analisis penerapan hukum jaminan pada bmt...

143
ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH IKMI, DAN BMT AT-TAQWA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Nabilla Yudia Putri 11140460000128 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019/1440 H

Upload: others

Post on 15-Nov-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR

DA’WAH, BMT AL-FATH IKMI, DAN BMT AT-TAQWA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Nabilla Yudia Putri

11140460000128

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019/1440 H

Page 2: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT
Page 3: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT
Page 4: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT
Page 5: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

ABSTRAK

Nabilla Yudia Putri. NIM 11140460000128. ANALISIS PENERAPAN HUKUM

JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH IKMI, DAN BMT AT-

TAQWA. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Fakultas Syariah dan Hukum.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1440/2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang prosedur pembiayaan serta

pelaksanaan hukum jaminan yang diterapkan, proses eksekusi serta kendala-kendala

eksekusi pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa.

Lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan kepada nasabah,

wajib mensyaratkan adanya jaminan. Jaminan ini berfungsi sebagai pengamanan dari

resiko yang mungkin akan terjadi. Dengan adanya jaminan, lembaga keuangan wajib

melakukan pengikatan jaminan untuk menghindari kelemahan hukum bagi pemberi

jaminan maupun penerima jaminan. Aturan yang mengatur tentang pengikatan jaminan

terdiri dari Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-undang ini secara

tegas mengatur tentang pengikatan jaminan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif-empiris dengan pendekatan

penelitian normatif dan empiris dengan menggunakan bahan pustaka yang mencakup

bahan hukum primer seperti wawancara langsung oleh pihak BMT dan bahan hukum

sekunder seperti hasil–hasil penelitian, buku–buku yang berkaitan dengan hasil

penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukan bahwa BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI

dan BMT At-Taqwa ini belum sesuai dengan peraturan Undang-Undang No.42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia. Pengikatan yang dilakukan ketiga BMT ini dilakukan

di bawah tangan, artinya semua jaminan diikat tanpa adanya pihak ketiga sebagai

notaris dan tanpa didaftarkan di Kantor pendaftaran jaminan. Jaminan yang diikat

menggunakan pihak ketiga sebagai notaris, dilakukan oleh BMT Mekar Da’wah dan

BMT Al-Fath IKMI dengan pembiayaan di atas Rp 100.000.000 dan tanpa didaftarkan

ke Kantor pendaftaran jaminan. Sedangkan BMT At-Taqwa tidak menerapkan hukum

jaminan dalam pembiayaannya. Berapapun pebiayannya, jaminan yang digunakan

pada BMT At-Taqwa hanya sebagai formalitas saja, tanpa diikat dan didaftarkan dalam

kanto pendaftaran jaminan. Dan dengan pengikatan di bawah tangan, terjadi kendala-

kendala saat akan melakukan eksekusi jaminan. Kendala-kendala yang terjadi yaitu

tidak kooperatifnya mitra pada saat jaminannya dieksekusi, ketidak mauan pihak mitra

apabila menggunakan notaris menyangkut biaya tambahan, dan hilangnya objek

jaminan apabila pihak mitra sudah cidera janji.

Kata Kunci: Jaminan, BMT, Eksekusi

Dosen Pembimbing: Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC.

Daftar Pustaka: 1998-2018

Page 6: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

i

KATA PENGANTAR

Alhamdullilahi rabbil ‘aalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, yang telah memberikan kemudahan dan

kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa

shwalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat,

serta kerabatnya, semoga di akhir zaman nanti kita mendapat syafa’at dari beliau.

Aamiin.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam

menyelasaikan program strata satu (S-1) pada Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

dengan judul “Analisis Penerapan Hukum Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah,

BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa”

Penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan

baik dalam pembahasan maupun penyajian. Hal ini dikarenakan terbatasnya

pengetahuan serta pengalaman yang penulis miliki serta hambatan dalam melakukan

penelitian skripsi ini. Akan tetapi berkat dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa

memberikan dukungan baik moril maupun materil hingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya dalam kesempatan ini, perkenankanlah dengan segala kerendahan

hati untuk penulis menyampaikan rasa terimakasih dan rasa hormat yang terdalam

kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. A.M. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. Selaku Ketua dan

Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC. Selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu memberikan pengarahan untuk penulis. Terimakasih atas waktu,

ilmu dan bimbingannya selama proses penyusunan skripsi ini.

Page 7: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

ii

4. Kepada Bapak Ismail selaku ketua BMT Mekar Da’wah, Bapak Suryadi selaku

bagian operational BMT Al-Fath IKMI, dan Ibu Riri selaku pengurus BMT At-

Taqwa, terimakasih sebesar-besarnya telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan penelitian.

5. Seluruh dosen Hukum Ekonomi Syariah yang telah memberikan ilmunya

kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Kedua orang tua ku tercinta dan tersayang ayahanda Yudi M.S dan ibunda

Maimunah serta abangku tersayang yang menjadi alasan agar skripsi ini cepat

selesai dan yang tak pernah henti memberikan dukungan, do’a, perhatian, kasih

sayang dan semangat selama penulisan skripsi ini.

7. Teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2014 khususnya Hukum

Ekonomi Syariah C Native yang telah memberikan dukungan, semangat, dan

bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Teman seperjuangan Venny Andrianingtyas, Iffah Karimah, Ulfatun Mardiyah,

Inez Nur Afifah, Musyarofah dan Yuanita Nindyas yang selalu menemani

penulis serta memberikan semangat.

9. Teman-teman KKN Adinata 2014 yang telah memberikan dukungan terus

menerus untuk penulis.

10. Herdian Murphy, atas ketulusan dan doanya dalam mendukung dan menemani

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang memberikan

dukungan dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan berkah-Nya bagi kita

semua, terimaksih untuk bantuannya selama ini, semoga dapat ganjaran yang

setimpal atas kebaikan yang telah mereka berikan. Aamiin Ya Rabbal’alamin.

Jakarta, 21 Mei 2019

Nabilla Yudia Putri

Page 8: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, Perumusan Masalah, dan Tujuan ............................. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 10

D. Kerangka Teori............................................................................................... 11

E. Metode Penelitian........................................................................................... 15

F. Sistematika Penulisan .................................................................................... 18

BAB II

LANDASAN TEORI ................................................................................................ 21

A. Teori Jaminan ................................................................................................. 21

1. Pengertian Jaminan ................................................................................. 21

2. Bentuk-Bentuk Jaminan ........................................................................... 22

3. Taksasi Jaminan dalam Lembaga Pembiayaan ........................................ 23

4. Konsep Jaminan dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam................... 24

B. Teori Pembiayaan........................................................................................... 47

1. Pengertian Pembiayaan ............................................................................ 47

2. Fungsi Pembiayaan .................................................................................. 48

3. Aspek Hukum dalam Pemberian Pembiayaan ......................................... 49

C. Teori Lembaga Keuangan Mikro Syariah ...................................................... 52

1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil ......................................................... 53

2. Prinsip Operasi Baitul Maal wat Tamwil ................................................ 54

3. Peran Baitul Maal wat Tamwil ................................................................. 55

4. Tujuan Baitul Maal wat Tamwil .............................................................. 56

5. Mekanisme Operasional Baitul Maal wat Tamwil ................................... 56

Page 9: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

iv

D. Review Studi Terdahulu ................................................................................. 57

BAB III

PROFILE BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH, dan BMT AT-

TAQWA .................................................................................................................... 61

A. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Mekar Da’wah Serpong ............................. 61

1. Sejarah Berdirinya BMT Mekar Da’wah ................................................. 61

2. Visi, Misi, dan Tujuan BMT Mekar Da’wah ........................................... 62

3. Fungsi, Prinsip, dan Filosofi BMT Mekar Da’wah.................................. 63

4. Motto, Jargon, dan Target BMT Mekar Da’wah ..................................... 64

5. Identitas dan Struktur Organisasi BMT Mekar Da’wah .......................... 65

B. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI ............................................. 66

1. Sejarah Berdirinya BMT Al-Fath IKMI ................................................. 66

2. Visi, dan Misi BMT Al-Fath IKMI .......................................................... 67

3. Fungsi dan Tujuan BMT Al-Fath IKMI .................................................. 68

4. Produk dan Jasa BMT Al-Fath IKMI ...................................................... 68

5. Struktur Organisasi BMT Al-Fath IKMI ................................................. 72

C. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) At-Taqwa .................................................... 73

1. Sejarah BMT At-Taqwa ........................................................................... 73

2. Visi dan Misi BMT At-Taqwa ................................................................. 73

3. Fungsi dan Tujuan BMT At-Taqwa ......................................................... 74

4. Legalitas dan Struktur Organisasi BMT At-Taqwa ................................. 75

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................................... 78

A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Oleh BMT Mekar Da’wah,

BMT Al-Fath dan BMT At-Taqwa ................................................................ 78

B. Pelaksanaan Jaminan Berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI

Dan BMT At-Taqwa ...................................................................................... 87

Page 10: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

v

C. Penerapan Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI

Dan BMT At-Taqwa ...................................................................................... 91

D. Eksekusi Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI

Dan BMT At-Taqwa ...................................................................................... 96

BAB V

PENUTUP ............................................................................................................... 113

A. Kesimpulan ................................................................................................... 113

B. Saran ............................................................................................................ 114

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 116

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

vi

Page 12: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid" atau

"cautie", yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin

dipenuhinya tagihan. Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR

tanggal 28 februari 1991, jaminan adalah suatu keyakinan kreditur bank atas

kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Beberapa pengertian jaminan menurut para ahli, yaitu Mariam Darus

Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan

oleh seorang debitur dana/atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin

kewajibannya dalam suatu perikatan. Hartono Hadisoeprapto, berpendapat

bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk

menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat

dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Dan terakhir M. Bahsan

jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur

untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.1

Adapun menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan

adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah kepada bank dalam rangka

pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Fungsi

dari pemberian jaminan yaitu untuk meyakinkan pihak bank atau kreditur

bahwa debitur mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melakukan

kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit.

1 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, “Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan

Hukum Nasional Dan Prinsip Ekonomi Syariah”, (Depok:Rajawali Pers, 2018), h.2-3

Page 13: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

2

Dalam memberikan pembiayaan berdasarkan psinsip syariah, bank wajib

memperhatikan hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang

Perbankan yang menyatakan, Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah, Bank umum wajib mempunyai keyakinan

berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.

Berkaitan dengan Pasal 8 ayat 1 ini, untuk mencegah terjadinya kredit

bermasalah di kemudian hari, suatu bank memberlakukan penilaian untuk

memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit yang dilakukan

dengan prinsip 5C atau the five of credit, prinsip 5C ini terdiri dari:2

1. Character (kepribadian) yaitu penilaian terhadap karakter atau watak, dan

integritas calon nasabah pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan

kemungkinan bahwa nasabah dapat memenuhi kewajibannya yang dapat

dilihat dari latar belakang nasabah baik dari pekerjaan maupun gaya hidup

dan keadaan keluarganya.

2. Capacity (kemampuan) yaitu penilaian secara objektif tentang kemampuan

bisnis nasabah untuk melunasi utangnya. Dilihat dari seberapa besar

kemampuan usahanya sampai saat ini.

3. Capital (modal) yaitu penilaian kemampuan keuangan nasabah yang

mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar terhadap

kreditur.

4. Collateral (agunan) yaitu harta kekayaan nasabah sebagai jaminan bagi

pelunasan utangnya jika pembiayaan dalam keadaan macet.

2 H.R.M. Anton Suyatno, “Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui

Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan”, (Jakarta :

PRENADAMEDIA GROUP, 2016) hlm 35-36

Page 14: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

3

5. Condition Of Economi (kondisi ekonomi) yaitu analisis terhadap kondisi

perekonomian nasabah secara mikro maupun makro.

Kredit yang diberikan berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan

menerapkan prinsip 5C tersebut, dapatmenempatkan kredit pada kualitas kredit

yang baik atau performing loan. Dalam prinsip 5C terdapat prinsip jaminan atau

agunan, fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan utang

di dalam perjanjian kredit atau dalam utang piutang atau kepastian realisasi

suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan

mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.

Peraturan tentang jaminan diatur sedemikian rupa dalam KUH Perdata

Pasal 1131 yang mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu

bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan

(tanggungan) atas utangnya. Dan juga menetapkan bahwa semua harta pihak

peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan

atas perikatan utang pihak peminjam.3 Jadi harta kekayaan seseorang (debitur)

yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari akan selalu menjadi

jaminan bagi perikatan orang (debitur) tersebut dengan seorang kreditur.

Dengan demikian, apabila seorang debitor dalam keadaan wanprestasi, maka

lewat kewajiban jaminan ini kreditor dapat meminta pengadilan untuk menyita

dan melelang seluruh harta debitor kecuali jika atas harta tersebut ada hak-hak

lain yang bersifat preferensial.4

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang

Pembiayaan Mudharabah juga mewajibkan adanya jaminan dengan

menyatakan bahwa dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun

3 M. Bahsan “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, (Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada) 2007, hlm 8

4 Munir Fuady, “Hukum Jaminan Utang”, (Jakarta : Erlangga)2013, hlm 8

Page 15: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

4

agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah

dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Adanya jaminan

dalam semua transaksi pembiayaan didasarkan pada prinsip kehati-hatian agar

tidak terjebak dalam praktik yang curang/jahat. Sehingga dalam transaksi ini

lebih ditekan kemungkinan risiko-risiko yang terjadi dan kemaslahatan dapat

terwujud dengan baik.5

Penerapan jaminan pada lembaga keuangan berbeda-beda satu dengan yang

lainnya. Umumnya menggunakan pengikatan pembebanan hak tanggungan,

yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Dan

dengan menggunakan pengikatan fidusia yaitu jaminan yang hak

kepemilikannya berpindah ke kreditur tetapi bendanya tetap berada dalam

penguasa debitur. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia.

Di lembaga keuangan perbankan penerapan jaminan harus sesuai dengan

aturan dan kebijakan yang dibuat oleh pihak perbankan. Aturan tersebut yaitu

dalam praktik di salah satu perbankan, pihak kreditur hanya menerima objek

jaminan fidusia berupa barang bergerak saja yaitu mobil dan motor. Barang

bergerak tersebut itu memiliki biaya nominal pembiayaan yang berbeda-beda.

Pertama adalah pembiayaan di atas 100.000.000 objeknya merupakan kendaran

bergerak berupa mobil. Semua pembiayaan minimal seratus juta akan dibebani

oleh akta pembebanan jaminan fidusia. Yang selanjutnya akan segera di

daftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Hal ini tentu untuk melindungi

objek jaminan apabila sewaktu-waktu terjadi wanprestasi.

5 Taufiqul Hulan, “Jaminan Dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan Syariah”,

MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, (Oktober 2010), hlm 530-531

Page 16: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

5

Sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 11 ayat 1 yaitu

Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Kedua adalah

pembiayaan di bawah 100.000.000 objeknya adalah kendaraan bergerak berupa

motor. Ketika sudah melakukan pembiayaan, akan dibebani oleh akta

pembebanan jaminan fidusia. Berbeda dengan objek jaminan mobil yang

langsung didaftarkan, objek jaminan motor tidak langsung didaftarkan pada

saat itu juga ke Kantor pendaftaran jaminan fidusia, tetapi didaftarkan apabila

debitur ada tanda-tanda terjadi wanprestasi. Maka saat itu juga akan didaftarkan

oleh pihak bank untuk mengamankan apabila terjadi eksekusi.6 Salah satu

wujud dari pemberian kepastian hukum hak-hak kreditur adalah dengan

mengadakan lembaga pendaftaran fidusia dan tujuan pendaftaran itu tidak lain

adalah untuk menjamin kepentingan dari pihak yang menerima fidusia.

Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia, di dalam sertifikat jaminan fidusia mempunyai

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan titel eksekutorial tersebut

kreditur dapat langsung mengeksekusi melalui pelelangan umum atas obyek

jaminan fidusia tanpa melalui pengadilan, di samping itu Undang-Undang

Fidusia juga memberikan kemudahan ekekusi kepada penerima fidusia

(kreditur) melalui lembaga parate eksekusi.7

Sedangkan dalam lembaga keuangan mikro pengikatan jaminan yang

dilakukan berbeda, misalnya pada lembaga keuangan mikro syariah yaitu BMT

(Baitul Maal Wa Tamwil). Pengikatan dalam BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)

6 Solihan Makruf, “Eksekusi Jaminan Fidusia Di Bank Syariah Mandiri Kota Malang Di

Tinjau Dari Fatwa DSN MUI Nomor 68 Tahun 2008” Jurisdictie, Vol. 5 No. 2, (2014), hlm 169

7 Winda Pebrianti, “Tinjauan Hukum Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Melalui Parate

Eksekusi Apabila Objek Jaminan Beralih Kepada Pihak Ketiga Atau Musnah”, Supremasi Hukum,

Vol. 21, Nomor 1 (2012), hlm 85

Page 17: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

6

pada pembiayaan mudharabah ini mensyaratkan adanya jaminan yang sesuai

dengan jumlah pembiayaan yang diajukan. Objek jaminan yang digunakan

pada BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) ini mulai dari perhiasan emas, BPKB

motor, BPKB mobil maupun sertifikat tanah yang nilainya melebihi dari

pembiayaan tersebut. Jenis pengikatan dalam BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)

ada Akta Pengikat Hak Tanggungan dan Akta Pengikat Jaminan Fidusia apabila

pembiayaannya dalam jumlah besar, tetapi dalam pembiayaan skala menengah

atau kecil pengikatan jaminannya hanya dilakukan di bawah tangan. Apabila

terjadi wanprestasi maka pihak kreditur tidak dapat langsung mengeksekusi

objek jaminan tersebut.8

Pengikatan jaminan di bawah tangan sebenarnya tidak dilarang dibuat

secara lisan, hanya demi menjaga kepastian hukum dan agar punya kekuatan

pembuktian, pengikatan jaminan dibuat secara tertulis. Akan tetapi dalam

prakteknya, pengikatan jaminan yang jumlahnya tidak terlalu besar hanya

dengan menyerahkan objek jaminan tanpa adanya perjanjian tertulis apapun.9

Ketentuan pasal 224 HIR telah memberikan syarat-syarat untuk surat

pengakuan utang, harus dibuat dengan akta autentik dan diberi kepala “DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kedua

syarat itu mutlak, agar surat pengakuan utang mempunyai kekuatan hukum dan

akta tersebut disebut sebagai grosse akta. Apabila salah satu syarat atau kedua-

duanya tidak dipenuhi, maka surat pengakuan utang tersebut bukan sebagai

grosse akta. Kedudukannya tidak lebih dari akta di bawah tangan dan akta itu

tidak mempunyai kekuatan hukum untuk dapat dilakukan eksekusi melalui

pengadilan. Akta pengikatan dibawah tangan yang dibuat tersebut disebabkan

8 Elizza Silviana, “Telaah Konsep Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Maal wat

Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Di Pontianak)”

Publikasi Ilmiah

9 Munir Fuady, “Hukum Jaminan Utang”,hlm 35

Page 18: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

7

karena kreditur maupun debitur sama-sama tidak mengetahui ketentuan Pasal

224 HIR/Pasal 258 R.Bg. dan Undang-Undang Jabatan Notaris dan juga

disebakan karena kesengajaan tidak dihadapan notaris karena menghemat

biaya.

Eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan jika debitur melakukan

wanprestasi, maka kreditur meminta barang yang di fidusiakan dan debitur

selaku pemberi fidusia wajib menyerahkan tanpa syarat apa pun. Kreditur diberi

wewenang untuk melakukan eksekusi melalui pengadilan atau tanpa melalui

pengadilan. Eksekusi yang dilakukan tanpa melalui pengadilan disebut parate

excecutie, karena eksekusi jaminan dilakukan oleh pihaknya sendiri.10 Dalam

praktek di lembaga keuangan mikro parate excecutie digunakan sebagai upaya

pengembalian atau pelunasan pembiayaan dengan atau dari penjualan jaminan

debitur secara sukarela. Jadi debitur menyerahkan objek jaminan untuk

dieksekusi secara sukarela.

Dari penjelasan diatas penerapan jaminan antara lembaga keuangan

perbankan dan lembaga keuangan mikro mempunyai perbedaan. Dalam

perbankan penerapan jaminan relative aman ketika terjadi eksekusi karena

adanya pengikatan yang sesuai dengan peraturan dan undang-undang.

Sementara di lembaga keuangan mikro tidak mungkin melalukan pengikatan

yang sesuai dengan undang-undang karena memakan biaya. Akibatnya apabila

nasabah terjadi wanprestasi di lembaga keuangan mikro maka ada kendala-

kendala dalam eksekusi jaminannya. Resiko yang terjadi akibat itu adalah pihak

kreditur dianggap sepihak dan dapat menimbulkan kesewenang-wenangan

apabila melakukan eksekusi jaminan. Dan apabila eksekusi tersebut tidak

melalui badan resmi atau badan pelelangan umum, tindakan tersebut dapat

dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) yang diatur dalam

10 Gatot Supramono, “Perjanjian Utang Piutang”, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group)

2013, hlm 55

Page 19: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

8

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti

kerugian.

Permasalahan yang ada saat ini yaitu banyak nasabah yang tidak

mengetahui fungsi objek jaminan yang sebenarnya, nasabah hanya memenuhi

persyaratan yang dibuat oleh pihak lembaga keuangan dan pihak lembaga

keuangan pun tidak melakukan pendaftaran objek jaminan ke kantor

pendaftaran jaminan, hanya saja jaminan tersebut disebutkan dalam kontrak

perjanjian.

Dari penjelasan diatas penulis merasa perlu dibahas dan menarik untuk

diteliti lebih dalam mengenai prosedur yang diberikan lembaga keuangan mikro

syariah khususnya BMT serta pembebanan dan pengikatan jaminan yang

dilakukan dan pelaksanaan eksekusi jaminan yang terjadi di lembaga keuangan

mikro syariah BMT. Dan juga penulis ingin mengetahui adakah peraturan-

peraturan yang khusus terkait jaminan dan eksekusi jaminan tersebut. Karena

dalam prosesnya selama ini terdapat kesenjangan antara peraturan dan

prakteknya, sehingga perlu untuk dikaji secara mendalam guna untuk

meluruskan prosesnya selama ini. Oleh karena itu, penulis memilih judul:

“Analisis Penerapan Hukum Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath

IKMI, dan BMT At-Taqwa”

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang timbul setelah pemaparan latar

belakang di atas adalah:

a. Ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya objek jaminan yang

berada pada Lembaga keuangan mikro Syariah.

b. Lembaga keuangan mikro Syariah merupakan solusi masyarakat

ekonomi rendah untuk mendapatkan pembiayaan secara cepat dan

mudah.

Page 20: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

9

c. Beberapa jaminan yang diberikan oleh Lembaga keuangan mikro

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Banyaknya Lembaga keuangan yang tidak mendaftarkan jaminan

fidusianya ke Kantor pendaftaran jaminan fidusia.

e. Prinsip 5C dianggap tidak membantu dalam penilaian nasabah

sehinga terjadinya wanprestasi.

f. Kesewenang-wenangan mengeksekusikan jaminan pada Lembaga

keuangan mikro yang tidak didaftarkan pada Kantor pendaftaran

jaminan.

g. Banyak problem-problem dalam mengeksekusi jaminan tersebut.

h. Terjadinya perbuatan melawan hukum akibat resiko dari eksekusi

jaminan yang tidak didaftarkan pada Kantor pendaftaran jaminan.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas

dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini penulis hanya

akan membahas tentang penerapan undang-undang jaminan fidusia yang

digunakan pada BMT dan pelaksanaan eksekusi serta kendala-kendala yang

muncul terkait dalam implementasi jaminan pada lembaga keuangan mikro

syariah yaitu BMT yang berbeda pada lembaga keuangan perbankan.

Pembahasan mengenai bagaimana ketentuan jaminan dalam undang-

undang jaminan fidusia serta proses eksekusi yang terjadi pada ketiga BMT

ini dan kendala-kendala yang muncul dalam eksekusi jaminan pada tiga

BMT yaitu, BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-

Taqwa.

