biografi basuki abdullah

Upload: arnika-andiawan

Post on 17-Jul-2015

2.835 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

BIOGRAFI BASUKI ABDULLAH

Basoeki Abdullahlahir di Solo, Jawa Tengah pada tanggal 27 Januari 1915. Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya Abdullah Suryosubroto yang juga seorang pelukis. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basoeki Abdullah mulai gemar melukis beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus KristusKrisnamurti. Pendidikan formal Basoeki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh beasiswa untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academic Voor Beldeende Kunsten) di Den Haag (Belanda) dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA). Pada masa Pemerintahan Jepang, Basoeki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra ini Basoeki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupa Indonesia) dan Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basoeki Abdullah juga aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah Jepang) bersama-sama Affandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basoeki Resobawo. Di masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September 1948 bertempat di New York

Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Yuliana dimana diadakan sayembara melukis, Basoeki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang. Sejak itu pula dunia mulai mengenal Basoeki Abdullah, putera Indonesia yang mengharumkan nama Indonesia. Selama di negeri Belanda Basoeki Abdullah sering kali berkeliling Eropa dan berkesempatan pula memperdalam seni lukis dengan menjelajahi Italia dan Perancis dimana banyak bermukim para pelukis dengan reputasi dunia. Basoeki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-wanita cantik, keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik atau memperindah seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis potret yang ulung, diapun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya. Basoeki Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Portugis dan negara-negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan Basoeki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis istana dan sejak tahun 1974 Basoeki Abdullah menetap di Jakarta Basoeki Abdullah selain seorang pelukis juga pandai menari dan sering tampil dengan tarian wayang wong sebagai Rahwana atau Hanoman. Beliau tidak hanya menguasai soal kewayangan, budaya Jawa di mana ia berasal tetapi juga menggemari komposisi-kompasisi Franz Schubert, Bethoven dan Paganini, dengan demikian wawasannya sebagai seniman luas dan tidak Jawasentris. Basoeki Abdullah menikah empat kali. Istri pertamanya Yoshepin (orang Belanda) tetapi kemudian berpisah, mempunyai anak bernama Saraswati. Kemudian menikah lagi dengan Maya Michel (berpisah) dan So Mwang Noi (bepisah pula). Terakhir menikah dengan Nataya Narerat sampai akhir hayatnya dan mempunyai anak Cicilia Sidhawati

Basoeki Abdullah meningal dunia di rumah kediamannya pada tanggal 5 November 1993. Jenasahnya dimakamkan di Desa Mlati Sleman, Yogyakarta.Kegemaran melukis dimulai Basuki sejak usia enam tahun. Suatu kali pria kelahiran Sriwedari, Solo, 27 Januari 1915, ini terbaring sakit, iseng menyontek lukisan Yesus Kristus. Sembari melukis, ia merasakan sakitnya berangsur sembuh. Lantas Basuki beralih dari muslim menjadi nasrani (Katolik). Pada usia 34 tahun (1949), Basuki mengikuti lomba lukis potret diri Ratu Belanda Juliana. Lomba itu diikuti 81 pelukis dari berbagai penjuru dunia. Tetapi yang mampu menyelesaikan potret Ratu tepat waktu hanya 21 pelukis, termasuk Basuki. Ia bahkan tampil sebagai juara. Sejak itu, Basuki laris sebagai pelukis potret diri. Basuki mengenal ayahnya, pelukis R. Abdullah Surjosubroto, hanya setelah berusia 15 tahun. Suatu kali, anak kedua dari lima bersaudara ini, menggambar seekor singa yang sedang menerkam. ''Masa melukis macan ketawa,'' canda sang ayah, putra tokoh pergerakan Dr. Wahidin Sudirohusodo. Basuki merasa sakit hati dan terpecut oleh komentar sinis sang ayah. Berangkat dewasa, ia gemar melukis tokoh-tokoh pergerakan, antara lain Mahatma Gandhi. Basuki mulai mengembara tahun 1947. Mula-mula ia belajar melukis di Akademi Seni Lukis Negeri Belanda, kemudian Italia, dan Prancis. Dari 42 tahun bermukim di luar negeri, 20 tahun dihabiskannya di Negeri Belanda, dan 17 tahun di Muangthai. Basuki berhasil menyunting gadis Thai. Pulang ke Jakarta, ia membawa serta istri Thainya, diangkat Presiden Soekarno sebagai pelukis Istana Merdeka. Tahun 1961, ia diundang Raja Muangthai, Bhumibol Adulyadej, untuk melukis Raja dan istrinya, Ratu Sirikit, hingga ia menjadi pelukis istana di Bangkok. Dua tahun kemudian, ia menerima anugerah Bintang Poporo sebagai Seniman Istana Kerajaan.

Gayanya yang naturalis, mengejar kemiripan wajah dan bentuk, Basuki disukai kalangan atas. Berbagai negarawan dan istri mereka seperti berlomba minta dilukis Basuki: Presiden Soekarno, Sultan Brunei, Pangeran Philip dari Inggris, Pangeran Bernard dari Belanda, dan kaum jetset kaliber Nyonya Ratna Sari Dewi. Yang datang sendiri ke kediamannya, di perumahan Shangrila Indah, Jakarta, tidak kurang: Jenny Rachman, Eva Arnaz, bahkan Laksamana Sudomo. Datang karena diundang ke Istana Mangkunegaran, Solo, di masa Revolusi, Basuki luput melukis Nona Siti Hartinah. Ia memilih model lain. Setelah Siti Hartinah menjadi Ibu Negara barulah Basuki berkesempatan melukisnya. ''Kok sekarang mau?'' goda Presiden Soeharto. Basuki berkelit, Dulu 'kan zaman Orde Lama. Sekarang zaman Orde Baru, jadi saya terima,'' kata Basuki yang sudah melukis 300 potret diri.