analisis pengaruh penggunaan brine dan … 20090304.pdf · hanya timbul di zona dengan...

16
JTM Vol. XVI No. 3/2009 167 ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN BRINE DAN NANOFERROFLUIDS TERHADAP FAKTOR PEROLEHAN PADA HEAVY OIL MELALUI PEMANASAN INDUKSI ELEKTROMAGNETIK Sudjati Rachmat 1 , Revia Nanda Putra 1 Sari Heavy oil merupakan minyak yang sangat berat dengan viskositas yang tinggi sehingga sangat sulit untuk mengalir ke permukaan. Padahal potensi heavy oil ini sangat besar sekali di dunia yaitu sekitar lebih dari dua kali potensi minyak konvensial (light oil). Untuk itu, keberadaan metode yang efektif dan ekonomis dalam membantu memproduksikannya ke permukaan sangat diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan minyak global. Pemanasan induksi elektromagnetik telah menjadi metode yang cukup menjanjikan saat ini dengan mampu menghasilkan panas secara langsung di dalam reservoir tanpa adanya proses pembakaran. Namun , metode ini hanya bekerja dengan baik pada materi berkonduktivitas tinggi. Karena heavy oil memilki konduktivitas yang rendah maka digunakan brine dan nanoferrofluids sebagai stimulan dalam percobaan ini. Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan beberapa stimulan terhadap perolehan minyak dengan menggunakan pemanasan induksi elektromagnetik. Selain itu juga akan dibandingkan perolehan heavy oil- nya pada berbagai konsentrasi brine yang berbeda. Hasil percobaan menunjukan bahwa core dengan 50 derajat salinitas brine memberikan perolehan yang paling besar yaitu sebesar 42 % dan 38 %. Sedangkan brine dengan 30 derajat salinitas memiliki perolehan sebesar 17-18 % dan yang paling rendah adalah brine dengan 20 derajat salinitas yang hanya mencapai 6 % dan bahkan ada yang 0 %. Dengan ditambahkannya nanoferrofluid ke dalam core mampu meningkatkan perolehan pada sampel heavy oil. Peningkatan terbesar terjadi pada core dengan brine 20 derajat salinitas yaitu terjadi peningkatan sebesar 34-40 %. Kata kunci : pemanasan induksi, brine, nanoferrofluids, heavy oil, faktor perolehan Abstract Heavy oil is kind of oil that have high viscosity so it is difficult to move to the surface. In fact, the potential of heavy oil is very huge in the world is about more than twice the potential of conventional oil . Therefore, it need some method which effective and economical to be applied in order to meet the global demands. Recently, induction heating has been promising method because of the ability to generate heat direcly without any combustion process in the reservoir. Yet, this kind of heating just work well on materials that have high conductivity and in contrary heavy oil has low conductivity. So, it is used brine and nanoferrofluids as a stimulant in this experiment.The main purpose of this experiment is to investigate the effect of using some stimulan toward recovery factor of heavy oil using induction heating. Beside that, also will be compared the recovery factor among some kind salinity degree of brine.The result of this experiment showed that cores with 50 degree of salinity brine give the highest recovery factor that is about 42 % dan 38 %. Meanwhile, brine with 30 degree of salinity has the recovery factor about 17-18 % and the lowest is brine with 20 degree of salinity which get recovery factor about 6% and even 0% . The existence of nanoferrofluids inside the core causes increasing the recovery factor of heavy oil. The largest increase occurred in the core with 20 degree of salinity brine which is an increase of 34-40 %. Keywords: induction heating, brine, nanoferrofluids, heavy oil, recovery factor 1) Program Studi Teknik Perminyakan ITB Email : [email protected]. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebutuhan dunia akan konsumsi minyak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi global. Untuk itu para pelaku industri perminyakan harus terus berupaya untuk bisa memenuhi tuntutan tersebut. Namun permasalahannya adalah produksi minyak dibatasi oleh nilai recovery factor (RF), yaitu suatu ratio yang menunjukan jumlah minyak yang dapat diproduksikan ke permukaan. Nilai ini akan membatasi jumlah minyak yang bisa diproduksikan dengan mekanisme primery recovery-nya. Besar kecilnya nilai perolehan minyak ini sangat bergantung pada karakteristik reservoir dan fluida nya serta jenis driving mechanisme yang membantu memberikan tenaga dorong kepada minyak tersebut untuk mengalir ke permukaan. Untuk bisa meningkatkan produksi kumulatif minyak maka nilai perolehan ini harus ditingkatkan semaksimal mungkin. Caranya adalah dengan mengaplikasikan metode EOR (Enhanced Oil Recovery) pada reservoir tersebut. Prinsipnya dengan memberikan tenaga atau energi luar kepada reservoir sehingga diharapkan tenaga tersebut dapat membantu memberikan dorongan kepada minyak untuk mengalir kepermukaan. Metodenya antara lain: injeksi water, injeksi uap, insitu combustion, surfactant, polimer, MEOR dan sebagainya yang penerapannya tergantung kepada karakteristik reservoir, fluida reservoir dan pertimbangan keekonomian. Heavy oil adalah minyak berat yang memiliki viskositas yang sangat tinggi sehingga sangat sulit

Upload: vumien

Post on 20-May-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

JTM Vol. XVI No. 3/2009

167

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN BRINE DAN

NANOFERROFLUIDS TERHADAP FAKTOR PEROLEHAN PADA

HEAVY OIL MELALUI PEMANASAN INDUKSI

ELEKTROMAGNETIK

Sudjati Rachmat1, Revia Nanda Putra

1

Sari

Heavy oil merupakan minyak yang sangat berat dengan viskositas yang tinggi sehingga sangat sulit untuk mengalir ke

permukaan. Padahal potensi heavy oil ini sangat besar sekali di dunia yaitu sekitar lebih dari dua kali potensi minyak

konvensial (light oil). Untuk itu, keberadaan metode yang efektif dan ekonomis dalam membantu memproduksikannya ke

permukaan sangat diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan minyak global. Pemanasan induksi elektromagnetik telah

menjadi metode yang cukup menjanjikan saat ini dengan mampu menghasilkan panas secara langsung di dalam reservoir

tanpa adanya proses pembakaran. Namun , metode ini hanya bekerja dengan baik pada materi berkonduktivitas tinggi.

Karena heavy oil memilki konduktivitas yang rendah maka digunakan brine dan nanoferrofluids sebagai stimulan dalam

percobaan ini. Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan beberapa stimulan terhadap perolehan

minyak dengan menggunakan pemanasan induksi elektromagnetik. Selain itu juga akan dibandingkan perolehan heavy oil-

nya pada berbagai konsentrasi brine yang berbeda. Hasil percobaan menunjukan bahwa core dengan 50 derajat salinitas

brine memberikan perolehan yang paling besar yaitu sebesar 42 % dan 38 %. Sedangkan brine dengan 30 derajat salinitas

memiliki perolehan sebesar 17-18 % dan yang paling rendah adalah brine dengan 20 derajat salinitas yang hanya

mencapai 6 % dan bahkan ada yang 0 %. Dengan ditambahkannya nanoferrofluid ke dalam core mampu meningkatkan

perolehan pada sampel heavy oil. Peningkatan terbesar terjadi pada core dengan brine 20 derajat salinitas yaitu terjadi

peningkatan sebesar 34-40 %.

