f5 dr resyana

37
1 LAPORAN UKM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR (F5) ASTHMA BRONKIALE Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Dokter Internship Puskesmas Ungaran OLEH : dr. Resyana Widyayani PUSKESMAS UNGARAN 2014

Upload: banyuanyar

Post on 14-Dec-2015

76 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

f5

TRANSCRIPT

Page 1: F5 Dr Resyana

1

LAPORAN UKM

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN

TIDAK MENULAR (F5)

ASTHMA BRONKIALE

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh

Program Dokter Internship

Puskesmas Ungaran

OLEH :

dr. Resyana Widyayani

PUSKESMAS UNGARAN

2014

Page 2: F5 Dr Resyana

2

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Resyana Widyayani

Topik : Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan

Tidak Menular (F5)

Judul : Asthma Bronkiale

Tanggal Pengesahan :

Ungaran, 2014

Mengetahui

Kepala PKM Ungaran, Pendamping,

dr. Nugraha dr. Astri Aninda Niagawati

NIP 19651108 2002121 1003 NIP 19741005 200701 2 017

Page 3: F5 Dr Resyana

3

BAB I

PENDAHULUAN

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab

kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada

SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian

(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di

seluruh Indonesia sebesar 13/ 1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/ 1000 dan

obstruksi paru 2/ 1000.

Menurut Woolcock dan Konthen, pada tahun 1990 mereka di Bali

mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan

hipereaktiviti bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia

SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma

and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang

kembali dengan rata-rata umur 13,8 0,8 tahun didapatkan prevalensi asma

(gejala asma 12 bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya

mempunyai gejala klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi

asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada 1995-1996 dengan menggunakan

kuesioner modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji

provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5

bulan – 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8%

dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma

pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui

kuesioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood),

dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang

dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma

) 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%.

Untuk asthma pada dewasa, pada tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo,

Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur

Page 4: F5 Dr Resyana

4

dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile

Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory

Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)

menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662

responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma

sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%.

Gambar 1. Prevalensi asma (berdasarkan laporan gejala asma dari kuesioner

tertulis) selama 12 bulan dari berbagai negara

Dari gambar di atas, terlihat bahwa prevalensi asthma juga cukup tinggi di

dunia internasional. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan asthma dengan tepat

akan sangat penting dalam mengurangi angka kekambuhan gejala asthma yang

dapat menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari bagi penderita.

Page 5: F5 Dr Resyana

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. Asthma

II.1. Definisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1

II.2. Epidemiologi

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin,

umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.2

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian

di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner

modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms

questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan

pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan

uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6

tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-laki 9,2%

dan perempuan 6,6%.1

II.3. Faktor Risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu

(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko tersebut tertera pada tabel

berikut dibawah ini:

Tabel 1. Faktor Risiko pada Asma1

Faktor Pejamu

Predisposisi genetik

Atopi

Hiperresponsif jalan napas

Jenis kelamin

Ras / etnik

Faktor Lingkungan

Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma

menetap

Page 6: F5 Dr Resyana

6

II.4. Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi

berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel

Alergen di dalam dan di luar ruangan

Polusi udara di dalam dan di luar ruangan

Infeksi pernapasan

Exercise dan hiperventilasi

Perubahan cuaca

Sulfur dioksida

Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan

Ekspresi emosi yang berlebihan

Asap rokok

Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

Faktor Lingkungan

Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi

asma

Alergen di dalam ruangan

Mite domestik

Alergen binatang

Alergen kecoa

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Alergen di luar ruangan

Tepung sari bunga

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Bahan di lingkungan kerja

Asap rokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Polusi udara

Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara di dalam ruangan

Infeksi pernapasan

Hipotesis hygiene

Infeksi parasit

Status sosioekonomi

Besar keluarga

Diet dan obat

Obesitas

Page 7: F5 Dr Resyana

7

epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau

pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.1

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri

atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe

lambat. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi

degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed

mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti

leukotrin, prostaglandin dan platelete activating factor (PAF) yang menyebabkan

kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi (Gambar 3.).1

Gambar 2. Patogenesis Asma5

Page 8: F5 Dr Resyana

8

Gambar 3. Jalan Napas pada Asthma

Page 9: F5 Dr Resyana

9

II.5. Klasifikasi

Tabel 2. Klasifikasi derajat berat Asma berdasarkan gambaran klinis1

Derajat

Asma

Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermite

n

Bulanan

Gejala <

1x/minggu

Tanpa gejala di

luar serangan

Serangan singkat

≤ 2 kali

sebulan

APE ≥ 80%

VEP1 ≥ 80%

nilai prediksi

APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabiliti

APE < 20%

Persisten

Ringan

Mingguan

Gejala >

1x/minggu, tetapi

< 1x/hari

Serangan dapat

mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2 kali

sebulan

APE > 80%

VEP1 ≥ 80%

nilai prediksi

APE ≥ 80%

nilai terbaik

Variabiliti

APE 20-30%

Persisten

Sedang

Harian

Gejala setiap hari

Serangan

mengganggu

aktivitas dan tidur

Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

> 1x /

seminggu

APE 60-80%

VEP1 60-

80% nilai

prediksi APE

60-80% nilai

terbaik

Variabiliti

APE > 30%

Persisten

Berat

Kontinyu

Gejala terus

menerus

Sering kambuh

Aktivitas fisik

terbatas

Sering APE ≤ 60%

VEP1 ≤ 60%

nilai prediksi

APE ≤ 60-%

nilai terbaik

Variabiliti

APE > 30%

II.6. Manifestasi Klinis

Sesak cenderung pada malam hari

Usia muda

Riwayat alergi (+)

Napas berbunyi ‘ngik ngik’

Batuk meningkat pada kondisi tertentu (contoh: terpapar alergen)

Merasa berat di dada

Ada episode normal

Penurunan BB tidak signifikan3

Page 10: F5 Dr Resyana

10

II.7. Diagnosis

1) Anamnesis

Penegakan diagnosis asma dapat dilakukan berdasarkan anamnesa yang

dilakukan terhadap pasien mengenai riwayat penyakit asma serta gejala yang

dialami oleh pasien. Hal-hal mengenai riwayat penyakit atau gejala yang penting

diketahui dalam menegakkan diagnosis asma antara lain:

a) Gejala bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa

pengobatan

b) Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak

c) Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari

d) Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

e) Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:

a) Riwayat keluarga

b) Riwayat alergi/atopi

c) Penyakit lain yang memberatkan

d) Perkembangan penyakit dan pengobatan1

Gambar 4. Gejala dan Tanda pada Asma3

Page 11: F5 Dr Resyana

11

2) Pemeriksaan Fisik

Inspeksi: Melihat bentuk dada, gerakan dinding dada saat bernapas, melihat

apakah ada kelainan atau tidak pada kulit dada, melihat apakah ada fraktur,

benjolan, dan temuan abnormal lainnya pada dada.

Palpasi: Melakukan palpasi umum dengan menggunakan kedua tangan,

melakukan fremitus taktil dan vokal.

Perkusi: Melakukan perkusi umum di seluruh lapang dada yang akan

menghasilkan suara sonor di seluruh lapang paru. Setelah melakukan perkusi

umum, pemeriksaan peranjakan paru-hepar dapat dilakukan untuk melihat

batas antara paru kanan dan hepar. Perkusi untuk menentukan batas paru-

hepar dimulai dari linea mid clavicularis dextra intercostal 2. Di ketuk sampai

redup, lalu pasien diminta untuk menarik napas lalu menahannya dan

pemeriksa langsung mengetuk saat pasien menahan napas. Hasil yang

didapatkan, suara redup akan berubah menjadi sonor saat pasien menahan

napas. Normalnya batas paru-hepar terletak pada linea mid clavicularis dextra

intercostal 6.

