bronkiolitis - pneumonia
DESCRIPTION
Sari PustakaTRANSCRIPT
Bronkiolitis
Bronkiolitis secara klinis didiagnosis sebagai kondisi yang ditandai oleh adanya wheezing yang
berhubungan dengan infeksi virus pada infeksi saluran pernafasan atas. Bronkiolitis biasanya
ditandai dengan flu dan demam ringan yang diikuti oleh: batuk, takipnea, hiperventilasi, retraksi,
grunting, pernafasan cuping hidung dan difusse crackles, wheezing atau keduanya.
Prevalensi bronkiolitis mengenai anak dibawah 2 tahun namun ada beberapa literatur
membatasi hanya sampai usia 12 bulan. Karakteristik bronkiolitis ditandai dengan inflamasi akut,
edema, necrosis pada epitel saluran napas, meningkatnya produksi mukus dan bronkospasme.
Insidensi tersering bronkiolitis adalah Respiratory syncytial virus (RSV).
Manifestasi Klinis
Definisi menurut The American Academy of Pediatrics Clinical Practice Guidelines menyebutkan
bahwa bronkiolitis adalah kumpulan tanda dan gejala klinis dari infeksi virus pada saluran
pernapasan atas yang diikuti oleh meningkatnya upaya napas dan wheezing pada anak dibawah 2
tahun. Pada infant ditandai dengan adanya tanda vital yang abnormal sedangkan pada anak
biasanya pernapasannya melebihi 50–60 kali per menit. Meningkatnya suhu tubuh dapat terjadi
dan apabila terjadi dapat mencapai 41°C.
Saturasi oksigen diperlukan untuk menilai klinis dari bronkiolitis namun secara klinis:
sianosis, grunting, kesulitan makan, dan kesadaran dapat menjadi prediktor hipoksia.
Sekret nasal yang eksesif menunjukan obstruksi saluran napas atas yang ditandai dengan
adanya bising baik saat inspirasi dan ekspirasi. Meningkatnya upaya napas ditandai dengan
adanya pernapasan cuping hidung, retraksi intercostal, subcostal dan bantuan otot-otot
pernapasan.
Pada gambaran radiografi dapat ditemukan tanda nonspesifik seperti hiperinflasi dan
patchy atelectasis namun terkadang dapat ditemukan peribronchial infiltrates, konsolidasi, cairan
pleural atau gambaran pneumonia
Patologi
Infeksi virus bronkiolitis ditandai dengan inflamasi pada saluran pernapasan, meningkatnya
produksi mukus, nekrosis sel saluran napas dan bronkokonstriksi. Virus bereplikasi kemudian
menyebabkan nekrosis epitel dan destruksi silier. Destruksi sel ini memicu proses inflamasi dan
infiltrasi submukosa melalui neutofil dan limfosit. Mukus yang tebal disebabkan karena
meningkatnya produksi mukus dari sel globet disertai deskuamasi sel epitel. Hal ini menyebabkan
obstruksi bronchiolar yang akan menjadi air-trapping.
Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis ditegakan berdasarkan tanda dan gejala klinis. Kumpulan klinis dan
menggabungkannya dengan usia pasien serta adanya infeksi virus di komunitas (biasanya RSV)
akan dapat menegakan diagnosis bronkiolitis.