Kata kunci : pemanasan induksi, brine, nanoferrofluids, heavy oil, faktor perolehan

Abstract

Heavy oil is kind of oil that have high viscosity so it is difficult to move to the surface. In fact, the potential of heavy oil is

very huge in the world is about more than twice the potential of conventional oil . Therefore, it need some method which

effective and economical to be applied in order to meet the global demands. Recently, induction heating has been promising

method because of the ability to generate heat direcly without any combustion process in the reservoir. Yet, this kind of

heating just work well on materials that have high conductivity and in contrary heavy oil has low conductivity. So, it is used

brine and nanoferrofluids as a stimulant in this experiment.The main purpose of this experiment is to investigate the effect of

using some stimulan toward recovery factor of heavy oil using induction heating. Beside that, also will be compared the

recovery factor among some kind salinity degree of brine.The result of this experiment showed that cores with 50 degree of

salinity brine give the highest recovery factor that is about 42 % dan 38 %. Meanwhile, brine with 30 degree of salinity has

the recovery factor about 17-18 % and the lowest is brine with 20 degree of salinity which get recovery factor about 6% and

even 0% . The existence of nanoferrofluids inside the core causes increasing the recovery factor of heavy oil. The largest

increase occurred in the core with 20 degree of salinity brine which is an increase of 34-40 %.

Keywords: induction heating, brine, nanoferrofluids, heavy oil, recovery factor

1) Program Studi Teknik Perminyakan ITB Email : [email protected].

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Kebutuhan dunia akan konsumsi minyak terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring

dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi

global. Untuk itu para pelaku industri perminyakan

harus terus berupaya untuk bisa memenuhi tuntutan

tersebut. Namun permasalahannya adalah produksi

minyak dibatasi oleh nilai recovery factor (RF),

yaitu suatu ratio yang menunjukan jumlah minyak

yang dapat diproduksikan ke permukaan. Nilai ini

akan membatasi jumlah minyak yang bisa

diproduksikan dengan mekanisme primery

recovery-nya. Besar kecilnya nilai perolehan

minyak ini sangat bergantung pada karakteristik

reservoir dan fluida nya serta jenis driving

mechanisme yang membantu memberikan tenaga

dorong kepada minyak tersebut untuk mengalir ke

permukaan.

Untuk bisa meningkatkan produksi kumulatif

minyak maka nilai perolehan ini harus ditingkatkan

semaksimal mungkin. Caranya adalah dengan

mengaplikasikan metode EOR (Enhanced Oil

Recovery) pada reservoir tersebut. Prinsipnya

dengan memberikan tenaga atau energi luar kepada

reservoir sehingga diharapkan tenaga tersebut dapat

membantu memberikan dorongan kepada minyak

untuk mengalir kepermukaan. Metodenya antara

lain: injeksi water, injeksi uap, insitu combustion,

surfactant, polimer, MEOR dan sebagainya yang

penerapannya tergantung kepada karakteristik

reservoir, fluida reservoir dan pertimbangan

keekonomian.

Heavy oil adalah minyak berat yang memiliki

viskositas yang sangat tinggi sehingga sangat sulit

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

168

untuk mengalir. Padahal heavy oil memilki

cadangan yang sangat besar yaitu lebih dua kali

besar dari cadangan minyak biasa (ligh oil).

Biasanya dilakukan injeksi uap dan pembakaran di

tempat (insitu combustion) dalam

memproduksikanya. Namun, dalam penerapannya

sangat tidak efektif dan kurang ekonomis. Untuk

itu diperlukan metoda yang lebih efisien dan

ekonomis untuk menangani minyak berat ini.

Dalam percobaan ini akan digunakan pemanasan

elektrik dengan memanfaatkan prinsip pemanasan

induksi oleh karena adanya garis-garis gaya magnet

di sekitar kumparan berarus listrik. Untuk

meningkatkan konduktivitas dari core maka akan

digunakan brine dan nanoferrofluids sebagai

stimulan.

1.2 Tujuan Adapun tujuan percobaan ini adalah:

1. Untuk melihat kemampuan induktor

elektromagnetik dalam memanaskan masing-

masing stimulan

2. Untuk melihat pengaruh penggunaan stimulan

dalam meningkatkan nilai perolehan heavy oil

melalui pemanasan induksi elektromagentik

3. Untuk membandingkan nilai perolehan pada

berbagai brine yang berbeda derajat

salinitasnya dan nilai perolehan dengan

menggunakan nanoferrofluids

1.3 Batasan Penelitian Dalam percobaan ini dibatasi hanya stimulan dan

konsentrasi brine yang akan mempengaruhi

pencapaian nilai perolehan sampel heavy oil.

Stimulan yang digunakan adalah brine dan

nanoferrofluids. Sedangkan brine yang digunakan

ada 3 (tiga) jenis konsentrasi yang berbeda yaitu

brine dengan 50, 30, dan 20 derajat salinitas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan EOR

Enhanced Oil Recovery atau Peningkatan

Perolehan Minyak Tingkat Lanjut adalah

perolehan minyak yang berasal dari salah satu atau

beberapa metode pengurasan yang menggunakan

energi luar reservoir. Energi yang dipakai adalah

salah satu atau gabungan dari energi mekanik,

energi kimiawi dan energi panas (Siregar, 2000).

Tujuannya adalah untuk membantu meningkatkan

perolehan minyak setelah driving mechanism yang

bekerja pada reservoir tersebut sudah tidak mampu

lagi dalam memberikan tenaga untuk mendorong

minyak ke permukaan.

Jenis-jenis metodenya (Siregar, 2000)

adalah:

1. Injeksi tak bercampur, seperti injeksi air dan

injeksi gas

2. Injeksi tak tercampur, seperti injeksi gas CO2,

injeksi gas tak reaktif, injeksi gas diperkaya

dan injeksi gas kering

3. Injeksi kimiawi, seperti injeksi alkalin, injeksi

polimer, dan injeksi surfactant

4. Injeksi termik,seperti injeksi air panas, injeksi

uap dan pembakaran di tempat.

Proses pemilihan metode tersebut sangat

tergantung pada faktor-faktor berikut

(Siregar,

2001):

• Karakteristik reservoir

• Mekanisme pendorong

• Cadangan minyak tersisa

• Viskositas minyak

Khusus untuk minyak berat (heavy oil) dilakukan

thermal recovery dalam membantut meningkatkan

nilai RF-nya. Pada prinsipnya thermal recovery ini

memanfaatkan energi panas dalam menurunkan

viskositas heavy oil. Sehingga dengan penurunan

viskositas akan membuat heavy oil lebih mudah

untuk diproduksikan ke permukaan.

