bmt

32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semangat umat Islam terutama untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari semakin besar bahkan sampai ke sektor ekonomi. Ekonomi Islam atau ekonomi syariah yang menggaungkan sistem bebas ribanya dipandang sebagai solusi untuk memecahkan serangkaian masalah perekonomian yang dipercayai disebabkan oleh sistem bunga. Walaupun ekonomi syariah di Indonesia perkembangannya tidak semaju di Malaysia, namun semangat para penggiat dan masyarakat sedikit demi sedikit membuahkan hasil yang signifikan. Dengan semakin banyaknya lembaga keuangan bank dan nonbank yang menerapkan prinsip syariah maka menunjukkan bahwa potensi keuangan atau ekonomi syariah di Indonesia semakin baik dan apabila terus diberdayakan maka bukan tidak mungkin ekonomi syariah menjadi kekuatan ekonomi Indonesia di masa depan. Salah satu cara untuk menerapkan syariah Islam dalam sektor ekonomi mikro yang bebas riba adalah dengan pendirian BMT. BMT merupakan wadah atau sarana untuk memberdayakan masyarakat kurang mampu untuk mendirikan usaha atau memenuhi kebutuhan

Upload: diahsetiani

Post on 03-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah mengenai Baitul Maal wa Tamwil

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semangat umat Islam terutama untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari semakin besar bahkan sampai ke sektor ekonomi. Ekonomi Islam atau ekonomi syariah yang menggaungkan sistem bebas ribanya dipandang sebagai solusi untuk memecahkan serangkaian masalah perekonomian yang dipercayai disebabkan oleh sistem bunga. Walaupun ekonomi syariah di Indonesia perkembangannya tidak semaju di Malaysia, namun semangat para penggiat dan masyarakat sedikit demi sedikit membuahkan hasil yang signifikan. Dengan semakin banyaknya lembaga keuangan bank dan nonbank yang menerapkan prinsip syariah maka menunjukkan bahwa potensi keuangan atau ekonomi syariah di Indonesia semakin baik dan apabila terus diberdayakan maka bukan tidak mungkin ekonomi syariah menjadi kekuatan ekonomi Indonesia di masa depan.Salah satu cara untuk menerapkan syariah Islam dalam sektor ekonomi mikro yang bebas riba adalah dengan pendirian BMT. BMT merupakan wadah atau sarana untuk memberdayakan masyarakat kurang mampu untuk mendirikan usaha atau memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga mereka terbebas dari kemiskinan dan jeratan rentenir. BMT dalam perjalanannya masih perlu diberdayakan dengan lebih baik lagi agar prinsip syariah yang menjadi landasannya dapat diaplikasikan dengan benar. Hal tersebut sangat diperlukan demi membangun kepercayaan masyarakat untuk bersedia bertransaksi di BMT. Alasan yang sering menjadi penyebab mengapa masyarakat tidak atau belum mau bertransaksi di BMT adalah karena pandangan mereka bahwa BMT dan bank umum tidak ada bedanya bahkan biaya peminjaman di BMT lebih besar. Oleh karena itu, makalah ini akan menjawab persepsi masyarakat mengenai masalah biaya peminjaman yang sebenarnya murah dan masalah fungsi sosial (baitul maal) serta akan memberikan gambaran BMT secara garis besar dan macam-macam produknya. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian BMT?

2. Apa macam-macam produk yang dihasilkan BMT?3. Bagaimana masalah biaya peminjaman yang dianggap mahal dan tidak seimbangnya praktik bisnis dan sosial yang diemban BMT?C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah mengenai BMT ini adalah untuk memberi pengetahuan mengenai gambaran besar BMT dan macam-macam produk yang dihasilkan oleh BMT. Bukan hanya itu, makalah ini juga akan menjawab alasan yang paling mendasar mengapa banyak masyarakat enggan bertransaksi di BMT yang dilatarbelakangi oleh biaya peminjaman yang cenderung mahal dan tidak berjalan dan efektifnya fungsi sosial BMT dibanding dengan fungsi bisnis.BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian BMTBMT adalah kependekan dari Baitul Maal wat Tamwil atau Baitul Maal wa Baitul Tamwil. Secara harfiah, baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Dari pengertian tersebut, BMT bukan hanya sebuah organisasi bisnis yang mencari laba namun juga mempunyai peran sosial. Peran sosial tersebut direfleksikan dari definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis direfleksikan dari definisi baitul tamwil.Dalam perannya sebagai lembaga sosial, BMT mempunyai kesamaan fungsi dan peran dengan LAZ (Lembaga Amil Zakat), meliputi upaya pegumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai dengan ketentuan asnabiah (UU Nomor 38 tahun 1999).Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih berfokus pada pengembangan usahanya di sektor keuangan yaitu simpan pinjam. Usaha simpan pinjam ini meliputi menghimpun dana anggota dan calon anggota serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. BMT juga dapat mengembangkan usaha sektor riil dan sektor keuangan lainnya yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Hal tersebut dikarenakan BMT bukan bank oleh karena itu BMT tidak mematuhi aturan perbankan yang ada.