3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

Page 21: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

10

a. Bagaimana prosedur pemberian pembiayaan yang diberikan oleh BMT

Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa?

b. Apakah pelaksanaan pembebanan jaminan fidusia yang dilakukan oleh

BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa sudah

sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia?

c. Bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan pada BMT Mekar Da’wah,

BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa dan apa saja kendala-kendala

yang muncul dalam eksekusi jaminannya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui prosedur pemberian pembiayaan di BMT Mekar

Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa.

b. Untuk mengetahui apakah pelaksanan pengikatan jaminan fidusia sudah

sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia.

c. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi pada BMT Mekar Da’wah,

BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa serta kendala-kendala yang

ditemukan dalam eksekusi jaminan tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

Dapat menambah wawasan dan keilmuan bagi penulis dan bagi

siapa saja mengenai hukum jaminan yang ada pada Lembaga keuangan

mikro syariah BMT. Dan menjadi sebuah rujukan untuk melakukan

penelitian berikutnya dalam pembahasan dan pengembangan Lembaga

keuangan Syariah terutama pada implementasi jaminan dan eksekusi

jaminan pada Lembaga keuangan mikro Syariah khususnya BMT.

Page 22: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

11

2. Bagi Praktisi

Dapat memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat yang

belum memahami implementasi jaminan secra tepat, baik dan benar

pada Lembaga keuangan mikro Syariah BMT.

D. Kerangka Teori

Hukum jaminan adalah himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan

dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat

dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.11

Menurut pendapat para ahli hukum jaminan diartikan sebagai:12

1. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan

Berpendapat bahwa hukum jaminan adalah yang mengatur konstruksi

yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan

menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan

demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi

lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

2. J. Satrio

Hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang

jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.

Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan

piutang seseorang.

3. M. Bahsan

Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau

berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang)

yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku

11 M. Bahsan “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, hlm 3

12 Ashibly, “Hukum Jaminan”, (Bengkulu : MIH Unihaz) 2018, hlm 4-5

Page 23: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

12

saat ini. Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak

pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan)

ketentuan hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan

hukum tentang penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan

4. M. Ali Mansyur

Hukum jaminan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara

kreditor dan debitor yang berkaitan dengan pembebanan jaminan atas

pemberian kredit.

Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa hukum jaminan adalah

peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan

dengan penerima jaminan dengan menjaminkan benda- benda sebagai jaminan.

Kegiatan pinjam-meminjam uang yang dikaitkan dengan persyaratan

penyerahan jaminan utang kerap banyak dilakukan oleh perorangan maupun

berbagai badan usaha. Badan usaha umumnya secara tegas mensyaratkan

kepada pihak peminjam untuk menyerahkan suatu barang (benda) sebagai

objek jaminan utang pihak peminjam. Jaminan utang yang ditawarkan

(diajukan) oleh pihak peminjam pada umumnya akan dinilai oleh badan usaha

tersebut sebelum diterima sebagai objek jaminan atas pinjaman yang

diberikannya. Dalam suatu pembiayaan dengan menggunakan akad syariah,

khususnya untuk perjanjian jaminan masih tetap tunduk dan menggunakan

seluruh ketentuan hukum jaminan yang diatur dalam hukum positif di Indonesia

yaitu pada Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, KUHPerdata dan

KUHDagang.

Hukum penjaminan di Indonesia terbagi menjadi dua bagian, yaitu Jaminan

Perorangan dan Jaminan Kebendaan.13 Jaminan perorangan adalah jaminan

13 Hermansyah, “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, (Jakarta : Prenadamedia Group,

2014), hlm 74-75

Page 24: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

13

seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-

kewajiban dari debitor. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan

perseorangan adalah suatu perjanjian antara sorang berpiutang (kreditor)

dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-

kewajiban si berutang (debitor). Yang terkait jaminan disini bukanlah

barangnya, melainkan orangnya. Jaminan perorangan dibedakan menjadi dua

yaitu jaminan pribadi (personal guarantee) dan jaminan perusahaan (corporate

guarantee).

Sedangkan jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu

penjaminan yang dilakukan oleh kreditor terhadap debitornya, atau antara

kreditor dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajinam-

kewajiban dari si berutang (debitor). Pemberian jaminan kebendaan selalu

berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi

jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban utang

dari seorang debitor. Jaminan kebendaan dibedakan menjadi empat bagian

yaitu, hak tanggungan, fidusia, gadai, dan hipotik. Konsep jaminan ini

teruraikan antara lain:

1. Hak Tanggungan

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas

tanah berupa hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan atau yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut yang pembebanannya

dengan tegas dinyatakan di dalam akta pemberian hak tanggungan.

2. Fidusia

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.14

14 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 1 ayat (1)

Page 25: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

14

3. Gadai

Gadai adalah hak kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan

kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya, untuk

mengambil pelunasan suatu utang dari hasil penjualan barang tersebut dan

memberikan hak preferensi kepada debitur terhadap kreditur lainnya.15

4. Hipotek

Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak

untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan

(Pasal 1162 BW). Benda lain yang dapat dibebani hipotek ialah kapal laut

yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik.16

Secara umum jaminan dalam hukum Islam jaminan dikenal dengan istilah

Rahn dan Kafalah. Hukum jaminan dalam fiqih Islam disebut Rahn. Rahn

adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan

utang. Pengertian rahn dalam bahasa Arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam yang

berarti “tetap” dan “kekal”. Pengertian rahn secara bahasa adalah tetap, kekal

dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera sejumlah

harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.17

Hukum jaminan dalam fiqih Islam selanjutnya adalah kafalah. Kafalah

dalam arti bahasa berasal dari kata kafala, yang artinya menanggung,

mengumpulkan, beban, dan tanggungan. Secara istilah kafalah adalah

menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang. Definisi lain

adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga-

15 Thomas Suyatno, dkk, “Dasar-Dasar Perkreditan”, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka,

2007), hlm 91

16 Thomas Suyatno, dkk, “Dasar-Dasar Perkreditan”, hlm 89

17 Zainuddin Ali, “Hukum Gadai Syariah”, (Jakarta : Sinar Grafika,2008), hlm 1

Page 26: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

15

pihak yang memberikan hutang/kreditor untuk memenuhi kewajiban pihak

kedua-pihak yang berhutang.18

E. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya diartikan sebagai suatu usaha untuk

mengumpulkan, mencari, dan menganalisis fakta-fakta mengenai sesuatu

masalah dan penelitian dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan

untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip (facts or principles) dengan

sabar, hati-hati serta sistematis. Penelitian merupakan suatu usaha untuk

memperoleh fakta atau prinsip (menemukan, mengembangkan, menguji

kebenaran) dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data (informasi)

yang dilaksanakan dengan teliti, jelas, sistematik, dan dapat dapat

dipertanggungjawabkan (metode ilmiah).19

1. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan pada penelitian ini yaitu normatif dan empiris.

Metode ini digabung melalui pendekatan undang-undang (statute

approach) dan pendekatan sosial (social approach). Pendekatan undang-

undang dilakukan dengan menelaah semua yang bersangkut paut mengenai

hukum jaminan pada BMT. Pendekatan ini untuk mempelajari adakah

ketidaksesuaian antara suatu aturan yang dibuat oleh pihak BMT dengan

undang-undang. Sedangkan pendekatan sosial dilakukan dengan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan hukum

18 Rini Fatma Kartika, “Jaminan Dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah dan Rahn)”. Jurnal

Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam. Vol 15, No.2. 2016. 234

19 Hermawan Wasito, “Pengantar Metodelogi Penelitian”, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama)

hlm 6

Page 27: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

16

dalam masyarakat.20 Hasil dari penelitian ini merupakan suatu argument

untuk memecahkan isu yang telah dihadapi.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian normative-empiris. Jenis

penelitian normatif-empiris ini merupakan penelitian berupa produk

perilaku hukum.21 Dimana yang dikaji dalam penelitian ini adalah

pelaksanaan implementasi hukum jaminan serta eksekusinya secara faktual

yang terjadi pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-

Taqwa.

3. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu memaparkan,

menggambarkan atau mengungkapkan hukum jaminan dalam peraturan

perundangan, hukum Islam maupun bidang kajian lain yang terkait, yang

berkenaan dengan hukum jaminan dan relevansinya dengan peraturan yang

ada dan berlaku di Indonesia.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui

wawancara dan/atau survei di lapangan yang berkaitan dengan perilaku

masyarakat.22 Data primer yang didapat penulis dalam penelitian ini

adalah data melalui wawancara terhadap bagian pengelola BMT. Serta

dokumen-dokumen penunjang dari setiap BMT yang penulis teliti.

20 Suketi, Galang Taufani, “Metodologi Penelitian Hukum” (Filsafat, Teori, dan Praktik),

(Depok : Rajawali, 2018), h.172-176

21 Suketi, Galang Taufani, “Metodologi Penelitian Hukum” (Filsafat, Teori, dan Praktik),

h.175

22 Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm 23

Page 28: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

17

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah berupa data-data semua publikasi tentang

hukum yang merupakan dokumen tidak resmi.23 Publikasi tersebut

terdiri atas buku-buku teks mengenai hukum jaminan, jurnal-jurnal

mengenai hukum jaminan, hasil-hasil penelitian mengenai penerapan

hukum jaminan pada lembaga keuangan, buku-buku mengenai jaminan

kebendaan, karya ilmiah tentang eksekusi jaminan dan dokumen-

dokumen mengenai penerapan hukum jaminan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:

a. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan diantara dua orang untuk

bertukar informasi dan pendapat melalui tanya jawab, sehingga

menghasilkan konstruksi makna tentang topik tertentu, dengan

wawancara peneliti dapat mengetahui hal-hal yang lebih mendalam

tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena

yang terjadi, dimana hal itu tidak bisa didapatkan melalui teknik lain,

termasuk observasi.24 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

bentuk wawancara terstruktur, dimana penulis bertanya kepada subyek

yang diteliti berupa pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan

pedoman yang sudah disiapkan sebelumnya.

b. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam

mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,

23 Zainuddin Ali, “Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm 54

24 Ibrahim MA, “Metodelogi Penelitian Kualitatif Panduan Penelitian beserta Contoh

Proposal Kualitatif”, (Pontianak:2015) hlm.91

Page 29: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

18

pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu, dan

bahan-bahan tulisan lainnya.25 Adapun dokumen dalam penelitian ini

adalah dokumen yang berkaitan dengan hukum jaminan dan

implementasi jaminan pada ketiga Lembaga keuangan mikro Syariah,

yaitu BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data diartikan sebagai proses menyikapi data,

menyusun, memilah dan mengolahnya ke dalam satu susunan yang

sistematis dan bermakna. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara,

observasi, dokumentasi dan bahan-bahan lain, disusun dan diolah ke dalam

suatu pola atau format yang lebih teratur sehingga mudah difahami dan

dimaknai. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis

kualitatif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendiskripsikan

suatu situasi tertentu yang bersifat aktual, sistematis dan akurat. Dengan

demikian penelitian kualitatif adalah penelitian dengan cara mengumpulkan

data-data yang terkait yang selanjutnya dianalisis dan disesuaikan terhadap

akuratnya suatu data dengan hasil lainnya. Lalu data tersebut dituangkan

dalam kalimat-kalimat dengan metode induktif, pola berfikir yang

bedasarkan fakta yang bersifat khusus yang kemudian ditarik kesimpulan

yang bersifat umum.

F. Sistematika Penulisan

Sitematika penulisan menjelaskan tahap-tahap penulisan pelaporan hasil

penelitian. Skripsi ini disusun dalam beberapa bab dengan tujuan untuk

mempermudah penulisan dan memperjelas pembaca, untuk pembahasan yang

25 Jonathan Sarwono, “ Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif”, (Yogyakarta:

Penerbit Graha Ilmu, 2006) hlm.225

Page 30: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

19

lebih terarah dan permudahkan pemahaman, maka penulis membagi ke lima

bab. Pada tiap-tiap bab terdapat sub-bab yang mempunyai pembahasan masing-

masing yang saling berkaitan dengan yang lainnya. Sistematika penulisa

tersebut adalah sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian,

teknik penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini penulis menerangkan tentang teori-teori jaminan dan

hukum jaminan. Konsep dan teori yang relevan dengan tema

penelitian. Teori dan konsep tersebut diperoleh dari berbagai

literature dan berisi tentang jaminan dalam konsep konvensional

dan konsep syariah, bentuk-bentuk jaminan, penilaian jaminan,

teori pembiayaan dari segi konvensional dan syariah dan teori

mengenai Baitul Maal wat Tamwil.

BAB III PROFILE BMT MEKAR DA’WAH, BMT AL-FATH dan

BMT AT-TAQWA

Bab ini menjelaskan mengenai sejarah, susunan organisasi,

alamat, visi dan misi, struktur organisasi, produk-produk serta

akad yang digunakan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath

IKMI Dan BMT At-Taqwa.

Page 31: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang analisis data penemuan dan menjawab dari

masalah penelitian. Yang terdiri dari prosedur pemberian

pembiayaan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI

Dan BMT At-Taqwa, analisis pelaksanaan pembebanan jaminan

fidusia berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia dan pelaksanaan eksekusi jaminan pada BMT Mekar

Da’wah, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT At-Taqwa dan kendala-

kendala yang muncul dalam mengeksekusi jaminan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan Bab yang mencakup simpulan dan

rekomendasi yang merupakan pernyataan singkat yang diambil

dari pembahasan hasil penelitian.

Page 32: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

21

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Jaminan

1. Pengertian Jaminan

Jaminan berasal dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie, yang

secara umum dapat diartikan sebagai cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya

tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-

barangnya. Segala kebendaan debitur baik yang bergerak, maupun tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.1 Jaminan dalam fikih

dikenal dengan kafalah, dhaman, dan dalam pengertian yang lain jaminan juga

merupakan ar-rahn yaitu secara bahasa artinya adalah aṡt-tṡubūt dan Ad-

dawām (tetap) atau adakalanya berarti al-ḥabs (menahan).2

Sedangkan istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan dalam bahasa

Belanda “zakerheidesstelling” atau dalam bahasa Inggris “security of law”.

Pengertian hukum jaminan adalah bentuk penanggungan di mana seseorang

penanggung (perorangan) menanggung untuk memenuhi utang debitur sebesar

sebagaimana tercantum dalam perutangan pokok.3

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,

Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam

atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk

melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan

1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1131.

2 Fitria, “Sistem Eksekusi Jaminan Pembiayaan Musyarakah di Bank Syariah Mandiri Cabang

Banda Aceh”, Skripsi Kearsipan Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry, 2017, hlm 27

3 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan

Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, (Depok : Rajawali Pers, 2018), h.5

Page 33: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

22

yang diperjanjikan.4 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit,

bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan atas

kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Berdasarkan pengertian tersebut jaminan utang adalah pemberian keyakinan

kepada pihak kreditor atas pembayaran utang-utang yang telah diberikannya

kepada debitor, dimana hal ini terjadi karena hukum ataupun terbit dari suatu

perjanjian yang bersifat assesoir terhadap perjanjian pokoknya berupa

perjanjian yang menerbitkan utang-piutang.

2. Bentuk-Bentuk Jaminan

Dapat dikatakan bahwa suatu jaminan kredit memiliki banyak ragam.

Namun demikian, kita dapat menggolongkannya ke dalam beberapa golongan,

tergantung pada kriteria yang kita pergunakan. Berikut merupakan bentuk-

bentuk jaminan, antara lain:

a. Jaminan Kebendaan

Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan

yang dilakukan oleh kreditor terhadap debitornya, atau antara kreditor

dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-

kewajiban dari debitor. Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa

menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan,

dan menyediakan guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari

seorang debitor.5

Jaminan kebendaan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu jaminan

benda berwujud yang berupa tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-

4 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media

Group) 2007, h. 74-75

Page 34: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

23

mesin atau peralatan, dan barang dagangan. Dan jaminan benda tidak

berwujud seperti surat-surat sertifikat, tabungan, giro, dan surat tagihan

lainnya.6

Jaminan ini selalu mengikuti bendanya, kemana pun benda tersebut

beralih atau dialihkan, serta dapat dialihkan kepada dan dapat dipertahankan

terhadap siapapun. Oleh karena itu, pemberian jaminan kebendaan kepada

seorang kreditor tertentu, memberikan kepada kreditor tersebut suatu

privilege atau kedudukan istimewa terhadap kreditor lainnya.

b. Jaminan Perorangan

Jaminan perorangan adalah jaminan seorang pihak ketiga yang

bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor.

Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu

perjanjian antara seorang berpiutang dengan seorang pihak ketiga, yang

menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang.7 Jaminan

perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang tertentu.

Nantinya, seorang kreditor lewat jaminan ini dapat saja mengambil harta

debitor yang wanprestasi dengan atau tanpa prantara hukum yang disebut

“sita jaminan”. Bagaimanapun juga, yang terikat sebagai jaminan disini

bukanlah bendanya melainkan orangnya.

3. Penilaian atau Taksasi Jaminan dalam Lembaga Pembiayaan

Penilaian atau taksasi adalah proses menghitung atau mengukur nilai harta

jaminan. Penilaian sebuah jaminan didasarkan atas beberapa hal, yaitu nilai

pasar, nilai baru, nilai wajar, nilai asuransi, nilai likuidasi, dan nilai buku.

Kedudukan jaminan atau collateral bagi pembiayaan memiliki karakteristik

6 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan

Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, h. 43

7 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h. 80

Page 35: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

24

khusus. Tidak semua benda atau harta dapat dijadikan jaminan pembiayaan,

melainkan harus memenuhi unsur MAST, yaitu:8

a. Marketability, yaitu adanya pasar yang cukup luas bagi jaminan sehingga

tidak sampai melakukan banting harga;

b. Ascertainably of Value, yaitu jaminan harus memiliki standar harga

tertentu;

c. Stability of Value, yaitu harta yang dijadikan jaminan stabil dalam harga

atau tidak menurun nilainya;

d. Transferability, yaitu harta yang dijaminkan mudah dipindahtangankan

baik secara fisik maupun yuridis;

e. Secured, yaitu barang yang dijaminkan dapat diadakan pengikatan secara

yuridis formal sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang

berlaku apabila terjadi wanprestasi.

4. Konsep Jaminan dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam

Jenis jaminan dalam tata hukum Indonesia dapat digolongkan menjadi

beberapa bagian,9 yaitu jaminan yang dilihat dari kelahirannya. Jaminan

yang lahir dari undang-undang dan jaminan yang lahir dari perjajian;

jaminan yang dilihat dari sifatnya. Jaminan bersifat kebendaan dan jaminan

bersifat kebendaan; jaminan yang dilihat dari wujud objeknya. Jaminan

materil dan jaminan imateril; jaminan yang dilihat dari jenis bendanya.

Jaminan berupa benda bergerak dan tidak bergerak; jaminan yang dikaitkan

dengan objek yang difasilitasi kredit/pembiayaan. Jaminan dalam bentuk

agunan pokok dan agunan tambahan.

8 Zaeni Asyhadie, Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan

Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah, h. 19-11

9 A. Wangsawidjaja, “Pembiayaan Bank Syariah”, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,

2012), h.317-318

Page 36: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

25

Berdasarkan dalil-dalil syariah dan dalil-dalil konvensional, ketentuan

perundang-undangan konvensional mengenai tata cara pengikatan terhadap

barang agunan untuk pembiayaan bank syariah dapat berpedoman kepada

ketentuan-ketentuan yang berlaku mengenai peraktik perbankan

konvensional mengenai pengikatan agunan kredit.

Pengikatan agunan dilakukan dengan membuat perjanjian, yaitu

perjanjian antara kreditur dengan debitur atau pihak ketiga yang isinya

menjamin pelunasan utang yang timbul dari pemberian pembiayaan.

Ketentuan syariah tidak mengatur mengenai jenis pengikatan barang

jaminan. Dalam Fatwa DSN Np.68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn

Tasjily, tidak ada penegasan mengenai bentuk pengikatan terhadap barang

agunan. Karena hal itu, pengikatan terhadap barang agunan untuk

pembiayaan bank syariah dapat berpedoman kepada ketentuan-ketentuan

praktik perbankan konvensional. Jenis-jenis pengikatan agunan dan

jaminan tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Hak Tanggungan

Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Tanggungan

merumuskan pengertian hak tanggungan, yaitu: “Hak tanggungan atas

tanah beserta benda-benda yang bekaitan dengan tanah, yang

selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah itu, untuk diutamakan kepada kreditor tertentu

terhadap kreditor-kreditor lain”.

Page 37: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

26

Dari Pasal 1 angka 1 Undang-undang hak tanggungan tersebut dapat

diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah10 suatu

bentukk jaminan pelunasan urang dengan hak mendahului dengan objek

(jaminannya) berupa hak-hak atas tanah yang diatur undang-undang

pokok agrarian.

Prof. Budi Harsono mengartikan hak tanggungan adalah11 sebagai

penguasaan ha katas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk

berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan

untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya

jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau

sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.

Jadi hak tanggungan itu merupakan hak jaminan kebendaan atas hak

dan tanah beserta benda-benda berkaitan dengan tanah yang merupakan

satu kesatuan dengan tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu

kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadao kreditor-kreditor

lain. Jaminan yang diberikan dalam hak tanggunga, yaitu hak yang

diutamakan atau mendahului dari kreditor-kreditor lainnya bagi kreditor

pemegang hak tanggungan.12

Kewajiban pendaftaran hak tanggungan sangat diperlukan untuk

mendapatkan kepastian hukum dan memenuhi unsur publisitas,

sehingga praktik pengikatan hak tanggungan dapat dikendalikan.

Mengingat betapa pentingnya fungsi pendaftaran bagi suatu jaminan

10 Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta kekayaan : Hak Tanggungan,

(Jakarta : Kencana, 2006), h. 13

11 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo

Persada, 2004), h. 97

12 Ranchman Usman, Hukum Kebendaan (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h. 306-307

Page 38: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

27

utang, termasuk didalamnya hak tanggungan ini, kewajiban pendaftaran

setiap hak tanggungan pada pejabat yang berwenang sudah ada sejak

berlakunya KUH Perdata (untuk hipotek) atas tanah, yang kemudian

dilanjutkan oleh Undang-undang tentang hak tanggungan.

Eksekusi hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan

Pasal 21 Undang-undang No. 4 Tahun 1996. Latar belakang lahirnya

eksekusi hak tanggungan adalah disebabkan pemberi hak tanggungan

atau debitur tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana mestinya,

walaupun yang bersangkutan telah diberukan somasi 3 kali bertutur-

turut oleh kreditur. Dalam Pasal 20 Undang-undang No. 4 Tahun

1996diatur tentang cara eksekusi hak tanggungan. Eksekusi hak

tanggungan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:13

1) Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual hak

tanggungan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6. Hak ini didasarkan pada

janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan, bahwa apabila

debitur cedera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk

menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa

memerlukan persetujuan lagi pemberi hak tanggungan.

2) Eksekusi atas titel eksekutorial yang terdapat pada sertifikat hak

tanggungan. Irah-irah yang dicantumkan pada sertifikat hak

tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan

eksekutorial pada sertifikat hak tanggungan, sehingga apabila

debitur cedera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu

putusan pengadilan.

3) Eksekusi di bawah tangan adalah penjualan objek hak tanggungan

yang dilakukan oleh pemberi hak tanggungan, berdasarkan

13 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, h. 190

Page 39: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

28

kesepakatan dengan pemegang hak tanggungan jika dengan cara ini

akan diperoleh harga yang tinggi.

Menurut UUHT Pasal 20 ayat 2 dan 3, syarat-syarat agar suatu objek

hak tanggungan dapat dieksekusi secara di bawah tangan adalah

sebagai berikut:14

a) Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan

penerima hak tanggungan

b) Penjualan di bawah tangan tersebut dicapai dengan harga

tertinggi yang menguntungkan semua pihak

c) Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima

fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan

d) Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dua surat kabar yang

beredar di daerah bersangkutan

e) Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan

sejak diberitahukan secara tertulis

f) Tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

b. Fidusia

Istilah fidusia berasal dari Bahasa Belanda, yaitu fiduciair, yang

artinya kepercayaan, yakni penyerahan hak milik atas benda secara

kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang

kreditor.15 Di dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang

jaminan fidusia, pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan

suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda

yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan

pemilik benda.