Thermal recovery ada dua jenis metode

(www.pdoc.com)

a. Steam processes

• Huff and puff

Metode ini membutuhkan injeksi uap panas

kedalam reservoir untuk menurunkan

viskositas dari minyak. Uap panas di

injeksikan langsung melalui sumur produksi.

Proses memanaskan minyak disekitar lubang

sumur menggunakan prinsip konduksi

sehingga untuk bisa memanaskan minyak

dalam skala reservoir membutuhkan waktu

tertentu. Untuk itu selama proses ini

berlangsung maka sumur di tutup sementara

waktu. Setelah beberapa hari maka sumur bisa

dibuka kembali untuk selanjutnya minyak

diproduksikan ke permukaan. Metode ini

hanya mampu mencapai RF sebesar 20% dari

IOIP.

• Steamflood

Metode ini membutuhkan injeksi uap secara

kontiniu melalui sumur injeksi. Metode ini

sangat cocok untuk reservoir yang memiliki

permeabilitas yang bagus dan sangat

direkomendasikan untuk yang tidak memiliki

dual porosity seperti adanya fracture karena

hal ini akan mengakibatkan uap yang

diinjeksikan akan dengan mudah mengalir ke

sumur produksi sehingga tidak cukup untuk

memanaskan minyaknya. Saat diinjeksikan ke

dalam reservoir maka uap tersebut akan

membentuk “bank” yang bergerak menyebar

menjauhi sumur injeksi menuju sumur

pruduksi. Dan perlahan akan mengalami

kondensasi membentuk hot water yang akan

membentu menurunkan viskositas minyak

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

169

sehingga lebih mudah untuk mengalir.

Dibelakang “bank” ini akan terbentuk juga

akan terbentuk oil bank yang besama-sama

akan bergerak menuju sumur produksi.

b. In situ combustion

Metode ini membutuhkan pembakaran beberapa

minyak di dalam reservoir untuk menciptakan uap

panas dan gas. Metode ini direkomendasikan untuk

reservoir dengan permeabilitas yang besar.

Prosedurnya dengan menurunkan pemantik ke

dasar sumur injeksi dan oksigen diinjeksikan untuk

membantu menciptakan pembakaran. Akibat dari

pembakaran yang terjadi maka minyak yang tidak

terbakar akan menjadi lebih mobile karena

penurunan viskositas. Dan steam yang terbentuk

akibat dari pembakaran ini juga membantu

mendorong minyak menuju sumur produksi.

Sedangkan gas yang terbentuk akan bekerja

sebagaimana solution gas drive mechanisme

membantu memberikan tenaga dorong bagi

minyak.

2.2 Pemanasan Induksi Elektromagnetik Metode pemanasan listrik telah menjadi alternatif

baru dalam membantu memproduksikan heavy oil

ke permukaan. Prinsip metode ini sangat sederhana

yaitu dengan merubah energi listrik menjadi energi

panas di dalam reservoir. Energy panas yang

terbentuk akan dimanfaatkan untuk memanaskan

heavy oil agar viskositasnya menjadi lebih rendah.

Adapun sumber tenaga listriknya berupa arus bolak

balik (AC) atau arus langsung (DC) yang berasal

dari permukaan dan ditransmisikan lewat kabel

atau selubung (casing) dalam sumur.

Salah satu metode dalam pemanasan elektrik ini

adalah pemanasan induksi elektromagnetik.

Pemanasan tipe ini memanfaatkan gelombang

elektromagnetik berupa garis-garis medan magnet

untuk memanaskan material yang memiliki

konduktivitas.

Mekanismenya:

• Jika kawat konduktor dibentuk kumparan

dengan dialiri arus AC pada frekuensi tertentu

(induktor) dan di dekatnya diletakkan materi

yang memilki konduktivitas, maka materi

tersebut akan menerima pengaruh gelombang

elektromagnetik dari induktor berupa medan

magnet lalu akibat medan magnet tersebut

akan menghasilkan arus eddy dalam materi

• Setiap materi konduktiv biasanya memiliki

hambatan listrik, dan arus yang mengalir

dalam materi tersebut akan menghasilkan daya

sebesar:

P=I2×R,

dimana P adalah daya, I untuk arus, dan R

untuk hambatan, daya inilah yang keluar

sebagai panas.

Dalam pemanasan induktif electromagnet ini, arus

eddy yang ditimbulkan tidak memerlukan kontak

langsung antara reservoir dan induktor. Panas

hanya timbul di zona dengan konduktivitas tinggi.

Hal ini membuatnya lebih efektif dan menjadi

layak pakai secara ekonomis dan teknis.

Konduktivitas termal adalah kemampuan suatu

material untuk mengantarkan panas yang ditandai

dengan besaran W.K-1

m-1

. Besar kecilnya nilai

konduktivats ini bergantung pada jenis materialnya

(www.engineeringtoolbox.com).

2.3 Heavy Oil Heavy oil adalah tipe crude oil yang sangat viskos

dan sulit untuk mengalir. Derajat API-nya lebih

kecil dari 20 atau lebih besar 0.933 dalam skala

spesifik gravity (www.pdoc.com).

Karekteristik umum heavy oil ini adalah

(www.pdoc.com):

• high specific gravity,

• perbandingan H/C kecil,

• high carbon residu,

• kandungan asphaltine tinggi,

• mengandung metal, sulphur dan nitrogen.

2.4 Brine

Brine merupakan larutan yang dibuat dengan

mencampurkan air dan garam dengan perbandingan

tertentu. Besar kecilnya perbandingan antara air

dan garam akan menentukan dalam derajat salinitas

nya. Semakin tinggi derajat salinitasnya maka

konduktivitasnya akan semakin tinggi.

2.5 Nanoferrofluids

Nanoferrofluid adalah campuran koloid antara

ferromagnetic atau ferrimagnetic pada skala nano.

Partikelnya berukuran 10 nm atau lebih kecil yang

dilapisi surfaktan seperti asam oleic/citric untuk

menghindari aglomerasi dan gaya magnet. Karena

partikelnya yang kecil dan dengan pelapisan itulah

maka nanoferrofluids ini bisa bersifat cairan,

terdispersi dan tidak bersedimentasi

(www.en.wikipedia.org).

Nanoferrofluids bersifat stabil artinya tidak akan

terjadi agglomerasi dan pemisahan fasa pada

medan magnet yang kuat.

