billlings 07

9
Geologi Struktur (Billings, 1972) BAB 7 KEKAR 7.1 DATA PENGAMATAN 7.1.1 Geometri Sebagian besar batuan dipecah-pecah oleh retakan-retakan relatif mulus yang disebut kekar (joint). Panjang retakan seperti itu rata-rata beberapa kaki, beberapa puluh kaki, bahwa beberapa ratus kaki. Jarak antar kekar biasanya beberapa kaki hingga beberapa puluh kaki. Suatu istilah khusus sering digunakan untuk retakan-retakan yang jaraknya sangat rapat, dimana interval antar kekar itu tidak lebih dari beberapa inci (lihat Bab 18). Meskipun kebanyakan kekar merupakan bidang datar, namun ada pula kekar yang merupakan bidang lengkung. Pada kekar itu tidak terlihat adanya pergeseran pada arah yang sejajar dengan bidang tersebut. Kalau pada suatu retakan terjadi pergerakan, maka retakan itu tidak dinamakan kekar, melainkan disebut sesar (fault). Dalam prakteknya, perbedaan yang tegas antara kekar dengan sesar agaknya tidak mungkin untuk ditentukan, dan mungkin tidak penting, karena dalam suatu himpunan kekar pada bagian-bagian tertentu mungkin terlihat adanya sedikit pergerakan, sedangkan pada kekar yang lain tidak terjadi pergerakan sama sekali. Sedikit pergerakan pada arah yang tegak lurus terhadap kekar dapat menyebabkan terbentuknya retakan terbuka (open fissure). Sebagian besar kekar, paling tidak pada tahap awal, merupakan retakan yang rapat. Namun, karena pelapukan, kekar itu kemudian makin lebar dan menjadi retakan terbuka. Hal itu terutama terjadi di daerah yang banyak disusun oleh batugamping. Sebagian besar kekar merupakan bidang mulus, meskipun sebagian memperlihatkan plumose marking (gambar 7-1), yakni tonjolan dan lekukan dengan relief sekitar 1 mm (Hodgson, 1961a, 1961b). Slickenside mengindikasikan terjadinya pergerakan pada arah yang sejajar dengan kekar. Pengetahuan mengenai kekar sangat penting artinya dalam banyak penelitian geologi. Operasi penambangan, khususnya yang berkaitan dengan usaha untuk memperoleh bongkah-bongkah bahan tambang dengan dimensi dan ukuran tertentu, sudah barang tentu sangat dipengaruhi oleh kekar. Orientasi dan konsentrasi kekar sangat penting artinya dalam proyek-proyek rekayasa (Trollope, 1966). Kekar-kekar horizontal yang rapat sangat penting artinya dalam pembuatan terowongan. Sebuah kekar yang miring curam ke arah sayatan jalan merupakan daerah yang berpotensi menjadi lokasi longsor. Sumur pemboran dalam granit untuk mencari pasokan air tanah akan lebih produktif apabila dibuat dalam batuan yang terkekarkan secara intensif dibanding batuan yang kekarnya tidak terlalu banyak. Banyak penelitian kekar dilakukan untuk menafsirkan orientasi stress yang dialami oleh batuan. Kekar dapat memiliki kedudukan yang beragam. Sebagaimana bidang perlapisan, kekar dapat vertikal, horizontal, maupun miring. Jurus dan kemiringan kekar diukur dengan cara yang sama sebagaimana kita mengukur bidang perlapisan. Jurus adalah arah garis horizontal pada bidang retakan; kemiringan kekar adalah sudut vertikal yang dibentuk oleh bidang horizontal dengan bidang retakan. Kemiringan kekar diukur pada arah yang tegak lurus terhadap jurus kekar. Pada gambar 7-2, diperlihatkan arah geografi. Bagian muka dari balok itu (bidang ABCD) adalah suatu kekar yang jurusnya ke timur dan kemiringannya 47

Upload: irhami

Post on 06-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ui

TRANSCRIPT

BAB 7

Geologi Struktur (Billings, 1972)