Dengan adanya fakta bahwa ateletaksis pada bronkiolitis susah dibedakan dengan
konsolidasi pada gambaran radiologi menyebabkan gambaran rontgen tidak spesifik. Gambaran
rontgen toraks dapat menunjukan gambaran foto normal atau hiperinflasi dengan
depresi/pendataran diafragma, ateletaksis atau konsolidasi
Dalam mendiagnosis bronkiolitis sangat penting untuk membuat diagnosis banding yang
reasional. Diagnosis banding bronkiolitis adalah:
- adenoidal hypertrophy
- retropharryngeal abscess
- laryngeal obstruction
- asma
- pneumonia
- parenchymal lung disease
Tatalaksana
Penanganan bronkiolitis berupa suportif. Beberapa infant dengan bronkiolitis ringan dapat
ditangani tanpa pengobatan spesifik dan dapat ditangani di rumah dengan sukses. Infant dengan
distress pernapasan sedang dan berat membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Terapi cairan dan hidrasi
ASI telah terbukti dapat menetralisir aktivitas dari infeksi RSV
Selang nasogastrik dapat dipertimbangkan pada anak yang intake oralnya menurun, distress
pernapasan (pernapasan 60–70 kali per menit meningkatkan resiko untuk terjadi aspirasi ke
paru-paru). Jalur intravena dipertimbangkan untuk mempertahankan hidrasi pada anak.
Oksigen
American Academy of Pediatric merekomendasikan pemberian oksigen apabila saturasi
oksigen dibawah 90%. Pemberian oksigen dapat dihentikan ketika anak saturasi oksigennya
dapat dipertahankan diatas 90%, intake makanan baik dan distress napas minimal.
Nasal suctioning
Pada anak dengan bronkiolitis menderita karena banyaknya sekret dari hidung, penghisapan
lendir ini membantu untuk meringankan obstruksi mengingat pada anak sulit untuk dapat
membersihkan sekret dengan sendirinya namun tidak ada penelitian yang menyebutkan
efektifitas penghisapan lendir dibandingkan tanpa penghisapan lendir.
Chest Physiotherapy
Beberapa review menunjukan bahwa fisioterapi tidak menurunkan waktu perawatan dari
bronkiolitis
Albuterol/Salbutamol
American Academy of Pediatric merekomendasikan pemberian bronkodilator tidak rutin
diberikan namun dapat dipertimbangkan apabila dimonitor dengan baik respon klinis dari
pasien.
Nebulisasi epinefrin
Hasil lebih baik bila digunakan bersama deksametason karena mempunyai efek sinergis.
Adrenalin lebih aman dan relatif murah, tetapi nebulisasi epinefrin dan glukokortikoid tidak
direkomendasikan sebagai terapi rutin untuk bronkiolitis
Antiviral
Ribavirin adalah inhalasi antiviral broad-spectrum. Sebuah review menunjukan bahwa
ribavarin dapat mengurangi lama waktu perawatan namun terapi ini tidak direkomendasikan
untuk rutin diberikan karena mengingat sulit untuk diberikan dan mempunyai potensi toxic.
Antibiotik
Antibiotik dipertimbangkan pada anak dengan demam tinggi, usia muda, dan adanya
superinfeksi.
Kriteria Rawat Inap:
Anak dengan distress pernapasan lebih dari 60–70 kali per menit atau saturasi oksigen kurang
dari 90%; riwayat apnea; letargis; dehidrasi. Beberapa faktor lain:
- prematur
- usia sangat muda
- adanya penyakit jantung bawaan
- immunodefisiensi
- neuromuscular disorder
Daftar Pustaka
1. Samina Ali dkk, Bronchiolitis, penyunting. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in
Children. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006; h. 443-52.
Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru-paru. Meskipun sebagian besar kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, terdapat penyebab non infeksius lain seperti
aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, dan substansi lipoid, reaksi
hipersensitivitas dan pneumonitis yang diinduksi oleh obat atau radiasi.
Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien.
Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Hemophilus influenza, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman
atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik,
tapi umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan.
Pneumonia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada
anak (terutama pada anak usia < 5 tahun) di seluruh dunia. Dengan jumlah mencapai 146-159
juta episode baru per tahun di Negara berkembang, pneumonia diperkirakan telah menyebabkan
hampir 4 juta kematian pada anak di seluruh dunia.
Etiologi
Penyebab pneumonia pada seseorang pasien sering sulit untuk ditentukan karena karena kultur
langsung dari jaringan paru merupakan prosedur yang invasive dan jarang dilakukan. Kultur yang
diperoleh dari specimen yang berasal dari saluran pernafasan atas atau dari sputum biasanya
tidak akurat untuk menentukan penyebab infeksi saluran nafas bawah.
