pengaruh suhu terhadap denyut jantung daphnia (repaired)
TRANSCRIPT
I. Tujuan
a. Mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
b. Mengidentifikasi frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu terhadap denyut jantung
Daphnia sp
II. Dasar Teori
A. Suhu Tubuh Hewan
Suhu merupakan salah satu faktor pembatas penyebaran hewan dan
selanjutnya menentukan aktivitas hewan. Rentangan suhu lingkungan di bumi jauh
lebih besar dibandingkan dengan rentangan penyebaran aktivitas hidupnya. Secara
umum aktivitas kehidupan terjadi antara rentangan sekitar 00C-400C. kebanyakan
hewan hidup dalam rentangan suhu yang lebih sempit.
Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengan suhu lingkungan, dan
kelompok hewan ini disebut hewan “berdarah dingin atau poikilotermik”.
Menghadapi fluktuasi suhu, hewan ini melakukan konformitas suhu, suhu tubuhnya
berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungan. Laju kehilangan panas pada hewan
poikilotermik lebih tinggi daripada laju produksi panas, sehingga tubuhnya lebih
ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya daripada suhu metabolisme
internalnya. Dilihat dari ketergantungannya terhadap suhu lingkungan, hewan
poikilotermik disebut juga sebagai hewan ektotermik (arti harfiahnya “suhu luar”).
Lebih sedikit hewan mempertahankan suhu tubuhnya, kelompok hewan ini
disebut hewan “berdarah panas” atau homeotermik. Menghadapi suhu lingkungan,
hewan ini melakukan regulasi suhu, suhu tubuhnya konstan walaupun suhu
lingkungan berfluktuasi. Kehilangan panas lebih sedikit dibandingkan dengan laju
produksi panas internalnya, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh produksi
internalnya. Dalam keadaan demikian, hewan homeotermik disebut hewan
“endotermik “ (suhu dalam). Grafik suhu tubuh dan suhu lingkungan pada hewan
poikilotermik dapat ditunjukkan dengan grafik dibawah ini:
Gambar anatomi Daphnia sp. Gambar Daphnia sp.
Tabel 1. Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Suhu Tubuh
Suhu tubuh, endoterm atau eksoterm, tergantung pada jumlah panas (kalori) per
unit massa jaringan. Jaringan terdiri terutama atas, sehingga kapasitas panas jaringan
antara 00C - 400 C kira-kira 1,0 kalori per 0C per gram. Ini berarti bahwa makin luas
hewan, makin besar panas tubuh menentukan suhu hewan. Kecepatan perubahan panas
tubuh tergantung pada (1) kecepatan produksi panas melalui aktivitas metabolik, (2)
kecepatan penambahan panas atau (3) kecepatan kehilangan panas ke lingkungan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa:
Suhu Lingkungan 0C
Suhu
Tuh
uh
Panas tubuh = Produksi Panas + Penambahan Panas- Kehilangan panas
= Panas yang diproduksi + Perpindahan Panas
Jadi panas tubuh, dan selanjutnya suhu tubuh seekor hewan, dapat diregulasi
dengan mengubah kecepatan produksi panas dan perpindahan panas.
a. Produksi Panas
Mekanisme yang mempengaruhi kecepatan produksi panas tubuh dapat
diklasifikasikan menjadi: (1) mekanisme tingkah laku, seperti latihan ringan
(pemanasan); (2) mekanisme otonomik seperti mempercepat metabolisme
simpanan energi, (3) mekanisme adaptif atau aklimatisasi, yang lebih lamban
daripada dua proses yang lain yaitu memproduksi penambahan panas pada
metabolisme basal.
b. Transfer Panas
Kecepatan transfer panas (kalori per jam) ke dalam atau keluar tubuh tergantung
pada tiga faktor:
1) Luas Permukaan. Makin kecil hewan maka makin tinggi aliran panas per unit
berat tubuh.
2) Perbedaan suhu. Makin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke
suhu lingkungan, makin sedikit panas akan mengalir ke dalam atau keluar
tubuhnya.
