biologi perilaku daphnia sp

39
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI-3201) PENGAMATAN MORFOLOGI, DENYUT JANTUNG, RESPON FOTOTAKSIS, KEMOTAKSIS, TERMOTAKSIS, RHEOTAKSIS, GEOTAKSIS PADA Daphnia sp Tanggal Praktikum : 12 Februari 2016 Tanggal Pengumpulan : 22 Februari 2016 Disusun oleh : Dary Aulia Muhammad 10613060 Kelompok 14 Asisten : Afifah Nurazizatul H. 10612005 PROGRAM STUDI BIOLOGI

Upload: dary-aulia-muhammad

Post on 13-Apr-2016

292 views

Category:

Documents


50 download

DESCRIPTION

ethology : perilaku daphnia sp terhadap beberapa rangsangan ex : thermotaksis mekanotaksis rheotaksis dll

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI-3201)

PENGAMATAN MORFOLOGI, DENYUT JANTUNG, RESPON

FOTOTAKSIS, KEMOTAKSIS, TERMOTAKSIS,

RHEOTAKSIS, GEOTAKSIS PADA Daphnia sp

Tanggal Praktikum : 12 Februari 2016

Tanggal Pengumpulan : 22 Februari 2016

Disusun oleh :

Dary Aulia Muhammad

10613060

Kelompok 14

Asisten :

Afifah Nurazizatul H.

10612005

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daphnia sp. atau yang biasa disebut sebagai kutu air karena kemiripan

bentuk dan pergerakannya, sebenarnya secara taksonomi masuk ke dalam

kelompok crustaceae renik yang biasa ditemukan di perairan tawar. Beberapa

Daphnia sp. ditemukan disepanjang perairan di sekitar daerah topis sampai ke

arktik (Delbaere & Dhert, 1996). Daphnia sp. sekarang ini marak digunakan

sebagai pakan organik bagi ikan dan udang di perairan tawar, karena cukup

mudah dikembangbiakkan dan biaya perawatan yang murah. Nilai perdagangan

ikan air tawar dunia yang terus berkembang menyebabkan nilai pakan organik ini

juga terus meningkat setiap tahunnya (Feldlite & Milstein, 1999).

Fungsi lain Daphnia sp. juga sudah mulai dipelajari dan menjadi penting

bagi beberapa cabang ilmu. Daphnia sp. diketahui dapat menjadi suatu

bioindikator perairan atau sebagai bahan uji toksisitas karena sensitifitasnya

terhadap berbagai zat pencemar ekosistem perairan (Cooney, 1995). Siklus hidup

yang cepat dan biaya yang murah juga menjadikan organisme ini sebagai atau

model hidup bagi interaksi gen dan lingkungannya (Mc Taggart et al., 2009).

Perkembangan Daphnia sp. yang multifungsi di dunia menjadikan pembelajaran

terhadap perilaku organisme ini menjadi sesuatu yang penting dan dapat berfungsi

tinggi bagi perkembangan ilmu teknologi ekologi dan akuakultur.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :

1. Menentukan morfologi dari Daphnia sp.

2. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap stimulus berupa cahaya

3. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap termotaksis (suhu panas dan

suhu dingin)

4. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap stimulus berupa pemberian

larutan gula dan protein

5. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap rheotaksis

6. Menentukan respon dari Daphnia sp terhadap geotaksis dengan membentuk

sudut dari 0o , 90o, dan 45o

7. Menentukan pengukuran denyut jantung dari Daphnia sp setelah pemberian

air dingin, air panas, dan larutan gula

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Biologis Daphnia sp.

2.1.1 Taksonomi & Anatomi

Daphnia sp. lebih dikenal dengan sebutan kutu air, walaupun

sebenarnya Daphnia sp. tidak ada hubungannya dengan kutu dan

memiliki taksonomi yang lebih dekat dengan udang-udangan. Menurut

Pennak (1989), Daphnia sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustaceae

Sub Kelas : Branchiopoda

Divisi : Oligobranchiopoda

Ordo : Cladocera

Sub Ordo : Eucladocera

Famili : Daphnidae

Genus : Daphnia

Spesies : Daphnia sp.

Secara umum, Daphnia sp. dapat berukuran 0,25-3 mm dengan

bentuk tubuh yang lonjong dan pipih. Daphnia sp. memiliki ruas-ruas

tubuh dan tertutupi cangkang khitin transparan dari badan sampai ke

ekor. Bagian kepalanya menyatu dengan cangkang transparan tersebut,

sedangkan bagian perut memiliki rongga dengan lima pasang kaki yang

biasa disebut kaki toraks (Balcer et al., 1984)

2.1.2 Morfologi & Fungsinya

Pembagian segmen tubuh dari Daphnia sp. hampir tidak terlihat,

dimana kepala menyatu dengan tubuh yang menekuk kebawah. Pada

beberapa species sebagian besar anggota tubuh dilindungi carapace yaitu

pelindung dari khitin. Daphnia sp. memiliki sepasang mata majemuk

(ocellus) dan lima pasang alat tambahan di kepala. Pasangan pertama dan

kedua merupakan antenna yang berfungsi sebagai alat sensoris dalam

pergerakan dan tiga pasang terakhir adalah bagian dari mulut.