Streptococcus pneumonia (pneumococcus) merupakan bakteri penyebab pneumonia paling
sering, selanjutnya adalah Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia. Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
perawatan di rumah sakit dan kematian akibat pneumonia pada anak-anak di negara
berkembang, tetapi pada anak-anak yang terinfeksi HIV, adanya bakteri-bakteri seperti
Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium atypical, Salmonella, Escherichia coli dan
Pneumocystis jirovecii harus diperhatikan.
Penyebab pneumonia viral bervariasi bergantung usia anak, musim, dan adanya factor
resiko medis atau lingkungan. Virus patogen merupakan penyebab utama infeksi saluran nafas
bawah pada bayi dan anak < 5 tahun. Insidensi tertinggi kasus pneumonia akibat virus terjadi
pada usia 2 dan 3 tahun dan berkurang setelah usia tersebut. Dari virus-virus respiratorik yang
ada, patogen utama adalah virus influenza dan respiratory syncitial virus (RSV), terutama pada
anak usia < 3 tahun. Virus penyebab pneumonia lainnya misalnya virus influenza, adenovirus,
rhinovirus, dan metamovirus. Penyebab umum pneumonia ditunjukkan pada tabel berikut
Tabel 1. Penyebab pneumonia bakteri berdasarkan usiaUsia Bakteri
Neonatus (<1 bulan) Streptococcus grup B, Eschericia coli, basil gram negatif, Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza (tipe B)
1-3 bulanFebrile pneumoniaAfebrile pneumonia
S. pneumonia, H. influenza (tipe B)Chlamydia trachomatis, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum
3-12 bulan S. pneumonia, H. influenza (tipe B),C. trachomatis, Mycoplasma pneumonia, Streptococcus grup A.
2-5 tahun S. pneumonia, H. influenza, M. pneumonia, Chlamydia pneumonia, S. aureus, Streptococcus grup A
5-18 tahun M. pneumonia, S. pneumonia, C. pneumonia, H. influenza (tipe B)
≥ 18 tahun M. pneumonia, S. pneumonia, C. pneumonia, H. influenza (tipe b),
Sumber: SectishTC dan Prober CG, 2007.
Tabel 2. Penyebab pneumonia viral akut pada anak berdasarkan usiaPerinatalCMVHSV tipe I dan IIEnterovirusRubella3 minggu – 3 bulanRSC, sub grup A dan BhMPV, sub grup A dan BPIV tipe 34 bulan sampai 4 tahunRSV, sub grup A dan BhMPV, sub grup A dan BPIV tipe 1,2,3Virus influenza A atau BRhinovirusAdenovirusAnak yang lebih besar dan dewasaVirus influenza A dan BPersonel militer: Adenovirus tipe 4 dan 7Virus yang jarang menyebabkan pneumoniaAdenovirus tipe 1,2,3,5Enterovirus spp. : echovirus, coxackievirusCoronavirus, SARS-CoronavirusEpstein-Barr virus, CMV, human herpes virus 6 (pada pasien immunocompromised)Virus Varicella zosterNegara berkembang: measles, mumpsDaerah endemic: hantavirus
Sumber: Crowe JE, 2006.
