biodiversitas mikrobia dan aplikasinya

26
Biodisversitas Mikrobia dan Prospek Aplikasinya Dalam Berbagai Bidang* L. Sembiring, M.Sc., Ph.D. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta, 55281. e-mail: [email protected] Abstrak Indonesia yang terletak di daerah tropis, terkenal sangat kaya akan biodiversitasnya sehingga dijuluki sebagai salah satu hotspot megabiodiversity di dunia di samping Brazilia, dan Zaire. Namun demikian, pemahaman kita akan kekayaan sumberdaya hayati tersebut pada kenyataannya masih kurang memadai sehingga kita masih mengalami kesulitan dalam upaya pemanfaatan dan pelestariannya. Kekurangan informasi ilmiah mengenai biodiversitas hayati di Indonesia disebabkan oleh rendahnya minat kalangan ilmuwan dan lemahnya komitmen dukungan sumberdaya penelitian yang bertujuan menyingkap kekayaan sumberdaya biodiversitas hayati tersebut khususnya biodiversitas mikrobia. Padahal, biodiversitas mikrobia merupakan salah satu komponen biodiversitas yang sangat mustahak perannya dalam mempertahankan kelestarian fungsi ekosistem hutan tropis dan fungsi kehidupan pada umumnya serta potensi aplikasinya dalam berbagai bidang. Dalam makalah ini diuraikan mengenai konsep biodiversitas pada umumnya dan biodiversitas mikrobia pada khususnya yang meliputi tiga aras yaitu biodiversitas genetik, biodiversitas spesies dan biodiversitas ekosistem. Selanjutnya diuraikan mengenai peranan sentral studi sistematika mikrobia modern sebagai instrumen utama dalam menyingkap biodiversitas mikrobia secara komprehensif. Pemahaman biodiversitas mikrobia yang memadai merupakan pintu masuk ke arah pemanfaatan potensi sumberdaya mikrobia untuk peningkatan kualitas kesejahteraan umat manusia. Mengingat bahwa perkembangan dan kemampuan studi sistematika dalam menjalankan fungsinya sangat dipengaruhi oleh kemajuan semua cabang biologi dan di antaranya biokimia, teknik biokomia, biologi molekular, genetika molekular dan evolusi serta aplikasi komputer dalam sistem penanganan dan manipulasi data maka diuraikan pula peran mendasar cabang-cabang ilmu tersebut. Pembahasan secara mendalam terhadap pendekatan studi biodiversitas mikrobia dilakukan berlandaskan pendekatan metode sistematik polifasik yang terdiri dari sistematik numerik-fenetik, sistematik kimiawi (khemosistematik) dan sistematik molekular- ------------------------------------------------------------------ ----------------------------------------------------- *) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008. 1

Upload: winda-adipuri-ramadaningrum

Post on 15-Dec-2015

1.067 views

Category:

Documents


26 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Biodisversitas Mikrobia dan Prospek Aplikasinya Dalam Berbagai Bidang*

L. Sembiring, M.Sc., Ph.D.

Laboratorium MikrobiologiFakultas Biologi UGM, Yogyakarta, 55281.

e-mail: [email protected]

Abstrak

Indonesia yang terletak di daerah tropis, terkenal sangat kaya akan biodiversitasnya sehingga dijuluki sebagai salah satu hotspot megabiodiversity di dunia di samping Brazilia, dan Zaire. Namun demikian, pemahaman kita akan kekayaan sumberdaya hayati tersebut pada kenyataannya masih kurang memadai sehingga kita masih mengalami kesulitan dalam upaya pemanfaatan dan pelestariannya. Kekurangan informasi ilmiah mengenai biodiversitas hayati di Indonesia disebabkan oleh rendahnya minat kalangan ilmuwan dan lemahnya komitmen dukungan sumberdaya penelitian yang bertujuan menyingkap kekayaan sumberdaya biodiversitas hayati tersebut khususnya biodiversitas mikrobia. Padahal, biodiversitas mikrobia merupakan salah satu komponen biodiversitas yang sangat mustahak perannya dalam mempertahankan kelestarian fungsi ekosistem hutan tropis dan fungsi kehidupan pada umumnya serta potensi aplikasinya dalam berbagai bidang. Dalam makalah ini diuraikan mengenai konsep biodiversitas pada umumnya dan biodiversitas mikrobia pada khususnya yang meliputi tiga aras yaitu biodiversitas genetik, biodiversitas spesies dan biodiversitas ekosistem. Selanjutnya diuraikan mengenai peranan sentral studi sistematika mikrobia modern sebagai instrumen utama dalam menyingkap biodiversitas mikrobia secara komprehensif. Pemahaman biodiversitas mikrobia yang memadai merupakan pintu masuk ke arah pemanfaatan potensi sumberdaya mikrobia untuk peningkatan kualitas kesejahteraan umat manusia. Mengingat bahwa perkembangan dan kemampuan studi sistematika dalam menjalankan fungsinya sangat dipengaruhi oleh kemajuan semua cabang biologi dan di antaranya biokimia, teknik biokomia, biologi molekular, genetika molekular dan evolusi serta aplikasi komputer dalam sistem penanganan dan manipulasi data maka diuraikan pula peran mendasar cabang-cabang ilmu tersebut. Pembahasan secara mendalam terhadap pendekatan studi biodiversitas mikrobia dilakukan berlandaskan pendekatan metode sistematik polifasik yang terdiri dari sistematik numerik-fenetik, sistematik kimiawi (khemosistematik) dan sistematik molekular-filogenetik. Sebagai konsekuensi aplikasi pendekatan sistematik mikrobia modern telah terjadi terobosan besar dalam pemahaman paling mutakhir terhadap realitas biodiversitas mikrobia yang telah dicapai sampai saat ini. Peran penting culture collection dalam penelitian, pendidikan dan upaya pelestarian mikrobia baik secara ex situ maupun secara in situ juga dipaparkan. Akhirnya, diuraikan secara garis besar mengenai potensi aplikasi biodiversitas mikrobia dalam berbagai bidang yang meliputi pertanian, lingkungan, industri, pangan, dan kesehatan. Seiring dengan itu, diulas pula secara sekilas mengenai hasil-hasil studi biodiversitas mikrobia di Indonesia sebagai bagian dari upaya pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya mikrobia di bumi nusantara ini.

A. Pengertian Biodiversitas Biodiversitas (biodiversity) mengacu pada seluruh jasad hidup yang ada dalam biosfer dan wujudnya dapat diamati berupa mikrobia, tumbuhan maupun hewan. Jadi, biodiversitas hayati dapat didefinisikan sebagai totalitas variasi gena, spesies, dan ekosistem yang dijumpai di suatu daerah. Dengan demikian, pengertian biodiversitas termasuk di dalamnya biodiversitas mikrobia berada pada tiga aras yaitu biodiversitas genetik, biodiversitas spesies dan biodiversitas ekosistem (Sembiring, 1998). Menurut World Conservation Center (Anonimus, 1992) biodiversitas genetik adalah variasi gena atau genom yang dimiliki oleh setiap individu anggota spesies, sedangkan biodiversitas spesies adalah jumlah spesies yang terdapat dalam suatu