3) Konduktansi panas spesifik permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan
poikilotermik memiliki kondutansi panas yang tinggi, sehingga hewan ini
memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungan (kecuali apabila hewan
berjemur di panas matahari).
B. Pengaruh Perubahan Suhu
Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai proses fisiologis.
Dalam batas tertentu, peningkatan suhu akan mempercepat banyak proses fisiologis.
Misalnya pengaruh suhu terhadap kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen.
Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen
akan meningkatkan suhu lingkungan. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu
terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10 yaitu peningkatan kecepatan proses
yang disebabkan oleh peningkatan suhu 100 C. Secara umum peningkatan suhu tubuh
hewan 100 C, menyebabkan kecepatan denyut jantung atau konsumsi oksigen antara
harga 1 dan 2, dan sebaliknya bila suhu tubuh diturunkan 100 C, maka kecepatan
denyut jantung atau konsumsi oksigen akan turun menjadi setengahnya. Bila
kecepatan 2 kali, maka Q10= 2, bila kecepatannya 3 kali, maka Q10=3 dan seterusnya.
Istilah ini bukan hanya konsumsi oksigen saja, tetapi untuk semua proses yang
dipengaruhi oleh suhu.
C. Mekanisme pengaturan suhu
Kulit –> Reseptor ferifer –> hipotalamus (posterior dan anterior) –> Preoptika
hypotalamus –> Nervus eferent –> kehilangan/pembentukan panas. Dalam pengaturan
suhu tubuh, hewan harus mengatur panas yang diterima atau yang hilang ke
lingkungan. Mekanisme perubahan panas tubuh hewan dapat terjadi dengan 4 proses,
yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. 1) Penguapan (evaporasi)
Evaporasi proses kehilangan panas dari permukaan cairan yang ditranformasikan dalam bentuk gas. Penguapan dari tubuh merupakan
salah satu jalan melepaskan panas. Walau tidak berkeringat, melalui kulit selalu ada air berdifusi sehingga penguapan dari permukaan tubuh kita
selalu terjadi disebut inspiration perspiration (berkeringat tidak terasa) atau biasa disebut IWL (insensible water loss). Inspiration perspiration
melepaskan panas + 10 kcal/jam dari permukaan panas dari metabolism kulit. Dari jalan pernafasan + 7 kcal/jam dikeluarkan dengan cara
evaporasi 20 - 25%.
2) Radiasi
Radiasi adalah emisi dari energi elektromagnet. Radiasi dapat mentransfer
panas antar obyek yang tidak kontak langsung. Bila suhu disekitar lebih panas dari
badan permukaan tubuh akan menerima panas, bila disekitar dingin akan
melepaskan panas. Proses ini terjadi dalam bentuk gelombang radiasi
elektromagnetik dengan kecepatan seperti cahaya. Sebagai contoh, radiasi sinar
matahari3) Konduksi
Perpindahan panas dari atom ke atom/ molekul ke molekul dengan jalan pemindahan berturut turut dari energi kinetik dalam keadaan ini
yaitu perubahan panas tubuh hewan karena kontak dengan suatu benda.Pertukaran panas dari jalan ini dari tubuh terjadi sedikit sekali (kecuali
menyiram dengan air).
4) Konveksi
Perpindahan panas dengan perantaraan gerakan molekul, gas atau cairan. Misalnya pada waktu dingin udara yang diikat/dilekat pada
tubuh akan menjadi kurang dipanaskan (dengan melalui konduksi dan radiasi) padat, naik dan diganti udara yang lebih dingin. Biasanya ini
kurang berperan dalam pertukaran panas.
D. Pengaturan Suhu Tubuh Pada Keadaan Dingin
Ada dua mekanisme tubuh untuk keadaan dingin yaitu :
a. Secara fisik (prinsif-prinsif ilmu alam) yaitu pengaturan atau reaksi yang terdiri
dari perubahan sirkulasi dan tegaknya bulu-bulu badan (piloerektion) –> erector
villi.
