makalah bioetika kultur jaring
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa
merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan
penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun
kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan
malapetaka bagi umat manusia itu sendiri. Disinilah ilmu harus di letakkan
proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika
ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan
malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi
1
yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si
ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan
pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang
ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab
akademis, dan tanggung jawab moral.
B. Rumusan Masalah
Dari tinjauan latar belakang, maka dirumuskan permasalahan: “Bagaimana
peran Bioetika jika ditinjau dari segi masalah kultur jaringan pada tumbuhan?”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran Bioetika jika
ditinjau dari segi masalah kultur jaringan pada tumbuhan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Definisi Bioetika
Kelahiran bioetika didesak oleh berbagai dampak perubahan-perubahan
besar dunia sejak tahun 1950-an. Perubahan-perubahan besar ini terjadi dalam
lingkungan global dan khusus kesehatan (Samsi Jacobalis, 2005:177). Perubahan-
perubahan yang terjadi dalam lingkungan global misalnya dalam lingkungan
umum/global misalnya dalam ilmu dan teknologi menjadi alat dan kekuatan bisnis
global.perubahan dalam lingkungan global diantaranya:
1. Perubahan Tatanan dunia; Setelah terjadi perang Dunia ke-2
perombakandalam tatanan sosial, budaya, pendidikan, dan lain-lain. Pada
tingkat pendidikan dan penguasaan informasi pada masyarakat umum
meningkat, yang mana orang makin berani bicara tentang hak dan
menuntut hak.
2. Pemaduan Ilmu, teknologi, dan bisnis global.
3. Perkembangan komunikasi, informasi, dan transportasi
4. Dominasi budaya
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan kesehatan diantaranya:
1. Revolusi Biomedis
Revolusi ini dimulai di Amerika dan kemudian pada Negara-negara
industri yang berlangsung sejak tahun 1960-an. Revolusi ini ditandai dengan
perkembangan biologi baru, perkembangan ilmu kedokteran baru, perkembangan
dan alat-alat medis, perkembangan teknologi modern.
2. Perkembangan Profesi Modren
Berkembangnya ilmu dan teknologi medis profesi kedokteran pun
mengalami perubahan. Posisi dokter terhadap pasien sudah turun tidak seperti
masa lalu.
3
3. Biaya Pemeliharaan Kesehatan Terus Meningkat
Di seluruh dunia makin lama biaya pemeliharaan kesehatan semakin
mahal, di banyak Negara pelayanan kesehatan menjadi komoditi bisnis. Sehingga
semakin besar jumlah orang tidak mampu tersisihkan dari pelayanan kesehatan
yang seharusnya diterima. Pemeliharaan kesehatan telah terjadi ketidakadilan
sosial (Samsi Jacobalis, 2005:180) .
Ketika awal 1960-an dengan hati-hati diusahakan langkah-langkah
pertama dalam kawasan yang serba baru, tidak banyak orang menduga terjadi
perkembangan secepat itu. Karena bioetika menyelidiki dimensi etis dari masalah-
masalah teknologi, ilmu kedokteran, dan biologi, sejauh diterapkan pada
kehidupan, maka mau tidak mau cakupannya luas sekali. Hal itu mengakibatkan
bioetika menjadi disiplin yang kompleks, tapi sekaligus juga sangat menantang.
Bioetika menunjukkan perlunya cara berpikir dan bekerja yang sungguh-sungguh
interdispliner (Thomas Shannon,1995:2).
Dengan pengetahuannya Potter menggunakan istilah bioetik untuk
pertama kalinya. Tokoh lain yang menggunakan istilah ini adalah André Helleger,
bidan Belanda yang bekerja di Universitas Georgetown. Enam bulan setelah
Potter, Helleger memberikan nama sebuah pusat studi bioetika pertama di USA:
Joseph and Rose Kennedy Institute for Human Study of Human Reproduction and
Bioethics di Universitas Washington DC pada 1 Juli 1971. W.T Reich
menegaskan bahwabioetika lahir di dua tempat, di Madison Wisconsin dan
Universitas Georgetown. Istilah bioetik menunjuk pada 2 hal: ilmu pengetahuan
dan pemahaman mengenai kemanusiaan. Selain WT Reich, secara khusus, bioetik
di USA mempunyai ¨sejarah“ tersendiri, sebagaimana dikemukakan oleh Alberth
R. Jonsen. Ia memberikan beberapa tahap perkembangan bioetik: Adminission
and Policy th 1962 di Pusat Kedokteran Universitas Seattle, New England Journal
of Medicine (1966), Komisi Nasional Alabama, Informe Belmont, Havard
Medical School, Kasus Karen A Quinlan 1975, dan yang paling berpengaruh
kemudian adalah Hasting Center (1969). Dalam sejarah awal ini, bioetik berkutat
hanya pada masalah kesehatan dan kedokteran.
4
Sejarah kedua bioetik disebut sebagai sejarah konsolidasi. Itu tercermin
dari difenisi yang diberikan. Ensiklopedi Bioetik menerjemahkan bioetika sebagai
studi sistimatis perilaku dan tindakan yang berhubungan dengan biologi dan
kesehatan yang memikirkan nilai-nilai dan prinsip moral. Asosiasi internasional
Bioetik mengungkapkan bahwa bioetik adalah studi etika, sosial, hukum, filsafat
dan lain lain yang berkaitan dengan perawatan kesehatan dan ilmu biologi. L.Feito
mengatakan bahwa bioetik adalah ilmu baru yang mempelajari tindakan manusia
dan ilmu yang berkaitan dengan hidup. Bidang bioetik yang dipikirkan pada tahap
ini adalah: Etika Biomedika, Etika Gen Manusia, Etika Binatang dan etika
Lingkungan Hidup.
Dari sejarah singkat kelahiran bioetik ini, ada dua perubahan besar dalam
etika: yang pertama, etika dibahas dalam kerangka sekuler bukan dalam kerangka
agama; yang kedua, yang menjadi pemeran utama adalah pasien bukan dokter.
Kecenderungan ini kemudian menempatkan etika dalam tataran martabat,
autonomi dan kebebasan dasarnya atau menyempitkan pengertian etika dalam
kerangka hukum, berkaitan dengan masalah hak, kewajiban dan kebebasan pasien.
Bioetik di Indonesia belumlah banyak dikenal secara luas di kalangan
akademis sebagai sebuah disiplin ilmu. Seminar pertama bioetik terjadi di
Universitas Atmajaya pada tahun 1988 dalam kerjasama dengan beberapa ahli
bioetik di Nederland, Belgia dan USA. Pada tahun 2000, diadakan seminar
nasional pertama yang dikelola oleh Konferensi Nasional Kerjasama Bioetik dan
Humanidades di Universitas Gadjah Mada, dan dilanjutkan dengan konferensi ke
II tahun 2002 dan ketiga tahun 2004. Pada tahun 2003, juga diadakan beberapa
seminar tentang bioetik dengan beberapa tema aktual: Seminar tentang Genetic
Engineering from Islamic Persepctive di Pusat Penelitian Bioetika, Universitas
Muhammadiyah, Malang, Seminar mengenai Stem Cells di Sekolah Kedokteran
Universitas Indonesia, Seminar mengenai Kloning dan Kesehatan Sosial di
Universitas Indonesia, Pernyataan Posisi Indonesia atas Konvensi Ban mengenai
Cloning Manusia oleh Kementrian Luar Negeri pada tanggal 4-5 September 2003,
dan Seminar mengenai prospek bioetik nasional oleh kementrian Riset dan
Teknologi (Dwiyanto, 2008).
5
Berbicara mengenai bioetika sungguh melebihi pembicaraan tradisional
tentang perilaku dokter yang baik terhadap orang sakit. Bahkan etika klinis tidak
mencakup seluruh bioetika baru, karena bioetika tidak hanya menyangkut pasien
dan dokter, melainkan masyarakat secara keseluruhan, khususnya mereka yang
bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan (M.de
Wachter,1990:33).
Bioetik berasal dari bahasa Yunani; bios berarti hidup atau kehidupan, dan
ethike berarti ilmu atau studi tentang isu-isu etik yang timbul dalam praktek ilmu
biologi. Terdapat dua metode pengambilan keputusan etis yang sering dipakai
dalam bioetika. Yang pertama dikenal dengan nama “etika deontologis” yang
merupakan pengambilan keputusan dengan memulai pertanyaan” Apa yang harus
saya lakukan? Pendekatan kedua disebut “konsekuensialisme” yaitu baik
buruknya suatu perbuatan tidak ditetapkan atas dasar prinsip-prinsip, tetapi
dengan menyelidiki konsekuensi perbuatan. Etika situasi menjadi popular karena
karya Joseph Fletcher pertengahan 1960-an, minta agar kita memperhatikan
dengan serius implikasi-implikasi praktis dari pandangan etis kita.
Konsekuensialisme tidak cukuplah kita melakukan yang baik; mestinya kita tahu
juga perbuatan paling baik di antara semua perbuatan baik yang mungkin (Sajid
Darmadipura, 2005:35).
Dr Abel memberikan defenisi bioetika adalah studi interdisipliner tentang
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan
ilmu kedokteran, baik pada skala mikro maupun makro, serta tentang dampak atas
masyarakat luas dan sistem nilainya, kini dan di masa yang akan datang.
Sejak tahun 1970, bioetika mempelajari tingkah laku manusia dalam
lingkup ilmu pengetahuan yang terkait erat dengan kehidupan manusia. Salah
seorang yang menggunakan istilah bioetika dalam publikasi adalah peneliti kanker
Van Rensellaer Potter dalam bukunya “Bioethics, Bridge to the Future” yang
diterbitkan pada tahun 1971. Setelah buku tersebut terpublikasi banyak yang
menyusul publikasi tentang bioetika. Telah berdiri juga beberapa lembaga
pengkajian bioetika yang terkemuka di Amerika, Eropa, Jepang, dan tempat-
tempat lain. Hasting Center adalah institute di Hastings-on Hudson, Negara
6
bagian New York, yang untuk pertama kali meneliti masalah-masalah bioetika.
Juga di Indonesia sudah ada Komisi Bioetika Nasional sejak 17 September 2004.
Pada 1977 filsuf Amerika, Samuel Gorovitz, mendefenisikan bioetika adalah
penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari pengambilan keputusan
dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan
ilmu-ilmu biologis (Sajid Darmadipura, 2005:35).
B. Kultur Jaringan Pada Tumbuhan
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam Bahasa Jerman disebut Gewebe
Kultur, dalam Bahasa Inggris disebut Tissue Culture, dalam Bahasa Belanda
disebut weefsel kweek atau weefsel cultuur. Kultur jaringan atau budidaya in vitro
adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma,
sel, jaringan atauorgan yang serba steril, dalam botolkultur yang sterildan dalam
kondisi yang aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri
dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Usaha memperoleh suatu
individu baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur sel atau kultur
jaringan. Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing
disebut tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel
yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang memiliki
sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Kultur jaringan termasuk jenis perkembangbiakan vegetatif yang
prinsip dasarnya sama dengan menyetek. Bagian tanaman yang akan dikultur
(eksplan) dapat diambil dari akar, pucuk, bunga, meristem, serbuk sari.
Tahapan tahapan kultur jaringan tumbuhan
1. Pembuatan media
2. Inisiasi
3. Sterilisasi
7
4. Multiplikasi
5. Pengakaran
6. Aklimatisasi
1. Pembuatan media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada
tabung reaksi atau botol-botol kaca.
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur,
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan
di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang
juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan.
Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan
eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak
dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
8
5. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk
melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri).
6. Aklimatasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan
aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu
dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari
udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan
sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Salah satu contohnya yaitu kultur jaringan tanaman pisang. Tumbuhan pisang
dapat dengan mudah dikulturkan dengan cara :
Kultur kalus
Kultur tunas → lebih mudah propagasi
Kelebihan :
Bebas patogen tertentu kecuali penyakit virus : BBTV dan mosaic
Relatif seragam
Kelemahan :
Kurang tahan penyakit karena terbiasa diperlakukan penuh nutrisi.
9
Eksplan
Syarat-syarat eksplan yang baik:
Berasal dari induk yang sehat dan subur.
Berasal dari induk yang diketahui jenisnya
Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik.
Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya (biasanya ukuran tunas
yang bisa dipakai sebagai eksplan adalah tunas yang berukuran antara 5
– 10 cm), bukan tunas yang baru tumbuh atau yang sudah kelewat besar.
Untuk pisang kapok sering tunas perlu digali lebih dalam dari dalam
tanah.
Untuk pisang jenis lain baiknya tunas yang kelihatan dari tanah
Tunas langsung diproses sesegar mungkin dan bila terpaksa jangan
dimasukkan ke dalam kulkas.
Sterilisasi eksplan
Tunas hidup di atas tanah sering banyak tanah yang melekat perlu dibersihkan hal
ini karena pada eksplan tunas pisang mengandung bakteri internal seperti
Pseudomonas dan Erwinia. .
Tahapan sterilisasi eksplan :
Tunas dibersihkan dari sisik dan kulit luar satu lapis.
Tunas dicuci dan disikat dengan sabun sampai bersih kemudian ditiriskan.
Tunas diperkecil dengan dikupas seludangnya sampai berbentuk seperti
kerucut di atas kubus ukuran 2 x 2 cm persegi.
Tunas dimasukkan ke dalam gelas piala bersih dan disterilisasi dengan
kloroks 0,5 % selama 5 menit.
10
Bila perlu sterilisasi dapat juga dilakukan dengan sublimat 0,1 % selama 2
menit kemudian dicuci dengan air steril.
Pekerjaan no 1 sampai dengan no 5 dapat dilakukan di ruang terbuka.
Tunas diperkecil lagi setengahnya di dalam laminar air flow. Dan
langsung disterilisasi dalam 0,5 % kloroks yang mengandung 0,5 / liter
vitamin C selama 5 menit.
Selain cara di atas ada cara yang lain lagi dimana langkah pertama dan
kedua sama seperti di atas.
Kemudian setelah tunas dibersihkan dari sisik dan kulit luar satu lapis,
kemudian tunas direndam dalam larutan formalin 30 % ( setara dengan 10
% formaldehid ) selama 10 menit.
Setelah itu pelepah paling luar dibuang lagi satu lapis lalu tunas direndam
lagi dalam larutan agrimycin 5 gram/ liter selama 12 jam.
Setelah 12 jam perendaman, tunas dicuci untuk menghilangkan sisa-sisa
bakterisida. Setelah itu lalu dimasukkan dalam larutan kloroks / bayclin 50
% dan dibiarkan selama 15 menit.
Kemudian setelah itu dimasukkan ke dalam laminar air flow cabinet,
pelepah tunas dibuka lagi sebanyak 1 – 2 lapis dan kemudian direndam ke
dalam larutan kloroks 20 % selama 10 menit.
Setelah dibilas dengan air steril, tunas direndam ke dalam larutan betadine
20 % selama 10 menit. Ukuran terakhir tunas +/- 1 – 2 cm.
Sterilisasi eksplan di dalam laminar air flow
Kemudian setelah proses sterilisasi eksplan selesai dilakukan eksplan
ditiriskan di atas cawan petri beralaskan kertas saring steril. Eksplan siap
di tanam dalam medium.
Eksplan yang siap ditanam
Medium kultur jaringan pisang
11
Medium kultur jaringan pisang pada dasarnya adalah medium MS dengan
modifikasi vitamin dan hormon. Unsur makro dan mikro sama, dengan sedikit
perbedaan yaitu sukrosa 30 gram diganti dengan D-glukosa atau dektrosa ( teknis
atau p.a. ). Menurut pengalaman penggantian ini menyebabkan pertumbuhan lebih
cepat.
Vitamin
Biotin : 0,05 ppm
Myo inositol : 1 ppm
Thiamin : 0,4 ppm
Piridoksin : 4 ppm
Ascorbic acid : 5 – 50 ppm
Dextrosa : 30 gram
Medium :
P1 : ½ MS + Vitamin + 5 – 7 ppm BA + 100 ml air kelapa
P2 : MS + Vitamin + 5 – 7 ppm BA + 100 ml air kelapa
P3 : MS + Vitamin + 2 ppm IBA / IAA + 0,1 kinetin + 100 ml air kelapa
Keterangan :
P1 : medium inisiasi tunas
P2 : medium perbanyakan tunas
P3 : medium perakaran
Untuk tiap jenis pisang susunan medium dapat diubah sesuai kebutuhan. Pisang
yang pertumbuhannya subur seperti Kapok memerlukan BA yang lebih banyak,
dan auksin yang lebih rendah.
12
Tahapan penanaman :
Inisiasi Tunas
Tunas yang sudah siap tanam dimasukkan ke dalam medium P1 (medium
inisiasi tunas)
Eksplan dalam medium inisiasi tunas
Inkubasikan selama 2 minggu sampai terlihat warna kehijauan di
eksplannya.
Kupas lagi eksplannya dengan cara aseptis sampai berukuran ½ nya.
Tanam kembali sampai terlihat hijau lagi dan itu artinya eksplan hidup.
Eksplan berubah warna menjadi kehijauan.
Belah eksplan menjadi dua bagian dan kemudian diletakkan titik
tumbuhnya menempel pada medium. Tunggu sampai muncul tunas kecil
dan berwarna putih seukuran 2 – 3 mm.
Sebagai catatan proses terjadinya multiplikasi tunas yang pertama
biasanya terjadi antara minggu ke 8 – 12. Dan setelah terjadi multiplikasi
tunas ini baru bisa dilakukan subkultur.
Perbanyakan tunas
Tunas yang tumbuh dipotong dan dipindahkan ( disubkultur ) ke medium
P1 ( medium inisiasi tunas ) lagi dengan hati-hati, jangan sampai rusak.
Tunas yang sudah tumbuh banyak harus sering dipecah dan dipindahkan
( disubkultur ) ke medium P1 ( medium inisiasi tunas ) lagi.
Tunas yang cukup besar, besarnya seragam dan mulai mengalami
differensiasi organ lain yaitu daun dipindahkan ( disubkulturkan ) ke P2
( medium perbanyakan tunas ), satu atau dua kali sesuai kebutuhan. Tunas
kecil dipindahkan ( disubkultur ) ke medium P1 lagi.
Perakaran
13
Tanaman kecil ( planlet ) dalam P2 ( medium perbanyakan tunas ) dipilih yang
seragam kemudian dipindahkan ( disubkultur ) medium P3 ( medium perakaran )
untuk bisa melakukan proses perakaran. Bila planlet sudah berdaun 4 – 5 helai
daun berarti sudah siap keluar untuk dilakukan aklimatisasi.
C. Dampak Positif dan Negatif Kultur Jaringan Tumbuhan
1. Dampak Positif
Bibit yang dihasilkan seragam
Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan
deraan lingkungan lainnya
Dapat dilakukan dengan dalam ruangan yang relatif sempit
Sifat identik dengan induk
Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendak
2. Dampak Negatif
Bibit yang dihasilkan mempunyai perakaran yang tidak kuat
Mempersempit lapangan kerja pembibitan secara konvensional
Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena memerlukan
keahlian khusus
D. Bioetika Kultur Jaringan Pada Tumbuhan
Biologi adalah ilmu pengetahuan yang paling lekat dengan manusia dalam
alam lingkungan kehidupannya. Pada akhir decade 1990-an Olson mengangkat
topik-topik genetika, keragaman hayati, ilmu syaraf (neuroscience), evolusi serta
14
moral dan etika dalam bahasannya mengenai masa depan perkembangan ilmu
hayati dan sekaligus merupakan strategi masa depan bagi pengembangannya.
Objek kajian hayati/biologis meliputi klasifikasi dan sistematik, morfologi
atau struktur, fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi atau struktur
mikroskopik, proses yang khas seperti pertumbuhan dan aspek metabolisme serta
kajian aspek aplikasi hayati/biologi seperti rekayasa genetika, transgenik/cloning,
kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan rekayasa hayati lainnya.
Pengaplikasian mengenai bioetika sudah menjadi keharusan bagi
ilmuwan-peneliti yang ada di ilmu hayat ini dan etika keilmuan sudah lebih lama
dikenal di Indonesia ini. Bioetika diartikan tidak lain sebagai pedoman aktivitas
biologiwan atau ahli-ahli biologi di dalam melakukan pekerjaannya sehingga
tidak menimbulkan efek negatif bagi kehidupan.
Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor
akal ini yang membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam
menemukan ilmu biologi Islam, penggunaan panca indera yang sehat dan akal
yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat dari fenomena hayati organisme
tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.
Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam fenomenal
yang lahir yang mampu merangkum berbagai performens hayati. Akan tetapi
pencarian ilmu biologis kurang atau sedikit sekali menggunakan daya ilhami,
karena ontologi biologi yang mensifatkan demikian, yang berbeda dengan sains
sosial atau psikologi. Fenomena biologi umumnya bersifat fisik yang mudah
ditangkap oleh indera. Oleh karena itu biologiwan sedikit mendapat penjelasan
secara ilhami. Meskipun demikian , dalam perjalanannya sering kita dengar berita
dari para penemu sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan yang muncul
tiba-tiba. Ilham/intuisi yang mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian
ilmunya.
15
Dalam skala nasional, sudah dibentuk undang-undang yang berkaitan
dengan Kloning gen tumbuhan atau nama lain Kultur Jaringan dalam UU No.
18/2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan
IPTEK (RPP Peneltian Berisiko Tinggi). Disebutkan pada pasal 22 yang
berbunyi: 1) Pemerintah menjamin kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara
serta keseimbangan tata kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup. 2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pemerintah mengatur perizinan bagi pelaksanaan kegiatan penelitian,
pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko
tinggi dan berbahaya dengan memperhatikan standar nasional dan ketentuan yang
berlaku secara internasional.
E. Kajian Dampak Ekonomi-Sosial Kultur Jaringan
kajian mengenai dampak sosial-ekonomi Kultur jaringan Tumbuhan
memiliki keterkaitan dengan sejumlah alasan/nilai-nilai penting, antara lain
tanggung jawab sosial para ilmuwan yang mengembangkan teknik kultur jaringan
tumbuhan harus memperkenalkan ke masyarakat serta diperhatikan pula tanggung
jawab moral dan etika akan dampak-dampak yang ditimbulkan dari produk yang
dihasilkan oleh kultur jaringan tumbuhan, termasuk potensi dampak sosial-
ekonominya.
Tanggung jawab antar generasi tujuannya adalah kultur jaringan tumbuhan
harus memiliki sifat pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tujuan ini
terkait dengan tanggung jawab antar generasi dari para pengembang teknologi
tersebut dan para pembuatan kebijakan pemerintah.
Dari segi social, kultur jaringan ini diharapkan tidak menjadi penghambat
diversitas yang lain. Sehingga keberadaannya tetap ada sejalan dengan
perkembangan diversitas khususnya tumbuhan yang lain. Dampak apabila kultur
jaringan ini merusak diversitas lain maka yang terjadi tumbuhan hanya
bergantung pada orang yang memiliki keilmuwan kultur jaringan dan tidak dapat
16
bersaing guna memperkaya keanekaragaman tumbuhan. Hal ini akan berdampak
pada ekonomi masyarakat, bila salah satu produk kultur jaringan dianggap
berhasil, masyarakat akan berantusias untuk membudidayakan dan menjual
produk tersebut. Dan bila semakin banyak orang yang menjual produk tersebut
akan berakibat pada bertemunya titik jenuh masyarakat terhadap hasil kultur
jaringan. Untuk itu ilmuwan diharapkan untuk mempertajam dan mengasah
kemampuannya guna menemukan bahkan menciptakan suatu produk kultur
jaringan yang baru selama hal tersebut masih didalam batas kewajaran dan norma
yang berlaku.
F. Pertimbangan Etika dan Agama
Studi tentang hubungan antara agama dan sains secara tradisional
diasumsikan bahwa setiap konflik yang terjadi semata-mata didasarkan pada
epistemologi dari esensi agama itu sendiri. Oleh karena itu, pertimbangan setiap
agama terhadap kultur jaringan tumbuhan memiliki kebijakan sendiri. Seperti
pada kultur jaringan pisang, dimana sisi etika dan agama diperbolehkan karena
teknik ini bertujuan memperbanyak jumlah spesies meski dengan campur tangan
manusia. Sedangkan dari segi etika, hal ini juga disahkan selama tidak memiliki
tujuan diluar akal pikiran manusia.
BAB III
PENUTUP
17
Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, aksiologi adalah
kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman
kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Metode kultur jaringan dikembangkan
untuk membantu memperbanyak tanaman, sehingga dapat membantu
perekonomian masyarakat dan dari segi moral dan agama teknik kultur jaringan
diperbolehkan selama tidak merugikan orang lain dan menguntungkan bagi
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
18
Arya. 2013. Aksiologi Pengetahuan. (Online) http://arya0809.wordpress.com/2013/01/10/aksiologi-pengetahuan/. Diakses tanggal 01 Oktober 2014.
Kattsoff, Louis.2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Magnis-suseno.1987. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius.
Magnis-suseno.1997. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius.
Octaria, Dina. 2012. Aksiologi Pengetahuan. (Online)
http://dinaoctaria.wordpress.com/2012/10/14/aksiologi-pengetahuan/. Diakses pada 01 Oktober 2014.
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Zubair, Achmad Charris.1997. Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
19