Auskultasi: Normalnya auskultasi pada orang sehat terdengan suara dasar

vesikular di seluruh lapang paru. Pada penderita asma, biasanya pemeriksan

dapat mendengar wheezing.

3) Pemeriksaan Penunjang

a) Spirometri

Spirometri merupakan suatu pengukuran volume ekspirasi paksa detik

pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver

ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan ini sangat

bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi

operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai

yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan

acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <

75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.1

Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga

penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.2

Page 12: F5 Dr Resyana

12

Gambar 5. Spirometri

b) Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow

meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari

plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan

termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter

relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita,

sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau

kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa

membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran

faal paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan

derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya

dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi

normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.1

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian

Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk

mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui

2 cara:

i. Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil

variasi/perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan

nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodilator.

Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam

Page 13: F5 Dr Resyana

13

sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan presentase rata-

rata nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

ii. Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai

terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2

minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai

tertinggi APE malam hari).1

Gambar 6. Peak Expiratory Flow meter (PEF meter)

c) Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada

penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan

uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai

sensitivitas yang tinggi tetapi spesifitas rendah, artinya hasil negatif dapat

menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu

berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada

penyakit lain seperti rinitis alergi, berbagai gangguan dengan penyempitan

jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.1

d) Uji Kulit

Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukan adanya antibodi IgE spesifik

dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang

positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.2

e) Foto Dada

Page 14: F5 Dr Resyana

14

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi

saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru

atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum,

atelektasis, dan lain-lain.2

f) Pemeriksaan Eosinofil Total

Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan

hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik.

Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan

cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.2

II.8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding asma antara lain:

1. Bronkitis kronik

2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

3. Emfisema paru

4. Gagal jantung kiri akut

5. Emboli paru1,2

II.9. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

ada kendala dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru se-optimal mungkin

4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversibel

7. Mencegah kematian karena asma.1

Page 15: F5 Dr Resyana

15

Gambar 7. Strategi untuk menghindari alergen dan polutan3

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa

asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas

yang menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat

episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan

yang dapat dilaksanakan, bermanfaat, aman, dan terjangkau dari segi harga.

Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan program penatalaksanaan

asma, yang meliputi 7 komponen:

1. Edukasi

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

6. Kontrol secara teratur

7. Pola hidup sehat1

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala

obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol

asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma

Page 16: F5 Dr Resyana

16

terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang

termasuk obat pengontrol:

I. Kortikosteroid inhalasi

Merupakan pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan-berat)

Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti

kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas.

Semua efek samping tersebut dapat dicegah dengan penggunaan spacer,

atau mencuci mulut dengan berkumur-kumur dan membuang keluar

setelah inhalasi.1

Penggunaan spacer dapat menurunkan bioavailabilitas sistemik dan

mengurangi efek samping sistemik untuk semua glukokortikosteroid

inhalasi.1

Gambar 8. Dosis glukokortikosteroid inhalasi untuk dewasa dan anak > 5 tahun3

II. Kortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral.

Digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat

(setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas

mengingat risiko efek sistemik.

Page 17: F5 Dr Resyana

17

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memberikan steroid oral:

1. Gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena

mempunyai efek mineralkortikoid minimal, waktu paruh pendek

dan efek striae pada otot minimal

2. Bentuk oral, bukan parenteral

3. Penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari

Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid oral parenteral

jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal

pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan

kelemahan otot.

III. Kromolin (Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium)

Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.

Dapat memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan

hiperresponsif jalan napas walau tidak se-efektif

glukokortikosteroid inhalasi.

Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak

enak saat melakukan inhalasi.

IV. Metilsantin (Teofilin/Aminofilin)

Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada

serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral

diberikan bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat.

V. Agonis beta-2 kerja lama (Formoterol/Salmoterol)

Mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan

mukosiliar, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan

memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan

harian dengan glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki gejala,

menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat (pelega) dan

menurunkan frekuensi serangan asma.

VI. Leukotrien modifiers

Merupakan obat anti-asma yang relatif baru dan pemberiannya

melalui oral.