Dalam menjalankan ketiga aktivitas usahanya, BMT tetap memisahkan ketiganya karena merupakan entitas yang berbeda dan memiliki kekhasan tersendiri. Dalam hal penilaian pun juga dipisahkan kemudian baru dapat menilai kinerja BMT secara keseluruhan. Hal yang paling dasar adalah seluruh aktivitas usaha BMT harus berdasarkan prinsip muamalah dalam Islam. B. Tujuan dan Fungsi BMT1. Tujuan BMTTujuan didirikan BMT adalah untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan adanya empowering anggota maka diharapkan bahwa anggota BMT dapat menjadi pribadi yang mandiri sehingga dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya. Pemberian modal pinjaman pun juga sedapat mungkin mampu memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh karena itu, dalam pendistribusian pembiayaannya perlu dilakukan pendampingan agar dapat digunakan secara maksimal. Secara rinci, tujuan BMT adalah sebagai berikuta. Pelaksanaan kegiatan usaha simpan berbasis syariah

b. Penyediaan jasa pembiayaan, investasi, dan konsumtif

c. Sebagai lembaga zakat atau amil zakat

d. Membantu pengusaha kecil dalam masalah permodalan

e. Menggeser peranan lintah darat

f. Menyelamatkan tabungan umat Islam dari riba dan menghindarkan mereka dari perbuatan maksiat (kufur nikmat)

g. Tersedianya semacam koperasi syariah sebagai alternatif lembaga keuangan umat

h. Mendirikan, membangun, dan mengembangkan BMT merupakan wujud nyata dari amal saleh dan merupakan pelaksanaan dakwah

2. Fungsi BMT

Dalam mencapai tujuannya, BMT mempunyai fungsi:

a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggotab. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pengurus menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan globalc. Menjadi financial intermediary antara aghnia sebagai shahibul maal dengan dhuafa sebagai mudharib terutama untuk dana-dana sosial

d. Menjadi financial intermediary antara shahibul maal baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan mudharib untuk pengembangan usaha produktif

C. Manajemen FundingBMT memiliki dua fungsi utama yaitu funding (penghimpunan dana) dan financing (pembiayaan). Dua fungsi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Manajemen funding dilakukan agar tidak menimbulkan idle money dan manajemen financing dilakukan agar tingkat likuiditas BMT tetap bagus sehingga tidak akan mengganggu jalannya operasional BMT.

Satu prinsip yang sangat bekerja dalam manajemen funding ini adalah kepercayaan. Kepercayaan di sini adalah kepercayaan masyarakat dalam menaruh dananya di BMT. Oleh karena itu, untuk menciptakan kepercayaan dalam masyarakat maka BMT harus amanah.

Dalam menghimpun dananya, BMT menerapkan dua cara yaitu dengan wadiaah dan mudharabah. 1. Prinsip WadiahWadiah berarti titipan. Jadi, prinsip simpanan wadiah merupakan akad penitipan barang atau uang pada BMT. Oleh sebab itu maka BMT harus menjaga dan merawat barang titipan tersebut dengan baik dan mengembalikannya saat penitip (muwadi) menghendakinya. Prinsip wadiah ada dua macam yaitu:

a. Wadiah Amanah yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak memiliki hak untuk mendayagunakan titipan tersebut. BMT akan menetapkan fee sebagai imbalan atas pengamanan, pemeliharaan, dan administrasinya. Contohnya produknya adalah produk save deposit box.b. Wadiah Yad Dhomanah yaitu akad penitipan barang atau uang (pada umumnya uang) pada BMT, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakannya.

