bab ii landasan teori 2.1 brine colling

13
3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling Brine colling merupakan alat pendingin yang di gunakan untuk mendingikan produk dengan refrigerant sekunder sebagai media penyerap kalor, supaya terbentuk produk yang di inginkan. Proses pendinginan pada sistem brine colling menggunkan sistem pendinginana tidak langsung dengan menggunakan refrigeran perantara atau bisa di namakan refrigeran sekunder . refrigerant sekunder yaitu suatu fluida yang mengangkut kalor dari bahan yang sedang didinginkan ke evaporator. Brine membawa energi kalor bertemperatur rendah dari media pendingin ke evaporator. Refrigerant sekunder mengalami perubahan temperatur bila menyerap kalor, dari produk, kemudian membuang kalor tersebut di evaporator tetapi brine tidak mengalami perubahan fasa. Secara umum refrigernt sekunder berupa air biasa, air garam, ethilen glikol, propilen glikol, kalsium klorida, dan lain lainnya. Refrigernat yang di dingikan di evaporator, kemudian di sirkulasikan untuk membawa energi kalor bertemperatur rendah dan menyerap kalo dari sekitarnya terutama produk/orang. Karena brine di sini tidak mengalami perubahan fasa , yaitu tetap cair (liquid) saat pertukaran kalor di evaporator anatara brine dengan R-32 maupun saat menyerap kalor dari penampung/tank , dan produk (manusia) , maka untuk sirkulasinya menggunkan pompa. Secara umum sistem brine colling ini mempunyai dua siklus sistem pendingin. Sistem pertama mengunakan sistem pendinginan kompresi uap sederhana dengan refrigeran primer. Yang kedua adalah sistem pendinginan yang mengunakan refrigeran sekuder yang menyerap kalor terutama dari produk/orang. Setelah melewati cetakan/tank temperaturnya naik tapi tidak mengalami perubahan fasa. Saat melewati evaporator, brine akan membuang kalor ke refrigerant primer pada evaporator. Brine yang di sirkulasikan ini kembali lagi melewati penampung/tank sampai mencapai suatu waktu temperatur yang di ingikan.(tantanesha, 2012).

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

3

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Brine Colling

Brine colling merupakan alat pendingin yang di gunakan untuk

mendingikan produk dengan refrigerant sekunder sebagai media penyerap kalor,

supaya terbentuk produk yang di inginkan.

Proses pendinginan pada sistem brine colling menggunkan sistem

pendinginana tidak langsung dengan menggunakan refrigeran perantara atau bisa

di namakan refrigeran sekunder . refrigerant sekunder yaitu suatu fluida yang

mengangkut kalor dari bahan yang sedang didinginkan ke evaporator. Brine

membawa energi kalor bertemperatur rendah dari media pendingin ke evaporator.

Refrigerant sekunder mengalami perubahan temperatur bila menyerap

kalor, dari produk, kemudian membuang kalor tersebut di evaporator tetapi brine

tidak mengalami perubahan fasa. Secara umum refrigernt sekunder berupa air biasa,

air garam, ethilen glikol, propilen glikol, kalsium klorida, dan lain lainnya.

Refrigernat yang di dingikan di evaporator, kemudian di sirkulasikan untuk

membawa energi kalor bertemperatur rendah dan menyerap kalo dari sekitarnya

terutama produk/orang. Karena brine di sini tidak mengalami perubahan fasa , yaitu

tetap cair (liquid) saat pertukaran kalor di evaporator anatara brine dengan R-32

maupun saat menyerap kalor dari penampung/tank , dan produk (manusia) , maka

untuk sirkulasinya menggunkan pompa.

Secara umum sistem brine colling ini mempunyai dua siklus sistem

pendingin. Sistem pertama mengunakan sistem pendinginan kompresi uap

sederhana dengan refrigeran primer. Yang kedua adalah sistem pendinginan yang

mengunakan refrigeran sekuder yang menyerap kalor terutama dari produk/orang.

Setelah melewati cetakan/tank temperaturnya naik tapi tidak mengalami perubahan

fasa. Saat melewati evaporator, brine akan membuang kalor ke refrigerant primer

pada evaporator. Brine yang di sirkulasikan ini kembali lagi melewati

penampung/tank sampai mencapai suatu waktu temperatur yang di

ingikan.(tantanesha, 2012).

