bioetika terapi alternatif

Upload: tezar-andrean

Post on 08-Mar-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

docx

Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan 4 kebutuhan dasar, yaitu a. Kebuthan fisiologis yang dipenuhi dengan makanan dan minuman, b. Kebutuhan psikologis yang dipenuhi rasa kepuasan, c. Kebutuhan sosial yang dipenuhi melalui keluarga, teman dan komunitas, serta d. Kebutuhan kreatif dan spiritual yang dipenuhi dengan pengetahuan, kebenaran, dan cinta, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak hak asasi pasien. Pelanggaran hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas termasuk kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian itu sendiri menggunakan banyak pendekatan teori etika. Dua teori yang paling banyak dianut adalah teleologi dan deontologi. Teleologi mengajarkan baik buruknya tindakan dilihat dari hasil dan akibatnya, sedangkan deontologi dilihat dari perbuataj itu sendiri menurut agama, budaya dan tradisi.Beauschamp dan Childress (1994) mengiraikan bahwa untuk mencapai ke suatu putusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral, yaitu prinsip otonomi, beneficence, non maleficence dan justice.Sikap dokter sendiri jika pasien berobat ke terapi alternatif, secara bioetika bisa dilihat dari prinsip-prinsip diatas, yaitu otonomi dan noh maleficence. Dari prinsip otonomi, kita sebagai dokter tidak bisa melarang pasien harus berobat ke siapa karena hal tersebut merupakan hak pasien. Prinsip non maleficence, sebaiknya kita sebagai dokter, walaupun pasien ingin berobat ke alternatif dan kita tidak bisa melarangnya, kita harus tetap melindungi agar tindakan pada terapi alternatif tidak merugikan pasien, caranya dengan edukasi.sikap kita mengenai pengobatan alternatif adalah perlu kehati-hatian dah didasarkan pada evidence based medicine.Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran.

DafpusSampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007. p. 30-33