brine shrimp lethality test

39
BRINE SHRIMP LETHALITY TEST BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skrining dan fraksionasi fisiologi aktif dari ekstrak tanaman dapat dilakukan uji standar toksisitas akur (jangka pendek). Senyawa yang diduga memiliki aktivitas antikanker, harus diujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan menggunakan larva udang (Arthemia salina Leach) sebagai hewan uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup akurat Lebih dari itu uji larva udang ini juga digunakan untuk pra skrining terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai anti tumor Dengan kata lain, uji ini RINI ANDRIANI NUR FADILLA PIKRI,S.Farm 15020130032

Upload: rinii-andrianii

Post on 09-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

BRINE SHRIMP LETHALITY TEST

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSkrining dan fraksionasi fisiologi aktif dari ekstrak tanaman dapat dilakukan uji standar toksisitas akur (jangka pendek). Senyawa yang diduga memiliki aktivitas antikanker, harus diujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan menggunakan larva udang (Arthemia salina Leach) sebagai hewan uji merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup akurat Lebih dari itu uji larva udang ini juga digunakan untuk pra skrining terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai anti tumor Dengan kata lain, uji ini mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antikanker. Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah analisa secara statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity (WET) untuk menaksir lethalitas sampel effluen. toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Apabila harga LC50 lebih kecil dari 1000 g/ml dikatakan toksik, sebaliknya apabila harga LC50 lebih besar dari 1000 g/ml dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin toksik suatu senyawa.B. Maksud PercobaanMaksud dari percobaan ini adalah untuk melakukan uji toksisitas buah sawo manila (Manilkara zapota) dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).C. Tujuan PercobaanTujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui toksisitas metabolit sekunder dari buah sawo manila (Manilkara zapota) sebagai pengujian pendahuluan anti kanker menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan larva udang Arthemia salina Leach.D. Prinsip percobaan Penentuan efek toksisitas suatu senyawa bahan alam terhadap larva udang (Artemia Salina L) dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dimana dimasukkan 10 ekor larva ke dalam vial yang telah berisi ekstrak etanol sawo manila (Manilkara zapota) dan air laut dengan konsentrasi masing masing 1, 10, 100, dan1000 g. Kemudian diberikan 1 tetes ekstrak ragi sebagai sumber nutrisi. Vial-vial tersebut disimpan ditempat yang cukup mendapat sinar lampu. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan dengan melihat banyaknya jumlah larva udang (Artemia Salina L) yang mati.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Teori UmumSel kanker timbul dari sel tubuh yang normal, tetapi mengalami transformasi atau perubahan menjadi ganas oleh bahan-bahan yang bersifat karsinogen (agen penyebab kanker) ataupun karena mutasi spontan. Transformasi sejumlah gen menjadi gen mutan disebut neoplasma atau tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang pada akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel (Lodish,2000).Kanker dapat menyerang semua bagian tubuh. Berdasarkan organ-organ tubuh yang terserang, dikenal berbagai jenis kanker seperti kanker payudara, kanker mulut rahim, kanker otak, kanker hati, kanker paru-paru, kanker prostat, kanker kulit dan kanker usus (Mangan,2003).Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak murni atau campuran dari beberapa zat aktif, metodespektrofotometer ultraviolet/ infrared, danpolarograftidak dapat dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu dengan bio-assay, dimana aktivitas ditentukan oleh organisme hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut dengan efek suatu standar internasional (Tjay, 2002).Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun, namun dosis tepat merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang adekuat dapat menimbulkan efek farmakoterapeutik (Ganiswarna, 2007).Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat racun, Paracelsus) (Tjay, 2002).Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui pemantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang diberikan. Untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti antibiotika aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan besar akan terjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat (Kee, 1996).Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi diantaranya(Mustchler, 1991) :a. Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik.b. Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima tubuh dalam jangka waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian menyebabkan terjadinya gejala keracunan.Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik adalah dengan uji toksisitas terhadap larva udang dariArtemia SalinaLeach (Brine ShrimpLethality Test). Metode ini sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Meyer, 1982).Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut jika mempunyai harga LC50kurang dari 1000 g/mL (ppm). LC50(Lethal Concentration50) merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian pada 50 % hewan percobaan yaitu larvaArtemia salinaLeach. Penelitian Meyer (1982), melaporkan bahwa suatu ekstrak menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BSLT jika ekstrak dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50dari ekstrak metanol yang lebih kecil dari 1000 ppm menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai potensi sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai sebagai antikanker. Uji toksisitas terhadap larva udangArtemia salinaLeach atauBrine Shrimp Lethallity Test(BSLT) dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah pada uji sitotoksik (Meyer, 1982).Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal Dose (LD50) atau Median Lathal Concentration (LC50). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau menggunakan media air. Kematian pada hewan percobaan digunakan sebagai pedoman untuk memperkirakan dosis kematian pada manusia (Cassaret, 1975).B. Uraian Bahan1. Ekstrak ragi (Ditjen POM, 1979)Nama resmi: Ekstrak ragiSinonim: Sari ragiPemerian: Kuning kemerahan sampai coklat, bau khas tidak busukKelarutan: Larut dalam air, membentuk larutan kuning sampai coklat, bereaksi asam lemahPenyimpanan: Dalam wadah tertrutup baik.Kegunaan : Sebagai sumber makananArtemia salina2. Etanol (Ditjen POM, 1979)Nama Resmi: AETHANOLUM Nama Lain: Etanol, etil alcohol Rumus molekul: C2H5OHPemerian: Cairan tidak berwarna, jernih, dan mudah menguap, bau khas, rasa panas mudah terbakar dan memberikan nyala biru.Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, dan eter serta dalam kloroform.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahayaKegunaan: Sebagai Pelarut 3. Air Suling (Ditjen POM,1979)Nama resmi: AQUA DESTILLATA Sinonim: Air suling, aquadesRM/BM: H2O / 18,02Rumus bangun : H-O-HPemerian: Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa. Penyimpanan: Dalam wadah tertrutup baik.Kegunaan : Sebagai pelarut4. Air Laut (Pramayudi, 2009)Tabel 1. Rata-rata konsentrasi ion pada air laut (Brown et al 1989)