14 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta : Erlangga)2013, h.91

15 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), h. 283

Page 40: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

29

Jaminan fidusia adalah suatu jaminan utang yang bersifat kebendaan

(baik utang yang telah ada maupun utang yang akan ada), yang pada

prinsipnya memberikan barang bergerak sebagai jaminannya dengan

memberikan penguasaan dan penikmatan atas benda objek jaminan

utang tersebut kepada debitor, kemudian pihak kreditor menyerahkan

kembali penguasaan dan penikmatan atas benda tersebut kepada

debitornya secara kepercayaan.16

Dalam jaminan fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan

semata-mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk

seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Ini merupakan inti dari

pengertian jaminan fidusia yang dimaksud Pasal 1 butir 1. Bahkan

sesuai dengan Pasal 33 UUJF setiap janji yang memberikan

kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang

menjadi objek jaminan fidusia apabila debitor cidera janji, akan batal

demi hukum.

Dari pengertian jaminan fidusia di atas, maka dapat unsur-unsur dari

Jaminan Fidusia, meliputi:17 1) Jaminan fidusia merupakan lembaga

hak jaminan kebendaan 2) Obyek jaminan fidusia adalah benda

bergerak dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak

dibebani dengan hak tanggungan 3) Benda yang menjadi objek

jaminan fidusia tersebut adalah sebagai agunan atau jaminan untuk

pelunasan suatu utang tertentu 4) Memberikan kedudukan yang

diutamakan kepada lembaga pembiayaan terhadap kreditur lainnya.

Perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan, dan harus dibuat

dengan akta notaris. Akibat hukum dari perjanjian fidusia adalah benda

16 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, h. 102

17 Junaidi Abdullah, “Jaminan Fidusia Di Indonesia (Tata Cara Pendaftaran dan Eksekusi)”,

Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 4, No. 2, (Desember, 2016), h. 118

Page 41: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

30

yang difidusiakan, penguasaan fisiknya oleh debitur, sedangkan

kepemilikannya diserahka ke kreditur. Penerima fidusia memiliki hak

yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Pengalihak hak atas

piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi

hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur.18

Pembebanan jaminan fidusia dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UUJF

menegaskan, bahwa pembebanan jaminan fidusia dituangkan dalam

Akta Jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat dengan akta notaris dalam

bahasa Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 7 UUJF menegaskan utang

yang pelunasannya dijamin dengan fidusia berupa19 utang yang telah

ada, utang yang akan timbul di kemudia hari yang telah diperjanjikan

dan utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya

berdasarkan perjanjian pokok.

Eksekusi jaminan fidusia sudah diatur dalam Pasal 29 sampai

dengan Pasal 34 UUJF. Yang dimaksud dengan eksekusi jaminan

fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek

jaminan fidusi. Yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi jaminan

fidusia adalah karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau tidak

memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia.

Ada 4 cara eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu:20

1) Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia

2) Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan

penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari penjualan

18 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.358-359

19 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, h. 289

20 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, h.89-90

Page 42: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

31

3) Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga yang tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia maka

pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan

fidusia, apabila benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas

benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa,

penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Gadai

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang

bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau orang lain atas

namanya yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk

mengambil pelunasan dari barang tersebut. Dasar hukum gadai diatur

dalam Bab XX Buku III KUHPerdata Pasal 1133 s/d 1153.21

Pasal 1150 KUHPerdata dijelaskan bahwa gadai adalah suatu hak

yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang

diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas

namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu

untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan

daripada orang-orang berpiutang lainnya.

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa gadai merupakan

perjanjian rill, yaitu perjanjian yang disamping kata sepakat diperukan

suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang

21 Djawahir Hejazziey, Hukum Perkembangan Syariah, (Yogyakarta : Deepublish, 2013),

h.176

Page 43: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

32

gadai). Penyerahan itu dilakukan oleh debitor pemberi gadai dan

ditujukan kepada kreditor penerima gadai.22

Kata “gadai” dalam KUHPerdata tersebut digunakan dalam dua arti,

yaitu: pertama, untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai, Pasal

1152 KUH Perdata); dan kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, Pasal

1150 KUH Perdata). Dari perumusan Pasal 1150 KUH Perdata tersebut

dapat diketahui, bahwa:23

1) Gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas benda bergerak

tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk

dijadkan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu;

2) Gadai memberikan hak didahulukan kepada pemegang hak gadai

atas kreditor-kreditor lainnya atas piutangnya;

3) Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor pemegang gadai

untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan

melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan

setelah dikurangi biaya-biaya lelang dan biaya lainnya uang terkait

dengan proses lelang.

Di samping itu gadai memiliki sifat-sifat, yaitu:24 gadai bersifat

accesoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang pokok

yang berupa perjanjian pinjaman uang dan dimaksudkan untuk menjaga

jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali utangnya;

Merupakan hak yang bersifat memberi jaminan menjamin pembayaran

kembali utangnya; Hak menguasai barang tidak meliputi hak untuk

22 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,

2003), h. 93

23 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, h. 263-264

24 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana

Prenadmedia Group, 2008) h,178

Page 44: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

33

memakai menikmati, atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai

jaminan – lain halnya dengan hak memungut hasil, hak pakai dan

mendiami dan lain-lain; Tidak dapat di bagi-bagi, artinya sebagian hak

gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang

gadai tetap meletak atas seluruh bendanya.

Barang gadai yang ingin dipakai sebagai pelunasan utang haruslah

diekseksi ketika utang tidak terbayarkan. Kemudian, hasil eksekusi

tersebut harus diberikan kepada kreditor untuk membayar utangnya

dalam jumlah besar cicilan utang yang tidak terbayar. Eksekusi terhadap

barang objek gadai haruslah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku,

yaitu: memperhatikan ketentuan Pasal 1155 dan Pasal 1156 KUH

Perdata, pelaksanaan eksekusi atas barang gadai, telah ditentukan secara

sebagai berikut :25

1) Menjual barang gadai di muka umum. Cara ini merupakan ketentuan

dasar atas eksekusi barang gadai. Penjualannya dilakukan di muka

umum. Cara penjualannya menurut kebiasaan setempat.

Penjualannya harus sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku. Hasil

penjualan tersebut diambil kreditor sebagai pelunasan utang pokok

dan biaya yang timbul dari penjualan.

2) Penjualan menurut cara yang ditentukan hakim. Cara eksekusi ini

diatur dalam Pasal 1156 KUHPerdata yang mengatakan, apabila

pemberi Gadai atau debitur melakukan cedera janji maka, kreditor

dapat menuntut (meminta) kepada hakim supaya barang gadai dijual

menurut cara yang ditentukan hakim; atau agar hakim mengizinkan

supaya barang gadai tetap berada ditangan kreditor untuk menutup

25 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta : Sinar

Grafika,2006) h, 218

Page 45: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

34

suatu jumlah yang akan ditentukan hakim dalam putusan sampai

meliputi utang pokok, bunga, dan biaya.

Sedangkan dalam hukum Islam yang berkaitan dengan jaminan

utang dikenal 2 (dua) istilah, yaitu Kafalah dan Rahn. Berikut uraiannya:

1. Kafalah

a. Pengertian Kafalah

Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh pemberi

jaminan (penanggung) kepada pihak lain untuk memenuhi

kewajiban pihak yang ditanggung. Dalam akad kafalah,

diperjanjikan bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada

seorang kreditor yang memberikan utang kepada seorang debitur,

yang mana pihak penjamin memberikan jaminan bahwa utang

yang dilakukan oleh debitur kepada kreditor akan dilunasi oleh

penjamin bila debitur wanprestasi.26

Dalam pengertian lain, Kafalah (guaranty) adalah jaminan,

beban, atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil)

kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau

yang ditanggung (makful). Kafalah dapat juga berarti

mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan

berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.

Atas jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang

yang dijamin.27

26 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011) h, 201

27 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008),

h.105-106

Page 46: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

35

Kafalah diisyaratkan oleh Allah SWT. pada Al-Qur’an Surat

Yusuf ayat 72; Penyeru itu berseru, “Kami kehilangan piala raja

dan barang sapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh

makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”.28

b. Dasar Hukum Kafalah

Dasar hukum kafalah bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, dan

Kesepakatan para ulama (ijmak), antara lain:29

1) Al Qur’an

Dasar hukum untuk akad memberikan kepercayaan ini

dapat dipelajari dalam Al-qur’an pada bagian yang

mengisahkan Nabi Yusuf,

قالوا نفقد صواع ٱلملك ولمن جاء بهۦ حمل بعير وأنا بهۦ زعيم

Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: ‘Kami kehilangan piala

raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh

bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin

terhadapnya.’” (Q.S Yusuf: 72)

Kata za’im yang berarti penjamin dalam surah Yusuf

tersebut adalah gharim, orang yang bertanggung jawab atas

pembayaran.

2) Al-Hadits

Landasan syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk

jaminan kafalah pada ayat di atas dipertegas dalam hadits

Rasulullah,

أن النبي صلى الله عليه و سلم أتي بجنازة ... فقال هل ترك

شيئا قالوا لا قال فهل عليه دين قالوا ثلاثة دنانير قال صلوا

28 Ah. Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.162

29 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 296-297

Page 47: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

36

لله وعلي على صاحبكم قال أبو قتادة صل عليه يا رسول

دينه فصلى عليه Artinya: Telah dihadapakan kepada Rasulullah saw. (mayat

seorang laki-laki untuk dishalatkan)… Rasulullah saw. bertanya

“apakah dia mempunyai warisan? Para sahabat menjawab,

“tidak”. Rasulullah bertanya lagi,”apakah dia mempunyai

utang?” sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar.” Rasulullah

pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau

sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin

utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan

mayat tersebut. (HR. Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah)

3) Ijma’ Ulama

Para ulama mahzab membolehkan akad kafalah ini.

Orang-orang Islam generasi awal juga mempraktikannya

bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dari seorang

ulama pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga

didasarkan pada kebutuhan manusia, sekaligus untuk

menegaskan adanya kemudaratan bagi orang-orang yang

berutang apabila utangnya belum dilunasi, dan pelunasan itu

dapat dibantu oleh pihak lain.

c. Rukun dan Syarat-Syarat Kafalah

Rukun dan syarat-syarat dari akad kafalah yang harus

dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal, yaitu:30

1) Pelaku Akad, yaitu kafil (penanggung) adalah pihak yang

menjamin, dan makful (ditanggung), adalah pihak yang

dijamin;

2) Objek akad, yaitu makful alaih (tertanggung) adalah objek

penjaminan; dan

3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.

30 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, h, 106

Page 48: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

37

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi

ada beberapa hal, yaitu:31

1) Kafil (pihak peminjam), yaitu orang yang sudah baligh,

berakal, dan mempunyai kewarganegaraan penuh dalam

melakukan tindakan hukum;

2) Makhful ‘anhu/ashil (pihak yang berutang), yaitu sanggup

menyerahkan tanggungannya kepada penjamin dan dikenal

oleh penjamin;

3) Makhful lahu (pihak yang berhutang), yaitu diketahui

identitasnya oleh orang yang menjamin;

4) Makhful bih (objek jaminan), yaitu tanggungan pihak yang

berhutang, baik berupa benda, uang maupun pekerjaan.

d. Macam-Macam Kafalah

Secara umum, kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu

kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. Kafalah dengan

jiwa dikenal pula dengan kafalah bi al-wajhi/ kafalah bin Nafs,

yaitu adanya kemestian (keharusan) pada pihak penjamin untuk

menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan

tanggungan (makfullah).

Kafalah yang kedua ialah kafalah harta (kafalah bil Mal), yaitu

kewajiban yang harus ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan

pembayaran (pemenuhan) berupa harta.32

Kafalah dengan harta ada tiga jenis, yaitu:33

31 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan

Syariah, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011), h. 210

32 Andi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h. 191-193

33 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.303-304

Page 49: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

38

1) Kafalah bid,dain, yaitu jaminan untuk memenuhi kewajiban

pembayaran utang yang menjadi tanggug jawab orang

lain/orang yang berutang. Dalam praktik perbankan, harta kafil

dalam kafalah bid,dain dapat dipahami dalam bentuk uang

yaitu bentuknya jaminan pribadi (personal guarantee),

jaminan perusahaan (company guarantee) atau jaminan yang

diterbitkan oleh bank berupa Bank Garansi, Bid Bond, atau

Performance Bon. Sedangkan dalam bentuk barang yaitu dapat

berupa barang bergerak maupum barang tetap milik

penanggung yang diikat sesuai dengan perundang-undangan

yang berlaku, yaitu dengan jaminan fidusia atau hak

tanggungan.

2) Kafalah bil’ain au bittaslim, yaitu jaminan untuk menyerahkan

barang tertentu milik kafil sebagai pembayaran utang debitur.

Kafalah ini tidak dijalankan karena tidak ada pengaturannya

dalam hukum positif, tetapi kafalah ini dapat diperjanjikan atas

dasar kebebasan berkontrak.

3) Kafalah bid-darak,yaitu jaminan yang diberikan oleh

penanggung atas barang yang dijual bahwa barang tersebut

betul-betul milik si penjual.

2. Ar-Rahn

a. Pengertian Ar-Rahn

Secara etimologi, kata ar-rahn berarti tetap, kekal, dan

jaminan. Sedangkan secara terminolois, rahn adalah menahan

salah satu harta milik nasabah sebagai barang jaminan atas

utang/pinjaman. Menurut Fatwa DSN, rahn adalah pinjaman

dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. Menurut

Prof. Dr. Rahmat Syafe’i, sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr.

Page 50: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

39

Zainuddin Ali, rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan

suatu narang sebagai tanggungan utang.34

Beberapa definisi ar-rahn yang dikemukakan para ulama fiqh,

yaitu:35 Ulama Malikiyah mendefinisikannya dengan, menurut

mereka yang dijadikan barang jaminan (agunan) bukan saja harta

yang bersifat material, tetapi juga harta yang bersifat manfaat

tertentu. Harta yang dijadikan barang jaminan (agunan) tidak

harus diserahkan secara actual, tetapi boleh juga penyerahannya

secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan

(agunan), maka yang diserahkan itu adalah surat jaminannya

(sertifikat sawah).

Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan “Menjadikan

sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang

mungkin dijadikan sebagai pembayaran hak (piutang) itu, baik

seluruhnya maupun sebagiannya.” Sedangkan Ulama Syafi’iyah

dan Hanabilah mendefinisikan ar-rahn dengan “Menjadikan

materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan

pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak bisa

membayar utangnya itu.” Pengertian ini mengandung bahwa

barang yang boleh dijadikan jaminan (agunan) utang itu hanyalah

harta yang bersifat materi; tidak termasuk manfaat sebagaimana

yang dikemukakan ulama Malikiyah, sekalipun manfaat itu,

menurut Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah termasuk dalam

pengertian harta.

34 Mardani, Hukum Perikatan Syariah Di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,2013), h.193-194

35 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007) h, 251-252

Page 51: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

40

Secara terminologi para ulama fiqh mendefinisikannya,

yaitu:36 Menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang

berharga menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang;

Menurut Muhammad Rawwas Qal’ahji, rahn adalah menguatkan

utang dengan jaminan; menurut Masjfuq Zuhdi, rahn adalah

perjanjian atau akad pinjam meminjam dengan menyerahkan

barang sebagai tanggungan utang; dan menurut Nasrun Haroen,

rahn adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan terhadap

piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayaran piutang itu.

Menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan

yang diterimanya. Harta tersebut berupa barang yang ditahan dan

harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang

menahan dapat memperoleh jaminan untuk mengambil kembali

seluruh atau sebagian piutangnya.37

Ar-rahn di tangan al-murtahin (pemberi utang) hanya

berfungsi sebagai jaminan utang ar-rahn (orang yang berhutang).

Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam

waktu yang disetujui kedua belah pihak, utang tidak boleh dilunasi

orang yang berutang. Oleh sebab itu, hak pemberi piutang hanya

terkait dengan barang jaminan, apabila orang yang berutang tidak

mampu melunasi utangnya.

36 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufran Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta :

Prenadamedia Group, 2018), h.265

37 Dadang Husen Sabana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia) 2016,

hlm 333-334

Page 52: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

41

b. Dasar Hukum Syariah

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn

dibolehkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an, Hadis Nabi dan

Ijma Ulama, sebagai berikut:38

Dalam surah Al-Baqarah, 2:283 Allah berfirman:

وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فرهان مقبوضة فإن أمن

ربه ولا تكتموا بعضكم بعضا فليؤد الذي اؤتمن أمانته وليتق الل

بما تعملون عليم الشهادة ومن يكتمها فإنه آثم قلبه والل Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak

secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,

maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh

yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai

sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu

menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa

kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)

menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang

menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang

berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu

kerjakan.”

Sedangkan dalam sebuah hadis Nabi Riwayat al-Bukari

Muslim dari ‘Aisyah ra., dikatakan bahwa:

عليه وسلم اشترى طعاما من يهودي إلى أجل أن النبي صلى الل

ورهنه درعا من حديد Artinya: “Sesungguhnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

membeli bahan makanan dari seorang yahudi dengan cara

berutang, dan beliau menggadaikan baju besinya.” (Hr. Al-

Bukhari no. 2513 dan Muslim no. 1603)

Menurut kesepakatan para fiqh, peristiwa Rasul SAW, me-

rahn-kan baju besinya itu, adalah kasus ar-rahn pertama kali

dalam Islam dan dilakukan sendiri oleh Rasululah SAW. Dan

38 Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada Lembaga Keuangan

Syariah, h. 216-217

Page 53: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

42

dalam Ijma’ ulama ahli fiqh sepakat akan diperbolehkannya akad

rahn, baik dalam keadaan hadir (berada di tempat) maupun safar

(dalam perjalanan).

c. Rukun dan Syarat Ar-Rahn

Transaksi rahn antara nasabah dengan bank syariah/lembaga

keuangan syariah akan sah apabila memenuhi rukun dan syarat

yang telah ditentuka sesuai syariat Islam, yaitu:39

1) Rahin (Nasabah)

Nasabah harus cakap bertindak hukum, baligh, dan berakal.

2) Murtahin (Bank Syariah/ Lembaga Keuangan Syariah)

Bank atau lembaga keuangan syariah yang menawarkan

produk rahn sesuai dengan prinsip syariah.

3) Marhun Bih (Pembiayaan)

Pembiayaan yang diberikan oleh murtahin harus jelas dan

spesifik, wajib dikembalikan oleh rahin. Dalam hal rahin tidak

mampu mengembalikan pembiayaan yang telah diterima dalam

waktu yang telah diperjanjikan, maka barang jaminan dapat

dijual sebagai sumber pembayaran.

4) Marhun (Barang jaminan)

Marhun atau al-marhun merupakan barang yang digunakan

sebagai agunan, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Agunan harus dapat dijual dan nilainya seimbang

dengan pembiayaan;

b) Agunan harus bernilai dan bermanfaaat menurut

ketentuan syariah;

39 Ismail, Perbankan Syariah, h, 210-211

Page 54: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

43

c) Agunan harus jelas dan dapat ditentukan secara

spesifik;

d) Agunan itu harus milik sendiri dan tidak terkait dengan

pihak lain;

e) Agunan merupakan harta yang utuh dan tidaj

bertebaran dibeberapa tempat

f) Agunan harus dapat diserahterimakan baik fisik

maupun manfaatnya.

Sedangkan para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat ar-

rahn sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:40

1) Para pihak dalam pembiayaan rahn, kecakapan dalam

bertindak hukum, menurut ulama adalah orang yang telah

dewasa (baligh) dan berakal. Mereka mempunyai kelayakan

untuk melakukan transaksi kepemilikan;

2) Pernyataan kesepakatan, menurut Hanafiyah dalam

kesepakatan rahn tidak boleh dikaitkan dengan masa yang akan

datang, karena kesepakatan atau ijab qabul dalam akad rahn

sama dengan dalam akad jual beli. Sedangkan menurut

Malikiyah, Hanabillah dan Syafiiyah apabila syarat itu adalah

syarat yang mendukung kelancarab akad, maka dibolehkan,

tetapi apabila bertentangan dengan karakter rahn maka

syaratnya batal;

3) Marhun bih (utang) wajib dibayar kembali oleh debitur kepada

kreditur. Utang boleh dilunasi dengan agunan. Utang harus

jelas dan tertentu.

4) Marhun (barang).

40 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h.234-236

Page 55: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

44

Sama seperti gadai berdasarkan hukum positif, barang yang

digadaikan dalam rahn bisa berbagai macam jenisnya, baik

bergerak maupun tidak bergerak. Apabila yang digadaikan berupa

benda yang dapat diambil manfaatnya, penerima gadai dapat

mengambil manfaat tersebut dengan menanggung biaya perawatan

dan pemeliharaannya.

Jadi prinsip pokok rahn adalah:41 (1) kepemilikan atas barang

yang digadaikan tidak beralih selama masa gadai; (2) kepemilikan

baru beralih pada saat terjadinya wanprestasi pengembalian dana

yang diterima oleh pemilik barang. Pada saat itu, penerima gadai

berhak untuk menjual barang yang digadaikan berdasarkan kuasa

yang sebelumnya pernah diberikan oleh pemilik barang; (3)

penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang

digadaikan, kecuali atas seizin pemilik barang.

d. Manfaat Ar-Rahn

Manfaat yang diambil oleh lembaga keuangan bank dari

prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut:42

1) Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-

main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank;

2) Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang

deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika

41 Irma Devi Purnamasari dan Suswinarno, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-

Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah, (Bandung : PT Mizan Pustaka,

2011) h,127-130

42 Muhammad Syafi’I Antonio, BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema

Insan)2001, hlm 130

Page 56: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

45

masanah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau

barang (marhun) yang dipegang oleh bank;

3) Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah

barang tentu akan membantu saudara kita yang kesulitan

dana, terutama di daerah-daerah.

Adapun manfaat yang langsung didapat bank adalah biaya-

biaya konkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk

pemeliharaan dan keamanan asset tersebut. Jika penahanan asset

berdasarkan fidusia, nasabah juga harus membayar biaya asuransi

yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.

e. Ketentuan Rahn

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ar-

Rahn antara lain:43

1) Kedudukan Barang Gadai. Selama ada di tangan pemegang

gadai, maka kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu

amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.

2) Pemanfaatan Barang Gadai. Pada dasarnya barang gadai tidak

boleh diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya maupun oleh

penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut

hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi

penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing

pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh

dimanfaatkan. Oleh karena itu agar di dalam perjanjian gadai

itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima gadai

43 Erissa, “Fiqh Muamalah Ar Rahn”, diakses dari

https://id.scribd.com/document/331668366/Fiqih-Muamalah-Ar-Rahn, Pada Tanggal 4 Juli 2019 Pukul

10:00

Page 57: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

46

meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka

hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan

untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir.

3) Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai. Ada beberapa

pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di sebabkan

tanpa kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafi’i dan

Hambali berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak

menanggung resiko sebesar harga barang yang minimum.

Penghitungan di mulai pada saat diserahkannya barang gadai

kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.

4) Pemeliharaan Barang Gadai. Para ulama’ Syafi’iyah dan

Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang

gadai menjadi tanggngan penggadai dengan alasan bahwa

barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan

miliknya. Sedangkan para ulama’ Hanafiyah berpendapat

lain, biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan

memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan

penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang yang

menerima amanat.

5) Kategori Barang Gadai. Jenis barang yang bias digadaikan

sebagai jaminan adalah semua barang bergerak dan tak

bergerak yang memenuhi syarat.

6) Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai. Apabila sampai

pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga

membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh

marhun untuk menjual barang gadaianya dan kemudian

digunakan untuk melunasi hutangnya.

