biografi_dewi_sartika

7
BIOGRAFI RADEN DEWI SARTIKA ARTIKEL I DEWI SARTIKA Dewi Sartika adalah putri pasangan Patih Bandng, R. Rangga Somanegara dan R.A. Raja Permas, putri Bupati Bandung R.A.A Wiranata kusuma IV, yang terkenal dengan sebutan Dalem Bintang. Dewi Sartika lahir pada tanggal 04 desember 1884 di Cicalengka. Cita-cita putri bangsawan ini adalah mendirikan sekolah istri, ia sudah mengidam-idamkan sekolah tersebut sejak kecil. Dewi Sartika adalah symbol kebangkitan kesadaran perempuan atas harga dirinya. Ia berjuang agar kaumnya sejajar dengan lawan jenisnya. Dengan segala keterbatasan dan pagar-pagar bersepuh emas yang bernama etika, mereka mencoba untuk mengembangkan diri dan keyakinan. Semasa kecil, Dewi Sartika diperkenankan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk masuk sekolah pada kelas satu (Eerste Klasse School). Suatu saat terjadi kejadian penting pada keluarganya, sehingga dia terpaksa mengakhiri sekolah sampai kelas 2 B. Di sekolah itu, dia memperoleh pendidikan dasar yaitu membaca, menulis dan Bahasa Belanda. Selain itu, dia juga mempunyai banyak teman dari bangsa sendiri maupun dari bangsa Belanda. Meskipun dia bersekolahnya hanya sebentar, namun semangat untuk belajar masih sangat besar. Dia mencari ilmu dari kehidupan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya, sampai dia berhasil menjadi pimpinan salah satu sekolah. Walaupun tangan kanannya cedera gara-gara jatuh waktu bermain, dia tetap menjalankan tugasnya dengan baik. Tetapi pada bulan Juli tahun 1893 kedamaian keluarga Dewi Sartika berakhir karena ayahandanya dituduh terlibat dalam peristiwa pemasangan dinamit. Hukuman yang diterima adalah hukuman buangan ke Ternate. Sang ibu juga ikut menyertai ke Ternate sehingga Dewi Sartika dan saudara-saudaranya dititipkan pada sanak keluarga tanpa bekal apapun karena harta bendanya disita semuanya. sedangkan Dewi Sartika oleh bapak tuanya dibawa di tengah-tengah kehidupan keluarganya di Cicalengka. Di Cicalengka, Dewi Sartika tidak diperlakukan semestinya dan dikucilkan. Dia hanya

Upload: trika-agnestasia-tarigan

Post on 05-Jul-2015

58 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: biografi_dewi_sartika

BIOGRAFI RADEN DEWI SARTIKA

ARTIKEL I

DEWI SARTIKA

Dewi Sartika adalah putri pasangan Patih Bandng, R. Rangga Somanegara dan

R.A. Raja Permas, putri Bupati Bandung R.A.A Wiranata kusuma IV, yang terkenal

dengan sebutan Dalem Bintang. Dewi Sartika lahir pada tanggal 04 desember 1884 di

Cicalengka. Cita-cita putri bangsawan ini adalah mendirikan sekolah istri, ia sudah

mengidam-idamkan sekolah tersebut sejak kecil.

Dewi Sartika adalah symbol kebangkitan kesadaran perempuan atas harga

dirinya. Ia berjuang agar kaumnya sejajar dengan lawan jenisnya. Dengan segala

keterbatasan dan pagar-pagar bersepuh emas yang bernama etika, mereka mencoba untuk

mengembangkan diri dan keyakinan.

Semasa kecil, Dewi Sartika diperkenankan oleh pemerintah Hindia Belanda

untuk masuk sekolah pada kelas satu (Eerste Klasse School). Suatu saat terjadi kejadian

penting pada keluarganya, sehingga dia terpaksa mengakhiri sekolah sampai kelas 2 B.