Nanoferrofluids mempunyai dua state

(www.en.wikipedia.org):

1. Solid : partikel besi dalam ukuran nano

2. Liquid : air atau minyak.

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam

percobaan ini adalah :

• Induktor elektromagnetik

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

170

• Slim tube apparatus

• Pompa vakum

• Timbangan elektrik

• Jangka sorong

• Stopwatch

• Infrared termometer

• Picnometer

• Gelas ukur

• Gelas kimia

• Tabung reaksi

3.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan:

• Heavy oil

• Brine (50, 30, dan 20 derajat salinitas)

• Nanoferrofluids

• Artificial core

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Pembuatan Larutan Brine

Larutan brine dibuat dengan mencampurkan air

dengan garam berdasarkan perbandingan tertentu

sesuai dengan besarnya derajat salinitas yang

diinginkan. (Lihat Tabel 8 pada lampiran)

NaCl( l ) NaCl( s ) + H2O( l )

Selanjutnya brine dihitung densitasnya dengan

menggunakan picnometer.

Diamana:

� �������� ��� –

����� ����

���� ( 1 )

4.2 Pengukuran Propertis Heavy Oil � Densitas

Untuk mengukur densitas heavy oil digunakan

picnometer yang prosedurnya sama dengan

pengukuran densitas brine di atas

� Viskositas

Viskositas heavy oil diukur dengan

menggunakan Fann VG Meter. Dengan alat ini

didapatkan skala (dial) untuk masing-masing

kecepatan rotor, yaitu 3, 6, 100, 200, 300 dan

600 RPM pada berbagai temperature.

Sehingga didapatkan:

�� ��.���� ��

�.��� � ( 2 )

Keterangan:

�! � "#�� $ "%�� ( 3 )

Keterangan:

4.3 Uji Temperatur

Prosedurnya:

1. Setiap stimulan (brine 20, 30, dan 50 derajat

salinitas serta nanoferrofluids) dimasukan ke

dalam tabung reaksi

2. Setiap tabung reaksi yang sudah berisi masing-

masing stimulan kemudian diletakkan di

tengah lilitan kawat pada induktor

3. Nyalakan induktor elektromagnetik

4. Perubahan suhu pada masing-masing stimulan

diamati setiap 10 detik selama 3 menit dengan

menggunakan infrared thermometer.

4.4 Penentuan RF

1. Pembuatan Artificial Core

Langkah-langkah dalam pembuatan core

adalah sebagai berikut:

1. Siapkan pasir dengan ukuran yang

seragam, dibersihkan dan kemudian

dikeringkan didalam oven

2. Siapkan semen bangunan biasa

3. Siapkan cetakan core dari pipa paralon

dengan diameter 1 inch dan panjang 2,5

inch sebanyak yang dibutuhkan

4. Lapisi bagian dalam cetakan dengan

gemuk

5. Takar berat pasir sesuai kebutuhan

6. Takar berat semen dengan perbandingan

20% dari berat total (pasir+semen)

7. Campurkan dan beri air sedikit-sedikit

sampai adonan tersebeut sudah keliatan

sedikit basah

8. Cetak dalam cetakan

9. Keringkan selama 2 hari

10. Keluarkan core dari cetakan

11. Ratakan bagian atas dan bawah core

12. Oven selama kurang lebih saru hari

13. Catat ukuran core dan berat keringnya

2. Penjenuhan Core

Core yang sudah jadi dijenuhkan dengan

larutan brine selama kurang lebih 24 jam

dengan menggunakan pompa vakum. Setelah

itu dicacat berat basahnya. Kemudian dihitung

porositas core dengan menggunakan metode

liquid saturation.

Dimana:

Ø � �� � �&'�

��('� �&'� ) 100 % ( 4 )

-!./0 ���1�12 3

��� ��

4� �� ( 5 )

-5678 � 9�:;� <

� ( 6 )

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

171

3. Pendesakan Core

Untuk menginjeksikan heavy oil ke dalam

core yang sudah tersaturasi dengan brine

digunakan slim tube apparatus dimana

heavy oil-nya didorong dengan

menggunakan Hg. Brine yang tersisa

didalam core dianggap sebagai residual

water saturation ( Swr ). Sedangkan pori

yang ditinggalkan oleh brine tersebut

diasumsikan terisi dengan sempuna oleh

heavy oil. Sehingga oil saturation (So)

adalah satu dikurangi Swr-nya. Karena

heavy oil-nya beku dalam suhu ruangan

maka saat diinjeksikan kedalam core

heavy oil harus dipanaskan dulu dengan

heater sampai pada suhu yang

memungkinkan heavy oil tersebut berada

pada posisi cair. Dalam hal ini cukup

dipanaskan sampai suhu 40oC. Setelah

proses injeksi selesai, core didinginkan

selama kurang lebih setengah hari untuk

mengembalikan ke suhu ruangan.

4. Pemanasan Core

Proses pemanasan core dilakukan dengan

menggunakan inductor elektromagnetik.

Core diletakan di tengah lilitan kawat pada

inductor. Posisinya dikondisikan

sedemikian rupa agar lilitan kawat tepat

berada di area tengah core sehinga

memungkinkan pemerataan pemanasan

pada saat proses pemanasan berlangsung.

Proses pemanasan dilakukan selama 3

menit. Rangkaian alatnya dapat dilihat

pada Gambar 9 dan 10 di bagian

lampiran.

5. Produksi

Core kemudian dipindahkan kedalam core

holder. Agar heavy oil tidak cepat dingin

saat berada di dalam core holder maka

core holdernya dipanaskan dengan

temperature 500C. Temperatur ini tidak

melebihi temperature core setelah

dipanaskan. Untuk memudahkan heavy oil

mengalir ke bawah maka diberikan

tekanan dari atas sebesar 50 psi sedangkan

confining pressure nya dipertahankan

pada 150 psi. Proses pemindahan kedalam

core holder bisa memakan waktu sekitar

1-2 menit. Sedangkan proses produksi

sendiri dilakukan selama 5 menit. Heavy

oil yang tertampung di dalam gelas ukur

kemudian dihitung volumenya.

Volume tersebut kemudian dicatat sebagai

heavy oil yang terproduksikan akibat

pemanasan induksi elektromagnetik.

=> ��.76�? !/.:68@0 ��7�

�.76�? �A�7 ��7� (7)

Confining pressure diberikan dari samping

core holder dan diposisikan sebagai

tekanan overburden. Tekanan ini

bertujuan selain menggambarkan kondisi

reservoir sebenarnya juga bertujuan untuk

mencegah heavy oil mengalir ke arah

samping core holder.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Percobaan

• Densitas brine

Tabel 1. Densitas brine

Brine Densitas (gram/ml)

20 salinitas 1.0294

30 salinitas 1.0523

50 salinitas 1.0872

• Densitas dan viscositas heavy oil

Densitas heavy oil diukur pada suhu 1050

F dan didapatkan hasil sebesar 0.969

gram/ml. Sedangkan viskositas nya dapat

dilihat di tabel dibawah.