IonParts per thousand by weight

Chloride, Cl-18.98

Sodium, Na+10.556

Sulphate, SO42-2.649

Magnesium, Mg2+1.272

Calcium, Ca2+0.400

Potassium, K+0.380

Bicarbonate, HCO3-0.140

Bromide, Br-0.065

Borate, H2BO3-0.026

Srontium, Sr2+0.013

Fluoride, F-0.001

Komposisi :Rata-rata konsentrasi garam-garam terlarut di air laut berkisar 3.5%, namun konsentrasi tersebut tergantung pada lokasi dan laju evaporasi.C. Uraian Tumbuhan1. Ekstrak sawo manila (http://plantamor.com)Kingdom: Plantae (Tumbuhan)Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)Sub Kelas: Dilleniidae Ordo: Ebenales Famili:SapotaceaeGenus:ManilkaraSpesies:Manilkara zapota(L.) van Royen2. Morfologi sawo manila (Steenis, 2005)Pohon yang besar dan rindang, dapat tumbuh hingga setinggi 30-40m. Bercabang rendah, batang sawo manila berkulit kasar abu-abu kehitaman sampai coklat tua. Seluruh bagiannya mengandunglateks, getah berwarna putih susu yang kental. Daun tunggal, terletak berseling, sering mengumpul pada ujung ranting. Helai daun bertepi rata, sedikit berbulu, hijau tua mengkilap, bentuk bundar-telur jorong sampai agak lanset, 1,5-7 x 3,5-15cm, pangkal dan ujungnya bentuk baji, bertangkai 1-3,5cm, tulang daun utama menonjol di sisi sebelah bawah. Bunga-bunga tunggal terletak di ketiak daun dekat ujung ranting, bertangkai 12cm, kerapkali menggantung, diameter bunga s/d 1,5cm, sisi luarnya berbulu kecoklatan, berbilangan 6. Kelopak biasanya tersusun dalam dua lingkaran; mahkota bentuk genta, putih, berbagi sampai setengah panjang tabung. Buah buni bertangkai pendek, bulat, bulat telur atau jorong, 3-6 x 38cm, coklat kemerahan sampai kekuningan di luarnya dengan sisik-sisik kasar coklat yang mudah mengelupas, sering dengan sisa tangkai putik yang mengering di ujungnya. Berkulit tipis, dengan daging buah yang lembut dan kadang-kadang memasir, coklat kemerahan sampai kekuningan, manis dan mengandung banyak sari buah. Berbiji sampai 12 butir, namun kebanyakan kurang dari 6, lonjong pipih, hitam atau kecoklatan mengkilap, panjang lk. 2cm, keping biji berwarna putih lilin. Tumbuhan ini dapat diperbanyak denganbijiataupuncangkok.3. Kandungan kimia dan kegunaan (Setiawan, 2006)Daun dan batang sawo manila mengandung flavonoid, disamping itu daun juga mengandung saponin dan batangnya juga mengandung tanin. Beberapa bagian pohon sawo digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk mengatasi diare (tanin yang terkandung padakulit batang), demam (tanin dan biji), dan bahan bedak untuk memulihkan tubuh sehabis bersalin (bunga), Ekstrak daun sawo manila dengan kadar 0,5%, 1%, dan 2% dapat meningkatkan kelarutan batuginjaldangaramkalsiumlainnya. D. Uraian Hewan cobaLarva Udang (Artemia salinaLeach)a. Klasifikasi (Mudjiman, 1998)Filum: ArthopodaDivisio : CrustaceaeSubdivisio: BranchiopodaOrdo : AnostracaFamili : ArtemiidaeGenus : ArtemiaSpecies :Artemia salina Lb. Morfologi (Mudjiman, 1998)Udang (Artemia salina) mengalami beberapa fase hidup, tetapi secara jelas dapat dilihat dalam tiga bentuk yang sangat berlainan, yaitu bentuk telur, larva (nauplii) dan artemia dewasa. Telur yang baru dipanen dari alam berbentuk bulat dengan ukuran 0,2-0,3 mm. Telur yang menetas akan berubah menjadi larva. Telur yang baru menetas ini berukuran kurang lebih 300 . Dalam pertumbuhannya larva mengalami 15 kali perubahan bentuk yang merupakan satu tingkatan hidup, setelah itu berubah