Di sekolah itu, dia memperoleh pendidikan dasar yaitu membaca, menulis dan Bahasa

Belanda. Selain itu, dia juga mempunyai banyak teman dari bangsa sendiri maupun dari

bangsa Belanda. Meskipun dia bersekolahnya hanya sebentar, namun semangat untuk

belajar masih sangat besar. Dia mencari ilmu dari kehidupan diri sendiri dan lingkungan

sekitarnya, sampai dia berhasil menjadi pimpinan salah satu sekolah. Walaupun tangan

kanannya cedera gara-gara jatuh waktu bermain, dia tetap menjalankan tugasnya dengan

baik. Tetapi pada bulan Juli tahun 1893 kedamaian keluarga Dewi Sartika berakhir

karena ayahandanya dituduh terlibat dalam peristiwa pemasangan dinamit. Hukuman

yang diterima adalah hukuman buangan ke Ternate. Sang ibu juga ikut menyertai ke

Ternate sehingga Dewi Sartika dan saudara-saudaranya dititipkan pada sanak keluarga

tanpa bekal apapun karena harta bendanya disita semuanya. sedangkan Dewi Sartika oleh

bapak tuanya dibawa di tengah-tengah kehidupan keluarganya di Cicalengka. Di

Cicalengka, Dewi Sartika tidak diperlakukan semestinya dan dikucilkan. Dia hanya

Page 2: biografi_dewi_sartika

dianggap sebagai pelayan dan ditempatkan di belakang jauh dari tempat yang lazim

dihuni oleh keluarganya / anak didiknya. Walaupun dia merasa kesepian dan sedih, dia

tidak pernah menghiraukannya karena dia mempunyai tugas-tugas yang harus

diselesaikan setiap hari. Meskipun dia menderita, tapi dia banyak mendapatkan pelajaran

tentang memasak, menjahit, menyulam dan kerajinan tangan yang diajarkan oleh istri

Patih Arya. Selain itu, Dewi Sartika punya tugas mengantar saudara-saudara sepupunya

pergi kerumah nyonya Belanda untuk belajar membaca dan menulis bahasa Belanda. Di

situ Dewi Sartika tidak diperkenankan masuk, Cuma mendengar dari balik pintu. Karena

kecerdasannya, dia bisa menangkap semua pelajaran itu.

Awal Dewi Sartika merintis kariernya yaitu dia menjadi seorang pemimpin dan

guru yang mengajar di sekolah kautamaan istri. Pada tahun 1906, Dewi Sartika menikah

dengan R. A Soeriawinata. Setelah menikah ia tidak berhenti bekerja dan suaminya

dengan aktif bekerjasama dengan istrinya, sehingga pada tahun 1912 Dewi Sartika

berhasil mendirikan sembilan sekolah untuk anak gadis. Saat ia telah berhasil mendirikan

sekolahnya yang pertama, kini berusaha untuk mengembangkannya ditingkat yang lebih

tinggi. Salah satu hasil karyanya yaitu sebagai pendiri pertama kali sekolah untuk anak-

anak gadis dan sekolah istri, sekolah yang pertama untuk jenisnya bagi seluruh Indonesia

pada tanggal 16 Januari 1904 di Paseban.

Dewi Sartika wafat pada hari kamis, tanggal 11 September 1947. pukul 09.00

WIB ditengah-tengah keluarga di rumah sakit Cineam. Beliau wafat dalam usia 63 tahun.

Page 3: biografi_dewi_sartika

ARTIKEL II

DEWI SARTIKA

Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi

Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Saat itu tahun 1902,

ketika wanita pribumi masih jauh dari mandiri karena kungkungan adat. Dan pendidikan

bagi dia adalah jalan keluarnya. Inilah alasan kenapa Dewi Sartika mencetuskan gagasan

mendirikan sekolah wanita pribumi yang pertama di Indonesia. Dia mengajarkan cara

merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya. Muridnya

membawa makanan, beras, garam, buah-buahan, dan sebagainya untuk Dewi Sartika dan

ibunya.

Kegiatan ini perlahan tecium Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung, C. Den

Hammer. Den Hammer menilainya kegiatan liar yang membahayakan dan patut

dicurigai. Tapi, setelah melihat secara dekat, Den Hammer menilai positif, bahkan

terkesan dengan pemikiran dan obsesi Dewi Sartika yang ingin mendirikan sekolah

wanitapribumi.

Dukungan Den Hammer ternyata tak cukup. Masih saja ada yang menghalangi usahanya.

Alasannya bertentang dengan adat istiadat. Inilah yang lebih menyedihkan Dewi Sartika.

Dalam salah satu artikelnya dia menyayangkan, “… masih banyak di antara orang-orang

setanah air saya yang rupanya selalu berusaha untuk lebih dahulu menentang segala yang

baru”. Den Hammer ikut prihatin. Dia lalu mengusulkan agar Dewi Sartika meminta

bantuan dari Bupati Bandung R.A. Martanegara.