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

1

Page 2: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

komunitas, dan biodiversitas ekosistem adalah jumlah atau variasi ekosistem yang terdapat di suatu daerah. Walaupun demikian, dalam pembicaraan secara umum, yang dimaksud dengan biodiversitas lebih sering mengacu kepada biodiversitas spesies saja meskipun secara substansial, biodiversitas sesungguhnya mencakup ketiga tataran tersebut. Apabila kita mengacu kepada biodiversitas spesies maka sudah barang tentu, tingkat biodiversitas sangat tergantung kepada konsep spesies yang kita gunakan. Padahal, masalah konsep sepesies merupakan hal yang sangat kontroversial dalam perdebatan para pakar dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan biologi pada khususnya dan ilmu dan teknologi secara keseluruhan pada umumnya. Misalnya, perkembangan pemikiran mengenai konsep spesies sampai yang paling mutakhir seperti yang dipaparkan dalam buku yang disusun oleh para pakar yang berkompeten dan diterbitkan oleh The Systematics Association (1997), ada sebanyak 22 konsep spesies yang digunakan (Mayden, 1997). Oleh karena itu, dalam studi biodiversitas mikrobia, khususnya untuk bakteri misalnya, para pakar berupaya keras merumuskan suatu konsep spesies yang praktis sehingga dapat digunakan oleh para peneliti di seluruh dunia (Goodfellow et al., 1997). Jadi, jelas sekali bahwa tingkat biodiversitas mikrobia di suatu habitat sangat dipengaruhi oleh konsep spesies yang digunakan dalam menganalisis strain mikrobia yang diperoleh dari habitat tersebut (Sembiring, 2002). Dalam dunia mikrobia, khususnya bakteri dan arkhaea ada 4 konsep spesies yang telah dan masih digunakan dalam praktek yaitu konsep nomenspesies (nomenspecies concept), konsep taksospesies (taxospecies concept), konsep genospesies (genospecies concept) dan konsep spesies genomik (genomic species concept). Dengan demikian, setiap informasi penelitian mengenai tingkat biodiversitas spesies mikrobia hendaknya ditinjau dari konsep spesies yang digunakan dalam menganalisis hasil penelitian tersebut. Akhirnya, dapat dikemukakan bahwa betapa penting kesamaan pemahaman mengenai konsep spesies ini terutama dalam membahas kekayaan biodiversitas spesies mikrobia di alam. Biodiversitas mikrobiota di hutan tropis masih sangat kurang diketahui dibandingkan dengan ekosistem hutan di daerah beriklim sedang (temperate forests). Hal ini dapat diketahui dari fakta bahwa berdasarkan penelusuran yang dilakukan dalam BIOSIS misalnya sejak tahun 1963 hanya ada 96 publikasi mengenai fungi dan bakteri dari ekosistem hutan tropis dibandingkan dengan 2411 publikasi serupa dari ekosistem hutan di daerah beriklim sedang (Lodge et al., 1996). Publikasi tersebutpun umumnya berkaitan dengan mikrobia patogen pada tanaman hutan serta deskripsi mengenai strain baru (novel strain) tetapi jarang mengenai peran biodiversitas mikrobiota dalam fungsi ekosistem hutan tropis. Pentingnya peran biodiversitas mikrobia (mikrobiota) secara ekologis sangat berkaitan dengan kelestarian sistem kehidupan di planet bumi ini (Lovelock, 1988; Stoltz et al., 1989; Truper, 1992). Namun demikian, peranan mikrobia dalam ekosistem daratan (teresterial) belumlah sepenuhnya dapat dipahami meskipun kita tahu bahwa mikrobia berperan aktif dalam siklus nutrien yang merupakan bagian siklus biogeokimiawi sehingga mikrobia merupakan faktor penting dalam bidang kesuburan tanah untuk pertanian (Stolz et al., 1989; Truper, 1992; Bull et al., 2000). Sistematik mikrobia adalah ilmu yang mempelajari biodiversitas mikrobia serta hubungan antar mikrobia baik hubungan similaritas (fenetik) maupun hubungan kekerabatan (filogenetik) (Godfellow & O’Donnell,1993; Goodfellow, 2000). -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

2

Page 3: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Sistematika terdiri dari tiga subdisiplin yaitu klasifikasi, identifikasi dan nomenklatur (Cowan, 1955). Kemampuan studi sistematika mikrobia dalam menyingkap biodiversitas mikrobia sangat dipengaruhi oleh perkembangan biologi pada umumnya dan kimia, biokimia, biologi molekular, genetika molekular, evolusi molekular serta aplikasi komputer dalam biologi (bioinformatika) untuk keperluan manipulasi data. Perkembangan aplikasi komputer dalam sistematika mikrobia telah melahirkan sistematik numerik (Sneath, 1957; Sokal, 1985) yang memungkinkan dilakukannya klasifikasi dan identifikasi mikrobia secara kuantitatif dan lebih bersifat objektif. Selanjutnya, aplikasi teknik biokimia dalam sistematik untuk menganalisis komponen sel di antaranya penyusun dinding sel, lipid membran, dan protein misalnya telah melahirkan sistematik kimiawi (khemosistematik) yang sangat penting dalam pendefinisian genus pada bakteri dan arkhaea. Akhirnya, revolusi biologi molekular telah menyumbangkan data yang sangat menentukan bagi lahirnya sistematika molekular yang menggunakan informasi genetik yang terkandung dalam molekul DNA dan RNA untuk melakukan klasifikasi dan identifikasi mikrobia. Tersedianya data berupa sequences DNA, RNA dan protein dalam data base Internasional (EMBL, DDBJ, RDP) yang dapat diakses via internet oleh khalayak ilmuwan di seluruh dunia telah memicu lahir dan berkembangnya bidang kajian bioinformatika yaitu pemanfaatan informasi biologis (sequences DNA, RNA dan protein) yang semakin melimpah tersebut dengan menggunakan berbagai software komputer yang telah tersedia untuk tujuan menyingkap potensi mahluk hidup (mikrobia) dalam berbagai bidang bagi kepentinga kesejahteraan manusia. Pendekatan klasifikasi dalam sistematik yang menggabungkan sistematik numerik, sistematik kimiawi dan sistematik molekular untuk menghasilkan sistem klasifikasi yang kokoh sebagai dasar penyusunan sistem identifikasi yang berdayaguna dikenal dengan taksonomi polifasik (Colwell, 1970). Kongruensi hasil klasifikasi antar ketiga pendekatan tersebut dianggap mampu memberikan dasar klasifikasi yang lebih bermakna, bersifat prediktif dan bermafaat dalam mempelajari biodiversitas mikrobia di alam. Sistematika mikrobia modern yang berlandaskan pendekatan sistematik polifasik sangat bermanfaat dalam berbagai bidang aplikasi, misalnya dalam studi filogeni (Fox et al., 1977; Woese & Fox, 1977; Woese, 1987), yang telah menantang pandangan dikotomis evolusi prokaryotik – eukaryotik (Chatton, 1937). Demikian juga dalam diagnostik molekular untuk deteksi dan identifikasi dalam bidang pertanian meliputi (i) biofertilizer yaitu mikrorhiza (Jeffries & Dodd, 2000) dan bakteria bintil akar (Coutinho et al., 2000), (ii) bakteria agensia penyakit tanaman (Young, 2000) dan (iii) agensia pengendali hayati bagi serangga hama ( Priest & Dewar, 2000; Humber, 2000), dalam bidang lingkungan meliputi (i) bioremediasi (Voordow, 2000; Ederer & Crawford, 2000) dan (ii) biomining (Goebel et al., 2000; Kristijansson et al., 2000) serta pangan (Axelsson & Ahrne, 2000) dan medis (Wayne, 2000).

B. Biodiversitas Mikrobia Walaupun sering dianggap bahwa mikrobia merupakan jasad renik yang berukuran relatif kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan jelas di bawah mikroskop, ternyata bahwa hal ini tidak sepenuhnya benar karena ada mikrobia yang berukuran relatif besar karena memiliki panjang sekitar 650 µm yaitu bakteri anggota spesies Epulopiscium fishelsoni bahkan ada yang mencapai diameter 750 µm, yaitu bakteri -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

3

Page 4: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

anggotas spesies Thiomargaritta namibiensis (Prescott et al., 2002). Mikrobia mencakup jasad dengan kisaran biodiversitas yang luas karena meliputi bakteria, arkhaea, fungi, protozoa dan algae. Pandangan ilmiah mengenai biodiversitas mikrobia berubah seiring dengan perkembangan ilmu yang mendukung studi biodiversitas mikrobia tersebut. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa sejarah klasifikasi mahluk hidup menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai jasad yang diklasifikasikan sangat menentukan metode dan hasil klasifikasi yang diperoleh. Sejarah klasifikasi dapat ditelusuri dari yang paling tua sampai yang dianggap paling mutakhir dewasa ini seperti yang diuraikan dalam paragraf berikut.

