blok 17 -p2
TRANSCRIPT
1. Definisi Kista Kista merupakan rongga patologis yang biasanya berkapsul jaringan ikat, berisi cairan kental atau semi liquid, tidak disebabkan oleh akumulasi pus dan dapat berada dalam jaringan lunak atau keras. Cairan yang terkandung di dalamnya mengandung kristal kolesterol. Bisa dibatasi oleh epitel, namun bis juga tidak. Dapat menyebabkan pembesaran intraoral atau ekstraoralyang secara klinis dapat menyerupai tumor jinak.
Infeksi gigi yang kronis dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya kista. Diagnosa kista ditentukan dengan Ro-photo dan pemeriksaan cairan untuk menemukan kristal kolesterol. Kista ini dapat menjadi fokal infeksi dan ada jenis kista yang dapat berubah menjadi maligna.Pada stadium permulaan kista tidak menimbulkan keluhan-keluhan sehingga kista yang kecil ditemukan secara kebetulan dari gambaran foto rontgen. Tetapi lambat laun kista ini akan bertambah besar dan akhirnya pasien mengeluh karena adanya benjolan atau karena adanya komplikasi-komplikasi yang terjadi.Di daerah mulut, kista yang terjadi ada yang berasal dari jaringan gigi dan ada pula yang bukan berasal dari jaringan gigi.2. Definisi Kista Odontogenik Kista Odontogenik merupakan kista yang dinding epitelnya berasal dari sisa-sisa organ pembentuk gigi (odontogenik) yang mampu berproliferasi dan potensial menjadi tumor.
3. Etiologi dan Patogenesis Kista dapat terletak seluruhnya di dalam jaringan lunak atau di antara tulang atau juga di atas permukaan tulang. Kista yang terletak pada tulang rahang kemungkinan epitelnya berasal dari epitel odontogenik, misalnya dari sisa dental lamina atau organ email.
Gambar perkembangan kista(diambil dari buku “Oral and Maxillofacial A Rationale for Diagnostic and Treatment) Gambar diatas menunjukkan bahwa perkembangan kista dimulai dan dilanjutkan oleh stimulasi sitokin terhadap sisa-sisa epitel dan ditambah dengan produk-produk centra cellular breakdown yang menghasilkan solusi hiperaluminal sehingga menyebabkan fluid transudate dan kista yang semakin membesar. Berdasarkan dugaan asal dinding epitelnya, kista odontogenik berasal dari sisa-sisa epitel organ pembentuk gigi. Hal ini diakibatkan adanya proliferasi dan degenerasi kistik dari epitel odontogenik. Berdasarkan etiologinya kista ini dapat dibagi lagi menjadi tipe developmental dan inflammatory. Ada tiga macam sisa epitel yang berperan dalam pembentukan beberapa kista odontogenik, yakni:a. Sisa-sisa epitel atau glands of serres yang tersisa setelah terputusnya dental lamina. Ini merupakan penyebab keratosis odontogenik. Juga dapat menjadi penyebab beberapa kista odontogenik developmental lainnya, seperti kista gingiva dan kista periodontal lateral.b. Epitel email tereduksi yang berasal dari organ email dan menutupi gigi impaksi yang sudah terbentuk sempurna. Kista dentigerous (folikuler), kista erupsi, dan kista paradental inflammatory berasal dari jaringan ini.c. Sisa-sisa Malassez yang terbentuk melalui fragmentasi dari epithelial root sheath of Hertwig. Seluruh kista radikuler berasal dari sisa-sisa jaringan ini.4. Klasifikasi Kista Odontogenik Kista Odontogenik disubklasifikasikan menjadi kista yang berasal dari developmental dan kista inflammatory. Kista Developmenal yakni yang tidak diketahui penyebabnya, namun tidak terlihat sebaga hasil reaksi inflammatory. Kista inflammatory merupakan kista yang terjadi karena inflamasi.
1. Developmental cyst a. Primordial cyst (Odontogenic Keratocyst)Kista yang berasal dari epitel email organ yang akan membentuk benih gigi tapi terganggu pertumbuhannya. Dapat berasal dari benih gigi normal atau berasal dari benih gigi yang berlebih. Dan seperti kista-kista yang lain, maka cairan kolesterol yang terbentuk makin bertambah besar juga.
Sesuai dengan definisinya, kista primordial tumbuh sebagai pengganti gigi. Kiranya, bentuk folikel gigi dan sesudah itu berlanjut menjadi degenerasi kista bahkan tanpa odontogenesis yang sempurna. Terdapat lapisan epitel yang mengelilingi jaringan pengikat yang mengalami keratinisasi. Dan jika kista ini berasal dari benih gigi yang normal maka gigi normal itu akan tidak nampak di mulut (impaksi). Menurut Thomas, kista primordial sering dijumpai pada regio molar tiga dan sering meluas ke regio ramus assendens dan biasanya merupakan kista yang multinuklear.Kista ini merupakan kista odontogenik yang jarang, dan bakal lesi sebagai kista primordial dapat menandakan kista residual. Histologi dari lesi ini merupakan epitelium skuamous stratified nondeskrip. Riwayat gigi yang lengkap penting untuk menetapkan diagnosa kista primordial (dibandingkan kista residual), meskipun beberapa diagnosa sering memiliki makna klinis yang kecil dalam hubungannya dengan perencanaan perawatan dan pembuatan keputusan.
b. Kista GingivaSisa-sisa epitel dari lamina dentalis dapat membentuk kista kecil yang dapat terlihat sebagai kista gingiva. Tetapi hal ini jarang terjadi, karena biasanya kista kecil ini menghilang dalam proses perkembangan yang normal. Dapat juga kista ini dilapisi dengan lapisan epitel yang tipis dan juga terdapat massa seperti keratin. Atau bisa juga merupakan kelompok epitel dengan degenerasi hidrogen dari sel-sel sentralnya. Dapat juga merupakan jaringan-jaringan kelenjar yang heterogen.Gambaran klinik dari kista ini berupa pembengkakan kecil pada gingiva dan biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan histologis dari jaringan gingiva.Perawatan:Jika terdapat kista ini, harus dilakukan eksisi.Ada 2 macam kista gingiva, yaitu :1. Kista Gingiva pada BayiKista gingiva pada neonatal umumnya terjadi secara multipel tetapi kadang-kadang terjadi sebagai nodul yang soliter. Kista ini bertempat pada ridge alveolar pada neonatal atau bayi muda. Struktur ini berawal dari sisa lamina gigi dan terletak dalam corium dibawah permukaan epitelium. Kadang-kadang, kista ini dapat menjadi cukup besar sehingga dapat tercatat secara klinis sebagai pembengkakan berwarna putih yang terpisah pada ridge. Kista ini umumnya tidak bergejala dan tidak menimbulkan rasa tidak nyaman bagi bayi.Nodul Bohn dan mutiara Epstein (Epstein pearl) adalah dua jenis lesi yang mirip dengan kista gingiva yang kadang-kadang membingungkan, bagaimanapun, lokasi dan etiologi dari lesi ini agak berbeda. Epstein pearl adalah nodul kistik yang berisi keratin yang ditemukan sepanjang raphe midpalatina dan sedikit berasal dari sisa epitelial yang terjerat sepanjang garis peleburan. Nodul Bohn adalah kista berisi keratin yang menyebar pada seluruh palatum, tetapi kista ini umumnya tampak pada hubungan antara palatum keras dan palatum lunak. Kista ini sepertinya berasal dari struktur glandula salivary palatal.Secara histologi, kista gingiva pada neonatal adalah kista sejati dengan suatu tepi epitelial yang tipis. Lumen biasanya terisi dengan keratin tetapi dapat terdiri dari beberapa sel radang, kalsifikasi distropik, dan hyaline body, seperti yang umumnya ditemukan pada kista dentigerous.Tidak ada perawatan yang diperlukan untuk lesi ini, yang mana biasanya lenyap dengan pembukaan ke permukaan mukosa atau melalui gangguan erupsi gigi. Kista ini seperti kebanyakan yang dijelaskan dalam literatur lama sebagai geligi predesidui.