Dewi Sartika ragu. Dia belum bisa melupakan pengalaman pahit yang menimpa

keluarganya sembilan tahun silam. Ketika itu ayahnya, Raden Rangga Somanegara, harus

menjalani hukuman buang ke Ternate hingga meninggal dunia di sana. Pemerintah

Hindia Belanda membuangnya karena ayahnya menentang pelantikan R.A. Martanegara

sebagai Bupati Bandung. Dewi Sartika sudah membayangkan bahwa dia akan kena

marah ibunya dan mungkin akan dimusuhi oleh saudara-saudaranya Tapi setelah berpikir

ulang, dia akhirnya menerima usul Den Hammer.

Bupati Bandung R. A. Martanegara terkejut mengetahui Dewi Sartika hendak

Page 4: biografi_dewi_sartika

menghadapnya. Apalagi mendengar gagasan Dewi Sartika yang ingin mendirikan sekolah

bagi wanita pribumi. Ada rasa haru, kagum, tapi sang bupati perlu waktu untuk

merundingkan ide itu dengan sejumlah sahabat dan kerabat dekatnya. Tak lama kemudian

Dewi Sartika dipanggil di pendopo dalem.

"Nya atuh Uwi, ari Uwi panting jeung kekeuh haying mah, mugi-mugi bae dimakbul ku

Allah nu ngawasa sekuliah alam, urang nyoba-nyoba nyien sakola sakumaha kahayang

Uwi. Pikeun nyegah bisi aya ka teu ngeunah di akhir, sekolah the hade lamun di pendopo

wae heula. Lamun katanyaan henteu aya naon-naon, pek bae pindah ka tempat sejen,"

ujarMartanegara.

Hilang debaran dan rasa was-was itu. Dewi Sartika senang. Ucapan sang bupati

menandakan dukungan dan perlindungan atas rencananya mendirikan sekolah untuk

wanita pribumi. Maka, pada 16 Januari 1904, Sakola Istri berhasil dibentuk –istri dalam

bahasa Sunda berarti juga wanita. Tenaga pengajarnya tiga orang; Dewi Sartika dibantu

dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid. Untuk sementara tempat belajar

meminjam ruangan di Paseban Barat di halaman depan rumah Bupati Bandung. Murid

yang diterima untuk kali pertama sebanyak 60 siswi, yang sebagian besar berasal dari

masyarakat kebanyakan.

Pada 1905 sekolah tersebut pindah ke jalan Ciguriang-Kebun Cau karena ruangan tak

mampu lagi menampung jumlah siswi yang bertambah. Lokasi baru ini dibeli Dewi

Sartika dengan uang tabungan pribadinya plus bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung.

Dilingkungan keluarganya, Dewi Sartika yang lahir dari keluarga “Menak” di Bandung

lebih akrab dipanggil Uwi. Dia putri dari perkawinan Raden Rangga Somanagara dengan

Raden Ayu Rajapermas. Lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 ketika ayahnya

menjabat Patih Afdeling Mangunreja. Tujuh tahun kemudian ayahnya menjadi Patih

Bandung.

Dewi Sartika tinggal bersama orang tua dan saudara-saudaranya di sebuah rumah besar

yang terletak di Kepatihan Straat. Rumah besar itu semipermanen berhalaman sangat luas

Page 5: biografi_dewi_sartika

yang terletak di pinggir jalan raya. Di berandanya terdapat pot-pot bunga besar berisi

tanaman suflir dan kuping gajah yang tertata rapi. Di halamannya yang cukup luas

tumbuhiberbagai tanaman serta bunga, termasuk bunga hanjuang merah yang menjadi

ciri khas orang Sunda. Kebutuhannya hari diurus dan dilayani para abdi dalem yang setia

dan patuh. Jauh dari kesusahan dan kesengsaraan. Untuk acara cukup penting, ayahnya

acap mengajaknya serta saudara-saudaranya. Misalnya menonton acara pacuan kuda di

Tegallega, pagelaran hiburan rakyat, dan sebagainya.

Dewi Sartika bersekolah di Eerste Klasse School. Dia mendapat kesempatan belajar

bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Gerak-geriknya lincah, sigap, dan berani, agak

berbeda dari wanita umumnya. Bicaranya pun lugas dengan tutur kata yang tegas dan

terkadang bernada keras. Kendati sehari-hari dia mengenakan kebaya dan kain panjang,

boleh dibilang pembawaannya agak tomboy. Keinginannya mengajar sudah terlihat sejak

kecil. Dia suka mengambil peran sebagai guru saat bermain sekolah-sekolahan bersama

teman-teman perempuan sebayanya, sepulang dari sekolah dasar di Cicalengka.

Kegiatannya Dewi Sartika sebagai kepala sekolah cukup menyita waktunya. Dia

berangkat pagi dan pulang tengah hari. Begitu berlangsung setiap harinya sehingga

menimbulkan keibaan bagi ibunya yang tak ingin melihat putrinya bertambah usia dan

tak kunjung punya suami. Dewi Sartika pada mulanya pernah dilamar keluarga Pangeran

Djajadiningrat dari Banten untuk salah satu putranya. Lamaran itu ditolak dengan alasan

belum mengenalnya, meski ibunya berkenan dengan pria itu.

Suatu hari, Dewi Sartika membantu menyediakan hidangan di rumah Bupati. Lalu dia

bertemu dengan seorang pria gagah yang menggugah hatinya. Pria tersebut bernama

Raden Kanduruan Agah Suriawinata, salah seorang guru di Erste Klasse School di

Karang Pamulang. Pertemuan itu berlanjut menjadi hubungan yang lebih akrab.

Pada mulanya sang ibu keberatannya jika Dewi Sartika menikah dengan Raden Agah.

Menurutnya, Raden Agah tak setara untuk menjadi suami putrinya, karena Dewi Sartika

adalah putri seorang Patih Bandung yang sangat disegani banyak pihak. Dewi Sartika

Page 6: biografi_dewi_sartika

kecewa dan menganggap ibunya kolot dan tak realistis. Tapi, meski ditentang, dia tetap

menjalin hubungan dengan Raden Agah. Akhirnya sang ibu pun menyetujui, dan pada

1906, resmilah Raden Kanduruan Agah Suriawinata menjadi suami Dewi Sartika.

Upaya Dewi Sartika terus berlanjut, bahkan mengalami kemajuan. Pada 5 Nopember

1910, persisnya Minggu pukul 19.00 WIB, Perkumpulan Kautamaan Istri dibentuk

Residen Periangan W.F.L. Boissevain di kediamannya. Hadir dalam peresmian itu antara

lain Inspektur Pengajaran J.C.J. Van Bemmel, Bupati Bandung R.A.A. Martanegara dan

dua orang Raden Ayu, Dewi Sartika dan Raden Agah, serta sejumlah pejabat Belanda

dan para istrinya. Tujuan Perkumpulan Keutaman Istri untuk mendukung pengembangan

dan pembangunan sekolah wanita pribumi yang dipimpin Dewi Sartika. Tugas

perkumpulan berusaha menghimpun dana dari para dermawan Belanda maupun pribumi.

Perkumpulan Keutamaan Istri yang dipimpin oleh istri Residen Periangan dalam waktu

singkat telah membuahkan hasil. Dana yang terhimpun bisa untuk mendirikan cabang

Sakola Kautamaan Istri di daerah Sumedang, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya, Garut,

Purwakarta dan berbagai kota lainnya di Jawa Barat. Untuk meningkatkan kualitas

pendidikan, Sakola Kautamaan Istri menyesuaikan kurikulumnya dengan kurikulum

Tweede Klasse School. Tapi, bidang studi ketrampilan wanita masih tetap menjadi acuan

utama.

Perkembangan itulah yang menarik para pejabat pemerintah untuk berkunjung. Bahkan

pemerintah juga memberikan bantuan dana untuk membiayai. Hingga akhirnya pada

1929 sekolah ini memiliki gedung sendiri, dan berganti lagi namanya menjadi Sekolah

Raden Dewi. Pada 25 Juli 1939 Dewi Sartika harus kehilangan suami tercintanya. Raden

Agah meninggal dunia. Meski sedih, Dewi Sartika masih punya tanggung jawab;

melanjutkan upaya memajukan sekolah wanita. Seperti biasa pula sebelum waktu belajar

dimulai, Dewi Sartika akan berdiri didepan ruangan sekolahnya, membunyikan lonceng

kuningan yang nyaring sebagi tanda dimulainya waktu belajar.

Page 7: biografi_dewi_sartika

Dewi Sartika sendiri meninggal pada 11 September 1947 dan dimakamkan dengan suatu

upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu, Kecamatan

Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati

Bandung di Jalan Karang Anyar Bandung.*(budi setiyono/bsumber/buku Sang Perintis –

R. Dewi Sartika)