C. Sejarah klasifikasi jasad hidup Sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Linnaeus (1753) membagi jasad hidup hanya atas dua dunia kehidupan yaitu Dunia Plantae (Tmbuhan, Algae, Fungi, Bakteria dan Arkhaea) dan Dunia Animalia (Hewan dan Protozoa). Selanjutnya, karena ditemukannya jasad (Euglena) yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu dunia kehidupan tersebut maka Haeckel (1866) mengusulkan sistem klasifikasi atas 3 dunia yaitu dunia Plantae, dunia Animalia dan dunia Protista. Sebagai konsekuensi perkembangan mikroskop elektron maka diketahuilah bahwa struktur internal sel ternyata ada yang memiliki organela yang diselubungi membran dan ada pula yang tidak memiliki organela, yaitu bakteria dan arkhaea. Chatton (1937) menyebut kelompok pertama sebagai eukaryotik dan kelompok kedua disebut dengan prokaryotik. Penggolongan dikotomis prokayotik-eukaryotik selanjutnya dianut oleh sebagian besar pakar biologi yang bahkan secara dogmatis menganggap bahwa perbedaan sifat tersebut bersifat fundamental secara evolusioner. Hasil penelitian berdasarkan mikroskop elektron dan teknik biokimiawi juga mendukung kedua tipe sel tersebut sehingga hal ini telah memberi inspirasi bagi para pakar untuk mengajukan sistem klasifikasi baru bagi jasad hidup yang beranekaragam, termasuk di dalamnya mikrobia (Solomon et al., 2008). Dengan demikian, mikrobia ada yang tergolong jasad prokaryotik yaitu Bakteria dan Arkhaea dan ada yang tergolong ke dalam jasad eukaryotik yaitu Fungi, Algae dan Protozoa. Salah satu sistem klasifikasi mahluk hidup yang kemudian diajukan berdasarkan pandangan dikotomis prokaryotik-eukaryotik adalah yang diajukan oleh R.H. Whittaker (1969) yang membagi jasad hidup menjadi 5 dunia kehidupan. Dalam sistem ini, Fungi yang mencakup cendawan (mushroom), kapang (mold) dan khamir (yeast) dikeluarkan dari dunia Plantae untuk dimasukkan dalam dunia tersendiri yaitu dunia Fungi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa fungi tidak berfotosintesis, bersifat heterotrofik, dinding sel terdiri dari khitin, struktur tubuh serta cara reproduksi. Lalu, diciptakan dunia Monera (Prokaryotae) untuk mengakomodasi bakteria dan arkhaea yang secara fundamental dianggap berbeda dengan jasad yang lain karena tidak memiliki organela. Dapat ditegaskan bahwa Whittaker (1969) mengklasifikasi jasad hidup menjadi dunia Plantae, Animalia, Fungi, Protista dan Monera hanya berdasarkan 3 aspek yaitu (i) struktur organisasi internal sel (ii) struktur organisasi sel dan (iii) tipe nutrisi sel.

D. Klasifikasi jasad hidup dalam era biologi molekular Ditemukannya struktur double-helix molekul DNA oleh Watson dan Crick (1953) telah memicu perkembangan biologi molekular yang selanjutnya sangat -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

4

Page 5: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

mempengaruhi pandangan para pakar dalam melihat biodiversitas jasad hidup. Carl Woese (1970-an) dari Universitas Illinois (USA) menggunakan teknik biologi molekular yaitu analisis sequence rRNA subunit kecil (SSU rRNA) untuk mempelajari hubungan kekerabatan jasad hidup. Woese menggunakan analisis variasi molekul universal (rRNA) tersebut untuk menantang pandangan (dogma) lama yang menganut bahwa semua jasad prokaryotik sangat berkerabat dekat dan sangat mirip satu sama lain. Berdasarkan hasil analisis variasi molekul rRNA maka Woese (1987) mengajukan bahwa sesungguhnya jasad prokaryotik terdiri dari dua kelompok yang berbeda secara fundamental yaitu Archaebacteria dan Eubacteria. Dengan demikian maka selanjutnya diusulkan bahwa prokaryotae mencakup dua di antara tiga garis evolusi kehidupan yang ditemukan berdasarkan analisis rRNA yaitu Archaea, Bacteria dan Eukarya (Woese et al., 1990). Usulan klasifikasi jasad hidup menjadi 3 domain oleh Woese et al., (1990) selanjutnya mendapatkan dukungan hasil penelitian Carol J. Bult (1996) yang melaporkan bahwa kemiripan sequence genom salah satu anggota Domain Arkhaea (Metahnococcus janashii) dengan sequence genom anggota Domain Bacteria kurang dari 50%. Atas dasar bukti molekular inilah sebagian besar pakar biologi masa kini setuju untuk membagi prokaryotae menjadi Domain Arkhaea dan Domain Bacteria. Berdasarkan perbedaan fundamental secara molekular antara arkhaea, bacteria dan eukarya maka banyak pakar sistematika masa kini, khususnya sistematika mikrobia menggunakan satu hirarki takson di atas dunia (Kingdom = Regnum) yaitu Domain. Dengan demikian, jasad hidup diklasifikasikan menjadi 3 Domain yaitu Domain Arkhaea, Domain Bacteria dan Domain Eukarya. Hasil analisis sequence rRNA menunjukkan bahwa anggota domain Arkhaea memiliki gena yang merupakan kombinasi antara gena yang mirip gena bakteri dan gena yang mirip gena eukaryot bahkan ada kecenderungan anggapan bahwa secara filogenetis Domain Arkhaea lebih mirip dengan Eukarya dari pada dengan Domain Bacteria. Akhirnya, sebagai konsekuensi perkembangan biologi modern maka dewasa ini banyak pakar yang setuju dengan klasifikasi jasad hidup atas tiga domain dan 6 dunia kehidupan. Sebagai contoh bahwa isu tersebut telah dianggap mantap untuk diterima oleh kalangan pakar biologi, maka dalam salah satu buku teks Biologi mutakhir yang ditulis oleh Solomon et al. (2002; 2008) menggunakan sistem tiga domain dan 6 dunia kehidupan yaitu Dunia Bacteria, Dunia Arkhaea, Dunia Fungi, Dunia Protista, Dunia Plantae dan Dunia Animalia. Dalam konstelasi sistem klasifikasi ini maka mikrobia meliputi tiga domain dan empat dunia yaitu, dunia Bakteria, Arkhaea, Fungi dan Protista. Berdasarkan perkembangan analisis sistematika molekular-filogenetik lebih lanjut maka biodiversitas Domain Arkhaea digolongkan ke dalam satu Dunia Arkhaea yang terdiri dari 2 Phylum yaitu Phylum Crenarcheota dan Phylum Euryarcheota. Sedangkan Domain Bacteria dimasukkan dalam satu Dunia yaitu dunia Bakteria yang dibagi ke dalam 23 Phylum (Prescott et al., 2002). Perbedaan mendasar dalam tataran struktural dan molekular (molecular signature) antara ketiga domain jasad hidup tersebut sangat mendukung keberadaan sistem klasifikasi ini. Selanjutnya, analisis sistematika molekular (Atlas, 1997) juga telah menghasilkan terobosan dalam pemahaman mengenai mikrobia eukaryotik (Protozoa, Algae dan Fungi). Klasifikasi filogenetik berdasarkan sequence 18S rRNA Protozoa ternyata terdiri dari dua garis evolusi sehingga diklasifikasikan menjadi Dunia Archeozoa yang terdiri dari 3 Phylum dan Dunia Protozoa yang terdiri dari 7 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

5

Page 6: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Phylum. Demikian pula Algae ternyata tidak bersifat monofiletik tetapi bersifat polifiletik karena berdasarkan klasifikasi filogenetik (18S rRNA) maka sebagian Algae bersama-sama dengan Slime molds masuk ke dalam Protozoa, sebagian masuk ke Dunia Plantae dan sisanya bersama-sama dengan Water molds diusulkan untuk dmasukkan ke dalam dunia tersendiri yaitu Dunia Chromista.

