bismillah lp zulva.docx

31
LAPORAN PENDAHULUAN DEPARTEMEN SURGICAL RUANG 14 ”EMPHYEMA DAN WSD” Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgical Disusun Oleh: ZULVANA NIM 140070300011138 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: zakaria-kaka

Post on 05-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BISMILLAH LP ZULVA.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN SURGICAL RUANG 14

”EMPHYEMA DAN WSD”

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgical

Disusun Oleh:

ZULVANA

NIM 140070300011138

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: BISMILLAH LP ZULVA.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

EMPHYEMA DAN WSD

I. DEFINISI

Empyema berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah

(supurasi). Definisi empyema yang paling sering digunakan adalah pengumpulan nanah di

dalam rongga di sekitar paru (rongga pleura) (Murray, 2000).

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya

rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut

menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga

pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang

menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini

berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel

polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ).

Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru

sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan

penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong

(lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya

mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari

infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru.

Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika

pengobatan yang terlambat.

II. KLASIFIKASI

Berdasarkan perjalanan penyakitnya empiema thoraks dapat dibagi dua :

a. Empiema akut

Terjadi sekunder akibat infeksi di tempat lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti

pembentukan eksudat. Ditandai dengan:

1. Panas tinggi dan nyeri pleuritik

2. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura

3. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan

clubbing finger

4. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural

5. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan

nanah banyak sekali

b.Empiema kronis

Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Empiema disebut kronis, bila

prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan. Ditandai dengan:

Page 3: BISMILLAH LP ZULVA.docx

1. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan

2. Badan lemah, kesehatan semakin menurun

3. Pucat, clubbing finger

4. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura

5. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kea rah yang sakit

6. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan

Sedangkan, the American thoracis society membagi empiema thoraks menjadi tiga :

1. Eksudat

Dimana cairan pleura yang steril di dalam rongga pleura merespons proses inflamasi di

pleura

2. Fibropurulen

Cairan pleura menjadi lebih kental dan fibrin tumbuh di perrmukaan pleura yang bisa

melokulasi pus dan secara perlahan-lahan membatasi gerak dari paru.

3. Organisasi

Page 4: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Kantong-kantong nanah yang terlokulasi akhirnya dapat mengembang menjadi rongga

abses berdinding tebal, atau sebagai eksudat yang berorganisasi, paru dapat kolaps. Dan

dikelilingi oleh bungkusan tebal, tidak elastic.

III. ETIOLOGI

Empiema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru atau luar paru.

1. Infeksi berasal dari paru

pneumonia

abses paru

bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis, kadang-kadang

dinding abses bias pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang pada

akhirnya menjadi empiema

fistel bronkopleura

bronkiektasis

tuberculosis paru

aktinomikosis paru

2. Infeksi berasal dari luar paru

trauma thoraks

pembedahan thoraks

torakosentesis

masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga pleura,

biasanya jarang terjadi

abses subfrenik,missal abses hati karena amuba

Empiema thoraks kuman penyebab tersering ialah kuman staphylococcus, kadang-

kadang pneumococcus dan streptococcus jarang sekali kuman-kuman gram negative

seperti hemophilus influenza. Empiema pelvic pada wanita biasanya disebabkan strain

Bacteroides atau pseudomonas aeruginosa. Pada empiema kandung empedu biasanya

disebabkan oleh E.coli, Klebsiella pneumonia, Streptococus.

Page 5: BISMILLAH LP ZULVA.docx

IV. PATOFISIOLOGI

Terjadinya empiema thoraks dapat melalui tiga jalan :

1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus

pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura

visceralis

2. Secara hematogen , kuman dari focus lain sampai di pleura visceralis

3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada

trauma thoracis, abses dinding thorax.

Terjadinya empiema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan akut yang

diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik yang hidup

ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.

Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah

tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus

dinding thoraks dan keluar melalui kulit disebut empiema nasessitatis. Stadium ini masih

disebut empiema akut yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas).

Biasanya empiema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah

berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura. Dapat

pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak disalurkan

keluar, maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru-paru dan menimbulkan

fistula.

Piopneumothoraks dapat pula menembus ke dalam rongga perut. Kantung-kantung

nanah yang terkotak-kotak akhirnya berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding

tebal, atau dengan terjadinya pengorganisasian eksudat maka paru-paru dapat menjadi

kolaps serta dikelilingi oleh sampul tebal yang tidak elastis .