Tabel 2. Viskositas heavy oil

Temperatur (oC ) Viscositas (cp)

29 75

48.9 43

60 30

82.2 22

• Uji pemanasan terhadap stimulan

Tabel 3. Uji pemanasan terhadap stimulant

Time

(s)

Heat Brine

(oC )

Heat

Nanoferro

fluid (oC) 20 30 50

10 23.6 25.4 26.2 27.8

20 24.2 26.4 27.4 29.6

30 25.2 27.6 29.2 31.2

40 26.2 28.6 30.8 32.8

50 27.6 30 32.6 34.4

60 28.8 31.6 34.2 36.6

70 30.6 32.8 36.2 38.2

80 31.6 34 38.4 40

90 33.4 35.4 39.8 41.8

100 34.4 36.8 41.4 43.8

110 35.6 38 43.2 46.2

120 36.6 39.2 44.6 48.4

130 37.8 40.4 46.6 50

140 39.4 41.6 47.8 51.8

150 40.4 42.8 49.2 53.4

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

172

160 41.6 43.6 50.6 54.6

170 42.6 44.8 52.2 56.4

180 43.6 45.8 53.4 57.6

• Faktor perolehan

Tabel 4. RF pada core dengan brine 50 derajat

salinitas

No

Core

V awal

(ml)

V

produksi

(ml)

Faktor

Perolehan

1 2.4 0.9 0.38

2 2.6 1.1 0.42

Nano1 1.9 0.9 0.47

Tabel 5. RF pada core dengan brine 30

derajat salinitas

No Core

V

awal

(ml)

V

produksi

(ml)

Faktor

Peroleha

n

7 1.2 0.2 0.17

9 1.1 0.2 0.18

Nano2 1.9 0.8 0.42

Tabel 6. RF pada core dengan brine 20 derajat

salinitas

No

Core

V awal

(ml)

V produksi

(ml)

Faktor

Perolehan

11 1.2 0.08 0.06

12 1.1 0 0

Nano3 3 1.2 0.4

Keterangan: Core dengan label Nano1 ,2, dan 3

adalah core yang telah dicampurkan dengan

nanoferrofluids.

5.2 Pembahasan

Heavy oil merupakan minyak dengan viskositas

yang sangat tinggi sehingga memiliki tingkat

resistensi yang besar untuk mengalir. Sehingga

untuk mempermudah dalam memproduksikannnya

ke permukaan, sangat penting untuk menurunkan

viskositasnya. Dan pemanasan adalah salah satu

cara yang dapat digunakan untuk menurunkan

viskositas tersebut.

Metode yang biasa digunakan dalam hal ini adalah

stimulasi uap dan pembakaran di tempat (in situ

combustion). Sayangnya kedua metode tersebut

memiliki beberapa kelemahan.

Menurut Sahni (2000) ada beberapa kelemahan

pada stimulasi uap, yaitu:

• Bila formasi sangat dalam dimana panas yang

hilang di dalam sumur terlalu banyak dan yang

tersisa tidak cukup memanaskan formasi

reservoir.

• Formasi yang tipis (ketebalan <30m) sehingga

sebagian besar panas hilang ke formasi tanpa

minyak.

• Situasi dimana pembuatan dan injeksi uap

tidak diterima oleh lingkungan

• Formasi dengan permeabilitas rendah dimana

fluida yang diinjeksi susah untuk berpenetrasi

ke dalam reservoir

• Sifat reservoir yang heterogen sehingga adanya

permeabilitas yang tinggi atau rekahan

membuat uap mengalami terobosan lebih dini

(early breakthrough) yang tentunya

mengurangi sapuan.

Sedangkan pada in situ combustion selain susah

dalam mengontrol muka api juga terkendala pada

banyaknya gas kimia beracun yang dihasilkan dari

proses pembakaran tersebut. Untuk itu diperlukan

suatu metode alternatif untuk bisa mengatasi

kekurangan dua metode itu.

Pemanasan induksi elektromagnetik mampu

mengatasi hal tersebut karena selain panasnya

ditimbulkan langsung di reservoir sehingga

meminimalisir heat loss juga tidak memerlukan

pembakaran untuk menghasilkan panas sehingga

lebih aman dalam penerapannya.

Untuk menjalankan mekanisme pemanasan induksi

elektromagnetik ini dalam percobaan hanya

membutuhkan sebuah induktor berupa kumparan

kawat konduktor yang dialiri oleh arus AC

berfrekuensi rendah yaitu 50 kHz. Garis-garis gaya

magnet atau medan magnet yang ditimbulkan

disekitar kumparan tersebutlah yang nantinya

mampu menghasilkan panas pada material-material

yang mempunyai konduktivitas tinggi dengan

sebuah mekanisme tertentu. Tidak perlu adanya

kontak antara induktor dengan material untuk

menghasilkan panas tersebut. Panas yang

ditimbulkan hanya akan terjadi pada zone yang

konduktivitasnya tinggi sehingga lebih layak pakai

secara ekonomis dan teknis.

Minyak adalah material yang memiliki resistivitas

yang besar sehingga koduktivitasnya relatif kecil.

Untuk itu, agar proses pemanasannya lebih

maksimal dengan induktor elektromagnetik ini

maka diperlukan material lain yang lebih konduktif

sebagai perantara dengan harapan panas dari

material ini nantinya akan di transfer ke minyak

dalam hal ini heavy oil. Sehingga panas tersebut

nantinya akan menurunkan viskositas dari heavy

oil.

5.2.1 Sampel Heavy Oil

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

173

Sampel heavy oil yang digunakan dalam

percobaan ini berasal dari salah satu lapangan di

Indonesia. Heavy oil ini memiliki densitas yang

sangat tinggi yaitu 0.969 gram/ml pada suhu 105o

F. Dan pada Tabel 2 dapat dilihat juga bahwa

viskositasnya sebesar 75 cp pada temperatur 29 o

C

dan semakin menurun seiring dengan kenaikan

temperatur.

Sementara itu, pada temperature ruangan sampel

heavy oil ini berada dalam kondisi beku dan tidak

bisa bergerak atau mengalir sama sekali. Hal ini

mengindikasikan bahwa sampel minyak ini

merupakan heavy oil yang sangat viskos. Pada

Gambar 6 dapat dilihat bahwa viskositas sampel

menurun sangat signifikan sampai temperature

60oC sedangkan pada temperatur di atasnya

penurunannya menjadi lebih sedikit. Hal ini berarti

bahwa pemanasan hanya akan efektif sampai

sekitar temperatur 60oC saja. Sedangkan diatas

temperatur tersebut hanya akan menurunkan sedikit

viskositas saja.

Dari percobaan dapat dilihat bahwa pemanasan

mampu menurunkan viskositas dari heavy oil

tersebut. Hal ini diakibatkan karena pemanasan

dapat meningkatkan energi kinetik masing-masing

molekul sehingga berakibat pada perubahan dari

fraksi-fraksi berat dari fluida menjadi fraksi-fraksi

ringan yang kemudian menyebabkan jarak antara

partikelnya semakin renggang, sehingga

mengakibatkan fluida tersebut lebih mudah untuk

mengalir (viskositasnya mengecil).

5.2.2 Stimulan Stimulan digunakan dalam percobaan ini sebagai

media penghantar panas kepada heavy oil. Untuk

itu, sangat penting untuk menggunakan material

yang memilki konduktivias yang relatif besar.