2. Kista Gingiva pada Orang Dewasa
Kista gingiva pada orang dewasa hanya ditemukan pada jaringan lunak pada daerah premolar bawah. Kista ini muncul sebagai lesi yang meregang, fluktuan, vesikular dan berbentuk bulla. Secara histologi, kista ini terlihat seperti kista periodontal lateral, dan kista ini kemungkinan memiliki gambaran lesi yang sama jika ditemukan pada jaringan lunak.c. Kista Periodontal Lateral Kista ini biasanya tidak tampak secara klinis tetapi terdeteksi pada pemeriksaan radiografi. Kista ini
memiliki suatu histologi yang berbeda teriri dari dinding kista noninflamasi fibrous yang tebal, dan batas epitelium terbuat dari sel kubus yang tipis. Tepi ini tidak sempurna dan mudah terkelupas dengan gambaran penebalan sel bersih pada interval berkala. Kista ini tumbuh dari lamina gigi postfungsional dan tidak ada penjelasan yang baik diketahui untuk lokalisasi yang ditunjukkan.Gambaran klinisnya, lesi ini biasanya asymtomatik dan diameternya kurang dari 1cm, jika kista terinfeksi sekunder, maka lesi ini akan menunjukkan suatu abses lateral periodontal. Sekitar 50-75% kista ini berkembang pada mandibula, umumnya pada gigi insisivus pertama sampai premolar kedua, dan pada maxilla pada gigi insisivus sentral sampai caninus.Secara radiologis terdapat gambaran radiolusensi berbatas tegas dengan kortical boundary dan berbentuk bulat oval, kadang-kadang dengan akar yang radiopak.Kista kecil bisa mempengaruhi lamina dura gigi tetangga. Kista yang berukuran besar dapat menggeser gigi-gigi tetangga dan mengakibatkan ekspasi.
d. Kista Dentigerous (Folikuler)Kista dentigerous adalah kista odontogenik yang berkembang dalam folikel dental yang normal dan mengelilingi gigi yang tidak erupsi. Kista dentigerous diperkirakan tidak menjadi neoplastik. Lebih sering ditemukan dalam daerah dimana terdapat gigi yang tidak erupsi, yaitu gigi molar ketiga rahang bawah, molar ketiga rahang atas dan kaninus rahang atas dengan penurunan frekuensi mulai dari molar ketiga rahang bawah hingga kaninus rahang atas. Kista ini dapat tumbuh sangat besar dan dapat menggerakkan gigi, tetapi, lebih umumnya, kista ini relatif kecil. Kista dentigerous tunggal adalah kista odontogenik kedua yang paling sering ditemukan setelah kista radikular. Terkadang dapat terjadi kista bilateral (yang terjadi pada kedua sisi wajah) ataupun kista multiple, yang telah dilaporkan ditemukan pada pasien dengan penyakit sistemik seperti mucopolysaccharidosis dan cleidocranial dysplasia.Beberapa gigi kecil ini disebut odontoma. Kista ini dapat dibagi dalam:• Tipe sentral di mana kista meliputi korona gigi secara simetris, sehingga korona gigi terdapat di sentral. Tipe ini yang paling banyak dijumpai.• Tipe lateral di mana kista berkembang pada sisi lateral gigi. Kista ini jenis ini tidak banyak terjadi.• Tipe multilateral terdiri atas banyak kista dan terjadi sebagai akibat proses degenerasi dari sekelompk sel-sel lamina dentalis yang kemudian menjadi kista.
GejalaKebanyakan kista dentigerous tidak disertai rasa sakit. Bila kista berukuran kecil, biasanya akan terlihat pada pemeriksaan radiografik, yang dilakukan karena adanya gejala kista dan untuk melihat kondisi gigi yang impaksi. Namun bila kista membesar, biasanya terjadi pembengkakan wajah yang tidak disertai rasa sakit.Gambaran RadiografikPenampakan radiografi biasanya adalah suatu lesi radiolusen yang terdermakasi dengan baik menyerang pada sudut akut dari daerah servikal suatu gigi yang tidak erupsi. Tepi lesi dapat radiopak. Perbedaan gambaran radiografi antara kista dentigerous dan folikel dental normal selalu didasarkan pada ukurannya. Bagaimanapun, secara histologi, suatu perbedaan selain dari ukurannya telah ditemukan. Folikel gigi secara normal dibatasi oleh berkurangya epitel enamel, jika kista dentigerous dibatasi oleh suatu epitelium skuamos stratified tidak terkeratinisasi. Kalsifikasi distropik dan suatu kelompok sel mukous dapat ditemukan dalam kista. Selain itu juga lazim ditemukan resorpsi radiks gigi di daerah yang berdekatan dengan lesi. Kista dentigerous berkembang dari epitel folikular dan epitelium folikular memiliki suatu potensi yang besar untuk bertumbuh, berdiferensiasi dan berdegenerasi dibandingkan dengan epitrlium dari kista radikuler. Kadangkala, lesi yang lebih merugikan lainnya muncul dalam dinding kista dentigerous, termasuk karsinoma epidermoid yang muncul dari sel mukosa didalam dinding kista, ameloblastoma (lihat tumor odontogenik; 17% ameloblastoma muncul dalam sebuah kista dentigerous), dan karsinoma sel skuamous. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, kista dentigerous juga
dapat menjadi sangat besar dan dapat memberikan risiko fraktur rahang patologis kepada pasien.Temuan ini berisikan paling banyak alasan medis untuk pengangkatan gigi molar ketiga yang impaksi dengan radiolusensi perikoronal, bagaimanapun, gigi yang impaksi dengan radiolusensi perikoronal yang kecil (dengan kesan adanya folikel gigi yang normal dibandingkan kista dentigerous) juga dapat diamati dengan pemeriksaan radiografi secara berseri. Peningkatan ukuran lesi harus dilakukan pengangkatan dan pemeriksaan histopatologi yang tepat. Beberapa lesi yang tampak lebih besar dibandingkan folikel gigi normal mengindikasikan pengangkatan dan pemeriksaan histopatologi.Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi dari kista dentigerous di antaranya:a. Kista yang terjadi pada rahang atas dapat menyumbat dan merubah posisi maxillary antrum dan rongga hidung, terutama kista yang berukuran besar.b. Kista yang terjadi pada rahang bawah dapat menyebabkan parestesi dan dapat terjadi perubahan displastik.Perawatan Mengingat kista ini dapat membesar, perawatan yang diindikasikan adalah pengangkatan lesi dan gigi yang bersangkutan dengan cara pembedahan. Enukleasi adalah pilihan perawatan pada 16 kasus yang pernah dipublikasikan, dan pada lesi yang lebih besar dapat dilakukan drainase dengan pembedahan dan marsupialisasi untuk membebaskan tekanan di dalam kista dan mencegah kerusakan pada gigi permanen yang terlibat.