BAB 7

KEKAR

7.1 DATA PENGAMATAN

7.1.1 Geometri

Sebagian besar batuan dipecah-pecah oleh retakan-retakan relatif mulus yang disebut kekar (joint). Panjang retakan seperti itu rata-rata beberapa kaki, beberapa puluh kaki, bahwa beberapa ratus kaki. Jarak antar kekar biasanya beberapa kaki hingga beberapa puluh kaki. Suatu istilah khusus sering digunakan untuk retakan-retakan yang jaraknya sangat rapat, dimana interval antar kekar itu tidak lebih dari beberapa inci (lihat Bab 18). Meskipun kebanyakan kekar merupakan bidang datar, namun ada pula kekar yang merupakan bidang lengkung. Pada kekar itu tidak terlihat adanya pergeseran pada arah yang sejajar dengan bidang tersebut. Kalau pada suatu retakan terjadi pergerakan, maka retakan itu tidak dinamakan kekar, melainkan disebut sesar (fault). Dalam prakteknya, perbedaan yang tegas antara kekar dengan sesar agaknya tidak mungkin untuk ditentukan, dan mungkin tidak penting, karena dalam suatu himpunan kekar pada bagian-bagian tertentu mungkin terlihat adanya sedikit pergerakan, sedangkan pada kekar yang lain tidak terjadi pergerakan sama sekali. Sedikit pergerakan pada arah yang tegak lurus terhadap kekar dapat menyebabkan terbentuknya retakan terbuka (open fissure). Sebagian besar kekar, paling tidak pada tahap awal, merupakan retakan yang rapat. Namun, karena pelapukan, kekar itu kemudian makin lebar dan menjadi retakan terbuka. Hal itu terutama terjadi di daerah yang banyak disusun oleh batugamping. Sebagian besar kekar merupakan bidang mulus, meskipun sebagian memperlihatkan plumose marking (gambar 7-1), yakni tonjolan dan lekukan dengan relief sekitar 1 mm (Hodgson, 1961a, 1961b). Slickenside mengindikasikan terjadinya pergerakan pada arah yang sejajar dengan kekar.

Pengetahuan mengenai kekar sangat penting artinya dalam banyak penelitian geologi. Operasi penambangan, khususnya yang berkaitan dengan usaha untuk memperoleh bongkah-bongkah bahan tambang dengan dimensi dan ukuran tertentu, sudah barang tentu sangat dipengaruhi oleh kekar. Orientasi dan konsentrasi kekar sangat penting artinya dalam proyek-proyek rekayasa (Trollope, 1966). Kekar-kekar horizontal yang rapat sangat penting artinya dalam pembuatan terowongan. Sebuah kekar yang miring curam ke arah sayatan jalan merupakan daerah yang berpotensi menjadi lokasi longsor. Sumur pemboran dalam granit untuk mencari pasokan air tanah akan lebih produktif apabila dibuat dalam batuan yang terkekarkan secara intensif dibanding batuan yang kekarnya tidak terlalu banyak. Banyak penelitian kekar dilakukan untuk menafsirkan orientasi stress yang dialami oleh batuan.

Kekar dapat memiliki kedudukan yang beragam. Sebagaimana bidang perlapisan, kekar dapat vertikal, horizontal, maupun miring. Jurus dan kemiringan kekar diukur dengan cara yang sama sebagaimana kita mengukur bidang perlapisan. Jurus adalah arah garis horizontal pada bidang retakan; kemiringan kekar adalah sudut vertikal yang dibentuk oleh bidang horizontal dengan bidang retakan. Kemiringan kekar diukur pada arah yang tegak lurus terhadap jurus kekar. Pada gambar 7-2, diperlihatkan arah geografi. Bagian muka dari balok itu (bidang ABCD) adalah suatu kekar yang jurusnya ke timur dan kemiringannya vertikal. Sisi kanan dari balok itu (bidang BEDF) adalah kekar yang jurusnya ke utara dan kemiringannya vertikal. Bidang GHIJ adalah kekar yang jurusnya ke utara dengan kemiringan 50o ke arah timur.

Salah satu tipe simbol yang digunakan untuk memperlihatkan kekar-kekar pada peta diperlihatkan pada gambar 7-3. Tipe-tipe simbol lain yang sering digunakan untuk memperlihatkan kekar pada peta diperlihatkan pada gambar 7-8.

Istilah kekar dikatakan berasal dari lapangan-lapangan batubara di Britania karena para penambang berpikiran bahwa batuan-batuan telah "bergabung" di sepanjang retakan itu, sebagaimana layaknya batubata bergabung dalam suatu dinding.

Kekar dapat digolongkan baik secara geometris maupun secara genetik. Penggolongan geometri bersifat deskriptif dan mudah diterapkan, namun tidak mengindikasikan asal-usul kekar. Penggolongan genetik lebih penting artinya dilihat dari kacamata geologi, namun, sebagaimana yang akan diperlihatkan kemudian, tidak dapat diterapkan secara langsung pada banyak kasus.