2. Prinsip MudharabahMudharabah merupakan akad kerja sama modal dari shohibul maal (dalam hal ini BMT) dengan pengelola dana atau pengusaha (mudharib) atas dasar bagi hasil. Dalam mudharabah ini nisbah bagi hasil ditentukan dimuka. Jika mengalami kerugian maka kerugian akan ditanggung oleh BMT selaku shohibul maal. Prinsip mudharabah ini dapat dipraktikkan dalam:a. Dana Pihak Pertama (DP I)Dana ini sangat dibutuhkan BMT pada saat pendirian BMT. Dana ini dapat dikembangkan seiring perkembangnya BMT. DP I ini terdiri dari simpanan pokok khusus (modal penyertaan), simpanan pokok khusus, dan simpanan wajib.b. Dana Pihak Kedua (DP II)

Dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar. Dana ini sifatnya terbatas karena tergantung pada BMT itu sendiri dalam menanamkan kepercayaan kepada calon invesor, baik lembaga bank ataupun non bank. Namun, akan lebih baik jika DP II ini juga berasal dari bank atau lembaga syariah untuk menghindari adanya praktik riba.

c. Dana Pihak Ketiga (DP III)

Dana ini merupakan simpanan suka rela atau tabungan dari para anggota. DP III dapat berbentuk simpanan lancar (tabungan) dan simpanan tidak lancar (deposito). Produknya dapat berupa tabungan haji, tabungan qurban, tabungan pendidikan, tabungan berjangka mudharabah.

D. Pembiayaan (Financing-Lending)

Pembiayaan harus dimanage dengan baik agar tidak terjadi idle money dan illiquid yang pastinya akan memengaruhi performance BMT.

1. Pembiayaan modal kerja

2. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli

Dilihat dari cara pengembaliannya dapat dilakukan dengan akad:

a. Bai Muajjal atau Bai Bitsaman Ajil, di sini nasabah akan mengembalikan pembiayaan yakni harga pokok dan keuntungannya dengan mengangsur sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

b. Jual Bayar Tangguh (Bai Al Murabahah) yaitu nasabah akan mengembalikan pada saat jatuh tempo tetapi keuntungannya dapat diminta setiap bulan atau sekaligus dengan pokoknya.

Dilihat dari pemanfaatannya, sistem jual beli dapat dibagi menjadi:

a. Jual Beli Murabahah, yaitu jual beli dengan mengatakan harga pokoknya dan keuntungan yang diinginkan.b. Bai As Salam, yaitu pembelian barang yang dananya dibayarkan di muka, sedangkan barang diserahkan kemudian. Untuk menghindari manipulasi pada barang, maka antara BMT dengan anggota harus sepakat mengenai jenis barang, mutu produk, standar harga, jangka waktu, tempat penyerahan, serta keuntungan. Biasanya sistem jual beli ini terjadi pada produk-produk pertanian

c. Bai Al Istisna, yaitu kontrak jual beli dengan pesanan. Pembeli memesan barang kepada produsen namun produsen berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang tersebut sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

d. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik merupakan akad perpaduan antara sewa dengan jual beli. Yakni sewa-menyewa yang diakhiri dengan pembelian karena terjadi pemindahan hak.3. Pembiayaan dengan Prinsip Kerja Sama (Partnership), dapat dilakukan menjadi dua akad:

a. Pembiayaan MudharabahYaitu hubungan kemitraan antara BMT dengan nasabah atau anggota yang modalnya 100% dari BMT. Jika terjadi kerugian yang sebabnya diluar kemampuan mudharib maka kerugian akan ditanggung oleh BMT. Namun berbeda jika kerugian tersebut disebabkan oleh mudharib sendiri maka ia lah yang akan menanggung kerugiannya. Dalam menyetujui proyek mana yang akan dibiayai maka BMT akan mengevaluasi kelayakan usaha dan kemudian akan melakukan pendampingan administrasi usaha sehingga mudharib akan selalu melaporkan hasil usahanya secara benar.b. Al Musyarakah

Yakni kerja sama antara BMT dengan anggota atau nasabah yang modalnya berasal dari kedua belah pihak dan keduanya bersepakat dalam keuntungan dan risiko. Jika dalam pengembalian modalnya secara angsuran maka partisipasi modal BMT semakin mengecil dan akhirnya menjadi nol. Hal itu juga akan menyebabkan partisipasi modal BMT pun lama kelamaan akan turun yang berimplikasi pada nisbah yang semakin turun juga. Akad ini disebut dengan musyarakah muntanaqisyah.

