budaya tangerang ku

5
BUDAYA TANGERANG KU Saya lahir dan tinggal di Tangerang, tempat yang penuh dengan budaya dan segala kemajuannya. Kota ini terbentuk sejak 28 Februari 1993. Kota Tangerang terletak di Provinsi Banten, Indonesia, tepat di sebelah barat kota Jakarta, serta dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang di sebelah selatan, barat, dan timur. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan perkotaan Jabotabek setelah Jakarta. Secara garis besar hanya dapat digambarkan komposisi penduduk di Tangerang pada awalnya, yaitu terdiri atas etnik Sunda, Jawa, Betawi, Cina, Arab dan Eropa. Pada masa itu kelompok etnik Sunda sebagian besar menempati daerah Tangerang Selatan dan Tangerang Tengah yang meliputi wilayah kecamatan Tangerang, Cikupa, Serpong, Curug, Tigaraksa dan Legok. Terdapat berbagai macam suku, mulai dari suku betawi, sunda, jawa sampai tionghoa dengan berbagai macam dialek. Hal ini yang terus menambahkan keanekaragaman masyarakat Tangerang. Budaya daerahnya pun tak kalah menarik mulai dari tarian, makanan, dan tempat wisata daerah. Tarian khas daerah Tangerang adalah Tari cokek, tarian yang diwarnai budaya etnik China. Tarian ini diiringi orkes gambang kromong ala Betawi dengan penari mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penari, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat lantaran dalam peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan dalam posisi berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan tradisi lokal masyarakat

Upload: siti-haryati

Post on 04-Jul-2015

770 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BUDAYA TANGERANG KU

BUDAYA TANGERANG KU

Saya lahir dan tinggal di Tangerang, tempat yang penuh dengan budaya dan segala

kemajuannya. Kota ini terbentuk sejak 28 Februari 1993. Kota Tangerang terletak di

Provinsi Banten, Indonesia, tepat di sebelah barat kota Jakarta, serta dikelilingi oleh

Kabupaten Tangerang di sebelah selatan, barat, dan timur. Tangerang merupakan kota

terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan perkotaan Jabotabek setelah

Jakarta.

Secara garis besar hanya dapat digambarkan komposisi penduduk di Tangerang

pada awalnya, yaitu terdiri atas etnik Sunda, Jawa, Betawi, Cina, Arab dan Eropa. Pada

masa itu kelompok etnik Sunda sebagian besar menempati daerah Tangerang Selatan dan

Tangerang Tengah yang meliputi wilayah kecamatan Tangerang, Cikupa, Serpong, Curug,

Tigaraksa dan Legok.

Terdapat berbagai macam suku, mulai dari suku betawi, sunda, jawa sampai

tionghoa dengan berbagai macam dialek. Hal ini yang terus menambahkan

keanekaragaman masyarakat Tangerang. Budaya daerahnya pun tak kalah menarik mulai

dari tarian, makanan, dan tempat wisata daerah.

Tarian khas daerah Tangerang adalah Tari cokek, tarian yang diwarnai budaya etnik

China. Tarian ini diiringi orkes gambang kromong ala Betawi dengan penari mengenakan

kebaya yang disebut cokek. Tarian Cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng

di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penari, yang dianggap tabu oleh

sebagian masyarakat lantaran dalam peragaannya, pria dan wanita menari berpasangan

dalam posisi berdempet-dempetan. Cokek sendiri merupakan tradisi lokal masyarakat

Betawi dan China Benteng, yaitu kelompok etnis China yang nyaris dipinggirkan, dan kini

banyak bermukim di Tangerang.

Beralih pada makanan khas daerah Tangerang yang terkenal dengan sebutan Laksa

adalah makanan berjenis mi yang ditaruh bumbu dengan kebudayaan Peranakan, yang

digabung dengan elemen Tionghoa dan Melayu. Laksa mempunyai beberapa jenis, yang

paling dikenal adalah yang berjenis Laksa Penang, bentuk mi-nya bulat putih dan sedikit

tebal. Di Indonesia juga terdapat beberapa jenis laksa seperti Laksa Bogor dan Laksa

Betawi. Nama Laksa diambil dari bahasa Sanskerta yang mempunyai arti banyak,

menunjukkan bahwa mi Laksa dibuat dengan berbagai bumbu.

Page 2: BUDAYA TANGERANG KU

Kota Tangerang memiliki beberapa lokasi objek wisata, baik wisata alam, wisata budaya,

maupun wisata rohani.

GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN

Dibangun di atas tanah seluas 49 hektar dengan luas halaman 6.612,24 m2 terdiri dari lima

lantai dan menghabiskan biaya sebesar Rp. 60 Milyar dalam 3 tahun anggaran, gedung ini

dirancang oleh Ir. Slamet Wirasonjaya.