e. Buccal Bifurcation Cyst (BBC)Gambaran klinis• Tertundanya erupsi M1 dan M2 mandibula• Pada pemeriksaan klinis, molar mungkin missing atau puncak cusp lingual bisa abnormal menonjol keluar melalui mukosa, lebih tinggi dari pada posisi cusp buccal.• Gigi geligi selalu vital• Hard swelling bisa terdapat pada buccal molar dan jika terdapat infeksi sekunder, pasien bisa merasakan nyeri.Gambaran RO• Lokasio Paling sering terjadi pada m1 mandibulao Terkadang terjadi secara bilateralo Selalu terdapat pada furkasi buccal dari molar yang bersangkutan• Batas Luar dan Bentuko Pada beberapa kasus tidak ada batas luar, lesi bisa sangat halus region radiolusen berlapis pada gambaran akar molar.o Beberapa kasus, lesi memiliki bentuk sirkular dengan tepi cortical yang tega• Struktur InternalRadiolusen
f. Kista Erupsi Kista erupsi ini terjadi pada gigi yang hendak erupsi dan ditutupi lapisan mukosa. Kista berkembang sebagai hasil dari pemisahan trem dental folikel sekitar mahkota gigi erupsi yang masih berada dalam jaringan lunak diatas tulang alveolar. Jika kista ini meluas ke sebelah sisi gigi yang sedang erupsi itu dan tidak hanya terdapat pada permukaan gigi tersebut, maka kista ini disebut kista dentigerous. Pada lapisan epitel yang mengelilinginya terdapat jaringan pengikat fibrous yang mengandung sel-sel inflamasi.Sering terdapat pada gigi desidui atau gigi molar permanen yang hendak erupsi. Pemeriksaan klinisKista erupsi terlihat halus, sering translusen, bengkak pada mukosa gingiva yang berada diatas
mahkota gigi desidui atau gigi permanen. Lesi sering terlihat pada gigi molar permanen dan insisivus maksila.Perawatan:Biasanya kista ini ruptur dengan sendirinya, tetapi jika tidak, harus ditolong dengan eksisi supaya gigi dapat erupsi.g. Keratosis odontogenik
Keratosis odontgenik (OKC) adalah kista odontogenik yang paling penting. Kista ini dapat memiliki beberapa gambaran klinis; memiliki penampakan yang sangat besar, dan diagnosanya adalah dengan pemeriksaan histologi. Lesi ini berbeda dari kista lainnya; kista ini agresif dan dapat menjadi sulit untuk diangkat. Keratosis odontogenik dapat tumbuh sangat cepat, dan seringkali rekuren. Kista ini merupakan kista odontogenik terbanyak ketiga dan termasuk dalam diagnosa banding beberapa radiolusensi pada rahang. Meskipun 40% dari OKC ini tampak berhubungan dengan dentigerous, 9% kista dentigerous adalah OKC jika dilakukan pemeriksaan histologi. Kista ini juga ditemukan sebagai bagian dari sindrom nevus sel basal (basal cell nevus syndrome), yang juga diketahui sebagai sindrom Gorlin (lihat Basal cell nevus syndrome)Secara histologi, kista ini terbentuk dengan suatu epitelium skuamous stratified yang memproduksi ortokeratin (10%), parakeratin (83%), atau kedua jenis keratin (7%). Garis epitelial menunjukkan gambaran yang berombak-ombak jika dilihat dibawah mikroskop. Ditemukan suatu lapisan basal hiperkromatik yang terpolarisasi dengan baik, dan sel-sel tersebut menyisakan basaloid hampir ke permukaan. Tidak ditemukan adanya ridge yang terselubung, oleh karena itu, epitelium seringkali terkelupas dari jaringan penghubung (94% dari waktunya). Epitelium ini tipis, dan sering ditemukan adanya aktivitas mitotik, oleh karena itu, OKC tumbuh dalam cara neoplastik dan bukan sebagai respon terhadap tekanan dari dalam. Lumen sering diisi dengan bahan seperti keju yang berbau busuk yang bukan merupakan pus tetapi melainkan kumpulan keratin yang terdegenerasi.Lesi bertumbuh dalam cara multilocular bosselate dengan anak kista yang meluas kesekeliling tulang. Karena hubungannya tersebut, kecenderungan untuk rekuren menjadi tinggi, khususnya jika perawatan bedah yang asli tidak menghasilkan pengangkatan lesi secara menyeluruh. Enukleasi dengan ostektomi peripheral dan/atau cryosurgery merupakan bentuk perawatan yang paling umum. Follow-up radiografi jangka panjang sangat perlu untuk dilakukan. Jika lesi ini dibiarkan tanpa perawatan, lesi ini dapat menjadi sangat besar dan merusak secara lokal. Jenis OKC yang berbeda yaitu yang hanya memproduksi ortokeratin memiliki aktifitas yang berbeda dibandingkan dengan jenis OKC lainnya. Kista ini hampir selalu ditemukan sehubungan dengan dentigerous, biasanya mengelilingi molar ketiga rahang bawah, dan biasanya kurang agresif dibandingkan jenis lainnya. Jenis ini tidak memiliki lapisan basal hiperkromatik, nyatanya, lapisan basalnya rata. Jenis ini tidak dihubungkan dengan sindrom nevus sel basal.
h. Basal Cell Nevus SyndromeGambaran klinisnya mulai terlihat pada awal-awal kehidupan, biasanya setelah umur 5 tahun dan sebelum 3 tahun, dengan perkembangan kista rahang dan karsinoma sel basal kulit. Gejalanya sangat kompleks termasuk hypertelorisme, midface hypoplasia, relatif frontal bossing dan prognatisme, retardasi mental, schizophrenia, karsinoma sel basal yang multipel, kalsifikasi dari falx serebri, bifid rib, telapak tangan yang berbintik-bintik (bintik-bintik tersebut kemudian berkembang menjadi karsinoma sel basal), dan OKC yang multipel. OKC multipel merupakan diagnosa untuk sindrom nevus sel basal sampai terbukti jika tidak. Lesi kulit kecil, flat, berwarna daging atau papul-papul coklat yang dapat terjadi dimana saja pada tubuh khususnya pada muka dan leher.Hal ini merupakan penyakit herediter dengan autosomal dominan yang diwariskan dan penetrasi yang tinggi. Pada pasien dengan OKC, 5% memiliki sindrom nevus sel basal. Identifikasi dini pada pasien ini dan lesinya merupakan kunci untuk meningkatkan ketahanan jangka panjang dan memperbaiki kualitas hidupnya.