menjadi artemia dewasa. Waktu yang diperlukan sampai menjadi artemia dewasa umumnya sekitar 2 minggu. Berbentuk silinder dengan panjang 12-15 mm. Tubuh terbagi atasl bagian kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat 2 tangkai mata, 2 antena dan dua antenula. Dada terbagi atas 12 segmen yang masing-masing mempunyai sepasang kaki renang. Perut ternagi atas 8 segmen. Dapat hidup dalam air dengan suhu 25o-30oC dan pH sekitar 8-9.c. Uraian tentang Larva (Mudjiman, 1998)Telur-telur yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu 25oC akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah burayak (larva) yang juga dikenal dengan istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Burayak tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III, demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu berubahlah mereka menjadi artemia dewasa.Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkat Instar I bentuknya bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron (0,4 mm) dan beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu, mereka masih belum perlu makanan.Anggota badannya terdiri dari sungut kecil (antenula atau antena I dan sepasang sungut besar (antenna II). Dibagian depan diantara kedua sungut kecilnya terdapat bintik merah yang tidak lain adalah mata naupliusnya (oselus). Dibelakang sungut besar terdapat sepasang mandibula (rahang) dan rudimenter kecil. Sedangkan dibagian perur (ventral) sebelah depan terdapatlah labrum.Pada pangkal sungut besar (antena II) terdapat bangunan seperti duri yang menghadap ke belakang (gnotobasen seta) bangunan ini merupakan cirri khusus untuk membedakan burayak instar I, instar II dan instar III. Pada burayak instar I (baru menetas) gnotobasen setanya masih belum berbulu dan juga belum bercabang.Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II. Lebih lama lagi akan berubah menjadi instar III.Pada tingkatan II, gnotobasen setanya sudah berbulu tapi masih belum bercabang. Sedangkan pada instar III, selain berbulu gnotobasen seta tersebut sudah bercabang II.Pada tingkatan instar II, burayak mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai mencari makan, bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya dengan cara menggerak-gerakkan antena II-nya. Selain itu untuk mengumpulkan makanan antena II juga berfungsi untuk bergerak. Tubuh instar II dan instar III sudah lebih panjang dari instar I.Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata nauplius mulai terbentuk sepasang mata majemuk. Mula-mula masih belum bertangkai. Kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi bertangkai. Selain itu, dibagian samping badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur tumbuh tunas kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan kemudian berturut-turut disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan berubah menjadi artemia dewasa.Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata nauplius mulai terbentuk sepasang mata majemuk. Mula-mula masih belum bertangkai. Kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi bertangkai. Selain itu, dibagian samping badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur tumbuh tunas kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan kemudian berturut-turut disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan berubah menjadi artemia dewasa.

