bentuk lain dari congenital muscular dystrophie

Upload: radith-aulia

Post on 15-Oct-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Bentuk lain dari Congenital Muscular DystrophieCongenital muscular dystrophie akibat defisiensi MerosinBentuk kelainan ini, yang diklasifikasikan sebagai MDC1A, merupakan bentuk kelainan yang bersifat autosomal resesif akibat mutasi pada gen LAMA2 pada kromosom 6, encoding laminin 2, salah satu komponen dari merosin protein trieric, sebuah protein matriks ekstraseluler (Tome et al. 1994).Anak dengan MDC1A biasanya menunjukkan gejala pada saat lahir atau pada minggu awal kehidupan berupa hypotonia dan kelemahan otot, menangis lemah dan, pada 10-30% kasus mengalami kontraktur. Bayi-bayi dengan penyakit tersebut dikaitkan dengan masalah makan dan pernapasan., walaupun keadaan ini dapat pulih pada bulan-bulan pertama. Kadar CK terlalu tinggi (10 kali dibandingkan dengan nilai normal). Anak-anak tersebut akan menunjukkan keterlambatan motorik yang berat dan tidak pernah bisa melakukan perwatan secara mandiri (Philpot et al. 1995)Perubahan substansia alba yang diffuse pada MRI otak adalah fitur khas MDCl A, dan dapat disalah artikan sebagai leukodystrophy. Perubahan ini, bagaimanapun, menjadi jelas sekitar 6 bulan dan tidak jelas dengan pemindaian konvensional yang dilakukan pada bulan-bulan pertama kehidupan (Mercuri et al. 1996), meskipun mereka dapat menduga menggunakan lebih banyak gambar T2-weighted (Mercuri et al. 2000a ). Hipoplasia cerebellar dan / atau displasia kortikal posterior (Sunada et al. 1995) dapat diamati pada sekitar 1 dari 10 anak-anak dengan MDC1A.

Bentuk CMD dengan Merosin normalSampai sekarang, diagnosis dari CMF dengan merosin positif biasanya ditentukan setelah meng-exclude semua bentuk CMD yang telah diketahui (Dubowitz 1993). Sekarang jelas bahwa kelompok ini bersifat heterogen dan sejumlah bentuk kelainan telah dipetakan pada gen-gen tertentu. Selain itu, sejumlah sindrom telah dijelaskan atas dasar klinis, pencitraan dan temuan patologis (Muntoni dan Voit 2004). Tabel 47.30 daftar bentuk kelainan yang lebih sering diamati pada periode neonatal, bersama dengan beberapa referensi yang relevan untuk bentuk yang jarang ditemui yang tidak dibahas dalam teks.Ullrich CMD (UCMD) merupakan jenis yang paling umum dari varian ini dan merepresentasikan varian CMD yang paling banyak, diikuti dengan jenis MDC1A. Tanda dan gejala yang muncul berupa hipotonia, kelemahan, dan sering terjadi kontraktur atau dislokasi dari panggul, torticollis, kifosis, dan extended talipes. Otak tidak mengalami perbuahan, dan serum CK berada pada level normal atau meningkat sedang. UCMD merupakan hasil dari mutasi resesif atau de novo dominan lainnya dari encoding gen-gen kolagen VI ( Santavuori et al. 1989; Mercuri et al. 2006)Biopsi otot, diikuti dengan pemeriksaan genetik molekuler, menuntun pada diagnosis CMD spesifik yang penting untuk konseling dalam hal genetika (keturunan) dan prognosis jangka panjang. Prognosis jangka pendek tergantung pada tingkat keparahan dari keterlibatan sistem respirasi, sedangkan prognosis jangka panjang lebih baik dibahas ketika diagnosis dari CMD telah tegak.

