skripsie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5049/1/skripsi fix...pelaksanaan eksekusi jaminan...

109
PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN PERSPEKTIF HUKUM (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: MARDIYAH NIM: 21414063 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 13-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN

    PERSPEKTIF HUKUM

    (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim

    Temanggung)

    SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

    Oleh:

    MARDIYAH

    NIM: 21414063

    JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

    FAKULTAS SYARI’AH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2018

  • ii

  • iii

    PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN

    PERSPEKTIF HUKUM

    (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim

    Temanggung)

    SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

    Oleh:

    MARDIYAH

    NIM: 21414063

    JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

    FAKULTAS SYARI’AH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2018

  • iv

    NOTA PEMBIMBING

    Lamp : 4 (empat) eksemplar

    Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

    KepadaYth.

    Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

    Di Salatiga

    Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan

    dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

    Nama : MARDIYAH

    NIM : 21414063

    Judul : PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN

    PEMBIAYAAN PERSPEKTIF HUKUM

    (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-

    Khalim Temanggung)

    Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan

    dalam sidang munaqasyah.

    Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan

    digunakan sebagaimana mestinya.

    Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

    Salatiga, 05 November 2018

    Pembimbing

    Tri Wahyu Hidayati, M.Ag

    NIP. 19741123000032002

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Mardiyah

    NIM : 21414063

    Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah

    Fakultas : Syari’ah

    Judul Skripsi : PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN

    PERSPEKTIF HUKUM

    (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim

    Temanggung)

    Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,

    bukan jiplakan dari karyatulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang

    terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

    Naskah skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository IAIN

    SALATIGA.

    Salatiga, 05 November 2018

    Yang menyatakan

    Mardiyah

    NIM: 21414063

  • vi

    KEMENTERIAN AGAMA RI

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    Jl. Nakula Sadewa No. 09Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga

    Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]

    PENGESAHAN

    Skripsi Berjudul

    PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN

    PERSPEKTIF HUKUM

    (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung)

    Oleh:

    Mardiyah

    NIM: 21414063

    Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah,

    Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, 19 November

    2018 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

    Sarjana Hukum (SH).

    mailto:[email protected]

  • vii

    MOTTO

    Allah tidak akan membebani seseorang di luar kesanggupannya

    "Apa yang sedikit tetapi mencukupi adalah lebih baik daripada

    banyak tetapi melalaikan"

    (H.R Abu Dawud)

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Dengan segala kebahagiaan serta kerendahan hati, skripsi ini penulis

    persembahkan kepada:

    1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya di dunia ini,

    serta atas izin Ridho-Nya yang telah memudahkan penulis dalam

    menyelesaikan skripsi.

    2. Kedua orang tua tercinta, ibu Dilah dan bapak Ngasimin yang rela ikhlas

    mendo’akan dan merestui penulis selama menuntut ilmu sehingga

    memudahkan dalam menjalaninya, serta telah memberikan materi yang tiada

    henti tanpa mengharap balasan.

    3. Kakakku Wahyudi dan Istri, yang selalu memberikan semangat, dukungan

    dan do’a kepada penulis dengan penuh keihklasan.

    4. Calon imamku Taufik Rahmad Sholikhin terimakasih yang dengan sabar

    menasihati dan memotivasi penulis sampai skripsi ini selesai, yang selalu

    menghibur dan membuat penulis sadar akan sebuah cita-cita yang besar.

    5. Sahabat-sahabat penulis Khurromiyah, Ulfa Nur Hamidah, S.H dan Lukito

    Sazaly yang selalu menghibur dan membantu dalam hal apapun.

    6. Teman-teman jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah 2014 terima kasih telah

    memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

    7. Manajer dan segenap karyawan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Al-Khalim

    Temanggung yang telah membantu memberikan fasilitas dan waktunya.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah

    memberikan rahmad, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

    Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi agung, Rasulullah

    Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman

    Islamiyah, beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya.

    Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana

    Strata Satu (S1) Fakultas Syariah Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) dengan

    judul PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN PERSPEKTIF

    HUKUM (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung).

    Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini tidak dapat diselesaikan

    tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Karena itulah penulis mengucapkan

    penghargaan yang setinggi-tingginya serta menyampaikan rasa terimakasih

    kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN

    Salatiga.

    3. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H.,M.Si selaku Ketua Jurusan Hukum

    Ekonomi Syariah IAIN Salatiga.

    4. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang dengan

    penuh kesabaran dan keteladan telah berkenan meluangkan waktu dan

    memberikan pemikirannya serta nasihatnya untuk membimbing dan

  • x

    mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal sesuai

    dengan yang diharapkan.

    5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah yang telah membekali ilmu

    pengetahuan serta agama kepada penulis selama menempuh perkuliahan di

    kampus IAIN Salatiga.

    6. Teman-teman seperjuangan jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan

    tahun 2014 IAIN Salatiga yang selalu menemani dan memotivasi.

    Penulis juga mengucapkan mohon maaf apabila selama ini penulis telah

    memberikan keluh kesah dan segala permasalahan kepada seluruh pihak. Semoga

    Allah SWT membalas semua amal kebaikannya serta memberikan pahala,

    maghfirah dan mencatatnya sebagai amal shalih.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Hal itu tidak

    lain karena keterbatasan kemampuan, waktu dan dana yang penulis miliki. Untuk

    itu kiranya pembaca dapat memberikan saran yang membangun guna melengkapi

    skripsi ini.

    Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi

    penulis dan umumnya bagi pembaca.

    Salatiga, 05 November 2018

    Mardiyah

    NIM. 21414063

  • xi

    ABSTRAK

    Mardiyah. 2018. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan Perspektif Hukum

    (Studi Kasus di Koperasi Serba Usaha BMT Al-Khalim Temanggung). Skripsi.

    Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri

    (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag

    Kata Kunci: Eksekusi, Jaminan, Pembiayaan

    BMT adalah suatu lembaga keuangan syariah yang menjadi pendukung kegiatan

    ekonomi masyarakat beragama Islam dengan berlandaskan syariat Islam. Dimana

    BMT juga mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam

    meningkatkan kualitas kegiatan pengusaha kecil ke bawah dan kecil dengan

    mendorong kegiatan menabung dan meminjam pembiayaan ekonomi. Dilihat dari

    maraknya kasus yang terjadi dalam praktek suatu lembaga pembiayaan

    konvensional, bilamana terdapat debiturnya yang menunggak pembayarannya

    sampai beberapa bulan, kadang dilakukan penarikan. Tidak jarang terjadi

    penarikan terhadap obyek jaminan fidusia yang dilakukan oleh Debt Collector.

    Fakta di lapangan menunjukkan, lembaga pembiayaan dalam melakukan

    perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi

    ironisnya, tidak dibuat dalam Akta Notaris dan tidak didaftarkan pada Kantor

    Pendaftaran Fidusia. Padahal prosedur hukumnya telah ada dan diatur sangat jelas

    khususnya dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 130/PMK.010/2012.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan

    eksekusi jaminan pembiayaan dan mengetahui apakah pelaksanaan eksekusi

    jaminan pembiayaan telah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri

    Keuangan nomor 130/PMK.101/2012.

    Penelitian ini adalah field research dengan pendekatan yuridis normatif. Subyek

    penelitian ini adalah pimpinan kator KSU BMT Al-Khalim Temanggung,

    Karyawan KSU BMT Al-Khalim Temanggung dan nasabah yang bersangkutan

    untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan yang dilaksanakan.

    Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Eksekusi jaminan

    pembiayaan pada KSU BMT Al-Khalim Temanggung telah sesuai dengan hukum

    Islam, yaitu apabila pada akhir waktu yang telah ditentukan nasabah belum

    membayar utangnya, hak BMT adalah menjual. Tetapi BMT hanyalah sebesar

    piutangnya dengan akibat apabila harga penjualan barang jaminan lebih besar dari

    jumlah utang, nasabah masih menanggung pembayaran kekurangannya. Akan

    tetapi KSU BMT Al- Khalim Temanggung tidak sesuai pada Peraturan Menteri

    Keuangan nomor 130/PMK.010/2012 yaitu jaminan tidak didaftarkan pada

    Kantor Pendaftaran Fidusia dengan konfirmasi bahwa nilai pembiayaan relatif

    kecil dan biaya pendaftaran yang cukup besar sehingga akan menambah beban

    kepada nasabah.