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

4

2.1.1 Proses Kompresi Uap

Proses yang terjadi pada siklus refrigerasi kompresi uap

A. Proses Kompresi (1-2)

Proses ini berlangsung di kompresor secara isotropik adiabatik. Kondisi

awal refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena proses ini dianggap

isotropic, maka temperature ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja

kompresi per satuan massa refrigeran bisa dihitung dengan rumus :

qw = h1 – h2

Dimana :

qw = besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)

h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

h2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

B. Kondensasi (2 – 3)

Proses ini berlagsung di kondensor. Refrigeran yang bertekanan dan

berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor

antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigerant ke udara

pendingin dan akirnya refrigerant mengembun menjadi cair.Besarnya panas per

satuan massa refrigeran yang dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai :

qc= h2 – h3

dimana :

qc = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg)

h2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)

h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

C. Proses ekspansi (3 – 4)

Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi

penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan peurunan temperatur. Proses

penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau

orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigerant dan menurunkan tekanan.

h3 = h4

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

5

D. Proses evaporasi (4 – 1)

Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isothermal. Refrigeran

dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang

didingikan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.

Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah :

qe = h1 – h4

dimana :

qe = besar kalor yang diserap di evaporator (kJ/kg)

h1 = harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)

h2 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)

Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirklasi, begitu

seterusnya sampai kondisi yang dinginkan tercapai. (akhoerunisa. 2015/05/11/)

Gambar 2. 1 Siklus Brine Colling

2.2 Sistem Kendali

Sistem adalah suatu susunan, set, atau sekumpulan sesuatu yang terhubung

atau terkait sedemikian rupa sehingga membentuk sesuatu secara keseluruhan,

definisi Sistem adalah susunan komponen fisik yang terhubung atau terkait

sedemikian rupa sehingga membentuk atau bertindak sebagai seluruh unit dalam

satu kesatuan. Sedangkan kata kontrol atau kendali biasanya diartikan mengatur,

mengarahkan, atau perintah. Dari kedua kedua makna kata sistem dan

kontrol/kendali, sistem kendali adalah suatu susunan komponen fisik yang

terhubung atau terkait sedemikian rupa sehinga dapat memerintah, mengarahkan,

atau mengatur diri sendiri atau sistem lain[[1]. Di dalam dunia engineering

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

6

danscience sistem kendali cenderung dimaksudkan untuk sistem kendali

dinamis.Sistem kendali terdiri dari sub-sistem dan proses (atau plants) yang disusun

untuk mendapatkan keluaran(output) dan kinerja yang diinginkan dari input yang

diberikan[2]. Gambar 1 di bawah ini menununjukkan blok diagram untuk sistem

kendali paling sederhana, sistem kendali membuat sistem dengan input yang

diberikan menghasilkan output yang diharapkan.

Gambar 2. 2 Sistem Kendali

Sistem kontrol dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sistem Kontrol Manual dan Otomatik

2. Sistem Lingkar Terbuka (Open Loop) dan Lingkar Tertutup (Closed

Loop)

3. Sistem Kontrol Kontiniu dan Diskrit

4. Menurut sumber penggerak: Elektrik, Mekanik, Pneumatik, dan

Hidraulik

Penjelasan singkat dari jenis-jenis sistem kontrol diatas akan dibahas berikut ini.

Sistem Kontrol Manual adalah pengontrolan yang dilakukan oleh manusia

yang bertindak sebagai operator, sedangkan Sistem Kontrol Otomatik adalah

pengontrolan yang dilakukan oleh peralatan yang bekerja secara otomatis dan

operasinya dibawah pengawasan manusia. Sistem Kontrol Manual banyak

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti pada pengaturan suara radio,

televisi, cahaya layer televisi, pengaturan aliran air melalui keran, pengendalian

kecepatan kendaraan, dan lain-lain. Sedangkan Sistem Kontrol Otomatik banyak

ditemui dalam proses industri (baik industri proses kimia dan proses otomotif),

pengendalian pesawat, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.

Sistem Kontrol Lingkar Terbuka (Open Loop) adalah sistem pengontrolan di mana

besaran keluaran tidak memberikan efek terhadap besaran masukan, sehingga

variable yang dikontrol tidak dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

7

Sedangkan Sistem Kontrol Lingkar Tertutup (Closed Loop) adalah sistem

pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran

masukan, sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap harga yang

diinginkan. Selanjutnya, perbedaan harga yang terjadi antara besaran yang

dikontrol dengan harga yang diinginkan digunakan sebagai koreksi yang

merupakan sasaran pengontrolan.