7) Prosedur Pelelangan Gadai. Jumhur fukaha berpendapat

bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh menjual atau

Page 58: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

47

menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai

dibolehkan menjual barang tersebut dengan syarat pada saat

jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi

kewajibanya

B. Teori Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana

kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana

dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan

oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pembiayaan merupakan

aktivitas yang sangat penting karena dengan pembiayaan akan diperoleh

sumber pendapatan utama dan menjadi penunjang kelangsungan usaha

bank. Sebaliknya, bila pengelolaannya tidak baik akan menimbulkan

permasalahan dan berhentinya usaha bank.

Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit

yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam pembiayaan syariah, return

atas pembiayaan tidak dalam benuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain

sesuai dengan akad-akad yang disediakan di bank syariah. Dalam

perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank syariah

memiliki skema yang berbeda dengan bank koncensional dalam

menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan.44

Menurut M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayan merupakan

salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk

memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Sedangkan

menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang

44 Ismail, Perbankan Syariah,), h.106

Page 59: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

48

dipersamakan dengan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil.45

Pembiayaan berbeda dengan kredit. Kredit merupakan fasilitas

keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha meminjam

uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka

waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga. Berdasarkan Undang-

Undang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atas kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya seteah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga. Kredit disediakan oleh bank umum konvensional.46

Sedangkan pembiayaan adalah pemberian fasilitas dana oleh lembaga

keuangan syariah pada nasabah (debitur) yang berfungsi sebagai sumber

pendapatan bagi lembaga keuangan yang berupa imbalan bagi hasil dari

pihak yang dibiayai.

2. Fungsi Pembiayaan

Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berfungsi membantu

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usahanya.

Masyarakat merupakan individu pengusaha, lembaga, dan badan usaha,

dan lain-lain yang membutuhkan dana. Secara terperinci pembiayaan

memiliki fungsi antara lain:47

45 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktek, h. 137-138

46 Otoritas Jasa Keuangan, Apa Itu Kredit dan Pembiayaan, diakses dari

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/316 Pada Tanggal 4 Juli 2019 Pukul 12:00

47 Ismail, Perbankan Syariah, h. 108-109

Page 60: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

49

a. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar menukar barang dan jasa;

b. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle

fund;

c. Pembiayaan sebagai alat pengendalu harga;

d. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi

yang ada.

3. Aspek Hukum Dalam Proses Pemberian Pembiayaan

Aspek-aspek hukum yang seyogyanya dipenuhi dalam proses

pemberian pembiayaan berdasarkan tahapan yang lazim dilakukan oleh

perbankan adalah sebagai berikut:48

a. Tahap Pengajuan Aplikasi Pembiayaan Oleh Calon Nasabah

Penerima Fasilitas

Sebagai bukti bahwa nasabah telah mengajukan permohonan

pembiayaan kepada bank, maka permohonan pembiayaan calon

nasabah diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh nasabah.

Tujuan penggunaan fasilitas pembiayaan tersebut akan menentukan

jenis pembiayaan yang diberikan. Dalam prkatiknya, bank selalu

mensyaratkan adanya data pendukung sebagai lampiran dari aplikasi

permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah. data

tersebut berupa data yuridis dan data-data pendukung lainnya.

Permohonan tertulis dari calon nasabah beserta data pendukung

tersebut, merupakan bahan penilaian yang akan dilakuka oleh pihak

bank secara seksama sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 23 ayat 2 UU

Perbankan Syariah.

48 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.104-113

Page 61: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

50

b. Tahap Analisis Data yang Diajukan Oleh Calon Nasabah

Penerima Fasilitas

Data yang diajukan calon nasabah dianalisis oleh petugas analisis

pembiayaan sesuai dengan prosedur pembiayaan yang tercantum

dalam buku manual (standart operating procedure) pembiayaan pada

bank yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 yat 2 UU No.

10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank umum wajib memiliki dan

menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank

Indonesia.

Dalam melakukan analisis menyangkut aspek legal dan aspek

kewenangan bertindak dari subjek akad. Proses analisis dilakukan oleh

petugas analisis pembiayaan bersama-sama dengan petugas bagian

hukum di bank syariah yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi

risiko yang mungkin terjad di kemudian hari maka bank wajib

melakukan verifikasi mengenai kebenaran dan keabsahan data tang

diajukan oleh calon nasabah dengan melakukan pemeriksaan setempat

(on the spot) ke lokasi usaha calon nasabah, apakah sesuai dengan izin-

izin yang dimiliki atau tidak, apakah barang yang dijaminkan telah

sesuai dengan bukti-bukti kepemilikan dan sebagainya.

Peran hukum dalan mengamankan pemberian pembiayaan sudah

dilakukan sejak sebelum pembiayaan diberikan, baik dalam bentuk

analisis tergadap data menyangkut status dan implikasi dari subjek

hukum yang mengajukan pembiayaan, kewenangan subjek hukum

yang melakukan perikatan, legalitas usaha, bukti-bukti kepemilikan

agunan, jenis pengikatan jaminan yang tepat dan efektif, dan

sebagainya.

Peranan hukum tersebut juga sangat penting dalam mengamankan

pembiayaan setelah akad pembiayaan ditandatangani antara bank

Page 62: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

51

dengan nasabah dalam bentuk pengikatan jaminan, baik jaminan yang

bersifat kebendaan maupun bersifat perorangan. Adanya cacat yuridis

dalam pengikatan jaminan setelah pembiayaan dicairkan akan

menempatkan bank pada posisi yang lemah terutama bila pembiayaan

tersebut mengalami kemacetan. Keadaan itu tidak jarang dijadikan

alasan oleh nasabah yang beritikad tidak baik atau pihak ketiga lainnya

untuk menghambat/menggagalkan proses eksekusi barang jaminan.49

c. Tahap Penandatanganan Akad Pembiayaan dan Pengikatan

Jaminan

Setelah calon nasabah dapat Surat Persetujuan Prinsip Pemberian

Pembiayaan (SP4), maka calon nasabah kemudian datang ke bank

sebelum jatuh tempo penawaran bank untuk menandatangani akad

pembiayaan berikut pengikatan jaminannya. Unsur-unsur hukum yang

harus diperhatikan oleh bank antara lain:50

1) Memastikan bahwa orang yang menandatangani akad pembiayaan

dan akta pengikatan jaminan adalah orang yang benar dan

berwenang untuk melakukan hal tersebut dan orang yang benar-

benar mengerti, memahami dan menyetujui isi dari dokumen-

dokumen yang akan ditandatangani;

2) Dalam hal dokumen dibuat secara notarill, pembacaan akta yang

akan ditandatangani oleh para pihak merupakan kewajiban yang

harus dilakukan oleh notaris yang bersangkutan. Hal ini untuk

memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 angka 1 KUHPerdata, yaitu kesepakatan para

pihak;

49 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h.109

50 A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, h. 112

Page 63: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

52

3) Penandatanganan akta pengikatan jaminan sebagai perjanjian

ikutan (accessoir) terhadap perjanjian pokok, yaitu pembiayaan

dilakukan bersamaan pada saat penandatanganan akad

pembiayaan. Penandatanganan perjanjian pengikatan jaminan

tersebut paling lambat harus dilakukan sebelum pencairan

pembiayaan dilakukan. Apabila hal itu mendahului akad

pembiayaan, maka hal tersebut menimbulkan cacat yuridis dan

bisa menjadi potencial problem di kemudian hari.

d. Tahap Setelah Pembiayaan Diberikan

Setelah pencairan pembiayaan dilakukan, perlu diadakan

pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas usaha dari nasabah

penerima fasilitas oleh bank baik secara aktif maupun pasif.

Pengawasan aktif dilakukan secara peninjauan setempat atas aktifitas

usaha nasabah, sedangkan pengawasan pasif dilakukan dengan analisis

laporan keuangan, laporan kegiatan usaha yang disampaikan langsung

oleh nasabah kepada bank.

Dari laporan nasabah tersebut bank seyogianya dapat melakukan

analisis secara kualitatif atau kuantitatif terhadap nasabah dan kegiatan

usaha nasabah yang bersangkutan. Tindakan pemantauan dan

pengawasan oleh bank setelah pembiayaan diberikan kepada nasabah

tersebut merupakan pelaksanaan salah satu prinsip kehati-hatian

sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat 1 UU Perbankan Syariah.

C. Teori Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus

didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan

masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro

kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian

jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari

Page 64: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

53

keuntungan.51 Lembaga keuangan mikro juga telah berkembang dengan adanya

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Pada dasarnya, lembaga

keuangan mikro syariah memiliki sistem yang hampir mirip, akan tetapi produk

dan jasa serta perjanjian (akad) yang digunakan berbeda. Kesesuaian dengan

hukum syariah Islam.52

1. Pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

Kata baitul mal adalah berasal dari Bahasa Arab yang berarti rumah

harta atau kas negara, yaitu suatu lembaga yang diadakan dalam

pemerintahan Islam untuk mengurus masalah keuangan negara. Atau suatu

lembaga keuangan negara yang bertugas menerima, menyimpan, dan

mendistribusikan uang negara sesuai dengan syariat Islam.53 Suhrawardi K.

Lubis, menyatakan baitulmal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu

lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara

terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan

pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan

lain-lain.54

Baitul mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan

penyaluran dana yang nonprofit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Adapun

baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.

Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT

51 Slamet Mujiono, “Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro: Cikal Bakal Lahirnya BMT Di

Indonesia”, Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan (Volume 2, Nomor 2, Desember

2017), h.208 52 Maulidia Amri, Lembaga Keuangan Mikro Syariah,

https://www.academia.edu/25851976/LEMBAGA_KEUANGAN_MIKRO_SYARIAH_ISLAMIC_M

ICROFINANCE_di_INDONESIA, diakses tanggal 10 Juli 2019 pukul 07:00 53 Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, (Jakarta : Prenada

Media Group) 2015, h.316 54 Abdul Manan, HUKUM EKONOMI SYARIAH: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan

Agama, (Jakarta : Kencana) 2012, h. 363

Page 65: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

54

sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan

berlandaskan syariat Islam.55

2. Prinsip Operasi BMT

Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan tiga prinsip, yaitu:56

a. Prinsip bagi hasil

Dengan prinsip ini ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan

BMT dengan akad Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-Muzara’ah,

dan Al-Musaqoh.

b. Sistem jual beli

Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam

pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi

kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan kemudian

bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya

tersebut dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan

dibagi kepada penyedia dana. Akad yang digunakan adalah Bai’ al-

Murabahah, Bai’ as-Salam, Bai’ al-Istishna, dan Bai’ Bitsaman Ajil.

c. Sistem non-profit

Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini

merupakan pembiayaan yang bersifat social dan non-komersial.

Nasabah hanya cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja. Akad

yang digunakan adalah Al-Qordhul Hasan.

d. Akad bersyarikat

Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan

masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk)

55 Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, h. 317

56 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta

: Ekonisia) 2015, hlm 112-113

Page 66: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

55

dengan perjanjian pembagian keuntungan/kerugian yang disepakati.

Akad yang digunakannya adalah Al-Musyarakah dan Al-Mudharabah.

e. Produk pembiayaan

Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam di antara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah

jangka waktu tertentu. Pembiayaan yang digunakan adalah pembiayaan

al-murabahah, bai’ bitsaman ajil, mudharabah, dan musyarakah.

Untuk meningkatkan peran BMT dalam kehidupan ekonomi

masyarakat, maka BMT terbuka untuk menciptakan produk baru. Tetapi

produk tersebut harus sesuai dengan syariat dan disetujui oleh DPS, lalu

produk tersebut dapat ditangani oleh sistem operasi BMT dan produk

tersebut membawa kemaslahatan bagi masyarakat.

3. Peran BMT

BMT mempunyai beberapa peran diantaranya adalah:57

a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi nonsyariah. Aktif

melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting system

ekonomi islami;

b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus sikap

aktif menjalani fungsi sebagai lembaga keuangan mikro;

c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir. Masyarakat yang masih

tergantung rentenir disebabkan rentenie mampu memenuhi keinginan

masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus

mampu melayani masyarakat dengan lebih baik;

d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang

kompleks dituntut harus pandai bersikap.

57 Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia, h.318-319

Page 67: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

56

4. Tujuan BMT

Tujuan didirikannya BMT adalah meningkatkan kualitas usaha

ekonomi kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya. BMT beorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota

dan masyarakat, diharapkan dengan menjadi anggota BMT, masyarakat

dapat meningkatkan taraf hidup melalui usahanya. Dengan modal yang

diharapkan para peminjam dapat memandirikan ekonomi yang dikelolanya.

BMT bersifat usaha bisnis, tumbuh dan berkembang secara swadaya dan

dikelola secara profrsional. Baitulmaal dikambangkan untuk kesejahteraan

anggota terutama dengan penggalangan dana dari zakat, infak, dan

sedekah.58

5. Mekanisme Operasional BMT

Sistem operasional BMT, pemilik dana menanamkan uangnya di BMT

tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan

keuntungan bagi hasil. Dalam mekanisme operasionalnya, BMT didukung

dengan ciri-ciri utamanya yaitu:59

a. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan

ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya;

b. Bukan merupakan lembaga social, tetapi dapat dimanfaatkan untuk

mengefektifkan penggunaan zakat, infaq dan shadaqah bagi

kesejahteraan orang banyak;

c. Ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat

sekitarnya;

58 Abdul Manan, HUKUM EKONOMI SYARIAH: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan

Agama, (Jakarta : Kencana, 2012), h. 364

59 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2013),

h.26

Page 68: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

57

d. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu

sendiri.

Operasional BMT dapat berjalan dengan berbagai jenis kegiatan usaha,

baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non-keuangan. Jenis-

jenis usaha BMT yang terkait dengan keuangan dapat berupa mobilisasi

dana dari berbagai bentuk simpanan dengan berasaskan akad mudharabah

atau wadiah. Dan bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

(mudharabah/musyarakah), dengan mekanisme pembayaran dari aktivitas

jual beli (murabahah) dan cicilan atau pembiayaan qardl hasan, yaitu

pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian, kecuali sebatas biaya

administrasi.60

D. Review Studi Terdahulu

Untuk mendukung persoalan yang lebih mendalam terhadap masalah di

atas, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap literatur yang relevan

terhadap masalah yang menjadi obyek penelitian.

1. Skripsi dari Rahmiyanti Ningsih Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan

Ampel Judul Penelitian Analisis hukum Islam terhadap prosedur penyitaan

barang jaminan pada pembiayaan murabahah bermasalah di PT. BPRS

Bakti Makmur Indah Kantor Cabang Krian-Sidoarjo. Hasil dari penelitian

ini sebelum dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan di BPRS Bakti

Makmur Indah ada beberapa upaya yang dilakukan, yaitu dengan

memberikan peringatan secara lisan dan secara tertulis. Dalam pembiayaan

bermasalah, pihak BPRS hanya melakukan peringatan secara lisan tidak

60 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, h.27

Page 69: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

58

melampirkan surat peringatan kepada nasabah.61 Menurut pandangan

hukum Islam saat terjadi pembiayaan bermasalah perlu adanya surat

peringatan atau akta sejenis, karena dengan surat peringatan nasabah dapat

dikatakan ingkar janji/wanprestasi sehingga bisa dikenakan sanksi atas

perbuatannya tersebut. Upaya penyelesaian tindakan ini dengan

memberikan kesempatan kepada nasabah untuk melunasi hutangnya.

Apabila sudah tidak bisa di upayakan lagi maka BPRS melakukan

pengambilalihan barang jaminan yang kemudian dijual untuk melunasi

hutang nasabah yang menunggak.

2. Tesis dari Elizza Silviana Publikasi Ilmiah judul penelitian Telaah Konsep

Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Di

Pontianak). Hasil penelitian mengungkapkan mengenai konsep jaminan

pada implementasi pembiayaan mudharabah di Baitul Maal wat Tamwill

(BMT) Pontianak. Dalam pembiayaan mudharabah ini tidak ada jaminan,

tetapi agar tidak terjadi wanprestasi Baitul Maal wat Tamwill (BMT) dapat

meminta jaminan. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila terbukti

melakukan wanprestasi. Dan pelaksanaan eksekusi barang jaminan pada

pembiayaan mudharabah ini diikat secara di bawah tangan.62 Apabila

nasabah tidak memenuhi kewajibannya, nasabah diberikan kelonggaran

untuk memenuhi kewajibannya dengan cara penjadwalan Kembali

61 Rahmiyanti Ningsih , “Analisis hukum Islam terhadap prosedur penyitaan barang jaminan

pada pembiayaan murabahah bermasalah di PT. BPRS Bakti Makmur Indah Kantor Cabang Krian-

Sidoarjo”, (Skripsi : UIN Sunan Ampel) t.d

62 Elizza Silviana, “Telaah Konsep Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Maal wat

Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus BMT Di Pontianak)”

Publikasi Ilmiah

Page 70: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

59

(Rescheduling), penataan Kembali (Restructuring), persyaratan Kembali

(Reconditioning).

3. Skripsi dari Muhammad Adfan Yhu’nanda Universitas Brawijaya Fakultas

Hukum Judul Penelitian Analisis Unsur Kesalahan Dan Kelalaian

Mudharib Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Sebagai

Dasar Eksekusi Jaminan. Hasil penelitian ini tidak diaturnya kesalahan dan

kelalaian dalam aturan substansif tentang Pembiayaan Mudharabah dalam

Akad Pembiayaan Mudharabah dan aturan Prosedural tentang Pembiayaan

Mudharabah. Dan dalam eksekusi apabila terjadi pembiayaan mudharabah

bermasalah maka upaya penangan permasalahan ini ada 2 (dua) tahapan

yaitu upaya penyelamatan dan upaya penyelesaian. Tahap pertama, disebut

dengan upaya penyelamatan, upaya tercapainya pembayaran kembali

pembiayaan, dan tahapan kedua, penyelesaian pembiayaan mengupayakan

pembayaran kembali pembiayaan dengan mengeksekusi agunan, baik

dengan melakukan pencairan cash collateral, penagihan kepada penjamin,

pegambilalihan agunan oleh bank sendiri, penjualan secara sukarela atau

penjualan agunan melalui lelang.63

4. Jurnal dari Junaidi Abdullah Yudisia Vol. 8 No. 1 2017 Judul Penelitian

Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Di

KSPS Logam Mulia Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan. Hasil dari

penelitian ini Dengan tidak dilakukannya sita eksekutorial yang dilakukan

oleh KSPS Logam Mulia menunjukkan bahwa pihak KSPS Logam Mulia

tidak menerapkan hukum yang berlaku, tetapi lebih mengutamakan

63 Muhammad Adfan Yhu’nanda, “Analisis Unsur Kesalahan Dan Kelalaian Mudharib Dalam

Akad Pembiayaan Mudharabah Bermasalah Sebagai Dasar Eksekusi Jaminan”, (Skripsi : Universitas

Brawijaya Fakultas Hukum), t.d

Page 71: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

60

penyelesaian tanpa prosedur hukum dan lebih ke non litigasi yakni jalur

musyawarah. KSPS Logam Mulia tidak melaksanakan eksekusi jaminan

fidusia karena pihak yayasan dan pengurus serta DPS tidak membolehkan,

secara syariah orang yang berhutang itu dalam kondisi yang susah, apalagi

ketika tidak mampu bayar maka akan lebih susah, kalau sampai jaminannya

di sita secara langsung dan paksa tentu akan lebih menyusahkan lagi, maka

sebagai lembaga pembiayaan yang berprinsipkan syariah harus menerapkan

prinsip saling tolong-menolong, dan kesepakatan bersama.64

5. Jurnal dari Martha Eri Safira dengan judul penelitian Analisis Perjanjian

Jaminan Fidusia Terhadap Parate Eksekusi Dan Perlindungan Hukum

Bagi Kreditur (Studi Kasus Pada BMT dan BPR Syariah Di Ponorogo).

Hasil dari penelitian ini bahwa masih sedikit BMT dan BPRS di Ponorogo

yang mencantumkan perjanjian pokoknya (perjanjian hutang piutangnya)

dengan sistem fidusia. Hal ini menunjukkan bahwa banyak manajemen dari

BMT dan BPR Syariah Kabupaten Ponorogo belum mengetahui tentang

sistem, penjaminan fidusia dan apa fungsinya, serta bagaimana cara

pengurusannya.65

64 Junaidi Abdullah, “Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan

Di KSPS Logam Mulia Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan”, Yudisia Vol. 8 No. 1 (2017)

65 Martha Eri Safira, “Analisis Perjanjian Jaminan Fidusia Terhadap Parate Eksekusi Dan

Perlindungan Hukum Bagi Kreditur (Studi Kasus Pada BMT dan BPR Syariah Di Ponorogo)”,

Publikasi Ilmiah

Page 72: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

61

Page 73: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

61

BAB III

PROFILE BMT MEKAR DA’WAH,

BMT AL-FATH dan BMT AT-TAQWA

A. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Mekar Da’wah Serpong

1. Sejarah Berdirinya BMT Mekar Da’wah

BMT Mekar Da’wah Serpong yang merupakan cabang dari BMT

Taruna Al- Qur’an Yogyakarta (BMT Jogjatama, red) didirikan pada

tanggal 26 Februari 2004 dengan No. Akta Pendirian 518/7/BH/Dis/KUK.

Manajemen Taruna Yogyakarta mengalami kendala cukup berat yang

menyebabkan bulan Juni 2004 penanganan BMT Mekar Dakwah terpisah

dari BMT Taruna Al-Qur’an Yogyakarta sebagai induk, sehingga diambil

alih sebuah komunitas yang peduli syariah di Jakarta. Pembenahan

manajemen itu dilaksanakan oleh Tim Counterpart hingga mengalami

perkembangan yang positif sehingga cukup layak dianggap sebuah lembaga

keuangan mikro yang berbasis syariah.1

Meskipun kondisi baik dari eksternal maupun internal BMT Mekar

Da’wah mengalami pasang surut tetapi kinerja operasional membaik walau

sering terjadi pergantian pengurus, pengelola dan lokasi usaha. Pergantian

tersebut mulai terbentuk tim kinerja BMT yang solid menginjak tahun 2008.

Pemulihan keadaan yang semakin solid terlihat pada tahun 2009.

Kinerja dari BMT baik di Baitul Maal tertata rapi dan pada sisi Baitul

Tamwil menunjukan peranannya. BMT Mekar Da’wah Serpong semakin

diakui serta dipercaya, bahkan menjadi lembaga yang mendapat tempat

sendiri. Fungsi BMT dalam pemberdayaan ekonomi umat dari sosial

dan bisnis, BMT Mekar Da’wah Serpong berkembang dengan adanya

1 Riri Sartika, “Perkembangan Usaha Mitra BMT Mekar Da’wah setelah

Mendapatkan Pembiayaan”, Skripsi, (Fakultas Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta : 2017), h.44

Page 74: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

62

program-program kemaslahatan umat, didukung oleh lembaga-lembaga

yang bersinergi dengan BMT, baik lembaga keuangan pendidikan, sosial,

pemerintah, dan lainnya.

2. Visi, Misi, Dan Tujuan BMT Mekar Da’wah

a. Visi BMT Mekar Da’wah

Menjadi Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang handal

karena kualitas pelayanan dan kinerja operasional dalam

pengembangan dan pemberdayaan sumber dayanya hingga

berkesinambungan dan selalu berusaha sesuai prinsip syariah.

b. Misi BMT Mekar Da’wah

1) Meningkatkan taraf hidup dan kemampuan, baik sosial maupun

ekonomi masyarakat melalui muamalah sesuai syariah.

2) Meningkatkan baik kuantitas, maupun kualitas pelayanan dan

kinerja operasional dalam bermuamalah.

3) Membangun kepercayaan dan mengembangkan kerjasama dengan

berbagai pihak, baik di Serpong Tangerang Selatan, hingga skala

nasional.

4) Usaha yang memiliki keunggulan kompetitif, accountable, serta

terpercaya dalam bermuamalah dan tetap dalam koridor yang sesuai

dengan prinsip syariah,

5) Mewujudkan lembaga yang ideal bagi pengembangan diri dan

pembentukan sumber daya yang selalu konsisten dalam menerapkan

kinerjanya sesuai dengan prinsip syariah.2

2 Riri Sartika, “Perkembangan Usaha Mitra BMT Mekar Da’wah setelah

Mendapatkan Pembiayaan”, Skripsi (Fakultas Ekonomi & Bisnis: 2017), h.45

Page 75: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

63

c. Tujuan BMT Mekar Da’wah

Membentuk sumber daya yang berkemampuan, berwawasan, dan

professional didalam menerapkan muamalah yang sesuai dengan

prinsip syariah. Meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas dalam

penerapan usaha demi kemaslahatan bersama.