Patogenesis
Pada keadaan normal, saluran pernafasan bawah terjaga steril oleh mekanisme fisiologis
pertahanan tubuh, seperti klirens mukosilier, sekresi IgA, dan pembersihan jalan nafas dengan
batuk. Mekanisme pertahanan imunologis paru-paru yang menghambat invasi organisme patogen
adalah makrofag dalam alveoli dan bronkiolus, IgA sekretoris, dan immunoglobulin lainnya.1
Pneumonia akibat virus biasanya disebabkan oleh infeksi di saluran nafas disertai dengan
jejas pada epitel respiratorik, yang menyebabkan obstruksi jalan nafas akibat edema, sekresi
abnormal, dan debris seluler. Ukuran diameter saluran nafas bayi yang kecil menyebabkan bayi
lebih rentan terhadap infeksi yang berat. Atelektasis, edema intersisial dan ventilation-perfusion
mismatch akan menyebabkan hipoksemia dan obstruksi jalan nafas. Infeksi virus pada saluran
nafas juga dapat terjadi sekunder pada infeksi bakteri yang menggangu mekanisme pertahanan
tubuh, mengganggu mekanisme sekresi dan merubah flora normal.
Saat infeksi bakteri terjadi dalam jaringan parenkim paru, proses patologis yang terjadi
bervariasi menurut organisme yang masuk. M. pneumonia akan melekat di epitel saluran
respiratorik, menghambat kerja silia, dan menyebabkan destruksi seluler dan respon peradangan
di sub mukosa. Dengan berjalannya proses infeksi, debris seluler yang kental, sel-sel radang, dan
mukus akan menyebabkan obstruksi jalan nafas, yang akan memperluas infeksi yang terjadi
sepanjang cabang bronchus, dan infeksi virus juga dapat ikut berlangsung.
S. pneumonia akan menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi organisme dan
penyebarannya ke bagian paru yang berdekatan. Infeksi Streptococcus grup A pada saluran nafas
bawah menyebabkan infeksi difus dengan pneumonia interstitial. Proses patologi yang terjadi
antara lain nekrosis mukosa trakeobronkial, pembentukan eksudat dalam jumlah besar, edema
dan perdarahan lokal dengan penyebaran ke septum alveolar.
Pneumonia S. aureus dapat bermanifestasi sebagai bronkopneumonia yang sering
unilateral dengan karakteristik adanya daerah nekrosis dan perdarahan yang luas serta kavitasi
area ireguler dalam parenkim paru, mengakibatkan pneumatokel, empiema, atau fistula
bronkopulmonal.
Pneumonia rekuren didefinisikan sebagai 2 atau lebih episode dalam satu tahun atau
setiap 3 episode lebih, dengan gambaran radiologis normal diantara serangan. Adanya penyakit
lain yang mendasari perlu dipikirkan pada anak yang mengalami pneumonia bakteri rekuren.
Factor-faktor lain yang dapat menyebabkan timbulnya pneumonia rekuren antara lain: trauma,
anestesi dan aspirasi.
Slowly resolving pneumonia merupakan gejala dan abnormalitas radiografis yang persisten
melebihi waktu yang diperkirakan. Waktunya bervariasi tergantung pada organism penyebab,
penyebaran penyakit, dan adanya komplikasi yang menyertai.
Manifestasi klinis
Pneumonia akibat virus dan bakteri biasanya diawali dengan gejala infeksi daluran nafas
atas selama bebarapa hari, misalnya rhinitis dan batuk-batuk. Pada pneumonia akibat virus,
demam biasanya timbul, dengan temperatur yang lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
Takipnea merupakan gejala yang hamper selalu ada pada pneumonia, gejala lainnya meliputi
meningkatnya usaha nafas disertai dengan retraksi interkostal, subkostal dan suprasternal dan
penggunaan otot nafas tambahan. Infeksi berat biasanya disertai dengan sianosis dan kelelahan
nafas, terutama pada bayi. Pada auskultasi dada akan ditemukan crackles dan wheezing, tapi sulit
untuk mengetahui lokasinya terutama pada anak yang sangat muda akibat dada yang
hiperresonan. Secara klinis, sulit untuk membedakan pneumonia akibat virus dengan yang
disebabkan oleh Mycoplasma dan bakteri pathogen lainnya.
Pneumonia bakteri pada anak yang lebih tua biasanya dimulai dengan menggigil yang
diikuti dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada, sianosis sirkumoral, respirasi yang cepat,
batuk kering non produktif, anxietas, dan kadang-kadang penurunan kesadaran atau delirium.
