blok 19 cor pulmonale copd

16
Cor Pulmonale et causa PPOK Dessy Christina Noelik [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No 6, JakartaTelp. (021) 5657867 Abstrak Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan, diuretik, digitalis, dan antikoagulan. Kata kunci : Kor Pulmonal, PPOK Abstract Cor pulmonale is hypertrophy / right ventricular dilatation caused due to pulmonary hypertension and pulmonary parenchymal disease or pulmonary veins that are not Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1

Upload: dessy

Post on 05-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

pbl blok 19

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

Cor Pulmonale et causa PPOK

Dessy Christina Noelik

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No 6, JakartaTelp. (021) 5657867

Abstrak

Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang

disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan

dengan kelainan jantung kiri. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada pasien

gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Penyakit paru obstruktif

kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis kor pulmonal

diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi, CT scan,

serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengobati kor pulmonal,

seperti pemberian oksigen, tirah baring dan, diuretik, digitalis, dan antikoagulan.

Kata kunci : Kor Pulmonal, PPOK

Abstract

Cor pulmonale is hypertrophy / right ventricular dilatation caused due to pulmonary

hypertension and pulmonary parenchymal disease or pulmonary veins that are not associated

with left heart abnormalities. To establish the presence of cor pulmonale clinically in patients

with respiratory failure required mark on the physical examination edema. Chronic obstructive

pulmonary disease (COPD) is a major cause of chronic respiratory insufficiency and cor

pulmonale. Investigations can be done to support the diagnosis of cor pulmonale include

laboratory examination, chest X-ray, echocardiography, CT scan and ECG. There are several

ways in which to treat cor pulmonale, such as oxygen administration, bed rest, diuretics,

digitalis, and anticoagulants.

Keywords : Cor pulmonale, COPD

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1

Page 2: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

Pendahuluan

Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal

yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah

pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan.1,2

Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel kanan dengan

bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengaruhi secara selektif

jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah

peningkatan dari resistensi aliran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi

arteri pulmonal.2

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut

tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi

ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1

Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial-

ekonomi. Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, seperti nama, umur, alamat,

dan pekerjaan. Untuk keluhan utama, biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai

diagnosis banding, dan memberikan gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting.

Pasien dapat ditanyakan mengenai keluhan yang dialami dan sejak kapan keluhan muncul.

Untuk riwayat penyakit sekarang, ditanyakan lebih mendalam mengenai keluhan utama,

seperti letak gejala, waktu munculnya gejala, lamanya gejala muncul, faktor pencetus timbulnya

gejala. Riwayat penyakit dahulu ini dapat ditanyakan mengenai gangguan atau penyakit lain

yang pernah dialami sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga pasien. Riwayat sosial dan

kebiasaan pribadi pasien tersebut juga ditanyakan.2

Keluhan utama: laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari

yang lalu.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2

Page 3: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

Riwayat penyakit sekarang: sesak makin memburuk saat beraktivitas, berkurang saat

istirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak 3

bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu lain. Tidak ada demam dan nyeri dada.

Riwayat penyakit dahulu: sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit keluarga: -

Riwayat pengobatan: -

Riwayat sosial: merokok

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan. Lalu

bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium. Dan

pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah,

frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.

a. Inspeksi

Diameter dinding dada yang membesar (barrel chest) , sianosis , jari tabuh. 2

b. Palpasi

Edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung

kanan dan ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Hepatomegali,

splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada

ventrikel kanan. 2

c. Perkusi

Pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa

menyebabkan asites. 2

d. Auskultasi

Pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru

akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic

pulmonary hypertension. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan

terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah terjadi fase

dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan

murmur akibat insufisiensi trikuspid. 2

Pemeriksaan penunjang

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 3

Page 4: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

a. Pemeriksaan radiologi

Pada foto toraks, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan,

dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup

oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragrna sehingga jantung tampaknya normal. 2

b. Elektrokardiografi2

a. Pada EKG Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

b. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

c. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

d. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

e. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan prekordial.

f. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena adanya

hiperinflasi.

g. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran

gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark

miokard.

c. Pemeriksaan tes faal paru

Sering ditemukan kelainan tes faal paru (spirometri) dan analisis gas darah. Ada

respons polisistemik terhadap hipoksia kronik. Tes faal paru dapat menentukan penyebab

dasar kelainan paru. Pada analisis gas darah bisa ditemukan saturasi O2 menurunnya

PCO2 biasanya normal. Bila kor pulmonal disebabkan penyakit vaskular paru, PCO2

biasanya normal. Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar misalnya karena PPOK

menahun dengan emfisema, PCO2 menigkat. 2

d. Ekokardiografi

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis

kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dimensi ruang ventrikel kanan membesar,

tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup

pulmonal gelombang ’a’ hilang menunjukan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 4

Page 5: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

pemeriksaan ekokardiografi sulit terlihat katup pulmonal karena accoustic window

sempit akibat penyakit paru. 2

Working Diagnosis : Kor pulmonal kronik et causa PPOK

Diagnosis kor pulmonal pada PPOK untuk menegakkan diagnosis kor pulmonal secara

pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara

tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang

mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun fungsional.1

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara

primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru.

Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor pulmonal berturut-

turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial

paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Kor pulmonal mempunyai insiden sekitar 6-7%

dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika serikat, dengan penyakit PPOK karena

bronkitis dan emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus kor pulmonal.1

Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan pada

ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang

menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang akhirnya dapat

menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal jantung. 1

Differential Diagnosis

1. Kor pulmonal akut

Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli

paru masif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia akibat pertukaran

gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia tersebut akan menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru. Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan

vasokonstriksi menyebabkan tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat

(hipertensi pulmonal).3

Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup

bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 5

Page 6: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-

tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang

terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun sampai syok, JVP yang meningkat, liver

yang membengkak dan nyeri dan bising insufisiensi katup trikuspid. 3

2. Congestive heart failure

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelaiann

fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian volume diastolik secara abnormal. 4

Mekanisme yang mendasari terjadinya aggal jantung kongestif adalah penurunan

kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi

penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini

akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal. Vasokontriksi dan retensi air

untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan

preload akan meningkatkan kontraksi jantung melalui hukum starling. Apabila keadaan

ini tidak segera diatasi, peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan

lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.4

Etiologi

Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam 4 kelompok :1

1. Penyakit pembuluh darah paru

2. Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh mediastinum, aneurisma, granuloma atau

fibrosis

3. Penyakit neuromuskular dan dinding dada

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli termasuk PPOK. Penyakit paru

lainnya adalah penyakit paru interstisial dan gangguan pernapasan saat tidur.

Epidemiologi

Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi

tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7 %

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 6

Page 7: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

dari seluruh penyakit jantung. Di Inggris, terdapat kira-kira 0.3%, sedikitnya populasi dengan

resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi

telah mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. 5

Patofisiologi

Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bed paru, hipoksia, dan hiperkapnea/

asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru,

demikian juga asidosis respiratorik. Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia

sehingga visikositas darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada akhirnya

juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya penurunan vaskuler

bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini

disebut dengan hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan

pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan kompensasi berupa hipretrofi dan

dilatasi. Keadaan ini yang disebut dengan Cor Pulmonal. Jika mekanisme kompensasi ini gagal

maka terjadilah gagal jantung kanan.1

Manisfestasi klinis

Dalam perjalana penyakit kor pulmonal dibedakan 5 fase, yaitu : 6

Fase I

Pada fase ini belum ada gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal

penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis, tuberkulosis paru, bronkiektasis

dan sejenisnya. Pasien biasanya sudah berumur lebih dari 50 tahun dan sering dalam

anamnesis terdapat kebiasaan banyak merokok. 6

Fase II

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara

lain, batuk lama yang berdahak terutama bronkiektasis, sesak napas, mengi, sesak napas

ketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum

nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas

berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah

dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya

corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal. 6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 7

Page 8: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

Fase III

Pada fase ini terjadi gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan keluhan

berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, dan merasa cepat lelah. Pada

pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema paru yang

lebih nyata. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya polisistemia. 6

Fase IV

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada

keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran. 6

Fase V

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat. Tanda-

tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat

kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung

kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali,

edema tungkai dan kadang asites. 6

Penatalaksanaan

1. Terapi oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup

belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi

vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi

sekuncup ventrikel kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan

meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. 1

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health,

USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH) meningkatkan

kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa terapi oksigen.1

2. Digitalis

Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung

kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor

pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi

ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Pada

pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. 1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 8

Page 9: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

3. Diuretik

Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan. Namun

harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis

metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi

diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel kanan

dan curah jantung menurun. 1

4. Vasodilator

Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa

adrenergik, dan postaglandin. Bekerja langsung merelaksasikan otot polos arteri

menyebabkan vasodilatasi, namun pemakainnya belum direkomendasikan secara rutin. 1

5. Antikoagulan

Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat disfungsi dan

pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien. 1

Prognosis

Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun

dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien.7

Pasien dengan PPOK yang menderita cor pulmonale memiliki angka kematian 50% pada

2-3 tahun, meskipun ini mungkin ditingkatkan dengan oksigen.8

Kesimpulan

Kor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi dari ventrikel

kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari sistem pernapasan. Penyebab yang

paling sering adalah PPOK, dimana terjadi perubahan struktur  jalan napas dan hipersekresi yang

mengganggu ventilasi alveolar. Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernafasan,

dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor

pulmonal.

Kor pulmonale sangat erat hubunganya dengan hipertensi pulmonal. Diagnosis kor

pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi pulmonal akibat dari kelainan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 9

Page 10: Blok 19 Cor Pulmonale Copd

fungsi dan atau struktural paru. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung

diagnosis kor pulmonal diantaranya adalah pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan foto toraks,

ekokardiografi, CT scan, serta pemeriksaan EKG. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk

mengobati kor pulmonal, seperti pemberian oksigen, tirah baring dan, diuretik, digitalis, dan

antikoagulan.

Daftar Pustaka

1. Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI;

2009.h. 1842-4.

2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrison’s

Principles of Internal Medicine. Edisi 13. United States of America: The McGraw-Hill

Companies Inc; 2008.p. 217-244

3. Kumar, Clark. Cardiovascular disease. Clinical medicine. 6th ed. Philadelphia.: Elsevier

Saunders; 2005.p. 725-7.

4. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2. Jakarta:

EGC; 2007.h. 53-4.

5. Harun S., Ika PW. Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid

IIIedisi IV. 2008. Hal. 1695-96

6. Mubin AH. Kor pulmonale kronik. Dalam: Panduan praktis ilmu penyakit dalam

diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2001.h. 125-6.

7. Gray H, Dawkins Keith, Morgan J, Simpson I. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga

Medical Series; 2005.p.80-96.

8. Nixon JV. The AHA Clinical Cardiac Consult. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins;2010.p.136-7

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 10