Multiple keratosis dapat berkembang secara bilateral dan dapat berukuran macam-macam mulai dari 1mm-beberapa cm diameternya.
AMELOBLASTOMA
1. Definisi
Definisi ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar, pada gigi
selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di rahang bawah dari rahang atas. Ini
diakui pada tahun 1827 oleh Cusack. Jenis neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai
adamantinoma pada 1885.
Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke bagian lain
dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan kelainan
yang parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel yang abnormal
mudah infiltrat dan menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas
diperlukan untuk mengobati gangguan ini
Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional dan terbentuk
dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya tumbuh
dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan neoplasma
malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus mandibula dibanding pada
maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul.(1,3,4,5)
2. Etiologi
Pada saat ini kebanyakan para ahli mempertimbangkan ameloblastoma dengan asal
yang bervariasi, walaupun stimulus yang menimbulkan proses tersebutbelum diketahui.
Selanjutnya, tumor tersebut kemungkinan terbentuk dari :
1. Sisa sel – sel dari organ enamel, baik itu sisa lamina dental, sisa-sisa epitel Mallasez
atau sisa-sisa pembungkus Hertwig yang terkandung dalam ligamen periondontal gigi
yang akan erupsi.
2. Epitelium darikista odontogenik terutam kista dentigerous
3. Gangguan perkembangan organ enamel
4. Sel-sel basal dari epitelium permukaan rahang
5. Epitelium Heterotropik pada bagian-bagian lain dari tubuh, khususnya kelenjar
pituitary.
Stankey dan Diehl (1965) yang mengulas 641 kasus ameloblastoma, menemukan
bahwa108 kasus dari tumor-tumor inidihubungkan dengan gigi impaksi dan suatu kista
folikular ( dentigerous). (6,7,8,9)
3. Gambaran Klinis
Ameloblastoma merupakan tumor yang jinak tetapi merupakan lesi invasif secara lokal,
dimana pertumbuhannya lambat dan dapat dijumpai setelah beberapa tahun sebelum
gejala-gejalanya berkembang. Ameloblastoma dapat terjadi pada usia dimana paling
umum terjadi pada orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50 tahundan hampir
dua pertiga pasien berusia lebih muda dari 40 tahun. Hampir sebagian besar kasus-
kasus yang dilaporkan menunjukkan bahwa ameloblastoma jauh lebih sering dijumpai
pada mandibula dibanding pada maksila. Kira-kira 80% terjadi dimandibula dan kira-kira
75% terlihat di regio molar dan ramus, Ameloblastoma maksila juga paling umum
dijumpai pada regio molar.(3,4,6,7,8,9)
Pada tahap yang sangat awal , riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala).
Ameloblastoma tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun, dan tidak ditemui
sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara rutin. Pada tahap awal , tulang
keras dan mukosa diatasnya berwarna normal. Pada tahap berikutnya, tulang menipis
dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada penekanan
dan dapat memiliki gambaran berlobul pada radiografi. Dengan pembesarannya, maka
tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan
tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan
yang progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista
odontogenik. Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan
mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih lanjut,kemungkinan ada rasa
sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga dapat goyang bahkan tanggal.(3,4,6)
Pembengkakan wajah dan asimetris wajah adalah penemuan ekstra oral yang penting.
Sisi asimetris tergantung pada tulang utama atau tulang-tulang yang terlibat.
Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan saraf atau
terjadi komplikasi infeksi sekunder. Terkadang pasien membiarkan ameloblastoma
bertahan selama beberapa tahun tanpa perawatan dan pada kasus-kasus tersebut
ekspansi dapat menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif dari pertumbuhan karsinoma
yang tidak terjadi. Pada tahap lanjut, ukurannya bertambah besar dapat menyebabkan
gangguan penguyahan dan penelanan.(4,6,9)
Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan dengan perkembangan
ameloblastoma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tumor ini sering kali diawali
oleh pencabutan gigi, kistektomi atau beberapa peristiwa traumatik lainnya. Seperti
kasus-kasus tumor lainnya pencabutan gigi sering mempengaruhi tumor (tumor yang
menyebabkan hilangnya gigi) selain dari penyebabnya sendiri.(9)
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian menjadi kista pada
pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan tumor jinak tetapi karena
sifat invasinya dan sering kambuh maka tumor ini menjadi tumor yang lebih serius dan
ditakutkan akan potensial komplikasinya jika tidak disingkirkan secara lengkap. Tetapi
sudah dinyatakan bahwa sangat sedikit kasus metastasenya yang telah dilaporkan.(3,6)
4. Gambaran Histopatologis
Sejumlah pola histologis digambarkan dalam ameloblastoma. Beberapa diantaranya
memperlihatkan tipe histologis tunggal, yang lainnya dapat menunjukkan beberapa
pola histologis didalam lesi yang sama. Yang umum untuk semua tipe ini adalah
polarisasi sel-sel sekitar dibentuk seperti sarang yang berproliferasi kedalam pola yang
serupa dengan ameloblas dari organ enamel. Secara kasar, ameloblas terdiri dari
jaringan kaku yang berwarna keabu-abuan yang memperlihatkan daerah kistik yang
mengandung cairan kuning yang bening.(10)
Amelobalstoma secar dekat menyerupai organ enamel, walaupun kasus-kasus yang
berbeda dapat dibedakan dari kemiripan mereka untuk tahap-tahap odontogenesisyang
berbeda. Karena pola-pola histologis ameloblastoma sangat bervariasi, maka sejumlah
tipe yang berbeda secara umum dijelaskan(9) :
4.1 Folikular
Ameloblastoma folikular terdiri dari pulau-pulau epitel dengan dua komponen berbeda.
