memisahkan solid dari limbah cair, mengendapkan kristal dari mother liquor,

memisahkan makanan bentuk solid dari makanan cair, memisahkan slurry dari

proses leaching kedelai, dan lain-lain.

Sebagian besar proses settling dan sedimentasi bertujuan untuk

memindahkan partikel dari aliran fluida sehingga fluida tersebut bersih dari

partikel kontaminan. Pada proses yang lain partikel diambil sebagai produk,

seperti recovery fase terdispersi dalam ekstraksi liquid-liquid. Selain itu partikel

dapat juga disuspensikan dalam fluida sehingga partikel-partikel tersebut dapat

dipisahkan dalam ukuran atau densitas yang berbeda. (Geankoplis, hal 816)

Mekanisme Sedimentasi dan Teori Gerakan Partikel Melalui Fluida

Mekanisme sedimentasi ini dapat digambarkan dari pengamatan test

selama pengendapan secara batch dari suatu slurry dalam sebuah silinder gelas.

Zz

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 1.2.1. Proses batch sedimentasi

Keterangan gambar 1.2.1 :

A : daerah liquida yang jernih

B : daerah liquida dengan konsentrasi yang uniform

C : daerah liquida dengan distribusi ukuran yang berbeda dan konsentrasi

yang uniform

D : daerah liquida yang terdiri dari partikel-partikel yang lebih berat dan

lebih cepat

* Pada gambar 1.2.1 (a) menunjukan suspensi yang terdistribusi secara seragam di

dalam zat cair dalam keadaan siap mengendap. Kedalaman total suspensi itu

adalah Z0. Jika tidak terdapat pasir di dalam campuran itu, zat padat yang

pertama menampakan diri ialah endapan pada dasar bejana pengendapan, yang

terdiri dari flok yang berasal dari bagian bawah campuran. (Mc Cabe,hal 1052-

1053).

* Pada gambar 1.2.1 (b) zat padat yang berupa flok membentuk suatu lapisan

yang dinamakan daerah D. Diatas daerah D itu terbentuk lagi lapisan lain, yaitu

daerah C, yang merupakan lapisan transisi, dimana kandungan zat padatnya

bervariasi dari yang seperti pulpa asal sampai seperti di dalam daerah di dalam

daerah D. Diatas daerah C yang terdapat daerah B yang terdiri dari suspensi

homogen yang konsentrasinya sama dengan pulpa asal. Diatas daerah B terdapat

daerah A yang merupakan lapisan liquid yang jernih. Pada pulpa yang

berflokulasi dengan baik, batas antara daerah A dan B itu tajam. Tetapi jika

terdapat partikel yang tidak dapat mengendap, daerah A menjadi keruh dan

batas antara daerah A dan B kabur. (Mc Cabe,hal 1052-1053)

* Pada gambar 1.2.1 (c), menunjukan bahwa selama berlangsungnya penendapan,

kedalaman daerah D dan A bertambah, sedang tebal daerah C tetap, dan daerah

B berkurang.

* Pada gambar 1.2.1 (d), menunjukan bahwa setelah pengendapan selanjutnya,

daerah B dan C hilang, dan seluruh zat padat itu akan terdapat pada daerah D.

Kemudian terjadi suatu pemampatan (compression) dimana pemampatan itu

bermula disebut titik kritis. (critical point)

* Pada gambar 1.2.1 (e), menunjukan pemampatan sebagian dari zat cair yang

terjadinya ikut bersama flok kedalam daerah kompresi D akan terperas keluar

jika bobot endapan itu menghancurkan struktur flok. Selma pemampatan itu

berlangsung, sebagian zat cair di dalam flok itu menyembur keluar dan

ketebalan daerah ini akan berkurang. Akhirnya, bila bobot zat padat itu telah

mencapai keseimbangan mekanik dengan kekuatan tekanan flok, proses

pengendapan itu akan berhneti. Pada saat ini, Lumpur itu sudah mencapai tinggi

akhirnya. Keseluruhan proses yang terlihat pada gambar 1.2.1 dinamakan

sedimentasi. (Mc Cabe,hal 1052-1053)

Teori Gerakan Partikel Melalui Fluida

Ketika partikel bergerak melalui fluida, sejumlah gaya akan bekerja pada

partikel.