Dalam penggolongan geometri, kekar dapat digolongkan berdasarkan kedudukan relatifnya terhadap bidang perlapisan atau struktur lain yang ada dalam batuan yang terpotong. Kekar jurus (strike joint) adalah kekar yang jurusnya sejajar atau hampir sejajar dengan jurus perlapisan dalam batuan sedimen, sekistositas dalam sekis, atau struktur gneiss dalam gneiss. Pada gambar 7-4, dimana bidang perlapisan ditunjukkan dengan garis hitam tebal, BDEF dan MNO adalah kekar jurus. ABCD dan GHI adalah kekar kemiringan (dip joint). Kekar diagonal (oblique joint; diagonal joint) adalah kekar yang jurusnya terletak diantara garis jurus dan garis kemiringan batuan yang berasosiasi dengannya. Pada gambar 7-4, PQR dan STU merupakan kekar diagonal. Kekar perlapisan (bedding joint) adalah kekar yang kedudukannya sejajar dengan bidang perlapisan dalam batuan sedimen yang berasosiasi dengannya. Pada gambar 7-4, JKL merupakan kekar perlapisan.

Sejumlah besar kekar biasanya terletak saling sejajar satu sama lain. Suatu himpunan kekar (joint set) adalah sekelompok kekar yang lebih kurang sejajar satu sama lain. Sistem kekar (joint system) terdiri dari dua atau lebih himpunan kekar yang memiliki pola tertentu.

Kekar dapat digolongkan berdasarkan jurusnya. Dengan dasar pemikiran seperti itu, kita dapat menyatakan adanya himpunan kekar utara-selatan, himpunan kekar barat-timur, atau himpunan kekar utara-timur. Di beberapa daerah, dapat ditemukan adanya beberapa himpunan kekar utara-selatan; salah satu himpunan itu merupakan kekar vertikal, himpunan yang lain mungkin miring 40o ke arah timur, dan himpunan yang lain lagi mungkin miring 60o ke arah barat.

7.1.2 Penelitian-Penelitian Lapangan

Kekar dapat dengan relatif mudah teramati di lapangan. Walau demikian, kita perlu mendapatkan data statistik yang significant untuk dapat menyajikan fakta-fakta kepada orang lain serta untuk dapat melakukan analisis yang berkaitan dengan kekar tersebut (Kirschmayer & Denis, 1966). Karena berbagai alasan, hal itu tidak mudah untuk dilaksanakan. Hal itu antara lain muncul karena kekar demikian banyak dan memiliki kedudukan yang sangat bervariasi. Hal lain yang menjadi alasan adalah karena informasi yang mendetil seperti itu tidak dapat dengan mudah dilukiskan pada peta-peta berskala kecil.

Dalam proyek-proyek rekayasa, misalnya dalam penelitian lokasi bendungan, biasanya kita dapat membuat peta-peta berskala besar, misalnya peta berskala 1 inci : 10 kaki atau 1 inci : 20 kaki, setelah endapan permukaan yang tidak terkonsolidasi dipindahkan dan batuan dasarnya tersingkap. Setiap kekar, sesar, dan lipatan dapat ditampilkan dalam peta tersebut.

Di lain pihak, dalam kebanyakan penelitian geologi, peta yang digunakan memiliki skala yang kecil (1 inci : 2000 kaki hingga 1 inci : 5000 kaki). Karena itu, kita perlu melakukan generalisasi data yang diperoleh dari setiap individu singkapan. Padahal, hal itu tidak mudah untuk dilaksanakan.

Ukuran kekar dalam tiga dimensi jarang dapat diketahui. Sebagai contoh, di daerah yang berelief rendah, sekalipun 100% daerah itu merupakan singkapan, dimensi vertikal dari kekar-kekar yang ada di daerah itu biasanya tidak diketahui. Demikian pula, ukuran kekar horizontal yang tersingkap pada suatu tebing hanya dapat diketahui pada arah yang sejajar dengan permukaan tebing, sedangkan ukuran kekar pada arah yang tegak lurus terhadap permukaan tebing itu biasanya tidak diketahui. Di beberapa daerah, permukaan tebing dapat terletak sejajar dengan suatu kekar sedemikian rupa sehingga memungkinkan kita untukd apat mengetahui dimensi-dimensi minimumnya. Walau demikian, pada kasus-kasus biasa, ukuran kekar tidak mungkin dapat dianalisis secara statistik.

