bronkiolitis
DESCRIPTION
bronkiolitisTRANSCRIPT
Laporan Kasus Anak
Oleh:
SRI WAHYUNI
NIM. 09101057
Tutor : dr. Santi Widiasari
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2012
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
Identitas pasien :
No rekam medik : 101200130
- Nama Anak : An. L
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
- Nama Ayah / Ibu : Tn.K/Ny. S
Pekerjaan ayah / Ibu : Karyawan
Alamat : JL.Lembah Raya No. 35
Agama : Islam
Anamnesis : Alloanamnesis
Keluhan Utama : Demam sejak 1 minggu yang lalu.
Keluhan tambahan :Batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu
RPS :- Demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam tidak tinggi.
- Batuk berdahak, encer, dan jernih. Tidak disertai
keluarnya darah.
- Bersin (+)
- Pilek (-)
- Mengi (-)
- Nafsu makan menurun (-)
- Nyeri dada tidak ada
- Jantung berdebar-debar tidak ada
- BAB sebanyak 3x/hari dengan konsistensi lunak-cair.
Riwayat Kelahiran : Lahir normal di rumah sakit dengan ditolong oleh
dokter spesialis kandungan. Dengan BB lahir 3,7 kg
dan PL : 50 cm. Tidak ada riwayat penyulit saat di
lahirkan.
RPD : - Belum pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya. Pernah masuk rumah sakit beberapa
bulan yang lalu karena mencret-mencret.
- Riwayat alergi (-)
RPK : Tidak ada riwayat penyakit keluarga dengan keluhan
yang sama.
RSE :Tinggal di perumahan yang letaknya dekat dengan
pabrik. Lingkungan sekitar rumah cukup bersih.
Ayah F suka merokok. Aktivitas di sekolah sedikit
terganggu.
Riwayat Imunisasi : Imunisasi wajib lengkap
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis
Keadan umum : baik/tidak
Kesadaran :
Vital sign :
BB : 11 kg
R : 65x/menit
N :80x/menit
T :370C
Kepala dan leher : Normocephali, pusing (-), muntah (-)
Mata : - Konjungtiva tidak anemis
- Sclera tidak ikterik
- Gangguan penglihatan (-)
- Pupil isokord
- Alat bantu (-)
Hidung : - Sekret (-), gangguan penciuman (-), nyeri (-), edema
konka (-)
Telinga : - Bentuk telinga normal
- Gangguan pendengaran (-)
Mulut : - Sianosis (-)
- Mukosa lembab
Tenggorokan : Nyeri saat menelan (-)
Thorax:
Paru-Paru :
Inspeksi : - Simetris
- Retraksi (+)
Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada lapang kedua paru
Auskultasi : Ekspirasi memanjang, ronkhi (+)
Jantung :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : - Bunyi jantung I reguler
- Bunyi jantung II reguler
- Murmur (-)
- Gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : - Perut sejajar dengan dada
- Dinding perut simetris
- Massa (-)
- Bekas luka (-)
Auskultasi : - Peristaltik usus (+)
Perkusi : - Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi : - Nyeri tekan (-)
Ekstremitas atas :
- Dextra : - Edema (-)
- Akral hangat
- Sinistra : - Edema (-)
- Akral hangat
Ekstremitas Bawah :
- Dextra : - Edema (-)
- Akral hangat
- Sinistra : - Edema (-)
- Akral hangat
Pemeriksaan darah lengkap :
A. Pemeriksaan Laboratorium
Sedikit peningkatan limposit dan trombosit
2. Rx.thorax AP/PA : paru-paru dalam keadaan hipererasi, terdapat bercak-bercak konsolidasi
yang tersebar
Diagnosa kerja : Bronkiolitis
Diagnosa Banding : Asma, bronkopneumonia
Penatalaksanaan :
- Medikamentosa :
Infus raen IB : 30 tts/i
Th.injeksi : ceftriaxone 2x300 mg, dexa 3x1 mg, ranitidine 3x5 mg
Th.oral : sanmol 4x0,7 cc
Nebu : 3x/hari FSHR/hr
- Edukatif : rawat inap, konsultasi ulang jika ada keluhan, istirahat yang cukup
Prognosis :dubia ad bonam (sembuh setelah 48-27 jam, mortaliti < 1 %)
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah peradangan atau suatu sindrom obstruksi pada bronkiolus yang
ditandai oleh sesak napas, mengi, dan hiperinflasi paru. 1,2
2. Etiologi Bronkiolitis
Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus (50%). Penyebab
lainnya adalah parainfulenza virus, eaton agent (Mycoplasma pneumoniae), adenovirus,
enterovirus dan beberapa virus lain (20%)2,3.