Bagian sentral dari pulau epitel mengandung suatu jalinan sel-sel yang rumit dan
longgar yang menyerupai stelate retikulum dari organ enamel. Disekeliling sel-sel ini
adalah lapisan sel-sel kolumnar tinggi dan tunggal dengan nukleusnya berpolarisai jauh
dari membran dasar. Degenerasi kistik umumnya terjadi dibagian sentral pulau-pulau
epitel, meninggalkan ruang yang jelas dan dibatasi oleh sel-sel stelate padat. Kelompok
sel-sel epitel dipisahkan oleh sejumlah steoma jaringan fibrosa.(7,8,9)
4.2 Pleksiform
Pada ameloblastoma pleksiform, sel-sel tumor yang menyerupai ameloblas tersusun
dalam massa yang tidak teratur atau lebih sering sebagai suatu jaringan dari untaian
sel-sel yang berhubungan. Masing-masing massa atau untaian ini dibatasi oleh lapisan
sel-sel kolumnar dan diantara lapisan ini kemungkinan dijumpai sel-sel yang
menyerupai stalate retikulum. Namun demikian, jaringan yang menyerupai stalate
retikulum terlihat kurang menonjolpada tipe ameloblastoma pleksiform dibanding pada
ameloblastoma tipe folikuler dan ketika dijumpai secara keseluruhan tersusun pada
bagian perifer daerah degenerasi kistik.(7,8,9)
4.3 Akantomatosa
Dalam ameloblastoma akantomatosa, sel-sel yang menempati posisi stalate retikulum
mengalami metaplasia squamous, terkadang dengan pembentukan keratinpada bagian
sentral dari pualu-pulau tumor. Terkadang, epitel pearls atau keratin pearls dapat
dijumpai.(9,11)
4.4 Granular
Pada ameloblastoma sel granular, ada ciri-ciri transformasi sitoplasma, biasanya sel-sel
yang menyerupai stelate retikulum sehingga mengalami bentuk eosinofil, granular yang
sangat kasar. Sel-sel ini sering meluas hingga melibatkan sel-sel kolumnar atau
kuboidal periperal. Penelitian ultrastruktural, seperti yang dilakukan Tandler dan Rossi,
menunjukkan bahwa granul-granul sitoplasmik ini menunjukkan lisosomal dengan
komponen-komponen sel yang tidak dapat dikenali. Hartman telah melaporkan
serangkaian kasus ameloblastoma sel granular dan memperkirakan bahwa tipe sel
granular ini terlihat menjadi lesi yang agresif dan cenderung untuk kambuh kecuali
dilakukan bedah yang sesuai pada operasi pertama.(7,9)
Walaupun pola histologis yang berbeda telah memunculkan berbagai nama-nama untuk
menjelaskan lesi tersebut, namun gambaran klinisnya adalah sama.(6)
Ameloblastoma terkadang perkembangnnya ditemukan didalam dinding kista
odontogenik. Tergantung pada tahap perkembangan tumor, berbagai istilah digunakan
untuk menjelaskan perubahan-perubahan seperti intarluminal, mural dan
amelobalstoma invasif.
Istilah amelobastoma intraluminal digunakan ketika ameloblastoma berkembang
kedalam lumen dan tidak menganggu dinding kista.
Istilah ameloblastoma mural digunakan ketika amelobalstoma dijumpai didinding kista
dan masih dibatasi oleh dinding-dinding kista. Pada dua situasi tumor ini secara komplit
dibatasi didalam kista, suatu pendekatan bedah yang lebih konversatif sering dilakukan.
Istilah ameloblastoma invasif digunakan ketika tumor tersebut telah meluas keluar
dinding kista dan kedalam tulang yang berbatasan atau kedalam jaringan lunak atau
ketika tumor berkembang dari epitel lain selain dari epitel kista. Suatu prosedur bedah
yang lebih radikal sering disarankan untuk keadaan ini.(7)
5. Gambaran Radiografi
Pada radiografi ameloblastoma secara klasik digambarkan sebagai suatu lesi yang
menyerupai kistamultilokular pada rahang. Tulang yang terlibat digantikan oleh
berbagai daerah radiolusen yang berbatas jelas yang member lesi suatu bentuk seperti
sarang lebah atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas
yang menunjukkan suatu ruang tunggal. Suatu ameloblastoma menghasilkan lebih luas
resobsiakar gigi yang berkontak dengan lesi.
Ada dua tipe ameloblastoma yang menunjukkan gambaran yang khas secara
rontgenografi yaitu:
1. Ameloblastoma monokistik
Terlihat sebagai suatu rongga kista tunggal yang menyerupai kista radikular atau
folikular yang garis luarnya tidak halus, bulat tetapi irregular dan berlobul serta bagian
perifernya seringkali bergerigi. Tipe ini jarang dijumpai.
2. Ameloblastoma multikistik
Tipe ini menghasilakn suatu gambaran yang khas secara rontgenografi. Ada
pembentukan kista multipel yang biasanya berbentuk silinder dan terpisah satu sama
lain oleh trabekula tulang. Kista yang bulat ini bervariasi ukuran serta jumlahnya.
Walaupun berbagai jenis gambaran radiografidari ameloblastoma memungkinkan,
namun kebanyakan memiliki gambaran yang khas dimana sejumlah loculation dijumpai.
Jika ameloblastoma menempati suatu rongga tunggal atau monokistik, maka diagnosa
radiografi menjadi bertambah sulit karena kemiripannya terhadap kista dentigerous
danterhadap kista residual berbatas epitel pada rahang. Pada suatu kista yang berbatas
epitel, maka jaringan tersebut lebih radiopak dibanding cairan tersebut, tetapi pada
banyak hal perbedaan tersebut begitu ringan yang menjadi tidak bernilai diagnostik.
Ameloblastoma secara radiografi menyerupai kista dentigerous telah dilaporkan oleh
Chan(1933), Bailey(1951) dan yang lainnya. Suatu rongga kista pada mandibula dimana
mahkota molar kedua yang tidak erupsi. Bentuk bulat rongga tersebut, batas yang
teratur dan posisinya yang berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi diduga sebagai
suatu kista dentigerous, tetapi pada pemeriksaan mikroskopis, kandungan rongga
tersebut terbukti sebagai ameloblastoma.
Suatu ameloblastoma yang secara radiografi menyerupai kista residualberbatas epitel.
Bentuknya bulat dan memiliki batas yang jelas dan teratur. Suatu kerusakan kecil pada
tulang didekat daerah puncak alveolus memberikan suatu gambaran radiolusen yang
dapat diinterpretasikan dengan baik sebagai kerusakan setelah operasi.
Chan (1933) menyebutkan kemungkinan bahwa suatu ameloblastoma dapat terbentuk
dari folikel-folikel yang tidak sepenuhnya disingkirkan pada saat penyingkiran gigi yang
tidak erupsi danmungkin ameloblastoma pada keadaan ini dibentuk dari sumber
tersebut.
Dengan meningkatnya ukuran lesi, maka korteks dilibatkan, dirusak dan jaringan lunak
diinvasi. Dalam hal ini, ameloblastoma berbeda dari lesi fibrous dan fibroosseus yang
mengekspansi tetapi cenderung mempertahankan korteks.
Walaupun pemeriksaan rontgen bernilai penting untuk menentukan perluasan
keterlibatannya, namun ini tidak selalu bernilai diagnostic yang pasti. Lesi-lesi yang
kecil sulit untuk diinterpretasikan, dan pada beberapa kasus harus bergantung pada
pemeriksaan patologis yang seharusnya dibuat pada semua kasus yang dicurigai.