3. Fungsi, Prinsip, Dan Filosofi BMT Mekar Da’wah

a. Fungsi BMT Mekar Da’wah

1) Fungsi sosial, yakni BMT sebagai institusi dakwah yang memiliki

kepedulian tinggi hingga kualitas spiritual dan moral meningkat.

2) Fungsi ekonomis, yakni BMT sebagai perantara manajemen dan

keuangan berbagai pihak demi kemaslahatan bersama.

3) Fungsi Ilmu Pengetahuan, yakni BMT jadi tempat pengembangan

sumber daya insani khususnya dalam muamalah sesuai syariah.

4) Fungsi pengembangan, yakni BMT motivator, pengaruh dan juga

pengembangan potensi sosial dan ekonomi masyarakat.3

b. Prinsip BMT Mekar Da’wah

1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dalam melaksanakan

segala kegiatan muamalah agar tetap susuai prinsip-prinsip syariah.

2) Keterpaduan dalam segala yang berhubungan dengan muamalah

baik dari nilai-nilai spiritual, moral, etika, sikap, pengetahuan dan

lainnya.

3) Kekeluargaan, yakni lebih mementingkan kepentingan bersama dan

serta kebersamaan, dalam satu kesatuan visi, misi dan tujuan BMT.

3 Rahmi Aziza, “Analisis Kinerja Baitul Maal Wattamwil (BMT) Mekar Dakwah Serpong-

Tangerang Selatan dalam Perspektif Balanced Scorecard Periode 2012-2015”, Skripsi (Fakultas

Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta: 2012), h.48

Page 76: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

64

Kemandirian yang tidak terpengaruh oleh kepentingan pihak

tertentu.

4) Profesionalisme dalam bekerja yang selalu dilandasi keimanan

dalam bermuamalah dalam menjadikan sifat rasulullah SAW

sebagai tauladan.

5) Istiqomah dalam bekerja dan selalu berusaha sesuai prinsip syariah.

6) Silaturahmi dengan berbagai pihak/jaringan kerja selalu dijaga.

c. Filosofi BMT Mekar Da’wah

1) Kepedulian, terhadap kondisi yang terjadi baik simpati maupun

empati.

2) Membantu/Menolong, baik materi atau non materi sesuai

kemampuan.

3) Pembinaan, dalam hal ruhiah maupun jasmaniah dalam

bermuamalah.

4) Pengawasan, atau menjaga sumber daya agar tetap sesuai syariah.

5) Pemberdayaan, baik ekonomi dan social di dalam penerapan

kinerjanya/bermuamalah tetap sesuai dengan prinsip syariah.4

4. Motto, Jargon, dan Target BMT Mekar Dakwah

a. Motto BMT Mekar Dakwah

Motto BMT Mekar Dakwah yaitu: “Jujur Bermitra, Profesional

Bekerja”

b. Jargon BMT Mekar Dakwah

Jargon BMT Mekar Dakwah yaitu: “Mekar Raih Prestasi, Bismillah!!!”

4 Rahmi Aziza, “Analisis Kinerja Baitul Maa Wa Tamwill (BMT) Mekar Da’wah Serpong

Tangerang Selatan Dalam Perspektif Balanced Score Card Periode 2012-2015”, Skripsi (Fakultas

Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta : 2017), h.48

Page 77: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

65

c. Target BMT Mekar Dakwah

1) Letak lokasi usaha meliputi: Lembaga sosial kemasyarakatan,

lembaga pendidikan dan lembaga usaha.

2) Pelaku usaha meliputi: perorangan, kelompok/komunitas serta

badan usaha dari mikro hingga menengah khususnya dan bila

dimungkinkan makro,

3) Alokasi/Jenis usaha meliputi: Produktif dan konsumtif.

4) Sektor usaha meliputi: Bidang jasa, perdagangan, industri kecil dan

menengah, konsumtif dan lain-lain.

5) Bentuk usaha meliputi: Dana kebajikan, Dana talangan/bantuan,

kemitraan dan pemberdayaan.

6) Jangka waktu meliputi: Jangka pendek, menengah dan panjang.

7) Wilayah usaha meliputi: Kecamatan Serpong khususnya hingga

Kabupaten Tangerang bahkan hingga skala nasional.

5. Identitas Lembaga dan Struktur Organisasi

Nama perusahaan adalah BMT Mekar Da’wah yang berdiri pada

tanggal 12 Februari 2004 dengan akta pendirian dengan nomor 01/KUS-

SMD/II/2004 dan berbadan hukum 518/7/BH/DISKUK/2004. BMT Mekar

Da’wah memiliki NPWP dan SIUP dengan nomor 02.629.064.3-411.000

dan 503/001205-BP2T/30-08/PK/IX/2012.5

5 Rahmi Aziza, “Analisis Kinerja Baitul Maa Wa Tamwill (BMT) Mekar Da’wah Serpong

Tangerang Selatan Dalam Perspektif Balanced Score Card Periode 2012-2015”, Skripsi (Fakultas

Ekonomi & Bisnis UIN Jakarta : 2017) h.50-51

Page 78: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

66

Kepengurusan BMT Mekar Dakwah saat ini merupakan kepengurusan

periode 2013-2016 yang memiliki struktur organisasi yaitu: Dewan

Pengawas, yaitu Drs. Madyo Wratsongko, M.M., Dr. Euis Amalia,M.Ag.

Dan H. Wiroso, SE.MBA. Ketua Pengurus, yaitu Ismail. Sekretaris, yaitu

Azhar Ahmad. Bendahara, yaitu Mudzakir. Dan Pengelola (Manager),

yaitu Irvan Rahmat Riva’i. Bagian Baitul Tamwil, terdiri dari KaBag

Marketing, yaitu Ahmad Fauzi. Operasional, yaitu Nurisma Septia

Anggraeni. Dan Teller, yaitu Shara Devi, M.A. Bagian Baitul Maal, yaitu

Chandra Ghufta Kas. 6

B. Baitul Maal Wa Tamwil Al-Fath IKMI

1. Sejarah Berdiri BMT Al-Fath IKMI

Melihat kondisi ril masyarakat kita yang dari sisi ekonomi belum dapat

hidup secara layak dan mapan, masih sering terjerat rentenir, tidak adanya

lembaga yang dapat membantu untuk meningkatkan pendapat mereka, tidak

punya posisi tawar dengan pihak lain dan kondisi-kondisi lainnya yang

serba tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil. Padahal dari potensi

yang dimiliki oleh mereka yang apabila dikelola oleh system kebersamaan,

maka akan dapat meningkatkan ekonomi mereka. Dengan memperhatikan

6 Company Profile BMT Mekar Da’wah

Page 79: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

67

permasalahan di atas, maka dirintislah BMT (Baitul Maal wat Tamwiil) Al-

Fath oleh 25 orang pendiri pada tanggal 13 Oktober 1996, dan kini jumlah

pendirinya menjadi 31 orang.7

BMT Al-Fath merupakan lembaga keuangan mikro syari'ah yang

notabenenya adalah lembaga keuangan aset umat dengan prinsip

operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip syari'at Islam. BMT Al-Fath

dibentuk dalam upaya memberdayakan umat secara kebersamaan melalui

kegiatan simpanan dan pembiayaan serta kegiatan-kegiatan lain yang

berdampak pada peningkatan ekonomi anggota dan mitra binaan ke arah

yang lebih baik, lebih aman, serta lebih adil. Sebagai lembaga yang

mengemban misi sosial, maka dibentuklah divisi Baitul Maal yang dikelola

secara terpisah agar dapat berjalan secara optimal melayani umat, dan

sebagai lembaga bisnis maka dibentuklah Baitut Tamwil dengan dikelola

oleh tenaga muslim yang profesional dibidang keuangan, Insya Allah akan

menampilkan lembaga keuangan syari'at yang sehat, berkualitas, dan

memenuhi harapan umat.

2. Visi dan Misi BMT Al-Fath Ikmi

a. Visi BMT Al-Fath IKMI

Meningkatkan kualitas keimanan anggota dan mitra binaan sehingga

mampu berperan aktif sebagai khalifah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

b. Misi BMT Al-Fath IKMI

Menerapkan prinsip-prinsip syari'at dalam kegiatan ekonomi,

memberdayakan pengusaha kecil dan menengah, dan membina

kepedulian aghniyaa (orang mampu) kepada dhuafaa (kurang mampu)

secara terpola dan berkesinambungan.

7 Profile BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/profilbmt, diakses pada

Desember 2018

Page 80: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

68

3. Fungsi dan Tujuan BMT Al-Fath Ikmi

a. Fungsi BMT Al-Fath IKMI

Menjalin ukhuwah islamiyah (Persaudaraan Islam) melalui pemungutan

dan penyaluran Zakat, Infaq, dan Shadaqah serta memasyarakatkannya,

dan menunjang pemberdayaan umat melalui program pemberian modal

bagi pedagang ekonomi lemah, pemberian bea siswa dan santunan bagi

kaum dhu'afaa.

b. Tujuan BMT Al-Fath IKMI

Meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohani serta mempunyai

posisi tawar (daya saing) anggota dan mitra binaan juga masyarakat

pada umumnya melalui kegiatan pendukung lainnya.8

4. Produk dan Jasa BMT Al-Fath IKMI

a. Penghimpunan Dana (Funding)9

1) Prinsip Titipan (Wadiah)

a) TAWAKAL (Tabungan Wadiah BMT Al-Fath)

Merupakan simpanan dari mitra yang penarikannya dapat

dilakukan setiap saat. Tabungan ini menggunakan prinsip

wadiah /titipan. Dalam tabungan ini BMT AL FATH tidak

wajib memberikan hasil kepada penabung. BMT AL FATH

boleh memberikan bonus setiap bulan sesuai dengan

kebijakan BMT AL FATH.

8 Profile BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/profilbmt, diakses pada

Desember 2018

9 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses

pada Desember 2018

Page 81: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

69

2) Prinsip Bagi Hasil

a) TABAH (Tabungan Berjangka Al-Fath)

Merupakan tabungan atau investasi dengan menggunakan

prinsip mudharabah mutlaqah yang penarikannya dapat

dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang dikehendaki.

Pilihan jangka waktu yang dapat dipilih adalah: 3 Bulan

dengan nisbah 25% (mitra): 75% (BMT), 6 Bulan dengan

Nisbah 30% mitra: 70% (BMT), 9 Bulan dengan nisbah

35% (mitra): 65% (BMT) dan 12 bulan dengan nisbah 40%

(mitra): 60% (BMT).

b) SIDIK (Simpanan Pendidikan)

Yaitu bentuk simpanan yang alokasi dananya diperuntukan

untuk dana pendidikan bagi putra-putri mitra. Penarikan

dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, pertama pada

saat ajaran baru, kedua pada saat semester. Simpanan

dengan prinsip mudharabah mutlaqah ini akan mendapat

bagi hasil setiap bulan dengan nisbah 20% (mitra): 80%

(BMT).

c) Simpanan Idul Fitri

Yaitu simpanan yang direncanakan untuk keperluan idul

fitri. Penarikan dilakukan satu kali menjelang idul fitri.

Simpanan ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah

sehingga akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai

dengan nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).10

10 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses

pada Desember 2018

Page 82: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

70

d) Simpanan Qurban

Yaitu simpanan yang diperuntukan untuk keperluan

pembelian hewan qurban. Penarikan dilakukan satu kali

menjelang ibadah qurban. Simpanan ini menggunakan

prinsip mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan

bagi hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra):

80% (BMT).

e) Simpanan Nikah

Yaitu simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang

merencanakan pernikahan. Penarikan dilakukan satu kali,

satu bulan menjelang pernikahan. Simpanan ini

menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah sehingga

akan mendapatkan bagi hasil setiap bulan sesuai dengan

nisbah 20% (mitra): 80% (BMT).

f) Simpanan Haji

Yaitu simpanan yang diperuntukan bagi mereka yang

merencanakan untuk menunaikan haji. Penarikan

dilakukan satu kali. Simpanan ini menggunakan prinsip

mudharabah mutlaqah sehingga akan mendapatkan bagi

hasil setiap bulan sesuai dengan nisbah 20% (mitra): 80%

(BMT).11

b. Penyaluran Dana (Lending)

1) Pembiayaan Mudharabah

Yaitu akad kerjasama antara BMT selaku pemilik modal

(Shahibul Maal) dengan mitra selaku pengelola usaha (mudharib)

11 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses

pada Desember 2018

Page 83: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

71

untuk mengelola usaha yang produktif dan halal. Dan hasil

keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua

belah pihak.

2) Pembiayaan Musyarakah

Yaitu akad kerjasama usaha produktif dan halal antara BMT

dengan mitra dimana sumber modalnya dari kedua belah pihak.

Keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati kedua

belah pihak. Sedangkan kerugian ditanggung kedua belah Pihak

sesuai dengan porsi modal masing-masing.

3) Piutang Murabahah

Yaitu akad jual beli barang antara mitra dengan BMT AL

FATH dengan menyatakan harga perolehan/harga beli/ harga

pokok ditambah keuntungan/margin yang disepakati kedua belah

pihak. BMT membelikan barang-barang yang dibutuhkan mitra

atau BMT memberi kuasa kepada mitra untuk membeli barang-

barang kebutuhan mitra atas nama BMT. Lalu barang tersebut

dijual kepada mitra dengan harga pokok ditambah dengan

keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama dan diangsur

selama jangka waktu tertentu.

4) Piutang Ijarah

Yaitu akad sewa menyewa barang atau jasa antara BMT AL

FATH dan mitra. BMT AL FATH menyewakan jasa atau barang

kepada mitra dengan harga sewa yang telah disepakati dan diangsur

selama jangka waktu tertentu.12

12 Produk dan Layanan BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/produk, diakses

pada Desember 2018

Page 84: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

72

5. Struktur Organisasi BMT Al-Fath IKMI

Nama perusahaan BMT adalah KSPPS BMT Al-Fath IKMI Jaksel.

Berdiri pada tanggal 13 Oktober 1996 dengan badan hukum No.

650/BH/KWK.10/VI/1998 dan akte dengan nomor

518/BH/PAD/Koperasi/2005. Jumlah pendiri KSPPS BMT Al-Fath IKMI

Jaksel ini adalah 65 orang termasuk 2 orang yang mewakili 2 lembaga.

BMT Al-Fath IKMI ini memiliki NPWP dan SIUP dengan nomor

02.021.735-2.411.000 dan 1086/10-04/PK/XII/2000.

Struktur organisasi pada KSPPS BMT Al-Fath IKMI ini terdiri dari

Dewan Pengawas Syariah yaitu Drs. Mustakim Kurdi, MA sebagai ketua

dan Drs. Yahya Harun AlRasyid sebagai anggota. Dewan Pengawas Umum

yaitu, H. Farid Hidayat sebagai ketua, dan H. Kapsulani, SE, MM , H. Faridi

Syahdana, S.E sebagai anggota. Dewan Pengurus yang terdiri dari Ketua

yaitu Drs. Budiyono, M.Pd. Bidang Pembiayaan dan Pembinaan Mitra

yaitu, H. Abdul Rahim. Bidang Legal, yaitu Drs. R. Prastowo Sidhi,

S.H.,M.H. Sekretaris, yaitu H. Z. Arifin Listanto. Bendahara, yaitu H.

Djaelani, SE. Sumber Daya Insani, yaitu H. Imam Turmudi Ms.13

Dalam Pengelolaan Kantor Pusat terdiri dari Manager, yaitu Saimin,

S.E, M.Si. Sekretaris, yaitu Harum Sulistio Rini, S.E. IT, yaitu Muhammad

Yusuf S.Kom. Staff Baitul Maal, yaitu Dwi Putra Rama dan Shidiq Ansori,

S.Pd.I. Head Security, yaitu Opik Taupikur Rohman. Security, yaitu

Muhammad Reza, Lucky Saputra, Sagiman, Fandi Ahmad, Helmi Priandi,

dan Akbar. Sopir, yaitu Septya Ferry Perdana. Dan Office Boy, yaitu Slamet

Riyadi, Ali Akbar, Hari Robi Setyanto dan Ahmad Salim Setyanto. Dalam

Pengelola Kantor Cabang Utama terdiri dari, Kepala Cabang, yaitu Robi

Sugara. Kabag Operasional, yaitu Suryadi, S.T. Kabag Marketing, yaitu

13 Struktur BMT Al-Fath IKMI, http://www.bmtalfath.com/v2/struktur, diakses pada

Desember 2018

Page 85: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

73

Opan Sopyan Sauri, S.Ag. Pembukuan, yaitu Neneng Syarifah, Amd. Head

Teller, yaitu Nurmilati, S.E. Teller Payment Point, yaitu Arum Setianingsih.

Teller, yaitu Ira Kurnia, S.E.Sy. Customer Servis, yaitu Silvia Herlena, S.E.

Surveyor, yaitu Parjan. Account Officer, yaitu M. Erwin, Gugun Ginanjar,

Isep Nurfahmi dan Dadi Alamsyah. Funding Officer, yaitu Muharis, Eka

Erfan Khoir Abdillah dan Atra Novianto. Tele Marketing, yaitu Hana. Dan

Staff Admin Legal, yaitu Muhammad Saman.

C. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) At-Taqwa

1. Sejarah BMT At-Taqwa

Baitul Maal Watamwil At-Taqwa berdiri sejak tahun 1994, lahir sebagai

solusi dari pembagian zakat, untuk memberdayakan masyarakat khususnya

di sekitar masjid At-Taqwa dan sekitasnya, dalam bentuk ZIS dan wakaf

untuk dikelola secara produktif dan disalurkan dalam bentuk pembiayaan

Al-Qard, serta dana simpanan dari anggotanya yang dikelola secara

Profitable untuk disalurkan kepada usaha Mikro kecil dalam bentuk

pembiayaan dengan skema system bagi hasil dan jual beli (margin). Baitul

Maal Watamwil At-Taqwa sejak awal berdirinya adalah 100% modalnya

milik Yayasan Taqwa Bhakti sebesar Rp. 23.000.000,-.14

2. Visi dan Misi BMT At-Taqwa

a. Visi BMT At-Taqwa

“Menjadi lembaga keuangan syariah (BMT) yang terbaik dan terdepan

secara nasional dalam memberi solusi yang bermakna bagi kaum

dhuafa, pengusaha mikro dan makro secara berkelanjutan khususnya

masyarakat sekitar BMT dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip

fathonah, amanah, shidiq dan tabligh”

14 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 2015

Page 86: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

74

b. Misi BMT At-Taqwa

1) Menjadikan BMT At-Taqwa sebagai Koperasi Jasa Keuangan

Syariah yang dapat bersaing dalam hal Kesehatan, Profitable,

Efisien dan sebagai Pilar Ekonomi Ummat yaitu sebagai bagian dari

syiar Islam dalam bidang ekonomi

2) Meningkatkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik

finansial maupun non-fiansial

3) Membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan

produktivitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan

ekonomi

4) Menjadi Lembaga keuangan Syariah yang tumbuh secara

berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan usaha nasabahnya

5) Menjadi tempat yang potensial bagi pengembangan Sumber Daya

Insani bagi karyawan.15

3. Fungsi dan Tujuan BMT At-Taqwa

a. Fungsi BMT

1) Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola

menjadi lebih profesional, salaam, dan amanah sehingga semakin

utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah)

menghadapi tantangan global.

2) Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang

dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di

dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.

3) Mengembangkan kesempatan kerja.

15 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 2015

Page 87: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

75

4) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar

produk-produk anggota.

5) Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga

ekonomi dan sosial masyarakat banyak.

b. Tujuan BMT

Menjadi solusi intelektual dan finansial kepada masyarakat

berdasarkan prinsip-prinsip Syariah agar hidup menjadi lebih

bermakna. Dan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya serta meningkatkan

kekuatan dan posisi tawar pegusaha mikro dan kecil dengan pelaku

ekonomi yang lain.

2. Legalitas dan Struktur Organisasi

a. Legalitas dan Peraturan Perundang-undangan BMT At-Taqwa

Bentuk Badan hukum BMT At-Taqwa adalah koperasi, sehingga

untuk operasional dan pelayanannya mengikuti aturan umum dari

koperasi. Berdasarkan pasal 33 UUD 1945, kedudukan koperasi sebagai

model badan usaha dianggap palling sesuai dengan karakteristik bangsa

Indonesia yang dalam pelaksanaannya telah diatur dan dikembangkan

dalam berbagai peraturan. Sesuai dengan pasal 3 UU No. 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian, fungsi koperasi adalah memajukan

kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,

serta ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional dalam

rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Untuk lingkup usaha koperasi dan BMT At-Taqwa mengacu kepada

ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 25 Tahun 1992 pasal 43 dan

44 meliputi :16

16 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 2015

Page 88: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

76

1) Usaha koperasi adalah usaha yang berkaitan dengan kepentingan

anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota

2) Kelebihan kemampuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi

3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala

bidang kehidupan rakyat

4) Koperasi dapat menyalurkan segala kegiatan usaha simpan pinjam

dari dan untuk anggota koperasi bersangkutan dam koperasi lain

dan/atau anggotanya

5) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah

satu atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi

6) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi diatur

lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

b. Struktur Organisasi BMT At-Taqwa

Page 89: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

77

c. Susunan Kepengurusan

Pengelola BMT At-Taqwa adalah karyawan yang bekera secara

penuh waktu (Full Time). Sehari-harinya LKS dipimpin oleh seorang

General Manager yang membawahi Manager Opersional, Manager

Marketing. Dewan Pengurus Keuangan yang terdiri dari: Drs. H. Imran

Hasyim sebagai Ketua, Drs. H. Maryanto dan Drs. H. Rusli Achmad

sebagai anggota. Dewan Pengawas Syariah yang terdiri dari Drs. H.

Djamaluddin G. MM sebagai ketua dan Drs. Ishak Ismail sebagai

anggota. Pembinaan Manajemen yang terdiri dari Iwan Ridwan, SE.

M.Si sebagai ketua, Ir. Anton Fahlevie, MM dan Donny M. Iskandar,

SE sebagai anggota. Dan Kepengurusan yang terdiri dari Abdul Haris

Hamzah sebagai ketua. Majmuddin sebagai Bendahara dan Rahmat

Ardiansyah sebagai sekretaris.17

17 Company Profile BMT At-Taqwa Tahun 201

Page 90: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

78

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-

Fath dan BMT At-Taqwa

Baitul Maal Wa Tamwil mempunyai aturan dalam pembiayaannya yang

mana di setiap Baitul Maal Wa Tamwil selalu memiliki perbedaan. Penulis

mengusung dua lembaga keuangan mikro syariah Baitul Maal Wa Tamwil di

Tangerang Selatan. Lembaga pertama yang penulis analisis yaitu Baitul Maal

Wa Tamwil (BMT) Mekar Da’wah Serpong. Hasil wawancara dengan beberapa

pegawai BMT Mekar Da’wah, pembiayaan di BMT Mekar Da’wah terbagi dua

yaitu, pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif. Pembiayaan produktif

merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi

dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produk perdagangan

maupun investasi. Pembiayaan produktif tersebut terdiri dari pembiayaan

mudharabah. Sedangkan pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan.1

Calon nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan ke BMT Mekar Da’wah

harus memenuhi persyaratan dan aturan yang dibuat oleh pihak BMT Mekar

Da’wah. Syarat mutlak yang diberikan BMT Mekar Da’wah adalah harus

menjadi anggota selama tiga bulan dengan membuka tabungan yang tujuannya

untuk melihat keseriusan calon nasabah untuk mendapatkan pembiayaan yang

diajukan nanti. Setelah calon nasabah telah menjadi anggota, maka calon

nasabah mengisi formulir permohonan pembiayaan dengan mengisi data diri

secara jujur dan lengkap serta syarat umum yang diberikan pihak pihak BMT

1 Abdul Rachmat, “Pengertian Pembiayaan Pada Perbankan Syariah”,

http://syariahcooperation.blogspot.com/2012/10/pengertian-pembiayaan-pada-perbankan.html diakses

pada 8 Januari 2019

Page 91: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

79

Mekar Da’wah yaitu Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, kartu nikah, dan

past photo.