3. Patofisiologi Bronkiolitis
Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah single stranded RNA virus yang berukuran
sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat 2 glikoprotein permukaan yang
merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment
protein) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus
dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralusasi
protektif pada host. Terdapat 2 macam strain antigen RSV yaitu A dan B.RSV strain A
menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa
inkubasi RSV 2 - 5 hari. 2,3
Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke
saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui
aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan
replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal
berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema
submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.2,3
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai
dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel
mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema
submukosa3. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang
saluran pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran
udara yang besar3,4,6,terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang
kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena
radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping
dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang
terjebak diabsorbsi total.2,3
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus
tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf
aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida
(neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada
akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi Intercellular Adhesion
Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel
inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema
saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran
napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan
compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt.2,3
4. Gambaran Klinis Bronkiolitis
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin.
Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan
berkurang. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis
biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi
saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali
dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.2
Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang
disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan
otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi
paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang. Hepar dan
lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.
Ronkhi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir inspirasi atau pada permulaan
ekspirasi. Pada keadaan yang berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hamper total.2
Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan berbagai skala klinis,
misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau modifikasinya yang
mengukur laju pernafasan/respiratory rate (RR), usaha nafas, beratnya wheezing dan
oksigenasi.3
Skala klinis yang digunakan Abul – Ainine dan Luyt adalah :
a. Respiratory Rate (RR) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan
dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali perhitungan diambil rata-ratanya.
b. Heart Rate (HR) diambil dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama
pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.
c. Saturasi O2 : dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit,
diambil rata-ratanya.
d. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.
e. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel dan menangis).
Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai berikut :
a. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel)
b. Penggunaan otot bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat)
c. Wheezing : skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan
ekspiratorik).3
Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi : bronkiolitis
ringan dan bronkiolitis berat (R ≥ 60 x/ menit).
Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis ringan, sedang,
berat dengan tanda sebagai berikut :
BRONKIOLITIS
RINGAN SEDANG BERAT
Kemampuan untuk
makan normal
Sedikit atau tidak ada
gangguan pernafasan
Tidak kebutuhan akan
oksigen tambahan
(saturasi O2 > 95 %
Gangguan pernafasan
sedang dengan
beberapa kontraksi
dinding dada dan nafas
cuping hidung
Hipoksemia ringan dan
dapat dikoreksi dengan
oksigen
Mungkin
menampakkan
pernafasan yang
pendek ketika makan
Mungkin memiliki
episode apnoe yang
singkat
Tidak dapat untuk
makan
Gangguan pernafasan
berat, dengan retraksi
dinding dada yang
jelas, nafas cuping
hidung dan dengkuran.
Hipoksemia yang tidak
terkoreksi dengan
oksigen tambahan
Mungkin terdapat
peningkatan frekuensi
atau episode apnoe
yang panjang.
Mungkin
menampakkan
peningkatan kelelahan.
5. Diagnosis Bronkiolitis
Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas seperti yang tersebut di atas.
Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda.
Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator,
sedangkan anak dengan bronkilitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan
bronkopneumonia.1,2,3
6. Prognosis
Prognsosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan,
dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, dan prematuritas).3
7. Penatalaksanaan Bronkiolitis2
a. Tempatkan anak dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi, sebaiknya
dengan uap dingin (mist-tent), keadaan ini dapat mencairkan sekret bronkus yang liat.
b. Beri oksigen walaupun anak belum dalam keadaan sianosis
c. Beri cairan intravena dengan elektrolit yang diperlukan, diberikan untuk mengoreksi
asidosis respiratorik dan metabolik yang mungkin timbul dan juga utnuk mengoreksi
kemungkinan dehidrasi.
d. Antibiotik diberikan apabila curiga infeksi bakterial dan sebaiknya dipilih yang
mempunyai spektrum luas. Bila dicurigai Mycoplasma pneumoniae sebagai
penyebabnya, obat yang dipilih adalah eritromisin.
e. Pemberian steroid masih pro-kontra
f. Pemberian sedativa tidak diperkenankan, karena dapat menimbulkan depresi
pernapasan. Bila dianggap perlu, berikan kloralhidrat.
g. Bronkodilator tidak dianjurkan dan merupakan kontraindikasi, karena dapat
memperberat keadaan anak, penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan
oksigen akan meningkat.
Daftar Pustaka
1. Rusepno H, Husein A, dkk. 2007. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; Jakarta
2. Magdalena Sidharta Zain, 2008. Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology Anak, Edisi
Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI ; Jakarta
3. Mary Ellen B, Wohl, MD. Bronchiolitis in Kendig’s Disorder of The Respiratory Tract in
Children. Seventh Edition, Elsevier Inc, 2006 page : 423 – 431.