BAB IIIMETODE KERJAA. Alat Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Aerator, alu, batang pengaduk, corong, gelas ukur 10ml, kaca arloji, lumping, mikropipet, neraca analitik, pipet skala 1 ml, pipet tetes, seperangkat alat penetasan telur dan Vial.B. BahanAdapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Air laut, air suling, ekstrak ragi, ekstrak sawo manila (Manilkara zapota), etanol dan tween 80.C. Hewan CobaAdapun hewan coba yang di guankan pada praktikum ini adalah Larva udang(Artemia salina L).D. Cara Kerja1. Penyiapan Larvaa. Direndam sebanyak 50 mg telurArtemia salinaLeach dalam wadah yang berisi 250 ml air laut pada pH 8-9b. Diletakkan di bawah cahaya lampu yang telah dilengkapi dengan aerator pada suhu 25oC.c. Didiamkan selama 24 jam sambil terus diamati, telur udang tersebut akan menetap dan menjadi larva. Larva yang telah berumur 48 jam, digunakan sebagai hewan uji aktivitas ketoksikan.2. Penyiapan Bahana. Pembuatan suspensi ragi Disiapkan alat dan bahan Ditimbang ragi0,1mg Ditambahkan dengan10ml air laut lalu diaduk lagi hingga homogen Disimpan ragi tersebut dalam vial dan siap digunakanb. Pembuatan ekstrak sawo manila Disiapkan alat dan bahan Ditimbang ekstrak sawo manila (Manilkara zapota) 0,1 g Dilarutkan dengan 2 tetes tween 80 Dimasukkan ekstrak yang telah ditimbang ke dalam vial Ditambahkan etanol sampai dengan 10 ml Dihomogenkan3. Perlakuan Hewan Cobaa. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakanb. Dipipet larutan stok ekstrak sawo manila (Manilkara zapota) dengan menggunakan mikropipet kedalam masing-masing vial yang berisi sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan yaitu 1 g/ml, 10 g/ml, 100 g/ml dan 1000 g/ml.c. Diuapkan dengan hair dryer.d. Dimasukkan 5 ml air laut lalu kedalam tiap vial ditambahkandimasukkan 10 ekor larva udang (Artemia salinaLeach) dan dicukupkan dengan air laut hingga 10 ml.e. Ditambahkan dengan ragi.f. Dibiarkan selama 1x 24 jamg. Diamatiberapa jumlah larva udang yang mati. h. Dilakukancara diatas denganreplikasi sebanyak 5 kali pada masing-masing konsentrasi.i. Dilakukan juga uji control.