MOTOR NEURON DISORDERAtrosi otot spinalSMA (Spinal Motor Atrophy) merupakan penyakit motor neuron paling banyak yang diderita bayi baru lahir. Bentuk penyakit tersebut yang berdampak paling parah pada bayi baru lahir adalah dari subtipe SMA dan diklasifikasikan sebagai SMA tipe 1 atau penyakit Werdnig-Hoffmann. Bayi yang mengalaim bentuk kelainan ini sangat lemah, tidak pernah memperoleh kemampuan untuk duduk, memiliki kelemahan otot pernafasan parah dan biasanya meninggal sebelum usia 1tahun karena kekambuhan infeksi pernafasan.Bentuk dari ekstremitas bagian atas pada bayi baru lahir dengan kelainan tersebut dideskripsikan sebagai jug-handle dengan karakteristik terdapatnya internal rotasi pada bahu dan pronasi dari lengan bawah. Ada ketidaksesuaian yang jelas antara kelemahan pada tungkai, dengan aktivitas sedikit aktivitas spontan, terutama terbatas pada kaki dan tangan, dan otot-otot wajah, seperti bayi dengan SMA yang pada umumnya menunjukkan ekspresi cerah dan sangat waspada. Keterlibatan otot bulbar mungkin terjadi tetapi umumnya ringan. Sering terdapat fasikulasi lidah. Otot-otot interkostalis selalu terpengaruh sementara diafragma relatif terhindar. Kombinasi hypotonia berat dengan ekspresi wajah yang terang dan waspada, fasikulasi lidah dan pola pernapasan umumnya sangat mendukung tegaknya diagnosis. EMG yang menunjukkan potensi fibrilasi lebih lanjut mendukung tegaknya diagnosis. Diagnosis pasti dikonfirmasi dengan studi genetik SMN1 (survival motor neuron 1), yang menunjukkan penghapusan homozigot ekson 7 pada 98% kasus dan mutasi titik untuk sisanya (Ogino dan Wilson 2004).

SMA tipe 0Beberapa kasus dari onset SMA prenatal dengan berkurangnya pergerakan bayi, kelemahan yang berat dan asfiksia pada saat kelahiran telah dilaporkan (MacLeod ert al. 1999). Bayi-bayi ini juga menunjukkan tanda-tanda keterlibatan CNS yang disebabkan karena asfiksia, yang dapat diasosiasikan dengan tanda non spesifik dari asfiksi pada MRI otak. Waktu bertahan hidup dari bayi dengan kelaianan ini singkat dan karena dampak bagi bayi-bayi tersebut lebih berat bila dibandingkan dengan SMA tipe 1, maka kelainan tersebut digolongkan sebagai tipe 0. Bentuk kelainan ini, dikonfirmasi dengan studi gene deletion SMN1, diperkirakan bahwa fenotip dari SMA jenis ini masih berkembang (Dubowitz 1999)

Bentuk lain dari Motor Neuron DisorderKeterlibatan motor neuron dapat juga muncul pada bentuk lain yang tidak berhubungan dengan kromososm 5. Tiga dari lima bentuk memiliki onset pada awal masa bayi : SMA diafragmatika (Mercuri et al. 2000b; Grohmann et al. 2001), sebuah bentuk kelainan yang secara dominan mempengaruhi ekstremitas inferior (Van der Vlauten et al. 1998) dan bentuk kelainan dengan hipoplasia pontocerebellar.

Hipoplasia Pontocerebellar tipe 1 (p.1186)Dalam bentuk kelainan jenis ini, yang dikenal sebagai hipoplasia pontocerebellar tipe 1 (PCHl), SMA dikaitkan dengan hipoplasia pontocerebellar (Barth 1993). Bayi-bayi ini memiliki sebagian besar fitur motor yang khas seperti pada kelaianan jenis SMA I, tetapi ditambahkan dengan gejala-gejala seperti kewaspadaan yang berkurang dan penglihatan yang buruk. Perjalanan klinis yang progresif serta kesulitan pernapasan dan makan, sudah hadir pada saat lahir atau pada awal masa bayi, dan menjadi lebih parah. Diagnosis terutama didasarkan pada asosiasi dari tanda-tanda klinis dan temuan MRI, hipoplasia cerebellar vermis dan sering, hemisfer, dan batang otak dan pons (Gambar 40.63). Bentuk kelaianan ini tidak bersifat alel pada kelaianan jenis SMA (Dubowitz et al. 1995) dan mutasi homozigot pada kinase 1 gen-vaccinia terkait (VKRI) baru-baru ini telah dijelaskan dalam PCHl (Renbaum et al. 2009).

CONGENITAL MYOPATHIESEmpat kondisi, yang diklasifikasikan sebagai kongenital myopati struktural dapat muncul pada masa neonatal (Dubowitz 1995). Jenis kelainan ini berdasarkan yang paling sering terjadi adalah Nemaline Myopathy, CCD, Myotubular Myopathy, penyakit Minicore, di mana nama dari penyakit ini diambil dari perubahan histopatologi otot-otot tipikal. Baik minicore maupun CCD lebih sering muncul pada awal kehidupan bayi dibandingkan periode neonatal, walaupun manifestasi klinik lebih awal masih memungkinkan.