Anak dengan biasanya berbaring ke sisi yang sakit untuk meminimalisir nyeri pleuritik dan
memperbaiki ventilasi, atau dengan lutut yang dilekatkan di dada.
Pemeriksaan fisik tergantung pada tahapan pneumonia. Pada perjalanan awal penyakit,
dapat ditemukan suara nafas yang berkurang, crakles, dan ronkhi pada paru yang sakit.
Selanjutnya akan ditemukan pekak pada perkusi dan suara nafas yang hilang bila sudah terdapat
efusi, empiema atau pyopneumothoraks. Distensi abdomen dapat terjadi akibat dilatasi lambung
karena udara yang tertelan atau ileus. Nyeri abdomen biasanya dapat ditemukan pada pneumonia
lobus bawah. Hepar akan terlihat membesar karena diafragma yang terdesak akibat hiperinflasi
paru.
Pada bayi, mungkin ditemukan gejala prodromal infeksi saluran nafas atas dengan selera
makan yang terganggu, selanjutnya akan timbul demam, distress pernafasan, dan dapat disertai
dengan grunting, nasal flaring, retraksi di daerah supraklavikular, interkostal dan subkostal,
takipnea, takikardi, air hunger dan sianosis. Bayi dengan pneumonia akibat bakteri akan
menunjukkan gangguan gastrointestinal seperti muntah, anoreksia, diare, dan distensi abdomen
akibat ileus paralitik. Progresivitas yang cepat merupakan tanda karakteristik untuk pneumonia
bakteri yang berat.
Diagnosis
Pemeriksaan rontgen dada diperlukan untuk diagnosis dan dapat memperlihatkan adanya
komplikasi seperti efusi pleura dan empyema. Pneumonia akibat virus biasanya ditandai dengan
hiperinflasi dan infiltrate interstitial bilateral dan peribronkhial cuffing. Konsolidasi lobar
konfluen biasanya terdapat pada pneumonia pneumococcal. Pemeriksaan radiologi saja tidak
memiliki nilai diagnostik dan gejala klinis lainnya harus diperiksa. Pemeriksaan ulang rontgen
dada tidak diperlukan untuk membuktikan kesembuhan pneumonia tanpa komplikasi.
Pemeriksaan leukosit dapat membantu membedakan pneumonia virus dengan bakteri.
Pada pneumonia akibat virus, jumlah leukosit bisa normal atau meningkat tetapi tidak lebih dari
20.000/mm3, dengan limfosit predominan. Peningkatan jumlah leukosit pada pneumonia
bakterialis biasanya sekitar 15.000-40.000/mm3 dengan granulosit predominan. Efusi pleura
bilateral yang luas, konsolidasi lobar, dan demam yang tinggi juga sugestif pada pneumonia
bakterial. Pneumonia atipikal yang disebabkan oleh C. pneumonia atau M. pneumonia sulit
dibedakan dengan pneumonia pneumococcal dengan pemeriksaan lab dan rontgen.1
Diagnosis definitif infeksi virus didasarkan pada isolasi virus atau ditemukannya antigen
dari sekresi saluran nafas. Pertumbuhan virus respiratorik dalam kultur jaringan biasanya
memerlukan waktu 5-10 hari. Pemeriksaan DNA dan RNA untuk mendeteksi RSV, parainfluenza,
influenza dan adenovirus saat ini telah tersedia dan menunjukkan hasil yang akurat. Pemeriksaan
serologis juga dapat digunakan untuk diagnosis infeksi virus respiratorik yang baru tetapi
umumnya membutuhkan pemeriksaan serum akut dan konvalesen. Pemeriksaan ini tidak rutin
digunakan karena infeksinya biasanya reda saat diagnosis serologi selesai. Pemeriksaan serologis
ini lebih dapat diandalkan untuk data epidemiologis dalam menetukan insidensi dan prevalensi
pathogen-patogen virus respiratorik.
