pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung daphnia

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup memiliki suhu tertentu untuk dapat tumbuh dengan optimal. Seperti pada manusia memiliki suhu inti normal yang dipertahankan oleh tubuh sekitar 36,5 ̊ C -37,5 ̊ C. Begitu pula dengan hewan, ada dua jenis hewan berdasarkan pengaruh suhu lingkungan. Poikiloterm adalah hewan yang suhu tubuhnya dapat dipengaruhi oleh lingkungan dapat juga disebut dengan hewan berdarah dingin contohnya adalah reptil, amphibi, ikan dan hewan- hewan avertebrata. Kedua adalah homoiterm, yaitu hewan- hewan yang dapat mempertahankan suhu tubuhnya dari pengaruh suhu lingkungan, antara lain adalah mamalia dan burung. Perubahan suhu yang terjadi pada lingkungan mempengaruhi kondisi fisiologi makhluk hidup, salah satunya adalah kecepatan denyut jantung. Menurut (Tobin, 2005) suhu berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Semakin tinggi suhu maka aktivitas molekul juga akan semakin tinggi akibat dari tingginya energi kinetik yang ditimbulkan oleh panas (Chang, 1996). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh (Ariana, 2013) tentang pengaruh lingkungan terhadap denyut jantung

Upload: viki-safitri

Post on 15-Feb-2016

406 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Fisiologi Hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makhluk hidup memiliki suhu tertentu untuk dapat tumbuh dengan optimal.

Seperti pada manusia memiliki suhu inti normal yang dipertahankan oleh tubuh

sekitar 36,5 ̊ C -37,5 ̊ C. Begitu pula dengan hewan, ada dua jenis hewan berdasarkan

pengaruh suhu lingkungan. Poikiloterm adalah hewan yang suhu tubuhnya dapat

dipengaruhi oleh lingkungan dapat juga disebut dengan hewan berdarah dingin

contohnya adalah reptil, amphibi, ikan dan hewan-hewan avertebrata. Kedua adalah

homoiterm, yaitu hewan-hewan yang dapat mempertahankan suhu tubuhnya dari

pengaruh suhu lingkungan, antara lain adalah mamalia dan burung.

Perubahan suhu yang terjadi pada lingkungan mempengaruhi kondisi fisiologi

makhluk hidup, salah satunya adalah kecepatan denyut jantung. Menurut (Tobin,

2005) suhu berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Semakin tinggi suhu maka

aktivitas molekul juga akan semakin tinggi akibat dari tingginya energi kinetik yang

ditimbulkan oleh panas (Chang, 1996). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan

oleh (Ariana, 2013) tentang pengaruh lingkungan terhadap denyut jantung Daphnia

sp. menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan

denyut jantung Daphnia sp. salah satunya adalah suhu lingkungan. Semakin tinggi

suhu lingkungan, maka denyut jantung Daphnia sp. akan semakin cepat. Sebaliknya,

jika suhu lingkungan rendah, maka kecepatan denyut jantung akan semakin lambat.

Daphnia sp. adalah salah satu contoh hewan avertebrata yang termasuk ke dalam

subfilum crustacea. Hewan ini secara umum hidup di perairan tawar misalkan kolam

kecil hingga danau yang luas. Secara morfologi, tubuh Daphnia terlihat transparan

jika dilihat menggunakan mikroskop. Hewan ini sangat sensitif terhadap perubahan

lingkungan sehingga sangat mudah untuk diamati dan digunakan sebagai hewan uji

hayati.Oleh karena itu, kami melakukan percobaan untuk mengetahui bagaimana cara

mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan bagaimana pengaruh suhu

terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia sp.

Page 2: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada percobaan ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. ?

2. Bagaimana frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan pengaruh suhu terhadap

frekuensi denyut jantung Daphnia sp.?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diperoleh tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. ?

2. Bagaimana frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan pengaruh suhu terhadap

frekuensi denyut jantung Daphnia sp.?