  • xii

    DAFTAR ISI

    SAMPUL .................................................................................................................. i

    HALAMAN BERLOGO ....................................................................................... ii

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................. iii

    NOTA PEMBIMBING ......................................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ v

    PENGESAHAN ..................................................................................................... vi

    MOTTO ................................................................................................................ vii

    PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

    ABSTRAK ............................................................................................................. xi

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6

    E. Penegasan Istilah ....................................................................... 7

    F. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 7

    G. Metode Penelitian ....................................................................... 9

    H. Sistematika Penulisan .............................................................. 13

  • xiii

    BAB II EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN

    A. Ruang Lingkup BMT (Baitul Maal wa Tamwil) ....................... 16

    B. Pembiayaan ..................................................................................... 21

    C. Jaminan ............................................................................................ 26

    D. Eksekusi........................................................................................... 37

    E. Peraturan Perundang-undangan tentang Jaminan Fidusia ....... 42

    BAB III EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN KSU BMT AL-

    KHALIM TEMANGGUNG

    A. Gambaran Umum KSU BMT Al-Khalim Temanggung ........ 47

    1. Sejarah Berdirinya KSU BMT Al-Khalim Temanggung . 47

    2. Legalitas Perusahaan ............................................................. 48

    3. Logo Perusahaan ................................................................... 49

    4. Visi dan Misi .......................................................................... 50

    5. Kelembagaan .......................................................................... 51

    6. Struktur Organisasi ............................................................... 51

    7. Jenis-jenis Produk KSU BMT Al-Khalim Temanggung . 53

    B. Mekanisme Pembiayaan ......................................................... 55

    C. Eksekusi Jaminan Pembiayaan ............................................... 57

    1. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Eksekusi Jaminan

    Pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim Temangung .......... 57

    2. Prosedur Eksekusi Jaminan yang dilakukan KSU BMT Al-

    Khalim Temanggung ......................................................... 58

    BAB IV PENERAPAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN

    PEMBIAYAAN DI KSU BMT AL-KHALIM TEMANGGUNG

    DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN

    MENTERI KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2012

    A. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-

    Khalim Temanggung ................................................................... 64

    B. Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan

    Nomor 130/PMK.010/2012 terhadap Pelaksanaan Eksekusi

    Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim Temanggung 68

  • xiv

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................. 74

    B. Saran ........................................................................................ 75

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG MASALAH

    Allah SWT menciptakan manusia dengan karakter saling membutuhkan

    antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Tidak semua orang memiliki

    apa yang dibutuhkannya. Sebaliknya seseorang membutuhkan sesuatu yang

    orang lain telah memilikinya. Melihat kenyataan pada zaman sekarang, banyak

    tuntutan hidup yang harus dipenuhi. Perkembangan kegiatan pembangunan dan

    transaksi jual beli yang semakin maju, manusia sebagai konsumen semakin

    membutuhkan uang atau dana untuk memenuhi segala kebutuhannya. Akan

    tetapi kebutuhan yang semakin meningkat dan pendapatan yang selalu tidak

    dapat dipenuhi sehingga masyarakat mencari alternatif lain untuk dapat

    memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tersebut. Masyarakat dapat menggunakan

    cara yang berbeda-beda, salah satunya yaitu diperoleh melalui kegiatan pinjam

    meminjam.

    Akan tetapi, pinjaman pada kurun dewasa ini, cenderung membutuhkan

    alat Pengikat (jaminan) sebagai konsekuensi dari kewajiban untuk

    mengembalikan pinjaman yang ada. Hal semacam ini dalam Islam dikenal

    dengan Rahn, yang dalam konsep fiqih merupakan suatu sarana pengikat

    terhadap pinjaman atau transaksi tidak tunai yang dilakukan antara kedua belah

    pihak (Abd Ghofar, 2012:4).

  • 2

    Islam sangat dianjurkan memberikan jaminan dalam melakukan akad

    hutang piutang sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah : 283

    Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)

    sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada

    barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan

    tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka

    hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)

    dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah

    kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. Dan Barangsiapa

    yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang

    berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu

    kerjakan.

    Sebagian ummat yang mengaku Islam dan berniat menjalankan ajaran

    Islam secara kaffah, tentunya dalam segala bentuk kegiatan termasuk dalam

    melakukan transaksi keuangan ataupun perdagangan harus tetap berpegang teguh

    pada syari’at Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan hadis. Sejalan dengan

    perkembangan perekonomian di Indonesia khususnya bidang perbankan

    terhitung sejak tahun 1993 masyarakat telah mulai diperkenalkan dengan adanya

    lembaga keuangan syariah yang beroperasi dengan sistem bagi hasil yang

    berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadis. Salah satu lembaga keuangan syariah

    tesebut adalah BMT (Baitul Mal wa Tamwil).

  • 3

    BMT melaksanakan dua jenis kegiatan yaitu baitul maal dan baitul

    tamwil. Baitul maal menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta

    menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Adapun baitul tamwil

    ialah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan

    kualitas kegiatan pengusaha kecil ke bawah dan kecil dengan mendorong

    kegiatan menabung dan meminjam pembiayaan ekonomi (Manan, 2012:365).

    Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai

    lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan

    syariat Islam.

    Salah satu resiko besar yang terdapat dalam setiap lembaga keuangan

    baik itu lembaga keuangan konvensional ataupun lembaga keuangan syari’ah

    yaitu Pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah atau macet memberikan

    dampak yang buruk terhadap lembaga keuangan tersebut. Salah satu dampaknya

    adalah tidak terlunasinya pembiayaan sebagian atau seluruhnya. Semakin besar

    pembiayaan bermasalah maka akan berdampak buruk terhadap tingkat kesehatan

    likuiditas suatu lembaga keuangan tersebut. Dan ini juga berpengaruh pada

    menurunnya tingkat kepercayaan para deposan yang menitipkan dananya. Oleh

    karena itu sangat penting untuk menyusun langkah-langkah tepat yang mana

    diperlukan sebuah penangan terhadap pembiayaan bermasalah sebagai langkah

    penyehatan dan perbaikan terhadap neraca keuangan. Hal ini perlu hati-hati

    sedini mungkin guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian

    hari.

  • 4

    Fakta di lapangan menunjukan, lembaga pembiayaan dalam melakukan

    perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara

    fidusia.Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di

    Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat, akta semacam itu dapat

    disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan. Dilihat maraknya kasus yang

    terjadi dalam praktek suatu Lembaga Pembiayaan (Leasing), bilamana terdapat

    debiturnya yang menunggak pembayarannya sampai beberapa bulan, kadang

    dilakukan penarikan. Tidak jarang terjadi penarikan terhadap obyek jaminan

    fidusia yang dilakukan secara paksa oleh Debt Collector penerima fidusia

    walaupun ada pula yang dengan sukarela oleh pemberi fidusia. Lembaga

    pembiayaan banyak melakukan eksekusi pada objek barang yang dibebani

    jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Selama ini perusahaan pembiayaan

    merasa tindakan mereka aman dan lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi

    karena masih lemahnya daya tawar nasabah terhadap kreditur sebagai pemilik

    dana. Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah.

    Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya

    sektor lembaga pembiayaan dan bank yang menjalankan praktek jaminan fidusia

    dengan akta di bawah tangan. Hal ini menunjukkan lembaga pembiayaan banyak

    yang nakal, dimana mereka tidak menjalankan usahanya sesuai dengan prosedur

    hukum yang ada. Padahal prosedur hukumnya telah ada dan diatur sangat jelas

    khususnya dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 130/PMK.010/2012.

  • 5

    Hal tersebut sangat menarik bagi penulis karena banyak praktik penarikan

    dan penagihan angsuran nasabah yang bermasalah sehingga membutuhkan

    penanganan yang tepat. Maka berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik

    untuk melakukan penelitian di BMT. BMT adalah suatu lembaga keuangan

    syariah yang menjadi pendukung kegiatan ekonomi masyarakat beragama Islam

    dengan berlandaskan syariat Islam. Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana

    metode KSU BMT Al-Khalim Temanggung dalam melakukan eksekusi jaminan

    pembiayaan terhadap nasabah yang melakukan pembiayaan bermasalah. Adapun

    judul penelitian ini adalah “Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-

    Khalim Temanggung”.

    B. RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT Al-

    Khalim Temanggung?

    2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    130/PMK.010/2012 terhadap Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT

    Al-Khalim Temanggung ?

    C. TUJUAN

    1. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Pembiayaan di KSU BMT

    Al-Khalim Temanggung

    2. Untuk Mengetahui Bagaimana Tinjauan Hukum Islam dan Peraturan Menteri

    Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 terhadap Praktik Eksekusi Jaminan

    Pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim Temanggung

  • 6

    D. MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Teoritis: penelitian ini berguna bagi kalangan intelektual, pelajar, praktisi,

    akademisi dan masyarakat umum untuk dapat mengetahui dan untuk

    memberikan sumbangsih secara spesifik mengenai teori-teori yang berkenaan

    dengan praktik eksekusi jaminan pembiayaan yang sesuai dengan kaidah

    hukum Islam dan peraturan menteri keuangan nomor 130/pmk.010/2012 yang

    dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam melakukan pembiayaan.

    Sehingga masyarakat tertarik untuk berpindah dari pembiayaan konvensional

    ke pembiayaan syariah. Selain itu diharapkan dapat memperkaya khazanah

    pemikiran keislaman pada umumnya civitas akademik Fakultas Syari’ah

    Jurusan Hukum Ekonomi Syariah pada khusunya serta menambah wawasan

    bagi penulis dengan harapan menjadi stimulus bagi penelitian selanjutnya

    sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung dan akan memperoleh

    hasil yang maksimal.

    2. Praktis: penelitian ini bermanfaat bagi lembaga keuangan syari’ah atau BMT

    lainnya dalam melakukan Eksekusi Jaminan Pembiayaan secara tepat sesuai

    dengan kaidah hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan nomor

    130/pmk.010/2012.