Sebagai terapi tambahan, leukotrien modifiers tidak se-efektif

agonis beta-2 kerja lama

Monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan

Page 18: F5 Dr Resyana

18

gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk, tidak memperbaiki

inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperresponsif jalan napas.

Yang termasuk pelega adalah:

I. Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,

dan prokaterol.

Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi

mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak

ada.

Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat

bermanfaat sebagai pra-terapi pada exercise-induced asthma.

Diperlukan untuk mengatasi gejala

Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap hari adalah pertanda

perburukan asma dan menunjukan perlunya terapi anti-inflamasi.

II. Kortikosteroid sistemik

III. Anti-kolinergik

Pemberiannya secara inhalasi

Onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek

maksimum

Tidak berpengaruh terhadap inflamasi

Disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan

agonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal

serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurang respons

dengan agonis beta-2 saja, sehingga dicapai efek bronkodilatasi

maksimal.

Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang

IV. Aminofilin

V. Adrenalin

Dapat digunakan sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang

sampai berat, bila tidak tersedia agonis beta-2, atau tidak respons

dengan agonis beta-2 kerja singkat.1

Page 19: F5 Dr Resyana

19

Tabel 3. Pengobatan Asma Sesuai Berat Asma1

Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila

dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat

Asma

Medikasi pengontrol

harian

Alternatif/Pilihan lain Alternatif lain

Asma

Intermit

en

Tidak perlu - -

Asma

Persiste

n

Ringan

Glukokortikosteroid

inhalasi (200-400 mg

BB/hari)

Teofilin lepas

lambat

Kromolin

Leukotriene

modifiers

-

Asma

Persiste

n

Sedang

Kombinasi inhalasi

Glukokortikosteroid

(400-800 mg BB/hari)

dan agonis beta-2 kerja

lama

Glukokortikoster

oid inhalasi

(400-800 mg

BB) ditambah

teofilin lepas

lambat, atau

Glukokortikoster

oid inhalasi

(400-800 mg

BB) ditambah

agonis beta-2

kerja lama oral,

atau

Glukokortikoster

oid inhalasi dosis

tinggi (<800 mg

BB), atau

Glukokortikoster

oid inhalasi

(400-800 mg

BB) ditambah

leukotriene

modifiers

Ditamba

h agonis

beta-2

kerja

lama

oral,

atau

Ditamba

h teofilin

lepas

lambat

Asma

Persiste

n Berat

Kombinasi inhalasi

Glukokortikosteroid (>

800 mg/BB) dan agonis

beta-2 kerja lama,

ditambah ≥ 1 di bawah

ini:

- Teofilin lepas

lambat

- Leukotriene

Prednisolon/metilpredni

solon oral selang sehari

10 mg ditambah agonis

beta-2 kerja lama oral,

ditambah teofilin lepas

lambat

Page 20: F5 Dr Resyana

20

modifiers

- Glukokortikoster

oid oral

Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling

tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi

seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol.

Indikator asma tidak terkontrol

1. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma

2. Kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat, ke dokter karena serangan akut

3. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau

exercise-induced asthma)1.

Hubungan pasien-dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi

kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Sistem penanganan asma mandiri

membantu penderita memahami kondisi kronik dan bervariasinya keadaan

penyakit asma. Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu merah,

kuning, dan hijau. Zona-zona ini disebut sebagai pelangi asma.

Tabel 4. Pelangi Asma

Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri

Hijau

Kondisi baik, asma terkontrol

Tidak ada/gejala minimal

APE: 80-100% nilai dugaan/terbaik

Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan.

Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan

turunkan terapi

Kuning

Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan

akut/eksaserbasi

Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi,

dada terasa berat baik saat aktivitas maupun istirahat) dan/ atau APE

60-80% prediksi/ nilai terbaik

Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi

Merah

Berbahaya

Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari

APE < 60% nilai dugaan/terbaik

Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan

yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada

respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit.

