bpjs dan sistem rujukan berjenjang-1

50
MAKALAH BPJS KESEHATAN DAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG DISUSUN OLEH: AZIZAH AMALIA NOVIA SANI G99151028 VICIANITA PUTRI UTAMI G99151029 DESY MILA PERTIWI G99151030 DEYONA ANNISA PUTRI G99151031 NISA’U LUTHFI NUR AZIZAH G99151032 KEPANITERAAN KLINIK

Upload: vicianitarizal

Post on 10-Apr-2016

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bpjs

TRANSCRIPT

MAKALAH

BPJS KESEHATAN DAN SISTEM

RUJUKAN BERJENJANG

DISUSUN OLEH:

AZIZAH AMALIA NOVIA SANI G99151028

VICIANITA PUTRI UTAMI G99151029

DESY MILA PERTIWI G99151030

DEYONA ANNISA PUTRI G99151031

NISA’U LUTHFI NUR AZIZAH G99151032

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD DR MOEWARDI

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Hak untuk hidup yang memadai terutama dalam hal kesehatan dan

kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui

oleh segenap bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, falsafah dan

dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas

kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan

diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang

Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak

yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program

jaminan kesehatan social (Kemenkes, 2013).

Untuk mewujudkan komitmen konstitusi di atas, pemerintah bertanggung

jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Pemerintah memberikan jaminan

melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan

Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih

terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit

terkendali (Kemenkes, 2013).

Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan

bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

(Kemenkes, 2013).

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara

penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara

jaminan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa

perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan

dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

pemerintah (Kemenkes, 2013).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia

merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan

Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan

Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar

semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka

dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes,

2013).

Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) tersebut adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan. Untuk itu dalam makalah ini kami akan membahas lebih lanjut

tentang BPJS Kesehatan (Kemenkes, 2013).

BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

I. BPJS KESEHATAN

a. Definisi

BPJS kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program jaminan kesehatan berupa jaminan

perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar pemerintah (Buku Pedoman JKN dalam SJSN, 2014).

b. Visi

Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki

jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS kesehatan yang handal,

unggul, dan terpercaya (bpjs-kesehatan.go.id, 2014).

c. Misi

1) Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan

mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan

Jaminan Kesehatan Nasional(JKN).

2) Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan

yang efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan

yang optimal dengan fasilitas kesehatan.

3) Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana

BPJS kesehatan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk

mendukung kesinambungan program.

4) Membangun BPJS kesehatan yang efektif berdasarkan prinsip-prinsip

tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi

pegawai untuk mencapai kinerja unggul.

5) Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan

evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh

operasionalisasi BPJS Kesehatan.

6) Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.

(bpjs-kesehatan.go.id, 2014)

d. Landasan Hukum

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1), (2), (3)

2) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (1), (2) atas dasar

diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional

3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial

4) PP Nomor 101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI)

5) Perpres Nomor 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan

(bpjs-kesehatan.go.id, 2014)

II. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

a. Definisi

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang

bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta

atas resiko sosial ekonomi yang menimpa mereka atau anggota

keluarganya (UU SJSN No. 40 Tahun 2004). Sistem Jaminan Sosial

Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan (Kemenkes, 2013). Jaminan sosial adalah bentuk

perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang

dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN). SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi

Kesehatan Nasional yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU

No.40 Tahun 2004 (Kemenkes, 2013).

b. Manfaat :

1. Manfaat medis, berupa pelayanan kesehatan.

Pelayanan Kesehatan yang dijamin terdiri atas :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan

non spesialistik yang mencakup:

1. administrasi pelayanan;

2. pelayanan promotif dan preventif;

3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

4. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;

5. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

6. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;

7. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan

8. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan

kesehatan yang mencakup:

1. administrasi pelayanan;

2. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter

spesialis dan subspesialis;

3. tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai

dengan indikasi medis;

4. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

5. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;

6. rehabilitasi medis;

7. pelayanan darah;

8. pelayanan kedokteran forensik klinik;

9. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;

10. perawatan inap non intensif; dan

11. perawatan inap di ruang intensif.

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

Dalam hal diperlukan, selain pelayanan kesehatan di atas, peserta

juga berhak mendapatkan pelayanan berupa alat kesehatan.

