f5 - bronkiolitis (qeew).doc
TRANSCRIPT
2
BAHAYA RESPIRATORY SYNCYTIAL VIRUS (RSV) PADA KASUS BRONKIOLITIS (F.5)
Oleh:
dr. Rizki Trya Permata
Anggota:
dr. Oktania Putri Kusnawan
dr. Merry Susanti
dr. Syifa Andini Suparman
dr. Astri KaniaPendamping:
dr. Dorlina Panjaitan
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PUSKESMAS GUNUNG ALAM
KABUPATEN ARGAMAKMUR BENGKULU UTARA
2014KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulisan laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini disusun sebagai laporan tugas Puskesmas formula 5 (F5) dokter internsip.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik berupa bimbingan, hasil diskusi kelompok, buku-buku referensi serta hal lainnya. Oleh karena itu penulis berdoa mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan selama ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat pendamping kami yang telah banyak memberikan bimbingan. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian laporan ini.Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun agar dapat memberikan yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Arga Makmur, Juni 2014
Penulis
BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia. Tergolong ke dalam ISPA adalah bronkiolitis yang secara anatomik merupakan salah satu ISPA bagian bawah.Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil (bronkiolus). Penyakit ini terjadi selama umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini terjadi secara sporadik dan endemik.
Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%. Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun.Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh:
1. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal serotipe protektif dari virus.
2. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I inhibitor dengan akibat tidak bekerjanya sistem antigen presenting.
3. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan kemampuan virus untuk menginfeksi makrofag serta limfosit. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan produksi interferon, interleukin I inhibitor, hambatan terhadap antiobodi neutralizing, dan kegagalan interaksi dari sel ke sel.Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi penetralisir dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus.Walaupun gejala bronkiolitis dapat menghilang dalam waktu 1 3 hari, pada beberapa kasus dapat lebih berat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Mortalitasnya kurang dari 1 %, biasanya meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnu dan kurang makan - minum. Disamping itu dapat pula memberikan dampak jangka panjang berupa batuk berulang, mengi, hiperreaktivitas bronkus sampai beberapa tahun, bronkiolitis obliterasi, dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Swyer-James Syndrome).BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERMASALAHAN2.1. Bronkiolitis
2.1.1DefinisiBronkiolitis merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan bawah akut (IRBA) dengan gejala utama akibat peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus. Bronkiolitis dapat disertai superinfeksi bakteri.2.1.2KlasifikasiBerdasarkan frekuensi nafas dan keadaan umum penderita, bronkiolitis dibagi menjadi: Bronkiolitis ringan
Bronkiolitis berat (R 60x/ menit)2.1.3 Epidemiologi Internasional
Insidensi di negara berkembang sama dengan di negara maju. Menurut data epidemiologi dari negara yang kurang berkembang menunjukkan bahwa RSV (Respiratory Syncitial Virus) merupakan virus predominan penyebab infeksi saluran pernapasan bawah akut dan sekitar 65% pasien yang di rawat inap disebabkan karena virus tersebut.
Jenis Kelamin
Pria lebih sering terinfeksi ketimbang wanita, dimana kematian 1,5 kali lebih mengancam pria.
Usia
Meskipun bronkiolitis merupakan penyakit yang signifikan terjadi pada anak-anak (< 2 bulan), imunitas menunjukkan peran yang lebih penting. Dewasa yang rentan dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik ringan dan berperan sebagai karier.
2.1.4Etiologi
Respiratory Syncytial Virus (RSV) 75%, merupakan virus yang paling sering terisolasi pada anak usia < 2 tahun.
Rhinovirus (16%)
Parainfluenza virus (10-30%)
Influenza virus (10-20%)
Adenovirus (5-10%)
Human metanpneumovirus (hMPH) 9%
2.1.5 Faktor Resiko
Faktor resiko untuk bronkiolitis, antara lain:
Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), terutama bayi prematur.
Keluarga yang termasuk dalam kelompok sosioekonomi rendah.
Kondisi lingkungan/ tempat tinggal yang padat.
Anak dengan orang tua perokok.
Memiliki penyakit jantung bawaan (PJB) dengan hipertensi pulmonar
Memiliki penyakit defisiensi imun bawaan atau didapat.
Usia kurang dari 3 tahun.