Diagnosis definitif infeksi bakteri memerlukan isolasi organisme dari darah, cairan pleura,
atau paru-paru. Kultur sputum nilai diagnostiknya kecil dalam mendiagnosis pneumonia pada
anak yang muda. Kultur darah positif pada 10% anak dengan pneumonia pneumococcal. Pada
infeksi M. pneumonia, cold agglutinin pada titer > 1:64 ditemukan pada darah pada sekitar 50%
pasien. Cold agglutinin merupakan pemeriksaan yang non spesifik, akan tetapi patogen lainnya
seperti virus influenza juga bisa menyebabkan peningkatan cold agglutinin. Infeksi akut yang
disebabkan M. pneumonia dapat didiagnosis atas dasar tes PCR yang positif atau serokonversi
dalam pemeriksaan IgG. Bukti serologis seperti titer anti-streptolisin O (ASO) mungkin berguna
dalam diagnosis pneumonia streptococcus grup A.
Tatalaksana
Terapi pneumonia yang disebabkan bakteri didasarkan atas dugaan penyebab dan
tampilan klinis penderita. Untuk anak yang sakit ringan yang tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit, direkomendasikan pemberian amoksisilin. Dalam komunitas yang presentase
penicillin-resistant pneumococci nya tinggi, amoksisilin dosis tinggi (80-90 mg/kg/hari) harus
diberikan. Terapi alternatif antara lain cefuroxime axetil atau amoksisillin klavulanat. Untuk anak
usia sekolah atau yang diduga terinfeksi M. pneumonia atau C. pneumonia (pneumonia atipikal),
terapi pilihannya adalah antibiotic golongan makrolid seperti azithromycin.
Terapi empiris untuk suspek pneumonia bakterial pada anak yang dirawat di rumah sakit
memerlukan pendekatan berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan saat itu. Cefuroxime
parenteral (150 mg/kg/24 jam), cefotaksim, atau ceftriakson adalah terapi pilihan bila diduga
pneumonia yang terjadi adalah akibat infeksi bakteri. Bila gejala klinis yang timbul mengarah ke
pneumonia stafilokokus (pneumatokel, empyema), pemberiaan antibiotik awal harus
menyertakan vancomycin atau clindamycin.
Bila diduga pneumonia diakibatkan virus, terapi yang rasional adalah menunda pemberian
antibiotik, terutama pada pasien yang sakit ringan, diduga infeksi virus, dan tidak ada distress
pernafasan. Lebih dari 30% pasien yang diketahui terinfeksi virus kemungkinan juga terinfeksi
bakteri pathogen. Karena itu, jika diputuskan untuk menunda pemberian antibiotik pada kasus
yang diduga infeksi virus, keadaan klinis yang menunjukkan kemunduran menandakan
kemungkinan adanya infeksi bakteri dan terapi antibiotik harus dimulai. Di negara berkembang,
pemberian zinc per oral (20 mg/hari) terbukti membantu mempercepat penyembuhan pada
pneumonia yang berat. Indikasi penderita harus dirawat di rumah sakit ditampilkan pada tabel
berikut.
Tabel 3. Faktor-faktor yang mengindikasikan anak dengan
pneumonia untuk dirawat di rumah sakit
Usia < 6 bulan
Sickle cell anemia dengan acute chest syndrome
Pneumonia pada banyak lobus
Keadaan immunocompromised
Sakit berat (toxic appearance)
Distress pernafasan berat
Butuh oksigen tambahan
Dehidrasi
Muntah-muntah
Tidak berespon terhadap pengobatan dengan antibiotik oral
Sumber: SectishTC dan Prober CG, 2007.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sectish TC dan Prober CG. Pneumonia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM. Jenson HB. Nelson:
Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders. 2007; h. 1795-9.
2. Crowe JE. Viral pneumonia. Dalam: Chernik V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting.
Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-7. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2006; h. 433-40.