Sebagian besar penelitian lapangan terhadap kekar ditekankan pada kedudukannya. Untuk kebanyakan daerah yang telah diteliti selama ini, kedudukan paling tidak 100 kekar (sebaiknya beberapa ratus kekar) hendaknya dicatat. Data itu kemudian dirajahkan pada belahan bawah dari sebuah jaring sama-luas. Kutub yang tegak lurus terhadap setiap kekar itu direpresentasikan oleh sebuah titik. Hal itu mirip dengan diagram pi yang didasarkan pada hasil penelitian terhadap bidang perlapisan. Gambar 7-5 adalah sebuah plot dari 311 kekar di Pegunungan Adirondack, Negara Bagian New York (Balk, 1931). Dari gambar itu terlihat bahwa sebagian besar kekar yang ada di pegunungan itu miring sangat curam dengan jurus umumnya ke arah timurlaut. Gambar 7-6 adalah diagram kontur dari kekar-kekar yang sama. Diagram itu dengan jelas memperlihatkan dengan lebih jelas adanya pengarahan kekar-kekar tersebut.

Jika penelitian dilakukan pada suatu daerah dimana terdapat ratusan ribu atau jutaan kekar, maka jelas diperlukan adanya suatu ancangan statistik. Untuk itu, pertama-tama perlu dipilih beberapa puluh daerah yang terpisah satu dari yang lain dan dalam setiap daerah itu paling tidak terdapat 100-300 kekar. Jurus dari semua kekar yang ada dalam setiap daerah itu selanjutnya diukur. Data dari setiap daerah itu kemudian dimasukkan sebagai diagram titik pada jaring sama-luas, kemudian disajikan dalam bentuk peta kontur (Wise, 1964).

Pada banyak daerah, dapat muncul berbagai permasalahan. Sebagaimana dalam semua jenis penelitian geologi lapangan, pengamatan hanya dapat dilakukan secara terbatas pada singkapan alami dan singkapan artifisial. Padahal, daerah-daerah tanpa singkapan yang tidak tersingkap mungkin mengandung kekar dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibanding daerah-daerah dimana banyak terdapat singkapan. Masalah lainnya dilukiskan pada gambar 7-7. Gambar itu melukiskan suatu tubuh granit berbentuk kubus dengan lebar sisi-sisinya 100 kaki. Dalam kubus granit itu terdapat tiga himpunan kekar: (1) kekar vertikal dengan jurus utara-selatan; (2) kekar vertikal dengan jurus barat-timur; dan (3) kekar horizontal. Dalam ketiga himpunan kekar itu, jarak antar kekar adalah lima kaki. Jika permukaan kubus granit itu tersingkapmaksudnya, jika daerah dimana kubus granit itu berada merupakan sebuah pedataranpengamat akan mencatat adanya 9 kekar vertikal dengan jurus utara-selatan, 9 kekar vertikal dengan jurus barat-timur, dan mungkin 1 kekar horizontal. Demikian pula, jika kubus granit itu tersingkap pada suatu tebing selatan, maka pengamat mungkin hanya akan mencatat adanya 1 kekar vertikal yang berjurus barat-timur. Pada tebing timur, maka sebagian besar kekar vertikal yang berjurus utara-selatan mungkin tidak akan dapat teramati. Dengan demikian jelas sudah bahwa banyak analisis yang dipandang merupakan analisis "statistik" terhadap kekar, namun karena didasarkan pada data yang diperoleh dari daerah berelief rendah, cenderung untuk menonjolkan kekar-kekar yang miring atau vertikal. Selain itu, kekar horizontal atau kekar yang miring landai cenderung untuk lebih ketat dan, oleh karena itu, lebih sukar terlihat dibanding kekar vertikal atau kekar miring. Hal itu sebagian terjadi karena adanya beban batuan, dan sebagian lain terjadi karena pelapukan. Satu atau beberapa faktor koreksi dapat dimasukkan ke dalam analisis, namun karena demikian banyak variabel yang terlibat, maka faktor-faktor koreksi itu harus dipergunakan secara selektif untuk setiap daerah.

Konsentrasi kekar juga perlu dicatat sewaktu kita meneliti kekar. Data itu dapat diperoleh dengan beberapa cara, tergantung pada tingkat kedekatan antar kekar. Jika kekar-kekar yang ada tidak terlalu berdekatan, maka kita dapat menyatakan konsentrasi kekar dengan menyatakan jumlah kekar yang ada dalam setiap yard persegi. Cara lain adalah mencatat jumlah kekar yang ditemukan dalam satu segmen pengukuran dengan panjang tertentu (misalnya 10 kaki, 100 kaki, dsb) (Harris dkk, 1960).