2.1.6 Patogenesis dan PatofisiologiInhalasi etiological virus (RSV, parainfluenza, mycoplasma, dll)
Ditularkan secara langsung melalui kontak manusia ke manusia
Infeksi virus pada epitel bersilia bronkioluswheezing
Aktifasi & perekrutan sel-sel inflamasi
+ aliran udara
Pelepasan mediator
peningkatan sekresi mukus
inflamasi
peningkatan permeabilitas vaskular edema
bronkokonstriksi
obstruksi
Mengurangi diameter & air flow
Penurunan suplai O2 ke jaringan
Hipoksemia
effort
aliran udara
ekspirasi
stimulasi kemoreseptordyspnea
air trapping
RR
progress gagal untuk memperbaiki
aktifitas otot respirasi asesoris
hiperinflasi,
overdistensi alveoli
retraksi emphysematouschest (barrel chest)
Gambar 1. Pembengkakan Bronkiolus2.1.7 Manifestasi Klinis
Periode inkubasi 2-5 hari:
Pada bayi: lebih rewel dan sulit untuk menyusu
demam ringan (< 38,5oC)
coryza dan kongesti nafas
Periode >5 hari (infeksi mennyebar dari sal. pernapasan atas bawah):
batuk, dyspnea (sesak nafas), wheezing (bunyi nafas mengik), anoreksia,
panas badan terkadang sudah turun, hingga hipotermi.
Kasus berat, dapat ber-progress hingga menjadi kondisi distres pernapasan, dengan: tachypnea (megap-megap), nasal flaring (pernapasan cuping hidung), retraksi, iritabilitas (sensitif), dan kemungkinan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:
ekspirasi memanjang
hiperinflasi dinding dada, dengan hipersonor pada perkusi
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
crackles atau ronki pada auskultasi dada
2.1.8 Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis diambil berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien. Kriteria diagnosis bronkiolitis antara lain:
Anamnesis
Biasanya terjadi pada usia 2 bulan 2 tahun ( terutama 2-6 bulan)
Selama 2-4 hari terjadi batuk pilek, hidung tersumbat, panas badan yang diikuti sesak nafas dan dapat disertai wheezing. Gejala lain: muntah, gelisah, tidak mau makan/ minum.
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan merintih (grunting), sianosis
Suhu tubuh normal, subfebris, atau demam tinggi
Frekuensi nafas , pernapasan cuping hidung, retraksi subkostal, interkostal, dan suprasternal.
Perkusi: hiperresonan
Auskultasi: suara pernapasan mungkin normal, ekspirasi memanjang, dapat terdengar wheezing dan crackles. Hepar dan lien dapat teraba akibat hiperinflasi toraks.
Laboratorium
Pulse oximetry: Saturasi O2
Analisis gas darah: Hipoksemia
Bronkiolitis berat bisa didapatkan hiperkapnia & asidosis.
Antigen RSV (+) dari sekret hidung dengan pemeriksaan ELISA.
Foto Toraks
Normal atau tampak hiperinflasi dengan depresi/ pendataran diafragma, atelektasis, atau konsolidasi.
Gambaran khas: Depresi diafragma dan hiperinflasi.2.1.9 Diagnosis BandingDiagnosisGejala
ASMA
WHEEZING berkaitan dengan BATUK & PILEK
ASPIRASI BENDA ASING
PNEUMONIA Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk & pilek
Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Berespon baik terhadap bronkodilator.
Wheezing selalu berkaitan dengan batuk & pilek.
Tidak ada riwayat keluarga dengan asma/eksem.
Ekspirasi memanjang.
Cenderung lebih ringan dibandingkan dengan wheezing akibat asma.
Berespon baik terhadap bronkodilator.
Riwayat tersedak atau wheezing tiba-tiba.
Wheezing umunya unilateral.
Air trapping dengan hipersonor dan pergeseran mediastinum.
Tanda kolaps paru.
Batuk dengan napas cepat.
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Demam.
Crackles/ ronki
Pernapasan cuping hidung.
Merintih/ grunting
2.1.10 Penatalaksanaan
Pada dasarnya penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif: oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat.
Bronkiolitis Ringan Rawat Jalan.
Beri nasehat kepada orang tua: teruskan pemberian makanan, tingkatkan pemberian cairan. Apabila memberat rawat.
Bronkiolitis Berat Rawat Inap.
Apabila pemberian makanan secara oral tidak memungkinkan atau ada risiko aspirasi berikan secara intravena.
Beri oksigen pada semua anak dengan wheezing dan distres pernapasan berat. (Teruskan terapi oksigen sampai tanda hipoksia menghilang).
Antibiotik apabila dicurigai adanya infeksi bakteri.
Ampisilin 100-200 mg/ kgBB/ hari. i.v. dibagi 4 dosis.
Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1-4 bulan, ada kemungkinan infeksi sekunder oleh Chlamydia trachomatis.
Bronkodilator: 2-agonis inhalasi (salbutamol nebuls) boleh dicoba, bila mengurangi sesak dapat diteruskan. KortikosteroidDisamping aturan utama inflamasi sebagai patogenesis terjadinya sumbatan saluran nafas, kortikosteroid sebagai anti inflamsi tidak terbukti menguntungkan untuk meningkatkan status klinis pada studi klinis multi-instusional. Nebulasi ephinefrin (0,1 mg/Kg BB) ditemukan lebih efektif daripada B-agonis salbutamol pada bayi dengan bronkiolitis akut. Antikolinergik
Ipratropium bromide adalah zat antikolinergik dalam bentuk aerosol, tidak dapat menunjukkan bukti dapat membantu dalam manajemen dari bayi yang sakit. 2.1.11 Prognosis
Tergantung pada berat-ringan penyakit, cepatnya penanganan, dan adanya tidaknya latar belakang penyakit (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).