Page 21: F5 Dr Resyana

21

Tabel 5. Klasifikasi berat serangan Asma Akut1

Gejala dan

Tanda

Berat Serangan Akut Keadaan

Mengancam

Jiwa

Ringan Sedang Berat

Sesak

napas

Berjalan Berbicara Istirahat

Posisi Dapat tidur

terlentang

Duduk Duduk

membungku

k

Cara

berbicara

Satu kalimat Beberapa

kata

Kata demi

kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk,

gelisah,

kesadaran

menurun

Frekuensi

napas

< 20/menit 20-

30/menit

>30 menit

Nadi < 100 100-120 >120 Bradikardia

Pulsus

Paradoksus

- 10mmHg +/- 10-

20mmHg

+ >25mmHg -

Otot bantu

napas dan

retraksi

suprasterna

l

- + + Kelelahan otot

Torakoabdomin

al paradoksal

Mengi Akhir ekspirasi

paksa

Akhir

ekspirasi

Inspirasi dan

ekspirasi

Silent chest

APE >80% 60-80% <60%

PaO2 >80mmHg 80-

60mmHg

<60mmHg

PaCO2 <45mmHg <45mmH

g

>45mmHg

SaO2 >95% 91-95% <90%

Page 22: F5 Dr Resyana

22

Gambar 8. Algoritme Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit1

Kontrol Teratur

Page 23: F5 Dr Resyana

23

Pola Hidup Sehat

Meningkatkan kebugaran fisik

Berhenti merokok

Self hygiene

II.10. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

Page 24: F5 Dr Resyana

24

BAB III

DESKRIPSI KASUS

III.1. Identitas Pasien

Pasien

Nama : An. R.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 9 tahun

Pendidikan : Sekolah Dasar

Agama : Islam

Alamat : Susukan, Petung, RT 03 RW 01, Ungaran Barat,

Semarang

Tanggal Kunjungan : 7 November 2014

Orang Tua

Nama Ayah : Tn.T.S.

Nama Ibu : Ny. S.R.

Umur Ayah : 46 tahun

Umur Ibu : 44 tahun

Pekerjaan Ayah : Buruh pabrik, serabutan

Pekerjaan Ibu : Buruh cuci, jualan snack ringan

Pendapatan Ayah : Rp 1.500.000,00 (tidak pasti)

Pendidikan Ayah : SMP

Pendidikan Ibu : SD

Agama Ayah : Islam

Agama Ibu : Islam

Alamat : Susukan, Petung, RT 03 RW 01, Ungaran Barat,

Semarang

Page 25: F5 Dr Resyana

25

III.2. Anamnesis

Keluhan Utama :

o Pasien datang dengan keluhan batuk sejak 1 hari sebelum datang

ke Puskesmas.

Riwayat Penyakit Sekarang :

o Satu (1) hari sebelum periksa ke Puskesmas, pasien mengeluhkan

batuk (+), dahak (+) warna putih kental, sesak (+), mual (+),

muntah (+) 1x yang keluar berupa dahak warna putih kental, nyeri

telan (+), pilek (-), keringat malam hari (-), penurunan berat badan

(-), demam (-). BAB dbn, BAK dbn.

Riwayat Penyakit Dahulu :

o Pasien belum pernah batuk dengan sesak seperti ini sebelumnya.

Riwayat Hipertensi (-), DM (-), Asthma (-), Alergi (+) nanas.

Riwayat Penyakit Keluarga :

o Riwayat Hipertensi (-), DM (-), Asthma (+) yaitu ayah pasien,

Alergi (+) telur pada kakak laki-laki pertama.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

o Pasien tinggal bersama dengan ayah, ibu dan satu kakak laki-

lakinya di rumah kontrakan dengan ukuran ± 4 m x 6 m, 1 KM,

1KT, dinding tembok, lantai semen, atap genteng, sirkulasi udara

kurang dan pencahayaan kurang. Sumber air dari sumur bersama

tetangga lain, tidak punya binatang peliharaan namun sekitar

rumah ada tetangga yang memelihara ayam di dalam kandang.

o Pendapatan keluarga ± Rp 1.500.000 yang diaku orang tua pasien

jumlahnya tidak tetap.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

o Antenatal Care : periksa di bidan 7x, ada keluhan mual dan muntah

sampai tidak dapat melakukan aktivitas harian yang biasa

(kemungkinan ada Hiperemesis Gravidarum), minum suplemen

penambah darah (+), vaksinasi TT 2x, penambahan berat badan

saat hamil ± 7 kg. Keluhan lain selama kehamilan (-).