BAB II

KAJIAN TEORI

Page 3: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

A. Daphnia sp.

Konduksi dan konveksi pada hewan poikiloterm yang hidup bergantung pada

keseimbangan suhu tubuhnya dengan kondisi air di sekelilingnya. Kenaikan suhu

tubuh akan mempengaruhi laju metabolisme dan meningkatkan laju respirasi,

sebaliknya penurunan suhu tubuh dapat juga menurunkan laju respirasi (Mukoginta,

2003). Hewan poikiloterm yang hidup di akuatik salah satunya adalah Daphnia sp

yang merupakan hewan yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sehingga

sangat mudah untuk diamati dan digunakan sebagai hewan uji hayati. Hewan ini

merupakan sejenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam atau

danau. Daphnia sp. merupakan hewan poikiloterm atau ektoterm, maka pada suhu

yang semakin meningkat, Daphnia sp. juga akan melakukan adaptasi morfologis

yang serupa dengan hewan ektoterm pada umumnya yaitu dengan mempertinggi

konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas mudah terlepas dari tubuh,

karena afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen turun.

Daphnia sp membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu antara 6,7 sampai 9,2. Seperti

halnya makhluk akuatik lainnya, pH tinggi dan kandungan amonia yang tinggi dapat

bersifat mematikan bagi Daphnia sp (Mukoginta, 2003). Daphnia sp. hidup pada

suhu antara 18-24°C. Selang suhu ini merupakan selang suhu optimal bagi

pertumbuhan dan perkembangan Daphnia sp. Diluar selang suhu tersebut Daphnia

sp akan cenderung dorman. Daphnia sp merupakan filter feeder, artinya mereka

"memfilter" air untuk medapatkan pakannya berupa mahluk-mahluk bersel tunggal

seperti alga dan jenis protozoa lain serta detritus organic (Mukoginta, 2003). Selain

itu, mereka juga membutuhkan vitamin dan mineral dari dalam air. Mineral yang

harus ada dalam air adalah kalsium.

Page 4: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

Gambar 1. (Sumber: Pangkey, 2009)

B. Mekanisme Pengeluaran Panas

Eksoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap

panas lingkungan). Suhu tubuh hewan eksoterm cenderung berfluktuasi, tergantung

pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan,

amphibia, dan reptilia. Suhu tubuh hewan poikiloterm atau eksoterm ditentukan oleh

keseimbangan kondisi suhu lingkungan dan berubah-ubah seperti berubah-ubahnya

kondisi suhu lingkungan. Pada hewan poikiloterm air, suhu tubuhnya sangat

ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konfektif dengan air mediumnya dan

suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara

metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh di atas memiliki insulasi

sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil (Goenarso, 2005).

Hewan poikiloterm merupakan hewan yang menyesuaikan suhu tubuhnya

dengan fluktuasi suhu lingkungan. Anggapan bahwa hewan poikiloterm tidak

Page 5: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

melakukan usaha untuk mempertahankan suhu tubuhnya ternyata kurang tepat, hal ini

dikarenakan dalam hidupnya banyak usaha yang dilakukan oleh hewan poikiloterm

untuk mempertahankan suhu tubuhnya (Goenarso, 2005).

Termoregulasi adalah pemeliharaan suhu tubuh yang membuat sel-sel mampu

berfungsi secara efisien. Mekanisme pengeluaran panas terdapat empat proses fisik

yang bertanggung jawab atas perolehan panas dan kehilangan panas yaitu:

a. Konduksi

Konduksi yaitu perpindahan langsung gerakan termal (panas) antara molekul-

molekul lingkungan dengan molekul-molekul permukaan tubuh misalnya seekor

hewan duduk dalam koam air dingin atau diatas batu yang panas akan selalu

dihantarkan dari benda bersuhu lebih tinggi ke benda bersuhu lebih rendah.

b. Konveksi

Konveksi yaitu perpindahn panas melalui pergerakan udara atau cairan

melewati permukaan tubuh seperti ketika tiupan angin turut menghilangkan panas

dari permukaan tubuh hewan yang berkuit kering.

c. Radiasi

Radiasi yaitu pancaran gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh

semua benda yang lebih hangat dari suhu yang absolute nol termasuk tubuh

hewan dan matahari contohnya hewan menyerap panas radiasi dari matahari.

d. Evaporasi

Evaporasi atau penguapan adalah kehilangan panas dari permukaan cairan

yang hilang berupa molekulnya yang berubah menjadi gas evaporasi air dari

seekor hewan memberi efek pendinginan yang signifikan pada permukaan hewan

itu. Konveksi dan evaporasi merupakan penyebab kehilangan panas yang paling

bervariasi. (Campbell, 2004).