Menggunakan kakinya, Daphnia sp. biasa berenang dengan hentakan-

hentakan kecil atau juga dengan merayap (Mokoginta, 2003).

Gambar 2.1 Morfologi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)

2.1.3 Siklus Hidup

Siklus hidup Daphnia sp. melalui beberapa fase penting yaitu telur,

larva, benih, dewasa dan induk. Fasa-fasa tersebut dilalui dalam waktu

yang terbilang pendek, yaitu hanya sekitar 12 hari. Daphnia sp. mencapai

dewasa kurang lebih dalam 4-6 hari, sedangkan menjadi induk dalam 8-

10 hari. Daphnia sp. mulai menghasilkan keturunan pertama kali pada

umur 4-6 hari. (Mokoginta, 2003).

Gambar 2.2 Siklus hidup Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)

Perkembanganbiakan Daphnia sp. terbilang cukup unik, karena

kemampuannya untuk berkembangbiak secara seksual dan aseksual

(parthenogenesis). Dalam keadaan baik, Daphnia sp. dapat

berkembangbiak secara parthenogenesis dimana individu baru tumbuh

berasal dari sel-sel yang tidak dibuahi. Telur-telur tersebut tetap dapat

berkembang dan menetas menjadi embrio calon Daphnia sp. dewasa.

Pada saat pergantian kulit induk, Daphnia sp. ini keluar dan berkembang

menjadi dewasa. Walaupun begitu, Daphnia sp. yang tumbuh dari cara

ini hanya berjenis kelamin betina. Tetapi seiring dengan fluktuasi

temperatur, kurangnya pakan, dan akumulasi limbah karena ledakan

populasi, telur-telur tersebut menetas menjadi jantan dan dimulailah

perkembangbiakan secara seksual (Kusumaryanto, 2001).

2.1.4 Habitat & Persebaran

Daphnia sp. biasa dikategorikan kedalam salah satu zooplankton

yang hidup pada perairan air tawar. Beberapa jenis Daphnia sp.

ditemukan disepanjang perairan di sekitar daerah topis sampai ke arktik

(Delbaere & Dhert, 1996). Walaupun begitu, Rusdy (2009) menyatakan

bahwa Daphnia dapat tumbuh berkembang dengan optimal pada selang

suhu 18-240C, dan diluar suhu tersebut Daphnia sp. akan cenderung

berada pada keadaan dorman. Perairan tempat Daphnia sp. tinggal

biasanya perairan alkali dengan kadar pH 6,7-9,2. Kadar amonia tinggi

dan pH melebisi selang tersebut maka mematikan bagi Daphnia sp.

2.2 Perilaku Taksis pada Daphnia sp.

2.2.1 Perilaku Fototaksis Daphnia sp.

Fototaksis adalah suatu respon organisme terhadap rangsangan

cahaya (Adams & Paul, 1999). Penelitian terhadap Daphnia sp.

melibatkan banyak hal, salah satunya yaitu tentang respon organisme ini

terhadap cahaya. Whitman (1982) menyatakan bahwa memang sudah

respon alami Daphnia sp. untuk mengikuti arah sumber cahaya di alam,

seperti pada saat melakukan migrasi vertikal ke atas di perairan

habitatnya. Biasanya dilakukan pada malam hari ketika terjadi pantulan

cahaya bulan, Daphnia sp. akan bermigrasi ke atas untuk mencari

makanan seperti alga dan fitoplankton lainnya. Respon tersebut tidak

berjalan secara lancar di siang hari, karena predator dari Daphnia sp.

lebih aktif pada siang hari. Penelitian yang dilakukannya juga

membuktikan bahwa Daphnia sp. yang biasa hidup di tempat gelap akan

menjadi lebih reaktif terhadap sumber cahaya karena respon alaminya

yaitu fototaksis.