Nemaline myopathySpektrum klinik dari Nemaline myopathy cukup luas, dan pada periode neonatal, dua bentuk kelainan yang paling sering adalah bentuk kelainan kongenital berat, di mana kelainan ini terjadi pada bayi dengan manifestasi kliniki berupa fetal akinesia sequence yang klasik (polihidrmanion/arthropryposis/gagal nafas/immobilitas komplit) yang kemudian disebut sebagai bentuk klasik, yang ditandai dengan hipotonia, kelemahan general yang dominan pada otot wajah dan otot aksial dan disproporsional otot bulbar yang berat dan kesulitan makan, sering membutuhkan suctioning, nasogastric tube dan gastrostomi. Berdasarkan pengalaman klinis penulis, frekuensi dari dua jenis kondisi kelianan ini hampir sama, jarang terdapat anak-anak dengan kelainan tersebut yang hadir dengan kondisi klinis yang tidak berat (misalnya, hanya kontraktur ringan saat lahir, dan kelemahan yang signifikan, dan gagal nafas sementara).Tingkat serum CK biasanya dalam batas normal, pemeriksaan myopati EMG dan konduksi nervus dalam batas normal. Biopsi otot menunjukkan terdapat banyak struktur rod-like pada otot dan noda berwarna merah dengan teknik pemeriksaan modified Gomori trichrome (Gambar 40.71) (iungblulh et al., 2003).Prognosis dari penyakit ini selalu buruk untuk bayi-bayi dengan kelainan kongenital yang berat, karena anak-anak dengan kelainan ini tampaknya tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada ekstremitas inferior, otot aksial, bulbar, dan fungsi pernafasan meskipun setelah berbulan-bulan. Namun di sisi lain, prognosis dari anak-anak dengan kelainan bentuk klasik jauh lebih baik, dengan anak-anak yang terkena dampak kelaina paling berat membutuhkan perawatan. Komplikasi yang sering terjadi di kemudian hari adalah gagal tumbuh, skoliosis dan hipoventilasi nokturnal.Secara patogenesis, kondisi kelainan ini bersifat genetik heterogen dengan paling tidak terjadi enam implikasi gen. Bagaimana pun, dengan memperhatikan bentuk kelainan pada neonatal, mutasi dominan de novo pada gen ACTA 1 menjadi penyebab yang signifikan dari bentuk kelainan yang berat, sedangkan bentuk kelainan yang lain disebabkan oleh mutasi pada satu atau lebih gen yang belum teridentifikasi (Wallgren-Pattersson et al. 2004). Kebanyakan dari bentuk kelainan kongenital klasik disebebakan oleh mutasi reseif dari gen NEB (Wallgren-Pattersson et al. 2004). Diagnosis prenatal telah tersedia untuk beberapa bentuk kelainan genetik yang telah terdefinisi.

Central core diseaseCCD ditandai dengan adanya variasi derajat hipotonia serta adanya kelumpuhan otot aksial dan proksimal yang secara predominan terjadi pada panggul. Manifestasi klinis dengan kelemahan otot bisanya terjadi pada bayi atau awal kehidupan masa kanak-kanak, meskipun kejadian kontraktur pada saat lahir (deformitas equinovarus, dislokasi panggul) sering ditemukan. Beberapa pasien dengan kondisi yang berat mungkin hadir dengan arthrogryposis berat dan skoliosis. Kelemahan otot wajah dan otot penapasan yang berat dan disfunsi bulbar bukan merupakan gambaran klinis yang sering muncul. Level serum CK biasanya dalambatas normal atau sedikit meningkat. Kebanyakn pasien memiliki kemampuan untuk berjalan. Tanpa penanganan penyakit ini tidak akan mengalami penyembuhan atau hanya terjadi progresifitas yang lambat. Kerentanan terhadap hipertermia maligna adalah komplikasi umum yang sering terjadi, dan semua kasus memiliki risiko yang sama untuk terjadi komplikasi tesebut.Pada biopsi, secara tipikal menunjukkan bentuk centre, core-like areas pada oxidative stain (gambar 40.72), namun, kelainan yang mencolok ini dapat tidak muncul pada periode infantil dan hanya berkembang di kemudian hari (Sewry et al. 2002). Karena kondisi tersebut kadang diturunkan secara autosomal-dominan, pemeriksaan secara cermat pada orang tua dapat membantu untuk meng-klarifikasi diagnosis kasus tersebut di mana perubahan patologis tidak jelas terjadi. Gen yang bertanggung jawab terhadap munculnya penyakit CCD adalah skeletal muscle ryanodine receptor (RYR 1). Baik mutasi missense (familial atau mutasi de novo dominan) maupun mutasi resesif telah dilaporkan (Monnier et al. 2005)