Pengaturan secara fisik Dilakukan dengan dua cara :
Vasokontriksi pembuluh darah (cutaneus vasokontriksi)
Pada reaksi dingin aliran darah pada jari-jari ini bias berkurang + 1% dari
pada dalam keadaan panas. Sehingga dengan mekanisme
vasokontriksi maka panas yang keluar dikurangi atau penambahan isolator
yang sama dengan memakai 1 rangkap pakaian lagi.
Limit blood flow slufts (Perubahan aliran darah)
Pada prinsifnya yaitu panas/temperature inti tubuh terutama akan lebih
dihemat (dipertahankan) bila seluruh anggota badan didinginkan
b. Pengaturan secara kimia:
Pada keadaan dingin, penambahan panas dengan metabolisme akan terjadi baik
secara sengaja dengan melakukan kegiatan otot-otot ataupun dengan cara
menggigil. Menggigil adalah kontraksi otot secara kuat dan lalu lemah bergantian,
secara synkron terjadi kontraksi pada group-group kecil motor unit alau seluruh
otot. Pada menggigil kadang terjadi kontraksi secara simultan sehingga seluruh
badan kaku dan terjadi spasme. Menggigil efektif untuk pembentukan panas,
dengan menggigil pada suhu 50 c selama 60 menit produksi panas meningkat 2
kali dari basal, dengan batas maximal 5 kali. Secara kimia yaitu terdiri dari
penambahan panas metabolisme.
E. Pengaturan Suhu Tubuh Dalam Keadaan Panas
a.Fisik
Penambahan aliran darah permukaan tubuh
Terjadi aliran darah maximum pada anggota badan
Perubahan (shift) dari venus return ke vena permukaan
Proses ini terutama efektif pada keadaan temperatur kurang/dibawah 340 C.
b. Keringat
Pada temperatur diatas 340 C, pengaturan sirkulasi panas tidak cukup dengan
radiasi, dimana pada kondisi ini tubuh mekanisme panas yang dipakai dalam
mendapat panas dari radiasi keadaan ini dengan cara penguapan (evaporasi).
Gerakan kontraksi pada kelenjar keringat, berfungsi secara periodik memompa
tetesan cairan keringat dari lumen permukaan keringat merupakan mekanisme
pendingin yang paling efektif kulit.
F. Termoregulasi Pada Hewan Poikiloterm (Eksoterm)
Eksoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan
(menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi,
tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota
invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia.
Suhu tubuh hewan poikiloterm atau eksoterm ditentukan oleh
keseimbangan kondisi suhu lingkungan dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya
kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm air, suhu tubuhnya sangat
ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konfektif dengan air mediumnya dan
suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara
metabolic, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas memiliki insulasi
sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil.
Ada beberapa cara untuk mencapai keseimbangan ini . Salah satu cara
dengan lingkungan adalah memperluas permukaan tubuh sehingga dapat
meningkatkan panas yang masuk dari radiasi matahari. Ini dilakukan dengan
mengarahkan permukaan kulitnya tegak lurus dengan sinar matahari. Dengan cara
ini dapat menyerap panas jauh lebih tinggi daripada suhu udara lingkungannya. Bila
suhu tubuh yang cocok telah tercapai, biasanya hewan air ini akan berpindah
ketempat yang lebih teduh. Hal ini berarti dapat dipahami bahwa hewan poikiloterm
yang biasanya didefinisikan sebagai hewan yang menyesuaikan suhu tubuhnya
dengan fluktuasi suhu lingkungannya dan dianggap tidak melakukan usaha untuk
mempertahankan suhu tubuhnya ternyata kurang tepat, sebab banyak usaha yang
dilakukan oleh poikiloterm untuk mempertahankan suhu tubuhnya.
G. Termoregulasi Pada Hewan Endoterm
Hewan endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil
metabolisme. Suhu tubuh hewan ini lebih konstan. Endoterm umum dijumpai pada
kelompok burung (Aves), dan mamalia. Hewan berdarah panas adalah hewan yang
dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih
tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses
radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga
suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung
dan mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-
kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya (Guyton, 1987).