Setelah mengisi formulir, pihak marketing akan melakukan penilaian

kepada calon nasabah untuk mendapatka pembiayaan. Penilaian calon nasabah

dalam pembiayaan, ada kriteria yang ditetapkan oleh lembaga keuangan dan

harus dipenuhi oleh calon nasabahnya. Kriterianya yaitu dengan prinsip 5C

yang terdiri dari Character (watak) apabila seseorang mempunyai uang yang

banyak dan kemampuan untuk mengembalikan utang-utangya, tidak dapat

dikatakan calon nasabah yang baik. Tidak berlaku bahwa semua orang yang

punya kemampuan membayar, juga punya itikad baik untuk mengembalikan

seluruh utangnya.

Oleh karena itu pihak BMT Mekar Da’wah harus benar-benar teliti

menganalisis watak seorang calon nasabah yang baik. Capacity (kemampuan

nasabah) lembaga keuangan tidak akan memberikan pembiayaan kepada

seorang calon nasabah yang dinilai tidak punya kemampuan untuk

mengembalikan utangnya walaupun calon nasabah tersebut punya watak yang

baik. Capital (modal) lembaga keuangan juga melakukan penilaian terhadap

kekuatan keuangan calon nasabah. Collateral (jaminan) sesuai dengan

namanya, jaminan ini akan menjadi penjamin atau pelindung bagi pihak

kreditur jika nantinya nasabah tidak dapat membayar pinjaman yang diberikan.

Condition (kondisi) biasanya pihak kreditur melihat kondisi internal dan

eksternal calon nasabah yang dapat memengaruhinya saat mengembalikan

kewajibannya kepada kreditur.2 Prinsip-prinsip ini yang kemudian akan

menjadi acuan dan bahan pertimbangan BMT Mekar Da’wah dalam menyetujui

permintaan pembiayaan dari calon nasabah.

2 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,

Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, (PT Mizan Pustaka, Bandung,

2011) hal 18-20

Page 92: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

80

Pada formulir permohonan pembiayaan tersebut ada sub bagian tentang

data jaminan yang berisi mengenai jenis barang jaminan, spesifikasi barang

jaminan dan nilai jaminan. Bab tersebut harus diisi oleh calon nasabah secara

lengkap. Selanjutnya nanti pihak account officer akan mendatangi rumah calon

nasabah untuk survey dan melihat secara langsung kondisi nasabah serta

penilaian jaminannya sesuai atau tidak dengan kriteria persyaratan barang

jaminan. Pada objek jaminan, pihak BMT Mekar Da’wah tidak mengkhususkan

barang apa yang harus menjadi objek jaminan, tetapi sesuai dengan kemampuan

dan kesanggupan calon nasabah. Dalam menerima suatu jaminan kredit, ada

dua pertimbangan yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai kriteria

jaminan tersebut, yaitu Marketable merupakan pada saat nanti akan dieksekusi

jaminan tersebut mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh utang

nasabah. Dan Secured yang mana benda jaminan kredit dapat diikat secara

yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan.

Jika kemudian hari terjadi wanprestasi, lembaga keuangan punya kekuatan

secara yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.3 Hasil survey, pihak

account officer yang akan menentukan akad yang cocok untuk calon nasabah.

Pihak account officer harus bisa menganalisis secara mendalam atas itikad dan

kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan

yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan Indonesia).4

Setelah pihak account officer sudah melakukan survey secara mendalam,

hasilnya akan diajukan ke pihak komite. Jika pembiayaan ditolak, maka pihak

BMT Mekar Da’wah akan mengembalikan seluruh dokumen yang telah

diserahkan. Komite di BMT Mekar Da’wah terdiri dari tiga komite. Komite

3 Irma Devita Purnamasari, Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer Kiat-Kiat Cerdas,

Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, hlm 19

4 M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2007) hlm 79

Page 93: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

81

pertama mempunyai wewenang plafon pembiayaan dibawah 10.000.000,

komite kedua plafon pembiayannya 10.0000.000 – 50.000.000, dan komite

ketiga plafon pembiayanya diatas 50.000.000. Komite juga mempunyai

wewenang untuk menambah jaminan apabila menurut komite jaminannya

dirasa kurang. 5

Hasil survey yang sudah diajukan ke pihak komite nantinya akan

dipertimbangkan oleh tiga orang, apabila dua dari tiga orang menyetujui maka

pengajuan pembiayaan oleh calon nasabah tersebut dapat diterima. Setelah

pihak komite sudah menyetujui pembiayaan calon nasabah, pihak admin akan

menghubungi calon nasabah untuk datang ke BMT Mekar Da’wah untuk tahap

selanjutnya. Tahap selanjutnya, pihak admin akan menjelaskan akad yang

digunakan, besaran cicilan, waktu jatuh tempo, nisbah dan marjin kepada calon

nasabah. Jadi sebelum akad berlangsung, calon nasabah harus mengetahui

terlebih dahulu secara keseluruhan. Apabila calon nasabah merasa keberatan,

maka pihak BMT Mekar Da’wah tidak akan melangsungkan akad. Akad

berlangsung kalau calon nasabah dan pihak BMT Mekar Da’wah sudah sama-

sama sepakat dan berlangsung didepan admin atas pengawasan komite

pengelola. Sesudah akad berlangsung calon nasabah telah berganti status

menjadi mitra pembiayaan.6 Pihak BMT Mekar Da’wah menyebut nasabah

pembiayaannya dengan mitra pembiayaan.

Intinya pada BMT Mekar Da’wah semua pembiayaan yang digunakan

diwajibkan adanya jaminan. Tetapi bisa saja pembiayaan tersebut tidak

menggunakan jaminan, tergantung pihak account officer nanti yang akan

mensurvey. Sesuai atau tidaknya jaminan tersebut atas hasil dari survey pihak

account officer yang nanti akan ditunjukan ke pihak komite. Komite juga

5 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober

2018 6 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober

2018

Page 94: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

82

berhak menambahkan jaminan apabila menurut komite jaminanya masih

kurang. Bagi BMT Mekar Da’wah yang paling penting bukan jaminannya,

tetapi dilihat dari usaha calon nasabah ini benar dalam artian tidak lagi pailit

atau bangkrut, jujur, dan ada itikad baik dari calon nasabah tersebut.

Menurut BMT Mekar Da’wah, jaminan itu adalah sebagai garansi agar

nasabah ini benar-benar sesuai dengan apa yang jadi tujuannya, dan nasabah

tidak curang dengan disengaja untuk tidak membayar kewajibannya. Ada

beberapa hal yang memengaruhi mengapa seseorang tidak dapat membayar

utangnya, yaitu yang pertama, setelah beberapa kali membayar angsuran,

selanjutnya tidak bersedia membayar lagi angsuran selebihnya. Ada faktor

kesengajaan dari sebagian konsumen yang demikian, karena sebagian manusia

memang ada yang nakal tidak mau membayar. Yang kedua, kemacetan

angsuran juga disebabkan karena pihak konsumen banyak utang disana sini.7

Kebutuhan apa saja selalu dipenuhi, dengan tanpa mempertimbangkan dengan

saksama. Hal ini tidak terlepas dari sifat serakah manusia, karena apa yang

dilihat selalu ingin sekali dimiliki dan tidak memikirkan menstabilkan keadaan

dimasa depan. Dan yang ketiga ada pula yang disebabkan oleh faktor yang tidak

dapat diduga sebelumnya, terutama yang berpenghasilan tidak tetap, yang tiba-

tiba suatu saat penghasilannya menurun drastic atau bahkan tidak ada.8

Untuk menghindari terjadinya kecurangan dan wanprestasi tersebut pihak

BMT Mekar Da’wah memanage resikonya dengan adanya jaminan. Salah satu

management resiko yang dilakukan BMT Mekar Da’wah yaitu dengan adanya

kerjasama oleh pihak asuransi. Dan dengan calon nasabah membuka tabungan

7 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober

2018 8 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2013) hlm4-5

Page 95: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

83

diawal pengajuan selama tiga bulan, merupakan bentuk jaminan calon nasabah

dan melihat juga karakter calon nasabah tersebut.9

Lembaga selanjutnya yang penulis teliti yaitu lembaga keuangan mikro

syariah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Al – Fath IKMI. Hasil wawancara

terhadap kepala operasional menjelaskan proses pembiayaan di BMT Al – Fath

IKMI. Tahap awal calon nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan hampir

sama dengan BMT Mekar Da’wah yaitu harus menjadi anggota terlebih dahulu

dan membuka rekening simpanan yang pembukaannya sebesar 25.000.

Simpanan pokok 10.000, saldo awal 10.000 dan administrasi buku 5.000.

Tetapi pada BMT Al – Fath IKMI tidak mensyaratkan berapa lamanya menjadi

anggota.10 Ini merupakan syarat mutlak yang diberikan oleh pihak BMT Al –

Fath IKMI. Setelah calon nasabah sudah menjadi anggota, calon nasabah dapat

mengajukan pembiayaan dengan mengisi formulir pengajuan pembiayaan.

Dengan melampirkan persyaratan yaitu kartu tanda penduduk, photo, surat

nikah, kartu pelajar, misalnya karyawan menggunakan slip gaji dan SK

pekerjaan, yang terakhir menyertakan jaminan. Dalam suatu pembiayaan sering

dipersyaratkan adanya jaminan yang dapat terdiri dari berbagai bentuk dan

jenisnya. Jaminan yang digunakan BMT Al – Fath IKMI terdiri dari BPKB

kendaraan, surat rumah AJB atau sertifikat. Setelah calon nasabah menyertakan

jaminan, bagian tim analisis BMT Al – Fath IKMI akan melakukan survey

tempat tinggalnya, tempat usahanya dan jaminannya.

Terhadap suatu jaminan yang akan diterimanya, tim analisis melakukan

penilaian kelayakan sebagai jaminan yang sesuai dengan kriteria. Tahap

selanjutnya tim analisis akan melakukan analisa apakah calon nasabah tersebut

layak atau tidak. Analisa dilakukan dengan cara menggunakan metode 5C

9 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober

2018 10 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,

Kedaung, Oktober 2018

Page 96: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

84

seperti pada BMT Mekar Da’wah. Hasil dari proses analisa calon nasabah nanti

diajukan kepihak komite. Komite pada BMT Al – Fath IKMI terdiri dari

manager, pengurus, dan kepala cabang. Pihak ini lah yang nanti akan

memutuskan disetujui atau tidaknya pembiayaan calon nasabah tersebut. Pada

tahap pencairan, apabila calon nasabah disetujui oleh pihak komite, calon

nasabah nanti akan dipanggil untuk menandatangani surat persetujuan dan akad

kontrak dari pihak BMT Al – Fath IKMI. Setelah calon nasabah

menandatangani akad kontrak, statusnya sudah berubah menjadi nasabah

pembiayaan atau mitra pembiayaan.11

Lembaga terakhir yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) At-Taqwa. Hasil

wawancara oleh petugas BMT At-Taqwa menjelaskan calon nasabah yang

ingin mengajukan pembiayaan datang ke BMT At-Taqwa untuk mengisi

formulir pembiayaan. Pihak BMT At-Taqwa tidak serta merta langsung

mengasih formulir pembiayaan kepada calon nasabah, tetapi menanyakan

terlebih dahulu info yang didapat calon nasabah mengenai BMT At-Taqwa.

Kebanyakan calon nasabah mengetahui BMT At-Taqwa dari colega atau

teman-teman atau dari jama’ah masjid. Karena BMT At-Taqwa ini terletak

tepat disamping masjid At-Taqwa. 12

Setelah pihak BMT At-Taqwa sudah mengetahui info dari calon nasabah

dan sudah jelas, calon nasabah akan bertanya-tanya tentang besaran

pembiayaan yang diinginkannya dan pihak BMT At-Taqwa juga akan

menanyakan kebutuhan calon nasbaah yang diperlukan berapa besar dan

menjelaskan apa saja yang perlu dilengkapi persyaratannya seperti kartu tanda

penduduk, kartu keluarga, surat nikah (bagi yang sudah berkeluarga) kalau

belum bisa berkeluarga menggunakan surat pernyataan dari kedua orang tua

11 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,

Kedaung, Oktober 2018

12 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019

Page 97: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

85

calon nasabah, kalau karyawan melampirkan slip gaji tiga bulan terakhir, dan

bagi wirausaha melampirkan laporan keuangannya. Persyaratan yang terakhir

yaitu jaminan. Pihak BMT At-Taqwa mengkhususkan persyaratan jaminannya

yaitu apabila jaminannya berupa kendaraan maka nilai jaminannya 80% dari

pinjaman. Tetapi tidak hanya itu saja, pihak BMT At-Taqwa juga melihat

kemampuan calon nasabah dalam membayar.

Setelah calon nasabah melengkapi persyaratan, pihak BMT At-Taqwa akan

memproses pengajuan pembiayaan dan akan mensurvey tempat tinggal dan

jaminanya. Pihak BMT At-Taqwa benar-benar menyeleksi tempat tinggal calon

nasabah, hal ini penting karena bagi pihak BMT At-Taqwa sebagai

pertimbangan disetujui tidaknya pembiayaan calon nasabah. Selanjutnya pihak

survey sudah yakin dan sudah jelas semuanya, pihak survey akan memproses

dan hasil survey akan diberikan ke pihak komite untuk selanjutnya disetujui

atau tidaknya. Apabila pihak komite menyetujui pembiayaan calon nasabah,

pihak BMT At-Taqwa membuatkan akad untuk calon nasabah dan

menandatanganinya.13

Dari penjelasan diatas bahwa dalam prosedur pembiayaan pada lembaga

keuangan mikro syariah yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) hampir sama

disetiap BMT dari mulai cara pengajuan dan persyaratannya, hanya beberapa

yang membedakan. Dalam BAB II dijelaskan mengenai aspek hukum yang

harus diperhatikan dalam proses pemberian pembiayaan, menurut penulis aspek

hukum tersebut sudah dijalankan oleh ketiga BMT ini. Mulai dari tahap

pengajuan, tahap analisis data, tahap penandatanganan akad dan tahap setelah

pembiayaan diberikan.

Hal pembeda dari ketiga BMT ini seperti pada BMT At-Taqwa yang tidak

mensyaratkan harus menjadi anggota terlebih dahulu, sedangkan pada BMT

Mekar Da’wah dan BMT Al-Fath IKMI mengharuskan terlebih dahulu menjadi

13 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019

Page 98: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

86

anggota. Hal tersebut diterapkan oleh kedua BMT tersebut untuk mengetahui

keseriusan calon nasabah untuk mendapatkan pembiayaan. Dan perbedaan

lainnya mengenai domisili calon nasabah. Pada BMT Mekar Da’wah Serpong

mayoritas nasabah merupakan masyarakat berdomisili Serpong, sedangkan

untuk masyarakat berdomisili diluar Serpong, agak sulit untuk mendapatkan

persetujuan pembiayaan dari pihak BMT. Lain hal nya dengan BMT Al-Fath

IKMI dan BMT At-Taqwa yang tidak membatasi calon nasabah yang berasal

dari luar domisili BMT. Pihak BMT tidak mensyaratkan calon nasabah harus

sedomisili dengan BMT. Nasabah mengajukan pembiayaan diluar domisili

prosesnya tetap sama. Walaupun calon nasabah berdomisili di luar kota, pihak

BMT tetap melakukan survey semanamestinya. Alur pembiayaan BMT sudah

sesuai dengan aturan yang dibuat ketiga lembaga tersebut.

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam

melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit bank wajib

mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan

kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan

yang diperjanjikan. Hal ini sudah dijalankan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT

Al – Fath IKMI dan BMT At-Taqwa yang mana pada saat calon nasabah

mengajukan pembiayaan, pihak BMT akan melakukan analisa untuk

mengetahui secara mendalam karakter dan keyakinan dari calon nasabah.

Analisa yang digunakan BMT Mekar Da’wah, BMT Al – Fath IKMI dan BMT

At-Taqwa adalah dengan menerapkan metode 5C yaitu watak, kemampuan,

modal, jaminan, dan kondisi ekonomi. Dengan cara menganalisis metode

tersebut pihak BMT akan lebih mudah menentukan layaknya calon nasabah

mendapat pembiayaan. Dan ketiga BMT yang penulis teliti telah sesuai dengan

prinsip prudence (prinsip kehati-hatian dalam perbankan).

Page 99: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

87

B. Pelaksanaan Jaminan Berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia di BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan BMT At-

Taqwa

Berdasarkan Pasal 1 UU UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

(selanjutnya disebut UUJF) disebutkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak

kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa

benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan

pemilik benda. Jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas benda bergerak

baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap

berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Kegiatan yang dikembangkan oleh Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) salah

satunya adalah dengan memberikan pembiayaan. Pembiayaan yang dimaksud

adalah pendanaan yang dilakukan oleh BMT berdasarkan persetujuan dan

kesepakatan para pihak untuk melunasi utangnya. Dalam memberikan

pembiayaan kepada mitra14, BMT akan meminta persyaratan jaminan atau

agunan guna untuk mengendalikan risiko yang terjadi suatu saat nanti dan

sebagai langkah terakhir pengganti pelunasan pembiayaan mitra.

Mitra yang telah mengajukan pembiayaan di BMT, selanjutnya nanti pihak

BMT akan melakukan analisis pembiayaan calon mitra. Didalam analisis

pembiayaan mitra, terdapat langkah selanjutnya yaitu analisis jaminan. Analisis

jaminan harus dilakukan oleh pihak AO (Account Officer) untuk dapat

menganalisis usaha calon mitra yang dimana akan menjadi sumber utama untuk

pelunasan pembiayaan bagi mitra. Jaminan yang digunakan BMT dapat berupa

barang tak bergerak (tanah dan bangunan) dan benda bergerak (kendaraan,

14 Mitra: Panggilan setiap BMT untuk nasabahnya.

Page 100: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

88

mesin, tagihan,dll). Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan BMT At-

Taqwa menggunakan objek jaminan berupa Akta Jual Beli (AJB), Bukti

Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), tabungan, akta kios pasar, perhiasan dan

barang elektonik. Pada ketiga BMT pembiayaan minimum sebesar Rp.

1.000.000 s/d Rp. 2.000.000 sudah wajib menggunakan jaminan. Objek

jaminan untuk pembiayaan Rp. 2.000.000 bisa berupa barang elektronik

maupun tabungan mitra yang ditahan pihak BMT. Jadi ketiga BMT ini

mewajibkan adanya jaminan berapapun pembiayaannya dan apapun objek

jaminannya yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang dibuat BMT. Setelah

melakukan wawancara, penulis menggolongkan objek jaminan berdasarkan

bentuknya yang digunakan oleh BMT. Jaminan barang tak bergerak berupa

sertifikat tanah. Sedangkan barang bergerak berupa kendaraan, alat elektronik,

dan emas. Dan benda tak berwujud berupa tabungan.

Berdasarkan Pasal 11 UUJF benda yang berada di wilayah Negara Republik

Indonesia maupun di luar wilayah Republik Indonesia yang dibebani dengan

jaminan fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Di BMT Mekar

Da’wah pembiayaan di atas Rp 50.000.000 dilakukan pembeban jaminan

dengan di hadapan notaris. Sedangkan untuk pembiayaan di bawah Rp

50.000.000 dilakukan pembeban jaminan di bawah tangan. Diterbitkan hanya

melalui surat pernyataan tanda terima jaminan yang dibuat oleh pihak BMT.15

Sedangkan di BMT Al-Fath IKMI pembiayaan di atas Rp 100.000.000

dilakukan pembeban jaminan dengan didaftarkan ke notaris. Pembiayaan di

bawah Rp 100.000.000 pembebanan jaminannya dilakukan di bawah tangan

tanpa di daftarkan ke notaris. Sama seperti BMT Mekar Da’wah, diterbitkan

15 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober

2018

Page 101: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

89

surat pernyataan tanda terima jaminan yang dibuat oleh pihak BMT.16 Dan

terakhir BMT At-Taqwa pembiayaan sebesar Rp 100.000.000 s/d Rp

1.000.000.000 pembebanan jaminan yang dilakukan tidak didaftarkan dengan

notaris. Berapa pun pembiayaan di BMT At-Taqwa, semua dibebankan di

bawah tangan tanpa didaftarkan ke notaris. Hal ini dikarenakan BMT At-Taqwa

mempunyai alasan tersendiri dengan tidaknya menggunakan notaris dalam

pembiayaan besar.17 Semua jaminan pada ketiga BMT ini hanya sebagai

klausul perjanjian, artinya jaminan hanya disertakan dalam klausul perjanjian

yang ada di dalam perjanjian pokoknya. Serta dibuatnya surat pernyataan tanda

terima jaminan fidusia.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa pembebanan Benda dengan

Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan

merupakan akta Jaminan Fidusia. Dalam UUJF mengharuskan akta jaminan

fidusia dibuat dengan akta notaris, hal ini dikarenakan menurut keterangan

Pasal 1870 KUHPerdata menjelaskan bahwa akta notaris adalah akta otentik

yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga memiliki fungsi

untuk kesempurnaan perbuatan hukum. Jadi dikaitkan dengan jaminan fidusia,

pembebanan dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa

Indonesia yang merupakan akta Jaminan Fidusia untuk memberikan jaminan

hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yang lebih besar dan sempurna

dibandingkan akta dibawah tangan.

Dengan demikian sesuai Pasal 15 ayat (3) Apabila debitor cidera janji, maka

penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek

Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri dan penerima fidusia mempunyai

16 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,

Kedaung, Oktober 2018

17 Riri, Selaku Narasumber Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada

Januari 2019

Page 102: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

90

hak yang didahulukan untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil

eksekusi. Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia, hal ini sesuai dengan

Pasal 27 ayat (2).

Sedangkan bagi jaminan yang tidak didaftarkan di notaris atau di bawah

tangan, dilihat dari KUHPerdata Pasal 1320, perjanjian kredit harus memenuhi

syarat sahnya perjanjian sesuai dengan;18 Kesepakatan para pihak dan tanpa

paksaan antara penerima jaminan dan yang memberi jaminan yang

mengikatkan diri dalam perjanjian. Kecakapan dalam membuat suatu

perjanjian. Para pihak antara pihak BMT dan mitra, dinyatakan sudah cakap

dalam melakukan perjanjian, karena dilihat dari pengamatan beberapa

dokumen pengajuan pembiayaan, disebutkan usia pegawai BMT dan mitra rata-

rata diatas 21 tahun dimana usia tersebut sudah cukup dewasa dalam melakukan

perjanjian. Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan, maksud hal tertentu ini

adalah objek perjanjian. Objek perjanjian yang dimaksud adalah pembiayaan

dari pihak BMT untuk mitra. Dan Kuasa yang halal, maksudnya berdasarkan

pasal 1337 KUHPerdata kuasa yang halal adalah apabila isi perjanjian tidak

dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau

ketertiban umum.

Dari penjelasan tersebut, perjanjian yang dibuat ketiga BMT ini memang

tidak berisi mengenai hal-hal yang bertentangan dengan kesusilan ataupun

ketertiban umum, melainkan perjanjian pembiayaan yang dilakukan ke tiga

BMT ini tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di kantor

pendaftaran fidusia. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 11 dan

Pasal 12 yang mensyaratkan perjanjian itu dibuat dengan akta notaris dalam

bahasa Indonesia dan juga disyaratkan, benda yang dibebani dengan jaminan

18 Marulak Pardede, Laporan Akhir “Implementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian

Kredit Di Indonesia” (Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Ham-RI)

hlm 55

Page 103: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

91

wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Dari penjabaran diatas syarat

sahnya perjanjian yang dilakukan oleh ketiga BMT ini hanya memenuhi 3

syarat dari 4 syarat berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320. Syarat-syarat

berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320 merupakan syarat-syarat mutlak yang

harus dipenuhi agar suatu perjanjian itu dianggap sah.