2.2.2 Perilaku Thermotaksis Daphnia sp.

Thermotaksis merupakan suatu respon oleh organisme terhadap

perubahan suhu dari lingkungannya. Daphnia sp. memiliki respon

terhadap perubahan temperatur yang menjadi penting bagi suhu optimal

tubuhnya. Kenaikan suhu secara perlahan menyebabkan Daphnia sp.

untuk bermigrasi secara vertikal ke atas mengikuti bagian perairan yang

lebih hangat, sedangkan kenaikan suhu yang tiba-tiba dan konstan

menyebabkan Daphnia sp. untuk bergerak kebawah. Thermotaksis ini

menjadi penting bagi kelulushidupan Daphnia sp. untuk menghindari

predator yang cenderung lebih aktif di permukaan perairan pada siang

hari (Gerritsen, 1982). Perbedaan suhu juga mempengaruhi pertumbuhan

bagi pertumbuhan sel telur dari Daphnia sp., dimana suhu pertumbuhan

sel telur melambat seiring dengan kenaikan suhu lingkungan

(Reichwaldt, 2004).

2.2.3 Perilaku Kemotaksis Daphnia sp.

Kemotaksis yaitu respon organisme terhadap perubahan kimiawi di

lingkungannya (Martin, 1983). Daphnia sp. diketahui dapat menjadi

suatu bioindikator perairan atau sebagai bahan uji toksisitas karena

sensitifitasnya terhadap berbagai zat pencemar ekosistem perairan

(Cooney, 1995). Daphnia sp. diketahui senstifi terhadap berbagai jenis

bahan kimia, termasuk logam berat yang hadir dalam habitatnya.

Menurut Tatarazako et al. (2007), Daphnia sp. bmerupakan hewan uji

yang paling sensitif terhadap bahan kimia asing di lingkungannya apabila

dibandingkan dengan Moina sp., Planaria sp., dan Poecilia reticulate.

2.2.4 Perilaku Rheotaksis Daphnia sp.

Rheotaksis yaitu suatu respon yang diberikan organisme terhadap

arus air di lingkungannya (Martin, 1983). Daphnia sp. sendiri merupakan

organisme yang hidup di perairan tawar baik di sungai maupun danau.

Daphnia sp. ditemukan lebih banyak pada air yang tidak berarus, seperti

danau. Pada air sungai dengan kecepatan air lebih besar dari 2.5 cm/s,

hampir tidak ditemukan adanya Daphnia sp., atau biasa disebut washout.

Ini membuktikan bahwa Daphnia sp. memberikan respon negatif

terhadap rangsangan rheotaksis (Richardson, 1992).

2.2.5 Perilaku Geotaksis Daphnia sp.

Geotaksis merupakan suatu bentuk respon organisme terhadap gaya

tarik gravitasi bumi (Adams & Paul, 1999). Pergerakan Daphnia sp.

sebagai respon terhadap stimuli gravitasi berhubungan dengan beberapa

faktor lain seperti cahaya dan bentuk hidup dari organisme ini sendiri.

Kenaikan suhu menyebabkan kecenderungan Daphnia sp. untuk

memberikan respon positif terhadap geotaksis, sedangkan penurunan

suhu menyebabkan respon negatif. Daphnia sp. muda, akan cenderung

memberikan respon negatif terhadap geotaksis (Dice, 1914).

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lainTabel 3.1 Alat dan bahan

Alat Bahan

Gelas Erlenmeyer kecil

(100ml)

Tabung reaksi besar

Tabung reaksi kecil

Cawan petri besar

Cawan petri kecil

Thermometer

Kaca Arloji

ALuminium foil

Lampu senter

Karton hitam

Senter

Busur Derajat

Mikroskop Stereo

Counter

Daphnia sp.

Garam

Telur (yang telah

dicampurkan 5 ml garam.

Es

Larutan gula 5% (sukrosa)

Akuades

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Pengamatan morfologi

Untuk pengamatan morfologi dibutuhkan satu ekor Daphnia sp dan di

simpan diatas cawan petri. Setelah itu morfologi dari Daphnia sp diamati di

bawah mikroskop stereo.

3.2.2 Uji Pendahuluan

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum

memberikan setiap perlakuan terhadap Daphnia sp. Disiapkan satu tabung

reaksi besar dan cawan petri kecil. Tabung reaksi diisi dengan 2/3 akuades

yang telah disiapkan. Pada tabung reaksi yang telah diisi akuades dimasukkan

Daphnia sp. sebanyak 6 buah. Tabung reaksi dimiringkan, dengan ujung

tabung reaksi ditempatkan pada tepian tabung reaksi. Tunggu hingga 5 menit

agar Daphnia sp. beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah dibiarkan

hingga 5 menit, perilaku dari Daphnia sp mulai diamati selama 2 menit.

Perhatikan pola pergerakan dan penampilan yang diperlihatkan Daphnia sp.

Hal ini dilakukan untuk mengamati perilaku Daphnia sp sebelum pengujian..