Bronkiolitis Akut
Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah batuk dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan apneu terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada. Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah 1%, kematian dapat merupakan akibat dari :
Serangan apnea yang lama
Asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau Dehidrasi berat akibat kehilangan penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Bayi yang memiliki keadaan - keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas. Bronkiolitis Obliterans
Beberapa minggu setelah mulainya gejala-gejala awal, penderita keadaan umumnya menjelek sampai meninggal, tetapi kebanyakan bertahan hidup, beberapa anak menderita kecacatan kronis.
2.1.12 Komplikasi
Pada sebagian besar kasus, penyakit bronkiolitis bersifat ringan dan self-limiting. Pada bayi yang immunocompromise dan yang memiliki latar belakang penyakit jantung atau paru, RSV bronkiolitis dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain:
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Bronchiolitis Obliterans
Congestive Heart Failure
Secondary Infection
Myocarditis
Arrythmias
Chronic Lung Disease
Adapun komplikasi paska terapi, antara lain:
Ventilator-induced barotraumas
Nosocomial Infection
2-agonist-induced arrhythmias Keabnormalan nutrisi dan metabolisme
2.1.13 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama di Rumah Sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/ anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/ anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.
Menggunakan vaksin RSV yang aman dan efektif, atau RSV immunoglobulin IV (RSV-IGIV) dalam dosis tinggi dapat mencegah RSV pada individu yang beresiko tinggi.2.2. Permasalahan2.2.1 Data Administrasi Pasiena. Nama / Umur
: An. MF / 1 tahun 10 bulanb. No. register
: Puskesmas Gunung Alam
c. Alamat
: Karang Suci
d. Agama
: Islame. Suku
: Rejangf. Jenis Kelamin
: Laki-lakig. Status sosial
: Menengah kebawah2.2.2 Identitas Orang TuaNama Ayah: Tn. S/ 46 tahun
Pendidikan: SMPPekerjaan: Pedagang
Nama Ibu: Ny. A/ 41 tahunPendidikan: SMPPekerjaan: Ibu Rumah Tangga2.2.3Data Biologik
a. Tinggi Badan
: 83 cmb. Berat Badan
: 12 kgc. Status Gizi
: Normal2.2.4Data Klinis
a. Anamnesis:
Keluhan utama: Orang tua pasien mengeluhkan anaknya mengalami sesak nafas.Riwayat Penyakit sekarang :
Sejak kurang lebih 2 hari anak mengalami sesak nafas, terus menerus, makin lama makin bertambah berat. Tidak ada suara mengik. Demam (+) namun tidak terlalu panas.
Sejak kurang lebih 5 hari, anak mengalami batuk berdahak dan pilek. Dahak tidak dapat dikeluarkan oleh anak dan makin lama makin bertambah parah. Nafsu makan dan minum menyusui menjadi berkurang. Tidak ada keluhan berat badan anak turun atau sulit naik. BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada. Riwayat tersedak sebelumnya disangkal. Riwayat imunisasi dasar : lengkap
Riwayat Alergi : (+) telur.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki kelhan yang sama seperti pasien atau batuk-batuk lama.
Ayah pasien alergi telur (+), ayah perokok aktif (+).
Riwayat asma (+) kakek pasien.
Lingkungan : memelihara binatang (+) burung. Riwayat Sosial Ekonomi: Ayah bekerja sebagai pedagang. Ibu sebagai ibu rumah tangga. Menanggung 2 orang anak. Kesan : ekonomi menengah kebawah (kurang)b. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : tampak sesak, sianosis (-), nafas spontan (+), adekuat Kesadaran : komposmentis Tanda vital : Nadi
: 124 x/ menit Respirasi
: 45 x/ menit Suhu
: 37oC Untuk dugaan diagnosa : Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), krusta (+/+) Telinga : sekret (-/-). Mulut : bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, Tenggorokan: T1-T1 simetris normal, faring tidak hiperemis. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Thoraks : simetris, retraksi (-/-). Pulmo : simetris, wheezing (+/+) ronkhi basah (-/-), ekspirasi
memanjang (+/+). Cor: S1-S2 normal regular, murmur (-), gallop (-). Ekstremitas : Superior Inferior
Sianosis (-)/(-)
(-)/(-)
Oedem
(-)/(-)
(-)/(-)
Akral dingin (-)/(-)
(-)/(-)
Cap. refill