Alasan dari ketiga BMT yang mengikat jaminan fidusia di bawah tangan ini

hampir sama, yaitu karena jumlah kredit yang diajukan mitra jumlahnya kecil.

Mengingat biaya yang dikeluarkan untuk mengurus akta notaril tidak sebanding

dengan jumlah pembiayaan yang diajukan mitra. Dan juga dikarenakan resiko

yang diterima pihak BMT tidak besar, maka ketiga BMT ini melakukan

pengikatan jaminan fidusia di bawah tangan. Alasan kedua adalah

ketidaktahuan mitra tentang pengikatan jaminan fidusia secara notaril. Para

mitra hanya menerima saja apa arahan dari pihak BMT dan dengan adanya akad

kontak pembiayaan, mitra setuju apabila mitra wanprestasi atau terlambat

membayar sampai dengan batas waktu yang ditentukan, maka jaminan akan

disita dan dieksekusi oleh pihak BMT. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan mitra

akan hal itu dan kalangan mitra yang melakukan pembiayaan di BMT

berlatarbelakang pendidikan rendah yang tidak mengerti hukum. Dan alasan

terakhir bagi pihak BMT tidak melakukan pengikatan secara fidusia adalah

tidak adanya ketentuan internal terkait petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk

teknis mewajibkan pengikatan fidusia dengan notaril.

C. Penerapan Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI Dan

BMT At-Taqwa

Dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

menyebutkan pengertian dari agunan. Agunan adalah jaminan tambahan yang

diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pembiayaan fasilitas

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dalam melakukan

Page 104: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

92

pembiayaan BMT mewajibkan setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan

harus menyertakan jaminan.

Fungsi dari jaminan itu sendiri merupakan sebagai perlunasan pembiayaan

kredit. Jaminan yang ada di BMT termasuk dalam jaminan tambahan. Seperti

kita ketahui dalam prakteknya, BMT meminta jaminan berupa surat tanda

kepemilikan kendaraan maupun surat tanah untuk dijadikan jaminan dalam

pembiayaan. Berikut merupakan pemaparan hasil penelitian dari ketiga BMT

yang penulis teliti.

1. Bentuk Barang Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath

IKMI Dan BMT At-Taqwa

Jenis barang pada dasarnya ada dua macam, barang bergerak dan tidak

bergerak. Barang bergerak merupakan barang yang karena sifatnya mudah

digerakan atau mudah dipindahkan. Dalam pembiayaan di lembaga

keuangan apabila memakai jaminan barang bergerak maka hanya dapat

dijadikan sebagai barang jaminan jangka pendek. Berbeda dengan barang

tidak bergerak yang mana dalam pembiayaan di lembaga keuangan

dijadikan sebagai barang jaminan jangka panjang.

Untuk BMT Mekar Da’wah jaminan digunakan untuk pembiayaan

murabahah, musyarakah dan mudharabah. Sedangkan untuk BMT Al-Fath

IKMI jaminan yang digunakan untuk pembiayaan murabahah,

mudharabah, musyarakah dan ijarah. Dan untuk BMT At-Taqwa jaminan

yang digunakan paling banyak untuk pembiayaan murabahah.

Pada ketiga BMT ini barang jaminan yang disyaratkan beragam

bentuknya. Secara keseluruhan barang jaminan yang digunakan pada ketiga

BMT mulai dari BPKB, AJB, tabungan, Akta kios pasar, perhiasan dan

barang elektonik. Besaran nominal pembiayaan yang di approve oleh BMT

besarnya ditentukan oleh nilai jaminan itu sendiri. Jadi barang yang

Page 105: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

93

dijadikan jaminan harus diketahui terlebih dahulu harga jualnya di pasar

agar nanti bisa tercover plafon pembiayaannya.

Jaminan yang diperoleh dari nasabah pada saat melakukan pembiayaan,

jaminannya dijaminkan lagi kepada pihak ketiga yaitu pihak asuransi untuk

mengurangi risiko dikemudian hari. Misalnya apabila mitra meninggal

dunia sebelum masa pembiayaan berakhir, maka BMT dapat klaim dari

pihak asuransi atas jaminan tersebut. Asuransi tersebut dapat di klaim

dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh pihak BMT.

Salah satu BMT yang saya teliti yaitu BMT Mekar Da’wah,

menjelaskan bahwa menentukan mitra itu bisa diterima atau tidak

pembiayaannya, tidak cuma sekedar nilai jaminannya besar. Belum tentu

nilai jaminannya besar pihak BMT menyetujui pembiayaan tersebut. Yang

paling penting bagi pihak BMT adalah kejujuran, potensi usahanya, dan

kemampuan pembayarannya. Itu merupakan syarat pokok dan mutlak dari

pihak BMT Mekar Da’wah untuk calon nasabahnya yang mengajukan

pembiayaan. Tetapi menurut BMT Mekar Da’wah untuk menghindari

kecurangan yang disengaja untuk tidak membayar kewajiban mitra, BMT

Mekar Da’wah membuat management resiko dengan adanya jaminan dan

management resiko yang dilakukan BMT adalah dengan bekerjasama oleh

pihak asuransi.19

Macam-macam bentuk barang jaminan yang digunakan BMT menurut

penulis BMT yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang

membantu dan memudahkan nasabah yang mayoritas masyarakat kecil

menengah kebawah, mengakibatkan beragamnya jaminan yang digunakan.

Hal ini menjadi dasar didirikannya BMT sebagai lembaga keuangan yang

memberikan kemudahan bagi masyarakat menengah kebawah dan sebagai

19 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong,

Oktober 2018

Page 106: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

94

lembaga yang menjamaah nasabah-nasabah yang tidak dijamaah oleh

lembaga keuangan bank.

2. Pengikatan Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI

Dan BMT At-Taqwa

Setiap lembaga keuangan, objek jaminan yang diserahkan nasabah dan

disetujui bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. Pengikatan

jaminan seharusnya dilakukan sebelum diizinkannya nasabah menarik dana

pembiayaan. Pengikatan jaminan dalam prakteknya ternyata tidak selalu

sama. Secara umum pengikatan objek jaminan dilakukan melalui lembaga

jaminan. Dalam perbankan keharusan untuk melakukan pengikatan objek

jaminan kredit melalui suatu lembaga jaminan sering kali hanya dilakukan

untuk jenis kredit tertentu karena alasan-alasan tertentu dari masing-masing

bank. Sedangkan dalam lembaga keuangan mikro tidak melakukan

pengikatan objek jaminan di lembaga jaminan karena berdasarkan

pertimbangan. Sama hal nya pada lembaga keuangan syariah.

Pemberian jaminan dalam syariah tidaklah wajib, tetapi agar nasabah

memenuhi kewajibannya pihak lembaga keuangan syariah dapat meminta

untuk ditetapkan suatu jaminan tertentu dalam akad pembiayaan. Hal ini

sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional N0. 4 Tahun 2000 tentang

murabahah, yang menganjurkan agar nasabah serius dengan kewajibannya.

BMT Mekar Da’wah, BMT Al – Fath IKMI dan BMT At-Taqwa

mewajibkan setiap pembiayaan apapun menyertakan jaminan.

Pengikatan barang jaminan untuk objek tanah diikat menggunakan

APHT (Akta Pengikat Hak Tanggungan) yaitu akta yang memuat tentang

nomor sertifikat, tanggal penerbitan, luas tanah, lokasi tanah dan barang-

barang yang dipertanggungjawabkan di atas tanah. APHT ini harus

didaftarkan di Badan Pertahanan Negara. Sedangkan untuk barang jaminan

berupa benda bergerak seperti kendaraan bermotor diikat menggunakan

Page 107: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

95

akta fidusia yaitu akta yang memuat tentang jenis dan jumlah barang yang

diikat secara fidusia. Pengikatan akta fidusia ini dilakukan karena sifat

barang yang mudah berpindah dan surat bukti kepemilikan barang tersebut

tidak dikuasai oleh bank. Akta fidusia ini harus didaftarkan di Kantor

Pendaftaran Fidusia di Departemen Hukum dan HAM. Dan objek jaminan

perhiasan dapat diikat dengan akta gadai yang mana memuat tentang jenis

dan jumlah barang yang diikat secara gadai. Akta gadai ini dibuat secara di

bawah tangan dengan mengeluarkan surat gadai yang dibuat secara otentik.

Pengikatan jaminan pada ketiga BMT ini dilakukan dengan cara di

bawah tangan. Artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh

lembaga keuangan (dalam bentuk standard / standaard form) kemudian

ditawarkan kepada nasabah untuk disepakati dan ditanda-tangani antara

bank dan nasabah.20 Tetapi tidak semua pengikatan dilakukan di bawah

tangan. Pemberian pembiayaan dalam jumlah besar tetap mengikuti aturan

yang berlaku yaitu dengan diikat menggunakan akta yang dibuat dihadapan

notaris tanpa didaftarkan lagi untuk mendapat akta pengikat hak

tanggungan (APHT) ataupun akta jaminan fidusia. Dan untuk pemberian

pembiayaan dalam jumlah kecil pihak BMT mengikatnya dengan akta di

bawah tangan.

Akan tetapi pada BMT At-Taqwa, pembiayaan dalam skala besar tetap

diikat di bawah tangan. Hal ini disampaikan langsung oleh pengelola BMT

At-Taqwa. Mereka menjelaskan bahwa ada nasabah yang mengajukan

pembiayaan berjumlah 100.000.000 s/d 1.000.000.000 tanpa dibuatkan akta

otentik didepan pejabat atau notaris maupun didaftarkan di lembaga

jaminan. Alasannya karena pihak BMT At-Taqwa ini sistemnya

kepercayaan dan kekeluargaan. Nasabah yang diberi pembiayaan dalam

20 Rochadi Santoso, “Pengikatan Perjanjian dan Agunan Kredit”, Prosiding SENTIA

Volume 8 – ISSN: 2085-2347, 2016, hlm 31

Page 108: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

96

skala besar ini merupakan nasabah yang sudah dipercaya, dan merupakan

nasabah lama di BMT At-Taqwa. Namun ada juga nasabah baru yang diberi

pembiayaan dalam skala besar. Nasabah ini merupakan nasabah yang

dikenal baik oleh pihak BMT At-Taqwa dan jelas asal bibit, bebet, dan

bobotnya.21

Untuk kepentingan pembuktian jaminan yang diikat di bawah tangan,

ketiga BMT ini telah membuat akta di bawah tangan dengan cara membuat

surat perjanjian serah terima jaminan yang mana di dalamnya lengkap

mengenai spesifikasi barang jaminannya dan selanjutnya ditandatangani

bersama serta saksi-saksinya.

Akta di bawah tangan sebenarnya mempunyai kekuatan hukum yang

penuh, selama dibuat dengan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian

seperti yang telah ditentukan dalam KUH Perdata.22 Akta di bawah tangan

mempunyi kekuatan pembuktian yang sempurna, apabila para pihak

membenarkan isi dan tanda tangan yang dibubuhkan. Sebaliknya, jika

isinya disangkal oleh salah satu pihak, belum mempunyai kekuatan

pembuktian, dan masih memerlukan alat-alat bukti yang lain yang dapat

mendukung isi perjanjian.23

D. Eksekusi Jaminan Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan

BMT At-Taqwa

Eksekusi dilakukan apabila pihak mitra melakukan cidera janji dengan tidak

atau lalai dalam membayar angsuran selama batas waktu yang ditentukan pihak

BMT. Sebelum melakukan eksekusi jaminan, pihak BMT terlebih dahulu

21 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019

22 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2013), hlm 34

23 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2013), hlm 19

Page 109: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

97

mencari tahu permasalahan dan penyebab pihak mitra menjadi macet saat

melakukan pembiayaan. Ketiga BMT ini melakukan proses penanganan

pembiayaan bermasalah sesuai dengan kolektabilitas, sebagai berikut;

1. Penyelesaian Kredit Macet Pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath

IKMI Dan BMT At-Taqwa

Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No.

7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas

kredit dibagi menjadi lima kolektibilitas, yaitu:24

a. Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :

1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat;

2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau bagian dari kredit yang

dijaminkan dengan agunan tunai.

b. Kredit Dalam Perhatian Khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum

melampaui 90 hari;

2) Memiliki mutasi rekening relative rendah;

3) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.

c. Kredit Kurang Lancar, yaitu apabila memiliki kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 90 hari;

2) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah;

3) Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari;

4) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi oleh nasabah;

5) Dokumentasi pinjaman yang lemah.

24 H.R.M. Anton Suyatno, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui

Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan, (Jakarta : PRENADAMEDIA

GROUP, 2016) hlm 40-41

Page 110: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

98

d. Kredit Yang Diragukan, yaitu apabila memiliki kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui lebih dari 180 hari;

2) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari;

3) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit

maupun peningkatan jaminan.

e. Kredit Macet, yaitu apabila memiliki kriteria :

1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah

melampaui 270 hari;

2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru;

3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat

dicairkan pada nilai wajar.

Tidak bisa dipungkiri sebuah lembaga keuangan pastinya mempunyai

NPL (Non Performing Loan) yang dimana ketidakmampuan nasabah dalam

mengembalikan kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah

ditentukan. Hal ini mengakibatkan tergangunya kesehatan lembaga

keuangan. Risiko ini dapat terjadi oleh semua lembaga keuangan, salah

satunya BMT. Risiko tersebut dapat berasal dari internal pihak lembaga

keuangan dan dari eksternal pihak nasabah maupun faktor kondisi ekonomi.

Dalam menghadapi risiko ini, ketiga BMT yang saya teliti telah

membentuk management risiko apabila terjadi kredit bermasalah. Ketiga

BMT ini menerapkan sistem revitalisasi25 pada pembiayaannya. BMT

Mekar Da’wah mempunyai kegiatan yang dinamakan dengan “remedial”.

25 Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali

suatu hal yang sebelumnya terberdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan

untuk menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali

untuk kehidupan dan sebagainya.

Page 111: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

99

Remedial ini merupakan pembinaan dan pengawasan untuk mitra yang

pembayaran kewajibannya lancar dan kurang lancar. Mitra nanti akan

dibina dan diawasi oleh pihak BMT Mekar Da’wah. Kegiatan itu dilakukan

pihak BMT mulai dari harian ataupun mingguan dengan cara mendatangi

langsung mitra ataupun via telepon. Dalam remedial ini ada istilah 5

kebijakan apabila mitranya bermasalah. Sebelum pihak BMT melakukan

eksekusi, pihak BMT akan melihat terlebih dahulu kondisi mitra apakah

bisa dilakukan 5 kebijakan ini atau tidak. 5 kebijakan yang dimaksud

adalah:26

a. Rescheduling (Penjadwalan kembali). Artinya masa waktunya

diperpanjang. Dengan tidak menambah ataupun mengurangi dari sisa

pembayaran. Jadi pihak BMT tidak memikirkan jaminannya terlebih

dahulu tetapi mempermudah si mitranya. Mencari tahu kondisi

mitranyanya dan permasalahannya dimana. Disamping langkah

pertama pihak BMT dengan melakukan pembinaan setiap hari

mendatangi mitra, dengan seperti itu pihak BMT akan mengetahui

kondisi perkembangan mitra.

b. Reconditioning (Persyaratan kembali). Reconditioning ini merupakan

tindak lanjutan dari rescheduling. Jadi dilihat dari kondisi mitra, apabila

mitra sanggup membayar hutang pokoknya + marginnya saja tetapi

tidak penuh maka hutang pokoknya tetap dan marginnya dikurangi atau

bagi hasilnya yang dikurangi.

c. Restructuring (Penataan kembali). Tahapan ini dilakukan apabila mitra

sudah sulit membayar atau sudah tidak mampu membayar, maka

otomatis pihak BMT melakukan resctructuring untuk memperingan

26 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong,

Oktober 2018

Page 112: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

100

pembayaran kewajiban mitra dengan cara mengubah struktur plafon

pembiayaan.

d. Reconstructing (Kontruksi kembali). Apabila mitra tidak bisa

membayar angsuran sama sekali, marginnya pun tidak bisa dibayar,

maka pihak BMT akan mengganti akad dengan akad yang dimana

hutang pokoknya saja yang dibayar. Pembiayaan yang hanya pokoknya

saja yg dibayar adalah pembiayaan al-qard. Jadi nanti akad

pembiayaannya diganti menjadi al-qard. Sampai tahap ini jaminannya

belum dieksekusi. Tetapi bisa juga pihak BMT melakukan eksekusi

apabila mitra mulai nakal. Apabila nasabah mulai nakal dikondisi

resctructuring maka pihak BMT dapat melakukan eksekusi.

e. Write Off (Penghapusan). Tahap ini ada dua jenis, yang pertama hapus

buku dalam pencatatan di BMT tetapi tidak hapus tagih. Yang kedua

hapus buku dan hapus tagih. Biasanya dalam hapus buku dipindahkan

dulu ke akad al qardul hasan. Al qardul hasan tidak dilaporkan kedalam

Baitul tamwil, tapi ke Baitul mall. Dan bisa dihapuskan dengan cara

zakat gharimin atau pihak BMT punya cadangan penghapusan.

Pada BMT Al-Fath IKMI apabila terjadi pembiayaan bermasalah maka

pihak BMT Al-Fath IKMI langsung melakukan tindakan dengan

memberikan surat peringatan pertama (SP-I) apabila SP-I tidak direspon

maka pihak BMT Al-Fath IKMI memberikan surat peringatan ke-II sampai

surat peringatan ke-III. Setelah SP I-II-III, tidak ada hasil, maka nanti dilihat

dulu permasalahan mitranya karena apa sampai tidak bisa membayar.27 Apa

karena usahanya menurun, atau karena musibah. Apabila usahanya

27 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,

Kedaung, Oktober 2018

Page 113: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

101

menurun lalu mitra tidak bisa sepenuhnya membayar angsuran, maka pihak

BMT akan di reschedule atau penjadwalan ulang. Jadi nanti jangka waktu

angsurannya diperpanjang.

Apabila sampai tahap itu mitra masih tidak sanggup membayar

angsuran, maka tahap selanjutnya adalah write off. Write off merupakan

kegiatan hapus buku dari daftar pembiayaan di BMT tetapi tidak hapus

tagih, minimal utang pokoknya saja yang dibayar. Tahap terakhir apabila

mitra sudah benar-benar tidak bisa membayar kewajibannya dan tidak

mempunyai itikad baik, maka tahap terakhir yang digunakan pihak BMT

Al-Fath IKMI adalah dengan mengeksekusi jaminannya.28

Sedangkan BMT At-Taqwa dalam proses penanganan pembiayaan

bermasalah dikategorikan menjadi emapat bagian, yaitu lancar, kurang

lancar, diragukan, dan macet. Apabila mitra lancar dalam pembiayaan,

jumlah tunggakan 0-3 kali pembayaran maka pihak BMT At-Taqwa akan

terus memonitoring usaha, stock, dan proyeknya. Apabila mitra kurang

lancar dalam pembiayaan, jumlah tunggakan 4-6 kali pembayaran maka

pihak BMT At-Taqwa akan memberikan surat pemberitahuan, teguran

kepada mitra, dan kunjungan ke tempat mitra.

Apabila mitra diragukan dalam pembiayaan, jumlah tunggakan 7-9 kali

pembayaran maka pihak BMT At-Taqwa akan berikan surat teguran kepada

mitra, peringatan kepada mitra dan kunjungan ke tempat mitra. Dan apabila

mitra macet dalam pembiayaan, jumlah tunggakan >9 kali pembayaran

maka pihak BMT At-Taqwa akan melakukan penagihan secara langsung,

offset jaminan, dan ekskusi jaminan. Tetapi sama seperti BMT lainnya,

sebelum BMT At-Taqwa melakukan eksekusi pihak BMT akan melakukan

revitalisasi kepada mitra dalam upaya penyelamatan pembiayaan

28 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,

Kedaung, Oktober 2018

Page 114: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

102

bermasalah ini. Hampir sama dengan BMT lainnya BMT At-Taqwa

merevitalisasikannya dengan cara seperti berikut ini:29

a. Rescheduling (Penjadwalan Ulang). Dengan cara mengubah jangka

waktu pembiayaan, yaitu dalam hal ini si nasabah diberikan keringanan

dalam masalah jangka waktu pembiayaan. Dan mengubah jadwal

angsuran, dan jumlah angsuran.

b. Reconditioning (Persyaratan Ulang). Dengan cara mengubah jangka

waktu, jadwal angsuran, harga jual, agunan dan kepemilikan.

c. Restructuring (Penataan Ulang). Dengan cara mengubah berbagai

persyaratan yang ada dari yang sebelumnya diperjanjikan. Seperti

halnya masalah jadwal angsuran, jumlah angsuran, jaminan, dan jangka

waktu.

d. Bantuan Management. Dengan cara mengusulkan agar debitur

mendapatkan bantuan management dari pihak lain yang lebih

menguasai selukbeluk usahanya.

Ketiga BMT tersebut telah menggunakan caranya masing-masing untuk

mengatasi risiko kredit bermasalah apabila nasabah wanprestasi ataupun

cidera janji. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut pada dasarnya masih

merupakan tahapan negosiasi dengan pihak debitur. Namun apabila upaya

negosiasi tersebut tidak berbuah hasil dan kredit menjadi semakin macet,

dimana debitur tidak kooperatif atau tidak mampu lagi untuk membayar

angsuran atau menyelesaikan pembiayannya, maka langkah selanjutnya

adalah dengan cara mengeksekusi objek jaminannya.

29 Compay Profile BMT At-Taqwa

Page 115: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

103

2. Eksekusi Jaminan di BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan

BMT At-Taqwa

Eksekusi jaminan merupakan pelaksanaan hak kreditur pemegang

benda jaminan apabila debitur wanprestasi. Pemegang jaminan kebendaan

dalam hal ini berhak untuk mendapatkan kembali pelunasan atas hutang

debitur, dengan cara menjual benda jaminan dan mengambil hasil

penjualannya. Eksekusi terjadi apabila nasabah wanprestasi. Wanprestasi

merupakan keadaan dimana nasabah cidera janji dan lalai dalam membayar

kewajibannya yang diperjanjikan.

Ketika terjadi wanprestasi pada BMT Mekar Da’wah, pihak BMT akan

melihat terlebih dahulu penyebab nasabah ini wanprestasi karena apa.

Apabila nasabah sudah tidak sanggup lagi membayar kewajibannya, tetapi

masih mempunyai itikad baik untuk membayar kewajibannya tapi tidak

sepenuhnya, maka pihak BMT akan menerapkan 5 kebijakan yang

dibuatnya. Tetapi apabila karena kelalaian nasabah dan nasabah sudah tidak

sanggup membayar dan tidak mempunyai itikad baik, maka pihak BMT

langsung mengeksekusi jaminannya dengan cara menjualnya secara bawah

tangan. Setelah itu hasil dari penjualan jaminannya digunakan untuk

melunasi sisa hutang nasabah.30 Apabila hasil penjualannya melebihi

hutangnya, maka pihak BMT akan mengembalikan sisanya kepada

nasabah. Tetapi apabila hasil penjualan jaminannya tidak mencukupi untuk

membayar sisa hutangnya, maka pihak BMT minta nasabah bertanggung

jawab atas kekurangan kewajibannya.

Dari wawancara tersebut, peneliti diberi salinan akad pembiayaan

murabahah yang dibuat oleh pihak BMT Mekar Da’wah dengan

nasabahnya. Dari pengamatan akad pembiayaan murabahah dengan No.

30 Ismail, Selaku Pendiri BMT Mekar Da’wah Serpong, Interview Pribadi, Serpong, Oktober

2018

Page 116: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

104

00294/BMT-MD/MBA/16/1/2019 salah satu pasalnya membahas

mengenai penyitaan jaminan dan eksekusi jaminan.31

Pasal tersebut telah menjelaskan apabila nasabah telat pembayaran atau

nasabah menyimpang dari akad perjanjian, maka nasabah akan menerima

sanksi dari pihak nasabah. Dan apabila nasabah tidak membayar angsuran

selama 2 bulan, maka nasabah harus menyerahkan barang jaminannya

kepada pihak BMT Mekar Da’wah untuk di eksekusi langsung secara

bawah tangan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.