3.2.3 Fototaksis

Disiapkan sebuah tabung reaksi yang telah dibingkus dengan karton

hitam, agar lebih kuat karbon hitam diikat dengan karet gelang. Bagian yang

mengeluarkan cahaya ditutup dengan alumunium foil dan dibuat lubang pada

bagian tengahnya. Tabung reaksi dimiringkan agar tidak ada cahaya yang

masuk saat diberikan cahaya dari lampu senter. Sebanyak 2/3 tabung reaksi

ditambahkan dengan akuades dan 6 ekor Daphnia sp. Biarkan hingga

beberapa menit agar Daphnia sp beradaptasi dengan lingkungan barunya,

setelah itu berikan cahaya pada bagian tabung yang tidak ditutupi dengan

karton hitam. Perilaku dari Daphnia sp diamati selama 2 menit. Dicatat hasil

pengamatan terhadap stimulus berupa cahaya, apakah Daphnia sp

memberikan respon negatif atau positif. Catat pula waktu latensi saat

Daphnia sp bergerak. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.2.4 Termotaksis

Disiapkan satu buah tabung reaksi dan satu buah gelas Erlenmeyer.

Diisi ¾ bagian dari gelas Erlenmeyer kecil dengan air hangat. Sebanyak ¾

bagian dari tabung reaksi yang telah disiapkan sebelumnya diisi dengan

akuades. Disiapkan termometer untuk mengukur suhu pada gelas erlenmeyer.

Ujung dari tabung reaksi dimasukkan hingga menyentuh bagian bawah dari

gelas Erlenmeyer. Pada bagian atas tabung reaksi ditempelkan es yang telah

dibungkus dengan plastik. Sehingga terdapat suhu hangat di bagian bawah

tabung dan suhu dngin di bagian atas tabung. Masukkan Daphnia sp pada

bagian tengah dari tabung reaksi. Amati pergerakan dari Daphnia sp apakah

mendekati suhu hangat atau suhu dingin. Dicatat latensi dari pergerakan

Daphnia sp. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali

3.2.5 Kemotaksis

Terdapat dua macam bahan yang digunakan untuk pengamatan

kemotaksis, yaitu larutan gula dan protein yang berasal dari putih telur yang

dilakukan bersama-sama. Pertama, disiapkan dua gelas Erlenmeyer yang

masing-masing 2/3 bagiannya telah ditambahkan dengan akuades dan enam

ekor Daphnia sp. Disiapkan larutan yang akan diberikan, yaitu larutan gula

dan protein. Dengan menggunakan pipet tetes, teteskan larutan gula sebanyak

3 tetes pada salah satu gelas Erlenmeyer, dan gelas lainnya diberikan protein

sebanyak 3 tetes pula. Diamati respon dari Daphnia sp, dan dicatat latensi

dari pergerakan Daphnia sp. dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali

3.2.6 Rheotaksis

Disiapkan cawan petri yang telah ditambahkan akuades dan enam

ekor Daphnia sp. Didiamkan 5 menit agar Daphnia sp beradaptasi dengan

lingkungan barunya. Disiapkan pipit tetes, dengan menggunakan pipet tetes

dibuat arus pada cawan petri selama 10 detik. Dicatat respon dan latensi dari

Daphnia sp. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.2.7 Geotaksis

Disiapkan tabung reaksi yang telah ditambahkan akuades dan enam

ekor Daphnia sp. Tabung reaksi ditutup dengan penutup tabung. Didiamkan

selama 5 menit agar Daphnia sp beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Dengan perlahan, tabung reaksi diputar sehingga membentuk sudut dari 0o

kemudian langsung ke 90olalu 45o. Dicatat respon dan latensi dari Daphnia

sp. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

3.2.8 Pengukuran Denyut Jantung Daphnia sp.

Disiapkan satu buah cawan petri, dimasukkan satu ekor Daphnia sp

kedalamnya dan ditetesi 1 tetes akuades. Diamati denyut jantung Daphnia sp

dari mikroskop stereo selama 10 detik pada suhu ruangan. Denyut jantung

dihitung menggunakan counter. Setelah selesai, Daphnia sp yang berada

didalam cawan petri ditetesi 1 tetes air panas, dan diamati kembali dibawah

mikroskop stereo untuk dicatat lagi denyut jantungnya selama 10 detik.

Langkah-langkah tersebut diulangi sebanyak 3 kali dengan menggunakan

individu yang berbeda. Diambil lagi satu ekor Daphnia sp dan diletkkan

didalam cawan petri. Ditetesi dengan akuades sebanyak 1 tetes. Diamati dan

dihitung denyut jantungnya selama 10 detik dengan menggunakan counter.