4. Pembiayaan dengan Prinsip Jasa, dapat dilakukan dengan akad:

a. Al Wakalah/Wakil, yaitu penyerahan, pendelegasian, maupun pemberian mandat atau amanah. Artinya BMT akan menerima amanah dari investor yang akan menanamkan dananya kepada nasabah BMT. Posisi BMT di sini adalah sebagai wakil dari investor.

b. Kafalah/Garansi, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak lain untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak yang tertanggung.

c. Al Hawalah/Pengalihan Piutang, yaitu pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada si penanggung. Dapat terjadi pada factoring atau anjak piutang (BMT melunasi piutang pihak yang berhutang) dan post dated check (BMT hanya sebagai penagih).

d. Ar Rahn (Gadai), yaitu menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya.

e. Al Qard, yaitu pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali. E. Permasalahan yang Dihadapi oleh BMT1. Biaya Peminjaman di BMT Sebenarnya MurahBanyak orang yang kurang berminat untuk melakukan pembiayaan di BMT dikarenakan biaya peminjaman yang cenderung lebih mahal dari perbankan konvensional. Pandangan seperti itulah yang menjadikan BMT belum dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan pembiayaan. Mereka cenderung untuk melakukan aktivitas peminjaman di perbankan konvensional.Seperti kita ketahui bersama, BMT dalam operasionalnya tidak mengenal praktik bunga. Akan tetapi, secara riil tetap pada akhirnya akan dibandingkan atau bahkan akan dipersamakan dengan operasional perbankan konvensional dengan praktik bunganya. Misalnya saja, pada awal tahun 2013 biaya peminjaman dana BMT atau rate bagi hasil pembiayaan berkisar antara 2,5 - 3% per bulan. Sedangkan pada saat yang sama bunga pembiayaan di perbankan konvensional sebesar 2% atau bahkan bisa lebih kecil lagi.Seyogyanya, perbandingan antara rate pembiayaan BMT dan perbankan konvensional tidak dapat diperbandingkan secara kasar seperti perbandingan tersebut di atas. Hal ini dikarenakan perbandingan tersebut akan menghasilkan perbandingan yang tidak adil, kurang objektif, dan cenderung akan menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Pertama, tidak adil jika dilihat dari lingkup atau scope BMT dan perbankan konvensional yang sungguh berbeda baik dari para pengguna jasanya ataupun besaran modal. Kedua, lama berdirinya lembaga tersebut. Ketiga, banyaknya para pengguna, efisiensi dan efektivitas operasional, teknologi yang digunakan, sumber daya insani dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, seharusnya kalau mau membandingkan harus diteliti lebih jauh lagi bukan hanya menggunakan perbandingan kasar.

Biaya peminjaman di BMT memang cenderung dan kelihatan lebih mahal dari perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan oleh:

a. Mayoritas funding BMT merupakan channeling programme NERACA GABUNGAN BMT

(RIBU RUPIAH)