Di daerah yang tatanan stratigrafi dan strukturnya relatif sederhana, konsentrasi kekar antara lain merupakan fungsi dari ketebalan lapisan-lapisan batuan yang litologinya sama. Sebagai contoh, di daerah Goose Egg Dome, Natrona County, Wyoming, dalam setiap 1 yard persegi lapisan dolomit yang ketebalannya sekitar 1 kaki ditemukan sekitar 10 kekar, sedangkan dalam lapisan dolomit sejenis yang ketebalannya 10 kaki hanya ditemukan 1 kekar. Jenis litologi juga merupakan faktor yang mempengaruhi konsentrasi kekar. Di Goose Egg Dome, dalam suatu lapisan batupasir yang tebalnya 1 kaki ditemukan sekitar 15 kekar per 1 yard persegi, sedangkan dalam lapisan dolomit yang tebalnya 1 kaki ditemukan sekitar 1 kekar per 1 yard persegi (Harris dkk, 1960).

Sebuah peta geologi yang dengan sangat baiknya melukiskan pengkekaran diperlihatkan pada gambar 7-8. Dalam peta itu dipertimbangkan orientasi kekar, jarak antar kekar, serta ukuran kekar (Lowe, 1950). Banyak ahli lainmisalnya Spencer (1959) serta Nickelson & Hough (1967) telah melakukan penelitian lapangan yang sangat baik terhadap kekar. Potret udara juga sering digunakan dalam analisis pola retakan (Kelley & Clinton, 1960).

Data umur pengkekaran relatif sedikit, padahal data tersebut sangat vital artinya dalam setiap analisis mengenai genesis kekar.

Sudah menjadi aksioma bahwa kekar atau retakan lain tidak lebih tua daripada batuan dimana kekar itu berada. Kekar itu mungkin relatif seumur dengan batuannya, namun mungkin pula ratusan juta tahun lebih muda daripada batuan tersebut.

Ada beberapa kriteria umur yang dapat disebutkan disini:

1. Jika kekar terletak di bawah ketidakselarasan telah merekah akibat pelapukan dan terisi oleh batuan yang terletak di atas ketidakselarasan, maka kekar itu lebih tua daripada batuan yang menindihnya.

2. Kekar lebih tua dibanding korok atau urat yang menggunakannya sebagai tempat keberadaannya.

3. Kekar-kekar pendek yang berakhir pada kekar-kekar yang lebih panjang kemungkinan lebih muda daripada kekar-kekar yang lebih panjang itu.

Banyak kekar terbentuk secara sistematis di sekitar struktur lain seperti sesar dan lipatan. Hal itu mengindikasikan bahwa kekar-kekar tersebut memiliki kaitan genetik dengan sesar dan lipatan itu. Walau demikian, hal itu tidak mengindikasikan bahwa kekar-kekar itu terbentuk pada waktu yang lebih kurang bersamaan dengan pembentukan lipatan atau sesar itu. Bidang-bidang lemah yang terbentuk akibat pensesaran atau perlipatan dapat menjadi tempat terbentuknya kekar jutaan tahun kemudian setelah lipatan atau sesar itu sendiri terbentuk.

7.2 PRINSIP-PRINSIP FAILURE AKIBAT RUPTURE

7.2.1 Tinjauan Umum

Pembahasan tentang genesis kekar harus dimulai dengan pembahasan mengenai kekandasan (failure) akibat peretakan (rupture) (Handin dkk, 1963; Price, 1966; Anderson, 1951; Jaeger, 1956; Mogi, 1966; Scholtz, 1968). Dalam Bab 2 telah dikemukakan bahwa batuan, apabila dikenai stress, akan terdeformasi secara elastis. Di bawah tekanan atmosfir dan temperatur ruang, sebagian besar batuan bersifat getas (brittle) dan hancur dengan cara retak (rupture) pada limit elastisitasnya. Walau demikian, di bawah confining pressure yang tinggi dan temperatur yang tinggi, sebagian besar batuan mengalami deformasi plastis di atas limit elastisitasnya. Walau demikian, di bawah stress yang cukup tinggi, di bawah kondisi seperti itupun suatu saat batuan akan kandas akibat peretakan.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan disini: (1) khuluk deformasi yang mendahului peretakan; (2) kondisi-kondisi fisik pada saat terjadi peretakan; (3) stress yang diperlukan untuk menyebabkan terjadinya peretakan; dan (4) orientasi retakan (fracture), relatif terhadap stress yang membentuknya.