Myotubular (centronuclear) myopathyIstilah ini berasal dari sejumlah nukleus yang terletak di central (gambar 40.73) dengan zona di sekelilingnya yang tidak memiliki aktivitas enzim oksidatif yang dapat dilihat dari biopsi otot. Gambaran histopatologi yang sama dapat ditemukan pada pasien dengan distrofi myotonik kongenital, dan hal ini mungkin dapat menyebabkan misdiagnosis padabila biopsi otot diinterpretasikan secara terpisah dengan silsilah keluarga dan gambaran klinis pada anak bayi yang terkena dan ibu. Fenotip klinis dari myotubular (centronuclear) myupathy sangat bervariasi, tergantung dari keturunan.Bentuk kelainan X-linked yang lebih sering terjadi biasanya mengakibatkan fenotip yang parah pada laki-laki dengan manifestasi klinis berupa polihidramnion, berkurangnya pergerakan janin, hipotonia, berbagai variasi pftalmoplegia eksternal, gagal nafas saat lahir, dan kadang kematian. Secara berat berefek pada bayi dengan ventilator pada masa neonatal mungkin dapat bertahan hidup apabila dilakukan venstilasi secara invasif, tetapi menunjukkan gangguan p[erkembangan motorik hampir secara keseluruhan. Gen dari varian kelainan X-linked adalah gen myotubularin (MTM 1) pada kromosom Xq28 (McEntagart et al.2002) (gambar 40.74).Fenotip pada bentuk kelainan autosomal resesif dapat bervariasi dari preentasi awal dengan kelumpuhan bagian proksimal dan ketidakmampuan untuk jalan sampai varian sedang yang digambarkan dengan kelumpuhan umum dan berbagai tingkat oftalmoplegia eksternal. Baru-baru ini, mutasi gen dominan Dynamin 2 atau mutasi gen resesif Amphiphysin 2 (BIN 1) telah dideskripsikan sebagai penyebab pada beberapa keluarga (Nicot et al. 2007)

Minicore myopathy (multicore disease)Ini merupakan kondisi yang jarang terjadi, biasanya tidak tampak pada periode neonatal. Gambaran fenotip klinis yang sering muncul adalah kelumpuhan otot aksial dan kekakuan dari vertebra, skoliosis dan gagal nafas pada akhir masa kanak-kanak. Kelompok pasien yang lainnya dikaitkan dengan ekternal oftalmoplegia kolplit maupun partial, dan ini merupakan varian yang berdasarkan pengalaman kami dapat muncul pada periode neonatal. Nama dari kondisi ini berasal dari multifocal area dari disrupsi myofibril pada stain enzim oksidatif. Sedikitnya ada dua gen yang bertanggungjawab terhadap penyakit minicore ini, gen SEPN 1 (dimana, ketika terjadi disrupsi dapat menyebabkan rigiditas pada vertebra CMD) dan mutasi gen resesif RYR1.