Terdapat tiga gaya utama yang bekerja pada partikel, yaitu :

1. Gaya gravitasi (Fg)

Gaya yang ditimbulkan akibat gaya gravitasi bumi yang besarnya

dinyatakan dalam persamaan:

Fg = m.g………………………………………………( 1 )

2. Gaya apung (Fb)

Gaya ini arahnya sejajar dengan gaya gravitasi tetapi mempunyai arah

yang berlawanan. Jika partikel yang jatuh dianggap mempunyai massa

sebesar m Kg dengan kecepatan v m/dt, densitas ρp kg/m3, densitas fluida ρ

kg/m3 dan Vp adalah volume partikel, maka besar gaya apung yang

bekerja pada partikel adalah:

Fb = = Vp..ρ.g……………………………......( 2 )

3. Gaya drag (FD)

Gaya ini terjadi jika ada gerakan antara fluida dan partikel dan bekerja

melawan arah gerakan dari partikel serta sejajar arah gesekan, tetapi

berlawanan arah dengan gaya gravitasi. Harga drag force sebanding

dengan kecepatan (v2/2). Harga ini dilipatkan dengan densitas fluida dan

luas permukaan partikel yang terproyeksi pada arah gerakan partikel.

Harga drag force dapat dihitung dengan persamaan berikut :

FD = CD ρ.A…………………………………………( 3 )

Dimana Cp adalah koefisien drag (tidak berdimensi)

FD FB

FG

Gambar 1.2.2. Gaya-gaya yang bekerja dalam suatu partikel didalam

fluida

(Geankoplis,hal 816-817)

Berdasarkan ada tidaknya pengaruh terhadap jatuhnya suatu partikel yang

akan mengendap, mekanisme sedimentasi dibagi dua, yaitu :

1. Free settling

Peristiwa ini terjadi jika jarak antar partikel dan jarak antara dinding

silinder dengan partikel cukup jauh sehingga memperngaruhi proses

jatuhnya partikel dalam suatu fluida. Gaya total yang terdapat dalam

partikel adalah sbb :

F = Fg – Fb – Fd

……………………………………………….( 4 )

Gaya total ini sama dengan yang bekerja pada partikel, yang mempercepat

partikel. Persamaan diatas menjadi :

m.(dv/dt) = Fg – Fb – Fd

………………………………………( 5 )

Partikel yang jatuh akan menjalani gerakan dipercepat dan akhirnya

mengalami gerakan dengan percepatan konstan, dimana periode jatuhnya

partikel merupakan hal yang sangat penting. Jika kita masukan harga dari

masing-masing persamaan gaya pada persamaan yang terakhir dengan

keadaan kecepatan dv/dt = 0.

( Geankoplis, hal 816-817 )

Maka akan didapatkan persamaan sbb :

vt = ....................................................................( 6 )

Untuk partikel berbentuk bola :

m = 1/6 Dρ3ρρ dan A = 1/4 Dρ

2

Dengan persamaan diatas kemudian disubstitusi sehingga diperoleh

persamaan untuk partikel yang berbentuk bola yaitu :

vt = ..................................................................( 7 )

Koefisien drag untuk partikel liquid merupakan fungsi dari

bilangan Reynold (Dp.v.ρ)/μ. Untuk daerah laminair sering disebut dengan

hokum stokes. Untuk aliran laminair dengan Nre < 1 besarnya drag :

CD = ……………………………………………………...( 8 )

Dimasukkan dalam persamaan umum diperoleh :

vt= ……………………………………………..( 9 )

Partikel yang jatuh akan mengalami gerakan dipercepat dan akhirnya

mengalami gerakan dengan kecepatan konstan. (Geankoplis,hal 816-817)

2. Hindred settling

Hindred terjadi akibat adanya gerakan partikel dalam fluida

terganggu oleh partikel lain dan oleh dinding tabung karena jarak antara

partikel dengan dinding tabung berdekatan. Koefisien drag dalam hal ini

lebih besar dari free settling karena adanya partikel-partikel satu sama

lain.