2. Manfaat non medis, meliputi :

a. Akomodasi

Manfaat akomodasi berupa layanan rawat inap, dengan keterangan

sebagai berikut:

a) ruang perawatan kelas III bagi:

1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang

didaftarkan oleh Pemerintah Daerah; dan

2. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan

Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang

perawatan kelas III.

b) ruang Perawatan kelas II bagi:

1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri

Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota

keluarganya;

2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II

beserta anggota keluarganya;

3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II

beserta anggota keluarganya;

4. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non

Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan 1,5 (satu

koma lima) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status

kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan

5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan

Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang

perawatan kelas II.

c) ruang perawatan kelas I bagi:

1. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;

2. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil

golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota

keluarganya;

3. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV

beserta anggota keluarganya;

4. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara

Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV

beserta anggota keluarganya;

5. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;

6. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

Kemerdekaan;

7. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non

Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas 1,5 (satu koma

lima) sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak

dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota

keluarganya; dan

8. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan

Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang

perawatan kelas I.

b. Ambulans.

Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas

Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS

Kesehatan (Kemenkes, 2013; Perpres No.111 Tahun 2013).

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan

bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat

pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan :

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai penge lolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hi dup

bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri

Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPT HB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi,

dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi

keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi

dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk

mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko

penyakit tertentu (Kemenkes, 2013).

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif,

masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

a. Tidak sesuai prosedur;

b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS,

kecuali dalam keadaan darurat;

c. Pelayanan Kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan

kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja

atau hubungan kerja;

d. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan

kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang

ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;

e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;

f. Pelayanan kesehatan bertujuan estetik;

g. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

h. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);

i. Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau

alkohol;

j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;

k. Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional, termasuk

akupuntur, sin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif

berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;

l. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan

(eksperimen);

m. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;

n. Perbekalan kesehatan RT;

o. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,

KLB/wabah;

p. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat

dicegah;

q. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat

Jaminan Kesehatan yang diberikan (Perpres No.111 Tahun 2013).

c. Peserta

Peserta meliputi : Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan

PBI JKN dengan rincian sebagai berikut :

1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan, meliputi orang yang tergolong fakir

miskin dan orang tidak mampu.

2. Peserta bukan PBI adalah: Peserta yang tidak tergolong fakir miskin

dan orang tidak mampu yang terdiri atas :

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI (personil/prajurit alat negara di bidang

pertahanan yang melaksanakan tugasnya secara matra di bawah

pimpinan Kepala Staf Angkatan atau gabungan di bawah

Pimpinan Panglima TNI);

c) Anggota Polri (pegawai negeri pada Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang melaksanakan fungsi kepolisian);

d) Pejabat Negara (pimpinan dan anggota lembaga negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang

ditentukan oleh Undang-Undang);

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (pegawai tidak tetap,

pegawai honorer, staf khusus dan pegawai lain yang

dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah);

f) Pegawai Swasta; dan

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f

yang menerima upah

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima

Upah.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a) Investor;

b) Pemberi Kerja;

c) Penerima Pensiun;

d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan;

f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis

kemerdekaan; dan

g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan

huruf e yang mampu membayar Iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak

pensiun;

c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang

mendapat hak pensiun;

e) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak

pensiun.

5) WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri

diatur dengan ketentuan peraturan perundang- undangan tersendiri.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :

a. Istri atau suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari

perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-

banyaknya 5 orang; dan

b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari

Peserta, dengan kriteria :

1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai

penghasilan sendiri; dan

2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia

25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan

pendidikan formal.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan

anggota keluarga yang lain, meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu,

dan mertua (Kemenkes, 2013; Perpres No.111 Tahun 2013).

Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara

bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk, sebagai berikut :

Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi :

1. PBI Jaminan Kesehatan;

2. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian

Pertahanan dan anggota keluarganya;

3. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan

anggota keluarganya;

4. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi

Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya; dan

5. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero

(Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan

anggota keluarganya;

Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan Jaminan Kesehatan

selain di atas, bagi:

a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara, usaha besar, usaha

menengah, dan usaha kecil paling lambat tanggal 1 Januari 2015;

b. Pemberi Kerja pada usaha mikro paling lambat tanggal 1 Januari

2016; dan

c. Pekerja bukan penerima upah dan bukan Pekerja paling lambat

tanggal 1 Januari 2019.

Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai

Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019

(Perpres No.111 Tahun 2013).

Penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta Jaminan Kesehatan

dapat diikutsertakan dalam program Jaminan Kesehatan pada BPJS

Kesehatan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah

kabupaten/kota (Perpres No.111 Tahun 2013).

d. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan

secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk

program Jaminan Kesehatan (Perpres No. 12 Tahun 2013).

i. Pembayar Iuran

bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

bagi Penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dibayar

oleh Pemerintah Daerah.

bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi

Kerja dan Pekerja.

bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan

Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan, kecuali

penerima pensiun, veteran, dan perintis kemerdekaan (Perpres

No.111 Tahun 2013).

Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui

Peraturan Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai dengan

perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak

(Kemenkes, 2013; Perpres No.111 Tahun 2013).

ii. Pembayaran Iuran

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan

berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau

suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI)

(Kemenkes, 2013).

Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,

menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan

membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan paling

lambat tanggal 10 setiap bulan. Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah,

penyetoran iuran kepada BPJS Kesehatan melalui rekening kas negara

paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. Apabila tanggal 10

(sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja

berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN oleh Pemberi Kerja

selain penyelenggara negara, dikenakan denda administratif sebesar 2%

per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3

(tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang

tertunggak oleh Pemberi Kerja. Dalam hal keterlambatan pembayaran

Iuran lebih dari 3 (tiga) bulan, penjaminan dapat diberhentikan

sementara (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima

Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayarkan setiap bulan paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) kepada BPJS Kesehatan dan dapat dibayarkan

untuk lebih dari 1 (satu) bulan yang dilakukan di awal. Keterlambatan

pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan dikenakan denda keterlambatan

sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak

paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan

dengan total iuran yang tertunggak. Dalam hal keterlambatan

pembayaran Iuran lebih dari 6 (enam) bulan, penjaminan dapat

diberhentikan sementara (Perpres No. 111 Tahun 2013).

BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN

sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau

kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara

tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat

belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan

pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan

berikutnya (Perpres No. 111 Tahun 2013). Ketentuan lebih lanjut

mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS

Kesehatan (Kemenkes, 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan

serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp

19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per

orang per bulan (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah

yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri,

Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar

5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan

b. 2% (dua persen) dibayar oleh Peserta.

Kewajiban Pemberi Kerja dalam membayar iuran dilaksanakan oleh:

a. Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri

Sipil Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan

Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat; dan

b. Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pegawai

Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

Daerah (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah

selain Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat

Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri, yang dibayarkan

mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5%

(empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan

ketentuan:

a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja secara langsung

kepada BPJS Kesehatan; dan

b. 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

Sementara yang dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima

persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan:

a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja secara langsung

kepada BPJS Kesehatan; dan

b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan

sebagai dasar perhitungan besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta

Pekerja Penerima Upah yaitu 1) selain Pegawai Negeri Sipil, Anggota

TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara; dan 2) pegawai pemerintah non

pegawai negeri, sebesar 2 (dua) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) orang anak. Gaji atau Upah

yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran Jaminan Kesehatan bagi

pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara,

terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan keluarga, sementara

bagi Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dihitung berdasarkan

penghasilan tetap (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima

Upah dan Peserta bukan Pekerja :

a. sebesar Rp 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per

orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas

III.

b. sebesar Rp 42.500,00 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per

orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas

II.

c. sebesar Rp 59.500,00 (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah)

per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan

Kelas I (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun, yaitu Pegawai

Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan

Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; Pejabat Negara yang

berhenti dengan hak pensiun; Janda, duda, atau anak yatim piatu dari

ketiga penerima pensiun tersebut yang mendapat hak pensiun; ditetapkan

sebesar 5% (lima persen) dari besaran pensiun pokok dan tunjangan

keluarga yang diterima per bulan, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemerintah; dan

b. 2% (dua persen) dibayar oleh penerima pensiun.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi 1) penerima pensiun selain Pegawai

Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan

Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; Pejabat Negara yang

berhenti dengan hak pensiun; dan 2) Janda, duda, atau anak yatim piatu

dari penerima pensiun selain Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan

hak pensiun; Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak

pensiun; Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; mengikuti

ketentuan Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan

Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja (Perpres No. 111 Tahun

2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan

janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%

(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan

ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar

oleh Pemerintah (Perpres No. 111 Tahun 2013).

Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga yang lain dibayar

oleh Peserta, sebesar 1% (satu persen) dari Gaji atau Upah Peserta

Pekerja Penerima Upah per orang per bulan (Perpres No. 111 Tahun

2013)..

Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga yang lain dibayar

oleh Peserta, bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta

bukan Pekerja ditetapkan sesuai Manfaat yang dipilih (Perpres No. 111

Tahun 2013).

e. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak

mendapatkan:

1. identitas peserta

2. manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan.

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban

untuk:

1. membayar iuran

2. melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan

menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau

pindah kerja (Kemenkes, 2013).

f. Prosedur Pendaftaran

a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS

Kesehatan.

b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat

mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan

keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan (Kemenkes,

2013).

g. Alur Pendaftaran

Bagi peserta yang ingin mendaftar BPJS non PBI, dapat mengikuti alur

dibawah ini (bpjs-kesehatan.go.id, 2015) :

1. Alur pendaftaran pekerja penerima upah (non pegawai pemerintah)

2. Alur pendaftaran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja

III. TARIF KAPITASI

Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka

oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

berdasarkan jumlah Peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis

dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Berdasarkan Peraturan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015

Tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi Dan Pembayaran Kapitasi

Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama, terdapat pembagian tarif kapitasi bagi pelayan kesehatan

sebagai berikut:

1. Besaran tarif kapitasi puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara

a. besaran tarif kapitasi fktp selain puskesmasi. Dokter praktik perorangan

ii. Klinik pratama

iii. Rumah sakit kelas d pratama

IV. FASILITAS KESEHATAN DALAM JKN

a. Persyaratan Fasilitas Kesehatan

Menurut Permenkes No.71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada

jaminan kesehatan nasional persyaratan yang harus dipenuhi bagi fasilitas

kesehatan rujukan tingkat pertama terdiri atas :

1) Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki :

1. Surat ijin Operasional

2. Surat ijin Praktik (SIP) / bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin

Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain

3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik

menyelenggarakan pelayanan kefarmasian

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan

5. Perjanjian kerja sama dengan jejaring jika diperlukan

6. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait

dengan Jaminan  Kesehatan Nasional

2)  Praktik Dokter atau Dokter Gigi harus memiliki :

1. Surat Ijin Praktik

2. Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP)

3. Perjanjian kerjasama dengan laboratorium, apotek dan jejaring

lainnya

4. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait

dengan Jaminan Kesehatan Nasional

3) Puskesmas atau yang setara harus memiliki :

1. Surat Ijin Operasional 

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi Dokter / Dokter Gigi, Surat Ijin Praktek

Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat

Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lainnya

3. Perjanjian kerja sama dengan jejaring jika diperlukan

4. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait

dengan Jaminan Kesehatan Nasional

4) Rumah Sakit kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :

1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan

4. Perjanjian kerja sama dengan jejaring jika diperlukan

5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait

dengan Jaminan Kesehatan Nasional

Persyaratan yang harus dipenuhi bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat

lanjutan terdiri atas:

1) Klinik utama atau yang setara harus memiliki:

1. Surat Ijin Operasional;

2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;

4. Perjanjian kerja sama dengan laboratorium, radiologi, dan jejaring

lain jika diperlukan; dan

5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait

dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

2) Rumah sakit harus memiliki:

1. Surat Ijin Operasional;

2. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit;

3. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;

5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;

6. sertifikat akreditasi; dan

7. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan

Jaminan Kesehatan Nasional.

(Depkes, 2013)

b. Hak dan Kewajiban Fasilitas Kesehatan

Perjanjian kerja sama antara Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan

memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak yang tercantum dalam

Permenkes No 71 tahun 2013.

Hak Fasilitas Kesehatan paling sedikit terdiri atas:

a. mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan,

pembayaran dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan

b. menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada

Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim

diterima lengkap.

Kewajiban Fasilitas Kesehatan paling sedikit terdiri atas:

a. memberikan pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai ketentuan

yang berlaku; dan

b. memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah

disepakati.

Hak BPJS Kesehatan paling sedikit terdiri atas:

a. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan Fasilitas Kesehatan

b. menerima laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah

disepakati.

Kewajiban BPJS Kesehatan paling sedikit terdiri atas:

a. memberikan informasi kepada Fasilitas Kesehatan berkaitan dengan

kepesertaan, prosedur pelayanan, pembayaran dan proses kerja sama

dengan BPJS Kesehatan

b. melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas

pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas)

hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap

(Depkes, 2013)

c. Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Sesuai dengan UU No.29 tahun 2004 dokter atau dokter gigi dalam

melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional

c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya

d. menerima imbalan jasa.