Setelah selesai, Daphnia sp yang berada didalam cawan petri diambil dan

ditetesi air dingin sebanyak 1 tetes, diamati pula perilaku dan denyut jantung

daphnia sp selama 10 detik dibawah mikroskop stereo. Diulangi sebanyak

tiga kali. Diambil lagi satu ekor Daphnia sp, diletakkan pada cawan petri dan

ditetesi larutan gula sebanyak 1 tetes. Dihitung dan diamati denyut

jantungnya selama 10 detik dibawah mikroskop stereo. Dilakukan

pengulangan terhadap percobaan tersebut sabanyak 3kali.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Morfologi Daphnia sp.

Pengamatan morfologi Daphnia sp. dilakukan dengan menggunakan

mikroskop stereo 220V, sehingga didapatkan hasil pengamatan seperti pada

Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengamatan morfologi Daphnia sp.

Warna merah pada gambar menunjukkan bagian antenna dari

Daphnia sp., yaitu bagian tubuh yang berfungsi sebagai organ sensoris yang

reaktif terhadap suhu dan tekanan. Sepasang mata majemuk ditunjukkan

oleh warna kuning yang berfungsi sebagai organ yang reaktif terhadap

cahaya. Warna biru menunjukkan organ jantung sedangkan warna hijau

menunjukkan thoracic appendage, dimana fungsinya adalah sebagai tempat

pertukaran gas O2 (Mokoginta, 2003). Bentuk morfologi lain yang

menunjukkan jenis kelamin dari Daphnia sp. ini juga tidak terlalu jelas

sehingga tidak dapat dibedakan antara jantan dan betina.

4.2. Perilaku Fototaksis Daphnia sp.

Pada perlakuan ini, respon Daphnia sp. Terhadap cahaya dipelajari

dengan bantuan lampu LED. Hasilnya dicatat berupa data dari Daphnia sp.

yang memberikan respon berupa mendekati juga menjauhi sumber cahaya.

Hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 76 individu yang mendekati sumber

cahaya, sedangkan 24 menjauhi (Gambar 4.2).

+ -0.0

25.0

50.0

75.0

100.0

76.2

23.8

Fototaksis yang terjadi

Pers

enta

se ra

ta-r

ata

jum

lah

Daph

nia

Gambar 4.2 Hasil respon fototaksis Daphnia sp.

Hasil dari data fototaksis tersebut dianalisis menggunakan metode

statistic berupa paired t-test dengan taraf signifikansi 5%, dan didapatkan

bahwa nilai Sig.(2-tailed)<0,05 , sehingga dapat disimpulkan bahwa

ternyata memang jumlah Daphnia sp. yang merespon cahaya LED secara

positif lebih signifikan daripada yang tidak merespon. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan dari Whitman (1982), dimana memang sudah respon

alami dari Daphnia sp. di alam untuk mengikuti sumber cahaya kontras di

malam hari seperti cahaya bulan, dengan harapan untuk memenuhi sumber

nutrisinya dan juga menghindar dari predator yang lebih aktif di siang hari.

Walaupun begitu, masih adanya Daphnia sp. yang tidak merespon dengan

mendekati sumber cahaya menunjukkan beberapa individu tersebut

kemungkinan sudah terbiasa dengan hidup dekat sumber cahaya, sehingga

kurang reaktif apabila dibandingkan dengan yang lainnya.

4.3. Perilaku Termotaksis Daphnia sp.

Percobaan respon thermotaksis Daphnia sp. dilakukan dengan

bantuan air panas dan air es. Kemudian dicatat hasil preferensi pergerakan

Daphnia sp. yang menuju kearah perairan panas atau dingin, dengan latensi

35,1±48,3 detik. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dan didapatkan

grafik seperti pada Gambar 4.3a.

es Intermediet panas0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

1.38

0.81

3.83

Jenis Perlakuan Suhu

Rata

-Rat

a Ju

mla

h

Gambar 4.3 Hasil perlakuan perbedaan suhu air terhadap Daphnia sp.

Analisis one-way ANOVA dilakukan untuk membandingkan ketiga

perairan yang menjadi preferensi bagi Daphnia sp. Ternyata walaupun

sebagian besar Daphnia sp. memilih di perairan panas, analisis satistik

menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan diantara ketiga

data tersebut. Data tersebut ternyata kurang representatif terhadap keadaan

di alam. Perubahan suhu perlahan tersebut menyebabkan Daphnia sp. untuk

aklimatisasi menyeimbangkan suhu tubuhnya dan lebih memilih perairan

yang seharusnya optimal untuk suhu perkembangannya, yaitu pada suhu

intermediate. Suhu diluar suhu tubuh optimal yaitu 18-240C, dapat

menyebabkan sel dorman dan bahkan kematian. Di alam, Daphnia sp.

bergerak mengikuti suhu hangat dan bergerak vertical ke atas apabila

perubaha suhu terjadi secara perlahan, sebagai suatu bentuk aklimatisasi

(Gerritsen, 1982).