Aplikasi Sedimentasi

Peralatan yang terdapat dalam settling dan sedimentasi, yaitu :

1. Simple gravity settling tank

Alat ini digunakan untuk memindahkan fase liquid terdispersi oleh settling

ke fase yang lain. Kecepatan secara horizontal ke kanan harus cukup

lambat mengikuti waktu dari droplets kecil agar naik dari bawah ke

permukaan atau dari bawah ke permukaan dan menjadi satu. (Geankoplis,

hal 826)

2. Peralatan untuk klasifikasi

Klasifikasi type sederhana adalah salah satu dari tangki berukuran besar

yang dibagi menjadi beberapa daerah. Liquid slurry yang masuk tangki

mengandung range ukuran partikel padat. Kecepatan linier feed masuk

meningkatkan sebagai hasil perluasan dari luas daerah pada saat masuk.

(Geankoplis, hal 817)

3. Spitzkasten classifier

Type lain dari gravitasi settling chamber adalah spitzkasten yang terdiri

dari tabung seri berbentuk kerucut yang diameternya meningkat searah

dengan arah aliran. (Geankoplis, hal 817)

4. Sedimentasi thickner

Dalam skala industri, proses settling dilakukan pada sebuah thickner yang

disebut dengan continous thickner.

Feed

daerah klarifikasi

l iquid daerah suspension liquid

settling

Lumpur endapan

Gambar 1.2.3. Skema alat continuous thickner

Pada umumnya thickner dilengkapi dengan pengaduk radial yang

digerakan dengan lambat dari suatu proses sentral. Lengan-lengan pengaduk

lumpur secara perlahan-lahan dan mengumpulkannya ke tengah sehingga dapat

mengalir ke dalam bukaan besar yang bermuara pada pipa masuk pompa Lumpur.

(Geankoplis, hal 827-828)

Terdapat tiga daerah utama dalam continuous thickner, yaitu daerah

klasifikasi dimana liquida jernih keluar sebagai aliran overflow, daerah

suspension settling dan daerah pemekatan dimana sludge dipisahkan sebagai

underflow.

Untuk menentukan luas penampang thickner dan kedalamannya

diperlukan dat-data dari daerah batch settling. Daerah suspension settling adalah

ekivalen dengan daerah B dan C pada batch settling. Luas penampang thickner

harus cukup untuk menyediakan kapasitas suspension settling seperlunya pada

semua tingkatan konsentrasi partikel. Luas ini dapat dihitung dari konsentrasi

yang berbeda dan hubungannya dengan laju pengendapan, daerah minimum

pengendapan pada thickner. Dalam industri, alat continuous thickner

dipergunakan untuk waste water treatment. (Mc Cabe, hal 1054)

Besarnya kecepatan pengendapan tergantung pada beberapa factor, yaitu :

1. konsentrasi

Jika konsentrasiyang semakin besar maka drag force juga semakin

besar. Drag force atau gaya seret ini bekerja pada arah yang berlawanan

dengan gerakan partikel dalam fluida. Gaya seret ini disebabkan oleh

adanya transfer momentum yang arahnya tegak lurus permukaan partikel

dalam bentuk gesekan. Maka, dengan adanya drag force yang arahnya

berlawanan dengan arah partikel ini akan menybabkan gerakan partikel

menjadi lambat. Dengan adanya kenaikan konsentrasi akan menurunkan

kecepatan pengndapan.

2. Ukuran partikel

Ukuran partikel berpengaruh langsung terhadap diameter partikel.

Sedangkan kecepatan pengendapan berbanding terbalik dengan diameter

partikel. Hal ini disebabkan karena gaya angkat yang dialami oleh partikel

semakin besar dengan bertambah besarnya luas permukaan sehingga

keceptan pengendapan semakin menurun.