E. Menuju Era Sistematika Mikrobia Modern (Polyphasic Systematics) Sistematika mikrobia adalah ilmu yang mempelajari biodiversitas dan hubungan yang ada antara sesama mikrobia baik hubungan similaritas maupun hubungan filogenetis. Dalam studi biodiversitas tersebut sistematika memiliki 3 subdisiplin yaitu klasifikasi, identifikasi dan tatanama. Dalam prakteknya, ketiga subdisiplin tersebut saling berkaitan satu sama lain. Klasifikasi adalah proses dan hasil penggolongan strain mikrobia ke dalam takson berdasarkan kemiripan atau perbedaan karakter. Sedangkan taksonomi adalah ilmu yang mempelajari teori klasifikasi (Simpson, 1961). Jadi, dapat dikatakan bahwa klasifikasi adalah praktek taksonomi dan sebaliknya. Identifikasi adalah proses penentuan apakah strain yang diteliti identik dengan strain mikrobia yang telah ditemukan sebelumnya atau tidak. Tatanama adalah aturan internasional mengenai metode pemberian nama ilmiah yang benar bagi mikrobia yang ditemukan. Sistematika mikrobia telah mengalami perkembangan yang spektakular seiring dengan penggunaan metode kimiawi dan biokimiawi, biologi molekular serta aplikasi komputer dalam sistem manipulasi data untuk merevisi dan mengembangkan sistem klasifikasi dan identifikasi mikrobia. Sistem klasifikasi yang lebih baik telah memberikan manfaat yang besar bagi kemudahan identifikasi mikrobia yang penting dalam bidang pertanian dan lingkungan, dalam bidang medis serta dalam bidang industri. Kemajuan sistematika mikrobia ini dapat ditelusuri dari digunakannya komputer untuk mengembangkan sistematik numerik (Sneath, 1957a; 1957b: Sokal, 1985) diikuti dengan dipakainya metode kimiawi dan biokimiawi dalam klasifikasi mikrobia untuk mengembangkan sistematik kimiawi (Goodfellow & O’Donnell, 1994) serta dimanfaatkannya data molekular dalam mendemostrasikan peran sistematika molekular dalam menyingkap biodiversitas mikrobia (Woese, 1987). Kongruensi antara ketiga pendekatan dianggap merupakan dasar yang mantap untuk menghasilkan sistem klasifikasi mikrobia yang bermakna yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk mengkonstruksi sistem identifikasi yang bermanfaat dalam berbagai bidang aplikasi mikrobia.

E.1. Sistematika Numerik Klasifikasi mikrobia ke dalam unit taksonomi dengan metode numerik yang didasarkan atas karakter yang dimiliki bersama (shared characters) dilakukan pertama kali oleh Sneath (1957a ; 1957b). Metode klasifikasi numerik bertujuan menggolongkan setiap strain mikrobia ke dalam kelompok takson yang homogen yaitu taksospesies, berdasarkan sejumlah besar data fenotipik (politetik) lalu menggunakan hasil klasifikasi tersebut sebagai dasar untuk menghasilkan sistem indentifikasi yang lebih baik. Jika dibandingkan dengan sistem klasifikasi tradisional-konvensional yang ada sebelumnya maka sistem klasifikasi numerik sangat berbeda khususnya dalam hal mendefinisikan taksospesies atas dasar sebanyak-banyaknya karakter (politetik) yang diperlakukan setara (unweighted) bukan seperti metode -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

6

Page 7: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

tradisional yang mendasarkan diri atas karakter tunggal (monotetik) yang dipilih secara subjektif. Dasar teoritis sistematik numerik terdokumentasikan dengan baik dalam beberapa pustaka (Sokal, 1985; Sackin & Jones, 1993; Stackebrandt et al., 2000). Aplikasi metode sistematik numerik telah meningkatkan kualitas sistem klasifikasi mikrobia secara signifikan, khususnya bakteria. Sebagai konsekuensi aplikasi tersebut telah dilakukan revisi terhadap beberapa genera bakteri yang telah diklasifikasikan sebelum tahun 1960-an yaitu di antaranya Bacillus (White et al., 1993) dan Rhodococcus (Goodfellow et al., 1998). Telah terbukti bahwa sistematik numerik sangat bermanfaat dalam merevisi jumlah spesies dalam genus Streptomyces (Williams et al., 1983; Sembiring & Goodfellow, 2001a; Goodfellow et al., 2007) serta dalam menyingkap biodiversitas strain di antaranya yang diisolasi dari Indonesia (Sembiring, 2000; Sembiring et al., 2000) dan isolat dari New Caledonia (Saintpierre et al., 2003). Namun, aplikasi sistematik numerik relatif masih sedikit dilakukan dalam kelompok mikrobia lain seperti fungi dan protozoa (Goodfellow & Dickinson, 1985). Dapat disimpulkan bahwa aplikasi metode sistematik numerik telah membuat terobosan besar dalam mendefinisikan spesies secara lebih objektif dan terukur yaitu dikembangkannya konsep taksospesies. Berdasarkan konsep ini maka taksospesies adalah sekelompok strain mikrobia yang memiliki indeks similaritas ≥ 70%.

E.2. Sistematika Kimiawi (Chemosystematics) Data kimiawi yang diperoleh dari hasil analisis total sel mikrobia atau komponen sel mikrobia dengan metode fisiko-kimiawi seperti kromatografi gas (GC), Thin layer Chromatography (TLC), High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dapat digunakan untuk mengklasifikasikan mikrobia atas dasar distribusi komponen yang berbeda baik intra maupun intertakson (Goodfellow & O’Donnell., 1994). Analisis khemotaksonomi terhadap makromolekul khususnya asam amino dan peptida, polisakarida, protein, enzim, dan senyawa polimer kompleks lainnya seperti isoprenoid quinones sangat bermanfaat dalam klasifikasi dan identifikasi mikrobia (Goodfellow, 2000). Sidikjari kimiawi yang bernilai taksonomis dapat diperoleh dengan menggunakan teknik analisis kimiawi seperti Curie-point pyrolysis mass spectrometry (PyMS) (Magee, 1993). Kecepatan dan reprodusibilitas PyMS serta kemudahan aplikasinya terhadap berbagai mikrobia patogen menyebabkan teknik ini sangat berguna dalam identifikasi antar strain pada studi epidemiologis (Goodfellow et al., 1997). Metode kimiawi lain yang bermanfaat dalam klasifikasi dan identifikasi mikrobia adalah analisis asam lemak (Stead et al., 1992), analisis protein (Vauterin et al., 1993) serta analisis enzim dan profil metabolit volatil (James, 1994; Larsen & Frisvad, 1995). Pentingnya data kimiawi dalam klasifikasi mikrobia juga didemonstrasikan dalam deskripsi genus pada bakteri yang mengandalkan perbedaan distribusi komponen kimiawi sel. Artinya, pendefinisian genus pada bakteri terutama mendasarkan diri atas data sistematik kimiawi (Holt et al., 1994).