Bagan 1.a

Empiema-Pathophysiologi

Bagan 1.b

Empiema-Pathophysiologi

Page 6: BISMILLAH LP ZULVA.docx

V. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda gejala awal terutama pada empiema thoraks adalah tanda dan gejala

pneumonia bacteria. Penderita yang diobati dengan tidak memadai atau dengan antibiotik

yang tidak tepat dapat mempunyai interval beberapa hari antara fase pneumonia klinik dan

bukti adanya empiema.

Kebanyakan penderita menderita demam. demamnya remitten. takikardi, dyspneu,

sianosis, batuk-batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda seperti pleural effusion

umumnya. Bentuk thoraks asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan

nafas pada sisi yang sakit tertinggal, perkusi pekak, jantung dan mediastinum terdorong

kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak sel iga pada sisi yang sakit melebar, bising

nafas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan

leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada infeksi akut umumnya.

Empiema Akut

Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan,

gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila

stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan

clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya

fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta

kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).

Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah

setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia,

empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli

atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.

Empiema Kronis

Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika

empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa

lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-

tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang

sakit.

Page 7: BISMILLAH LP ZULVA.docx

VI. KOMPLIKASI

Sebagai komplikasi dapat terjadi perluasan secara per kontinuitatum, pada infeksi

Stapiloccocus, sering timbul fistula broncopleura dan piopneumothoraks. Komplikasi lokal

lainnya, meliputi perikarditis purulen, abses paru, peritoinitis akibat robekan melalui

diafragma, dan osteomielitis iga. Komplikasi sepsis seperti meningitis , arthritis, dan

osteomielitis dapat juga terjadi secara hematogen. Pada empiema Stapiloccocus, septikimia

jarang terjadi; komplikasi ini sering ditemukan pada infeksi H. influenza dan Pneumococus.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut yaitu bentuk thorak

asimetrik, bagian yang sakit tampak lebih menonjol, pergerakan napas pada sisi yang sakit

tertinggal, perkusi redup, bising napas pada bagian yang sakit melemah sampai hilang.

Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada

infeksi akut umumnya. (1,2,3)

Pada foto thorak PA dan lateral, didapatkan gambaran opasitas yang menunjukan

cairan. jantung dan mediastinum terdorong kearah yang sehat, bila nanahnya cukup banyak

sel iga pada sisi yang sakit melebar,dan juga tampak penebalan pleura.

gambar foto rontgen pada pasien empyema

Diagnosa pasti dapat ditegakan dengan melakukan aspirasi pleura, selanjutrnya

nanah dipakai sebagai bahan untuk pemerksaan bakteriologi, amuba, jamur, kultur dan tes

kepekaan antibiotik.

Biopsi pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat

dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis. Pada pemeriksaan patologi

anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi padat dengan sel-sel radang yang

terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan pleuritis supuratif. (2,3,4)

Page 8: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Gambaran Patologi anatomi

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS

Prinsip penanggulangan empiema thoraks adalah :

a. Pengosongan rongga pleura

Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek toksik dengan

cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan yang mati.

Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:

Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan indikasi:

Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

Terjadinya piopneumothoraks

Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan

penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah berjalan 3-

4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh dengan cara lain,

seperti pada empiema thoraks kronis.

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water

seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura).

TUJUANNYA :

Page 9: BISMILLAH LP ZULVA.docx

1. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan

tekanan negatif rongga tersebut

2. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit

cairan pleura / lubrican.

INDIKASI PEMASANGAN WSD :

• Hemotoraks, efusi pleura

• Pneumotoraks ( > 25 % )

• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :

• Infeksi pada tempat pemasangan

• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

CARA PEMASANGAN WSD

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris

anterior dan media.

2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus

interkostalis.

4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari

melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.

5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan

Kelly forceps

6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada

7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.

8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

ADA BEBERAPA MACAM WSD :

1. WSD dengan satu botol

• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana

• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.

• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.

• Umumnya digunakan pada pneumotoraks

2. WSD dengan dua botol

Page 10: BISMILLAH LP ZULVA.docx

• Botol pertama sebagai penampung / drainase

• Botol kedua sebagai water seal

• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.

