case bronkiolitis 13

24
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi 1,2 Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan percabangan dari saluran udara utama/bronkus), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun. 1,2 1.2 Epidemiologi 1,2,3 Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun.paling sering terjadi pada usia 2-8 bulan. Insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di antara nya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena Respiratory Syncitial Virus (RSV) terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita. Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1.25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Bronkiolitis berat 1

Upload: fadhli-abd-essential

Post on 26-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case bronkolitis 13

TRANSCRIPT

Page 1: case bronkiolitis 13

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi1,2

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang

merupakan percabangan dari saluran udara utama/bronkus), yang biasanya

disebabkan oleh infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang

berumur di bawah 2 tahun. 1,2

1.2 Epidemiologi1,2,3

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun.paling sering

terjadi pada usia 2-8 bulan. Insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Sembilan

puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di

antara nya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Pada daerah yang

penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena Respiratory Syncitial Virus

(RSV) terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis

biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat

mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody)

yang rendah. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita. Louden

menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1.25 kali lebih banyak pada anak laki-laki

daripada anak perempuan. Bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.

Selain itu bronkiolitis juga merupakan penyebab tersering perawatan rumah sakit

pada bayi di bawah usia 1 tahun, terutama pada bayi usia antara 2 sampai 6 bulan.

Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di rumah sakit pada

bayi.

1.3 Etiologi1

Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV),

60–90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2,

dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah

penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat

1

Page 2: case bronkiolitis 13

menimbulkan epidemi. Infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-

90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.

1.4 Faktor Resiko1,2,4

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah usia kurang dari 6 bulan,

prematur, jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota

keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke

tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV,

dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu RSV menyebar melalui droplet dan

inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 2

meter dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat

bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan

virus tersebut selama 10 hari.Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak

terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada

musim hujan.

1.5 Patogenesis dan Patofisiologi1,2

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-

350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang

merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G

(attachment protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang

menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua

protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua

macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala

pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5

hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas

atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran

nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran

napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus

yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis

sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan

debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus. 1

2

Page 3: case bronkiolitis 13

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier,

mukus tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga

mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga

dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan

kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas

juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan

produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi,

bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran

nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran

napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,

menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta

meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan

kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,

atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena

resistensi aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran

napas pangkat 4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah

memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi diameter saluran napas

bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat

pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. 1

Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan

terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir

3

Page 4: case bronkiolitis 13

ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila

obstruksi total.Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila

terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak

yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi

imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang

berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan cumulatif immunity

sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan

terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. 1

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus

dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat

sampai 15 hari. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag. 1,2

1.6 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik1,2,3,4

Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang

encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai

demam dan nafsu makan berkurang. 1-2 hari kemudian timbul distres nafas yang

ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi

rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah

kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas

atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali

dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. 1,2,3

Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis

adalah takipnea, takikardi, peningkatan suhu di atas 38,5C. Terjadi distres nafas

dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai

sianosis. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan

retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

(terperangkapnya udara dalam paru). Obstruksi saluran respirasi bawah akibat

respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi yang memanjang,

wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat

ronkhi basah halus/crackles yang terdengar pada akhir atau permulaan ekspirasi.

Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak terdengar karena

4

Page 5: case bronkiolitis 13

kemungkinan obstruksi hampir seluruh bronkiolus.Hepar dan lien teraba akibat

pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Pada

beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media

serta faringitis.Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena

adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). 1,2,3,4

1.7 Pemeriksaan Penunjang1,2

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan.

Rontgen foto toraks AP (anteroposterior) dan lateral menunjukkan hiperinflasi

paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak

konsolidasi yang tersebar dan paru-paru dalam keadaan hiperaerasi

(mengembang). Dikatakan hiperaerasi apabila kita mendapatkan siluet jantung

yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar,

diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga

horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. Bisa juga didapatkan bercak-

bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia

(patchy infiltrates). 1,2

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal.

Jumlah leukosit yang berkisar antara 5.000-24.000.Pada pasien dengan

peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Ada

subgrup penderita bronkiolitis dengan eosinofilia. 1

Analisa gas darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun

metabolik. 1

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan

aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi

memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50%

kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan

menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini

adalah 80-90%. Uasapan nasofaring menunjukkan flora normal. 1

1.8 Diagnosis Banding2,3,5

5

Page 6: case bronkiolitis 13

Diagnosis banding bronkiolitis yang paling sering adalah asma bronkiale

dan bronkopneumonia. Diagnosis banding bronkiolitis yang lain adalah aspirasi

benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung, miokarditis2,5

Keadaan bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang

juga timbul pada usia muda. Meskipun asma lebih sering terjadi pada anak yang

berusia lebih dari 2 tahun. Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing

untuk pertama kalinya, berbeda dengan asma yang mengalami wheezing berulang.