E.3. Sistematika Molekular Teknik sequencing asam nukleat telah berkembang secara pesat sehingga perbandingan sequence gena homolog merupakan prosedur standar dalam sistematik -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

7

Page 8: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

mikrobia modern dewasa ini. Gena yang bersifat conserved seperti gena yang mengkode rRNA telah digunakan secara luas untuk menganalisis hubungan antar mikrobia mulai dari aras spesies sampai di atas genus ( Woese, 1987). Sequence asam nukleat telah didepositkan dalam squence database seperti data Bank of Japan (Tateno et al., 1998), the European Molecular Biology Laboratories Database (Strosser et al., 1999), the Gene Bank Database (Benson et al., 1998) dan the Ribosomal Database Project (Maidak et al., 1997) sehingga dapat diretrieve dan digunakan sebagai acuan dalam penelitian. Telah diketahui bahwa gena rDNA adalah sangat esensial bagi kehidupan semua jasad hidup. Gena ini sangat bersifat conserved baik pada jasad prokaryot maupun jasad eukaryot sehingga digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogeni universal bagi semua jasad hidup. Filogeni yang didasarkan atas gena rDNA dapat digunakan untuk tujuan klasifikasi maupun identifikasi mikrobia dan terbukti mampu menyingkap biodiversitas streptomisetes yang berasosiasi dengan rizosfer tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) (Sembiring, 2000; Sembiring et al., 2000; Sembiring & Goodfellow, 2001b) dan menyingkap kekeliruan dalam identifikasi anggota genus Streptomyces (Goodfellow et al., 2007) Rantai komplementer DNA dapat didenaturasi menjadi rantai tunggal dan kemudian direnaturasi kembali menjadi rantai ganda pada kondisi tertentu. Pasangan komplementer spesifik terjadi antara A-T dan G-C sehingga persentase kekomplementeran pasangan dua rantai tunggal DNA (DNA-DNA relatedness) dapat digunakan sebagai ukuran kemiripan antar rantai yang berasal dari dua jasad yang berbeda. Teknik untuk mengukur tingkat kemiripan antar rantai DNA ini dilakukan dengan hibridisasi. Oleh karena itu, nilai DNA-DNA relatedness ini telah digunakan sebagai dasar untuk mendefinisikan spesies mikrobia yang dikenal dengan konsep genomic species. Kosep ini mendefinisikan spesies sebagai suatu kelompok strain mikrobia yang memiliki nilai DNA-DNA relatedness ≥ 70% dengan nilai ∆Tm ≤ 5oC. Konsep genomic species telah digunakan untuk menjelaskan klasifikasi ke dalam genus dan spesies pada Streptomyces (Labeda, 1998). Selanjutnya, metode sidikjari DNA telah banyak pula dikembangkan untuk keperluan identifikasi, khususnya untuk typing antar strain mikrobia (Gurtler & Stanisich, 1996; Towner & Cockayne, 1993). Hal ini sangat penting terutama dalam mengidentifikasi (biotyping) mikrobia patogen.

E.4. Pendekatan Sistematika Polifasik Sistematik mikrobia berawal dari pendekatan yang bersifat intuitif namun selanjutnya semakin obyektif sebagai akibat perkembangan teknik pendekatan yang diuraikan di atas. Perkembangan terkini, khususnya sistematik molekular telah memicu munculnya pemikiran akan perlunya membandingkan hasil klasifikasi antara yang sudah ada sebelumnya dengan pendekatan klasifikasi mikrobia terkini (Murray et al., 1990). Upaya ini bahkan mendorong munculnya pandangan bahwa klasifikasi mikrobia pada setiap hierarki taksonomis sebaiknya didasarkan atas penggunaan data fenotipik maupun genotipik secara terintegrasi (Vandamme et al., 1996; Goodfellow et al., 1997a). Pendekatan ini dikenal dengan istilah taksonomi polifasik yang diperkenalkan oleh Colwel (1970). Data genotipik diperoleh dari hasil analisis asam nukleat sedangkan data fenotipik dihasilkan dari hasil analisis karakter kultural, khemotaksonomi, morfologis, nutrisional dan karakter terekspresi yang lain (Goodfellow, 2000). Kongruensi antar kedua pendekatan inilah yang dianggap paling -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

8

Page 9: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

kokoh untuk menghasilkan sistem klasifikasi dan identifikasi yang bermakna dan bermanfaat.

F. Peran Culture Collection dalam studi biodiversitas dan pelestarian mikrobia Peran penting Culture Collection dalam studi biodiversitas mikrobia adalah untuk menyimpan dan memelihara semua mikrobia yang telah dikenal dan memiliki arti penting dalam bidang lingkungan, pertanian, industri maupun kesehatan, baik berupa type strain maupun non type strain. Oleh akrena itu, setiap mikrobia yang akan dipublikasikan sebagai anggota takson baru maka ada keharusan untuk mendepositkan kultur murninya di dua Culture Collection yang telah diakui reputasinya secara internasional. Semua informasi mengenai mikrobia yang disimpan di Culture Collection merupakan public domain sehingga dapat diakses oleh semua khalayak yang berkepentingan. Jadi, peran dalam menyediakan strain acuan bagi berbagai mikrobia baik yang type strain maupun yang non-type strain sangat penting dalam mendukung penelitian biodiversitas mikrobia di seluruh dunia. Dengan demikian, sesungguhnya Culture Collection juga berperan penting sebagai tempat pelestarian biodiversitas mikrobia secara ex situ. Walaupun demikian, mengingat keterbatasan kemampuan teknik mengkultur dan mengisolasi mikrobia maka pelestarian secara in situ jauh lebih penting dan mendesak untuk dilakukan. Tanpa pelestarian secara in situ sangat dikhawatirkan bahwa akan semakin banyak biodiversitas mikrobia yang sudah akan punah sebelum kita dapat menemukan dan memanfaatkannya. Ironis memang bahwa di Indonesia belum tersedia Culture Collection yang representatif bagi biodiversitas mikrobia tropis, padahal kita dianggap memiliki biodiversitas mikrobia yang salah satu tertinggi di dunia. Ini menjadi tantangan bagi kita semua.

G. Potensi Aplikasi Biodiversitas Mikrobia dalam berbagai bidang Secara umum peran mikrobia di alam sangat besar dalam memeprtahankan semua proses kehidupan di bumi yaitu dalam menjaga tetap berlangsungnya aliran energi dan siklus materi dalam ekosistem. Namun, secara lebih spesifik, potensi aplikasi mikrobia dalam berbagai aspek kehidupan manusia akan ditinjau secara garis besar dalam uraian berikut ini. Sumberdaya biodiversitas mikrobia selular (Bakteria, Arkhaea, Fungi, dan Protista) dan mikrobia aselular (virus) memiliki potensi yang sangat besar dan luas dalam kehidupan manusia. Secara garis besar dapat disampaikan bahwa kajian potensi aplikasi mikrobia yang mencakup berbagai bidang dalam kaitannya dengan kesejahteraan manusia dapat dikelompokkan ke dalam bidang pertanian, lingkungan, industri, pangan, bioteknologi dan kesehatan. Nilai kepentingan mikrobia dalam bidang pertanian mulai dari (i) aspek kesuburan tanah yaitu biodegradasi dan pengomposan, biofertilizer (Rhizobium, Mycorrhyza, Actinorrhyza dan bakteri diazotrof endofit) (ii) aspek kesehatan tanaman (Phytopathology) yaitu terkait dengan agensia penyakit tanaman pertanian dan kehutanan (bakteri, fungi dan virus) dan pengendalian hayati hama tanaman pertanian dan kehutanan (Bacillus thuringiensis, Metarrhyzium anisolpliae, Beauveria basiana) (iii) agensia penyakit dan pembuatan vaksin pada ikan (Vibrio, Aeromonas) (iv) nutrisi ternak (Rumen microbiology) (v) kesehatan hewan ternak.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

9

Page 10: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Bidang lingkungan meliputi biodegradasi, bioremediasi, dan biomining dan pengolahan limbah organik (residu pestisida, limbah rumah tangga, industri pertanian, industri pangan, industri tekstil, industri kulit, industri minyak) dan anorganik (limbah industri tekstil, industri logam, industri cat). Aplikasi potensi mikrobia dalam bidang industri (produksi etanol, bio-detergen, antibiotik, asam amino dan obat-obatan), pangan (pengawetan dan produksi pangan, makanan sublemen-probiotik, minuman beralkohol), dan bioteknologi (rekayasa genetika). Aplikasi potensi mikrobia dalam bidang kesehatan menacakup mikrobiologi kedokteran yaitu identifikasi (typing) agensia penyakit secara tepat (diagnostic microbiology) sebagai dasar tindakan pengobatan, dan immunologi yaitu studi sistem imun pada manusia dalam kaitannya dengan pencegahan dan pengendalian (vaksin) mikrobia agensia penyakit (bakteri).