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

mempunyai kewajiban:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan

standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai

keahlian atau kemampuan yang lebihbaik, apabila tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan

juga setelah pasien itu meninggal dunia

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali

bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

(Depkes, 2004)

d. Hak dan Kewajiban Puskesmas

Kewajiban puskesmas belum diatur secara jelas dalam undang-

undang. Namun, dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 128 tentang

Kebijakan Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya kesehatan wajib, fungsi

dan tugas, dan azas penyelenggaraan puskesmas yang konteksnya hampir

mirip dengan kewajiban puskesmas, yakni:

a. Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan

Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah

kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan

kesehatan

Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya

Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit

tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan.

b. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan

masyarakat :

Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri

sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat

Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

termasuk pembiayaan

Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan

program kesehatan

c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan mencakup:

Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan masyarakat.

d. Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian

pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes

dan jaringan pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan

(Dinkes Kabupaten dan Kantor Kecamatan)

e. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di

wilayah kerjanya

f. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pemerataan kesehatan yang diselenggarakan

g. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya

h. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar

terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya

Hak puskesmas belum di atur secara khusus dalam perundang-

undangan. Namun ada beberapa hal yang hampir merujuk kepada hak

puskesmas, yaitu puskesmas berhak untuk diperkuat oleh Puskesmas

Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Poskesdes dalam

melaksanakan tugas di wilayah kerjanya.

e. Hak dan Kewajiban Klinik

Penyelenggara Klinik wajib:

a. memasang nama dan klasifikasi Klinik

b. membuat dan melaporkannya kepada dinas kesehatan daftar tenaga

medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan

menyertakan:

nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP)

bagi tenaga medis

nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda

Registrasi (STR), dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja

(SIK) bagi tenaga kesehatan lain

c. melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan

melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka

pelaksanaan program pemerintah sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Setiap Kinik mempunyai hak:

a. menerima imbalan jasa pelayanan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan

b. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan

pelayanan

c. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian

d. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan

e. mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di Klinik sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan

(Depkes, 2014)

f. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :

a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit

kepada masyarakat

b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi,

dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayanan Rumah Sakit

c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya

d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya

e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin

f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian

luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan

g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien

h. menyelenggarakan rekam medis

i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana

ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita

menyusui, anak-anak, lanjut usia

j. melaksanakan sistem rujukan

k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi

dan etika serta peraturan perundang-undangan

l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien

m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien

n. melaksanakan etika Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasi Rumah Sakit

b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,

insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

mengembangkan pelayanan

d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian

e. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan

f. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

g. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit

yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan

V. SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

Sumber: BPJS Kesehatan, 2014

a. Definisi

Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan

kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib

dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial,

dan seluruh fasilitas kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014).

b. Ketentuan Umum

a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;

2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan

3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan

dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis

yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub

spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub

spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub

spesialistik.

e. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.

f. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan

fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau

menetap.

g. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan

yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

(BPJS Kesehatan, 2014)

c. Tatacara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang

sesuai kebutuhan medis, yaitu:

1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama.

2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat

dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.

3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes primer.

4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke

faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan

rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di

faskes tersier.

c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam

kondisi:

1) Terjadi keadaan gawat darurat

2) Bencana

3) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien

4) Pertimbangan geografis

5) Pertimbangan ketersediaan fasilitas

d. Pelayanan oleh bidan dan perawat

1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan

pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter

dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama

kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan

kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau

dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

e. Rujukan Parsial (BPJS Kesehatan, 2014)

DAFTAR PUSTAKA

BPJS Kesehatan. (2014). http://bpjs-kesehatan.go.id [diakses pada 16 November 2015].

Depkes, R.I. (2004). Undang-Undang no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Depkes, R.I. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Depkes, R.I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik.

Depkes, R.I. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

Depkes, R. I. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 128. Tim Penyusun Bahan Sosialisasi dan Advokasi JKN. 2014. Buku pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. Pp: 40-41.

Kemenkes (2013). Buku Pegangan Sosialisasi JKN. Jakarta : Kemenkes RI

MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.

Peraturan Presiden RI No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Peraturan Presiden RI No.111 Tahun 2013 tentang Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Presiden, R. I. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

Undang- Undang RI No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional