biologi perilaku daphnia sp
DESCRIPTION
ethology : perilaku daphnia sp terhadap beberapa rangsangan ex : thermotaksis mekanotaksis rheotaksis dllTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI-3201)
PENGAMATAN MORFOLOGI, DENYUT JANTUNG, RESPON
FOTOTAKSIS, KEMOTAKSIS, TERMOTAKSIS,
RHEOTAKSIS, GEOTAKSIS PADA Daphnia sp
Tanggal Praktikum : 12 Februari 2016
Tanggal Pengumpulan : 22 Februari 2016
Disusun oleh :
Dary Aulia Muhammad
10613060
Kelompok 14
Asisten :
Afifah Nurazizatul H.
10612005
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daphnia sp. atau yang biasa disebut sebagai kutu air karena kemiripan
bentuk dan pergerakannya, sebenarnya secara taksonomi masuk ke dalam
kelompok crustaceae renik yang biasa ditemukan di perairan tawar. Beberapa
Daphnia sp. ditemukan disepanjang perairan di sekitar daerah topis sampai ke
arktik (Delbaere & Dhert, 1996). Daphnia sp. sekarang ini marak digunakan
sebagai pakan organik bagi ikan dan udang di perairan tawar, karena cukup
mudah dikembangbiakkan dan biaya perawatan yang murah. Nilai perdagangan
ikan air tawar dunia yang terus berkembang menyebabkan nilai pakan organik ini
juga terus meningkat setiap tahunnya (Feldlite & Milstein, 1999).
Fungsi lain Daphnia sp. juga sudah mulai dipelajari dan menjadi penting
bagi beberapa cabang ilmu. Daphnia sp. diketahui dapat menjadi suatu
bioindikator perairan atau sebagai bahan uji toksisitas karena sensitifitasnya
terhadap berbagai zat pencemar ekosistem perairan (Cooney, 1995). Siklus hidup
yang cepat dan biaya yang murah juga menjadikan organisme ini sebagai atau
model hidup bagi interaksi gen dan lingkungannya (Mc Taggart et al., 2009).
Perkembangan Daphnia sp. yang multifungsi di dunia menjadikan pembelajaran
terhadap perilaku organisme ini menjadi sesuatu yang penting dan dapat berfungsi
tinggi bagi perkembangan ilmu teknologi ekologi dan akuakultur.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Menentukan morfologi dari Daphnia sp.
2. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap stimulus berupa cahaya
3. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap termotaksis (suhu panas dan
suhu dingin)
4. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap stimulus berupa pemberian
larutan gula dan protein
5. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap rheotaksis
6. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap geotaksis dengan membentuk
sudut dari 0o , 90o, dan 45o
7. Menentukan pengukuran denyut jantung dari Daphnia sp setelah pemberian
air dingin, air panas, dan larutan gula
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek Biologis Daphnia sp.
2.1.1 Taksonomi & Anatomi
Daphnia sp. lebih dikenal dengan sebutan kutu air, walaupun
sebenarnya Daphnia sp. tidak ada hubungannya dengan kutu dan
memiliki taksonomi yang lebih dekat dengan udang-udangan. Menurut
Pennak (1989), Daphnia sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Sub Kelas : Branchiopoda
Divisi : Oligobranchiopoda
Ordo : Cladocera
Sub Ordo : Eucladocera
Famili : Daphnidae
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia sp.
Secara umum, Daphnia sp. dapat berukuran 0,25-3 mm dengan
bentuk tubuh yang lonjong dan pipih. Daphnia sp. memiliki ruas-ruas
tubuh dan tertutupi cangkang khitin transparan dari badan sampai ke
ekor. Bagian kepalanya menyatu dengan cangkang transparan tersebut,
sedangkan bagian perut memiliki rongga dengan lima pasang kaki yang
biasa disebut kaki toraks (Balcer et al., 1984)
2.1.2 Morfologi & Fungsinya
Pembagian segmen tubuh dari Daphnia sp. hampir tidak terlihat,
dimana kepala menyatu dengan tubuh yang menekuk kebawah. Pada
beberapa species sebagian besar anggota tubuh dilindungi carapace yaitu
pelindung dari khitin. Daphnia sp. memiliki sepasang mata majemuk
(ocellus) dan lima pasang alat tambahan di kepala. Pasangan pertama dan
kedua merupakan antenna yang berfungsi sebagai alat sensoris dalam
pergerakan dan tiga pasang terakhir adalah bagian dari mulut.
Menggunakan kakinya, Daphnia sp. biasa berenang dengan hentakan-
hentakan kecil atau juga dengan merayap (Mokoginta, 2003).
Gambar 2.1 Morfologi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)
2.1.3 Siklus Hidup
Siklus hidup Daphnia sp. melalui beberapa fase penting yaitu telur,
larva, benih, dewasa dan induk. Fasa-fasa tersebut dilalui dalam waktu
yang terbilang pendek, yaitu hanya sekitar 12 hari. Daphnia sp. mencapai
dewasa kurang lebih dalam 4-6 hari, sedangkan menjadi induk dalam 8-
10 hari. Daphnia sp. mulai menghasilkan keturunan pertama kali pada
umur 4-6 hari. (Mokoginta, 2003).
Gambar 2.2 Siklus hidup Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)
Perkembanganbiakan Daphnia sp. terbilang cukup unik, karena
kemampuannya untuk berkembangbiak secara seksual dan aseksual
(parthenogenesis). Dalam keadaan baik, Daphnia sp. dapat
berkembangbiak secara parthenogenesis dimana individu baru tumbuh
berasal dari sel-sel yang tidak dibuahi. Telur-telur tersebut tetap dapat
berkembang dan menetas menjadi embrio calon Daphnia sp. dewasa.
Pada saat pergantian kulit induk, Daphnia sp. ini keluar dan berkembang
menjadi dewasa. Walaupun begitu, Daphnia sp. yang tumbuh dari cara
ini hanya berjenis kelamin betina. Tetapi seiring dengan fluktuasi
temperatur, kurangnya pakan, dan akumulasi limbah karena ledakan
populasi, telur-telur tersebut menetas menjadi jantan dan dimulailah
perkembangbiakan secara seksual (Kusumaryanto, 2001).
2.1.4 Habitat & Persebaran
Daphnia sp. biasa dikategorikan kedalam salah satu zooplankton
yang hidup pada perairan air tawar. Beberapa jenis Daphnia sp.
ditemukan disepanjang perairan di sekitar daerah topis sampai ke arktik
(Delbaere & Dhert, 1996). Walaupun begitu, Rusdy (2009) menyatakan
bahwa Daphnia dapat tumbuh berkembang dengan optimal pada selang
suhu 18-240C, dan diluar suhu tersebut Daphnia sp. akan cenderung
berada pada keadaan dorman. Perairan tempat Daphnia sp. tinggal
biasanya perairan alkali dengan kadar pH 6,7-9,2. Kadar amonia tinggi
dan pH melebisi selang tersebut maka mematikan bagi Daphnia sp.
2.2 Perilaku Taksis pada Daphnia sp.
2.2.1 Perilaku Fototaksis Daphnia sp.
Fototaksis adalah suatu respon organisme terhadap rangsangan
cahaya (Adams & Paul, 1999). Penelitian terhadap Daphnia sp.
melibatkan banyak hal, salah satunya yaitu tentang respon organisme ini
terhadap cahaya. Whitman (1982) menyatakan bahwa memang sudah
respon alami Daphnia sp. untuk mengikuti arah sumber cahaya di alam,
seperti pada saat melakukan migrasi vertikal ke atas di perairan
habitatnya. Biasanya dilakukan pada malam hari ketika terjadi pantulan
cahaya bulan, Daphnia sp. akan bermigrasi ke atas untuk mencari
makanan seperti alga dan fitoplankton lainnya. Respon tersebut tidak
berjalan secara lancar di siang hari, karena predator dari Daphnia sp.
lebih aktif pada siang hari. Penelitian yang dilakukannya juga
membuktikan bahwa Daphnia sp. yang biasa hidup di tempat gelap akan
menjadi lebih reaktif terhadap sumber cahaya karena respon alaminya
yaitu fototaksis.
2.2.2 Perilaku Thermotaksis Daphnia sp.
Thermotaksis merupakan suatu respon oleh organisme terhadap
perubahan suhu dari lingkungannya. Daphnia sp. memiliki respon
terhadap perubahan temperatur yang menjadi penting bagi suhu optimal
tubuhnya. Kenaikan suhu secara perlahan menyebabkan Daphnia sp.
untuk bermigrasi secara vertikal ke atas mengikuti bagian perairan yang
lebih hangat, sedangkan kenaikan suhu yang tiba-tiba dan konstan
menyebabkan Daphnia sp. untuk bergerak kebawah. Thermotaksis ini
menjadi penting bagi kelulushidupan Daphnia sp. untuk menghindari
predator yang cenderung lebih aktif di permukaan perairan pada siang
hari (Gerritsen, 1982). Perbedaan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan
bagi pertumbuhan sel telur dari Daphnia sp., dimana suhu pertumbuhan
sel telur melambat seiring dengan kenaikan suhu lingkungan
(Reichwaldt, 2004).
2.2.3 Perilaku Kemotaksis Daphnia sp.
Kemotaksis yaitu respon organisme terhadap perubahan kimiawi di
lingkungannya (Martin, 1983). Daphnia sp. diketahui dapat menjadi
suatu bioindikator perairan atau sebagai bahan uji toksisitas karena
sensitifitasnya terhadap berbagai zat pencemar ekosistem perairan
(Cooney, 1995). Daphnia sp. diketahui senstifi terhadap berbagai jenis
bahan kimia, termasuk logam berat yang hadir dalam habitatnya.
Menurut Tatarazako et al. (2007), Daphnia sp. bmerupakan hewan uji
yang paling sensitif terhadap bahan kimia asing di lingkungannya apabila
dibandingkan dengan Moina sp., Planaria sp., dan Poecilia reticulate.
2.2.4 Perilaku Rheotaksis Daphnia sp.
Rheotaksis yaitu suatu respon yang diberikan organisme terhadap
arus air di lingkungannya (Martin, 1983). Daphnia sp. sendiri merupakan
organisme yang hidup di perairan tawar baik di sungai maupun danau.
Daphnia sp. ditemukan lebih banyak pada air yang tidak berarus, seperti
danau. Pada air sungai dengan kecepatan air lebih besar dari 2.5 cm/s,
hampir tidak ditemukan adanya Daphnia sp., atau biasa disebut washout.
Ini membuktikan bahwa Daphnia sp. memberikan respon negatif
terhadap rangsangan rheotaksis (Richardson, 1992).
2.2.5 Perilaku Geotaksis Daphnia sp.
Geotaksis merupakan suatu bentuk respon organisme terhadap gaya
tarik gravitasi bumi (Adams & Paul, 1999). Pergerakan Daphnia sp.
sebagai respon terhadap stimuli gravitasi berhubungan dengan beberapa
faktor lain seperti cahaya dan bentuk hidup dari organisme ini sendiri.
Kenaikan suhu menyebabkan kecenderungan Daphnia sp. untuk
memberikan respon positif terhadap geotaksis, sedangkan penurunan
suhu menyebabkan respon negatif. Daphnia sp. muda, akan cenderung
memberikan respon negatif terhadap geotaksis (Dice, 1914).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lainTabel 3.1 Alat dan bahan
Alat Bahan
Gelas Erlenmeyer kecil
(100ml)
Tabung reaksi besar
Tabung reaksi kecil
Cawan petri besar
Cawan petri kecil
Thermometer
Kaca Arloji
ALuminium foil
Lampu senter
Karton hitam
Senter
Busur Derajat
Mikroskop Stereo
Counter
Daphnia sp.
Garam
Telur (yang telah
dicampurkan 5 ml garam.
Es
Larutan gula 5% (sukrosa)
Akuades
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Pengamatan morfologi
Untuk pengamatan morfologi dibutuhkan satu ekor Daphnia sp dan di
simpan diatas cawan petri. Setelah itu morfologi dari Daphnia sp diamati di
bawah mikroskop stereo.
3.2.2 Uji Pendahuluan
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum
memberikan setiap perlakuan terhadap Daphnia sp. Disiapkan satu tabung
reaksi besar dan cawan petri kecil. Tabung reaksi diisi dengan 2/3 akuades
yang telah disiapkan. Pada tabung reaksi yang telah diisi akuades dimasukkan
Daphnia sp. sebanyak 6 buah. Tabung reaksi dimiringkan, dengan ujung
tabung reaksi ditempatkan pada tepian tabung reaksi. Tunggu hingga 5 menit
agar Daphnia sp. beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah dibiarkan
hingga 5 menit, perilaku dari Daphnia sp mulai diamati selama 2 menit.
Perhatikan pola pergerakan dan penampilan yang diperlihatkan Daphnia sp.
Hal ini dilakukan untuk mengamati perilaku Daphnia sp sebelum pengujian..
3.2.3 Fototaksis
Disiapkan sebuah tabung reaksi yang telah dibingkus dengan karton
hitam, agar lebih kuat karbon hitam diikat dengan karet gelang. Bagian yang
mengeluarkan cahaya ditutup dengan alumunium foil dan dibuat lubang pada
bagian tengahnya. Tabung reaksi dimiringkan agar tidak ada cahaya yang
masuk saat diberikan cahaya dari lampu senter. Sebanyak 2/3 tabung reaksi
ditambahkan dengan akuades dan 6 ekor Daphnia sp. Biarkan hingga
beberapa menit agar Daphnia sp beradaptasi dengan lingkungan barunya,
setelah itu berikan cahaya pada bagian tabung yang tidak ditutupi dengan
karton hitam. Perilaku dari Daphnia sp diamati selama 2 menit. Dicatat hasil
pengamatan terhadap stimulus berupa cahaya, apakah Daphnia sp
memberikan respon negatif atau positif. Catat pula waktu latensi saat
Daphnia sp bergerak. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
3.2.4 Termotaksis
Disiapkan satu buah tabung reaksi dan satu buah gelas Erlenmeyer.
Diisi ¾ bagian dari gelas Erlenmeyer kecil dengan air hangat. Sebanyak ¾
bagian dari tabung reaksi yang telah disiapkan sebelumnya diisi dengan
akuades. Disiapkan termometer untuk mengukur suhu pada gelas erlenmeyer.
Ujung dari tabung reaksi dimasukkan hingga menyentuh bagian bawah dari
gelas Erlenmeyer. Pada bagian atas tabung reaksi ditempelkan es yang telah
dibungkus dengan plastik. Sehingga terdapat suhu hangat di bagian bawah
tabung dan suhu dngin di bagian atas tabung. Masukkan Daphnia sp pada
bagian tengah dari tabung reaksi. Amati pergerakan dari Daphnia sp apakah
mendekati suhu hangat atau suhu dingin. Dicatat latensi dari pergerakan
Daphnia sp. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali
3.2.5 Kemotaksis
Terdapat dua macam bahan yang digunakan untuk pengamatan
kemotaksis, yaitu larutan gula dan protein yang berasal dari putih telur yang
dilakukan bersama-sama. Pertama, disiapkan dua gelas Erlenmeyer yang
masing-masing 2/3 bagiannya telah ditambahkan dengan akuades dan enam
ekor Daphnia sp. Disiapkan larutan yang akan diberikan, yaitu larutan gula
dan protein. Dengan menggunakan pipet tetes, teteskan larutan gula sebanyak
3 tetes pada salah satu gelas Erlenmeyer, dan gelas lainnya diberikan protein
sebanyak 3 tetes pula. Diamati respon dari Daphnia sp, dan dicatat latensi
dari pergerakan Daphnia sp. dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali
3.2.6 Rheotaksis
Disiapkan cawan petri yang telah ditambahkan akuades dan enam
ekor Daphnia sp. Didiamkan 5 menit agar Daphnia sp beradaptasi dengan
lingkungan barunya. Disiapkan pipit tetes, dengan menggunakan pipet tetes
dibuat arus pada cawan petri selama 10 detik. Dicatat respon dan latensi dari
Daphnia sp. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
3.2.7 Geotaksis
Disiapkan tabung reaksi yang telah ditambahkan akuades dan enam
ekor Daphnia sp. Tabung reaksi ditutup dengan penutup tabung. Didiamkan
selama 5 menit agar Daphnia sp beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Dengan perlahan, tabung reaksi diputar sehingga membentuk sudut dari 0o
kemudian langsung ke 90olalu 45o. Dicatat respon dan latensi dari Daphnia
sp. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
3.2.8 Pengukuran Denyut Jantung Daphnia sp.
Disiapkan satu buah cawan petri, dimasukkan satu ekor Daphnia sp
kedalamnya dan ditetesi 1 tetes akuades. Diamati denyut jantung Daphnia sp
dari mikroskop stereo selama 10 detik pada suhu ruangan. Denyut jantung
dihitung menggunakan counter. Setelah selesai, Daphnia sp yang berada
didalam cawan petri ditetesi 1 tetes air panas, dan diamati kembali dibawah
mikroskop stereo untuk dicatat lagi denyut jantungnya selama 10 detik.
Langkah-langkah tersebut diulangi sebanyak 3 kali dengan menggunakan
individu yang berbeda. Diambil lagi satu ekor Daphnia sp dan diletkkan
didalam cawan petri. Ditetesi dengan akuades sebanyak 1 tetes. Diamati dan
dihitung denyut jantungnya selama 10 detik dengan menggunakan counter.
Setelah selesai, Daphnia sp yang berada didalam cawan petri diambil dan
ditetesi air dingin sebanyak 1 tetes, diamati pula perilaku dan denyut jantung
daphnia sp selama 10 detik dibawah mikroskop stereo. Diulangi sebanyak
tiga kali. Diambil lagi satu ekor Daphnia sp, diletakkan pada cawan petri dan
ditetesi larutan gula sebanyak 1 tetes. Dihitung dan diamati denyut
jantungnya selama 10 detik dibawah mikroskop stereo. Dilakukan
pengulangan terhadap percobaan tersebut sabanyak 3kali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengamatan Morfologi Daphnia sp.