H. Studi biodiversitas mikrobia di Indonesia Di antara hasil penelitian mengenai studi biodiversitas mikrobia di Indonesia adalah biodiversitas Streptomisetes yang berasosiasi dengan sistem perakaran sengon (Paraserianthes falcataria) dan meranti (Shorea sp.) (Sembiring, 1997 ; 1999 ; 2000). Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 607 isolat yang dapat dikelompokkan atas 44 multimembered colourgroup (493 isolat) dan 114 single-membered colour group. Satu kelompok di antaranya (96 isolat) diketahui mirip dengan anggota Streptomyces violaceusniger clade yang dikenal luas sebagai penghasil bahan bioaktif berupa antibiotik maupun imunosupressor seperti rapamycin. Studi sistematik terhadap representatif strain dari kelompok ini telah menghasilkan temuan 6 spesies baru (novel species) Streptomyces dan telah dipublikasikan di jurnal internasional, yaitu Streptomyces asiaticus DSM 41761T

Sembiring et al. 2000, S. cangkringensis DSM 41769T Sembiring et al. 2000, S. indonesiensis DSM 41759T Sembiring et al. 2000, S. javensis DSM 41764T Sembiring et al. 2000, S. rhizosphaerius DSM 41760T Sembiring et al. 2000 dan S.yogyakartensis DSM 41766T Sembiring et al. 2000 (Sembiring et al., 2000 ; 2001). Semua strain type masing-masing spesies ini telah didepositkan di dua Culture Collection yang diakui secara internasional yaitu DSM (Deutch Samlung Mikroorganismen und Zelkulturen) di Jerman dan NCIB (National Collection of Industrial Bacteria) di Scotland (UK). Selanjutnya dapat disampaikan studi biodiversitas bakteri asam asetat, khususnya anggota genus Gluconobacter (Yamada et al., 1999) dan Acetobacter (Lisdiyanti et al., 2000). Berdasarkan analisis sistematik molekular dengan teknik DNA-DNA relatedness, di antara 45 strain angota genus Acetobacter yang diisolasi dari Indonesia terbagi ke dalam 8 kelompok. Ada dua spesies baru (novel species) yang telah dipublikasikan yaitu Acetobacter indonesiensis NRIC 0313T dan A. tropicalis NRIC 0312T (Lisdiyanti et al., 2000). Sedangkan spesies baru bakteri asam asetat dari Indonesia yang merupakan anggota kelompok α-Proteobacteria adalah Asaia bogorensis JCM 10569T (Yamada, et al., 2000). Terkait dengan studi potensi aplikasi mikrobia dapat disampaiakn beberapa contoh yang diuraikan berikut ini. Dalam bidang pertanian, penelitian mengenai detesksi, karakterisasi dan identifikasi bakteri endofit diazotrof pada tebu telah berhasil mengungkap biodiversitas bakteri endofit yang terdapat dalam jaringan tebu serta mengetahui kemampuan isolate tersebut untuk digunakan sebagai kandidat biofertilizer bagi pengkayaan bibit tebu (Widayati et al., 2006). Lalu dalam bidang -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

10

Page 11: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

perikanan, penelitian mengenai karakterisasi, identifikasi dan pembuatan vaksin dari protein bakteri Aeromonas hydrophila untuk ikan lele dumbo (Olga et al., 2004), untuk ikan Jambal Siam (Olga et al., 2007) dan pembuatan vaksin Vibrio alginoliticus untuk ikan Kerapu Macan (Desrina et al., 2007). Penelitian yang terkait dengan aplikasi mikrobia dalam bidang pangan yaitu karakterisasi dan identifikasi bakteri asam laktat yang berpotensi menghasilkan bakteriosin diisolasi dari buah masak (Sarkono et al., 2006). Akhirnya, aplikasi mikrobia dalam bidang lingkungan misalnya dapat disebutkan atara lain kajian mengenai potensi isolat anggota genus Acinetobacter pendegradasi Hidrokarbon aspaltik (Febrianti et al., 2003), kapang pendegradasi katekin (Nurnawati & Sembiring, 2003), isolat bakteri anggota genus Pseudomonas pendegradasi detergen Alkilbenzen sulfonat linier (Suharjono et al., 2007), dan isolat bakteri anggota genus Bacillus pendegradasi fungisida (TCMTB) (Susilawati et al., 2007). Demikian sekelumit tentang hasil penelitian mengenai biodiversitas mikrobia di Indonesia yang tentu masih sangat sedikit sekali walaupun belum semua dapat disampaikan dalam tulisan ini. Oleh karena itu, masih banyak yang harus dilakukan dalam studi biodiversitas mikrobia di Indonesia bila kita hendak melakukan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hayati mikrobia. Dalam konteks inilah maka sistematika mikrobia modern sangat diperlukan untuk menyingkap biodiversitas sebagai jalan menuju pemanfaatan dan pelestarian baik secara ex situ (culture collection) maupun secara in situ (cagar alam).

Referensi

Anonimus, 1992. World Conservation Monitoring Center, Global Biodiversity: Status of the Earth Living Resources, Chapman & Hall., London.

Axelson, L. & Ahrne, S. 2000. Lactic Acid Bacteria. In: Applied Microbial Systematics, pp: 367-388 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Bull, A.T., Ward, A.C. & Goodfellow, M. 2000. Search and discovery strategies for biotechnology: The paradigm shift. Microbiology and Molecular Biology Review. 64:

Chatton, E. 1937. Titres et travaux scientifiques (1906 – 1937) de Edouard Chatton. Sette, Italy, E. sottano.

Claridge, M.F., Dawah, H.A., & Wilson, M.R. (Eds.). 1997. Species: The units of biodversity, The Systematics Associatiaon Special volume Series 54, Chapman & Hall., London.

Colwell, R. R. 1970. Polyphasic Taxonomy of bacteria. In Culture Collections of Microorganisms, pp: 421 – 436 (H. Iizuka & T. Hasegawa, Eds.), University of Tokyo Press, Tokyo.

Coutinho, H.L.C., De Oliveira, V.M. & Moreira, F.M.S. 2000. Systematics of Legume Nodule Nitrogen Fixing Bacteria: Agronomic and Ecological Application. In: Applied Microbial Systematics, pp: 107-134 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Cowan, S.T. 1955. The principles of microbial classification. Introduction: the philosophy of classification. Journal of General Microbiology 12: 314 – 319.

Desrina, Taslihan, A., Ambariyanto, Yudiati, E., Caessar, Y.D., Sumanta, R.B.S., Triyanto, Situmeang, J. & Sembiring, L. 2007. Isolasi purifikasi dan Imunogenitas Protein outer membran Vibrio alginoliticus pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Perikanan 9(1): 8-16.