III. Prosedur Kerja
1. Kultur Daphnia disiapkan dalam suhu awal (10I C, 15I C, 20I C, dan 25I C). Daphnia
2. Diletakkan pada gelas arloji yang berada pada suhu yang telah ditentukan (dileta kan
diatas es batu atau air dengan suhu yang dikehendaki)
3. Dengan pipet, secara hati-hati seekor Daphnia dipindahkan pada gelas objek yang
cekung atau gelas arloji lain sambil dilihat di bawah mikroskop . Daphnia juga
dapat diletakkan diatas gelas objek datar.
4. Menambahkan air secukupnya agar tidak kekeringan. Dalam hal ini, disarankan
tidakmenambahkan air terlalu banyak, karena Daphnia akan mudah bergerak dan
sulit diatur dihitung denyut jantungnya. Mengatur letak Daphnia dengan posisi
tubuh miring hingga jantungnya tampak jelak dan mudah diikuti denyutnya. Apabila
menggunakan gelas arloji atau gelas objek datar perlu ditutup dengan kaca penutup.
5. Setelah tampak denyutan jantung hitunglah jumlah denyut setiap 15 detik (dengan
menggunakan jarum petunjuk detik pada arloji atau stopwatch). Membuat tiga
kali pengukuran dan hasil rata-rata. Pada setiap kali pengukuran suhu harus tetap
pada suhu yang dikehendaki. Jika perlu setiap satu kali pengukuran Daphnia
dikembalikan pada air dengan suhu yang telah telah ditentukan. Lampu mikroskop
dapat dengan cepat menaikkan suhu objek pada meja objek.
6. Selanjutnya Daphnia dipindahkan ke tempat baru (10I C lebih tinggi dari pada suhu
awal)
7. Mengukur denyut jantung Daphnia pada suhu baru. Pengukuran dilakukan seperti
cara/langkah pada urutan d.
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Tabel 4.1. Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp
Suhu
Awal
Denyut
Jantung
Rata-
Rata
Suhu
Akhir
Denyut
Jantung
Rata-
RataQ10
10oC
56
38,6 20 oC
35
25,6 1,3935 22
25 20
15oC
51
36 25 oC
25
20,6 0,9532 21
25 16
20oC
43
29 30 oC
18
17,3 0,8925 17
19 17
25oC
23
21 35 oC
14
12 0,8222 12
18 10
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil data tabel 4.1, dapat diketahui bahwa pada percobaan ini
suhu berpengaruh terhadap denyut jantung Daphnia sp. Hal ini terbukti pada hasil
percobaan yaitu pada suhu awal 10oC terjadi penurunan detak jantung dengan rata-rata
denyut jantung adalah 38,6 kali dimana dilakukan 3 kali perhitungan detak jantung
setiap 15 detik. Percobaan berikutnya yaitu pada suhu 15oC, 20oC, dan 25oC juga
terjadi penurunan detak jantung dengan rata-rata denyut jantung secara berturut-turut
sebanyak 36 kali, 29 kali dan 21 kali, dimana perhitungan detak jantung juga
dilakukan sebanyak 3 kali setiap 15 detik.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, juga dapat diketahui bahwa
semakin tinggi suhu, detak jantung Daphnia sp semakin rendah berdasarkan nilai Q10
atau koefisien aktivitas yang disebabkan oleh kenaikan suhu 10oC. Hal ini terbukti
pada suhu 10oC yang dinaikan menjadi 20oC menyebabkan penurunan detak jantung
Daphnia sp dari 38,6 menjadi 25,6 dengan koefisien denyut jantung (Q10) sebesar
1,39. Suhu 15oC yang dinaikkan menjadi 25oC juga mengakibatkan Daphnia sp
mengalami penurunan detak jantung dari 36 menjadi 20,6 dengan nilai koefisien
denyut jantung (Q10) sebesar 0,95. Suhu 20oC yang dinaikkan menjadi 30oC
menyebabkan penurunan detak jantung Daphnia sp dari 29 menjadi 17,3 dengan nilai
koefisien denyut jantung (Q10) sebesar 0,89. Suhu 25oC yang dinaikkan menjadi 35oC
menyebabkan penurunan detak jantung Daphnia sp dari 21 menjadi 12 dengan nilai
koefisien denyut jantung (Q10) sebesar 0,82.
C. Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa semakin
tinggi suhu, maka detak jantung Daphnia semakin rendah. Hal ini kurang sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu maka detak jantung
Daphnia sp semakin cepat.
Aktivitas metabolisme Daphnia akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai
pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun
dan akhirnya terjadi kematian. Penyebab terjadinya penurunan detak jantung Dapnia
saat suhu dinaikkan 10oC dari suhu awal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah sistem ketahanan tubuh Daphnia. Saat suhu dinaikkan 10oC dari
suhu awal, Daphnia mengalami kejutan atau shock sehingga aktivitas metabolisme di
dalam tubuh semakin tinggi. Daphnia merupakan hewan poikiloterm dimana suhu
tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal. Jika suhu
lingkungan berubah maka suhu tubuh pada Daphnia juga berubah seiring dengan suhu
lingkungan, hal ini digunakan Daphnia untuk menyesuaikan diri agar metabolisme
dalam tubuh tetap berjalan dan dapat bertahan hidup.
Sehubungan bahwa Daphnia merupakan hewan poikiloterm atau ektoterm,
maka pada suhu yang semakin meningkat, Daphnia juga akan melakukan adaptasi
morfologis yang serupa dengan hewan ektoterm pada umumnya, yaitu dengan
mempertinggi konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas mudah terlepas
dari tubuh, karena afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen turun. Mekanisme
adaptasi fisiologi ini juga mempengaruhi peningkatan frekuensi denyut jantung pada
Daphnia. Hewan ini dapat memperoleh energi panas dari lingkungan. Energi ini yang
digunakan untuk melangsungkan metabolisme.
Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan
meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Daphnia memperebutkan oksigen
untuk bisa mempertahankan hidupnya. Kebutuhan oksigen yang semakin banyak
akibat kenaikan suhu disertai perebutan oksigen sesama Daphnia menyebabkan
Daphnia yang memiliki ketahanan tubuh yang rentan mengalami kerusakan jaringan
tubuh yang lebih cepat bila dibandingkan dengan spesies yang memiliiki ketahanan
tubuh yang tinggi. Ini terkait dengan enzim yang merupakan pengatur metabolisme
dalam tubuh, yang mempunyai suhu optimum dalam kerjanya. Apabila suhu
lingkungan atau suhu tubuh meningkat drastis, maka enzim-enzim yang bekerja
mengalami denaturalisasi sehingga tidak dapat mengerjakan fungsinya. Sama halnya
dengan suhu lingkungan yang menurun drastis menyebabkan enzim-enzim tidak dapat
bekerja dengan baik. Artinya Daphnia dengan ketahanan tubuh rentan memiliki suhu
optimum yang lebih rendah bila dibandingkan suhu optimum Daphnia dengan
ketahanan tubuh yang lebih kuat. Hal ini mengakibatkan Daphnia yang memiliki
ketahanan tubuh rentan mengalami penurunan aktivitas metabolisme dalam tubuhnya,
sehingga detak jantung Dapnia menjadi lebih lambat. Pada praktikum ini, penurunan
detak jantung Daphnia saat suhu dinaikkan kemungkinan disebabkan oleh ketahanan
tubuh Daphnia yang diamati lebih rentan.
Selain itu, penurunan detak jantung Daphnia juga disebabkan oleh proses
adaptasi fisiologis Daphnia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan suhu
lingkungan yang membutuhkan waktu lebih lama. Perebutan oksigen sebagai akibat
dari perubahan suhu lingkungan yang semakin tinggi menyebabkan komposisi oksigen
di dalam air semakin menurun. Daphnia yang memerlukan adaptasi fisiologis tubuh
lebih lama dapat mengalami penurunan detak jantung akibat perubahan suhu yang
semakin tinggi tersebut, sehingga suhu air yang dinaikkan menyebabkan penurunan
detak jantung Daphnia.
Penurunan detak jantung Daphnia akibat perubahan suhu yang semakin tinggi
juga dipengaruhi oleh faktor keterbatasan praktikan dalam menghitung detak jantung
Daphnia tersebut. Detak jantung Daphnia yang sangat cepat menyebab perhitungan
detak jantung yang dilakukan oleh praktikan menjadi kurang teliti. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap jumlah hasil perhitungan.