BAB IVDATA PENGAMATANA. PengamatanJenis sampelReplikasiJumlah larva yang mati tiap konsentrasi Konsentrasi air laut

110 100 1000

Ekstrak etanol buah sawo manilla1171090

21610100

321010100

41910100

51810100

Total kematian5064050490

% kematian12%80%100%98%0

% kematian konsentrasi 1 = x 100%= x 100% = 12 %% kematian konsentrasi 10 = x 100= x 100% = 80%% kematian konsentrasi 100 = x 100%= x 100% = 100%% kematian konsentrasi 1000 = x 100%= x 100% = 98%Log konsentrasiProbitXy

XX2YY2

003,8214,590

115,8434,105,84

248,0965,4416,18

397,0549,7021,15

x = 6x2 = 14y = 24,8y2 = 163,83xy = 43,17

Y = a + bxa = = = = 4,409b = = = = 1,194Dimana : LC50 = antilog x, (dimana x= konsentrasi)konsentrasi = antilog xmaka, y = 5y = a + bx y = 4,409+ 1,194x5 = 4,409+ 1,194xx = x = 0.49 Log LC50 = xLC50 = antilog x = antilog 0.49 = 3,09 XMYWMW

0504,4090,55827,9

1505,6030,55827,9

2506,7970,1809

3507,9910,0150,75

Untuk mencari nilai Y Untuk x = 0 y = a + bx = 4,409 + 1,194 . 0 = 4,409 Untuk x = 1 y = a + bx = 4,409 + 1,194 . 1 = 5,603 Untuk x = 2 y = a + bx = 4,409 + 1,194 . 2 = 6,797 Untuk x = 3 y = a + bx = 4,409 + 1,194 . 3 = 7,991 = = = 0,83SE log LC50= = = = 0,102SE LC50 = LC50 + log C10 x SE log LC50= 3,09 x 2,303 x 0,102= 0,72Maka :LC50 = 3,09 0,72 B. PembahasanUji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) merupakan uji toksisitas yang digunakan sebagai uji permulaan untuk mengetahui aktivitas dari suatu zat atau senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak atau suatu isolat murni. Pada umumnya setiap senyawa kimia mempunyai potensi terhadap timbulnya toksisitas berupa gangguan yang berbahaya atau kematian jika diberikan kepada makhluk hidup dalam jumlah tertentu yang melewati batas maksimum penggunaan. LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji. Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa. Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui toksisitas metabolit sekunder dari buah sawo manila (Manilkara zapota) sebagai pengujian pendahuluan anti kanker menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan larva udang Arthemia salina Leach.Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan adalah pra perlakuan yakni menetaskan larva udangArtemia salina Leach,kemudian dibuat ekstrak sawo manila dengan menimbang ekstrak sebanyak 100 mg, kemudian larutkan dengan etanol 10 ml, homogenkan, kemudian ambil larutan tersebut sebanyak 1 ml dan masukkan dalam vial yang telah ditarer dengan konsentrasi 1, 10, 100, dan 1000 g/ml kemudian dicukupkan dengan air laut 10 ml, setelah itu diambil 1 ml dan dimasukkan dalam 20 vial dengan pembagian 5 buah vial dengan konsentrasi 1 g/ml, 5 buah vial dengan konsentrasi 10 g/ml, 5 buah vial dengan konsentrasi 100 g/ml dan 5 buah vial dengan konsentrasi 1000 g/ml, kemudian diuapkan, kemudian diuapkan dengan cara dihadrayer dimasukkan 10 ekor larva udang dan dimasukkan 5 ml air laut tambahkan 1 tetes suspensi ragi, tutup dengan alumunium voil dan lubangi kemudian letakkan dibawah cahaya lampu selama 124 jam dan amati berapa larva yang mati.Pada praktikum kali ini larva udang yang digunakan yaitu jenis Artemia salina yang telah berumur 48 jam dengan proses pembenihan telur udang yang digunakan adalah sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan dalam air garam dengan kadar 38% (38 gram dalam 1 liter air) hal ini dilakukan sebagai simulasi dari habitat asli udang yaitu air laut (air garam). Alasan digunakannya larva udang pada praktikum kali ini adalah karena larva udang merupakan general bioassay yang mana semua zat dapat menembus masuk ke dalam tubuh larva melalui dinding sel. Efek toksik dapat diketahui atau diukur dari jumlah kematian larva karena pengaruh bahan uji. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak buah sawo manila yang dibuat larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu mulai dari 1000, 100, 10 dan 1 g/ml. Hal ini bertujuan untuk mengetahui LC50 dari ekstrak yang digunakan dengan berbagai konsentrasi. Larutan-larutan uji tersebut (1, 10, 100, dan 1000 g/ml) dibuat masing-masing 5 replikasi agar didapat data statistik yang baik. Dan pada semua larutan uji tersebut larva hidup yang dimasukkan harus sama banyaknya, yaitu 10 ekor, dengan tujuan untuk memudahkan pengukuran dan penghitungan hasil. Pengambilan larva harus dilakukan dengan amat sangat teliti, karena ukuran larva sangat kecil, dan semua larva yang dimasukkan ke dalam larutan uji haruslah larva yang berada dalam keadaan hidup.Adapun hasil pengujian terhadap ekstrak etanol buah sawo manila (Manilkara zapota) disimpulkan bahwa konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang (Artemia salina L) adalah LC50 = 3,09 0,72 . sehingga dapat dikatakan ekstrak buah sawo manila (Manilkara zapota) pada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan hewan coba larvaArtemia salinaLeach. Sesuai penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker maka daun mengkudu dapat dilanjutkan penelitiannya sebagai obat anti kanker di masa yang akan datang.