KETERANGANBMT BERKAH MADANI BMT PILAR MANDIRI BMT AQOBAH PARUNGBMT MBA ITS

AKTIVA

KAS36.42613.5436.1815.395

PENEMPATAN PADA BANK LAIN970.35619.62530.080135.692

PEMBIAYAAN3.349.043152.46121.76790.000

PASIVA

DPK1.981.2878.61019.996

KEWAJIBAN LAIN-LAIN1.386.4711.306

MODAL

SIMPANAN PENGURUS 312.516243.200957221.120

DONASI/HIBAH550.00050.000

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas funding yang dimiliki oleh BMT merupakan dari channeling programme. Channeling programme sendiri adalah praktik yang dilaksanakan oleh BMT dimana dana BMT bersumber dari dana bank syariah atau dana hibah lainnya. Sumber lainnya adalah dana yang berasal dari BPRS. Hal inilah yang menjadikan cost of fund BMT besar yang konsekuensi logisnya juga akan memengaruhi besarnya penentuan pricing penyaluran dana seperti rate margin murabahah dan rate bagi hasil pembiayaan mudharabah. Bukan hanya itu, dengan channeling programme tersebut maka rate BMT tidak terlepas dari benchmark suku bunga konvensional, nilai tukar, inflasi, tingkat pesaing, dan biaya overhead. Banyak juga yang mengkritik mengenai piutang murabahah yang masih sama dengan kredit pada perbankan. Hal ini didasarkan pada implementasinya yang masih menggunakan metode pembebanan bunga flat dan prinsip cost of fund yang merupakan core dari lembaga keuangan mikro konvensional.b. Besarnya nominal kredit. Nominal kredit atau pembiayaan di bank umum atau BPR biasanya hanya melayani kredit dengan nominal yang cukup besar saja, setidaknya lebih besar dari yang biasa dilayani BMT. BMT sebagai lembaga keuangan mikro bersedia dan lebih sering melayani pembiayaan di bawah angka Rp1.000.000,00. Memang secara legal, tidak ada pembatasan kredit pada pembiayaan di bank umum atau BPR. Akan tetapi, pada praktiknya kredit yang dilayani di bank umum atau BPR hampir tidak ada yang kurang dari Rp5.000.000,00. Secara sederhana, pertimbangan bank umum dapat diasumsikan bahwa dengan nominal kredit yang rendah maka akan menghasilkan bunga yang rendah pula dengan sistem operasional yang sama dengan kredit dengan nominal yang besar.

Jika dilihat dari perspektif pendapatan bunga, maka pendapatan bunga yang didapat akan sama apabila bank memberi kredit satu orang dengan nominal Rp25.000.000,00 dengan membiayai 25 orang dengan nominal Rp1.000.000,00. Walaupun pendapatan bunga yang didapat sama, akan tetapi biaya operasionalnya akan jauh berbeda. Apalagi seperti yang kita ketahui bersama bahwa BMT juga menerapkan sistem jemput bola yang pasti akan menambah biaya operasionalnya juga. Walaupun saat ini BPR juga telah melakukan hal yang sama namun cakupan operasinya tidak bisa seperti BMT dikarenakan oleh kendala teknis perbankan. Salah satunya adalah persyaratan akses kepada bank yang sulit bahkan tidak bisa dipenuhi (unbankable) oleh kebanyakan nasabah BMT dan keengganan perbankan untuk direpotkan dengan kendala teknis yang ada. Jika dilihat dari perspektif peminjam juga akan terlihat bahwa biaya peminjaman di BMT sebenarnya murah. Biaya peminjaman bukan hanya dihitung dari bunga yang harus dibayar. Contohnya adalah cicilan kredit sebesar Rp5.000,00 Rp20.000,00 per hari. Katakanlah tidak terdapat biaya transportasi (padahal tidak mungkin semua nasabah berada di lokasi dekat kantor bank), mestinya harus dihitung opportunity cost-nya atau potential loss-nya akibat pembayaran cicilan tersebut. Alasan lain adalah kebanyakan nasabah BMT akan merasa keberatan jika harus mencicil satu bulan sekali, katakanlah Rp300.000,00. Walaupun dengan cicilan per hari yang jika diakumulasikan akan bernominal sama, akan tetapi cicilan per hari dirasa lebih ringan.Argumen secara akademisnya adalah mengenai pertanyaan mengapa dengan biaya pembiayaan yang cenderung lebih mahal, BMT tetap tumbuh berkembang sedangkan perbankan kurang bersedia masuk lebih jauh ke segmen pasar BMT. Sebagai unit usaha komersial tidak mungkin bank umum akan melepaskan begitu saja potensi keuntungan yang ada. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa biaya peminjaman atau kredit di BMT justru murah karena tidak semua pemain pasar dapat bermain di segmen pasar tersebut. Ada studi yang menyatakan bahwa bank umum juga telah berupaya untuk masuk pada segmen pasar mikro akan tetapi berbuah kegagalan. Walaupun upaya tersebut tidak disharekan ke khalayak umum namun diduga upaya tersebut berbuah kegagalan. Fakta di Jakarta pada awal Maret 2007, HSBC juga mulai menawarkan jasa pembiayaan bagi kredit mikro sampai nominal Rp15.000.000,00 dengan sistem jemput bola dan dipromosikan tanpa agunan. Walaupun tanpa agunan, HSBC tetap memerlukan slip gaji atau yang sejenisnya. Beda dengan BMT yang tidak memerlukan slip gaji dalam mengimplementasikan sistem tanpa agunan nya. Biaya bunga yang tercantum dalam brosur adalah 3% per bulan, dan jika diperhitungkan dengan biaya administrasi maka akan menghasilkan angka 3,3%. Angka tersebut jelas di atas rata-rata biaya peminjaman pada BMT. Hal ini lebih menjelaskan bahwa jika terdapat bank umum yang ingin beroperasi di segmen pasar maka kemungkinan besar biayanya akan lebih mahal dari BMT.