Selanjutnya pada BMT Al-Fath IKMI apabila terjadi wanprestasi,

seperti halnya BMT yang lain yang mencari permasalahannya terlebih

dahulu apa yang menyebabkan mitra tidak membayar kewajibannya.

Apabila mitra telat membayar kewajibannya, cara pemberitahuannya

dengan memberi surat peringatan untuk mitra. Setelah SP-I dikeluarkan,

mitra tidak membayar juga, pihak BMT akan memberikan lagi SP-II sampai

SP-III.

Apabila SP-III mitra tidak dapat membayar kewajibannya juga, maka

pihak BMT akan melihat terlebih dahulu apa yang menyebabkan mitra ini

tidak bisa membayar kewajibannya. Kalau tahap terakhir mitra tidak juga

membayar kewajibannya padahal sudah dikasih tenggang waktu, maka

pihak BMT akan mendebet simpanan mitra yang ada pada BMT, apabila

31 Salinan Akad Pembiayaan Murabahah Pada BMT Mekar Da’wah

Page 117: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

105

tidak mencukupi pihak BMT akan mengeksekusi jaminannya secara

langsung dibawah tangan atas dasar kesepakatan mitra dan BMT.32 Hal ini

sesuai dengan salinan akad pembiayaan murabahah yang dibuat oleh pihak

BMT Al-Fath IKMI dengan No. 177/MBH/III/2011 dibawah ini.

Terakhir pada BMT At-Taqwa apabila mitra masih mempunyai hutang,

sedangkan mitra tersebut sudah tidak mempunyai lahan untuk bekerja atau

mencari uang, maka pihak dari BMT At-Taqwa akan melakukan

musyawarah dengan cara mendatangi mitra untuk silatuhrahim dan

menanyakan bagaimana menyelesaikannya. Sesuai dengan SOP BMT At-

Taqwa, apabila mitra masih mempunyai hutang, tetapi tidak bisa

melunasinya maka pihak keluarga yang akan dibebankan tetapi kalau pihak

mitra meninggal dunia, pihak BMT At-Taqwa akan mengklaim asuransi.

Apabila mitra atau pihak keluarga merasa keberatan atau tidak dapat

membayar semua hutangnya, maka pihak BMT At-Taqwa akan

memberikan keringanan dengan hanya membayar angsuran pokoknya saja,

dan dihapuskan margin bagi hasilnya. Apabila mitra merasa tidak mampu

bayar angsuran, maka pihak BMT At-Taqwa memperbolehkan membayar

32 Suryadi, Selaku Bagian Operational BMT Al-Fath IKMI Kedaung, Interview Pribadi,

Kedaung, Oktober 2018

Page 118: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

106

angsuran sesuai kemampuan mitra, dengan begitu pihak BMT At-Taqwa

akan me-reschedule dan nanti akad yang digunakan baru lagi.33 Pihak BMT

At-Taqwa terus melakukan reschedule mitra yang bermasalah setiap

setahun sekali.

Tetapi dari pihak mitra yang tidak mempunyai itikad baik, sering kabur-

kaburan setiap ditagih maka pihak BMT At-Taqwa akan memanggil orang

dari pihak luar untuk mengurusnya. Dan mitra yang sudah kabur tanpa

melunasi hutangnya, pihak BMT At-Taqwa akan melakukan Write Off atau

hapus buku. Artinya pihak dari BMT At-Taqwaa akan menghapus seluruh

hutangnya dan menggunakan dana cadangan dari BMT untuk melunasi

hutangnya. Apabila mitra dalam jangka waktu 6 bulan tidak ada

pembayaran angsuran sama sekali, maka pihak BMT akan melakukan

eksekusi jaminan dengan menarik dan menjual jaminannya atas

kesepakatan kedua belah pihak.34

Dari pengamatan akad pembiayaan murabahah dengan No.

032/AKAD/BMT-AT/I/2019 pada Pasal 6 dijelaskan mengenai nasabah

wanprestasi dan barang jaminannya. Dan juga pada surat pernyataan

penjualan jaminan dijelaskan apabila nasabah lalai dalam membayar

kewajibannya selama 6 bulan bertutut-turut, maka pihak BMT akan

melakukan penjualan jaminan. Dengan hal ini BMT At-Taqwa sudah

melakukan eksekusi jaminan sesuai dengan akad dan peraturan yang dibuat

oleh pihak BMT.

33 Company Profile BMT At-Taqwa

34 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019

Page 119: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

107

3. Eksekusi Jaminan Fidusia Berdasarkan POJK No. 29/POJK.05/2014

tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan

Pelaksanaan eksekusi diatur pada Undang-Undang no. 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia yang didalamnya mengatur mengenai eksekusi

jaminan. Selain undang-undang jaminan fidusia, pada Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan POJK No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perusahaan Pembiayaan juga mengeluarkan peraturan mengenai

eksekusi jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 21 s.d. Pasal 23 Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perusahaan Pembiayaan, telah diatur ketentuan mengenai

pembebanan jaminan fidusia oleh Perusahaan Pembiayaan, yaitu:35

a. Pasal 21 ayat (1): Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan

dengan pembebanan jaminan fidusia, wajib mendaftarkan jaminan

35 Agusta, “Ini Aturan Eksekusi Benda Jaminan Fidusia Yang Wajib Debitur Ketahui”,

diakses dari https://industriamagz.com/2018/01/08/ini-aturan-eksekusi-benda-jaminan-fidusia-yang-

wajib-debitur-ketahui/ Pada Tanggal 10 Januari 2019 Pukul 13:00

Page 120: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

108

fidusia dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia, sesuai undang-

undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia;

b. Pasal 22: Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia

pada kantor pendaftaran fidusia paling lambat 1 (satu) bulan terhitung

sejak tanggal perjanjian pembiayaan;

c. Pasal 23: Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan eksekusi benda

jaminan apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat

jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan;

d. Pasal 24 : Eksekusi benda jaminan fidusia oleh Perusahaan Pembiayaan

wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam

undang-undang mengenai jaminan fidusia dan telah disepakati oleh para

pihak dalam perjanjian pembiayaan.

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

29/POJK.05/2014 dilihat dari hasil pembahasan dan praktiknya di ketiga

BMT ini, tidak memenuhi unsur pada Pasal 21 Ayat (1) dan Pasal 22 yang

dimana perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan dengan

pembebanan jaminan fidusia, wajib mendaftarkan jaminan fidusia

dimaksud pada kantor pendaftaran fidusia dan Perusahaan Pembiayaan

wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia paling

lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan. BMT

Mekar Da’wah, BMT Al-Fath maupun BMT At-Taqwa sendiri pun tidak

memberikan aturan mengenai mendaftarkan jaminan fidusia pada kantor

pendaftaran fidusia. Padahal undang-undang dan peraturan lainnya yang

mewajibkan perusahaan pembiayaan mendaftarkan jaminan fidusia pada

kantor pendaftaran fidusia paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak

tanggal perjanjian pembiayaan. BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath

maupun BMT At-Taqwa melakukannya hanya dengan membuat surat

penyerahan jaminan fidusia antara para pihak debitur dan kreditur dan

ditandatangani oleh keduanya.

Page 121: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

109

Selanjutnya pada Pasal 23 mengenai larangan melakukan eksekusi

benda jaminan apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan

sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan

Pembiayaan, unsur ini pun tidak dipenuhi oleh BMT Mekar Da’wah, BMT

Al-Fath maupun BMT At-Taqwa. Ketiga BMT ini mengeksekusi jaminan

setelah pihak kreditur sudah menganalisa dan debitur sudah tidak punya

itikad baik untuk melunasi pembiayaannya, dan dengan kesepakatan atara

pihak maka BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath maupun BMT At-Taqwa

segera melakukan eksekusi jaminan secara di bawah tangan. Hal ini pun

sudah sesuai dengan perjanjian akad kontrak yang ditandatangani para

pihak debitur dan kreditur.

Terakhir Pasal 24 mengenai eksekusi benda jaminan fidusia oleh

Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan

sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai jaminan fidusia dan

telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian pembiayaan. Setelah

dibahas pada pembahasan mengenai pelaksanaan jaminan berdasarkan UU

No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia di BMT Mekar Da’wah, BMT

Al-Fath dan BMT At-Taqwa, bahwa hasil pembahasan tersebut bahwa

BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan BMT At-Taqwa jelas bertentangan

dengan Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 12 UUJF.

Dari penjelasan diatas bahwa BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath dan

BMT At-Taqwa tidak memenuhi unsur pada Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha

Perusahaan Pembiayaan.

4. Kendala-Kendala yang Dihadapi Dalam Eksekusi Jaminan

Kendala-Kendala Dalam Eksekusi Jaminan pada BMT yang penulis

teliti, ketiga BMT tersebut semua melakukan eksekusi jaminan secara parate

eksekusi (mengeksekusi tanpa lewat pengadilan) dengan cara menjual objek

Page 122: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

110

jaminan secara di bawah tangan. Hal ini sesuai dengan peraturan undang-

undang yang mengatur tentang jaminan fidusia dan hak tanggungan. Dalam

Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, pada Pasal

29 yang mengatur eksekusi secara bervariasi yaitu :36

Pada Pasal 29 Undang-undang Jaminan Fidusia:

a. Secara sifat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat

suatu penetapan pengadilan;

b. Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan

pengadilan) di depan pelelangan umum;

c. Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditor sendiri.

Ketiga BMT ini menggunakan eksekusi dengan metode penjualan

jaminan di bawah tangan. Hal ini pun harus berdasarkan persetujuan dan

kesepakatan antara pemberi dan penerima jaminan. Jaminan baru dapat

dieksekusi jika dalam proses eksekusi tersebut tidak ada yang keberatan

atau tidak ada sengketa dalam jaminannya. Namun dalam praktiknya

eksekusi yang harus membutuhkan persetujuan dari pihak nasabah, agar

pihak BMT dapat melakukan penjualan barang jaminan secara di bawah

tangan, padahal nasabah yang sudah wanprestasi atau cedera janji biasanya

sudah tidak lagi bersikap kooperatif. Ini lah yang menjadi kendala yang

dihadapi pihak BMT saat akan melakukan eksekusi jaminan.

Kendala lainnya seperti sudah dijelaskan di atas bahwa ketiga BMT

yang penulis teliti menggunakan pengikatan jaminan di bawah tangan

dengan cara membuat surat perjanjian serah terima jaminan. Akan tetapi

untuk mendapatkan kekuatan hukum tetap dan mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna, pengikatan jaminan secara bawah tangan harus

dilegalisir oleh notaris, atau secara notarill. Ketiga BMT ini semuanya tidak

menggunakan jasa notaris dikarenakan mayoritas nasabah BMT merupakan

36 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, h. 142

Page 123: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

111

nasabah menengah kebawah yang akan merasa keberatan dengan

mengeluarkan biaya untuk itu. Hanya pembiayaan tertentu saja yang

menggunakan notaris. Dan juga memang tidak pernah ada nasabah yang

meminta menggunakan jasa notaris, semua atas dasar kepercayaan dan

kekeluargaan.

Apabila dengan menggunakan jasa notaris akan mendapatkan akta yang

mempunyai titel eksekutorial atau dengan istilah grosse acta. Menurut

Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (HIR), setiap akta yang

mempunyai titel eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR

menyatakan bahwa grosse dari akta hipotek dan surat utang yang dibuat di

hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan sama dengan

kekuatan putusan hakim. Jadi dengan adanya akta tersebut telah mempunyai

kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum penuh. Dengan irah-irah “Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” inilah yang memberikan titel

eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan

putusan pengadilan. Jadi jika terjadi wanprestasi atau cedera janji yang tidak

bisa diselesaikan dengan jalan damai, akta tersebut tinggal dieksekusi (tanpa

perlu lagi putusan pengadilan).37

Kendala mengenai barang jaminan fidusia, apabila nasabah

menggunakan barang jaminan BPKB sebagai objek jaminannya maka

terjadi pemindahan hak kepemilikan, sedangkan bendanya tetap dalam

penguasaan pemilik benda atau nasabah. Akibatnya saat akan melakukan

eksekusi, objek jaminan tersebut telah rusak atau hilang bahkan berpindah

tangan tanpa sepengetahuan pihak kreditor. Hal tersebut mengakibatkan

nilai barang jaminannya sudah tidak sesuai lagi karena sudah rusak sehingga

37 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, hlm 152

Page 124: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

112

menimbulkan kerugian bagi BMT. Juga untuk jaminan berupa peralatan

atau perabotan dan mesin-mesin saat akan dieksekusi ternyata sudah

dipindah tangankan tanpa sepengetahuan pihak BMT.

Dan kendala yang terjadi pada salah satu BMT yang penulis teliti adalah

pada jaminan hak tanggungan yaitu surat tanah, pada saat akan dieksekusi

ternyata diketahui jaminan tersebut milik orang tuanya. Nasabah

menjaminkannya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Maka pihak

BMT segera melakukan penyelesian dengan cara musyawarah mufakat.38

38 Riri, Selaku Pegawai BMT At-Taqwa, Interview Pribadi, Kemanggisan, Pada Januari 2019

Page 125: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

113

Page 126: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

113

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai analisis

penerapan hukum jaminan pada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan

BMT At-Taqwa, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pemberian pembiayaan oleh BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath

IKMI dan BMT At-Taqwa telah memenuhi aspek-aspek hukum dan telah

sesuai dengan proses pemberian pembiayaan seperti yang telah diuraikan

pada BAB II yaitu tahapan pengajuan aplikasi pembiayaan oleh calon

nasabah, tahap analisis data yang diajukan oleh calon nasabah, tahap

penandatanganan akad pembiayaan dan pengikatan jaminan pembiayaan

dan tahap setelah pembiayaan diberikan.

2. Pelaksanaan jaminan fidusia yang dilakukan pada BMT Mekar Da’wah,

BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa belum sesuai dengan UU No. 42

Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Pada Pasal 11 UUJF jaminan fidusia

wajib didaftarkan di Kantor pendaftaran fidusia, tetapi ketiga BMT yang

penulis teliti ini, semuanya menggunakan pembebanan jaminan fidusia di

bawah tangan. Dengan tidak mendaftarkan jaminannya ke Kantor

pendaftaran jaminan fidusia. Selanjutnya Pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa

pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris

dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Ketiga BMT

ini tidak menggunakan akta notaris, hanya pada pembiayaan tertentu yang

menggunakan akta notaris tetapi tetap tidak didaftarkan di Kantor

pendaftaran jaminan fidusia.

3. Sebelum melakukan eksekusi jaminan, pihak BMT terlebih dahulu mencari

tahu permasalahan dan penyebab pihak mitra menjadi macet saat

melakukan pembiayaan. Ketiga BMT ini melakukan proses penanganan

Page 127: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

114

pembiayaan bermasalah sesuai dengan kolektabilitas masing-masing. Ada

lima kolektabilitas menurut ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank

Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umum, yaitu kredit lancar, kredit dalam perhatian khusus, kredit kurang

lancar, kredit yang diragukan dan kredit macet. Sebelum ketiga BMT ini

melakukan eksekusi jaminan, dianalisis terlebih dahulu kedalam

kolektabilitas. Setelah melakukan analisis kolektabilitas, BMT Mekar

Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-Taqwa telah membuat

manajemen risiko dengan menerapkan sistem revitalisasi. Setelah proses

revitalisasi tidak membuahkan hasil, maka BMT Mekar Da’wah, BMT Al-

Fath IKMI dan BMT At-Taqwa sesuai dengan akad perjanjian, segera

melakukan eksekusi jaminan.

B. Saran

1. Kepada Pemerintah

Dalam hal ini perlunya penyuluhan mengenai pembebanan jaminan

kepada lembaga-lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan mikro

syariah. Melakukan pembinaan kepada masyarakat umum tentang

pentingnya pembebanan jaminan sebagai perlindungan hukum bagi

kreditur pemegang jaminan tersebut. Agar saat melakukan eksekusi tidak

terjadi PMH (perbuatan melawan hukum).

2. Kepada BMT Mekar Da’wah, BMT Al-Fath IKMI dan BMT At-

Taqwa

Diharapkan kepada ketiga BMT ini patuh pada aturan perundang-

undangan dan aturan lainnya dalam pengikatan jaminan. Salah satunya

masalah pembebanan jaminan fidusia yang harus didaftarkan pada kantor

pendaftaran fidusia agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan kemudian

Page 128: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

115

hari. Kemudian pihak BMT harus membuat aturan khusus mengenai

jaminan yang akan digunakan sebagai agunan dalam pembiayaan.

Page 129: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

116

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Z. (2008). Hukum Gadai Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Ali, Z. (2010). Metodelogi Penelitia Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Antonio, M. S. (2001). BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insan.

Ascarya. (2008). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ashibly. (2018). Hukum Jaminan. Bengkulu: MIH Unihaz.

Bahsan, M. (2007). Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia.

Jakarta: PT.Raja Grafindo.

Djamil, F. (2013). Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi si Lembaga

Keuangan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Fuady, M. (2013). Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga.

Ghazaly, A. R., Ihsan, G., & Shidiq, S. (2018). Fiqh Muamalat. Jakarta: Prenadamedia

Group.

Hafida, N. (n.d.). Kajian Prinsip Hukum Jaminan Syariah Dalam Rangka Sistem

Hukum Syariah. 6.

Harahap, Y. (2006). Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta:

Sinar Grafika.

Haroen, N. (2007). Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Page 130: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

117

Hejazziey, D. (2013). Hukum Perkembangan Syariah. Yogyakarta: Deepublish.

Hermansyah. (2007). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

HS, S. (2004). Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta:

PT.RajaGrafindo Persada.

Ismail. (2011). Perbankan Syariah . Jakarta: Kencana.

Latif, A. A. (2005). Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Jakarta Pers.

MA, I. (2015). Metodelogi Penelitian Kualitatif Panduan Penelitian Beserta Contoh

Proposal Kualitatif. Pontianak.

Madani. (2015). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia. Jakarta:

Prenada Media Group.

Mardani. (2013). Hukum Perikatan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Muljadi, K., & Widjaja, G. (2006). Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan.

Jakarta: Kencana.

Purnamasari, I. D., & Suswinarno. (2011). Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer

Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, Dan Bijak Memahami Masalah Akad Syariah.

Bandung: PT Mizan Pustaka.

Raco, J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya.

Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Rahmawati, Y. (2015). Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Jakarta: UIN Jakarta Pers.

Rais, I., & Hasanuddin. (2011). Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga

Keuangan Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.

Sabana, D. H. (2016). Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Page 131: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

118

Shaleh, M. (2016). Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui

Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan.

Jakarta: Prenadamedia Group.

Sudarsono, H. (2015). Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, .

Yogyakarta: Ekonisia.

Suhendi, A. (2014). Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawaki Pers.

Supramono, G. (1997). Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis.

Jakarta: Djembatan.

Supramono, G. (2013). Perjajian Utang Piutang. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Suyatno, A. (2016). Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui

Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan.

Jakarta: Prenadamedia Group.

Suyatno, T. (2007). Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka.

Taufani, S. d. (2018). Metodelogi Penelitian Hukum. Depok: Rajawali.

Tutik, t. T. (2008). Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana

Prenadamedia.

Usman, R. (2013). Hukum Kebendaan. Jakarta: Sinar Grafika.

Wangsawidjaja, A. (2012). Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka

Utama.

Wasito, H. (n.d.). Pengantar Metodelogi Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Widjaja, G., & Yani, A. (2003). Jaminan Fidusia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 132: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

119

Zaeni Asyhadie, R. K. (2018). Hukum Jaminan Di Indonesia: Kajian Berdasarkan

Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah. Depok: Rajawali Pers.

JURNAL :

Abdullah, J. (2016). Jaminan Fidusia Di Indonesia (Tata Cara Pendaftaran dan

Eksekusi). Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 118.

Aziza, R. (2012). Analisis Kinerja BMT Mekar Da'wah Serpong Tangerang Selatan

dalam Perspektof Balance Scorecard Periode 2012-2015. Fakultas Ekonomi

dan Bisnis, 48.

Hulan, T. (2010). Jaminan Dalam Transaksi Akad Mudharabah Pada Perbankan

Syariah. Mimbar Hukum Volume 22, 530-531.

Kartika, R. F. (2016). Jaminan Dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah dan Rahn). Jurnal

Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 234.

Makruf, S. (2014). Eksekusi Jaminan Fidusia Di Bank Syariah Mandiri Kota Malang

Ditinjau Dari Fatwa DSN MUI No. 68 Tahun 2008. Jurisdictie, 169.

Manan, A. (2012). HUKUM EKONOMI SYARIAH: Dalam Perspektif Kewenangan

Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.

Mujiono, S. (2017). Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro: Cikal Bakal Lahirnya BMT

di Indonesia. Al Masraf : Jurnal Lembaga Keuangan Dan Perbankan, 208.

OPebrianti, W. (2012). Tinjauan Hukum Atas Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Melalui

Parate Eksekusi Apabila Objek Jaminan Beralih Kepada Pihak Ketiga Atau

Musnah. Supremasi Hukum Volume 21, 85.

Sartika, R. (2017). Perkembangan Usaha Mitra BMT Mekar DA'wah Setelah

Mendapatkan Pembiayaan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 44.

Silviana, E. (-). Telaah Konsep Jaminan Dalam Akad Mudharabah Pada Baitul Mal

wat Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus

BMT Di Pontianak). Publikasi Ilmiah, -.

Page 133: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

120

WEBSITE :

Agusta. (2019). Ini Aturan Eksekusi Benda Jaminan Fidusia Yang Wajib Debitur

Ketahui. Retrieved from industriamagz.com:

https://industriamagz.com/2018/01/08/ini-aturan-eksekusi-benda-jaminan-

fidusia-yang-wajib-debitur-ketahui/

AL-Fath, B. (2018). Profile BMT Al-Fath IKMI. Retrieved from www.bmtalfath.com:

http://www.bmtalfath.com/v2/profilbmt,

Amri, M. (2018, Februari 5). Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Retrieved from

Academia:

https://www.academia.edu/25851976/LEMBAGA_KEUANGAN_MIKRO_S

YARIAH_ISLAMIC_MICROFINANCE_di_INDONESIA

Erissa. (2019, juli 4). Fiqh Muamalat Ar-Rahn. Retrieved from scribd:

https://id.scribd.com/document/331668366/Fiqih-Muamalah-Ar-Rahn

JK. (2019, Juli 4). Apa Itu Kredit dan Pembiayaan. Retrieved from Sikapiuangmu:

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/316

Rachmat, A. (2019, Januari Selasa). Pengertian Pembiayaan Pada Perbankan Syariah.

Retrieved from Syariahcooperation.blogspot.com:

http://syariahcooperation.blogspot.com/2012/10/pengertian-pembiayaan-pada-

perbankan.html

INTERVIEW :

Suryadi. (2018, Oktober). Operational BMT AL-FATH IKMI. (N. Y. Putri,

Interviewer)

Riri. (2018, Oktober). Operational BMT At-Taqwa. (N. Yudia, Interviewer)

Ismail. (2018, Oktober). Pendiri BMT Mekar Da'wah. (N. Yudia, Interviewer)

Page 134: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

121

PERATURAN-PERATURAN :

Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Page 135: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

122

LAMPIRAN 1

Surat Permohonan Data Wawancara BMT Mekar Da’wah

Page 136: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

123

LAMPIRAN 2

Surat Permohonan Data Wawancara BMT Al-Fath IKMI

Page 137: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

124

LAMPIRAN 3

Surat Permohonan Data Wawancara BMT At-Taqwa

Page 138: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

125

LAMPIRAN 4

Surat Balasan Penelitian Dari BMT Mekar Da’wah

Page 139: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

126

LAMPIRAN 5

Balasan Surat Penelitian Dari BMT Al-Fath IKMI

Page 140: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

127

LAMPIRAN 6

Surat Tanda Penyerahan Jaminan BMT Mekar Da’wah

Page 141: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

128

LAMPIRAN 7

Surat Tanda Penyerahan Jaminan BMT Al-Fath IKMI

Page 142: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

129

LAMPIRAN 8

Surat Penyerahan Jaminan BMT At-Taqwa

Page 143: ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKARrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46779/1/NABILL… · ANALISIS PENERAPAN HUKUM JAMINAN PADA BMT MEKAR DA’WAH, BMT

130