case bronkiolitis anak

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. 1 Umumnya infeksi disebabkan oleh virus. Penyakit ini terjadi selama usia 2 tahun pertama dengan insidens puncaknya pada sekitar usia 6 bulan. Secara klinis ditandai dengan episode wheezing, nafas cepat dan retraksi dada. 2,3 B. EPIDEMIOLOGI 2,3, 6 Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2- 24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3-6 bulan yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu

Upload: nabila-sindami

Post on 03-Sep-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case bronkiolitis anak

TRANSCRIPT

BAB II

PAGE 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus.1 Umumnya infeksi disebabkan oleh virus. Penyakit ini terjadi selama usia 2 tahun pertama dengan insidens puncaknya pada sekitar usia 6 bulan. Secara klinis ditandai dengan episode wheezing, nafas cepat dan retraksi dada. 2,3B. EPIDEMIOLOGI 2,3, 6Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3-6 bulan yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan, sedangkan Fjaerli menyebutkan 63 % kasus bronkiolitis adalah laki-laki.Sebanyak 11,4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di Negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS. Insidens terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di Negara-negara tropis. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei .Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara berkembang daripada di Negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3 %.C. ETIOLOGIPenyebab utama dari bronkiolitis adalah infeksi repiratory syncytical virus (RSV) yang memilki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan risiko tinggi dan imnunokompromise. Sekitar 95 % dari kasus-kasus tersebut secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutkan pula beberapa penyebab lain seperti Adenovirus, virus influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada bukti yang kuat bahwa bakteri menyebabkan bronkiolitis.3Virus RSV lebih virulen dari pada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil darI tahun ke tahun.5

D. FAKTOR RISIKO2,3Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Makin muda usia bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Selain itu, faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah status sosial ekonomi yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, dan berada pada tempat penitipan anak atau tempat dengan lingkungan yang padat penduduk. E. KLASIFIKASI

Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi bronkiolitis akut dan bronkiolitis obliteran. Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis obliteran dibedakan pada bronkhiolus dan saluran pernafasan yang lebih kecil terjejas, karena upaya perbaikan menyebabkan sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan obstruksi jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler granulasi dan fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan komplikasi yang lazim pada transplantasi paru.1

Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis 6KeparahanTanda

Ringan Anak sadar, warna kulit merah muda

Dapat makan dengan baik

Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui dengan alat sederhana di kantor dokter atau RS

SedangSalah satu di antara:

Kesulitan makan

Lemah

Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu pernapasan

Adanya kelainan jantung atau saluran napas

Saturasi oksigen < 90%

Usia kurang dari enam bulan

BeratSeperti kriteria untuk kategori sedang, namun:

mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen

menunjukkan episode terhentinya napas

menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

F. PATOFISIOLOGI 2, 3, 7Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran respiratori yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, akan tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi 60x/menit. Selanjutnya hiperkapnia berkembang menjadi takipnea.Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag. Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran napas.

Beberapa fakta memberi kesan cidera imunologis sebagai faktor faktor pada patogenesis bronkiolitis yang disebabkan VSR : (1) bayi yang sekarat karena bronkitis telah menunjukkan imunoglobulin maupun virus dalam jaringan bronkiolus yang terjejas; (2) anak yang mendapat vaksin RSV yang diberikan secara parenteral sangat antigenik, inaktif pada pemajanan RSV berikutnya, penyakitnya menjadi lebih berat dan lebih sering kambuh dibandingkan anak-anak lainnya ; (3) bronkiolitis yang bergabung kedalam asma pada bayi yang lebih tua, dan RSV seringkali merupakan serangan asma akut yang dikenali pada anak usia 1-5 tahun; dan (4) antibodi imunoglobulin E (IgE) yang mengarah langsung ke RSV ditemukan pada sekresi konvalesen pada bayi dengan bronkiolitis.1 Penyakit ini juga berkembang pada bayi-bayi yang biasanya terdapat titer antibodi maternal (IgG) menetralkan RSV tetapi tidak terdapat antibodi sekretorik (IgA) pada saluran nafas, sehingga terdapat pada sekret hidung yang memproteksi terhadap infeksi RSV. Fakta tersebut telah mengarah ke spekulasi bahwa fakta tersebut penyebab alamiah terjadinya bronkiolitis.8

Gambar 1. Pembengkakan Bronkiolus akibat Infeksi RSV. 9G. MANIFESTASI KLINIS 3,4, 10Penderita awalnya mengalami gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian satu atau dua hari kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing dan sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Pada pemeriksaan fisik ditemukan distres nafas dengan frekuensi nafas diatas 50- 60 kali per menit (takipnea), kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat (takikardi). Suhu badan bisa normal atau meningkat tinggi sampai 41 C. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi interkostal, subkostal dan suprasternal. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Pada auskultasi dapat didapatkan rhonki basah halus nyaring pada akhir atau awal ekspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Hepar dan lien dapat teraba dibawah tepi kosta akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen 38,5 0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidaknormal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.