Semakin berjalannya waktu, biaya peminjaman di BMT pun lambat laun mengalami kecenderungan untuk turun. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan yang sehat antar BMT, serta makin efisiennya kerja BMT.

Dengan adanya BMT, tanpa disadari juga telah mampu menggeser posisi lintah darat atau rentenir di masyarakat. Fenomena lintah darat yang telah menjadi suatu problem lama bagi warga miskin dalam memenuhi kebutuhan kredit mereka yang sedikit demi sedikit telah digeser posisinya oleh BMT. 2. Peran Sosial BMT Kurang Dapat Diaplikasikan (Studi Kasus Terhadap 10 BMT di Lampung)

Sesuai dengan definisi BMT, dalam menjalankan aktivitas operasinya, BMT tidak hanya menjalankan aktivitas bisnis saja. Akan tetapi, ia juga menjalankan aktivitas sosial lewat baitul maalnya. Namun, mayoritas BMT hanya fokus menjalankan aktivitas bisnisnya saja. Dalam mengevaluasi kinerja karyawan dan kinerja BMT itu sendiri pun banyak yang didasarkan pada aspek-aspek bisnis yang notabene hanya mencari keuntungan seperti perhitungan ROI. Permasalahan tersebut dapat dianalisis melalui 4M dan IE, yaitu manpower, management, method, money, dan environment.a. ManpowerDari perspektif manpower, lemahnya fungsi sosial BMT diantaranya adalah karena belum ada semacam training atau pembekalan yang menyentuh fungsi sosial bagi para pengurus ataupun pengelola BMT. Sejauh ini, hanya ada training mengenai manajemen pembiayaan, akuntansi, penerapan program IT untuk pencatatan keuangan, teknik kelayakan usaha, penanganan pembiayaan yang bermasalah, atau teknik pengoperasian lembaga yang efektif dan efisien, yang kesemuanya merupakan faktor-faktor pendukung bagi pelaksanaan fungsi bisnis (tamwil) BMT.Bukan hanya itu, lembaga pendamping yang memberikan asistensi terhadap BMT pun praktis tidak menyentuh fungsi sosial. Bahkan, lembaga yang menjadi inisiator terbentuknya BMT juga belum cukup memberikan pemahaman dan bekal bagi pengelolaan fungsi bisnis dan fungsi sosial BMT. b. ManagementDari perspektif management juga dapat dikarenakan motivasi atau semangat untuk mengaplikasikan fungsi sosial BMT lemah. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengukuran kesuksesan yang hanya menilai dari sisi tamwilnya saja (fungsi bisnis).