Diagnosa
a. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh secara
perlahan selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada tahap
berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa
lunak pada penekanan. Degan pembesarannya, maka tumior tersebut dapat
mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta
menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan, biasanya
pada bagian bukal mandibula dan dapat mengalami perluasan kepermukaan lingual,
suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik. Sisi yang paling sering
dikenai adalah sudut mandibula dengan pertumbuhan yang meluas karamus dan
kedalam badan mandibula. Secara ekstra oral dapat terlihat adanya pembengkakan
wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri tergantungpada tulang-tulang yang terlibat.
Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan pada saraf
atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Ukuran tumor yang bertambah besar dapat
menyebabkan gangguan pengunyahan dan penelanan.
b. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas tegas. Tumor ini
juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu gambaran multilokular
dan resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi yang parah
dibanding pada kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen
yang berbatas jelas dan member lesi suatu bentuk seperti sarang lebah atau
gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas yang menunjukkan
suatu ruang tunggal.
c. Pemeriksaan patologi anatomi
Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu cairan mucoid
berwarna kopi atau kekuning-kuningan. Kolesterin jarang dijumpai. Secara makroskopis
ada dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa
lunak jaringan yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan. Tipe
kistik memiliki lapisan yang lebih tebal seperti jaringan ikat dibanding kista sederhana.
Daerah-daerah kistik biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi terkadang
septum tulang juga dapat dijumpai. Mikroskopis terdiri atas jaringan tumor dengan sel-
sel epitel tersusun seperti pagar mengelilingi jaringan stroma yang mengandung sel-sel
stelate retikulum, sebagian menunjukkan degenerasi kistik.
Diagnosa
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomidapat didiagnosa bahwa tumor
tersebut ameloblastoma. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosa pertumbuhan tumor
ini dengan bantuan rontgenogram dan dari data klinis, kelenjar limfe tidak terlibat.
Penatalaksanaan
Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk mengalami kekambuhan kembali setelah
dsingkirkan.Hal ini disebabkan sifat lesi tersebut menginvasi secara llokal pada
penyingkiran yang tidak adekuat.
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari jaringan normal
yang ada disekelilingnya.Lesi unikistik, khususnya yang lebih kecil hanya memerlukan
enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara berlebihan.
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma seharusnya dieksisi daripada enukleasi.eksisi dalam suatu
blok tulang didalam kontunuitas rahang dianjurkan jika ameloblastoma tersebut
kecil.Apabila perlu dikorbankan mandibula yang cukup besar yang terlibat
ameloblastoma dan bila tidak menimbulkan perforasi mukosa oral, maka suatu eksisi
blok kemungkinan dengan cangkok tulang segera.
3. Osteotomi Periperal
Osteotomi peripheral merupakan suatu prosedur yang mengeksisi tumor yang komplit
tetapi pada waktu yang sama suatu jarak tulang dipertahankan untuk memelihara
kontuinuitas rahang sehingga kelainan bentuk, kecacatan dan kebutuhan untuk
pembedahan kosmetik sekundser dan resorasi prostetik dapat dihindari. Prosedur
tersebut didasari pada observasi yang mana batas inferior kortikal dari badan
horizontal, batas posterior dari ramus asenden dan kondilus tidak secara keseluruhan di
invasi oleh proses tumor. Daerah ini tahan dan kuat karena terdiri dari tulang kortikal
yang padat. Regenerasi tulang akan dimulai dari daerah tersebut meskipun hanya suatu
rim tipis dan tulang yang tersisa.
4. Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental termasuk
bemimaksilektomi dan bemimandibulektomi.Apabila ameloblastoma ditemukan pada
pemeriksaan, serta dapat dijumpai adanya perubahan kembali serta aktifitas lesi yang
baru setelah operasi maka pada kasus tersebut harus direseksi.
5. Kauterisasi
Kauterisasi merupakan pengeringan atau elektrokoagulasi lesi, termasuk sejumlah
jaringan normal disekelilingnya.Kauterisasi tidak umum digunakan sebagai bentuk
terapi primer, namun meru[pakan terapi yang lebih efektif dibandind kuretase.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjiptono TP, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu Bedah Mulut. Edisi 3, Medan:
Percetakan Cahaya Sukma.1989 : 145 – 6, 258 – 9.
2. Ernawati MG. Hubungan Gigi Impaksi Dengan Ameloblastoma. KPPIKG X. FKG UI.
Jakarta, oktober 1994 : 29-32.
3. Archer WH. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol I; 5th ed. Philadelphia : W B. Saunders
Co. 1975 : 273, 735 – 9.
4. Cheraskin E, Langley LL. Dynamic of Oral Diagnosis. 1ST ed. Chicago : The Year Book
Publiser Inc. 1956 : 119 – 22.
5. Harahap S. Gigi Impaksi, Hubungannya dengan Kista dan Ameloblastoma. Dentika
Dental Journal. Vol 6. No 1. FKG USU. Medan, 2001 : 212 – 6
Operasi Gigi Geraham ke-3 Tertanam (Wisdom Tooth Removal)Operasi Gigi Geraham ke-3 Tertanam (Wisdom Tooth Removal):
Prof. Coen Pramono D, Drg., SU., Sp.BM(K)
Semua gigi permanen yang tidak dapat tumbuh disebut dengan gigi yang mengalami impaksi. Semua jenis gigi dapat memiliki kemungkinan untuk tidak dapat tumbuh. Tersering adalah gigi geraham ke-3 rahang bawah dan rahang atas, gigi kaninus (taring) dan gigi premolar.
Istilah Wisdom teeth dipakai untuk gigi geraham ke-3 rahang bawah dan merupakan gigi terakhir dan tumbuh paling akhir. Secara medis gigi wiadom teeth disebut dengan gigi molar ketiga. Gigi ini sering kali memerlukan tindakan pengambilan dikarenakan arah tumbuhnya yang salah. Sebagian besar cara pengambilan hanya dapat dilakukan melalui tindakan operasi. Hal ini dikarenakan sebagian atau seluruh bagian gigi masih tertanam di tulang rahang, sehingga pengambilan gigi tersebut dengan cara melakukan pencabutan biasa tidak mungkin dilakukan.
Operasi gigi molar ke-3 sebaiknya dilakukan oleh seorang Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, meskipun pada kasus-kasus yang mudah dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi umum
Teori terjadinya gigi geraham ke-3 tidak dapat tumbuh (mengalami impaksi):
Pada umumnya gigi geraham ketiga akan tumbuh menembus gusi pada usia puluhan atau di awal usia 18-20-an dan karena ke- 28 gigi-gigi permanen lainnya sudah tumbuh keseluruhannya, sehingga seringkali tidak diperoleh cukup tempat untuk tumbuh karena tertahan oleh gigi molar ke-2 di depannya. Sehingga gigi akan tumbuh sebagian, atau salah arah. Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau gigi impaksi.