4.4. Perilaku Kemotaksis Daphnia sp.

Perlakuan untuk kemotaksis memanfaatkan beberapa zat kimiawi

asing bagi badan perairan, yaitu gula dan putih telur. Data hasil respon

Daphnia sp dengan latensi masing-masing jenis perlakuan adalah 6±6 detik

dan 38,3±35,6 untuk gula dan protein. Dicatat dan hasilnya menunjukkan

sebagian besar melakukan respon positif terhadap keberadaan kedua zat

kimiawi asing tersebut. Hasil data kemudian dijadikan grafik (Gambar 4.4)

Positif Intermediet Negatif0

0.51

1.52

2.53

3.54

4.5

GulaPutih Telur

Respon

Jum

lah

Daph

nia

Gambar 4.4 Hasil respon Daphnia sp. terhadap gula dan putih telur.

Diuji dengan analisis statistic berupa one-way ANOVA, didapatkan

hasil bahwa nilai p>0,05. Hal tersebut ternyata menyatakan bahwa tidak

adanya perbedaan yang signifikan terhadap dua populasi sampel tersebut,

yaitu positif yang lebih dominan dan negatif. Respon yang diberikan

sebagian besar Daphnia sp. terhadap pemberian gula dan putih telur adalah

positif, Hal ini disebabkan oleh Daphnia sp. membutuhkan kandungan

nutrisi dari putih telur sebagai nutrisi hidup. Kandungan kalsium dalam

putih telur sangat berguna bagi pertumbuhan cangkang Daphnia sp. Gula

juga merupakan sumber energi bagi hampir keseluruhan makhluk hidup,

dan sangat dibutuhkan bagi organisme kecil sebagai sumber energi yang

mudah dimanfaatkan tubuh (Firdaus, 2009)

4.5. Perilaku Rheotaksis Daphnia sp.

Perlakuan yang dilakukan untuk mengetahui respon Daphnia sp.

terhadap arus dilakukan dengan bantuan udara. Data yang dihasilkan dicatat

dan dijadikan grafik seperti pada Gambar 4.5

Positif Negatif0

10

20

30

40

50

60

70

80

Pres

enta

se Ju

mla

h Da

phni

a

Gambar 4.5 Respon Rheotaksis Daphnia sp.

Hasil analisis statistic dengan metode paired t-test menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan antara dua kelompok perlakuan, karena

memiliki nilai Sig<0,05. Kecenderungan Daphnia sp. untuk melakukan

respon negatif terhadap rangsangan berupa arus air tidak lepas dari

penelitian Richardson (1992) yang menyatakan bahwa Daphnia sp.

ditemukan lebih banyak pada air yang tidak berarus, seperti danau. Pada air

sungai dengan kecepatan air lebih besar dari 2.5 cm/s, hampir tidak

ditemukan adanya Daphnia sp., atau biasa disebut washout. Pada

kenyataannya pun di alam, Daphnia sp. merupakan organisme kecil yang

seringkali terbawa arus dan tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk

tetap dapat bertahan hidup. Energi yang dimiliki Daphnia sp. memang

sebagian besar digunakan untuk melakukan filter makanan dan berkembang

biak.

4.6. Perilaku Geotaksis Daphnia sp.

Dilakukan pendataan terhadap perlakuan pada Daphnia sp. untuk

mempelajari responnya terhadap gaya tarik gravitasi bumi (Geotaksis).

Beberapa kelompok perlakuan yaitu membentuk sudut 0o, 45o dan 90o

terhadap bench. Hasil grafik data dapat dilihat pada Gambar 4.6.

0derajat 90derajat 45derajat0

20

40

60

80

100

120

140

160

positif intermediet negatif

jum

lah

Daph

nia

sp.

Gambar 4.6 Respon geotaksis Daphnia sp.

Uji ANOVA yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang

siginifikan antara ketiga jenis perlakuan, karena nilai p<0,05. Walaupun

begitu, hasil tersebut memang tidak bisa menjadi kesimpulan yang jelas

karena menurut Dice (1914), pergerakan Daphnia sp. sebagai respon

terhadap stimuli gravitasi berhubungan dengan beberapa faktor lain seperti

cahaya dan bentuk hidup dari organisme ini sendiri. Kenaikan suhu

menyebabkan kecenderungan Daphnia sp. untuk memberikan respon positif

terhadap geotaksis, sedangkan penurunan suhu menyebabkan respon

negatif.