Dalam tataran hierarki BMT, Rapat Anggota Tahunan (RAT) memegang peranan tertinggi di mana kewenangan anggota RAT adalah mengevaluasi jalannya operasional BMT dalam satu periode (biasanya satu tahun). Kemudian, anggota RAT juga berhak untuk memilih jajaran pengurus BMT yang tugas sehari-harinya adalah melakukan pengawasan, pendampingan, evaluasi, dan dapat terlibat dalam pengelolaan lembaga sesuai kapasitasnya dalam AD/ART BMT. Badan pengurus tersebut juga berhak unutk mengevaluasi dan melakukan reposisi dan atau pemberhentian terhadap karyawan BMT.Sejauh ini, materi pengevalusian operasional BMT baik pada tingkat manajemen ataupun pengurus masih didasarkan pada ukuran-ukuran bisnis, seperti pertumbuhan aset, ROI, SHU, dan lain-lain. Pengukuran tersebut juga digunakan unutk mengevaluasi keberhasilan pengurus terhadap pengelola, unsur pimpinan terhadap karyawannya, maupun dalam RAT sekalipun yang tidak memandang aspek sosial seperti pemberdayaan sebagai pertimbangan yang penting dalam keberhasilan kepengurusan BMT. Oleh karena itu, pengurus pun cenderung akan mengabaikan fungsi sosial BMT dan hanya akan fokus dalam menjalankan fungsi bisnisnya. Belum adanya standarisasi pelaksanaan fungsi sosial dalam SOP juga diasumsikan menjadi faktor pendukung lemahnya penerapan fungsi sosial BMT. Bahkan ada BMT yang semula memiliki departemen khusus untuk menangani dan menjalankan fungsi sosial BMT namun karena cenderung tidak terlalu diperlukan dan difungsikan maka kemudian dihilangkan. Ada pula BMT yang masih mempunyai depertemen khusus untuk menangani fungsi sosial tersebut, namun karena sumber daya manusianya yang kurang memadai maka departemen khusus tersebut kurang dapat menjalankan fungsinya secara optimal atau hanya sebagai formalitas.c. MethodMetode juga menjadi kendala karena dalam SOP BMT pun belum memiliki job description untuk menjalankan fungsi sosial BMT. Hal ini bisa terjadi karenafungsi sosial BMT belum terstandarisasi seperti fungsi bisnisnya.d. MoneyDalam menjalankan fungsi sosialnya seperti mengumpulkan dan menyalurkan dana ZIS, kendala yang dihadapi BMT adalah tidak adanya perencanaan dan langkah sistematis dalam upaya mengumpulkan dana dari para muzaki (orang yang wajib zakat) dan aghnia (donatur), yang selanjutnya akan didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Dalam beberapa penelitian juga telah dibuktikan bahwa potensi zakat umat Islam sebenarnya telah mampu mengatasi problem perekonomian yang ada apabila dikelola dengan baik dan terstruktur. Dengan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat akan hak orang lain yang tercover dalam hartanya melalui zakat, infaq, dan shadaqah, banyak berkembang lembaga-lembaga amil zakat yang mampu berkembang dan eksis serta mampu membuat prestasi dalam memanfaatkan potensi filantrophi umat Islam untuk program-program produktif maupun permberdayaan umat.

Alasan mengapa dana atau money menjadi kendala dalam mengaplikasikan fungsi sosial adalah dengan tidak ada dana berarti tidak ada dukungan atau kemampuan finansial yang cukup untuk menjalankan program-program sosialnya. Kemudian dapat diruntut kembali mengapa tidak ada dana yang cukup, maka jawabannya adalah karena tidak dilakukannya penggalangan dana dari para muzaki dan aghnia, dan tidak adanya donasi.Pada kebanyakan BMT, dana ZIS yang terkumpul merupakan zakat lembaga yang disisihkan dari porsi keuntungan dan juga denda yang dimasukkan dalam kelompok infaq dari nasabah. Ada pula sebagian kecil anggota BMT yang memercayakan ZIS nya melalui BMT namun porsinya tidak signifikan yang menegaskan bahwa baitul maal BMT belum dikelola dengan baik.Ada pula BMT yang telah dipercaya oleh para pengusaha di lingkungannya untuk menyalurkan dana ZIS nya ke masyarakat yang membutuhkan. Akan tetapi, timbul masalah lagi mengenai kepastian hukum tentang legalitas BMT untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat. Hal ini dikarenakan bagi para pengusaha, zakat yang mereka bayar melalui lembaga yang legal dapat dijadikan pengurang pajak. Mereka masih mempertanyakan legalitas BMT yang berbadan hukum koperasi dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat mereka. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aspek lingkungan pemerintah (peraturan) juga mempunyai andil untuk BMT dalam mengaplikasikan fungsi sosialnya. e. EnvironmentSerangkain alasan mengapa lingkungan dapat mendukung lemahnya aplikasi fungsi sosial BMT adalah :

Lingkungan dapat diidentifikasi sebagai kesadaran masyarakat untuk menyalurkan ZIS melalui lembaga pengelola seperti BMT masih rendah. Alasan banyaknya masyarakat yang belum menyadari hal tersebut adalah karena belum adanya upaya sistematis dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola terutama oleh pengelola BMT. Kemudian alasan mengapa kurangnya upaya tersebut adalah karena masih adanya keraguan dikalangan pengurus dan pengelola BMT mengenai legalitas BMT sebagai lembaga pengelola zakat. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh peraturan pemerintah tentang zakat dan badan hukum BMT belum menjelaskan kewenangannya.