• Dapat dihubungkan sengan suction control

3. WSD dengan 3 botol

• Botol pertama sebagai penampung / drainase

• Botol kedua sebagai water seal

• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.

KOMPLIKASI Trauma Thorax

• Laserasi, mencederai organ ( hepar, lien )

• Perdarahan

• Empisema subkutis.

• Tube terlepas

• Infeksi

• Tube tersumbat.

Perawatan yang perlu dilakukan :

• Fiksasi chest tube pada dinding dada dan fiksasi semua sambungan selang dengan baik.

• Awasi chest tube supaya tidak terlipat atau tertekuk

• Catat tanggal dan waktu pemasangan WSD dan jenis WSD yang digunakan.

• Cek level water seal chamber dan suction control chamber

Page 11: BISMILLAH LP ZULVA.docx

• Perhatikan gelembung udara pada water seal.

• Monitor tanda – tanda vital dan status pernafasan.

• Perhatikan dan catat cairan drainase yang keluar, jumlah dan konsistensinya.

• Rawat luka drainase.

Open drainage

Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan

pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empiema menahun karena

pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain,

yaitu drainase kurang bersih.

gambar 3.a open window thoracostomy: claggette procedure

Gamabr 3.b open window thoracostomy : eloesser flap

b. Pemberian antibiotik yang sesuai

Mengingat kematian utama empiema karena terjadinya sepsis, maka antibiotik

memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan

dan dosis harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan Gram dari

hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji kepekaan.

Empiema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara paranteral atau bila

dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin. Infeksi Pneumoccocus berespon

terhadap penisilin, seftriakson atau sefotaksim, tetapi mungkin perlu vankomisin jika terjadi

resistensi terhadap penisilin. H. influenza berespon terhadap sefotaksim, seftriakson,

ampisilin atau klorampenicol.

Page 12: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase , urokinase secara

intrapleural juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini masih dalam penelitian.

fibrinolitik bekerja menghancurkan fibrin yang melekat di permukaan pleura sehingga akan

mempermudah drainase dari cairan pleura.

Kategori Obat : Antibiotik

Nama Obat Penisilin G (pfizerpen)

Golongan Interferon

Dosis 1-4 mU/4-6j

Kontraindikasi Hipersensitifitas

Perhatian Penggunaan pada penyembuhan fungsi

ginjal

Keterangan Interaksi dengan probenecid dapat

meningkatkan efektivitas obat, sedangkan

dengan tetracycline dapat menurunkan

efektivitas obat

Nama Obat Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)

Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif dan

spesies Enterococcus

Dosis 30 mg/kgbb/hari

Kontraindikasi Hipersensitifitas

Efek Samping Eritema, flushing, reaksi anafilaktik

Keterangan Perlu diperhatikan penggunaan pada gagal

ginjal dan neutropenia

c. Penutupan rongga empiema

Pada empiema menahun, seringkali rongga empiema tidak menutup karena penebalan

dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :

Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura pleura yang

menebal. Indikasi dekortikasi ialah :

- Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi nanah.

- Letak empiema sukar dicapai oleh drain

- Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis (peel sangat tebal)

Page 13: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Torakoplasti

Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena adanya fistel

bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini pembedahan

dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan supaya dining thoraks dapat

jatuh ke dalam rongga pleura akibat tekanan udara luar.

gambar.5 torakoplasti

d. Pengobatan kausal

Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan terjadinya

empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses subfrenik, maka harus

dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu masih perlu diberikan pengobatan spesifik,

untuk amebiasis, tuberculosis, aktinomikosis dan sebagainya.

e. Pengobatan tambahan

Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk membebaskan

jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk mengalami cacat tubuh (deformitas).

Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema :

fase I (fase eksudat)

Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostic

terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai

pengembangan paru yang sempurna.

fase II (fase fibropurulen)

Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase

terbuka (reseksi iga “open window”). Dengan cara ini nanah yanga ada dapat

dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga

bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang

sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II ini VATS

Page 14: BISMILLAH LP ZULVA.docx

surgery sangat bermamfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau

dekortikasi.

Fase III (fase organisasi)

Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau

dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan

(torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema,

dapat juga rongga empiema ditutup dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan

otot interkostans (air plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle

plombage atau omental plombage).

gambar 6. air plombage

IX. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Anamnesis

Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama atau kepercayaan, suku bnagsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan

pekerjaan klien/asuransi kesehatan.