Page 26: F5 Dr Resyana

26

o Natal Care : Lahir bayi laki-laki dari ibu berusia 35 tahun, P4A0 di

bidan. Usia kehamilan dikatakan cukup bulan. Bayi lahir langsung

menangis, BB 3000 gr, air ketuban jernih. Asfiksia (-), sianosis (-),

kuning (-). Perdarahan pada Ibu (-).

o Post Natal Care : tidak ada keluhan.

Silsilah Keluarga :

Riwayat Imunisasi : Lengkap sesuai jadwal

Riwayat Makanan :

o 0-6 bulan : ASI

o 6-12 bulan : ASI, bubur tim, nasi dan lauk sayur yang dihaluskan

o >12 bulan : makan biasa seperti orang dewasa.

Riwayat Perkembangan : tidak ada keterlambatan dalam perkembangan.

Page 27: F5 Dr Resyana

27

III.3. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : compos mentis

Keadaan Umum : baik

Status Gizi

o TB : 122 cm

o BB : 20 kg

o IMT : 13,4 kg/m2

o Berdasarkan BMI-for-age CDC

Page 28: F5 Dr Resyana

28

o Berdasarkan height-for-age dan weight-for-age dari CDC

Page 29: F5 Dr Resyana

29

o Berdasarkan Kartu KMS

o Kesimpulan Tabel Pertumbuhan

CDC BMI-for-age : di bawah persentil ke-5

CDC Weight-for-age : di bawah persentil ke-5

CDC Heigth-for-age : di bawah persentil ke-5

TB//U = -2 < z < +2 (normal)

BMI//U = -3< z < -2 (wasted)

KMS : di atas garis merah sedikit dan di area kuning (Gizi

Kurang)

Tanda-tanda Vital

o Tekanan Darah : 100/70 mmHg

o Nadi : 105 x/ menit, reguler, isi cukup

o RR : 38 x/ menit, reguler

Page 30: F5 Dr Resyana

30

o Suhu : 37 ºC

Status Generalisata

o Kepala : normocephal, konjunctiva pucat (-), sklera ikterik

(-)

o Hidung : tidak ada cairan keluar, napas cuping hidung (+)

o Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak merah

o Leher : tidak tampak pembesaran

o Thorax

Paru-paru

I : simetris, KG (-/-), retraksi (+/+)

P : pengembangan dada simetris, NT (-), fremitus

(↑/↑)

P : sonor (+/+)

A : vesikuler (↑/↑), RBK (+/+), wheezing (+/+)

Jantung

I : ictus kordis tak tampak

P : ictus cordis teraba di SIC V LMCS

P : kesan konfigurasi jantung normal, kardiomegali

(-)

A : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

o Abdomen :

I : datar

A : peristaltik (+), frekuensi dbn

P : timpani 13 titik

P : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

o Ekstremitas : Edema (-) di keempat ekstremitas, akral hangat,

WPK < 2”, sianosis (-), tanda inflamasi (-), gerak dalam batas

normal.

III.4. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

Page 31: F5 Dr Resyana

31

III.5. Diagnosis Kerja

1. Asthma bronkial

2. Gizi Kurang

III.6. Manajemen Kasus

1. Tab. Salbutamol 3 x 2 mg

2. Tab. Ambroxol 3 x 15 mg (1/2 tablet)

3. Tab. Amoxicilin 3 x 375 mg (3/4 tablet)

4. Edukasi gizi dan konsultasi gizi

5. Rujuk ke Rumah Sakit untuk nebulisasi

III.7. Edukasi

1. Pasien diedukasi mengenai penyakit asthma baik dari faktor risiko,

penyebab, faktor pencetus, penanganan pertama jika terjadi

serangan, bagaimana tanda dan gejala serangan asthma dari yang

paling ringan sampai yang paling berat, apa yang harus dilakukan

saat pengobatan pertama tidak berhasil.