Pengamatan morfologi Daphnia sp. dilakukan dengan menggunakan
mikroskop stereo 220V, sehingga didapatkan hasil pengamatan seperti pada
Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Pengamatan morfologi Daphnia sp.
Warna merah pada gambar menunjukkan bagian antenna dari
Daphnia sp., yaitu bagian tubuh yang berfungsi sebagai organ sensoris yang
reaktif terhadap suhu dan tekanan. Sepasang mata majemuk ditunjukkan
oleh warna kuning yang berfungsi sebagai organ yang reaktif terhadap
cahaya. Warna biru menunjukkan organ jantung sedangkan warna hijau
menunjukkan thoracic appendage, dimana fungsinya adalah sebagai tempat
pertukaran gas O2 (Mokoginta, 2003). Bentuk morfologi lain yang
menunjukkan jenis kelamin dari Daphnia sp. ini juga tidak terlalu jelas
sehingga tidak dapat dibedakan antara jantan dan betina.
4.2. Perilaku Fototaksis Daphnia sp.
Pada perlakuan ini, respon Daphnia sp. Terhadap cahaya dipelajari
dengan bantuan lampu LED. Hasilnya dicatat berupa data dari Daphnia sp.
yang memberikan respon berupa mendekati juga menjauhi sumber cahaya.
Hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 76 individu yang mendekati sumber
cahaya, sedangkan 24 menjauhi (Gambar 4.2).
+ -0.0
25.0
50.0
75.0
100.0
76.2
23.8
Fototaksis yang terjadi
Pers
enta
se ra
ta-r
ata
jum
lah
Daph
nia
Gambar 4.2 Hasil respon fototaksis Daphnia sp.
Hasil dari data fototaksis tersebut dianalisis menggunakan metode
statistic berupa paired t-test dengan taraf signifikansi 5%, dan didapatkan
bahwa nilai Sig.(2-tailed)<0,05 , sehingga dapat disimpulkan bahwa
ternyata memang jumlah Daphnia sp. yang merespon cahaya LED secara
positif lebih signifikan daripada yang tidak merespon. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan dari Whitman (1982), dimana memang sudah respon
alami dari Daphnia sp. di alam untuk mengikuti sumber cahaya kontras di
malam hari seperti cahaya bulan, dengan harapan untuk memenuhi sumber
nutrisinya dan juga menghindar dari predator yang lebih aktif di siang hari.
Walaupun begitu, masih adanya Daphnia sp. yang tidak merespon dengan
mendekati sumber cahaya menunjukkan beberapa individu tersebut
kemungkinan sudah terbiasa dengan hidup dekat sumber cahaya, sehingga
kurang reaktif apabila dibandingkan dengan yang lainnya.
4.3. Perilaku Termotaksis Daphnia sp.
Percobaan respon thermotaksis Daphnia sp. dilakukan dengan
bantuan air panas dan air es. Kemudian dicatat hasil preferensi pergerakan
Daphnia sp. yang menuju kearah perairan panas atau dingin, dengan latensi
35,1±48,3 detik. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dan didapatkan
grafik seperti pada Gambar 4.3a.
es Intermediet panas0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
1.38
0.81
3.83
Jenis Perlakuan Suhu
Rata
-Rat
a Ju
mla
h
Gambar 4.3 Hasil perlakuan perbedaan suhu air terhadap Daphnia sp.
Analisis one-way ANOVA dilakukan untuk membandingkan ketiga
perairan yang menjadi preferensi bagi Daphnia sp. Ternyata walaupun
sebagian besar Daphnia sp. memilih di perairan panas, analisis satistik
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan diantara ketiga
data tersebut. Data tersebut ternyata kurang representatif terhadap keadaan
di alam. Perubahan suhu perlahan tersebut menyebabkan Daphnia sp. untuk
aklimatisasi menyeimbangkan suhu tubuhnya dan lebih memilih perairan
yang seharusnya optimal untuk suhu perkembangannya, yaitu pada suhu
intermediate. Suhu diluar suhu tubuh optimal yaitu 18-240C, dapat
menyebabkan sel dorman dan bahkan kematian. Di alam, Daphnia sp.
bergerak mengikuti suhu hangat dan bergerak vertical ke atas apabila
perubaha suhu terjadi secara perlahan, sebagai suatu bentuk aklimatisasi
(Gerritsen, 1982).