Sistem Kendali terbuka (Open Loop)

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sistem kontrol loop terbuka

adalah suatu sistem yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi

kontrol. Artinya, sistem kontrol terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai

umpan balik dalam masukkan.

Gambar 2. 3 Sistem Kontrol Loop Terbuka

Dalam suatu sistem kontrol terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan

dengan masukan acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan berhubungan dengan

operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari sistem tergantung kalibrasi. Dengan

adanya gangguan, sistem control terbuka tidak dapat melaksanakan tugas yang

sesuai diharapkan. Sistem kontrol terbuka dapat digunakan hanya jika hubungan

antara masukan dan keluaran diketahui dan tidak terdapat gangguan internal

maupun eksternal.

Ciri – Ciri Sistem Kontrol Loop Terbuka :

Sederhana

Harganya murah

Dapat dipercaya

Kurang akurat karena tidak terdapat koreksi terhadap kesalahan

Berbasis waktu

Contoh Aplikasi Sistem Loop Terbuka :

Pengontrol lalu lintas berbasis waktu

Mesin cuci

Oven listrik

Tangga berjalan

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

8

Rolling detector pada bandara

Sistem Kontrol Tertutup (Close Loop)

Sistem Kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya

mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan. Sistem kontrol loop

tetrtutup juga merupakan sistem control berumpan balik. Sinyal kesalahan

penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik

(yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran atau

turunannya). Diumpankan ke kontroler untuk memperkecil kesalahan dan membuat

agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata lain, istilah

“loop tertutup” berarti menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil

kesalahan sistem.

Gambar 2. 4 Sistem Loop Tertutup

Gambar diatas menunjukan hubungan masukan dan keluaran dari sistem

kontrol loop tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator, maka

manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan yang diinginkan, ketika

terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan melakukan langkah-langkah

awal pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada keadaan yang diinginkan.

Berikut ini adalah komponen pada sistem kendali tertutup:

Input (masukan), merupakan rangsangan yang diberikan pada sistem

kontrol, merupakan harga yang diinginkan bagi variabel yang dikontrol selama

pengontrolan. Harga ini tidak tergantung pada keluaran sistem.Output

(keluaran,respons), merupakan tanggapan pada sistem kontrol, merupakan harga

yang akan dipertahankan bagi variabel yang dikontrol, dan merupakan harga yang

ditunjukan oleh alat pencatat.Beban/Plant, merupakan sistem fisis yang akan

dikontrol (misalnya mekanis, elektris, hidraulik ataupun pneumatic) .

Alat kontrol/controller, merupakan peralatan/ rangkaian untuk mengontrol

beban (sistem). Alat ini bisa digabung dengan penguatElemen Umpan Balik,

menunjukan/mengembalikan hasil pencatan ke detector sehingga bisa

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

9

dibandingkan terhadap harga yang diinginkan (di stel)Error Detector (alat deteksi

kesalahan), merupakan alat pendeteksi kesalahan yang menunjukan selisih antara

input (masukan) dan respons melalui umpan balik (feedback path)

Gangguan merupakan sinyal-sinyal tambahan yang tidak diinginkan.

Gangguan ini cenderung mengakibatkan harga keluaran berbeda dengan harga

masukanya, gangguan ini biasanya disebabkan oleh perubahan beban sistem,

misalnya adanya perubahan kondisi lingkungan, getaran ataupun yang lain.

Contoh aplikasi sistem kendali tertutup:

Servomekanisme

Sistem pengontrol proses

Lemari Es

Pemanas Air Otomatik

Kendali Termostatik

AC (agung rismawan 2015)

2.3 Tanggapan Sistem Kontrol

Respon sistem atau tanggapan sistem adalah perubahan perilaku output

terhadap perubahan sinyal input. Respon sistem berupa kurva ini akan menjadi

dasar untuk menganalisa karakteristik system selain menggunakan

persamaan/model matematika. Bentuk kurva respon sistem dapat dilihat setelah

mendapatkan sinyal input. Sinyal input yang diberikan untuk mengetahui

karakteristis system disebut sinyal test. Ada 3 tipe input sinyal test yang digunakan

untuk menganalisa system dari bentuk kurva response:

Impulse signal, sinyal kejut sesaat

Step signal, sinyal input tetap DC secara mendadak

Ramp signal, sinyal yang berubah mendadak (sin, cos).