Anak dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan

bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak . 3,5

Anak yang menderita pneumonia juga terdapat batuk dengan nafas cepat,

retraksi dinding dada bagian bawah, demam, nafas cuping hidung dan ronkhi

basah halus, tetapi tidak ditemukan wheezing sedangkan pada bronkiolitis

ditemukan wheezing. 3,5

1.9 Penatalaksanaan1,2,3,4,5

Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang

dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,

defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi

suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian

antivirus. 1,2,3

Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif, yaitu :

1. Oksigenasi

Terapi oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk

kasus-kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan

afinitas hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan

melalui nasal prongs (2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head

box.

2. Pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi

Pada neonatus diberikan dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, +KCl 1-2

mEq/kgBB/hari. Pada yang berusia lebih dari 1 bulan diberikan dekstrose 10% :

NaCl 0,9% = 3 : 1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan.

6

Page 7: case bronkiolitis 13

Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. 1,4

3. Udara yang lembab

4. Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lendir

5. Istirahat yang cukup dan nutrisi yang adekuat.

Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan

peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat

inap. 1,5

Keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau virus lain sebagai

penyebab bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi virus merupakan predisposisi

terjadinya infeksi sekunder dapat menjadi alasan untuk memberikan antibiotika.

Antibiotika diberikan apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita,

peningkatan lekosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis maka

diperiksa kultur darah, urine, feses dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan

antibiotika yang memiliki spektrum luas. Pemberian antibiotik secara rutin tidak

menunjukkan pengaruh terhadap perjalanan bronkiolitis. 1

Apabila terdapat nafas cepat saja, pasien dapat rawat jalan dan diberikan

kotrimoksazol (4mgTMP/kgBB/kali) 2 kali sehari, atau amoksicilin

(25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari, selama 3 hari. 5

Apabila terdapat tanda distress pernafasan tanpa sianosis tetapi anak masih

bisa minum, rawat di rumah sakit dan beri ampisilin/amoksisilin (25-50

mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama

72 jam pertama. Bila anak memberi respon yang baik maka terapi dilanjutkan di

rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, 2 kali

sehari) untuk 3 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk dalam 24 jam, atau

terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau

memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress

pernafasan berat) maka ditambahan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV

setiap 8 jam) sampai keadaan membaik, dilanjutkan per oral 4 kali sehari sampai

total 10 hari. 5

Obat-obat beta2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan

saluran napas karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan

mediator dari sel mast, menurunkan tonus kolinergik, mengurangi sembab

7

Page 8: case bronkiolitis 13

mukosa dan meningkatkan pergerakan silia saluran napas sehingga efektivitas dari

mukosilier akan lebih baik. Nebulasi agonis beta2, misalnya salbutamol 0,1 mg/kg

BB/dosis, diencerkan dengan cairan normal saline, diberikan 4 – 6 kali per-hari.

Tetapi pemakaiannya masih kontroversial karena ada bronkiolitis selain terdapat

proses inflamasi akibat infeksi virus juga ada bronkospasme dibagian perifer

saluran napas (bronkioli). Beta agonis dapat meningkatkan mukosilier. Sering

tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan serangan pertama asma.

Efek samping nebulasi beta agonis yang minimal dibandingkan epinefrin. 1

Schuh dkk (2002) yang melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis

yang rawat jalan mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral

1 mg/kg BB mengurangi angka rawat inap penderita bronkiolitis.Penelitian meta-

analisis tentang penggunaan kortikosteroid sistemik pada bayi dengan bronkiolitis

menunjukkan perbaikan dalam hal gejala klinis, lama perawatan dan lama

timbulnya gejala. Sedangkan American Academy of Pediatrics/AAP tidak

merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada bayi yang dirawat dirumah

sakit dengan bronkiolitis. Pemberian kortikosteroid oral 1mg/kgbb pada bayi usia

8 mgg-23 bulan dengan bronkiolitis sedang-berat, terdapat perbaikan klinis pada 4

jam pertama dan penurunan jumlah pasien yang dirawat pada kelompok studi. 1

Antivirus yang digunakan pada bronkiolitis adalah ribavirin. Ribavirin

adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas virus termasuk RSV.

Ribavirin menghambat translasi messenger RNA (mRNA) virus kedalam protein

virus dan menekan aktivitas polymerase RNA. Titer RSV meningkat dalam tiga

hari setelah gejala timbul atau sepuluh hari setelah terkena virus. 1

Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase

replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi.