    3. Kebijakan: penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi KSU BMT Al-

    Khalim Temanggung maupun BMT lainnya dalam merumuskan kebijakan

  • 7

    mengenai Praktik Eksekusi Jaminan Pembiayaan sesuai kaidah hukum yang

    ada.

    E. PENEGASAN ISTILAH

    1. Pembiayaan merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat

    dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujun atau kesepakatann antara

    bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

    mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

    dengan imbalan atau bagi hasil (Nasihin, 2012:12)

    2. Eksekusi yang dimaksud adalah eksekusi barang jaminan hutang, yaitu

    penyitaan dan penjualan barang yang dijadikan jaminan hutang akibat dari

    pihak pemberi jaminan atau penerima hutang (debitur) tidak melaksanakan

    prestasinya.

    3. BMT adalah merupakan suatu lembaga-lembaga pendukung kegiatan ekonomi

    masyarakat kecil dengan berlandaskan syariat Islam. Baitul Mal wa Tamwil

    mempunyai dua istilah, yaitu Baitul Mal dan Baitul Tamwil. Baitul Mal lebih

    mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang

    nonprofit, seperti zakat, infak, dan sedekah. Adapun Baitul Tamwil sebagai

    usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Soemitro, 2009:17).

    F. TINJAUAN PUSTAKA

    Sebelum membahas skripsi ini lebih mendalam, penulis mencoba

    mengkaji karya-karya skripsi yang terdahulu dengan tema serupa tetapi lain

  • 8

    pembatasan masalahnya atau objeknya sama tetapi temanya berbeda. Kajian

    pustaka ini bertujuan untuk mengetahui validasi penelitian yang dilakukan

    penulis. Penelitian terdahulu menjadi suatu pijakan awal untuk sikap berbeda

    dengan penelitian yang lain, tentunya yang berhubungan dengan penelitian yang

    dilakukan penulis. Ada beberapa skripsi yang temanya mendekati dengan

    penelitian penulis, antara lain:

    Tesis Shinta Andriani, dengan judul “Pelaksanaan Eksekusi Jaminan

    Fidusia di Perum Pegadaian Kota Semarang” menguraikan mengenai bagaimana

    pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang

    Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 di Perum Pegadaian cabang Depok

    dan cabang Mrican serta menganalisis keabsahan eksekusi di bawah tangan yang

    dilakukan oleh Perum Pegadaian di Perum Pegadaian Cabang Depok dan Cabang

    Mrican.

    Skripsi Anis Nurbaeti, dengan judul “Tinjauan Tentang Pelaksanaan

    Eksekusi Benda Jaminan Fidusia yang Tidak Terdaftar (study kasus di PT. Adira

    Finance, Cirebon)” yang merumuskan permasalahan mengenai pelaksanaan

    perjanjian konsumen dengan jaminan fidusia, bagaimana proses pelaksanaan

    eksekusi obyek fidusia yang tidak terdaftar, dan kendala-kendala yang

    dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi tersebut.

    Tesis RM. Leonardo Charles Wahyu Wibowo, dengan judul “Eksekusi

    Jaminan Fidusia dalam Penyelesaian Kredit Macet di Perusahaan Pembiayaan

    Kendaraan Sepeda Motor PT. Adira Finance Kota Makasssar” yang merumuskan

  • 9

    permasalahan mengenai bagaimana eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan PT

    Adira Finance, hambatan-hambatan dalam melakukan eksekusi dan upaya-upaya

    yang dilakukan untuk menyelesaian masalah tersebut.

    Perbedaan antara skripsi-skripsi diatas adalah skripsi penulis lebih

    menekankan mengenai praktik penyelesaian yang di lakukan oleh KSU BMT Al-

    Khalim Temanggung mengenai Eksekusi Jaminan Pembiayaan dan menganalisis

    bagaimana praktik Eksekusi Jaminan yang dilakukan tersebut disesuaikan

    dengan Hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    130/PMK.010/2012.

    G. METODE PENELITIAN

    Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka penulis menyusun

    metode penelitian sebagai berikut :

    1. Jenis Penelitian

    Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian

    Lapangan (field reseach) yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan guna

    mengadakan penelitian pada objek yang dibahas.

    Penelitian Lapangan dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke

    BMT Al-Khalim Temanggung. Untuk memperoleh data primer yaitu dengan

    wawancara langsung kepada pihak yang terkait mengenai menejemen prinsip

    pembiayaan yang sudah dilaksanakan pada BMT Al-Khalim dan juga data

    dokumen mengenai jumlah konsumen, mekanisme operasional pembiayaan

  • 10

    pada BMT Al-Khalim Temanggung, serta praktik eksekusi jaminan

    pembiayaan di BMT Al-Khalim Temanggung.

    2. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan yang digunakan adaalah pendekatan yuridis normatif

    artinya mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau

    fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat (Utsman,

    2014:2).

    Metode penelitian ini merupakan metode yang memiliki perspektif/

    kualitatif. penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang

    menghasilkan data data deskriptif berupa ucapan atau lisan dan perilaku

    orang-orang yang diamati (Sujarweni, 2014: 19). Memilih menggunakan

    metode kualitatif karena data yang digunakan berbentuk kata-kata yang

    diperoleh dari wawancara dan dokumen.

    3. Lokasi Penelitian

    Lokasi Penelitan adalah tempat dimana penelitian itu dilakukan, yaitu

    di BMT Al-Khalim Temanggung yang berada di Jalan Kaloran-Kranggan

    nomor 8 Kranggan Temanggung Jawa Tengah.

    4. Sumber Data

    Sumber data ialah tempat atau orang dimana data tersebut diperoleh

    (Azwar, 1998: 91). Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

  • 11

    a. Data Primer

    Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

    baik melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk

    dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.

    Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dan

    observasi yang berkaitan dengan eksekusi jaminan pembiayaan di KSU

    BMT Al-Khalim Temanggung.

    b. Data Sekunder

    Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

    resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil

    penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan perundang-undangan.

    Data sekunder dalam hal ini berupa kajian-kajian mengenai BMT

    (Baitul Maal wa Tamwil), pembiayaan, jaminan dan eksekusi menurut

    hukum Islam dan hukum positif.

    5. Prosedur Pengumpulan Data

    Adapun prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah:

    a. Wawancara

    Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya

    jawab lisan, dimana pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai

    dan jawaban diberikan oleh pihak yang diwawancarai. Wawancara adalah

  • 12

    salah satu instrumen yang digunakan untuk menggali data secara lisan

    (Sujarweni. 2014: 74)

    Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai

    pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran Wawancara adalah

    Pimpinan kantor BMT Al-Khalim Temanggung, Karyawan BMT Al-

    Khalim Temanggung dan nasabah yang bersangkutan untuk mengetahui

    pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan yang dilaksanakan.

    b. Observasi

    Observasi adalah teknik Pengumpulan Data yang dilakukan

    melalui suatu pengamatan disertai dengan pencatatan-pencatatan terhadap

    keadaan atau perilaku objek sasaran (Sujarweni. 2014: 75)

    Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung

    terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan di lapangan.

    c. Dokumentasi

    Merupakan metode pengumpulan data kualitatif sejumlah besar

    fakta data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi

    (Sujarweni. 2014:33). Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi

    dari data-data dari sumber yang terpercaya yang berhubungan dengan

    objek penelitian seperti Surat, arsip foto, hasil rapat, dan jurnal kegiatan.

    6. Teknik Analisis Data

    Analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan data yang

    sistematis melalui transkip wawancara dan catatan lapangan, serta

  • 13

    dokumentasi yang secara akumulasi menambah pemahaman terhadap

    penulis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

    analisis yang berusaha memberikan pemecahan masalah dengan cara

    mengumpulkan data, menyusun, menganalisis dan menginterpretasikannya.

    Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah induktif yaitu

    menganalisis khusus pelaksanaan Ekseksi Jaminan Pembiayaan dalam

    perspektif hukum Islam dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    130/PMK.010/2012 yang berkaitan dengan Penelitian ini.

    7. Pengecekan Keabsahan Data

    Dalam menguji keabsahan data, penulis menggunakan teknik

    Trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

    yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

    terhadap data tersebut.

    Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan

    dokumen yang dimaksudkan dalam bentuk pengamatan atas suatu kejadian

    yang kemudian dari hasil pengamatan tersebut ditarik kesimpulan.

    H. SISTEMATIKA PENULISAN

    Untuk lebih mempermudah pembaca dalam memahami dari tulisan ini,

    maka penulis menyusun sistematika penulisan dalam beberapa bab-bab dan sub-

    sub yang meruapakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Adapun sitematika

    penulisan ini adalah:

  • 14

    BAB I: PENDAHULUAN

    Yaitu berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,

    tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian.

    BAB II: EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN

    Bab ini akan menguraikan mengenai landasan teori dari skripsi

    yang menjelaskan dari ruang lingkup BMT secara umum, konsep

    pembiayaan, ruang lingkup jaminan serta eksekusi yang sesuai dengan

    hukum Islam.