Bayi > 1 bulan : infus dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan

Neonatus : infus dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 4:1 + KCl 10 mEq/500 ml

Pengobatan MedikamentosaA. Antivirus (Ribavirin)Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirusyang bersifat virus statik. The American of Pediatricmerekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnyamenjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainanjantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan padabayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaanribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkanangka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.B. BronkodilatorSecara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik. Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah : Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation perfusing matching. Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema Mengurangi sekresi kataral.Betaagonis masih sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis nantinya akan menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.C.KortikosteroidUntuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Dapat diberikan deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkanuntuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.D. AntibiotikPemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis.Pengobatan Intensive Care UnitDilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika : Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang beresiko. Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik. Saturasi oksigen rendah yang menetap Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50 mmHg; pH 5,12Tabel 2. Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya GejalaBronkiolitis

RinganSedangBerat

-Tidak memerlukan penilaian lebih lanjut

-Perawatan dirumah, jika orang tua pasien mampu dan sudah dijelaskan keadaannya

-Berobat ulang ke dokter setelah 2 3 hari kemudian

-Perawatan di rumah sakit

-Berikan oksigen sehingga saturasi oksigen > 93 %

-Pertimbangkan pemberian cairan intravena

-Pengamatan seksama terhadap perburukan kondisi

-Foto thorak

-Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecencydan kultur-Perawatan di rumah sakit

-Pemberian oksigen sampai saturasi oksigen > 95 %

-Pengamatan seksama untuk antisipasi kemungkinan memerlukan intubasi dan pemakaian ventilator

-Berikan cairan intravena

-Monitor system cardiorespiratori

-Foto thorak

-Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecencydan kultur

-Pertimbangkan pengawasan gas pembuluh darah arteri

-Pertimbangkan untuk konsultasi perawatan ICU anak.

Kriteria PulangPasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :-Status pernafasanoLaju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda klinis usaha pernafasan lebihoOrang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan alat sedot gelembung.oPasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang stabil. oSaturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.- Status nutrisioPasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi- SosialoPeralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumahoOrang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumahoDilakukan edukasi keluarga yang lengkap-Peninjauan lebih lanjutoKetika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melakukan visit terakhir. Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.Edukasi KeluargaDilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :-Informasi mengenai penyakit bronkiolitis-Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap gelembung.-Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan gangguan pernafasan-Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.L. PENCEGAHAN2,3Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA. Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif (Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).ImmunoglobulinImunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human polyclonal hyperimmune globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 35 minggu.Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan (augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palivizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F glycuprotein antibody, yang mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Akan tetapi resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik. AAP merekomendasikan profilaksis boleh diberikan hanya pada bayi dengan resiko tinggi yang tidak menderita penyakit jantung sianotik.

VaksinasiSesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated. Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live attenuated mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan sistemik.Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus serotipe 3) sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis pertama sebelum atau pada usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan PIV2 pada usia 4-6 bulan.M. PROGNOSIS 1Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas). Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum. Bronkiolitis Akut

Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah batuk dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan apneu terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada. Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah 1%, kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Bayi yang memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas. Angka mortalitasnya tidak sebesar pada bayi yang beresiko tinggi seperti di masa yang silam. Perkiraan mortalitas pada bayi beresiko tinggi yang menderita bronkiolitis. VSR ini telah menurun dari 37% pada tahun 1982 menjadi 3,5% pada tahun 1988. Komplikasi bakteri seperti bronkopneumonia atau otitis media, tidak lazim terjadi. Kegagalan jantung selama bronkiolitis jarang, kecuali pada anak yang memiliki dasar penyakit jantung. Ada proporsi yang bermakna bahwa bayi-bayi yang menderita bronkiolitis mengalami hiperreaktivitas saluran pernafasan selama akhir masa anak-anak, tetapi hubungan antara kedua hal ini, jika ada belum dimengerti. Kesan bahwa satu episode bronkiolitis dapat mengakibatkan kelainan saluran pernafasan kecil yang jangkanya sangat lama memerlukan pengamatan lebih lanjut. Kelainan ini sebagian dapat dijelaskan melalui penemuan bahwa bayi yang memiliki hantaran pernafasan total rendah lebih mungkin mengalami bronkiolitis dalam responnya terhadap infeksi virus pernafasan. Bayi dengan bronkiolitis yang padanya berkembang saluran pernafasan reaktif kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga asma dan alergi, episode bronkiolitis akut lama, dan terpajan asap rokok. Bronkiolitis Obliterans

Beberapa minggu setelah mulainya gejala-gejala awal, penderita keadaan umumnya menjelek sampai meninggal, tetapi kebanyakan bertahan hidup, beberapa anak menderita kecacatan kronis.