Selain itu juga harus memilki karakteristik yang

memungkinkan untuk bisa dimasukan kedalam

core.

Brine merupakan larutan campuran antara garam

dengan air pada perbandingan tertentu. Besar

kecilnya kadar garam dalam larutan tersebut

ditunjukan oleh derajat salinitas dimana semakin

besar kadar garamnya maka derajat salinitas nya

akan semakin besar pula. Salain itu semakin besar

derajat salinitas akan semakin besar kemampuan

brine tersebut dalam menghantarkan listrik

sehingga akan semakin kecil resistivitinya.

Semakin kecil resistivity menunjukan semakin

besar konduktivitasnya.

Besar kecilnya kadar garam dalam brine dapat

dibedakan dengan derajat salinitas. Dimana

semakin tinggi derajat salinitasnya maka

menunjukan kadar garam yang semakin banyak

dalam brine tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat di bagian lampiran.

Selain itu, banyaknya kadar garam dalam brine

dapat kita validasi dengan densitas dari brine

tersebut. Karena semakin banyak kadar garamnya

tentu saja akan semakin berat brine tersebut atau

densitasnya akan semakin tinggi. Dari Tabel 1

dapat kita lihat bahwa brine dengan 50 derajat

salinitas memiliki densitas yang paling besar yaitu

sebesar 1.0872 gram/mililiter sedangkan brine

dengan 20 derajat salinitas memilki densitas yang

paling kecil yaitu sebesar 1.0294 gram/milliliter.

Pada dasarnya nanoferrofluids adalah sebuah

logam yaitu besi. Hanya saja karena partikel besi

yang digunakan adalah dalam ukuran nanometer

maka apabila dicampurkan dengan air tentu saja

partikel besi tersebut tidak akan kelihatan secara

kasat mata. Secara fisik larutan nanoferro ini tidak

ada perbedaan dengan sampel minyak yang

digunakan yaitu cair dan berwarna hitam pekat.

Karena larutan ini adalah partikel besi maka tentu

saja konduktivitasnya akan lebih tinggi dari pada

brine.

Pada akhirnya kedua larutan tersebut digunakan

selain karena memilki konduktivitas yang tinggi

juga bersifat cair dan memilki partikel yang sangat

kecil sehingga mudah dalam pengkondisiannya di

dalam core.

5.2.3 Temperatur Stimulan

Pada bagian percobaan uji temperatur

dibandingkan kecepatan pemanasan masing-masing

stimulan dengan proses pemanasan induksi ini.

Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3 ataupun

pada Gambar 7 semakin tinggi derajat salinitas dari

larutan brine maka pemanasannya menjadi semakin

lebih cepat. Dalam waktu pemanasan selama 180

detik, brine dengan 50 derajat salinitas mencapai

temperature 53.40C sedangkan brine dengan 30

derajat salinitas mencapai suhu 45.80C dan

temperature terendah dicapai oleh brine dengan 20

derajat salinitas yaitu sebesar 43.60C saja.

Sedangkan nanoferrofluids memilki temperatur

yang paling tinggi dari semua stimulan yang

digunakan yaitu sebesar 57.60C.

Pemanasan induksi elektromagnetik sangat

dipengaruhi oleh besarnya nilai konduktivitas suatu

material. Semakin besar nilai konduktivitas suatu

material maka pemanasan dengan induksi ini akan

semakin cepat.

Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Elektron bebas adalah salah satu agen

pembawa panas di dalam material, khusunya

logam.

• Material berkonduktivitas tinggi berarti

memilki lebih banyak elektron bebas

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

174

• Semakin banyak elektron bebas berarti akan

memperbesar arus eddy yang mengalir di

dalam material tersebut jika didekatkan pada

induktor elektromagnetik

• Semakin besar arus eddy yang terbentuk tentu

saja akan semakin besar panas yang dihasilkan.

Begitu juga halnya dengan brine. Seperti sudah

dijelaskan sebelumnya bahwa semakin banyak

kadar garam akan semakin tinggi konduktivitasnya.

Sehingga dari hasil percobaan pada berbagai

derajat salinitas brine tersebut didapatkan bahwa

brine dengan 50 derajat salinitas memiliki

temperatur yang paling tinggi diantara brine yang

lain setelah dipanaskan selama 180 detik.

Sedangkan nanoferrofluids karena

konduktivitasnya lebih tinggi daripada brine maka

pemanasanya menjadi yang paling cepat. Walaupun

perbedaannya tidak terlalu besar.

Oleh karena brine selalu ditemukan bersamaan

dengan minyak maka seharusnya nanoferrofluids

harus diinjeksikan kedalam core yang sebelumnya

telah dijenuhkan dengan brine terlebih dahulu.

Sehingga nantinya bisa dibandingkan faktor

perolehan antara core dengan brine saja dengan

core yang telah diinjeksikan nanoferrofluids.

Namun, pada percobaan ini nanoferrofluids tidak

diinjeksikan kedalam core, tapi dicampurkan

dengan adonan core sewaktu proses pembuatan

core. Untuk satu cetakan core ditambahkan sekitar

1.5 ml nanoferrofluids. Jadi partikel-pertikel besi

dari larutan ini akan menempel langsung pada

butir-butir pasir pembuat corenya. Hal ini

dilakukan karena nanoferrofluids secara fisik

memilki kesamaan dengan sampel yang digunakan

sehingga nantinya akan sangat menyulitkan dalam

menentukan berapa volume minyak yang

terproduksikan karena tidak bisa dengan jelas

membedakan mana yang minyak dan mana yang

nanoferrofluids. Untuk itu harus dibutuhkan sebuah

metode untuk bisa mengidentifikasi keduanya

terlebih dahulu.

Dari Tabel 4, 5, dan 6 dapat kita lihat bahwa core

dengan kandungan brine yang paling besar (50

derajat salinitas) yaitu core 1 dan core 2 memiliki

perolehan yang paling besar dari core dengan

kandungan brine 30 dan 20 derajat salinitas yaitu

sebesar 42% pada core 2 dan 38% pada core 1.

Core dengan brine 30 derajat salinitas memilki

perolehan sekitar 17-18% sedangkan perolehan

pada core dengan brine 20 derajat salinitinas adalah

yang paling kecil yaitu sekitar 6% bahkan ada yang

0 %. Nilai yang sangat kecil sekali jika

dibandingkan dengan core 1 dan 2.

Dari hasil percobaan tersebut menunjukan bahwa

semakin tinggi kadar garam dalam brine maka akan

memberikan perolehan minyak yang semakin besar

pada pemanasan induksi ini. Hal ini berhubungan

langsung dengan temperature yang berhasil di-

generate di dalam core akibat adanya brine didalam

core tersebut. Seperti dari percobaan sebelumnya

bahwa brine dengan garam kadar yang tinggi akan

membuat pemanasannya lebih cepat. Maka, dengan

semakin tingginya temperature yang berhasil di-

generate maka akan berakibat semakin rendah

viskositas heavy oil-nya (lihat Gambar 6). Ini

artinya akan membuat heavy oil menjadi lebih

ringan dan lebih gampang untuk diproduksikan

dibandingkan dengan brine dengan kadar garam

yang lebih rendah. Selain itu brine dengan

konduktivitas yang lebih tinggi memungkinkan

untuk mentranfers panasnya ke heavy oil lebih

cepat daripada yang konduktivitas yang lebih

rendah.