    BAB III: EKSEKUSI JAMINAN PEMBIAYAAN DI KSU BMT AL-KHALIM

    TEMANGGUNG

    Bab ini akan menerangkan sejarah berdirinya BMT Al-Khalim

    Temanggung, gambaran umum mengenai produk pembiayaan pada

    KSU BMT Al-Khalim Temanggung, prinsip-prinsip pembiayaan pada

    BMT Al-Khalim Temanggung, faktor-faktor pelaksanaan eksekusi

    serta prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan pembiayaan pada KSU

    BMT Al-Khalim Temanggung.

    BAB IV: PENERAPAN PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN

    PEMBIAYAAN DI KSU BMT AL-KHALIM TEMANGGUNG

    PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN MENTERI

    KEUANGAN NOMOR 130/PMK.010/2012

  • 15

    Bab ini akan menganalisa pengolahan data yang terdapat pada

    bab II kajian teori untuk dikaitkan dengan penyajian data hasil

    penelitian, analisis data hasil penelitian yang dilakukan di KSU BMT

    Al-Khalim Temanggung, Kesesuaian mekanisme praktik eksekusi

    jaminan pembiayaan di KSU BMT Al-Khalim dengan perspektif fiqh

    muamalah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

    130/PMK.010/2012.

    BAB V: PENUTUP

    Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan

    saran.

  • 16

    BAB II

    EKSEKUSI JAMINAN PEMBAYAAN

    A. BMT (BAITUL MAL WA TAMWIL)

    1. Pengertian BMT (Baitul Mal wa Tamwil)

    Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal

    dan baitul tamwil. Baitul mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan

    dan penyaluran dana yang nonprofit, seperti: zakat, Infaq dan shodaqoh.

    Sedangkan Baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyeluran dana

    komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

    BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan

    berlandaskan syariah (Soemitro, 2009:17).

    Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi

    Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena

    mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil. Dalam

    praktekya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada gilirannya BMT menetaskan

    usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan

    masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu

    mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat (Sudarsono, 2003:84).

    Pada dataran hukum di Indonesia badan hukum paling mungkin untuk

    BMT adalah koperasi, baik serba usaha (KSU) maupun simpan pinjam (KSP).

    Namun demikian, sangat mungkin dibentuk perundangan sendiri, mengingat

  • 17

    sistem operasional BMT tidak sama persis dengan perkoperasian, semisal

    LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dan lain-lain (Ridwan, 2004:126).

    2. Pripsip BMT (Baitul Maal wa Tamwil)

    Baitul Maal wa Tamwil sebenarnya merupakan dua kelembagaan

    yang menjadi satu, yaitu lenaga Baitul Maal dan lembaga Baitut Tamwil yang

    mesing-masing keduanya memiliki prinsip yang berbeda meskipun memiliki

    hubungan yang erat antara keduanya dalam menciptakan suatu kondisi

    perekonomian yang merata dan dinamis. Namun, dalam perkembangannya,

    khususnya lembaga Baitul Maal mengalami penyempitan arti sehingga prinsip

    produk dan fungsinya mengalami hal yang sama (Yunus, 2009:33).

    Secara ringkas, prinsip-prinsip Baitul Maal wa Tamwil adalah sebagai

    berikut:

    a. Prinsip Baitul Maal

    Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti di tengah

    masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalur

    dana zakat, infaq dan shadaqah, dalam arti bahwa Baitul Maal hanya

    bersifat menunggu kesadaran ummat untuk menyalurkan dana zakat,

    infaq dan shadaqahnya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan

    pengambilan atau pemungutan secra langsung kepada mereka yang sudah

    memenuhi kewajibannya tersebut, dan seandainya aktifpun hanya bersifat

    seolah-olah meminta dan menghimbau yang kemudian setelah itu Baitul

  • 18

    Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya

    (Yunus, 2009:33).

    b. Prinsip Baitut Tamwil

    Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prisip-prinsip yang

    digunakan oleh Bank Syariah. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh

    BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil), yaitu: prinsip bagi hasil,

    prinsip jual beli dengan mark up, dan prinsip nonprofit (Yunus, 2009:34).

    1) Prinsip Bagi Hasil Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan

    pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana

    (penyimpan/penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini

    adalah Mudharabah dan Musyarakah.

    2) Prinsip Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan) Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam

    pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi

    kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT

    bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah

    dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT

    atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh

    BMT akan dibagi juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk

    produk prinsip ini adalah Mudharabah dan Bai’ Bitsaman Ajil.

    3) Prinsip Non Profit Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip

    ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk

    pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak

    seperti bentuk-bentuk pembiayaan lainya. Bentuk produk prinsip ini

    adalah pembiayaan Qordhul Hasan.

    3. Produk BMT (Baitul Maal wa Tamwil)

    a. Produk inti Baitul Maal

    Produk inti dari Baitul Maal terdiri atas )Yunus, 2009:33):

    1) Produk Penghimpun Dana

  • 19

    Dalam produk penghimpun dana ini Baitul Maal menerima dan

    mencari dana berupa zakat, infak, dan shadaqah, meskipun selain

    sumber dana tersebut Baitul Maal juga menerima dana berupa

    sumbangan, hibah ataupun wakaf serta dana-dana yang bersifat sosial.

    2) Produk Penyaluran Dana Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari dana-dana

    Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari

    zakat, karena dana zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan

    secara tegas dalam Al-Quran. Sedangkan dana di luar zakat dapat

    digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin,

    pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya

    operasional kegiatan sosial lainnya.

    b. Produk inti Baitut Tamwil

    1) Produk Penghimpun Dana

    Yang dimaksud dengan produk penghimpun dana di sini,

    berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai

    sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha

    produktif. Jenis simapanan tersebut antara lain (Yunus, 2009:34):

    a) Al- wadi’ah Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan

    uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang

    ditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi hasil,

    namun nisbah bagi hasil penabung sangat kecil.

    b) Al-Mudharabah Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh

    keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis

    tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan

    bulan lalu.

    c) Amanah Penabung memiliki keinginanan tertentu yang di aqadkan

    atau diamanahkan kepada BMT. Misal, tabungan ini dimintakan

    kepada BMT untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu’afa atau

    orang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali tidak

    diberikan bagi hasil.

  • 20

    2) Produk Penyaluran Dana

    Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola

    pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat

    memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah (Yunus,

    2009:35):

    a) Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepada

    anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepada

    anggota sebagai nasabah debitur. Dalam hal ini anggota (nasabah)

    menyediakan usaha dan sistem pengelolaan (manajemnnya). Hasil

    keuntungan akan dibagi dua dengan kesepakan bersama.

    b) Pembiayan Musyarakah Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepada

    anggota dari modal keseluruhan. Pihak BMT dapat dilibatkan dalam

    proses pengelolaannya. Pembagian keuntungan yang proporsional

    dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

    c) Pembiayaan Murobahah Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian

    barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini

    diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari enam sampai sembian

    bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga

    yang dinaikkan.

    d) Pembiayaan Bai’ Bitsaman ‘Ajil Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan murobahah,

    yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan

    cicilan dalam jangka waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih

    cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akan mendapatkan

    kuntungan dari harga barang yang dinaikkan.

    e) Pembiayaan Qordhul Hasan Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggota

    yang benar-benar kekurangan modal kepada mereka yang sangat

    membutuhkan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya untuk darurat.

    Nasabah (anggota) cukup mengembalikan pinjaman sesuai dengan

    nilai yang diberikan oleh BMT.

  • 21

    B. PEMBIAYAAN

    1. Pengertian Pembiayaan

    Pembiayaan (financing) merupakan istilah yang dipergunakan dalam

    bank syariah, sebagimana dalam bank konvensional disebut dengan Kredit

    (lending). Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu

    pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak

    yang merupakan defisit unit (Antonio, 2001:160).

    Pembiayaan diartikan sebagai suatu kegiatan pemberian fasilitas

    keuangan atau financial yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain untuk

    mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah

    direncanakan (Yudiana, 2014: 33).

    Pembiayaan adalah penyediaan uang atau yang dapat dipersamakan

    dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

    BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi

    hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah imbalan

    atau pembagian hasil (Ridwan, 2004:163).

    Dalam kredit keuntungan berbasis pada bunga (interest based),

    sedangkan dalam pembiayaan (financing) berbasis pada keuntungan riil yang

    dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing). Dalam pasal 1

    angka 25 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

    disebutkan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang

    dipersamakan dengan itu berupa (Dahlan, 2012:162):

  • 22

    a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudhorobah dan Musyarokah

    b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijaroh atau sewa beli dalam

    bentuk ijaroh muntahiyah bittamlik

    c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murobahah, salam dan istishna’

    d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang Qard

    e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijaroh untuk transaksi

    multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syriah

    dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan

    atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah

    jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi

    hasil.