Ederer, M. M. & Crawford, R.L. 2000. Systematics of Sphingomonas Species. In: Applied Microbial Systematics, pp: 333-365 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Fox, G.E., Pechman, K.G. & Woese, C.R. 1977. Comparative cataloguing of 16S Ribosomal ribonucleic acid molecular approach to prokaryotic systematics. International Journal of Systematic Bacteriology 27: 44 – 57.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

11

Page 12: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Febrianti, N., Prijambada, I.D., Sembiring, L., & Widianto, D. 2003. Isolasi, Karakterisasi, Klasifikasi dan Identifikasi bakteri pendegradasi fraksi aspaltik hidrokarbon lumpur minyak bumi. Biologi 3 (2): 115 – 127.

Goebel, B.M., Norris, P.R. & Burton, N.P. 2000. Acidophiles in Biomining. In: Applied Microbial Systematics, pp: 293-314 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Goodfellow, M. 2000. Microbial Systematics: Background and Uses. In Applied Microbial Systematics, pp: 1 – 18 (F.G. Priest & M. Goodfelow, Eds.), Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, Netherlands.

Goodfellow, M., Alderson, G. & Chun, J. 1998. Rhodococcal systematics: problems and developments. Antonie van Leeuwenhoek 74: 1 – 18.

Goodfellow, M. & Dickinson, C.H. 1985. Delineation and description of microbial populations using numerical methods. In Computer-assisted Bacterial Systematics, pp: 165 – 225 (M.Goodfellow, D. Jones & F.G. Priest, Eds.), Academic Press Ltd., London.

Goodfellow, M., Freeman, R. & Sisson, P.R. 1997. Currie-point mass spectrometry as a tool in clinical microbiology. Zentralblatt fur Bakteriologie 285: 133-156.

Goodfellow, M., Manfio, G.P. & Chun, J. 1997. Towards a practical species concept for cultivable bacteria. In Species: The units of biodversity pp: 25 – 59 (M.F. Claridge, H.A. Dawah & M.R. Wilson, Eds.). The Systematics Associatiaon Special volume Series 54, Chapman & Hall., London.

Goodfellow, M. & O’Donnel, A.G. 1993. The roots of bacterial systematics. In Hanbook of New bacterial Systematics, pp: 3-54 (M. Goodfellow & A.G. O’Donnell, Eds.) Academic Press Ltd., London.

Goodfellow, M. & O’Donnell, A.G. 1994. Chemical Methods in Prokaryotic Systematics, John Wiley & Sons. Chichester.

Goodfellow, M., Kumar, Y., Labeda, D.P. & Sembiring, L. 2007. The Streptomyces violaceusniger clade: a home for streptomycetes with rugose ornamented spores. Antonie van Leeuwenhoek 92: 173-179.

Holt, J.G., Krieg, N.R., sneath, P.H.A., Staley, J.T. &Williams, S.T. 1994. Bergey’s manual of Determinative Bacteriology, 9th ed., williams & Wilkins, Baltimore.

Humber, R.A. 2000. Fungal Pathogens and Parasites of Insects. In: Applied Microbial Systematics, pp: 203-230 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

James, A.L. 1994. Enzymes in taxonomy and diagnostic bacteriology. In Chemical Methods in Prokaryotic Systematics, pp: 471 – 492 (M. Goodfellow & A.G. O’Donnell., Eds.) John Wiley & Sons. Chichester.

Jeffries, P. & Dodd, J.C. 2000. Molecular Ecology of Mycorrhyzal Fungi. In: Applied Microbial Systematics, pp: 73-105 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Kristijansson, J.K., Hreggvidsson, G.O. & Grant, W.D. 2000.Taxonomy of Extremophiles. In: Applied Microbial Systematics, pp: 231 -291 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Labeda, D.P. 1998. DNA relatedness among the Streptomyces fulvissimus dan Streptomyces griseoviridis phenotypic cluster groups. International Journal of Systematic Bacteriology 48: 829-832.

Larsen, T.O. & Frisvand, J.C. 1995. Characterisation of volatile metabolites from 47 Penicillium taxa. Mycological Research. 99: 1153 – 1166.

Lisdiyanti, P., Kawasaki, H., Seki, T., Yamada, Y., Uchimura, T & Komagata, K. 2000. Systematic study of the genus Acetobacter with descriptions of Acetobacter indonesiensis sp. nov., A. tropicalis sp. nov., A. orleanensis (Henneberg 1906) comb. nov. A. lovaniensis (Frateur 1950) comb. nov., and A. estunensis (Carr 1958) comb. nov. Journal of General and Applied Microbiology 46: 147 – 165.

Lodge, D.J., Hawksworth, D.L. & Ritchie, B.J. 1996. Microbial diversity and Tropical Forest Functioning. In Biodiversity and Ecosystem Processes in Tropical Forests pp: 69 – 100 (G.H. Orians, R. Dirzo & J.H. Cushman, Eds.), Springer, New York.

Lovelock, J.M. 1988. The ages of gaia. Oxford University Press, Oxford., UK.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

12

Page 13: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Magee, J.T. 1993. Whole-organisms fingerprinting. In Hanbook of New bacterial Systematics, pp: 383-427 (M. Goodfellow & A.G. O’Donnell, Eds.) Academic Press Ltd., London.

Mayden, R.L. 1997. A hierarchy of species concepts: the denouement in the saga of the species problem. In Species: The units of biodversity pp: 381 – 422 (M.F. Claridge, H.A. Dawah & M.R. Wilson, Eds.). The Systematics Associatiaon Special volume Series 54, Chapman & Hall., London.

Murray, R.G.E., Brenner, D.J., Colwell, R.R., De Vos, P., Goodfellow. M., Grimont, P.A.D., Pfennig, N., Stackebrandt, E. & Zavarzin, G.A. 1990. Report of the Ad hoc committee on approaches to taxonomy within the Proteobacteria. International Journal of Systematic Bacteriology 40: 213-215.

Nurnawati, E. & Sembiring, L. (2003). Isolasi dan karakterisasi jamur pendegradasi katekin dari seresah pinus. Biota 8(3): 119 – 130.

Olga, Rini, R.K., Akbar, J., Isnansetyo, A. & Sembiring, L. 2007. Protein Aeromonas hydrophyla sebagai vaksin untuk pengendalian MAS (Motile Aromonas Septicemia) pada ikan jambal siam (Pangasius hypophthalamus). Jurnal Perikanan 9(1):17-24

Olga, Sembiring, L. & Triyanto. 2004. Pengendalian penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) pada Lele Dumbo (Clarias gariepinus) melalui vaksinasi. Sains dan Sibernetika 17(3): 467-476.

Prescott, L.M., Harley, J.P. & Klein, D.A. 2002. Microbiology. Fifth edition., McGrawHill. Boston, USA.

Priest, F.G. & Dewar, S.J. 2000. Bacteria and Insects. In: Applied Microbial Systematics, pp: 165-202 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Sackin, M.J. & Jones, D. 1993. Computer-assisted classification. In Hanbook of new Bacterial Systematics, pp: 281 – 313 ((M. Goodfellow & A.G. O’Donnell, Eds.) Academic Press Ltd., London.

Saintpierre, D., Amir, H., Pineau, R., Sembiring, L. & Goodfellow, M. 2003. Streptomyces yatensis sp. nov., a novel bioactive streptomycete isolated from a New-caledonian ultramafic soil. Antonie van Leeuwenhoek 83: 21 – 26.

Sarkono, Sembiring, L. & Sutriswati, E.R. 2006. Isolasi, Seleksi, Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri asam laktat Penghasil bakteriosin dari berbagai buah masak. Sains dan Sibernetika 19(2): 223 – 242.

Sembiring, L. 1998. Biodiversitas Hayati (Mikrobia), Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta, Presentasi pada Semiloka Guru SMU (MGMP Biologi) di Kab. Klaten dan Kab. Magelang, 30 Mei 1998.