Efektivitas ribavirin sampai saat ini masih kontroversi. Dapat terjadi perbaikan

SaO2, penurunan penggunaan ventilasi mekanik, lama perawatan dirumah sakit

lebih singkat, dan perbaikan fungsi paru. Tetapi pada penelitian lain penggunaan

ribavirin tidak memberikan efek perbaikan. 1

8

Page 9: case bronkiolitis 13

Kekurangan dari terapi ribavirin harganya yang mahal, resiko terjadi

toksisitas pada pekerja. Menurut AAP (1996), ribavirin hanya direkomendasikan

pada bronkiolitis dengan kondisi spesifik.Bronkodilator Penggunaan

bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama diperdebatkan selama hampir 40

tahun. Terapi farmakologis yang paling sering diberikan untuk pengobatan

bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortikosteroid. 1

Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya diperiksa sedikitnya setiap 3

jam oleh perawat dan oleh seorang dokter minimal satu kali sehari. 5

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap

rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya

dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,

isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,

pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita

ISPA. 1

1.10 Prognosis2,3

Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan

akan membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%.

Masa paling kritis adalah 48-72 jam pertama. 3

Jarang terjadi bronkiolitis ulang. Mortalitas kurang dari 1%. Anak

biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama, asidosis

respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan takipnu

dan kurang makan dan minum. 3

Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada

bayi akan berkembang menjadi asma. Suatu studi kohort prospektif menemukan

bahwa 23% bayi dengan riwayat bronkiolitis akan berkembang menjadi asma

pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1% pada kelompok kontrol. 2

BAB 11

ILUSTRASI KASUS

9

Page 10: case bronkiolitis 13

IDENTITAS PASIEN

Nama : G

MR : 097995

Tanggal masuk : 27 Desember 2014

Umur : 6,5 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Anak ke : 1

Suku bangsa : Minang

Alamat : lubuk tarok, solok

Alloanamnesis oleh ibu kandung

Seorang pasien laki-laki berumur 6,5 tahun dirawat di bangsal anak RSUD

Solok dengan :

Keluhan utama:

Bertambah sesak napas sejak 1 sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

- Demam sejak 3 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak menggigil dan

tidak kejang.

- Batuk sejak 3 hari yang lalu, berdahak, pilek ada.

- Sesak napas sejak 2 hari yang lalu, berbunyi menciut, tidak dipengaruhi

oleh cuaca, makanan atau minuman, bertambah sesak sejak 1 jam yang

lalu.

- Muntah tidak ada.

- Riwayat tersedak tidak ada.

- Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama yang tidak minum

obat secara teratur ada.

- Buang air kecil jumlah dan warna biasa.

- Buang air besar jumlah dan konsistensi biasa.

- Anak telah dibawa berobat ke dokter keluarga, diberi 2 macam puyer,

karena tidak ada perubahan anak dibawa ke Poli Anak RSUD Solok.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien sering sesak sejak 4 bulan yang lalu.

10

Page 11: case bronkiolitis 13

Riwayat penyakit keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk dan sesak seperti yang

diderita pasien

Riwayat pekerjaan, sosek, kejiwaan dan kebiasaan

- Pasien anak pertama, lahir secara spontan di bidan, cukup bulan, berat

badan lahir 3.000 gram, panjang badan lahir 47 cm, langsung menangis.

- Riwayat imunisasi dasar lengkap menurut umur

Imunisasi BCG dan DPT

- Riwayat makanan dan minuman : ASI (0-sekarang), PASI (0-4 bulan),

bubur susu (sejak 5 bulan, 3 x sehari).

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.

- Higine dan sanitasi lingkungan kurang.

- Rumah permanen, sumber air minum air sumur, jamban di dalam rumah.

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : sadar

Frekuensi nadi : 148 x/menit

Frekuensi nafas : 75 x/menit

Suhu : 38,7 C

Berat Badan : 4,9kg

Tinggi badan : 67 sentimeter

Status gizi : Kesan : gizi kurang (60% standard Harvard)

Pemeriksaan sistemik :

Kulit : teraba hangat

Kepala : ubun-ubun besar datar,

Bulat, simetris, lingkar kepala= 43 cm (nomal Standar Nellhaus)

Rambut : hitam dan tidak mudah di cabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks cahaya +/+

ukuran pupil 2mm

11

Page 12: case bronkiolitis 13

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : nafas cuping hidung(+)

Mulut : mukosa mulut dan bibir basah

Ternggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher : JVP sukar dinilai

Paru

Inspeksi : normochest, simetri dan ada retraksi epigastrium

Palpasi : fremitus normal kiri=kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah halus nyaring

(+/+), wheezing (+/+)