MASJID RAYA AL-A’ZHOM

Dibangun di atas tanah seluas 2,25 hektar dengan luas bangunan 5.775 m2 terdiri dari

lantai bawah 4.845,08 m2 dan lantai atas 909,92 m2 berkapasitas 15.000 jamaah,

dirancang oleh Ir. Slamet Wirasonjaya menelan biaya sebesar Rp. 28,3 Milyar. Masjid ini

dapat berfungsi sebagai tempat Sholat Wajib, Sholat Sunah, Sholat Jum’at dan Sholat Ied

juga sebagai pusat penyiaran pengkajian dan informasi Agama Islam dengan majelis ta’lim

dan kegiatan kuliah subuh serta pusat kegiatan sosial umat Islam.

MESJID KALI PASIR

Tahun 1700 : Dibangun oleh Tumenggung   Pamitwidjaya   dari Kuripan (11 Agustus) Tahun

1904 : Diurus dan diperbaiki serta dibangun menara oleh RD Jasin Judanegara Putra dari

Nyi.   RD. Djamrut keturunan dari Tumenggung   Pamitwidjaya dari Kuripan.

Tahun 1918 : Diubah bagian dalamnya oleh RD. Jasin Judanegara, M. Muhibi. H. Abdul

Kadir   Banjar dan Masjid merupakan Masjid tertua di Kota Tangerang.

MESJID PINTU SERIBU

Masjid Pintu Seribu “Nurul Yaqin”, terletak di Kampung Bayur, Kelurahan Periuk Jaya,

Kecamatan Periuk, Kota Tangerang. Merupakan Masjid yang mempunyai keunikan

tersendiri, yaitu dengan memiliki seribu pintu.

VIHARA/KELENTENG

Kedatangan orang Cina, pertama kali ke Tangerang belum diketahui secara pasti. Dalam

kitab sejarah Sunda yang berjudul “Tina Layang Parahyangan” (Catalan Dari Parahyangan)

disebut tentang kedatangan orang Tionghoa ke daerah Tangerang, di muara Sungai

Cisadane yang sekarang diberi nama Teluk Naga pada tahun 1407. Gelombang kedua

Page 3: BUDAYA TANGERANG KU

kedatangan orang Tionghoa ke Tangerang diperkirakan terjadi setelah peristiwa pengusiran

orang Tionghoa di Batavia pada tahun 1740, VOC mengirimkan orang-orang Tionghoa ke

daerah Tangerang, disekitar Tegal Pasir (Kali Pasir), Belanda mendirikan perkampungan

Tionghoa yang dikenal dengan nama Petak Sembilan yang menjadi pusat perdagangan

terletak disebelah timur Sungai Cisadane, daerah Pasir Lama sekarang. Para penghuni

perkampungan Petak Sembilan secara gotong royong mendirikan sebuah kelenteng pada

tahun 1684 yang diberi nama Boen Tek Bio dan berdirilah kelenteng-kelenteng lainnya

seperti Boen San Bio pada tahun 1689 yang merupakan tempat beribadat Umat Budha dan

Konghucu. Kelenteng tersebut merupakan kelenteng tertua di Wilayah Banten dan terkenal

dengan tradisi pecunnya.

BENDUNGAN PINTU AIR SEPULUH

Bendungan ini dibangun tahun 1928 dan mulai dioperasikan tahun 1932 di masa penjajahan

Belanda. Bendungan tersebut mampu mengairi kurang lebih 1.500 Ha sawah yang berada

di daerah Kota dan Kabupaten Tangerang. Bendungan ini lebih dikenal dengan sebutan

“Bendungan Pintu Air Sepuluh ” atau “Sangego”.

SITU CIPONDOH

Obyek wisata ini terletak 10 km dari pusat kota, berada di Wilayah Kecamatan Cipondoh.

Selain sebagai obyek wisata, Situ ini juga berfungsi untuk konservasi air. Aktivitas wisata

yang dapat dilakukan adalah wisata air, memancing ikan, menikmati panorama Situ dengan

latar belakang pemandangan alam yang indah.

Kali Cisadane

Merupakan kali terpanjang di kota Tangerang, pemandangan di sekitar menjadi salah satu

objek untuk berkunjung menghilangkan penat. Kali ini sering menjadi tempat

penyelengaraan festival, yang sering disebut festival Cisadane. Sesuatu perlombaan yang

khas yang dinanti adalah perahu naga. Pertunjukan budaya pun ikut dipentaskan guna

melestarikan budaya daerah.

Berikut keanekaragaman budaya daerah “Tangerang Ku” penuh dengan tarian,

makanan khas, hingga tempat wisata rohani, wisata alam, dan wisata budaya.