BAB VPENUTUPA. KesimpulanDari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil LC50 (konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang Artemia salina L) adalah 3,09 0,72 sehingga dapat dikatakan ekstrak etanol sawo manila (Manilkara zapota) pada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut.B. SaranSebaiknya asisten mengawasi, membimbing dan menemani praktikan saat praktikum.

DAFTAR PUSTAKACassaret, L. J. and Doull, J. 1975.Toxicology: The Basic Science of Poisons.MacMillan Publishing Co., Inc. New York.

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta

Ganiswara, Gunawan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC: Jakarta.

Lodish, H dkk. 2000.Molecular Cell Biology, 5th ed. WH Freeman:New York.

Mangan, Y. 2003.Cara Bijak Menaklukkan Kanker. Agromedia Pustaka Jakarta.

Mayer et al. 1982. Deteksi toksisitas Kanker.http://cis/. nci. nih. gov/ fact/3-62 htm. Dikunjungi pada 8Mei 2015, pukul 23:00 wita.

Mudjiman, A. 1998.Udang Renik Air Asin. Bhrata Karya Aksara:Jakarta.

Mutschler. E., 1991.Dinamika Obat. ITB : Bandung

Prama yufdi, Achmadi jumberi. 2009. Pemanfaatan hara air laut untuk kebutuhan tanaman.

Steenis, van. 2005. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta..Setiawan, Dalimartha, 2006,Atlas Tumbuhan Obat Indonesia,Jilid I,Trubus Agriwidya, Jakarta.

Tjay, Tan, dkk. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

http://www.plantamor.com,dikunjungi pada 08 Mei 2015, pukul 02:00 wita

LAMPIRANA. Skema Kerjaa. Penetasan Larva

b. Pengujian

B. GambarGambar 5 replikasi dari larutan 100 g/ml

RINI ANDRIANINUR FADILLA PIKRI,S.Farm15020130032