3. Jenis partikel

Setiap partikel dari jenis yang berbeda akan mempunyai densitas yang

berbeda pula. Sedangkan densitas partikel berpengaruh langsung pada

besarnya kecepatan pengendapan. Sedangkan kecepatan pengndapan

berbanding lurus dengan densitas partikel, dimana semakin besar densitas

partikel, semakin besar pula kecepatan pengndapannya.

(Schweitzer, hal 4-118O)

BAB II

PERCOBAAN

II.1. Variabel Percobaan

- Konsentrasi 6 gr/lt, 8 gr/lt, dan 10 gr/lt

- Ukuran Partikel : 80/100 mesh, 100/120 mesh, 120/170 mesh, dan >170

mesh.

- Jenis Partikel : BE dan CaCO3

II.2. Metodologi Percobaan

1. Menghitung densitas partikel BE

2. Menentukan ukuran partikel BE dan yang akan dipelajari pada percobaan

sedimentasi ini dengan melakukan pengayakan yaitu 50/120, 120/170, dan

170/200 mesh.

3. Menimbang 8, 11, dan 15 gr partikel BE

4. Memasukan partikel yang sudah ditimbang tersebut ke dalam gelas ukur

berisi air sampai volumenya 1 L dan mengaduknya hingga merata.

5. Mencatat tinggi suspensi awal didalam gelas ukur sebagai Z0.

6. Mencatat tinggi batas lapisan tiap 3 menit sekali dan melanjutkan sampai

batas lapisan konstan Z.

7. Mengulangi langkah 1 sampai 6 untuk partikel CaCO3.

Diagram Alir Percobaan

Menghitung densitas partikel-partikel BE dan CaCO3

Mencatat tinggi batas lapisan suspensi awal di dalam gelas ukur (Z0) setiap 3

menit sekali dan melanjutkan sampai tinggi batas lapisan hamper konstan (Z).

II.3. Alat dan Bahan yang digunakan

II.3.1. Alat yang digunakan

- Gelas ukur - Beaker glass

- Stopwatch - Pengaduk

- Ayakan - Thermometer

- Piknometer - Penggetar listrik

- Neraca analitik

II.3.2. Bahan yang digunakan

- Air

Melakukan pengayakan untuk ukuran 50/120, 120/170, dan

170/200 pada masing-masing partikel

Menimbang 6, 10, 14 gram partikel BE dan CaCO3 untuk masing-

masing ukuran

Memasukan ke dalam gelas ukur 1000ml, serta menambahkan air ke

dalam gelas ukur sampai volumenya 1000ml

- Bleaching Earth

- CaCO3

II.5. Tabel Hasil Pengamatan

T (min)z(cm) mesh 20 z(cm) mesh 10

5 gr 10 gr 5 gr 10 gr

0 0.7 cm 0.3 cm 0.5 cm 0.5 cm

3 0.9 cm 0.4 cm 0.4 cm 0.48 cm

6 0.85 cm 0.3 cm 0.38 cm 3 cm

9 0.8 cm 0.28 cm 0.38 cm 0.25 cm

BAB III

HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

III.1. Hasil Perhitungan

Tabel III.1.1. Hasil perhitungan kecepatan pengendapan

Zat Ukuran Mesh

Ukuran Partikel (5gr) Z Vs t

Ukuran Partikel (10 gr) Z Vs t

t (menit)

Volume

CaCO3

20 0,7 0,3 0 020 0,9 0,4 3 0,1333333320 0,85 0,3 6 0,0520 0,8 0,8 9 0,0888888910 0,5 0,5 0 010 0,4 0,48 3 0,1610 0,38 0,3 6 0,0510 0,38 0,25 9 0,02777778

ZatUkuran Mesh

Co (gram)

Z0

(cm)Z1

(cm)Z2

(cm)Z3

(cm)

CaCO3

105 0,5 0,4 0,38 0,3810 0,5 0,48 0,3 0,25

205 0,7 0,9 0,85 0,810 0,3 0,4 0,3 0,28

Keterangan : 1. Z0 = ketinggian CaCO3 dalam 0 menit

2. Z1 = ketinggian CaCO3 dalam 3 menit

3. Z2 = ketinggian CaCO3 dalam 6 menit

4. Z3 = ketinggian CaCO3 dalam 9 menit

BAB IV

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan :

1. Semakin tinnggi konsentrasi, maka semakin tinggi kecepatan

pengendapannya.