Dalam bab ini kita hanya akan memaparkan prinsip-prinsip failure akibat rupture pada kekar. Walau demikian, retakan itu akan menjadi sesar jika terjadi pergerakan pada arah yang sejajar dengan dinding retakan itu. Kedua hal yang disebut terakhir ini akan dibahas pada Bab 8 hingga Bab 12.

Semua rupture dapat digolongkan sebagai retakan tensi (tension fracture) dan shear fracture. Retakan tensi terbentuk akibat stress yang cenderung menyebabkan benda yang dikenainya untuk tertarik pada dua arah yang berlawanan. Ketika benda itu akhirnya pecah, dinding retakan itu akan saling menjauh. Shear fracture terbentuk akibat stress yang cenderung menyebabkan benda yang dikenainya untuk terpisah menjadi dua bagian, dimana bagian yang satu cenderung bergeser relatif terhadap bagian yang lain. Setelah benda itu pecah, kedua dindingnya mungkin bergeser satu terhadap yang lain.

Adalah suatu hal yang sangat penting untuk membedakan karakter gaya eksternal dengan tipe retakan. Retakan tensi tidak hanya dapat terbentuk akibat tensi, namun juga dapat terbentuk akibat kopel, bahkan dapat pula terbentuk akibat kompresi. Walau demikian, sebagaimana yang akan diperlihatkan nanti, ada nama-nama khusus yang diberikan untuk retakan tensi yang terbentuk akibat kompresi. Shear fracture tidak hanya dapat terbentuk di bawah kompresi, namun juga di bawah kopel dan tensi.

7.2.2 Data Percobaan

Dalam tensi yang paling sederhana, ujung-ujung yang berlawanan dari suatu batang tertarik pada arah yang berlawanan. Setelah mengalami deformasi elastis dan deformasi plastis, batang itu kandas dengan cara rupture. Khuluk rupture tergantung pada tingkat kegetasan (brittleness) benda. Dalam zat yang getas, misalnya sebatang kapur tulis, akan terbentuk suatu tension fracture yang arahnya tegak lurus terhadap sumbu zat tersebut (gambar 7-9A).

Dalam zat yang lebih likat, rupture mungkin diawali dengan "pembentukan leher" ("necking"). Maksudnya, bagian tengah benda itu akan mengalami penipisan (gambar 7-9B). Retakan berbentuk kerucut akan terbentuk dan, ketika failure akhirnya terjadi, akan terbentuk potongan yang salah satunya menonjol seperti kerucut, sedangkan pada potongan yang lain terbentuk lekukan yang bentuknya juga seperti kerucut. Pada kasus yang disebut terakhir ini, sampel kandas di sepanjang shear fracture. Pada beberapa zat, rupture merupakan kombinasi dari shear fracture dan tension fracture (gambar 7-9C).

Batuan yang telah terkonsolidasi dan terletak di dekat permukaan bumi merupakan zat getas dan, ketika dikenai oleh tensi, kemungkinan besar akan kandas dengan membentuk tension crack. Dengan kata lain, retakan-retakan itu akan terbentuk pada arah yang tegak lurus terhadap arah tensional stress yang bekerja padanya.

Tensile strength batuan jauh lebih rendah dibanding compressive strength-nya. Batupasir, misalnya saja, memiliki compressive strength rata-rata 740 kg/cm2, namun hanya memiliki tensile stress rata-rata sekitar 20 kg/cm2.

Dalam bentuk kompresi yang paling sederhana, sampel uji, yang biasanya berbentuk silinder atau prisma persegi panjang, dikenai oleh gaya kompresi pada kedua sisi yang berlawanan, sedangkan sisi-sisi yang lain dibiarkan bebas. Dalam percobaan lain, dua sisi sampel ditekan, dua sisi lainnya ditahan sedemikian rupa sehingga tidak dapat berubah, sedangkan dua sisi yang lain dibiarkan bebas.

Jika sampel uji berbentuk prisma persegi panjang dengan dua sisi dibiarkan bebas, maka dalam sampel itu akan berkembang empat himpunan shear fracture. Keempat bidang yang sejajar dengan retakan yang terbentuk diperlihatkan pada gambar 7-10A. Bidang-bidang itu diberi nama bidang ABCD, EFG, HIJ, dan KLMN. Sebenarnya dalam sampel uji akan ditemukan banyak retakan yang sejajar dengan keempat bidang itu. Ketika gaya kompresi bertambah, jumlah dan ukuran retakan yang terbentuk dalam sampel juga bertambah hingga akhirnya salah satu retakan memotong semua bagian sampel dan sampel itu kandas. Apabila diperhatikan, beberapa himpunan retakan itu tampak berkembagn lebih ekstensif dibanding himpunan retakan yang lain. Hal itu terutama terjadi apabila sampel tersebut tidak homogen.