2. Pasien juga diedukasi tentang makanan yang mungkin dapat

mencetuskan alergi seperti kacang, susu, telur, ikan.

3. Pasien dijelaskan bahwa dengan adanya infeksi di saluran

pernapasan, atau radang di teggorokan dapat menyebabkan

serangan asthma.

4. Pasien dijelaskan juga cara pencegahan asthma dengan olahraga

renang.

5. Pasien juga diedukasi mengenai pola makan yang baik agar berat

badannya naik dan tidak menjadi gizi kurang.

Page 32: F5 Dr Resyana

32

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. Pembahasan Kasus

Pada pasien ini, didapatkan wheezing pada kedua lapang paru sehingga

didiagnosis sebagai asthma bronkial. Ditemukan juga ronki basah kasar di kedua

lapang paru, sehingga diagnosis pneumonia dapat juga dimasukkan, akan tetapi,

pasien tidak demam, sehingga lebih dipilih diagnosis asthma bronkial. Pada

pasien juga didapatkan retraksi dinding dada. Selain itu, setelah dianamnesis lebih

lanjut didapatkan informasi bahwa ayah pasien memiliki asthma juga.

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami batuk dan sesak nafas seperti ini

sehingga pasien dan orang tua pasien periksa ke Puskesmas. Pada pasien

didapatkan peningkatan frekuensi napas dan denyut nadi yang mungkin

disebabkan oleh sesak yang dirasakan pasien. Pasien kemudian dikelola sebagai

pasien asthma.

Pada pemeriksaan selanjutnya, didapatkan berat badan pasien

dibandingkan dengan tingginya termasuk dalam garis kuning dalam KMS. Jika

menggunakan tabel CDC, pasien masuk ke area gizi buruk, namun dipilih yang

KMS karena sesuai dengan keadaan anak-anak Indonesia. Oleh karena itu, pasien

juga didiagnosis sebagai Gizi Kurang dan dikonsultasikan ke gizi.

Pasien diberikan obat untuk sementara dan kemudian dirujuk ke rumah

sakit untuk menerima perawatan yang lebih lanjut berupa nebulisasi. Obat

sementara yang diberikan adalah Cefadroxil, Ambroxol, dan Salbutamol. Selain

itu, pasien diedukasi untuk datang lagi dan kontrol gizi agar berat badan dapat

naik untuk menuju berat badan ideal.

IV.2. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dilakukan saat pasien datang untuk kontrol ke Puskesmas, akan

tetapi karena pasien memiliki alamat yang di luar wilayah Puskesmas Ungaran,

pasien telah diedukasi untuk tetap memeriksakan diri ke Puskesmas Leyangan.

Telah dilakukan kunjungan rumah pasien dan dilakukan evaluasi berupa

anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang dan didapatkan berat badan pasien

bertambah 1 kg, keluhan sesak (-), batuk (-), pilek (-), dan saat diperiksa paru-

parunya sudah tidak ditemukan wheezing maupun ronki basah basal. Selain itu,

dilakukan evaluasi Faktor Risiko Asthma pada pasien dengan melihat lingkungan

tempat tinggalnya melalui keliling rumah dan wawancara.

Faktor Risiko Asthma pada Pasien

Faktor Pejamu

Predisposisi Genetik Ayah dan Kakek kandung pasien

asthma

Page 33: F5 Dr Resyana

33

Atopi -

Hiperesponsif jalan nafas Hiperesponsif

Jenis Kelamin -

Faktor Lingkungan

Alergen di dalam ruangan

Mite domestik

Alergen binatang

Alergen kecoa

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Ada banyak kecoa

Alergen di luar ruangan

Tepung sari bunga

Jamur (fungi, molds, yeasts)

Tidak ada

Bahan di lingkungan kerja (sekolah)

Asap rokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Tidak ada

Polusi udara

Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara di dalam ruangan

Ada, di luar ruangan berupa tetangga

yang bekerja di bidang mebel dengan

debu serat kayu dan tetangga yang hobi

membakar sampah di sore/pagi hari.