Pengukuran suhu air yan kurang tepat juga dapat menjadi faktor menurunnya
detak jantung Daphnia. Pengukuran suhu air yang kurang teliti dapat berpengaruh
terhadap kecepatan denyut jantung yang dihasilkan. Hal ini disebabkan Daphia
merupakan hewan poikiloterm dimana suhu tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh
suhu lingkungan eksternal. Jika suhu lingkungan berubah maka suhu tubuh pada
Daphnia juga berubah seiring dengan suhu lingkungan, hal ini digunakan Daphnia
untuk menyesuaikan diri agar metabolisme dalam tubuh tetap berjalan dan dapat
bertahan hidup.
Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi
adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh
peningkatan suhu 10oC. Q10 merupakan perbandingan antara laju reaksi (A) yang
terjadi pada suhu (t+10)oC. Laju reaksi (A) pada suhu t0 oC atau dapat dituliskan
dengan rumus :
Q10 = A ( t + 10)oC
A ( t0)oC
Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi denyut
jantung. Kenaikan atau penurunan tersebut dapat mencapai dua kali aktivitas normal.
Cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. adalah mengamati di bawah
mikroskop dengan meletakkannya posisi miring. Dengan posisi tersebut maka denyut
jantung Daphnia sp. akan terlihat jelas dan mudah diikuti dan dihitung.
V. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan mengenai pengaruh suhu terhadap denyut jantung
daphnia, maka dapat disimpulkan bahwa suhu berpengaruh pada laju denyut jantung
daphnia. Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula laju denyut jantung daphnia.
Peningkatan laju denyut jantung tersebut dapat disebabkan karena meningkatnya
proses fisiologis di dalam tubuh daphnia sebagai respon dari meningkatnya suhu
lingkungan.
2. Saran
Praktikan sebaiknya lebih teliti dalam melakukan praktikum, terutama saat
menaikkan suhu awal, saat menghitung denyut jantung daphnia, dan saat menghitung
Q10 agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan representatif.
VI. Diskusi
1. Buat grafik yang menyatakan hubungan antara jumlah denyut per 15 detik dengan
berbagai suhu awal yang telah ditentukan!
2. Berdasarkan grafik tersebut, bagaimana pengaruh suhu terhadap denyut jantung
daphnia?
3. Hitung Q10 pada setiap suhu yang telah anda lakukan!
Jawab:
1. Grafik pengaruh suhu terhadap denyut jantung daphnia sesuai dengan hasil
percobaan
10 15 20 250.5
1
2
Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia
denyut jantung
suhu (°C)
deny
ut ja
ntun
g/ 1
5 de
tik
2. suhu yang rendah menyebabkan kecepatan denyut jantung daphnia semakin cepat
3. Q10= A (to + 10) o C
A (to)oC
Q10= 25,6(20) o C = 1,39
38,6(10)oC
Q10= 20,6(25) o C = 0,95
36(15)oC
Q10= 17,3(30) o C = 0,89
29(20)oC
Q10= 12(35) o C = 0,82
21(25)oC
VII. Daftar Pustaka
Kuswanti, Nur, Raharjo dan Nur Qomariah. Panduan Praktikum Fisiologi Hewan.
Surabaya: Biologi FMIPA UNESA.
Leonhardt,Helmut. 1990. Atlas dan Buku Teks Anatomi Manusia. Jakarta: EGC
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Depdikbud.
Wulangi, Kartolo S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Depdikbud.
Campbell, Reece Mitchell. 2000. Biologi Edisi Ke-5 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
PENGARUH SUHU TERHADAP DENYUT JANTUNG DAPHNIA
OLEH :
BRILIAN LADYANA (103204202)
RATIH PURBANINGSIH W (103204206)
NITAMAYA NURSA’DIYAH (103204213)
KHOLIDIYAH BUDIASRI A (103204220)
EVA ROSITA SULISTIA W (103204221)
PEND.BIOLOGI B 2010
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
2013