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Denyut Jantung Daphnia

sp.

Denyut jantung Daphnia sp. akan semakin cepat ketika suhu semakin tinggi dan

akan semakin lambat ketika suhu semakin rendah. Penambahan zat kimia (alkohol)

Page 6: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

akan mengakibatkan denyut jantung Daphnia sp. cepat dan lama kelamaan akan

menurun (Ariana, 2013).

Soetrisno (1987) berpendapat bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi

fisiologi atau denyut jantung, diantaranya adalah :

a. Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh

zat kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi

denyut jantungnya.

b. Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung, dimana denyut

jantung akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh

c. Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar

d. Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan

hewan tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan

pengaruh hambatan berkurang.

Menurut Pangkey (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan

denyut jantung Daphnia sp. adalah:

a. Aktivitas

Dalam keadaan tenang dan tidak banyak bergerak akan mempengaruhi denyut

jantung pada Daphnia sp. yaitu menjadi semakin lambat.

b. Ukuran dan umur

Daphnia sp. yang memiliki ukuran tubuh lebih besar cenderung mempunyai

denyut jantung yang lebih lambat.

c. Cahaya

Pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. akan mengalami penurunan

sedangkan pada daerah yang cukup cahaya denyut jantung Daphnia sp. akan

mengalami peningkatan.

d. Temperatur

Denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu meningkat.

e. Obat-obat (senyawa kimia)

Zat kimia akan menyebabkan aktivitas denyut jantung Daphnia sp. menjadi

tinggi atau meningkat.

D. Faktor-Fktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

Page 7: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

Menurut Goenarso (2005) faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah:

a. Rangsangan saraf simpatis

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme

menjadi 100% lebih cepat. Rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak

coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh

metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan

saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan

produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.

b. Kecepatan metabolisme basal

Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda. Hal ini memberi dampak

jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula.

c. Hormon tiroid

Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia

dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju

metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.

d. Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan (growth hormon) dapat menyebabkan peningkatan

kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh

juga meningkat.

e. Demam (peradangan)

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme

sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.

f. Hormon kelamin

Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-

kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas.

Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena

pengeluaran hormon progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu

tubuh sekitar 0,3 - 0,6°C di atas suhu basal.

g. Status gizi

Page 8: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20-

30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang

dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang

mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia).

Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah

mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang cukup baik,

dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan

jaringan yang lain.

h. Aktivitas

Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, juga

mengakibatkan gesekan antar komponen otot/organ yang menghasilkan energi

termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 - 40,0

°C.

i. Gangguan organ

Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat

menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai

zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang

peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang

sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh

terganggu.

j. Lingkungan

Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas

tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin.

Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia.

Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar

melalui kulit. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena

panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke

fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang mengandung

banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi

(kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi

panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit

Page 9: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh

(Goenarso, 2005).

E. Pusat Termoregulasi

Pusat termoregulasi terdapat di hipotalamus yaitu:

a. Hipotalamus anterior yang berfungsi sebagai regulator terhadap suhu panas,

situasi pada hipotalamus anterior akan menyebabkan hipotermia.

b. Hipotalamus posterior yang berfungsi sebagai regulator terhadap suhu dingin

stimulasi pada hipotalamus postteriaor akan menyebabkan hipertermia ,

peningkatan termogenesis seperti menggigil, rasa lapar, peningkatan TSH,

penurunan termolisis yaitu : vasokontriksi perifer, curling up, memakai baju

tebal (Ernawati, 2009).

BAB III

METODE PENELITIAN

Page 10: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen, karena pada penelitian ini

terdapat variabel-variabel yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

B. Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Selasa, 15 Desember 2015

Pukul : 13.00-selesai

Tempat : Laboratorium fisiologi hewan gedung C10 Universtas Negeri

Surabaya

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Mikroskop 1 buah

b. Gelas obyek 1 buah

c. Gelas piala 1 buah

d. Gelas arloji 1 buah

e. Pipet tetes 1 buah

f. Termometer 1 buah

g. Statif 1 buah

h. Klem 1 buah

2. Bahan

a. Kultur Daphnia sp.

b. Es batu

c. Air hangat

D. Variabel

1. Variabel manipulasi : suhu

2. Variabel Kontrol : jenis Daphnia , jenis air, dan jenis es batu, waktu

3. Variabel respon : frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan

koefisien aktivitas (Q)

E. Langkah Kerja

1. Menyiapkan kultur Daphnia pada suhu awal (10ºC, 15ºC, 20ºC, 25ºC ).

Page 11: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

2. Meletakkan Daphnia pada gelas arloji yang berada pada suhu yang telah

ditentukan (diletakkan di atas es batu atau air dengan suhu yang dikehendaki).

3. Dengan pipet, memindahkanlah secara hati-hati seekor Daphnia pada gelas

arloji lain sambil melihat bagian bawah mikroskop.

4. Menambahkanlah air secukupnya pada kaca arloji agar Daphnia tidak

kekeringan. mengatur letak Daphnia dengan posisi tubuh miring hingga

jantungnya tampak jelas dan mudah diikuti denyutnya.

5. Setelah tampak denyutan jantung, menghitung jumlah denyut setiap 15 detik [

dengan menggunakan penunjuk detik pada stopwatch].

6. Membuat tiga kali pengukuran dan hasilnya dirata-rata. Pada setiap kali

pengukuran suhu tetap pada suhu yang dikehendaki. setiap selesai satu kali

pengukuran Daphnia dikembalikan pada air dengan suhu yang telah

ditentukan.

7. Daphnia dipindahkan ke tempat baru [10ºC lebih tinggi daripada suhu awal]

8. Mengukur denyut jantung Daphnia pada suhu yang baru. Pengukuran

dilakukan seperti cara/ langkah pada urutan 4.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Page 12: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil dalam bentuk

tabel dan grafik sebagai berikut:

Tabel 4.1 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Frekuensi Denyut Jantung Daphnia

sp.

Suhu

Awal

(OC)

Frekuensi Denyut

Jantung (kali/15 s)Rerata

Suhu

Akhir

(OC)

Frekuensi Denyut

Jantung (kali/15 s)Rerata

10 38 36 28 34 20 32 28 24 28

15 28 27 26 27 25 23 26 25 24,3

20 15 14 22 17 30 19 17 18 18

25 24 19 24 22,3 35 26 24 32 27,3

Grafik 4.1 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Frekuensi Denyut Jantung Daphnia sp.

10 15 20 2505

10152025303540

Suhu (oC)

Frek

uens

i Den

yut J

antu

ng

(kal

i/15

s)

Page 13: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

B.

Analisis

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui pengaruh suhu lingkungan terhadap frekuensi

denyut jantung Daphnia sp. Pada suhu awal 10OC frekuensi denyut jantung per 15

detik yaitu 38, 36, 28 dengan rata-rata 34 kali/15 detik, 15OC frekuensi denyut jantung

per 15 detik yaitu 28, 27, 26 dengan rata-rata 27 kali/15 detik, 20OC frekuensi denyut

jantung per 15 detik yaitu 15, 14, 22 dengan rata-rata 17 kali/15 detik, 25OC frekuensi

denyut jantung per 15 detik yaitu 24, 19, 24 dengan rata-rata 22,3 kali/15 detik. Pada

suhu akhir 20OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 32, 28, 24 dengan rata-

rata 28 kali/15 detik, 25OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 23, 26, 25

dengan rata-rata 24,3 kali/15 detik, 30OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu

19, 17, 18 dengan rata-rata 18 kali/15 detik, 35OC frekuensi denyut jantung per 15

detik yaitu 26, 24, 32 dengan rata-rata 27,3 kali/15 detik. Hasil tersebut kemudian

diolah dalam grafik 4.1 yakni grafik pengaruh lingkungan terhadap frekuensi denyut

Daphnia sp. Sumbu X merupakan suhu awal dengan satuan OC dan sumbu Y

merupakan frekuensi denyut jantung dengan satuan kali/15 detik. Pada suhu awal

10OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 34 kali/15 detik, 15OC frekuensi

denyut jantung per 15 detik yaitu 27 kali/15 detik, 20OC frekuensi denyut jantung per

15 detik 17 kali/15 detik, 25OC frekuensi denyut jantung per 15 detik yaitu 22,3

kali/15 detik sedangkan grafik 4.2 tentang pengaruh suhu lingkungan terhadap

koefisien aktivitas atau Q10. Sumbu X merupakan suhu awal dan sumbu Y merupakan

Q10. Pada suhu awal 10OC Q10 yaitu 2,067, suhu 15OC Q10 yaitu 1,710, suhu 20OC Q10

yaitu 1,167 dan suhu 25OC Q10 yaitu 1,653.

Grafik 4.2 Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Q10 Daphnia sp.10 15 20 25

0

1

2

3

Suhu (oC)

Q10

Page 14: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

C. Pembahasan

Menurut hasil analisis percobaan diatas menunjukkan bahwa pada suhu tertentu

denyut jantung Daphnia sp.mengalami kenaikan dan penurunan. Pada rentangan suhu

awal 10OC hingga 20OC denyut jantung mengalami penurunan namun pada suhu

25OC mengalami kenaikan sehingga suhu 20OC merupakan titik balik grafik pengaruh

suhu lingkungan terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan dengan demikian

semakin besar suhu maka semakin lambat frekuensi denyut jantung Daphnia sp. dan

pada suhu tertentu mengalami kenaikan kembali. Hal ini kurang sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa kenaikan suhu berbanding lurus dengan frekuensi denyut

jantung Daphnia sp. Semakin besar suhu lingkungan maka semakin cepat frekuensi

denyut jantung Daphnia sp. Mekanisme kerja jantung Daphnia sp. berbanding lurus

dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan dewasa.

Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 220C – 310C dan

pH 6,5 – 7,4 sehingga jika temperatur turun maka laju metabolisme turun dan

menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen. (Pennak 1853).

Menurut Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki

frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa baik itu pada suhu

atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya

kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut.

Selain itu teori menyatakan bahwa denyut jantung Daphnia sp. pada keadaan

normal sebanyak 120 denyut per menit sedangkan pada percobaansuhu normal yakni

25OC jantung Daphnia sp. berdenyut 89.2 kali per menit. Hal ini kurang sesuai

dengan karena pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp.

ini dapat berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung

lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah, pada saat betina

mengerami telur. dalam keadaan ini mungkin pada saat melakukan pengamatan

organisme mengalami stress atau kondisi yang kurang optimal (Barness, 1966).

Menurut Waterman (1960) pada lingkungan dengan suhu tinggi akan

meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan

berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp. namun pada percobaan

kami semakin tinggi suhu, frekuensi denyut jantung menurun kecuali pada suhu

Page 15: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

25OC. Koefisien aktivitas atau Q10 Daphnia sp. mengalami penurunan dari suhu 10OC

sampai 20OC namun dari suhu20OC sampai 25OC mengalami kenaikan. Hal ini tidak

sesuai dengan hukum Van’t Hoff yang menyatakan bahwa dari setiap peningkatan

suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju konsumsi oksigen atau dalam hal ini

adalah denyut jantung sebesar 2 sampai 3 kali kenaikan sehingga koefisien aktivitas

Daphnia sp. juga meningkat. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor internal

seperti usia, ukuran, jenis kelamin, serta kondisi Daphnia sp. yang stress atau tidak.

Selain itu lingkungan eksternal juga dapat mempengaruhi seperti lama penyinaran

menggunakan mikroskop sehingga mempengaruhi suhu dan kondisi lingkungan luar

yang tidak dapat terkontrol.

Beberapa faktor yang mempengaruhi fisiologi atau denyut jantung, diantaranya

adalah :

a. Faktor kimiawi yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh zat

kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi denyut

jantungnya.

b. Temperatur dimana akan mempengaruhi denyut jantung, dimana denyut jantung

akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh

c. Hewan kecil mempunyai denyut cepat daripada hewan besar

d. Hewan muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan tua.

Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan muda lebih kecil dan pengaruh hambatan

berkurang (Soetrisno, 1989)

 Berbagai macam faktor yang mempengaruhi kerja denyut jantung Daphnia sp.

adalah sebagai berikut :

a. Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp. bertambah

lambat setelah dalam keadaan tenang.

b. Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai denyut

jantung yang lebih lambat.

c. Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. mengalami penurunan

sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Daphnia sp. mengalami

peningkatan.

Page 16: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

d. Temperatur, denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu

meningkat.

e. Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung

Daphnia sp. menjadi tinggi atau meningkat (Dhahiyat, 2004).

Page 17: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan percobaan diatas maka dapat disimpulkan:

1. Cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. yakni dengan

mengamati serta menghitung denyut banyaknya jantung berdenyut selama

15 detik dengan mikroskop cahaya.

2. Frekuensi denyut jantung Daphnia sp. mengalami penurunan dari suhu 10OC

– 20OC dan meningkat dari 20OC – 25OC hal ini kurang sesuai dengan teori

dikarenakan beberapa faktor internal dan eksternal Daphnia sp.

3. Koefisien aktivitas (Q10) Daphnia sp. mengalami penurunan dari suhu 10OC

– 20OC dan meningkat dari 20OC – 25OC hal ini kurang sesuai dengan hukum

Van’t Hoff dikarenakan beberapa faktor internal dan eksternal Daphnia sp.

B. Saran

Dalam melakukan percobaan ini sebaiknya kondisi eksternal dan internal

Daphnia sp. dikontrol agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Misalkan suhu, karena

es batu cepat mencair, selain itu juga umur Daphnia sp.karena akan berpengaruh pada

kecepatan denyut jantung Daphnia sp. itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

Ariana, Desi. 2013. Pengaruh Lingkungan Terhadap Denyut Jantung Daphnia sp. Unsoed. Purwokerto.

Barness, R.D. 1966. Invertebrata Zoology. Philadelphia, London: W.B Sanders

Company.

Campbell, Reece, Micchell. 2004. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.

Dhahiyat, Y. 2004. The Effect of Different Kinds of Food and Media on Life History of Daphnia magna Straus. Jurnal hayati Desember, hlm : 103 – 108.

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami Ikan. Kanisius, Yogyakarta.Pennak, R.W. 1953. Fresh Water Invertebrata. New York: The Ronal Company.

Ernawati, D. 2009. Hubungan Rasio Induk Jantan dan Betina Daphnia sp.Terhadap Efisiensi Perkawinan dan Produksi Ephipia. (online) (http://www.adln.lib.unair.ac.id) diakses pada 21 Desember 2015.

Goenarso, Darmaji. 2005. Fisiologi Hewan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mokoginta, Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar, Modul: Budidaya Daphnia. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan-Dikdasmen Depdiknas.

Pengky, Henneke.2009.”Daphnia dan penggunaannya.”Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 5. Halaman 33-36.

Soetrisno. 1987. Fisiologi Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed. Purwokerto.

Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada.

Wahyuningsih. 2002. Budidaya Pakan Alami untuk Ikan.Panebar.Swadaya. Jakarta

Watterman, T.H. 1960. The Physiology of Crustacea Volume I. New York: Academic Press.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.

Page 19: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

LAMPIRAN

Hasil pengamatan Daphnia pada suhu awal 10 ºC

Hasil pengamatan Daphnia pada suhu 15ºC.

Hasil pengamatan Daphnia pada suhu 25ºC

Penggunaan stopwatch Pengamatan Daphnia menggunakan mikroskop

Perhitungan Q10 :

1. Q10 : X 1+X 2

215

= 34+28

215

= 2,067

2. Q10 : X 1+X 2

215

= 27+24

215

= 1,710

3. Q10 : X 1+X 2

215

= 17+18

215

= 1,167

Page 20: Pengaruh suhu terhadap frekuensi denyut jantung Daphnia

4. Q10 : X 1+X 2

215

= 22,3+27,3

215

= 1,653