Keluhan utama meliputi :

• Ada tidaknya sesak napas

• Rasa berat di dada saat bernapas

• Keluhan susah bernapas

2. Riwayat penyakit saat ini

Klien sering merasa sesak napas mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada

dirasakan pada sisi dada yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri saat

bernapas. Perawat harus mengkaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada

seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledkan yang menyebabkan peningkatan

tekanan udara, dan pernah tidaknya terjadi tekanan mendadak di dada sehingga

menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat. Selain itu, kecelakaan lalu lintas biasanya

menyebabkan trauma tumpul pada dada atau bisa juga karena tusukan benda tajam

langsung menembus pleura.

3. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien pernah merokok atau terpapar polusi udara yang berat.

4. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada riwayat alergi pada keluarga

Page 15: BISMILLAH LP ZULVA.docx

5. Pemeriksaan fisik

B1 (Breathing)

Inspeksi

Pada klien dengan empiema, jika kaumulasi pus lebih dari 300 ml, perlu diusahakan

peningkatan upaya dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot pernapasan. Gerakan

pernapasan ekspensi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit),

iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang

[roduktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.

Palpasi

Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan

peregerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang

antar iga dapat kembali normal atau melebar.

Perkusi

Terdenag suara ketok pada sisi yang sakit, redup sampai pekak sesuai banyaknya

akumulasi pus di rongga pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat. Hal ini

terjadi apabila tekanan intrapleura tinggi.

B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular, termasuk di

dalamnya keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

B3 (Brain)

Saat melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, juga diperlukan

pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen, atau koma.

B5 (Bowel)

Akibat sesak napas klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan,

dan penurunan berat badan.

B6 (Bone)

Pada trauma tusuk di dada sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak

dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien dengan trauma ini sering dijumpai

mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari akibat adanya sesak

napas, kelemahan, dan keletihan fisik secara umum.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologi

Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambar opacity yang menunjukkan adanya cairan

dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke

sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.

Pemeriksaan Pus

Page 16: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya pus di dalam rongga dada (pleura). Pus dipakai

sebagai bahan pemeriksaan sitologi, bakteriologi, jamur, dan amoeba. Untuk selanjutnya

dilakukan kultur (pembiakkan) terhadap kepekaan antibiotik. 

3.5 INTERVENSI

1. Dx 1 : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan

DS : klien mengeluh sesak nafas

DO : klien tampak sesak nafas ditandai dengan :

Napas pendek

Nadi 135x/menit, RR 40x/menit

Pada auskultasi terdengar bunyi nafas menurun

Dullness

Penurunan taktil fremitus

Pemasangan O2 binasal 4l/menit

Terapi O2 4l/menit

Tujuan dan Kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan

keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed

lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Berikan bronkodilator

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

Pertahankan jalan nafas yang paten

Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Monitor vital sign

Page 17: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola

nafas.

Ajarkan bagaimana batuk efektif

Monitor pola nafas

2. Dx 2 : gangguan rasa nyaman b/d peningkatan asam laktat

DS : klien mengatakan nyeri dada

DO : Klien tampak gelisah, selalu memegang dadanya, berkeringat ditandai dengan :

Penurunan kadar O2 dalam darah, pada pengkajian skala nyeri didapati skala nyeri 8

Tujuan dan Kriteria hasil :

Pain Level

Pain control

Comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 1x24 jam Pasien tidak mengalami nyeri,

dengan kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda)

Intervensi

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan

dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres

hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Tingkatkan istirahat

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

3. Dx 3 : Hipertermi b/d infeksi kapitas pleura

DS : klien mengeluh demam sejak 1 minggu yang lalu, klien juga mengatakan pernah

berobat di poli paru dan telah mendapat pengobatan antibiotic, tetapi klien demam terus

menerus sejak pemberian antibiotic.