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari medial linea mid clavikula

sinistra RIC V

Perkusi : batas jantung sukar dinilai

Auskultasi : irama teratur, bising -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : tidak ada kelainan

Alat kelamin : tidak ada kelainan, status pubertas A1M1P1

Anus : colok dubur tidak dilakukan

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis

-/-

Pemeriksaan Laboratorium

Darah :

Hb : 14,9 g/dl

Leukosit : 12.620 / mm3

12

Page 13: case bronkiolitis 13

Hitung jenis : 0/0/1/65/28/6

Urine : tidak dilakukan

Feses : tidak dilakukan

Diagnosis Kerja : Bronkiolitis

Diagnosis Banding : bronkopneumonia

Terapi :

- Oksigen nasal 2L/menit

- IVFD KA-EN 1B 105cc/kgBB/hari ( 8 tetes/menit makro)

- Amoxisilin 3x200mg IV

- Kloramfenikol 4x150mg IV

- Ambroxol 3x4 mg (p.o)

- Paracetamol 75 mg ( jika T> 38,5C )

- Sementara puasa

Rencana tindakan selanjutnya

Pemeriksaan AGD, elektrolit, kultur darah, rontgen toraks.

BAB III

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki umur 6,5 bulan dengan

diagnosis bronkiolisis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

13

Page 14: case bronkiolitis 13

Dari anamnesis didapat riwayat demam tinggi, terus-menerus, tidak

menggigil dan tidak berkeringat 3 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk

berdahak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai sesak napas sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit, nafas tidak bunyi menciut dan bertambah 1 hari

sebelum masuk rumah sakit. Muntah, riwayat tersedak tidak ada, Riwayat kontak

dengan penderita batuk lama yang tidak minum obat teratur ada, BAK dan BAB

biasa, Anak telah di bawa berobat ke dokter keluarga dan di beri 2 macam puyer,

tidak ada perubahan anak di bawa ke rumah sakit

Pada pemeriksaan fisik didapat takipneu dengan frekunsi 75x/menit.

Ditemukan napas cuping hidung, retraksi epigastrium dan intercostal merupakan

tanda dari suatu distress pernapasan. Pada auskultasi paru didapat wheezing dan

ronkhi basah halus nyaring.

Diagnosis banding pada pasien ini berdasarkan hasil dari pemeriksaan

darah rutin didapat leukositosis dan berdasarkan pemeriksaan Rontgen foto.

Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis, hitung jenis

0/0/1/65/28/6. Rontgen foto toraks gambaran infiltrat perihiler dan prekordial

pada kedua lapangan paru.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah diberikan O2

2L/menit, untuk menangani sesak nafasnya. Berhubung karena anak sesak nafas,

maka anak dipuasakan sementara, sampai kondisi tidak sesak lagi. Untuk

mengganti cairan dan kalorinya diberikan IVFD KaEN IB 105 cc/kgBB/hari = 8

tetes/menit (makro). Jika nafas sudah tidak sesak lagi diberikan nutrisi melalui

NGT ASI 8 x 35 cc. Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan antibiotik yaitu

amoxicilin 3 x 200 mg IV. Untuk menurunkan suhu tubuh nya diberikan

Paracetamol dengan dosis 10mg/kgBB/kali, jadi diberikan 75 mg (bila suhu

38,5C). Selain itu diberikan kloramfenikol 4x150 mg IV. Karena anak batu

diberikan Ambroxol 3 x 4 mg p.o. Pada bronkiolitis juga terjadi proses inflamasi

maka diberikan Dexametasone dengan dosis inisial o.5mg/kgBB IV maka

diberikan sebanyak 3,5 mg/IV (bolus) dan dilanjutkan dengan terapi lanjutan

14

Page 15: case bronkiolitis 13

0.5mg/kgBB di bagi 3 dosis, jadi diberikan Dexametasone 3 x 1 mg IV. Pada

pasien juga dapat diberikan terapi nebulisasi salbutamol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anynomus. Bronkiolitis. Diakses dari www.cppdocter.com, 11 Oktober

2009.

15

Page 16: case bronkiolitis 13

2. Zain S. Bronkiolitis. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.

Jakarta: IDAI: 2008: hal: 333-349.

3. Pusponegoro H, dkk. Bronkiolitis. Dalam: Standar Pelayanan Medis

Kesehatan Anak. Edisi I: Jakarta: IDAI: 2004: hal: 348-350.

4. Anynomous. Bronkiolitis. Diakses dari www.medicastore.com, 11

Oktober 2009.

5. Tim Adaptasi Indonesia. Bronkiolitis.Dalam : Pelayanan Kesehatan Anak

di Rumah Sakit. CetakanI: Jakarta : WHO: 2009: hal: 96-99.

16