Ayah dan kakak laki-laki pasien

(keluarga) tidak ada yang merokok.

Letak tempat tidur yang berada di

bawah (lantai) sehingga akan mudah

sekali untuk menyimpan debu.

Alas duduk di ruag keluarga yang

menggunakan tikar juga sangat mudah

sekali untuk menyimpan debu.

Infeksi Pernafasan Pasien menderita batuk pilek

Infeksi Parasit Tidak ada

Status Sosioekonomi Menengah-bawah

Diet dan Obat Tidak ada

Obesitas Tidak ada

Faktor Lingkungan

Mencetuskan eksaserbasi atau menyebabkan gejala-gejala asthma menetap

Alergen di dalam dan di luar ruangan Ada di dalam, kecoa

Polusi udara di dalam dan di luar

ruangan

Ada di luar, asap, debu serbuk serat

kayu

Infeksi pernafasan Batuk

Exercise dan hiperventilasi Tidak ada

Perubahan cuaca Ada

Makanan (pengawet, penyedap, Tidak ada

Page 34: F5 Dr Resyana

34

pewarna makanan)

Ekspresi emosi yang berlebihan Tidak ada

Asap rokok Tidak ada

Iritan (bau parfum, bau-bauan

merangsang, household spray)

Tidak ada

IV.3 Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

No. Permasalahan Intervensi

Faktor Pejamu

1. Predisposisi genetik

Hiperesponsif jalan napas

Tidak dapat dirubah, dijelaskan

kepada penderita dan keluarga bahwa

penyakit asthma merupakan penyakit

bawaah dan bisa dicegah

kekambuhannya.

Menyarankan untuk berolahraga

renang dan senam asthma.

Faktor Lingkungan

1. Kecoa Dijelaskan bahwa kecoa dapat

menyebabkan kekambuhan asthma,

diberitahukan bahwa kecoa dapat

dibasmi jika kebersihan rumah dan

kamar mandi terjaga. Edukasi untuk

pemberian kapur barus di lemari dan

juga kamar mandi. Mengurangi

penggunaan obat semprot pembunuh

kecoa karena juga bersifat iritan bagi

saluran napas penderita.

2. Asap pembakaran sampah dan

debu serbuk serat kayu.

Posisi tempat tidur di bawah dan

penggunaan tikar sebagai alat

duduk di ruang keluarga.

Menutup jendela saat tetangga

tersebut melakukan aktivitasnya.

Mengedukasi penggunaan masker

pernafasan untuk mengurangi polusi

yang masuk.

Menganjurkan untuk menjemur kasur

setiap hari di bawah matahari dan

menepuk-nepuk kasur untuk

mengurangi debu yang menempel.

Menganjurkan untuk membersihkan

tikar untuk duduk dari debu setiap

hari.

3. Infeksi pernafasan Menganjurkan untuk segera

memeriksakan diri bila ada gejala

batuk pilek.

Pasien diedukasi lagi mengenai penyakit asthma, dan diberikan pertanyaan

yang sifatnya mengulang kembali hal-hal yang sudah diberikan saat pasien datang

Page 35: F5 Dr Resyana

35

ke Puskesmas untuk melihat apakah pasien sudah paham dan ingat atau masih

belum jelas dan lupa.

Page 36: F5 Dr Resyana

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Asma di Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006.

2. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC.

Jakarta:Jilid I;404-414.

3. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma

Management and Prevention. Canada, 2012.

4. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

Loscalzo J. 2008. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed.

McGraw Hill.

5. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-

Asthma/Asthma-pathophysiology

Page 37: F5 Dr Resyana

37

LAMPIRAN