DO :

Page 18: BISMILLAH LP ZULVA.docx

S = 38C

Leukosit = 1217.500 ml3

Keringat malam

DT :

Pusing

Menggigil

Akral dingin

Tujuan dan Kriteria hasil

Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan :

Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil :

Suhu 36 – 37C

Nadi dan RR dalam rentang normal

Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

Intervensi

Monitor suhu sesering mungkin

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Monitor penurunan tingkat kesadaran

Monitor WBC, Hb, dan Hct

Monitor intake dan output

Berikan anti piretik:

Kelola Antibiotik

Selimuti pasien

Berikan cairan intravena

Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

Tingkatkan sirkulasi udara

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)

4. Dx 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia

DS : klien mengatakan tidak selera makan

DO :

BB = 40 Kg

Klien terlihat lemas

Mukosa mulut kering

Tujuan dan Kriteria hasil :

Page 19: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Nutritional status: Adequacy of nutrient

Nutritional Status : food and Fluid Intake

Weight Control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan

indikator:

Albumin serum

Pre albumin serum

Hematokrit

Hemoglobin

Total iron binding capacity

Jumlah limfosit

Intervensi :

Monitor adanya penurunan BB

Monitor lingkungan selama makan

Monitor turgor kulit, kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht

Monitor mual dan muntah

Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Monitor intake nuntrisi

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan

pasien

5. Dx 1 : Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan

DS : klien mengeluh sesak nafas

DO : klien tampak sesak nafas ditandai dengan :

Napas pendek

Nadi 135x/menit, RR 40x/menit

Pada auskultasi terdengar bunyi nafas menurun

Dullness

Penurunan taktil fremitus

Pemasangan O2 binasal 4l/menit

Terapi O2 4l/menit

Tujuan dan Kriteria hasil

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan

keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan

dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed

lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi

pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Page 20: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Berikan bronkodilator

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

Pertahankan jalan nafas yang paten

Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Monitor vital sign

Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola

nafas.

Ajarkan bagaimana batuk efektif

Monitor pola nafas

6. Dx 2 : gangguan rasa nyaman b/d peningkatan asam laktat

DS : klien mengatakan nyeri dada

DO : Klien tampak gelisah, selalu memegang dadanya, berkeringat ditandai dengan :

Penurunan kadar O2 dalam darah, pada pengkajian skala nyeri didapati skala nyeri 8

Tujuan dan Kriteria hasil :

Pain Level

Pain control

Comfort level

Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama 1x24 jam Pasien tidak mengalami nyeri,

dengan kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda)

Intervensi

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Page 21: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan

dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres

hangat/ dingin

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Tingkatkan istirahat

Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

7. Dx 3 : Hipertermi b/d infeksi kapitas pleura

DS : klien mengeluh demam sejak 1 minggu yang lalu, klien juga mengatakan pernah

berobat di poli paru dan telah mendapat pengobatan antibiotic, tetapi klien demam terus

menerus sejak pemberian antibiotic.

DO :

S = 38C

Leukosit = 1217.500 ml3

Keringat malam

DT :

Pusing

Menggigil

Akral dingin

Tujuan dan Kriteria hasil

Thermoregulasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien menunjukkan :

Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil :

Suhu 36 – 37C

Nadi dan RR dalam rentang normal

Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

Intervensi

Monitor suhu sesering mungkin

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Monitor penurunan tingkat kesadaran

Monitor WBC, Hb, dan Hct

Monitor intake dan output

Page 22: BISMILLAH LP ZULVA.docx

Berikan anti piretik:

Kelola Antibiotik

Selimuti pasien

Berikan cairan intravena

Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

Tingkatkan sirkulasi udara

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)

8. Dx 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia

DS : klien mengatakan tidak selera makan

DO :

BB = 40 Kg

Klien terlihat lemas

Mukosa mulut kering

Tujuan dan Kriteria hasil :

Nutritional status: Adequacy of nutrient

Nutritional Status : food and Fluid Intake

Weight Control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi kurang teratasi dengan

indikator:

Albumin serum

Pre albumin serum

Hematokrit

Hemoglobin

Total iron binding capacity

Jumlah limfosit

Intervensi :

Monitor adanya penurunan BB

Monitor lingkungan selama makan

Monitor turgor kulit, kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht

Monitor mual dan muntah

Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Monitor intake nuntrisi

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan

pasien

Page 23: BISMILLAH LP ZULVA.docx

 

Page 24: BISMILLAH LP ZULVA.docx

DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.

Amin, Muhammad dkk.1989.Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press

Price, Sylvia A.1995.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4.Jakarta : EGC.

Mandal, B.K, dkk. 2008. Lecture Notes Penyakit Infeksi. Erlangga: Jakarta

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskular. Salemba Medika: Jakarta

Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

EGC : Jakarta