4.7. Pengukuran Denyut Jantung Daphnia sp.

Pendataan dilakukan terhadap pengukuran denyut jantung dari

Daphnia sp., dengan memanfaatkan warna tubuh Daphnia sp. yang terbilang

transparan sehingga organ tubuh dalam dapat diamati. Hasil data kemudian

dijadikan grafik terhadap suhu (Gambar 4.7a & b)

Kontrol Air Dingin155

160

165

170

175

180

185

perlakuan

deny

ut ja

ntun

g

Gambar 4.7a Grafik respon gerak jantung Daphnia sp. terhadap suhu rendah

Kontrol Air panas195200205210215220225230235

Perlakuan

Deny

ut Ja

ntun

g

Gambar 4.7b Grafik respon gerak jantung Daphnia sp. terhadap suhu tinggi.

Walaupun hasil paired t-test menunjukkan tidak adanya signifikansii

dari ketiga kelompok perlakuan, berdasarkan dua grafik diatas (Gambar

4.7a & b), dapat disimpulkan bahwa Daphnia sp. akan lebih aktif

beraktivitas pada suhu kontrol dibandingkan pada suhu rendah. Hal tersebut

dikarenakan suhu dingin dibawah suhu optimal 18-240C bagi Daphnia sp.,

dapat menyebabkan organisme untuk dorman (Gerritsen, 1982). Tetatpi

apabila dibandingkan dengan air hangat, ternyata dapat lebih memicu detak

jantung Daphnia sp., dimana hal tersebut membuktikan bahwa Daphnia sp

daapt lebih aktif berkegiatan pada suhu hangat dibandingkan suhu dingin

maupun kontrol. Suhu perairan yang hangat memang sudah menjadi tempat

yang lebih baik bagi pertumbuhan sel dari Daphnia sp., bahkan dimulai dari

saat masih sel telur (Reichwaldt, 2004).

Kontrol Air Gula160165170175180185190195200205

Perlakuan

Deny

ut Ja

ntun

g

Gambar 4.8 Grafik detak jantung Daphnia sp. terhadap air gula

Daphnia sp. merupakan microcrustaceae yang sangat membutuhkan

suplai energi untuk dirinya. Proses yang dilakukan Daphnia sp. dialam

untuk mencari makanan melalui proses penyaringan membutuhkan energi

yang cukup besar. Tetapi apabila sumber energi tersebut tersedia di

lingkungan dalam bentuk gula, maka Daphnia sp. akan lebih sedikit

berkegiatan utuk memenuhi nutrisi. Hal tersebut menyebabkan detak

jantung pada kondisi air gula akan lebih kecil dibandingkan dengan pada air

kontrol (Firdaus, 2009).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan pengamatan perilaku kutu air (Daphnia sp.) kali

ini adalah :

1. Morfologi dari Daphnia sp. yang terlihat pada praktikum ini adalah

antenna, mata, jantung dan juga thoracic appendage.

2. Daphnia sp. akan cenderung mengikuti respon cahaya yang ada di

sekitarnya.

3. Suhu dapat mempengaruhi perilaku Daphnia sp., bahkan sejak dari sel

telur.

4. Respon Daphnia sp. terhadap sumber gula dan protein adalah respon

positif, karena kebutuhannya akan sumber energi dan pertumbuhan.

5. Daphnia sp. akan cenderung melakukan respon negatif terhadap rheotaksis

dan lebih mengikuti arus air.

6. Hasil praktikum ini membutuhkan bantuan dari respon lain seperti

cahaya, sehingga masih blom dapat disimpulkan.

7. Denyut jantung Daphnia sp. lebih aktif pada air panas, apabila

dibandingkan dengan suhu dingin dan kontrol. Tetapi apabila

dibandingkan dengan air gula, maka denyut jantung akan lebih keras pada

perairan kontrol.

5. 2 Saran

Untuk praktikum modul Daphnia sp. selanjutnya, untuk geotaksis, sebaiknya

dihubungkan dengan respon lain seperti cahaya dan suhu.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, C.F. & Paul, A.J. (1999). Phototaxis and geotaxis of light-adapted zoeae of the golden king crab Lithodes aequispinus (Anomura: Lithodidae) in the laboratory. Journal of Crustacean Biology 19 (1): 106–110.

Balcer, M. D., N. L. Korda, and S. I. Dodson. 1984. Zooplankton of the Great Lakes: A Guide to the Identification and Ecology of the Common Crustacean Species.  University of Wisconsin Pres. Madison, Wisconsin. pg. 58-60.

Delbaere, D & P.Dhert. 1996. Cladocerans, Nematodes & Trochopora Larvae dalam manual “On The Production and use of Live Food for Aquaculure.” Editor : Patrick Lavens and Patrick Sorgeloos. Food and Agriculture Organization of the United Nations. New York.

Dice, Lee Raymond. 1914. The Factors Determining the Vertical Movements of Daphnia. Journal of Animal Behaviour 4(4): 229-265.

Feldlite, M. and Milstein, A. 1999. Effect of density on survival and growth of cyprinid fish fry. Aquaculture International, 76: 399 – 411.