Ada teori lain yang mengatakan, bahwa apabila benih gigi molar ke-3 belum terbentuk di rahang bawah di usia antara 4 - 5 tahun maka terdapat kemungkinan bahwa gigi geraham ke-3 tersebut tidak akan mempu untuk dapat erupsi karena bagain tulang di atas gigi tersebut telah cukup keras untuk dapat ditembus dalam suatu proses erupsi gigi geraham ke-3 tersebut.
Secara garis besar terdapat beraneka tipe gigi impaksi:
mesial impaksi - apabila gigi molar ke-3 tumbuh miring membentuk sudut terhadap gigi di depannya.
vertikal impaksi - gigi molar ke-3 tumbuh dalam arah vertikal tetapi tertahan oleh gigi di depannya atau tidak terdapat
cukup tempat untuk tumbuh karena ruang di belakang gigi molar ke-2 terlalu sempit. horizontal impaksi - gigi molar ke-3 tumbuh dalam arah horizontal terhadap gigi molar ke-2.
distal impaktion - gigi molar ke-3 tumbuh terbalik ke arah belakang dan terjepit dalam posisi terebut.
Dari keempat posisi tersebut di atas letak gigi molar ke-3 impaksi dapat dapat dibagi lagi menurut kedalamannya:
terletak di atas leher gigi atau terletak di bawah leher gigi geraham di depannya.Gigi impaksi di rahang atas juga seringkali diketemukan dan seringkali juga dianggap sebagai penyebab timbulnya gangguan kesehatan seperti halnya gigi impaksi di rahang bawah.
Mengapa gigi tertanam atau impaksi harus diambil?
Tidak semua orang yang memiliki gigi impaksi memiliki gangguan kesehatan yang berkaitan dengan gigi impaksinya tersebut, tetapi gigi impaksi sering menimbulkan masalah bagi kebanyakan individu
Bebarapa hal yang sering dikeluhkan pada pasien dan diketemukan dengan gigi impaksi :
1. Cephalgia (sakit kepala), migraine, pusing.
2. Kaku kuduk, nyeri pundak dan punggung.
3. Nyeri sendi-sendi;Beberapa pasien melaporkan jari-jari tangan merasa kaku dan sakit pada saat digerakkan di pagi
hari
4. Rasa lemas pada tungkai (kaki), sampai dapat terjatuh karena merasa lemas.
5. Rasa sakit pada sendi lutut.
6. Dispepsia (gangguan lambung): sering kali menyebabkan timbulnya gangguan lambung ringan sampai berat sampai
penderita mengalami muntah-muntah.
7. Meskipun sangat jarang, dilaporkan adanya gangguan penglihatan dan gangguan irama jantung.
8. Sebagai penyebab kerusakan gigi di depannya karena seringnya terjadi food impaction=makanan yang terselip
diantara gigi geraham ke-3 dan ke-2.
9. Infeksi dengan gradasi timbulnya nyeri ringan sampai hebat dan terjadi infeksi bernanah.
10. Seringkali gigi geraham ke-3 diketemukan dengan adanya kista jenis Dentigerous Cyst (kista dentigerous).
11. Diketemukan gigi geraham ke-3 dalam masa tumor rahang jenis Ameloblastoma dimana untuk perawatan tumor jenis
ini memerlukan tindakan seringkali memerlukan tindakan pembedahan radikal yaitu pemotongan rahang.
12. Infeksi berulang-ulang pada mukosa atau gusi disekitar gigi geraham ke-3 selalu dikhawatirkan dengan timbulnya
perubahan menjadi keganasan.
13. Infeksi kronis : pada pemeriksaan darah sering kali diketemukan nilai Laju Endap Darah (LED) . Pasien dapat
mengalami demam berualang-ulang tanapa diketahui sebabnya.
Pengambilan gigi molar ke-3 impaksi:
Dalam bahasa Inggris sering disebut dengan wisdom toooth removal atau dalam bahasa medis disebut dengan odontektomiatau dalam bahasa umum dikenal dengan operasi gigi tertanam. Hampir semua gigi impaksi memerlukan pengambilan melalui tindakan operasi:
Seringkali gigi molar ke-3 impaksi menyebabkan gangguan kesehatan. Keluhan neurologis, seperti; sakit kepala, gangguan lambung (dyspepsia), sakit pada punggung dan leher, sakit pada persendian di tangan dan lutut, gangguan irama jantung, gangguan penglihatan, dll; merupakan jenis-jenis gangguan yang sering diketemukan pada pasien-pasien dengan gigi impaksi. Dianjurkan untuk melakukan pengambilan gigi-gigi impaksi tersebut di usia muda (dibawah 17 tahun) meskipun belum menimbulkan keluhan, karena di usia muda tindakan operasi lebih mudah, lebih mudah sembuh dan lebih tidak sakit dibandingkan pada pasien yang harus dilakukan operasi pengambilan gigi geraham ke-3 di usia tua.
Gangguan lain yang dapat timbul, adalah terdorongnyan gigi-gigi di depat gigi molar ke-3 sampai dengan gigi depan sehingga gigi-gigi bagian depan menjadi berdesakan.
Rencana untuk operasi gigi tertanam sebaiknya didiskusikan dengan dokter gigi yang akan melakukan tindakan operasi, karena operasi gigi molar ke-3 impaksi dapat menyebabkan terjadinya pati rasa (numbness) pada daerah bibir dan dapat mencapai bagian dagu. Komplikasi ini sangat jarang terjadi, tetapi pada kasus tertentu, dimana letak akar gigi sangat dekat dengan nervus (saraf) alveolaris inferior resiko terjadinya numbness merupakan resiko yang harus diketahui pasien sebelum tindakan operasi disepakati untuk dilaksanakan.
Kemungkinan komplikasi tindakan operasi pengambilan gigi gerahan ke-3 tertanam:
1. Infeksi : dapat terjadi infeksi pasca bedah oleh karena operasi dilakukan pada saat di daerah gigi molar ke-3 tersebut
masih dalam keadaan infeksi, sehingga tindakan operasi tersebut semakin menyebarkan infeksi.
2. Pembengkakan: pembengkakan pasca operasi pada umumnya merupakan keadaan yang normal karena hal ini
merupakan reaksi tubuh terhadap adanya luka di tulang dan jaringan lunak. Pada keadaan infeksi kejadian bengkak
dapat menjadi tidak normal karena pembengkakan ini dapat merupakan pembengkakan oleh karena abses.
3. Operasi dilakukan dengan cara asepsis (alat dan perlakukan tidak steril sering sebagai penyebab utama terjadinya
infeksi.
4. Gigi geraham ke-3 dapat tertanam di rahang atas dan bawah dengan derajat kedalaman yang sangat bervariasi.
Pada rahang bawah kedalaman gigi yang tertanam akan berkaitan dengan tingkat kesulitan dan resiko operasinya.