Dari kesepuluh BMT yang telah diteliti, hanya ada 3 BMT yang memiliki laporan dana ZIS tersendiri di luar neraca BMT yaitu BMT Mentari, BMT Assyafiiyah, dan Baskara Muhammadiyah walaupun baru sebatas laporan sumber dan penyalurannya secara global. Untuk ketujuh BMT yang lainnya masih belum memiliki laporan dana ZIS yang terpisah dari laporan keuangan tamwil-nya. Hal tersebut juga lebih memperjelas lagi indikasi belum terkelolanya baitul maal dengan baik dan profesional.

BAB III

PENUTUPA. Kesimpulan BMT adalah kependekan dari Baitul Maal wat Tamwil atau Baitul Maal wa Baitul Tamwil. Secara harfiah, baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Dari definisi tersebut, BMT bukan hanya mempunyai peran bisnis akan tetapi fungsi sosial pula.

Tujuan didirikan BMT adalah untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, BMT mempunyai fungsi untuk memberdayakan masyarakat melalui pembiayaan bagi usaha mikro dan pembiayaan untuk konsumsi sehingga masyarakat dapat terbebas dari jeratan lintah darat. Bukan hanya itu, dengan masyarakat yang berdikari maka ia dapat memosisikan diri dalam percaturan ekonomi global.

Dalam menghimpun dananya BMT bisa menerapkan prinsip wadiah dan mudharabah. Sedangkan dalam melakukuan aktivitas pembiayaannya, BMT dapat menerapkan berbagai macam cara pembiayaan seperti jual beli, kerja sama, dan jasa.

Masalah mengenai biaya peminjaman BMT yang cenderung mahal dikarenakan oleh linkage atau channeling programme yang dilakukan oleh BMT dan besarnya nominal kredit yang berimplikasi pada pendapatan bunga dan biaya administrasi yang berbeda. Mengenai fungsi atau peran sosial yang masih belum dapat dikerjakan dengan baik atau malah cenderung untuk tidak diperhatikan dapat dianalisis melalui 4M dan IE, yaitu manpower, management, method, money, dan environment.DAFTAR PUSTAKA

Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press.

Rizky, Awalil. 2007. BMT: Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil. Yogyakarta: UCY Press.

Sumiyanto, Ahmad. 2005. Problem dan Solusi Transaksi Mudharabah Di Lembaga Keuangan Syariah Mikro Baitul Mal wat Tamwil. Yogyakarta: Safiria Insania Press.

Syaifuddin. Faktor Penyebab Lemahnya Fungsi Sosial BMT. Tesis diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Indonesia 2008.Wibowo, Hendro. BMT Sebagai Corporate Social Entrepreneurship. Tesis diterbitkan. Program Studi Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Jawa Barat Tanpa Tahun.

Widodo, Hertanto dkk. 1999. Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Yogyakarta: Citra Media.

BMT (Baitul Maal wat Tamwil)

dan Analisis Berbagai Permasalahannya

Diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah

Lembaga Keuangan Islam

Disusun Oleh :

Diah Setiani12390150Dosen:

Syafiq M. Hanafi

KEUANGAN ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN KALIJAGA

2014 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 126

Hendro Wibowo, BMT Sebagai Corporate Social Entrepreneurship, Tesis diterbitkan. Program Studi Perbankan Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Jawa Barat Tanpa Tahun, hlm. 5.

Awalil Rizky, BMT: Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil, (Yogyakarta, UCY Press, 2007), hlm. 188

Ibid; hlm. 189

Ridwan Syaifuddin, Faktor Penyebab Lemahnya Fungsi Sosial BMT, Tesis diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008, hlm. 53.