Firdaus, Ferry. 2009. Budidaya Daphnia sp.: Budidaya Perikanan. Jember: Poloteknik Negeri

Gerritsen, Jeroen. 1982. Behavioral Response od Daphnia to Rate of Temperature Change: Possible Enchancement of Vertical Migration. Journal of Oceanography 27(2): 254-261.

Kusumaryanto, DAPHNIA SP.. 1988. Pengaruh Jumlah Inokulasi Awal Terhadap Pertumbuhan Populasi, Bimassa dan Pembentukkan Epipium Daphnia sp. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Martin, E.A. 1983. Macmillan Dictionary of Life Sciences (2nd ed.). London: Macmillan Press. p. 362

Mokoginta, I. 2003. Budidaya Daphnia. Direktorat Menengah Kejuruan . Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.

Pennak, R.DAPHNIA SP.. 1989. Freshwater Invertebrate of The United States (3rd

ed). John Wiley & Sons. New York.Reichwaldt, E.S. 2004. The Effect of Diel Vertical Migration of Daphnia on

Zooplankton-Phytoplankton Interactions: Laboratory and Field Experiments. Munchen zur Erlangung des Doktogrades 4: 25-27.

Rusdy. 2009. Kultur Kutuair Moina dan Daphnia.(Online). http://id.shvoong.com/ exact- sciences/agronomy-agriculture/1932845-kultur-kutuair-moina-dan-daphnia. (diakses 20 Februari 2016 pukul 15.30).

Tatarazako, N. and Oda, S., 2007. The water flea Daphnia magna (Crustacea, Cladocera) as a test species for screening and evaluation of chemicals with endocrine disrupting effects on crustaceans. Ecotoxicology, 16: 197-203.

Whitman, L.J., Miller, R.J. 1982. The Phototactic Behaviour of Daphnia Magna as an Indicator of Chronic Toxicity. Proc Ocla Acad Sci 62:22-33.

LAMPIRAN

Lampiran 1

Paired t-test table phototaxis of Daphnia

Lampiran 2

One-way ANOVA table thermototaxis of Daphnia

Lampiran 3

One-way ANOVA table chemototaxis of Daphnia

ANOVA

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Positif Between

Groups

(Combined) .214 1 .214 .049 .825

Linear

Term

Contrast .214 1 .214 .049 .825

Within Groups 173.905 40 4.348

Total 174.119 41

intermediet Between (Combined) .595 1 .595 .273 .604

Groups Linear

Term

Contrast .595 1 .595 .273 .604

Within Groups 87.238 40 2.181

Total 87.833 41

negatif Between

Groups

(Combined) .024 1 .024 .007 .934

Linear

Term

Contrast .024 1 .024 .007 .934

Within Groups 136.095 40 3.402

Total 136.119 41

Lampiran 4

Paired t-test table chemototaxis of Daphnia

Lampiran 5

ANOVA table geototaxis of Daphnia

ANOVA

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

positif Between

Groups

(Combined) 17.333 2 8.667 2.174 .118

Linear

Term

Contrast 17.190 1 17.190 4.312 .040

Deviation .143 1 .143 .036 .850

Within Groups 490.381 123 3.987

Total 507.714 125

intermediet Between

Groups

(Combined) 8.619 2 4.310 5.837 .004

Linear

Term

Contrast .583 1 .583 .790 .376

Deviation 8.036 1 8.036 10.884 .001

Within Groups 90.810 123 .738

Total 99.429 125

negatif Between

Groups

(Combined) 33.159 2 16.579 3.683 .028

Linear

Term

Contrast 27.429 1 27.429 6.093 .015

Deviation 5.730 1 5.730 1.273 .261

Within Groups 553.667 123 4.501

Total 586.825 125

Lampiran 6

Paired t-test denyut jantung

A. PAIRED T TEST AIR PANAS DAN KONTROL

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 kontrol & air_panas 21 ,751 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)MeanStd.

DeviationStd. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

kontrol - air_panas

-22,57143

49,25502 10,74833-

44,99205-,1508

1-

2,10020 ,049

T tabel 1,72

B. PAIRED T TEST AIR PANAS DAN KONTROL

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 kontrol2 & air_dingin 21 ,778 ,000

Paired Samples TestPaired Differences t df Sig.

(2-tailed

)

Mean Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

kontrol2 - air_dingin

15,85714

49,43509

10,78762

-6,6454

4

38,35973

1,470

20

,157

C. PAIRED T TEST AIR GULA DAN KONTROL

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 kontrol3 & air_gula 42 ,660 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)MeanStd.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

kontrol3 - air_gula

23,54762 49,52664 7,64213 8,11403 38,98121 3,081 41 ,004

T tabel 1,68