Respon sistem atau tanggapan sistem terbagi dalam dua domain/kawasan:

Domain waktu (time response)

Domain frekuensi (frequency response)

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

10

Gambar 2. 5 Domain Respon Sistem

Ketika input sebuah sistem berubah secara tiba-tiba, keluaran atau

output membutuhkan waktu untuk merespon perubahan itu. Bentuk respon

transient atau peralihan bisa digambarkan seperti berikut:

Bentuk sinyal respond transient ada 3:

1. Underdamped response, output melesat naik untuk mencapai input kemudian

turun dari nilai yang kemudian berhenti pada kisaran nilai input. Respon ini

memiliki efek osilasi

2. Critically damped response, output tidak melewati nilai input tapi butuh waktu

lama untuk mencapai target akhirnya.

3. Overdamped response, respon yang dapat mencapai nilai input dengan cepat

dan tidak melewati batas input.

Fasa peralihan ini kemudian akan berhenti pada nilai dikisaran

input/target dimana selisih nilai akhir dengan target disebut steady state error.Jika

dengan input atau gangguan yang diberikan pada fasa transient kemudian tercapai

output steady state maka dikatakan sistem ini stabil. Jika sistem tidak stabil, output

akan meningkat terus tanpa batas sampai sistem merusak diri sendiri atau terdapat

rangkaian pengaman yang memutus sistem.

Sensitifitas sistem adalah perbandingan antara persentase perubahan

output dengan persentase perubahan input. Perubahan pada input bisa normal atau

ada gangguan dimana parameter proses akan berubah seiring dengan usia,

lingkungan, kesalahan kalibrasi dsb. Pada sistem siklus tertutup tidak terlalu

sensitif terhadap hal ini karena adanya proses monitoring balik/feedback.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

11

Kondisi sebaliknya terjadi pada sistem siklus terbuka. Pemilihan sistem siklus

terbuka harus memperhatikan spesifikasi beban dan kapasitas sistem.

2. Klasifikasi Respon Sistem

Berdasarkan sinyal bentuk sinyal uji yang digunakan, karakteristik

respon sistem dapat diklasifikasikan atas dua macam, yaitu:

a. Karakteristik Respon Waktu (Time Respons), adalah karakteristik respon yang

spesifikasi performansinya didasarkan pada pengamatan bentuk respon output

sistem terhadap berubahnya waktu. Secara umum spesifikasi performansi respon

waktu dapat dibagi atas dua tahapan pengamatan, yaitu;

Spesifikasi Respon Transient, adalah spesifikasi respon sistem yang

diamati mulai saat terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban sampai

respon masuk dalam keadaan steady state. Tolak ukur yang digunakan untuk

mengukur kualitas respon transient ini antara lain; rise time, delay time, peak time,

settling time, dan %overshoot.

Spesifikasi Respon Steady State, adalah spesifikasi respon sistem

yang diamati mulai saat respon masuk dalam keadaan steady state sampai waktu

tak terbatas (dalam praktek waktu pengamatan dilakukan saat TS t 5TS). Tolok

ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon steady state ini antara lain;

%eror steady state baik untuk eror posisi, eror kecepatan maupun eror percepatan

b. Karakteristik Respon Frekuensi (Frequency Respons)

karakter resppon frekuensi adalah karakteristik respon yang spesifikasi

performansinya didasarkan pengamatan magnitude dan sudut fase dari

penguatan/gain (output/input) sistem untuk masukan sinyal sinus (A sin t). Tolak

ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon frekuensi ini antara lain;

Frequency Gain Cross Over,

Frequency Phase Cross Over,

Frequency Cut-Off (filter),

Frequency Band-Width (filter),

Gain Margin,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

12

Phase Margin,

Slew-Rate Gain dan lain-lain.

(bagaskawarasan.wordpress.com/2012/ )

2.4 Rangkaian Listrik

2.4.1 Rangkaian Seri

Pada rangkaian seri hambatan listrik atau resistor dihubungkan atau disusun

secara berurutan satu sama lainnya seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. 6 Rangkain Seri

2.4.2 Rangkaian Paralel

Pada rangkaian hambatan paralel, resistor disusun secara paralel atau sejajar

sehingga mempunyai dua ujung yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

gambar rangkaian paralel pada gambar berikut.

Gambar 2. 7 Rangkaian Paralel

2.5 Daya Listrik

Daya listrik yang sering disebut juga dengan istilah Electrical Power

merupakan jumlah energi yang digunakan atau diserap dalam sebuah sirkuit

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

13

rangkaian. Sumber energi yang biasanya berupa tegangan listrik akan menghasilkan

daya listrik.Sementara beban yang terhubung dengan tegangan listrik tersebut akan

menyerap daya listrik yang digunakan. Bisa juga dijelaskan, yang dimaksud daya

listrik adalah tingkat konsumsi daya listrik yang diserap oleh sebuah sirkuit atau

sebuah rangkaian listrik.