4.4. Perilaku Kemotaksis Daphnia sp.
Perlakuan untuk kemotaksis memanfaatkan beberapa zat kimiawi
asing bagi badan perairan, yaitu gula dan putih telur. Data hasil respon
Daphnia sp dengan latensi masing-masing jenis perlakuan adalah 6±6 detik
dan 38,3±35,6 untuk gula dan protein. Dicatat dan hasilnya menunjukkan
sebagian besar melakukan respon positif terhadap keberadaan kedua zat
kimiawi asing tersebut. Hasil data kemudian dijadikan grafik (Gambar 4.4)
Positif Intermediet Negatif0
0.51
1.52
2.53
3.54
4.5
GulaPutih Telur
Respon
Jum
lah
Daph
nia
Gambar 4.4 Hasil respon Daphnia sp. terhadap gula dan putih telur.
Diuji dengan analisis statistic berupa one-way ANOVA, didapatkan
hasil bahwa nilai p>0,05. Hal tersebut ternyata menyatakan bahwa tidak
adanya perbedaan yang signifikan terhadap dua populasi sampel tersebut,
yaitu positif yang lebih dominan dan negatif. Respon yang diberikan
sebagian besar Daphnia sp. terhadap pemberian gula dan putih telur adalah
positif, Hal ini disebabkan oleh Daphnia sp. membutuhkan kandungan
nutrisi dari putih telur sebagai nutrisi hidup. Kandungan kalsium dalam
putih telur sangat berguna bagi pertumbuhan cangkang Daphnia sp. Gula
juga merupakan sumber energi bagi hampir keseluruhan makhluk hidup,
dan sangat dibutuhkan bagi organisme kecil sebagai sumber energi yang
mudah dimanfaatkan tubuh (Firdaus, 2009)
4.5. Perilaku Rheotaksis Daphnia sp.
Perlakuan yang dilakukan untuk mengetahui respon Daphnia sp.
terhadap arus dilakukan dengan bantuan udara. Data yang dihasilkan dicatat
dan dijadikan grafik seperti pada Gambar 4.5
Positif Negatif0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pres
enta
se Ju
mla
h Da
phni
a
Gambar 4.5 Respon Rheotaksis Daphnia sp.
Hasil analisis statistic dengan metode paired t-test menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan antara dua kelompok perlakuan, karena
memiliki nilai Sig<0,05. Kecenderungan Daphnia sp. untuk melakukan
respon negatif terhadap rangsangan berupa arus air tidak lepas dari
penelitian Richardson (1992) yang menyatakan bahwa Daphnia sp.
ditemukan lebih banyak pada air yang tidak berarus, seperti danau. Pada air
sungai dengan kecepatan air lebih besar dari 2.5 cm/s, hampir tidak
ditemukan adanya Daphnia sp., atau biasa disebut washout. Pada
kenyataannya pun di alam, Daphnia sp. merupakan organisme kecil yang
seringkali terbawa arus dan tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk
tetap dapat bertahan hidup. Energi yang dimiliki Daphnia sp. memang
sebagian besar digunakan untuk melakukan filter makanan dan berkembang
biak.
4.6. Perilaku Geotaksis Daphnia sp.
Dilakukan pendataan terhadap perlakuan pada Daphnia sp. untuk
mempelajari responnya terhadap gaya tarik gravitasi bumi (Geotaksis).
Beberapa kelompok perlakuan yaitu membentuk sudut 0o, 45o dan 90o
terhadap bench. Hasil grafik data dapat dilihat pada Gambar 4.6.
0derajat 90derajat 45derajat0
20
40
60
80
100
120
140
160
positif intermediet negatif
jum
lah
Daph
nia
sp.
Gambar 4.6 Respon geotaksis Daphnia sp.
Uji ANOVA yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang
siginifikan antara ketiga jenis perlakuan, karena nilai p<0,05. Walaupun
begitu, hasil tersebut memang tidak bisa menjadi kesimpulan yang jelas
karena menurut Dice (1914), pergerakan Daphnia sp. sebagai respon
terhadap stimuli gravitasi berhubungan dengan beberapa faktor lain seperti
cahaya dan bentuk hidup dari organisme ini sendiri. Kenaikan suhu
menyebabkan kecenderungan Daphnia sp. untuk memberikan respon positif
terhadap geotaksis, sedangkan penurunan suhu menyebabkan respon
negatif.
4.7. Pengukuran Denyut Jantung Daphnia sp.
Pendataan dilakukan terhadap pengukuran denyut jantung dari
Daphnia sp., dengan memanfaatkan warna tubuh Daphnia sp. yang terbilang
transparan sehingga organ tubuh dalam dapat diamati. Hasil data kemudian
dijadikan grafik terhadap suhu (Gambar 4.7a & b)
Kontrol Air Dingin155
160
165
170
175
180
185
perlakuan
deny
ut ja
ntun
g
Gambar 4.7a Grafik respon gerak jantung Daphnia sp. terhadap suhu rendah
Kontrol Air panas195200205210215220225230235
Perlakuan
Deny
ut Ja
ntun
g
Gambar 4.7b Grafik respon gerak jantung Daphnia sp. terhadap suhu tinggi.