Kemudian dari hasil percobaan tersebut dapat kita

lihat juga bahwa core yang telah dicampurkan

dengan nanoferrofluids dan disaturasi dengan

masing-masing brine mampu memberikan faktor

perolehan yang lebih besar jika dibandingkan

dengan perolehan pada core yang tidak

dicampurkan dengan nanoferrofluids sama sekali.

Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar 8.

Pada brine 20 derajat salinitas pencampuran

nanoferrofluids pada core mampu mencapai

perolehan sebesar 40%. Hal ini meningkat sekitar

34% dari core tanpa nanoferrofluids yang hanya

memberikan perolehan maksimal sebesar 6% saja.

Sedangkan pada brine 30 derajat salinitas terjadi

peningkatan perolehan sebesar 24% sehingga

perolehannya menjadi 42%. Brine 50 derajat

salinitas hanya terjadi sedikit peningkatan saja pada

perolehannya yaitu cuma sebesar 5% sehingga

maksimal perolehannya mencapai 47%.

Terjadinya peningkatan perolehan pada core

dengan nanoferrofluids dapat terjadi karena

keberadaan nanoferrofluids akan menambah panas

yang terbentuk di dalam core. Sehingga panas yang

terbentuk di dalam core akibat pemanasan induksi

elektromagnetik ini menjadi lebih besar dari pada

hanya terdapat brine saja di dalam core tersebut.

Dengan bertambahnya panas yang terbentuk di

dalam core tentu saja akan membuat heavy oil-nya

menjadi lebih encer lagi sehingga berakibat pada

semakin banyaknya heavy oil yang dapat

diproduksikan keluar dari dalam core.

Banyaknya nanoferrofluids yang dicampurkan ke

dalam masing-masing core adalah sama. Untuk itu,

seharusnya hal ini memberikan peningkatan RF

yang sama untuk setiap core waluapun brinenya

berbeda karena panas yang dihasilkan oleh

nanoferrofluids ini tentu saja akan sama untuk

semua core pada setiap jenis brine. Namun, jika

dilihat pada gambar 8 besarnya peningkatan

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

175

perolehan berbeda untuk tiap brine yang

digunakan. Peningkatan yang paling besar terjadi

pada brine 20 derajat salinitas sedangkan yang

paling kecil adalah pada brine dengan 50 derajat

salinitas. Hal ini kemungkinan karena perolehan

maksimal yang dapat dicapai dengan stimulan ini

tidak bisa melebihi 50%. Sehingga core tanpa

nanoferrofluids dengan brine 50 derajat salinitas

yang telah mencapai perolehan sebesar 42%

dengan adanya penambahan nanoferrofluids tidak

memberikan efek yang signifikan pada faktor

perolehannya. Begitu juga sebaliknya pada brine

dengan 20 derajat salinitas. Penambahan

nanoferrofluids memberikan dampak yang sangat

signifikan sekali pada faktor perolehannya karena

memang dengan brine saja produksinya masih

sangat kecil.

Pada percobaan uji temperature sebelumnya

membuktikan bahwa nanoferrofluids mampu

menghasilkan panas yang lebih tinggi daripada

brine karena memang konduktivitasnya lebih

tinggi. Sehingga seharusnya core dengan

nanoferrofluids dan brine 20 derajat salinitas

menghasilkan perolehan minyak yang lebih besar

dari pada core tanpa nanoferrofluids bahkan dengan

brine 50 derajat sekalipun. Begitu juga seharusnya

pada core dengan nanoferrofluids dan brine 30

derajat salinitas, perolehannya harus lebih besar

dari pada core tanpa nanoferrofluids. Namun, dari

tabel dapat kita lihat bahwa perolehannya hampir

sama besarnya dengan core dengan brine 50

derajat salinitas tanpa nanoferrofluids.

Hal tersebut dapat terjadi karena nanoferrofluids

dicampurkan dengan pasir saat proses pembuatan

core dilakukan seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Sehingga berakibat pada

menempelnya partikel-partikel besi ukuran nano

pada butir pasir core. Hal tersebut kemungkinan

dapat berakibat dua hal:

1. Terjadinya penurunan permeabiliats core

karena keberadaan partikel besi dalam ukuran

nano pada pori core

2. Panasnya lebih banyak terserap oleh core

daripada yang ditransfer ke heavy oil karena

partikel-partikel besinya lebih banyak kontak

dengan butir pasir daripada dengan minyak

sehingga panas dari nanofreeofluids tidak

secara maksimal termanfaatkan di dalam core

5.2.5 Karakteristik Core Dalam satu brine yang sama pada core tanpa

nanoferrofluids menghasilkan perolehan yang

berbeda. Walaupun perbedaan itu tidak terlalu

besar. Namun, terdapatnya perbedaan perolehan

tersebut menunjukan bahwa di antara core tersebut

memilki karekteristik yang berbeda dalam skala

mikro. Hal tersebut bisa terjadi karena walaupun

core dibuat dengan bahan dan komposisi yang

sama tapi dalam proses pembuatannya bisa saja

berbeda. Misalnya saat proses pemanpatan pada

cetakan, kekuatan yang diberikan mungkin

berbeda sehingga ada core yang padat dan ada yang

kurang padat. Sehingga menghasilkan core yang

berbeda karakteristiknya. Terutama sekali adalah

sifat permeabilitas dari core tersebut. Permeabilitas

akan sangat menentukan pada saat proses produksi

karena ini menunjukan kemampuan core untuk bisa

mengalirkan minyak. Core dengan permeabilitas

yang relatif besar akan mengalirkan minyak lebih

mudah dibandingkan dengan core yang memilki

permeabilitas yang lebih kecil. Namun sayangnya,

permeabilitas tidak menjadi pertimbangan dalam

percobaan ini karena tidak adanya alat yang

tersedia di laboratorium yang memungkinkan untuk

dilakukan pengukuran permeabilitas core dengan

akurat.

VI. KESIMPULAN Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil

dari percobaan di atas adalah:

1. Brine dengan derajat salinity 50 memilki

temperature yang paling besar setelah

dipanaskan secara induksi jika dibandingkan

dengan brine 30 dan 20 derajat salinitas.

Sedangkan nanoferrofluids mencapai

temperatur yang paling besar setelah

dipanaskan dengan induksi elektromagnetik.

2. Semakin tinggi konduktivitas larutannya maka

akan semakin cepat proses pemanasan induksi

elektromagnetiknya.