Sudut yang dibagi dua oleh gaya kompresisudut KOM pada gambar 7-10Bselalu kurang dari 90o (umumnya 60o). Dengan kata lain, sudut yang dibentuk oleh gaya kompresi dan shear fracture berharga sekitar 30o.

Jika prisma sampel ditekan pada dua sisi, dua sisi lain ditahan agar tidak berubah, dan dua sisi lainnya dibiarkan bebas, maka pada sampel itu akan berkembang dua himpunan retakan yang miring ke arah sisi sampel yang bebas. Jika bagian muka dan bagian belakang dari prisma sampel yang diperlihatkan pada gambar 7-10A ditahan, maka pada prisma itu hanya akan terbentuk dua himpunan retakan, yakni retakan-retakan yang direpresentasikan oleh bidang ABCD dan EFG.

Jika sampel uji berbentuk silinder, maka bidang rupture cenderung berbentuk seperti kerucut. Rupture seperti itu mirip dengan shear fracture yang terbentuk dalam batuan likat yang dikenai tensi.

Walau demikian, dalam banyak kasus, sampel yang dikenai kompresi kandas di sepanjang retakan-retakan yang sejajar dengan sisi prisma, terutama jika suatu pelumas ditempatkan pada bidang kontak antara sampel dengan piston yang mengeluarkan gaya kompresi (gambar 7-11A). Dilihat dari kacamata tertentu, retakan-retakan itu merupakan tension fracture berdasarkan prinsip bahwa kompresi aktif pada satu arah menyebabkan terbentuknya gaya tensional pada arah yang tegak lurus terhadap arah gaya kompresi itu. Walau demikian, ada keberatan-keberatan teoritis terhadap analisis seperti itu dan rupture tipe itu sebaiknya dinamakan extension fracture.

Masih ada tipe retakan lain yang terbentuk secara tidak langsung akibat kompresi. Sampel, ketika diletakkan di dalam suatu fluida dan di bawah confining pressure yang tinggi, dikenai oleh kompresi. Setelah bebannya dihilangkan dan sampel itu dipindahkan, akan terlihat banyaknya retakan yang arahnya tegak lurus terhadap sumbu kompresi (gambar 7-11B). Retakan-retakan seperti itu, dilihat dari kacamata tertentu, merupakan tension fracture yang disebabkan oleh pemuaian sampel ketika bebannya dipindahkan. Namun, karena dalam sistem itu tidak terdapat tensi aktif, maka retakan-retakan seperti itu dapat dinamakan release fracture.

Hubungan antara rupture dengan kopel dilukiskan pada gambar 7-12. Selembar karet diletakkan pada suatu rangka besi berbentuk persegi panjang. Karet itu selanjutnya diselimuti oleh suatu lapisan tipis parafin. Setelah itu, rangka besi kemudian dideformasi oleh suatu kopel. Dengan cara itu, parafin kemudian terpecah-pecah ke dalam sejumlah retakan. Rupture pertama adalah tension fracture vertikal (t pada gambar 7-12B) yang jurusnya sejajar dengan diagonal terpendek dari jajaran genjang.

Hal itu bukan tidak dapat diperkirakan sebelumnya karena parafin jelas teregangkan pada arahyang sejajar dengan diagonal terpanjang dari jajaran genjang. Setelah deformasi lebih jauh, shear fracture vertikal (s pada gambar 7-12B) berkembang sejajar dengan sisi rangka. Retakan-retakan itu juga bukan tidak dapat diperkirakan sebelumnya karena retakan-retakan itu analog dengan shear fracture yang berkembang di bawah kompresi. Walau demikian, orientasi retakan-retakan yang disebut terakhir ini dikontrol oleh sisi-sisi rangka besi. Sesar-sesar naik berukuran kecil (th pada gambar 7-12B), yang berkembang pada tahap akhir deformasi, memiliki jurus yang sejajar dengan diagonal panjang dari jajaran genjang.