Walaupun hasil paired t-test menunjukkan tidak adanya signifikansii
dari ketiga kelompok perlakuan, berdasarkan dua grafik diatas (Gambar
4.7a & b), dapat disimpulkan bahwa Daphnia sp. akan lebih aktif
beraktivitas pada suhu kontrol dibandingkan pada suhu rendah. Hal tersebut
dikarenakan suhu dingin dibawah suhu optimal 18-240C bagi Daphnia sp.,
dapat menyebabkan organisme untuk dorman (Gerritsen, 1982). Tetatpi
apabila dibandingkan dengan air hangat, ternyata dapat lebih memicu detak
jantung Daphnia sp., dimana hal tersebut membuktikan bahwa Daphnia sp
daapt lebih aktif berkegiatan pada suhu hangat dibandingkan suhu dingin
maupun kontrol. Suhu perairan yang hangat memang sudah menjadi tempat
yang lebih baik bagi pertumbuhan sel dari Daphnia sp., bahkan dimulai dari
saat masih sel telur (Reichwaldt, 2004).
Kontrol Air Gula160165170175180185190195200205
Perlakuan
Deny
ut Ja
ntun
g
Gambar 4.8 Grafik detak jantung Daphnia sp. terhadap air gula
Daphnia sp. merupakan microcrustaceae yang sangat membutuhkan
suplai energi untuk dirinya. Proses yang dilakukan Daphnia sp. dialam
untuk mencari makanan melalui proses penyaringan membutuhkan energi
yang cukup besar. Tetapi apabila sumber energi tersebut tersedia di
lingkungan dalam bentuk gula, maka Daphnia sp. akan lebih sedikit
berkegiatan utuk memenuhi nutrisi. Hal tersebut menyebabkan detak
jantung pada kondisi air gula akan lebih kecil dibandingkan dengan pada air
kontrol (Firdaus, 2009).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan pengamatan perilaku kutu air (Daphnia sp.) kali
ini adalah :
1. Morfologi dari Daphnia sp. yang terlihat pada praktikum ini adalah
antenna, mata, jantung dan juga thoracic appendage.
2. Daphnia sp. akan cenderung mengikuti respon cahaya yang ada di
sekitarnya.
3. Suhu dapat mempengaruhi perilaku Daphnia sp., bahkan sejak dari sel
telur.
4. Respon Daphnia sp. terhadap sumber gula dan protein adalah respon
positif, karena kebutuhannya akan sumber energi dan pertumbuhan.
5. Daphnia sp. akan cenderung melakukan respon negatif terhadap rheotaksis
dan lebih mengikuti arus air.
6. Hasil praktikum ini membutuhkan bantuan dari respon lain seperti
cahaya, sehingga masih blom dapat disimpulkan.
7. Denyut jantung Daphnia sp. lebih aktif pada air panas, apabila
dibandingkan dengan suhu dingin dan kontrol. Tetapi apabila
dibandingkan dengan air gula, maka denyut jantung akan lebih keras pada
perairan kontrol.
5. 2 Saran
Untuk praktikum modul Daphnia sp. selanjutnya, untuk geotaksis, sebaiknya
dihubungkan dengan respon lain seperti cahaya dan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C.F. & Paul, A.J. (1999). Phototaxis and geotaxis of light-adapted zoeae of the golden king crab Lithodes aequispinus (Anomura: Lithodidae) in the laboratory. Journal of Crustacean Biology 19 (1): 106–110.
Balcer, M. D., N. L. Korda, and S. I. Dodson. 1984. Zooplankton of the Great Lakes: A Guide to the Identification and Ecology of the Common Crustacean Species. University of Wisconsin Pres. Madison, Wisconsin. pg. 58-60.
Delbaere, D & P.Dhert. 1996. Cladocerans, Nematodes & Trochopora Larvae dalam manual “On The Production and use of Live Food for Aquaculure.” Editor : Patrick Lavens and Patrick Sorgeloos. Food and Agriculture Organization of the United Nations. New York.
Dice, Lee Raymond. 1914. The Factors Determining the Vertical Movements of Daphnia. Journal of Animal Behaviour 4(4): 229-265.
Feldlite, M. and Milstein, A. 1999. Effect of density on survival and growth of cyprinid fish fry. Aquaculture International, 76: 399 – 411.