Sembiring, L. 2000. Selective Isolation and Characterization of Streptomycetes Associated with the Rhizosphere of the tropical legume, Paraserianthes falcataria (L) Nielsen, Ph.D. Thesis University of Newcastle, Newcastle upon Tyne, Uk.

Sembiring, L. 2002. Kedudukan Bakteri dalam Klasifikasi mahluk Hidup., Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta., Presentasi pada Forum Guru Biologi SMU (MGMP Biologi) se eks Karesidenan Surakarta, 3 Agustus 2002 di SMUN 4 Surakarta, Jawa Tengah.

Sembiring, L. & Goodfelow, M. 2001a. Application of Numerical systematics in Unraveling Streptomycete Divesity. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. 6: 1-7.

Sembiring, L. & Goodfelow, M. 2001b. The application of molecular biology in the development of streptomycete systematics. Biologi 2 (11):629 -653.

Sembiring, L., Goodfellow, M., Ward, A.C. & Rahayu, E.S. 1997. Diversity of actinomycetes (streptomycetes) associated with the rhizosphere of Paraserianthes falcataria and Shorea sp. Proceedings of National Conference of Indonesian Association for Microbiology, Denpasar, Bali, Indonesia, 8 – 10 December 1997.

Sembiring, L., Goodfellow, M. & Ward, A.C.1999. Selective Isolation and characterisation of streptomycetes associated with the rhizosphere of the tropical angiosperm, Paraserianthes falcataria. The 11th International Symposium on the Biology of Actinomycetes (ISBA), 24-28 October, 1999. Sissi, Heraklion. Crete, Greece.

Sembiring, L., Ward, A.C. & Goodfellow, M. 2000. Selective isolation and characterization of members of the Streptomyces violaceusniger clade associated with the roots of

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

13

Page 14: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Paraserianthes falcataria. Antonievanleeuwenhoek 78: 353 – 366.Sembiring, L., Ward, A.C. & Goodfellow, M. 2001. Streptomyces violaceusniger clade sp. nov. In

validation of publication of new names and new combinations previously effectively published outside the IJSEM. List No. 82. International journal of Systematics and Evolutionary Microbiology 51: 1619 -1620.

Simpson, G.G. 1961. Principles of Animal Taxonomy. New York, Columbia University Press.Sneath, P.H.A. 1957a. The applications of computers to taxonomy. Journal of General Microbiology

17: 201 – 226.Sneath, P.H.A. 1957b. Some thoughts on bacterial classifications. Journal of General Microbiology

17: 184 – 200. Sokal, R.R. 1985. The principles of Numerical Taxonomy. Twenty-five years later. In Computer-

assisted Bacterial Systematics, pp: 1 – 20 (M.Goodfellow, D. Jones & F.G. Priest, Eds.), Academic Press Ltd., London.

Solomon, E.P., Berg, L.R. & Martin, D.W. 2002. Biology 6th Ed., Brooks/Cole Thompson Learnig.Solomon, E.P., Berg, L.R. & Martin, D.W. 2008. Biology 8th Ed., International Student Edition,

Thompson Brooks/Cole.Stackebrandt, E., Tindall, B., Ludwig, W. & Goodfellow, M. 1999. Diversity and Systematics. In

Biology of the Prokaryotes pp: 674 – 720 ( J.W. Langeler, G. Drews, & H.G. Schlegel, Eds.), Thieme, Stuttgart.

Stead, D.E., Selwood, J.E., Wilson, J. & Viney, I. 1992. Evaluation of a commercial microbial identification system based on fatty acid profiles for rapid, accurate identification of plant pathogenic bacteria. Journal of Applied Bacteriology 72: 315 – 321.

Stoltz, J.F., Botkin, D.B., Dastoor, M.N. 1989. The integral biosphere. In Global Ecology (M.B. Rambler, L. Margulis & R. Festre, Eds.) Academic Press, San Diego, USA.

Suharjono, Subagja, J., Sembiring, L., Retnaningdyah, C., & Putra, I.K.J.W. 2007. Pengaruh Konsentrasi nitrogen dan Fosfor terhadap Potensi Pseudomonas Pendegradasi Alkilbenzen sulfonat linier. Berkala Penelitian Hayati 12(2): 107-113.

Susilawati, L., Sembiring, L. & Suhartanti D. 2007. Characterization, Selectin and Identification of TCMTB degrading bacteria from industrial tanning waste. International Seminar on Natural Sciences and Applied Natural Sciences, February 7, 2007, Hosted by Faculty of Mathematics and Natural Science, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Towner, K.J. & Cockayne, A. 1993. Molecular Methods for Microbial Identification and Typing. Chapman & Hall, London,

Truper, H.G. 1992. Prokaryotes: an overview with respect to biodiversity and environmental importance. Biodiversity and Concervation 1: 227 – 236.

Vandamme, P., Pot, B., Gilis, M., De Vos P., Kersters, K. & Swings, J. 1996. Polyphasic Taxonomy, a consensus approach to bacterial systematics. Microbiological Reviews 60: 407-438.

Vauterin, L., Swings, J. & Kersters, K. 1993. Protein electrophoresis and classification. In Hanbook of New bacterial Systematics, pp: 252-280 (M. Goodfellow & A.G. O’Donnell, Eds.) Academic Press Ltd., London.

Voordow, G. 2000. Microbial Communities in Oil Fields. In: Applied Microbial Systematics, pp: 315-332 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

Wayne, L.G. 2000. A Slow Ramble in the Acid Fast-Lane: The Coming of Age of Mycobacterial Taxonomy. In: Applied Microbial Systematics, pp: 389-419 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

White,D., Sharp, R.J. & Priest, F.G. 1993. A polyphasic taxonomyc study of thermophilic bacilli from a wide geographic area. Antonie van Leeuwenhoek 64: 357 – 386.

Widayati, W. E., Sembiring, L. & Soedarsono, J. 2006. Identifikasi Bakteri Diazotrof Endofit dari tebu dengan Repetitive-PCR Sequence dan Sequencing 16S rDNA. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11(1):44-50.

Woese, C.R. & Fox, G.E. 1977. Phylogenetic Structure of the prokaryotic domain: the primary kingdoms. Proceedings of the National Academy of Sciences USA 74: 5088 – 5090.

Woese, C.R. 1987. Bacterial evolution. Microbiological Reviews 51: 221 – 271.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

14

Page 15: Biodiversitas Mikrobia dan aplikasinya

Woese, C.R., Kandler, O. & Wheelis, M.L. 1990. Towards a natural system of organisms: Proposal for domains Archaea, Bacteria and Eukarya. Proceedings of the National Academy of Sciences. USA 87: 4576-4579.

Yamada, Y., Hosono, R., Lisdiyanti, P., Widyastuti, W., Saono, S., Uchimura, T. & Komagata, K. 1999. Identification of acetic acid bacteria isolated from Indonesia sources, especially of isolates classified in the genus Gluconobacter. The Journal of General and Applied Microbiology 45: 23 – 28.

Yamada, Y., Katsura, K., Kawasaki, H., Widyastuti, Y., Saono, S., Seki, T., Uchimura, T. & Komagta, K. 2000. Asaia bogorensis gen. Nov., sp. nov., an unusual acetic acid bacterium in the α-Proteobacteria. International journal of Systematic and Evolutionry Microbiology 50: 823 – 829.

Young, J.M. 2000. Recent Systematic Developments in Systematics and their Implications for Plant Pathogenic Bacteria. In: Applied Microbial Systematics, pp: 135-163 (F.G. Priest & M. Goodfellow, Eds.) Kluwer Academic Publishers, Dodrecht, Netherlands.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------*) Dipresentasikan dalam Seminar Nasioal Biodiversitas II: Biodiversitas untuk Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Airlangga Surabaya 19 Juli 2008.

15