    2. Macam-macam Pembiayaan

    Menurut sifat penggunaannya, berikut adalah pembagian dari

    pembiayaan (Danupranata, 2013:103):

    a. Pembiayaan Produktif. Jenis pembiayaan ini ditujukan untuk memenuhi

    kebutuhan produksi dalam definisi yang luas yaitu untuk peningkatan

    usaha. Baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

    Menurut keperluanya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua

    jenis, yaitu:

    1) Pembiayaan Modal kerja. Jenis pembiayaan ini untuk memenuhi

    peningkatan produksi (secara kuantitatif [jumlah hasil produksi] atau

    secara kualitatif [Peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi]) dan

  • 23

    untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utilily of place dari

    suatu barang.

    2) Pembiayaan investasi. Jenis pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan

    barang-barang modal (capital goods) dan fasilitas-fasilitas yang erat

    kaitannya dengan itu.

    b. Pembiayaan Konsumtif. Jenis pembiayaan yang digunakan untuk

    memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan saat dipakai

    untuk memenuhi kebutuhan.

    3. Tujuan Pembiayaan

    Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok

    besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan

    untuk tingkat mikro.

    Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk (Asiyah, 2014:4):

    a. Peningkatan ekomoni umat

    b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha

    c. Meningkatkan produktifitas

    d. Membuka lapangan kerja baru

    e. Terjadinya distribusi pendapatan

    Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk

    (Asiyah, 2014:6):

    a. Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Untuk dapat

  • 24

    menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang

    cukup.

    b. Upaya meminimalkan risiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu

    meminimalisir risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal

    usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan. c. Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat

    dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dan

    sumberdaya manusianya ada, dan sumber daya modal tidak ada.

    d. Penyaluran kelebihan dana artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan maslah dana, maka mekanisme pembiayaan

    dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan

    dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan

    (minus) dana.

    4. Dasar Hukum Pembiayaan

    Dasar hukum dari pembiayaan dapat dipilah-pilah kepada dasar

    hukum substantif dan dasar hukum administratif.

    a. Dasar Hukum Substantif

    Adapun yang merupakan dasar hukum substantif eksistensi

    pembiayaan adalah perjanjian diantara para pihak berdasarkan asas

    kebebasan berkontrak. “Yaitu Perjanjian antara pihak perusahaan finansial

    sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur". Sejauh yang tidak

    bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, maka perjanjian

    seperti itu sah dan mengikat secara penuh. Hal ini dilandasi pada

    ketentuan dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa

    suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

    bagi yang membuatnya (Fuady, 1999:164).

    b. Dasar Hukum Administratif

  • 25

    Pembiayaan mendapat dasar dan momentum dengan

    dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang “Lembaga

    Pembiayaan”, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri

    Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang “Ketentuan dan Tata Cara

    Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan”. Di mana ditentukan bahwa salah satu

    kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana

    dengan sistem yang disebut Pembiayaan Konsumen (Fuady, 1999:164).

    5. Analisis Pembiayaan

    Merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh BMT untuk

    menilai suatu permohonan pembiayaan yang telah dilakukan oleh calon

    nasabah. Dengan melakukan analisis permohonan pembiayaan, BMT akan

    memperoleh keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai layak (fesiable)

    (Yunus, 2009:154).

    Analisis pembiayaan memiliki beberapa prinsip yang dipergunakan

    dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan. Biasanya dalam

    lembaga perbankan atau BMT, prinsip penilaian tersebut dikenal dengan

    unsur 5C. Adapun analisis pembiayaan berdasarkan prinsip 5C yaitu

    (Kasmir,2004:92):

    a. Character (kepribadiaan atau watak) Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon debitur

    dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa pelanggan

    dapat memenuhi kewajibannya, yaitu dengan menggambarkan watak dan

    kepribadian calon nasabah.

    b. Capacity (kemampuan atau kesanggupan)

  • 26

    Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk mengetahui

    kemampuan keuangan calon nasabah dalam memenuh kewajibannya

    sesuai jangka waktu pembiayaan. Beberapa cara yang dapat ditempuh

    dalam mengetahui kemampuan keuangan calon nasabah antara lain:

    1) Melihat laporan keuangan 2) Memeriksa slip gaji dan rekening tabungan 3) Survei ke lokasi calon nasabah

    c. Capital (modal atau kekayaan) Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh

    calon debitur yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan

    yang ditunjukkan oleh rasio keuangannya dan penekanan pada komposisi

    modalnya. Semakin besar modal yang dimiliki dan disertakan oleh calon

    nasabah dalam objek pembiayaan akan semakin meyakinkan bagi BMT

    akan keseriusan calon nasabah dalam mengajukan pembiayaan dan

    pembayaran kembali.

    d. Collateral (Jaminan) Merupakan agunan yang diberikan oleh calon nasabah atas

    pembiayaan yang diajukan. Agunan merupakan sumber pembayaran

    kedua. Dalam hal ini nasabah tidak dapat membayar angsurannya, maka

    BMT dapat melakukan penjualan terhadap agunan. BMT tidak akan

    memberikan pembiayaan yang melebihi dari nilai agunan. Dalam analisis

    agunan, faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan adalah purna

    jual dari agunan yang diberikan oleh debitur. Akan tetapi, collateral dalam

    BMT lebih ditekankan pada faktor kepercayaan kedekatan hubungan

    dengan pengusaha dan kegiatan usahanya.

    e. Condition of Economy (keadaan ekonomi) Merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian. BMT perlu

    mempertimbangkan sector usaha calon nasabah dikaitkan dengan kondisi

    ekonomi. BMT perlu melakukan analisis dampak kondisi ekonomi

    terhadap usaha calon nasabah di masa yang akan datang, untuk

    mengetahui pengaruh kondisi ekonomi terhadap usaha calon nasabah. Hal

    tersebut dilakukan karena keadaan eksternal usaha yang dibiayai

    mempunyai peranan yang sangat besar dalam memperlancar usaha yang

    dibiayai.

    C. JAMINAN

    1. Pengertian Jaminan

    Kata jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

    pada pasal 1131 KUH Perdata dan penjelasan pasal 8 UU Perbankan, namun

  • 27

    dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan

    jaminan. Meskipun demikian dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa

    jaminan erat hubungannya dengan masalah hutang. Biasanya dalam perjanjian

    pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar

    menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan

    pelunasan hutang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata

    debitur tidak melunasinya.

    Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki

    kreditur karena perjanjian utang piutang bukan perjanjian jual beli yang

    mengakibatkan hak milik atas barang. Barang jaminan dipergunakan untuk

    melunasi hutang dengan cara yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku,

    yaitu barang dijual secara lelang. Hasilnya digunakan untuk melunasi utang

    debitur, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur

    (Supramono, 2009:196).

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan adalah suatu

    perjanjian antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan

    sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang

    ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.

  • 28

    2. Macam-Macam Jaminan

    Dari sejumlah peraturannya di dalam KUH Perdata dapat disimpulkan

    terdapat dua macam jaminan, yaitu jaminan umum dan jaminan khusus

    (Supramono, 2009:197).

    a. Jaminan Umum Jaminan umum diatur dalam pasal 1131 KUH Perdata yang

    menyebutkan bahwa segala barang-barang yang bergerak dan tidak

    bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada,

    menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.

    Dari rumusan ketentuan tersebut terlihat bersifat umum karena

    obyek yang dapat menjadi jaminan hutang dapat berupa apa saja, baik

    yang ada sekarang maupun yang akan ada dikemudian hari. Kreditur dan

    debitur cukup bersifat pasif, tidak perlu ada komunikasi secara langsung

    yang bertimbal-balik untuk bersepakat membuat perjanjian jaminan.

    Oleh karena itu, dapat dikatakan perjanjian yang demikian terjadi

    karena undang-undang. Ada kemungkinan debitur mempunyai lebih dari

    seorang kreditur, dan tanpa adanya perjanjian yang diadakan para pihak

    lebih dahulu, para kreditur konkuren semuanya secara bersama-sama

    memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang itu.

    Jadi, di dalam jaminan umum ini semua barang-barang milik

    debitur secara otomatis merupakan jaminan bagi para kreditur tanpa

    memandang siapa yang lebih dahulu membuat perjanjian pokoknya

    (utang-piutang). Semua kreditur mempunyai hak yang sama terhadap

    objek jaminan, namun mengenai pembayaran utang tidak dapat dibagi rata

    dari hasil penjualan barang tersebut.

    Untuk pembayaran utang dimaksud dengan cara mengikuti

    ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata, yaitu penjualan barang-barang

    jaminan dibagikan kepada para kreditur menurut keseimbangan dengan

    memperhitungkan besar kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali

    di antara para kreditur ada yang mempunyai hak untuk didahulukan.

    Dalam sengketa utang-piutang yang diselesaikan melalui

    pengadilan negeri, apabila utang piutangnya tidak ada perjanjian jaminan

    tertulis, kreditur sebagai penggugat biasanya memohon sita jaminan

    (conservatoir beslag) terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak

    milik debitur (tergugat) agar gugatan penggugat tidak sia-sia apabila

    dikabulkan oleh pengadilan. Penyitaan dilakukan dengan menyita lebih

    dahulu barang bergerak dan apabila nilainya belum mencukupi baru

    menyita barang tidak bergerak (Pasal 197 ayat 1 HIR/Pasal 208 ayat 1

    RBg).