3. Stimulan yang digunakan yaitu brine dan

nanoferrofluids memiliki pengaruh yang

positif terhadap perolehan sampel heavy oil

4. Core dengan brine 50 derajat salinitas

menghasilkan perolehan yang paling besar

yaitu sebesar 42% dan 38% serta mampu

mencapai perolehan 47% saat dikombinasikan

dengan nanoferrofluids.

5. Core dengan brine 20 derajat salinitas

menghasilkan perolehan yang paling sedikit

yaitu 6% dan 0%. Namun saat dikombinasikan

dengan nanoferrofluid mampu mencapai

perolehan sebesar 40%.

6. Penambahan nanoferroflids ke dalam core

mampu meningkatkan perolehan sampel heavy

oil. Namun, efeknya semakin tidak signifikan

seiring dengan semakin tingginya kadar garam

pada brine.

VII. SARAN DAN REKOMENDASI 1. Perlunya analisis permeabiliatas core sebagai

faktor yang juga berpengaruh pada proses

percobaan ini.

2. Perlunya membuat semua parameter yang

digunakan dalam percobaan sama dengan

kondisi reservoir sebenarnya. Sehingga hasil

percobaan ini menjadi lebih aplikatif untuk

diterapkan di lapangan.

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

176

3. Perlunya dilakukan cara yang tepat untuk bisa

mengidentifikasi nanoferrrofluids dengan baik

sehingga larutan ini bisa diinjeksikan kedalam

core.

4. Perlunya ditemukan cara yang tepat untuk bisa

memonitor temperature heavy oil selama

proses pemanasan berlangsung.

5. Perlunya modifikasi dalam prosedur percobaan

sehingga lebih menggambarkan kondisi

reservoir.

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, S., 2000. ”Teknik Peningkatan

Perolehan”, Institut Teknologi Bandung,

Januari.

2. http://en.wikipedia.org/wiki/Ferrofluid

3. http://www.engineeringtoolbox.com/thermal-

conductivity-d_429.html

4. http://en.wikipedia.org/wiki/Heavy_crude_oil

5. http://www.pdoc.com/pdoweb/tabid/277/Defa

ult.aspx

LAMPIRAN

Tabel 7. Data artificial core yang digunakan dalam percobaan

No Core Diameter

(cm) Tinggi (cm)

Volume

Bulk (cm3)

Volume

Pori

(cm3)

Porositas (%)

1 2.57 4 20.73 5.33 25.6

2 2.6 4.35 23.08 5.72 24.8

7 2.65 3.86 21.28 4.74 22.3

9 2.59 3.83 20.17 4.33 21.5

11 2.58 4.27 22.31 4.68 21

12 2.64 4.3 23.53 4.80 20.4

Nano1 2.6 4.26 22.60 5.04 22.3

Nano2 2.57 4.3 22.29 5.36 24

Nano3 2.56 4.38 22.53 5.78 25.7

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

177

Tabel 8 Komposisi brine

No

Salo

meter

Degre

es

Gram

Salt per

Liter of

Water

Gram per Liter of

Brine

Liter Water

per Liter of

Brine

Volume

brine

Volume

water

Gram

salt

ppm

NaCl Water

1 0 0 0 997.91 1 0.1 0.1 0 0

2 10 27.0806 26.84 990.00 0.992 0.1 0.0992 2.68 8000

3 20 55.599 54.64 981.13 0.983 0.1 0.0983 5.46 17000

4 30 85.7954 83.63 972.15 0.974 0.1 0.0974 8.35 26000

5 40 117.788 113.6 962.20 0.964 0.1 0.0964 11.35 36000

6 50 151.699 144.6 886.35 0.953 0.1 0.0953 14.45 47000

7 60 187.887 176.7 938.95 0.941 0.1 0.0941 17.68 59000

8 70 226.231 210.05 926.61 0.929 0.1 0.0929 21.02 71000

9 80 267.092 256.42 913.07 0.915 0.1 0.0915 24.43 85000

10 90 310.828 280.15 899.41 0.901 0.1 0.0901 28.00 99000

11 100 357.920 317.18 884.31 0.886 0.1 0.0886 31.71 114000

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

178

Tabel 9. Daftar konduktivitas berbagai material (www.engineeringtoolbox.com)

Thermal Conductivity - k - (W/mK)

Material/Substance Temperature (

oC)

25 125 225

Air 0.024

Asphalt 0.75

Bitumen 0.17

Benzene 0.16

Carbon 1.7

Carbon dioxide 0.0146

Cement, portland 0.29

Clay, saturated 0.6 - 2.5

Cotton 0.03

Carbon Steel 54 51 47

Fiberglass 0.04

Gasoline 0.15

Gold 310 312 310

Granite 1.7 - 4.0

Hardwoods (oak, maple..) 0.16

Iron 80 68 60

Kerosene 0.15

Limestone 1.26 - 1.33

Magnesium 156

Methane 0.030

Nitrogen 0.024

Oil, machine lubricating SAE 50 0.15

Olive oil 0.17

Plastics, solid

Sand, dry 0.15 - 0.25

Sand, moist 0.25 - 2

Sand, saturated 2 – 4

Sandstone 1.7

Silicone oil 0.1

Silver 429

Snow (temp < 0oC) 0.05 - 0.25

Steel, Carbon 1% 43

Stainless Steel 16 17 19

Water, vapor (steam)

0.016

Wood across the grain, yellow pine 0.147

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

179

Gambar 1. Metode Huff and Puff

Gambar 2. Metode Steamflood

Gambar 3. Metode In Situ Combustion

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

180

Gambar 4. Pemanasan Induks

Gambar 5. Nanoferrofluids

Gambar 6. Viskositas Sampel Untuk Berbagai Temperatur

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 50 100

PV

( c

p )

T ( C )

PV vs T

Analisis Pengaruh Penggunaan Brine dan Nanoferrofluids terhadap Faktor Perolehan

pada Heavy Oil melalui Pemanasan Induksi Elektromagnetik

181

Gambar 7. Kelakuan Temperatur Untuk Setiap Stimulan Akibat Pemanasan Induksi Elektromagnetik

Gambar 8. Grafik RF Sampel Heavy Oil Terhadap Berbagai Brine dan Nanoferrofluids

0

10

20

30

40

50

60

70

0 100 200

Te

mp

era

tur

( C

)

Time ( s )

Temperature vs Time

brine 20 salinity

degree

brine 30 salinity

degree

brine 50 salinity

degree

nanoferrofluid

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

0 20 40 60

RF

Brine

Recovery Factor

RF pada

stimultan

brine +

nanoferro

RF pada

stimultan

brine

Sudjati Rachmat, Revia Nanda Putra

182

Gambar 9. Rangkaian Peralatan Untuk Proses Pemanasan Induksi Elektromagnetik

Rangkaian Peralatan Untuk Proses Pemanasan Induksi Elektromagnetik

Gambar 10. Skema Percobaan

Rangkaian Peralatan Untuk Proses Pemanasan Induksi Elektromagnetik