Misalnya sebuah lampu pijar dan setrika. Lampu pijar menyerap daya listrik

yang diterimanya kemudian mengubahnya menjadi cahaya. Sementara setrika akan

mengubah daya listrik yang diserapnya menjadi panas.Semakin tinggi nilai Watt

yang digunakan maka semakin tinggi pula daya listrik yang dipakai. Hal ini juga

erat kaitannya dengan tagihan listrik perbulannya. Semakin tinggi daya listrik yang

digunakan maka semakin tinggi pula tagihan biaya listrik bulanannya.Sedangkan

jika pengertian daya listrik dalam konsep usaha, daya listrik merupakan besarnya

usaha yang dipakai dalam memindahkan muatan per satuan waktu. Atau bisa juga

merupakan jumlah energi listrik yang digunakan dalam setiap detiknya.

Berdasarkan teori ini terdapat rumus daya listrik yang bisa digunakan, yaitu:

P=E/t

Keterangan:

P= Daya Listrik

E= Energi dengan satuan Joule

t= waktu dengan satuan detik

Daya listrik sama dengan energi dengan satuan joule dibagi dengan waktu

yang digunakan, dalam hal ini menggunakan satuan detik. Dalam rumus daya

listrik, daya listrik dilambangkan dengan huruf “P” yang merupakan singkatan dari

Power. Sedangkan satuan Internasional yang dipakai untuk Daya Listrik adalah

Watt / W. Watt didapat dari satu joule per detik.

Adapun satuan turunan dari Watt yang sering dijumpai adalah sebagai berikut:

1 miliWatt = 0,001 Watt

1 kiloWatt = 1.000 Watt

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

14

1 MegaWatt = 1.000.000 Watt.

Rumus Daya Listrik

Anda juga bisa menghitung daya listrik dengan menggunakan hukum

hambatan dengan satuan Ohm. Yaitu, P = I2R atau P=V2/R. dimana R merupakan

hambatan yang menggunakan satuan Ohm.

P = V x I

P = I2R

P = V2/R

Keterangan :

P = Daya Listrik dengan satuan Watt (W)

V = Tegangan Listrik dengan Satuan Volt (V)

I = Arus Listrik dengan satuan Ampere (A)

R = Hambatan dengan satuan Ohm (Ω) (Agung P.January 31, 2019)

2.6 Sistem Kontrol

Pengertian sistem kontrol itu sendiri adalah proses pengaturan /

pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga

berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Dalam

istilah lain disebut juga teknik pengaturan, sistem pengendalian atau sistem

pengontrolan. Secara umum sistem kontrol dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Dengan operator (manual) dan otomatik.

Jaringan tertutup (closed-loop) dan jaringan terbuka (open-loop).

Kontinu (analog) dan diskontinu (digital, diskrit).

Servo dan regulator.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Brine Colling

15

Menurut sumber penggerak : elektris, pneumatis (udara, angin), hidarulis

(cairan), dan mekanis. (kontrol otomatik teori dan penerapan : 1994)

Sedangkan aksi pengontrolan ada enam aksi yaitu :

Dua posisi (on-off).

Proportional.

Integral.

Proportional plus Integral.

Proportional plus Derivative.

Proportional plus Integral plus Derivative. (teknik kontrol automatik sistem

pengaturan jilid 1 : 1985)

Aksi kontrol PID (Proportional, Integral, Derivative) banyak ditemukan di

dunia industri dan satu – satunya strategi yang paling banyak diadopsi pada

pengontrolan proses. Berdasarkan survey, 97% industri yang bergerak dalam

bidang proses (seperti kimia, pulp, makanan, minyak, dan gas) menggunakan PID

sebagai komponen utama dalam pengontrolannya. (kontrol PID untuk proses

industri : 2008)

Sistem kontrol dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya menjadi

dua jenis, yaitu tipe ON-OFF dan tipe modulating. Tipe ON-OFF berfungsi untuk

menghasilkan sistem kontrol yang tetap (discrete). Salah satu contohnya adalah

pada saat menyalakan dan mematikan sebuah motor listrik. Sistem kontrol hanya

memiliki dua perintah untuk motor listrik tersebut, yaitu perintah start dan stop saja.

Sedangkan pada sisi motor, ia juga hanya memiliki dua feedback yaitu motor

berputar dan motor berhenti berputar