  • 29

    b. Jaminan Khusus Jaminan khusus yang diatur di dalam KUH Perdata dari segi

    objeknya dapat berupa barang maupun orang. Untuk jaminan berupa

    barang, debitur menyedikan barang-barang tertentu yang kemudian dibuat

    perjanjian jaminannya. Apabila debitur wanprestasi, barang jaminan dijual

    untuk pembayaran utangnya. Sedangkan jaminan orang yang dimaksud

    adalah ada orang yang menanggung utang orang lain, dengan cara apabila

    debitur wanprestasi maka barang-barang si penjamin utang bersedia dijual

    untuk melunasi utang debitur tersebut.

    Sejalan dengan dikenalnya dua macam barang, yaitu barang

    bergerak dan barang tidak bergerak, telah mempengaruhi jenis

    pembebanan jaminannya. Dalam KUH Perdata untuk barang bergerak

    dibebani dengan gadai, sedangkan untuk barang tidak bergerak dibebani

    dengan hipotek. Gadai diatur dalam Pasal 1150-1161 KUH Perdata,

    peraturan gadai masih seperti itu karena belum ada peraturan yang baru.

    Hipotek obyeknya adalah tanah yang tunduk pada hukum perdata

    barat. Lembaga jaminan ini dengan keluarnya UU Nomor 5 tahun 1960

    tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (UU Pokok Agraria) masih

    tetap berlaku sebelum terbentuk lembaga jaminan tanah yang baru.

    Sekarang ketentuan hipotek yang diatur dalan Pasal 1162-1232 KUH

    Perdata telah dicabut dengan diberlakukannya UU No. 4 Tahun 1996

    tentang Hak Tanggungan.

    Jaminan dalam hukum Islam (Fiqh) dibagi menjadi dua yaitu jaminan

    yang berupa orang yang sering dikenal dengan istilah Kafalah dan jaminan

    yang berupa harta benda atau disebut dengan Rahn.

    a. Kafalah

    Kafalah menurut etimologi berarti al-dhamanah, hamalah , dan

    za’aamah, ketiga istilah tersebut memilki arti yang sama, yakni

    menjamin atau menanggung. Sedangkan menurut terminologi Kafalah

    adalah Jaminan yang diberikan oleh kafiil (penanggung) kepada pihak

    ketiga atas kewajiban/prestasi yang harus ditunaikan pihak kedua

    (tertanggung) (Nawawi, 2012:216).

  • 30

    Kafalah diisyaratkan oleh Allah SWT pada Al-Qur’an Surat Yusuf

    ayat 72 (Suhendi, 2016:190):

    Artinya : penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja,

    dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh

    bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin

    terhadapnya".

    Rukun dan syarat kafalah adalah sebagai berikut, yaitu (Nawawi,

    2012:217):

    1) Kafiil (orang yang menjamin), disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan harta (mahjur) dan dilakukan dengan

    kehendaknya sendiri. 2) Makful lah (orang yang berpiutang/berhak menerima jaminan),

    syaratnya ialah diketahui oleh orang yang menjamin, ridha

    (menerima), dan ada ketika terjadinya akad menjaminan. 3) Makful ‘anhu (orang yang berutang/yang dijamin), disyaratkan

    diketahui oleh yang menjamin, dan masih hidup (belum mati).

    4) Madmun bih atau makful bih (hutang/kewajiban yang dijamin), disyaratkan; merupakan hutang/prestasi yang harus dibayar atau

    dipenuhi, menjadi tanggungannya (makful anhu), dan bisa

    diserahkan oleh penjamin.

    5) Lafadz ijab qabul, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti

    sementara.

    Kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu kafalah dengan jiwa

    (kafalah bi al-nafs) dan kafalah dengan harta (kafalah bi al-maal)

    (Suhendi, 2016:189).

    1) Kafalah dengan jiwa dikenal pula dengan Kafalah bi al-Wajhi, yaitu adanya kesediaan pihak penjamin (al-Kafil, al-Dhamin atau

    al-Za’im) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada

    yang ia janjikan tanggungan (Makful lah).

  • 31

    2) Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.

    Kafalah harta ada tiga macam, yaitu:

    a) kafalah bi al-Dayn, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi beban orang lain.

    b) kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang

    lain, seperti mengembalikan barang yang di-ghashab dan

    menyerahkan barang jualan kepada pembeli.

    c) kafalah dengan ‘aib, maksudnya adalah jaminan bahwa jika barang yang dijual ternyata mengandung cacat, karena

    waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya, maka

    penjamin (pembawa barang) bersedia memberi jaminan kepada

    penjual untuk memenuhi kepentingan pembeli (mengganti

    barang yang cacat tersebut).

    b. Rahn

    Secara bahasa, kata ar-rahn berarti al-tsubut dan al-habs yaitu

    penetapan dan penahanan. Secara terminologi, rahn didefinisikan oleh

    ulama fikih yaitu menjadikan barang sebagai jamian hutang yang dapat

    dijadikan sebagai pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak

    bisa mengembalikan utangnya (Nawawi, 2012:198).

    Sedangkan menurut istilah syara', yang dimaksud dengan rahn

    ialah menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara' sebagai

    jaminan atas utang selama ada dua kemungkinan, untuk mengembalikan

    uang itu atau mengambil sebagian benda itu (Suhendi, 2016:105).

    Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad ar-rahn dibolehkan

    dalam Islam berdasarkan Al-Qur'an dalam surah Al-Baqarah ayat 283

    (Suhendi, 2016:107), berbunyi:

  • 32

    Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara

    tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka

    hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang

    berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai

    sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu

    menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia

    bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para

    saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang

    menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang

    yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang

    kamu kerjakan.

    Rahn dinilai sah menurut hukum Islam, apabila telah memenuhi

    rukun dan syarat sebagai berikut (Nawawi, 2012:199):

    1) Rahin dan Murtahin Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan

    murtahin, harus mempunyai kemampuan yaitu berakal sehat.

    Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang dalam hala memahami

    persoalan-persoalan yang yang berkaitan dengan pengelolaan harta.

    2) Marhun/rahn (barang) Syarat-syarat marhun adalah sebagai berikut:

    a) Harus bisa diperjual belikan b) Harus berupa harta yang bernilai c) Tidak berupa barang haram d) Harus diketahui keadaan fisiknya e) Penetapan kepemilikan rahin atas barang yang digadaikan tidak

    terhalang

    3) Marhun bih (utang) Harus merupakan hak yang wajib diberikan dan diserahkan

    kepada pemiliknya dan memungkinkan pemanfaatannya. Bila sesuatu

    yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah. Harus

    dikuantifikasikan atau dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur

    atau tidak dapat dikuantifikasikan maka rahn tidak sah.

  • 33

    4) Shighah (akad) Shighah tidak boleh terikat oleh syarat tertentu dan juga

    dengan waktu di masa mendatang. Rahn mempunyai sisi pelepasan

    barang dan pemberian utang seperti halnya akad jual beli, sehingga

    tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu

    tertentu atau dengan waktu di masa depan.

    Menurut bahasa 'aqad mempunyai beberapa arti, antara lain

    (Suhendi, 2016:44):

    a) Mengikat ( ْبط yaitu “Mengumpulkan dua ujung tali dan ,(الرَّ

    mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung,

    kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda”.

    b) Sambungan ( َعْقَدة), yaitu “Sambungan yang memegang kedua ujung

    itu dan mengikatkatnya”.

    c) Janji ( اَْلَعه د), sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran:

    QS: Al-Imran: 76

    Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati

    janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka

    Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

    bertakwa.

    QS: Al-Maidah: 1

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji

    itu.

    Sedangkan pengertian Akad, menurut Kesepakatan Ahli

    Hukum Islam (jumhur ulama’) mendefinisikan, akad adalah suatu

  • 34

    perikatan antara ijab dan qobul yang sesuai dengan kehendak syariat

    yang menetapkan adanya pengaruh akibat-akibat hukum pada

    obyeknya. Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa akad

    merupakan perjanjian antara kedua belah pihak untuk mengikatkan

    diri tentang perbuatan yang akan dijalankan (Hirsanuddin, 2008 :7).

    Syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata

    menetapkan bahwa suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari tiga

    asas pokok, yang disebut juga sebagai asas-asas dasar

    (gronbeginselen). Asas-asas fundamental tersebut yang melingkupi

    hukum kontrak adalah (Ariyani, 2012:11):

    a) Asas Konsensualisme Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan

    kehendak (concencus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya

    dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara

    formil tetapi cukup melalui konsensus belaka. Suatu perjanjian

    timbul apabila telah ada consencus atau persesuaian kehendak

    antara para pihak sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian

    tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila

    salah satu pihak menggunakan paksaan, penipuan ataupun terdapat

    kekeliruan akan obyek kontrak. Asas konsensualisme tidak

    mensyaratkan suatu kontrak harus dibuat dalam bentuk yang

    tertulis kecuali beberapa bentuk dari kontrak tertentu yang harus

    dibuat dalam bentuk yang tertulis, sebagai contohnya adalah

    kontrak perdamaian, kontrak pertanggungan dan kontrak hibah.

    b) Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian (verbindende kracht der overeenkomst)

    Asas ketentuan mengikat atau asas pacta sunt servanda

    yang berarti bahwa janji itu mengikat. Suatu kontrak yang dibuat

    secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara

    penuh sesuai isi kontrak tersebut. Mengikat secara penuh suatu

    kontrak yang dibuat para pihak tersebut oleh hukum keuatanya

    sama dengan kekuatan mengikat undang-undang. Jika salah satu

    pihak dalam kontrak tidak melaksanakan isi kontrak yang mereka

  • 35

    sepakati, maka oleh hukum disediakan ganti rugi dan atau bahkan

    pelaksanaan kontrak secara memaksa.

    c) Asas kebebasan Berkontrak Bahwa para pihak menurut kehendak bebasnya masing-

    masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas

    mengikatkan diri dengan siapapun yang dikehendaki. Para pihak

    juga dapat dengan bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan

    dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut

    tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

    yang bersifat memaksa, naik ketertiban umum ataupun kesusilaan.

    Hukum Islam juga mengenal asas-asas perjanjian, yang antara

    lain (Ali Hasan, 2003:105):

    a) Al-Hurriyah (Kebebasan) Pihak-pihak yang melakukan akad mempunyai kebebasan

    untuk membuat perjanjian (freedom of making contract), baik dari

    segi yang diperjanjikan (objek perjanjian), maupun dalam

    menentukan persyaratan-persyaratan lain, termasuk menetapkan

    cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa. Kebebasan

    menentukan persyaratan ini dibenarkan selama tidak bertentangan

    dengan ketentuan syari'ah Islam. Asas kebebasan ini bertujuan

    untuk menjaga agar klausul-klausul yang dicantumkan dalam akad

    yang dibuat oleh para pihak tidak menimbulkan kezaliman,

    paksaan, dan penipuan kepada salah satu pihak dalam akad.

    b) Al-Musawah (Persamaan atau Kesetaraan) Asas kesetaraan ini memberikan kedudukan yang sama

    kepada para pihak. Karena itu, dalam menyusun suatu akad atau

    perjanjian, masing-masing pihak dapat mengajukan klausul-

    klausul menyangkut hak dan kewajiban mereka atas dasar

    kesetaraan ini.

    c) Al-’Adalah (Keadilan) Dalam melakukan pembiayaan, asas keadilan ini

    diimplementasikan antara lain dalam akad pembiayaan yang dibuat

    antara bank dengan nasabah yang harus memuat hak dan

    kewajiban secara proporsional. Asas ini bertujuan agar para pihak

    yang melakukan akad tidak melakukan penganiayaan (kezaliman).

    d) Al-Ridha (Kerelaan) Kerelaan (ridha, al-taradhi) adalah sikap batin yang

    abstrak. Untuk menunjukkan bahwa dalam sebuah kerelaan telah

    dicapai, diperlukan indikator yang merefleksikannya. Indikator

    yang dimaksud adalah formulasi (sighat) ijab qabul. Karena itu,

  • 36

    formulasi ijab qabul harus dibuat dengan jelas dan rinci

    sedemikian rupa sehingga dapat menerjemahkan secara memadai

    bahwa para pihak dipastikan telah mencapai kondisi kerelaan

    ketika akad dilakukan.

    e) Ash-Shidiq (Kebenaran dan Kejujuran) Allah memerintahkan kepada seluruh umat muslim untuk

    berlaku jujur dalam segala urusan dan perkataan. Apabila asas ini

    tidak dijalankan, maka akan merusak legalitas akad yang dibuat.

    Di mana pihak yang merasa dirugikan karena pada saat perjanjian

    dilakukan pihak lainnya tidak mendasarkan pada asas kejujuran

    dan kebenaran, dapat menghentikan proses perjanjian tersebut.

    f) Al-Kitabah (Tertulis) Asas yang tidak kalah penting dalam bermuamalah tidak

    secara tunai adalah dibuatnya akad secara tertulis, ada saksi,

    dibacakan, dan adanya agunan (rahn). Asas tertulis (kitabah) ini

    penting karena merupakan dasar dari prinsip kehati-hatian dan

    hukum pembuktian dalam bermuamalah atau keperdataan.

    g) Maslahah (Kemaslahatan) Hakikat kemaslahatan dalam Islam adalah segala bentuk

    kebaikan dan manfaat yang berdimensi integral duniawi dan

    ukhrawi, materiil dan spiritual, serta individual dan kolektif.

    Sesuatu dipandang Islam bermaslahat jika memenuhi dua unsur,

    yaitu kepatuhan syariah dan membawa manfaat serta membawa

    kebaikan.

    h) Amanah Dengan asas amanah, masing-masing pihak haruslah

    beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak

    dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan

    mitranya.

    Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai

    tujuannya. Selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir

    apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya.

    Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut (Dewi, 2007:92):

    a) Di-fasakh (dibatalkan), katena adanya hal-hal yang tidak

    dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan akad rusak. Misalnya,

    jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.

  • 37

    b) Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau

    majelis.

    c) Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan

    karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan.

    d) Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak

    dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan.

    e) Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa-menyewa

    berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.

    f) Karena tidak mendapat izin dari pihak yang berwenang.

    Dari uraian tentang konsep jaminan di atas, jelas bahwa eksistensi

    jaminan diakui dalam hukum Islam. Untuk jaminan yang diberikan oleh pihak

    lain atas kewajiban/prestasi yang harus dilaksanakan oleh pihak yang dijamin

    (debitor) kepada pihak yang berhak menerima pemenuhan kewajiban/prestasi

    (kreditor) disebut dengan kafalah. Sedangkan jaminan yang terkait dengan

    benda/harta yang harus diberikan debitor (orang yang berhutang) kepada

    kreditor (orang yang berpiutang) disebut dengan rahn.

    D. EKSEKUSI

    1. Pengertian Eksekusi

    Eksekusi dalam bahasa Belanda disebut Executie atau Uitvoering, dalam

    kamus hukum diartikan sebagai Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Pasal 29

    Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 menyatakan bahwa: “Eksekusi adalah

    Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung

  • 38

    dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat

    para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut”.

    Menurut Subekti mengartikan Eksekusi adalah (Subekti, 1995:48):

    “Upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang

    menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang

    dikalahkan untuk melaksanakan putusan, lebih lanjut dikemukakannya bahwa

    pengertian Eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti bahwa pihak

    yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela,

    sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan dengan

    kekuatan hukum”.

    Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari

    pelaksaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR/Rbg. Pengertian

    Eksekusi, sama dengan pengertian menjalankan putusan pengadilan, tidak lain

    dari melaksanakan isi putusan pengadilan yakni melaksanakan secara paksa

    putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum bila pihak yang kalah

    (Pihak tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela

    (Subekti, 1995:231).

    Hukum Eksekusi ini sebenarnya tidak diperlukan apabila yang

    dikalahkan dengan sukarela mentaati bunyi putusan. Akan tetapi dalam

    kenyataan tidak semua pihak mentaati bunyi putusan dengan sepenuhnya. Oleh

    karena itu diperlukan suatu aturan bila putusan itu tidak ditaati dan bagaimana

    tata cara pelaksanaannya. Bila kita melihat pengertian eksekusi diatas tampak

  • 39

    bahwa pengertian eksekusi terbatas pada eksekusi oleh pengadilan (putusan

    hakim), padahal dapat juga dieksekusi menurut hukum acara perdata yang

    berlaku HIR dan Rbg yang juga dapat dieksekusi adalah salinan / grosse akta

    yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarakan Ketuhanan Yang maha

    Esa” yang berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

    pengertian eksekusi dalam perkara perdata adalah upaya kreditur untuk

    merealisasikan haknya secara paksa jika debitur tidak secara sukarela

    memenuhi kewajibannya yang tidak hanya putusan hakim, tetapi pelaksanaan

    grosse akta serta pelaksanaan putusan dari institusi yang berwenang atau

    bahkan Kreditur secara langsung.

    2. Dasar Hukum Eksekusi

    Eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan

    kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, juga merupakan aturan dan tata

    cara lanjutan dari proses pemeriksanaan perkara. Eksekusi merupakan tindakan

    yang berkelanjutan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi

    merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib

    beracara yang terkandung dalam HIR atau RBG. Dan termasuk juga

    didalamnya pedoman aturan eksekusi yang harus merujuk pada pengaturan

    perundang-undangan sebagaimana diatur dalam HIR dan RBG (Harahap,

    1991:1).

  • 40

    Tata cara menjalankan putusan yang disebut juga dengan eksekusi,

    diatur lebih lanjut dalam Pasal 195 sampai dengan 208 dan Pasal 224 HIR atau

    Pasal 206 sampai dengan Pasal 240 dan Pasal 258 RBG. Selain pasal pasal

    tersebut, masih terdapat lagi yang mengatur pelaksanaan eksekusi yaitu Pasal

    225 HIR atau 259 RBG. Kedua pasal ini mengatur eksekusi tentang putusan

    pengadilan yang menghukum Tergugat untuk melakukan suatu ”perbuatan

    tertentu”. Dan Pasal 180 HIR atau Pasal 1919 RBG, yang mengatur

    pelaksanaan putusan secara “serta merta” (uitoverbaar bij voorraad) meskipun

    putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap (Harahap,

    1991:2).