Firdaus, Ferry. 2009. Budidaya Daphnia sp.: Budidaya Perikanan. Jember: Poloteknik Negeri
Gerritsen, Jeroen. 1982. Behavioral Response od Daphnia to Rate of Temperature Change: Possible Enchancement of Vertical Migration. Journal of Oceanography 27(2): 254-261.
Kusumaryanto, DAPHNIA SP.. 1988. Pengaruh Jumlah Inokulasi Awal Terhadap Pertumbuhan Populasi, Bimassa dan Pembentukkan Epipium Daphnia sp. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Martin, E.A. 1983. Macmillan Dictionary of Life Sciences (2nd ed.). London: Macmillan Press. p. 362
Mokoginta, I. 2003. Budidaya Daphnia. Direktorat Menengah Kejuruan . Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Pennak, R.DAPHNIA SP.. 1989. Freshwater Invertebrate of The United States (3rd
ed). John Wiley & Sons. New York.Reichwaldt, E.S. 2004. The Effect of Diel Vertical Migration of Daphnia on
Zooplankton-Phytoplankton Interactions: Laboratory and Field Experiments. Munchen zur Erlangung des Doktogrades 4: 25-27.
Rusdy. 2009. Kultur Kutuair Moina dan Daphnia.(Online). http://id.shvoong.com/ exact- sciences/agronomy-agriculture/1932845-kultur-kutuair-moina-dan-daphnia. (diakses 20 Februari 2016 pukul 15.30).
Tatarazako, N. and Oda, S., 2007. The water flea Daphnia magna (Crustacea, Cladocera) as a test species for screening and evaluation of chemicals with endocrine disrupting effects on crustaceans. Ecotoxicology, 16: 197-203.
Whitman, L.J., Miller, R.J. 1982. The Phototactic Behaviour of Daphnia Magna as an Indicator of Chronic Toxicity. Proc Ocla Acad Sci 62:22-33.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Paired t-test table phototaxis of Daphnia
Lampiran 2
One-way ANOVA table thermototaxis of Daphnia
Lampiran 3
One-way ANOVA table chemototaxis of Daphnia
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Positif Between
Groups
(Combined) .214 1 .214 .049 .825
Linear
Term
Contrast .214 1 .214 .049 .825
Within Groups 173.905 40 4.348
Total 174.119 41
intermediet Between (Combined) .595 1 .595 .273 .604
Groups Linear
Term
Contrast .595 1 .595 .273 .604
Within Groups 87.238 40 2.181
Total 87.833 41
negatif Between
Groups
(Combined) .024 1 .024 .007 .934
Linear
Term
Contrast .024 1 .024 .007 .934
Within Groups 136.095 40 3.402
Total 136.119 41
Lampiran 4
Paired t-test table chemototaxis of Daphnia
Lampiran 5
ANOVA table geototaxis of Daphnia
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
positif Between
Groups
(Combined) 17.333 2 8.667 2.174 .118
Linear
Term
Contrast 17.190 1 17.190 4.312 .040
Deviation .143 1 .143 .036 .850
Within Groups 490.381 123 3.987
Total 507.714 125
intermediet Between
Groups
(Combined) 8.619 2 4.310 5.837 .004
Linear
Term
Contrast .583 1 .583 .790 .376
Deviation 8.036 1 8.036 10.884 .001
Within Groups 90.810 123 .738
Total 99.429 125
negatif Between
Groups
(Combined) 33.159 2 16.579 3.683 .028
Linear
Term
Contrast 27.429 1 27.429 6.093 .015
Deviation 5.730 1 5.730 1.273 .261
Within Groups 553.667 123 4.501
Total 586.825 125
Lampiran 6
Paired t-test denyut jantung
A. PAIRED T TEST AIR PANAS DAN KONTROL
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 kontrol & air_panas 21 ,751 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)MeanStd.
DeviationStd. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
kontrol - air_panas
-22,57143
49,25502 10,74833-
44,99205-,1508
1-
2,10020 ,049
T tabel 1,72
B. PAIRED T TEST AIR PANAS DAN KONTROL
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 kontrol2 & air_dingin 21 ,778 ,000
Paired Samples TestPaired Differences t df Sig.
(2-tailed
)
Mean Std. Deviatio
n
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
kontrol2 - air_dingin
15,85714
49,43509
10,78762
-6,6454
4
38,35973
1,470
20
,157
C. PAIRED T TEST AIR GULA DAN KONTROL
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 kontrol3 & air_gula 42 ,660 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)MeanStd.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1
kontrol3 - air_gula
23,54762 49,52664 7,64213 8,11403 38,98121 3,081 41 ,004
T tabel 1,68