Semakin dalam gigi tertanam, maka akan semakin dekat letak gigi tersebut terhadap jaringan saraf yang ada di
dalam rahang (saraf tersebut di sebut dengan nervus Alveolaris Inferior dengan fungsi sensorik yang lebigh
dominan). Sehingga pada operasi gigi geraham ke-3 dimana gigi tersebut terletak sangat dekat dengan saraf
tersebut (atau bahkan bagian dari gigi tersebut terletak melekat dengan saraf tersebut). Tindakan operasi dapat
beresikomelukai saraf tersebut. Sebagai akibat: terganggunya fungsi sensorik yaitu di daerah bibir dan dapat sampai
ke daerah dagu. Pada keadaan demikian sering tidak dapat dihindari oleh karena memang letak gigi yang melekat
langsung pad nervus alveolaris inferior. Sehingga Dokter Gigi yang akan melakukan operasi gigi geraham ke-3
tertanam harus sudah menjelaskan kepada pasien sebelum operasi dilaksanakan dan pasien mengetahui dan
menyetujui kemungkinan kejadian gangguan sensorik ini (pati rasa bibir dapat sampai dagu) karena memang
prosedur operasi harus dilakukan oleh karena pertimbangan-pertimbangan medis.
5. Perdarahan pasca operasi
6. Pada pasien dalam perawatan seorang dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis jantung hendaknya
mewaspadai adanya: diabetes millitus karena resiko infeksi, pasian dengan gangguan jantung, pasien dengan
konsumsi antikoagulan (plafix, dsb-nya), pasien dengan tekanan darah tinggi beresiko perdarahan.
7. Pasien dengan hipertensi memiliki resiko terjadi perdarahan pada saat operasi atau pasca operasi. Demikian pula
pada pasien hipertensi yang telah stabil, penggunaan obat anestesi lokal perluh dipilih jenis obat yang tidak
menaikkan tekanan darahnya.
8. Mewaspadai adanya luka berbentuk ulkus (borok) di daerah gigi gerahan ke-3 tersebut bukan sekedar luka infeksi,
tetapi dapat merupakan proses keganasan. Tindakan operasi akan dapat menyebabkan semakin memburuknya
proses keganasan tersebut.
9. Infeksi sampai dapat terbentuk abses.
Persiapan operasi:
1. Sebaiknya operasi dilakukan pada pasien dalam keadaan sehat.
2. Diperlukan pemeriksaan seksama dengan pertolongan data pendukung, seperti foto x-ray panoramik agar posisi gigi
impaksi dapat terlihat jelas dalam semua aspek
3. sebaiknya pasien telah dipersiapkan untuk minum antibiotika dan obat antiradang sebelum operasi dilaksanakan.
4. Pada umumnya tindakan operasi pada gigi molar ke-3 impaksi dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal
di ruang praktek dokter gigi.
5. Pada kasus-kasus tertentu dimana diperlukan tindakan operasi dengan menggunakan bius umum, maka diperlukan
pemeriksaan lebih mendetil sehinnga diperlukan pemeriksaan darah untuk melihat keadaan kesehatan secara
umum.
6. Pasien sebaiknya menceritakan pada dokter gigi yang akan merawat akan keadaan kesehatannya. Hal ini
diperlukan untuk menghindari terjadinya komplikasi, sebagai contoh: Diabetes Millitus akan beresiko terjadi
komplikasi infeksi, darah tinggi akan beresiko terjadi perdarahan, pada pasien yang secararutin minum obat
antikoagulan, seperti cardio aspirin, plafix mempunyai resiko terjadi perdarahan oleh karena gagalnya pembekuan
darah.
7. Setelah tindakan operasi luka akan dijahit dan pada umumnya jahitan akan diambil setelah 7-10 hari pasca operasi
Teknik operasi gigi geraham ke-3 tertanam:
Saya mengembangkan metode splt technique untuk melakukan pembedahan gigi gerahan ke-3 tertanam yaitu melakukan pemotongan gigi tertanam tersebut benjadi bebrapa bagian, sehingga luka bedah relatif lebih kecil dan prosedur bedah lebih cepat dan trauma lebih minimal - (Buku: Odontektomi menggunakan metode Split Technique terbitan Airlangga University Press, penulis: Coen Pramono D)
Hal-hal yang perlu diketahui dan diperhatikan untuk menjaga luka pasca operasi gigi impaksi molar ke-3:
1. Setelah operasi pasien akan diminta oleh dokter gigi untuk menggigit kassa/tampon agar darah dapat berhenti dan
apabila setelah satu jam dan tampon dibuang darah masih mengalir maka dianjurkan untuk menggigit tampon
kembali lebih kurang 1 jam agar darah berhenti. Seringkali dijumpai darah masih sedikit merembas, pasien tidak
perlu khawatir karena darah pada umumnya akan berhenti. Pada keadaan darah masih banyak mengalir setelah 24
jam pasca operasi, maka sebaiknya melakukan konsultasi kepada dokter gigi yang melakukan operasi karena
terdapat 2 kemungkinan: a) terjadi keterlambatan pembekuan darah sehingga diperlukan bentuan obat untuk
membantu proses pembekuan, b) terdapat luka dan pada luka tersebut terdapat pembuluh darah yang terbuka
sehingga diperlukan penjahitan tambahan pada luka tersebut.
2. Apabila perdarahan berlanjut hubungi dokter yang merawat.
3. Kompres es di pipi di sisi yang dilakukan operasi akan sangat membantu untuk mengurangi pembengkakan dan
mempercepat proses pembekuan darah. Kompres es dilakukan sesering mungkin untuk kurun 2 hari pasca operasi.
4. Tidak diperkenankan untuk melakukan kumur-kumur dan menghisap-hisap luka, karena tindakan tersebut akan
merusak jendalan/bekuan darah yang telah terbentuk sehingga dapat menyebabkan perdarahan kembali dan
apabila bekuan darah tersebut terbuka akan terdapat resiko terjadinya infeksi.
5. Obat antibiotika, antiradang, penghilang nyeri diminum secara teratur.
6. Menjaga makan (makan bersih) agar luka pasca operasi tidak menjadi kotor. Sangat dianjutkan
untuk merendam luka dengan obat kumur antiseptik setiap setelah makan.
7. Sikat gigi secara hat-hati diperkenankan sehari pasca operasi dan tidak diperkenankan melakukan kumur-kumur,
tetapi cukup mengalirkan air ke dalam mulut sampai bersih. Sangat dianjurkan untuk memberihkan mulut
menggunakan air matang atau air kemas untuk mencegah terjadinya infeksi.
8. Kontrol pasca operasi umumnya dilakukan : 1 (satu) hari pasca operasi, hari kelima (setalah obat habis: diperlukan
untuk melihat apakah luka pasca operasi baik dan untuk melihat apakah masih diperlukan antibiotika tambahan), dan
selanjutnya pada hari ke 7 atau ke 10 untuk pengambilan jahitan.