    3. Asas-asas Eksekusi

    Dalam Pelaksanaan Eksekusi dikenal dengan beberapa asas yang harus

    dipegangi oleh pihak pengadilan, yakni sebagai berikut (Manan, 2006: 313):

    a. Putusan pengadilan harus sudah berkekuatan hukum tetap Sifat putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah tidak ada

    lagi upaya hukum dalam bentuk putusan tingkat pertama, bisa juga dalam

    bentuk putusan tingak banding dan kasasi. Sifat dari putusan yang sudah

    berkekuatan hukum tetap adalah litis finiri opperte, maksudnya tidak lagi

    tidak disengketakan oleh pihak-pihak yang beperkara.

    Putasan yang telah berkekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan

    mengikat para pihak-pihak yang beperkara dan ahli waris serta pihak-pihak

    yang mengambil manfaat atau mendapat hak dari mereka. Putusan yang

    berkekuatan kum tetap dapat dipaksa pemenuhannya melalui pengadilan

    jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan secara suka rela.

    Pengecualaian terhadap asas ini adalah:

    1) Pelaksanaan putusan uit voerbaar bij voorraad sesuai dengan pasal 191 ayat 1 RBg dan pasal 180 ayat 2

    2) Pelaksanaan putusan provisi sesuai dengan pasal 180 ayat 1 HIR, pasal 191 ayat 1 RBg dan pasal 54 Rv

  • 41

    3) Pelaksanaan putusan perdamaian sesuai dengan pasal 130 ayat 2 HIR dan Pasal 154 ayat 2 RBg

    4) Eksekusi berdasarkan Grose Akta sesuai dengan Pasal 224 HIR dan pasal 258 RBg

    b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela Sesuai dengan ketentuan Pasal 196 HIR dan Pasal 207 RBg maka ada

    dua cara menyelesaikan pelaksanaan putysan yaitu dengan cara sukarela

    karena pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan tersebut, dan

    dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh pengadilan.

    Pelaksanaan putusan pengadilan secara paksa dilaksanakan dengan

    bantuan pihak kepolosian sesuai dengan pasal 200 ayat 1 HIR.

    c. Putusan mengandung amar Condemnatoir Putusan yang bersifat ondemnatoir biasanya dilahirkan dari perkara

    yang bersifat contensius dengan proses pemeriksaan secara contradidoir. Para

    pihak yang beperkara terdiri dari para pihak Penggugat dan Tergugat yang

    bersifat partai.

    Adapun ciri-ciri putusan yang bersifat condemnatoir mengandung salah satu amar yang menyatakan:

    1) Menghukum atau memerintah untuk “menyerahkan” 2) Menghukum atau memerintah untuk “pengosongan” 3) Menghukum atau memerintah untuk “membagi” 4) Menghukum atau memerintah untuk “melakukan sesuatu” 5) Menghukum atau memerintah untuk “menghentikan” 6) Menghukum atau melakukan sesuatu untuk “membayar” 7) Menghukum atau melakukan sesuatu untuk “membongkar” 8) Menghukum atau melakukan sesuatu untuk “tidak melakukan sesuatu”

    d. Eksekusi di bawah tangan pimpinan Ketua Pengadilan Menurut Pasal 195 ayat 1 HIR dan Pasal 206 ayat 1 RBg yang

    berwenang melakukan eksekusi adalah pengadilan yang memutus perkara

    yang diminta eksekusi tersebut sesuai dengan kompetensi relatif. Pengadilan

    tingkat banding tidak diperkenankan melaksanakan eksekusi.

    Sebelum melaksanakan eksekusi, Ketua Pengadilan Agama terlebih

    dahulu mengeluarkan penetapan yang ditujukan kepada Panitera/ Juru Sita

    untuk melaksanakan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama.

    4. Macam-macam Eksekusi

    Pelaksanaan putusan hakim dalam hukum acara perdata terdadapat tiga

    jenis, yaitu (Sarwono, 2011:325):

  • 42

    a. Eksekusi Membayar Sejumlah Uang Dalam eksekusi membayar sejumlah uang ini jika ternyata dalam

    pelaksanaannya barang-barang milik pihak yang dikalahkan yang disita

    tidak mencukupi untuk membayar sejumlah utang yang ditetapkan dalam

    keputusan haki, dapat menyita barang-barang yang lain termasuk harta

    pusaka atau harta warisan yang telah dibagi milik pihak yang dikalahkan

    sampai diperkirakan mecukupi untuk membayar sejumlah utang yang telah

    ditentukan dalam putusan hakim ditambah dengan semua biaya untuk

    menjalanjan putusan hakim (pasal 197 HIR jo. Pasal 208 RBg).

    b. Eksekusi untuk Melakukan Suatu Perbuatan Eksekusi ini merupakan eksekusi yang mengandung penghukuman

    kepada pihak yang dikalahkan untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak

    melakukan suatu perbuatan (jika diganti dengan sejumlah uang). Dalam

    eksekusi ini pihak yang dikalahkan dal persidangan tidak dapat dipaksakan

    untuk memenuhi isi dari putusan hakim yang berupa perbuatan karena suatu

    perbuatan yang belum dilakukan dapat diganti dengan nilai sejumlah uang

    yang ditetapkan oleh hakim, sedangkan penggantian nilai sejumlah uang

    tersebut pelaksanaanya dapat dipaksakan (pasal 225 HIR jo. Pasal 259 jo.

    Pasal 606 a Rv).

    c. Eksekui Riil Eksekusi Riil merupakan pelaksanaan putusan pengadilan baik

    terhadap barang-barang bergerak maupun tidak bergerak dengan tujuan

    untuk memenuhi prestasi yang dibebankan kepeda pihak yang dikalahkan

    dalam suatu perkara di persidanga Pengadilan Negeri.

    D. Peraturan Perundang-undangan tentang Jaminan Fidusia

    Saat ini ketentuan mengenai jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-

    Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang lebih memberikan

    jaminan kepastian hukum bagi masyarakat terkait pelaksanaan fidusia. Secara

    yuridis, pengertian mengenai fidusia terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang-

    undang nomor 42 Tahun 1999, yaitu “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda

    atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

    dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu”.

  • 43

    Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang nomor 42 tahun 1999

    dinyatakan “Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta

    Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia”. Setelah

    tahapan pembebanan dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor

    42 Tahun 1999, akta perjanjian jaminan fidusia tersebut diwajibkan untuk

    didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-undang nomor

    42 tahun 1999, yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan

    fidusia wajib didaftarkan. Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji,

    dengan Sertipikat Jaminan Fidusia bagi kreditur selaku penerima fidusia akan

    mempermudah dalam pelaksanaan eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek

    jaminan fidusia.

    Pelaksanaan titel eksekutorial dari sertipikat Jaminan Fidusia

    sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang nomor 42 tahun 1999

    Tentang Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

    1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia.

    2. Penjualan benda yang menjadi obyek fidusia atas kekuasaan penerima

    fidusia sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan

    piutangnya dari hasil penjualan.

    3. Penjualan di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara

    pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh

    harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

  • 44

    Sehubungan diwajibkannya untuk mendaftarkan jaminan fidusia

    terkait Undang-undang nomor 42 tahun 1999 pasal 11 ayat (1), tata cara

    pendaftaran jaminan fidusia telah mengalami perubahan alur proses, yaitu dari

    manual proses menjadi online proses pada tahap pendaftaran hingga tahap

    pembayarannya dilakukan secara online (Ernawati, 2017:56). Adapun biaya

    pembuatan Akta Jaminan Pendaftaran Fidusia diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 tentang tata cara Pendaftaran Jaminan

    Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia pada pasal 18:

    “Pembuatan akta Jaminan Fidusia dikenakan biaya yang besarnya

    ditentukan berdasarkan nilai penjaminan, dengan ketentuan sebagai

    berikut:

    a. nilai penjaminan sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), biaya pembuatan akta paling banyak 2,5% (dua koma

    lima perseratus);

    b. nilai penjaminan di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00, (satu miliar rupiah), biaya

    pembuatan akta paling banyak 1,5% (satu koma lima perseratus);

    dan

    c. nilai penjaminan di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan antara notaris

    dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu perseratus) dari

    objek yang dibuatkan aktanya.”

    Dalam rangka pembiayaan konsumen kendaraan bermotor oleh

    perusahaan pembiayaan, konsumen menyerahkan hak milik atas kendaraan

    bermotor secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan.

    Sehingga untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan

    dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan

    bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan

  • 45

    pembiayaan, perlu dilakukan pendaftaran jaminan fidusia pada kantor

    pendaftaran fidusia. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia telah diatur

    khususnya dalam Peraturan Menteri Kuangan nomor 130/PMK.010/2012

    tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang

    Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan

    Pembebanan Jaminan Fidusia. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada

    perusahaan pembiayaan konsumen yang melakukan pembiayaan kendaraan

    bermotor sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 ay