Torsi akan terbentuk apabila ujung-ujung yang berlawanan dari suatu benda diputar pada arah yang berlawanan. Jika kedua ujung kapur tulis ditarik, maka akan terbentuk tension fracture yang tegak lurus terhadap sumbu kapur tulis itu sebagaimana yang terlukis pada gambar 7-9A. Jika kapur tulis itu dipelintir, maka pada kapur itu akan terbentuk helical fracture sebagaimana terlihat pada gambar 7-13A. Meskipun kapur tulis melukiskan perbedaan antara rupture yang terbentuk oleh tensi dan torsi, namun massa batuan yang menjadi materi bahasan para ahli geologi struktur, baik yang berupa satu lapisan tunggal, satu formasi, atau keseluruhan kerak bumi, memperihatkan gejala-gejala yang jauh lebih kompleks daripada gejala-gejala yang diperlihatkan oleh sebatang kapur tulis.

Stress yang berkembang dalam suatu lembaran yang dipelintir dapat dipecahkan ke dalam stress yagn lebih sederhana, yakni tensi atau kompresi. Dengan cara seperti itu akan terlihat bahwa rupture yang terbentuk dalam lembaran itu ternyata mengikuti "aturan-aturan" pembentukan rupture di bawah tensi atau kompresi sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Di masa lalu, percobaan-percobaan yang relatif sederhana telah dilakukan oleh para ahli dengan cara memelintir suatu lembaran kaca. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7-13B, sudut kanan atas dan kiri bawah dari kaca itu digerakkan ke bawah, sedangkan sudut kiri atas dan kanan bawah digerakkan ke atas. Dengan cara seperti akan terbentuk dua himpunan retakan. Pada permukaan atas, retakan-retakan diagonal dan memanjang dari kiri atas ke arah kanan bawah. Pada sisi bawah, retakan-retakan juga diagonal, namun memanjang dari kanan atas ke kiri bawah. Penelaahan singkat akan mampu menjelaskan mengapa kaca dapat terpecah-pecah dengan cara seperti itu. Jika suatu lembaran melengkung, sebagaimana terlihat pada gambar 6-2A, maka bagian atas akan dikenai tensi, sedangkan bagian bawah dikenai kompresi. Diantara kedua bagian itu terdapat surface of no strain. Dalam lembaran kaca yang dipelintir, sisi atas dikenai oleh gaya-gaya tensional yang bekerja dari sudut kanan atas ke arah sudut kiri bawah. Sebaliknya, gaya-gaya tensi pada sisi bawah bekerja dari sudut kiri atas ke arah sudut kanan bawah. Tension fracture dapat berkembang karena tensile strength dari kaca itu lebih rendah dibanding compressive strength-nya.

Adalah suatu hal yang sukar untuk mengevaluasi kebenaan torsi sebagai penyebab rupture dalam batuan-batuan yagn ada di bumi. Mungkin terlihat bahwa torsi merupaakn suatu tipe deformasi yang penting, namun dalam setiap kasus mungkin sukar bagi kita untuk memutuskan apakah tensi lokal atau kompresi lokal terbentuk akibat torsi regional atau bukan.

7.2.3 Hubungan Rupture dengan Stress

Data eksperimen mengenai orientasi retakan-retakan di bawah berbagai kondisi deformasi telah dibahas pada bagian 7.2.2. Sekarang, masalah yang sama dapat dianalisis dari kacamata teoritis yang lebih umum dengan menggunakan stress ellipsoid.

Stress yang bekerja pada suatu titik dapat dipecahkan ke dalam tiga komponen stress yang terletak pada tiga buah sumbu yang tegak lurus satu sama lain. Ketiga sumbu itu dinamakan principal stress axis (Anderson, 1951). Pada gambar 7-14, (1 adalah principal stress axis yang paling besar; (2 adalah intermediate stress axis, sedangkan (3 adalah principal stress axis terkecil. Ketiga principal stress itu dapat merupakan compressive stress, ketiganya dapat merupakan tensile stress, atau merupakan kombinasi dari compressive stress dengan tensile stress. Dalam geologi, kompresi (tekanan) dianggap bernilai positif, sedangkan tensi dianggap bernilai negatif. Dalam fisika dan rekayasa, konvensi yang berlaku justru sebaliknya. Perbedaan stress (stress difference) adalah selisih aljabar antara principal stress terbesar dengan principal stress terkecil.

Beberapa contoh akan melukiskan konsep-konsep tersebut di atas. Jika suatu compressive stress berukuran 1000 kg/cm2 diterapkan pada ujung-ujung suatu silinder zat padat, maka sisi-sisi yang

PAGE 51