2. Semakin besar ukuran partikel maka lapisan pengendapan yang terbentuk

semakin tebal.

3. Lamanya waktu berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan suspensi

yang terbentuk.

4. Pada 3 menit pertama umumnya lapisan suspensi bertambah tebal tetapi

pada 3 menit berikutnya umumnya lapisan suspensi mengalami

penyusutan.

DAFTAR NOTASI

A = luas permukaan partikel μ = viskositas fluida (gr/cm3.dt)

Cd = koefisien drag

Co = konsentrasi awal (gr/lt)

Cn = konsentrasi underflow (gr/cm3)

Cv = konsentarsi akhir jernih (gr/cm3)

Dp = diameter partikel (cm)

Fd = gaya drag (N)

Fb = gaya apung (N)

Fg = gaya gravitasi (N)

g = percepatan gaya gravitasi (m/dt2)

K = kriteria pengendapan

Lo = rate padatan (cm3/dt)

Lu = rate underflow (cm3/dt)

Li = rate volumetrik saat I (cm3/dt)

m = massa (gr)

Nre = bilangan reynold

S = luas permukaan continous thickener (cm2)

t = waktu (menit)

Vt = slope (-dz/dt)

Vp = volume partikel (cm3)

Vs = kecepatan hindered (cm/dt)

Vt = kecepatan terminal (cm/dt)

Z = bidang batas (cm)

Zi = bidang batas setelah waktu t (cm)

Zo = bidang batas mula-mula (cm)

ρf = densitas fluida (gr/cm3)

ρs = densitas slurry (gr/cm3)

ρp = densitas partikel (gr/cm3)

ρu = densitas underflow (gr/cm3) ρa = densitas air (gr/cm3

APPENDIKS

1. menentukan densitas partikel

Untuk partikel CaCO3, dari percobaan diperoleh data sebagai berikut:

- berat piknometer kosong (Wo) = 13,5288 gr

- berat piknometer kosong + air (W1) = 23,73 gr

- berat piknometer kosong + CaCO3 (W2) = 13,989 gr

- berat piknometer kosong + CaCO3 + air (W3) = 23,94 gr

dari appendiks A.2.3, hal 798 Geankoplis, “transport proses and unit operation”,

2nd edition, diperoeh densitas air pada 280C adalah 0,9962 gr/cc. densitas CaCO3

dapat diperoleh dengan rumus:

densitas partikel = berat padatan / volume padatan

berat CaCO3 = W2 – W0

= 13,989 – 13,5288 = 0,4062 gr

volume CaCO3 = volume piknometer – volume air

= (23,73 – 13,5288)/ 0,9962 – (23,924 – 13,989)/ 0,9962

= 0,231 ml

densitas CaCO3 = 0,4602/0,231 – 1,989 gr/ml

2. menghitung kecepatan pengendapan (settling velocity)

3. menghitung konsentrasi kritis (Cc)

4. perancangan continuous thickener

diasumsikan bahwa contiuous thickener berbentuk silinder yang mana proses

pengendapannya memiliki rate volumetric dan waktu tingal tertentu.

Misal untuk CaCO3 10 mesh dengan konsentrasi 5 gr/250 ml

Vc = cm/ menit

Maka dapat diselesaikan sebagai berikut:

Daftar Pustaka

1. Geankoplis, C.J., “Transport Processes and Unit Operation”, 3rd edition,

Allyn and Bacon, Boston, 1983.

2. McCabe, W.L., Smith, and P. Harriot, “Unit Operation of Chemical

Engineering”, 5th edition, McGraw-Hill, Singapore, 1993.