MYASTHENIA GRAVISTransient neonatal myastheniaSebuah penyakit immune-mediated yang bersifat self-limiting namun berpotensi mengancam jiwa ini terjadi pada sekitar 20% bayi yang lahir dari ibu dengan myasthenia gravis, dan disebabkan karena transfer transplasental antibodi secara langsung terhadap AChR. Diagnosis myasthenia gravis pada ibu kadang sudah diketahui sebelumnya, baik aktif maupun remisi. Myasthenia transien jarang namun mungkin terjadi pada bayi dari ibu yang tidak terdiagnosis secara klinis, tetapi antibodi AChR menunjukkan nilai posotof (Papazian 1992). Tidak ada hubungan langsung antara tingkat keparahan myasthenia pada ibu dengan gejala yang muncul pada bayi.Onset penyakit terjadi beberapa jam setelah kelahiran dan selalu terjadi pada 3 hari pertama. Gejala klinis khas termasuk kelemahan dalam menghisap/menelan, hipotonia generalisata, kelemahan otot-otot facial dan menangis lemah. Kelalahan, terutama saat makan, dapat pula muncul. Kesulitan dalam bernafas membutuhkan ventilasi mekanik. Ptosis dan fftalmoparesis jarang ditemukan, tetapi secara diagnostik dapat membantu, terutama jika bervariasi. Pemulihan diharapkan terjadi selama 2 bulan pada 90% kasus, dan selama 4 bulan pada semua bayi dengan penyakit ini. Gejala atipikal yang muncul, selain gejala-gejala di atas, termasuk onset antenatal dengan polihidramnion, berkurangnya gerakan janin dan kontraktur sendi multiple. Lahir mati berulang dengan arthrogryposis parah sekunder karena antibodi ibu pada subunit AChR janin telah dijelaskan (Barnes et al. 1995).Kelahiran bayi dari ibu dengan myasthenia, baik fase aktif maupun remisi, dengan atau tanpa pengukuran antibodi AChR, harus docurigai memiliki risiko untuk terjadinya myasthenia neonatal. Perawatan prenatal termasuk deteksi polihindramnion, penurunan gerakana janin dan mempertimbangkan pertukaran maternal plasma untuk mencegah terjadinya arthrogryposis. Bayi sebaiknya diobservasi selama 3 hari untuk mengetahui ada tidaknya perkembangan dari gejala. Saat tanda awal muncul, diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemberian anticholinesterase. Neostigmin intramuscular (single dose 0,15 mg/kgBB) menunjukkan peningkatan pada 15 30 menit hingga 1 3 jam, yang memungkinkan observasi yang cukup dalam hal makan, menangis, dan pergerakan melawan gravitasi, dan respirasi pada bayi. Pemeriksaan ini sebaiknya selalu dilakukan di NICU dan pemberian atropine sebelumnya bermanfaat untuk emnngurangi efek samping muskarinik. Antibodi AChR yang positif pada bayi atau ibu merupakan bukti yang lebih lanjut, namun apabila tidak didapatkan data tersebut, diagnosis dari myasthenia tidak lah gugur. Apabila terdapat suatu keraguan dalam diagnosis, jitter abnormal dari stimulasi SF-EMG atau respon elektrodecremental pada stimulasi nervus secara repetitif dengan frekuansi 3 Hz mungkin dapat dilakukan untuk konfirmasi.Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian supportif berupa makanan dan ventilasi yang adekuat sampai pemulihan spontan tercapai. Pada bayi yang menunjukkan gejala, neostigmine (atau pyridostigmine) diberikan per pral atau melalui nasogastric tube 30 menit sebelum pemberian makan setiap 4 jam. Pemberian makanan melaui pipa nasogastrik dan ventilasi mekanik mungkin dibutuhkan pada bayi dengan gejala yang lebih berat. Anticholinesterase secara bertahap dikurangi dosisnya apabila bayi sudah tidak menunjukkan gejala, antara umur 1 dan 4 bulan.

Congenital myasthenic syndromesCMS merupakan merupakan kelainan genetik dengan manifestasi klinis berupa gangguan transmisineuromuskular dan kelemahan yang bersifat fatigable. Ditutrnkan secara autosomal-resesif, kecuali untuk slow cchannel syndromes yang biasanya bersifat autosomal-dominan. CMS diklasifikasikan berdasarkan atas bagian yang mengalami defek, menjadi presinaptik, sinaptik, dan postsinaptik. Mutasi yang terjadi paling tidak pada 13 gen CMS telah diidentifikasi, banyak di antara dengan fenotip tertentu dan respon yang berbeda-beda dengan pengobatan yang mungkindapat membantu dalam diagnosis (Burke et al. 2004, Palace and Beeson 2008).Banyak bayi dengan CMN meiliki gejala sejak lahir (Kinali et al. 2008), tetapi diagnosis sering terlambat. CMS seharusnya dipertimbangkan pada neonatus dengan kelemahan otot-otot okuli (ptosis, oftalmoplegia), otot bulbar (lemah, cepat lelah ketika menghisap dan menelan), kelemahan anggota gerak, dan kelemahan otot pernafasan, dengan serum CK yang normal, dan antibodi AChR yang nbernilai negatif. Apnea episodik, yang terjadi sebagai respon terhadap demam, infeksi berulang atau stress, curiga mutasi RAPSN atau CHAT; arthrogryposis sering muncul pada mutasi RAPSN, oftalmoplegia yang muncul dengan mutasi subunti epsilon AchR dan juga (bersamaan dengan respon pupil yang lambat terhadap cahaya) dengan defisiensi acetylcholinesterase (mutasi COLQ). Kesulitan makan dengan stridor dan kelumpuhan vocal chord kongenital mungkin menjadi petunjuk diagnosis awal, terutama pada DOK7 CMS, di mana kelemahan cincin ekstremitas dapat berkembang berbulan-bulan hingga berhaun-tahun kemudian.Konfirmasi dari diagnosis CMS membutuhkan pemeriksaan neurofisiologi oleh operator yang berpengalaman, menunjukkan dekremen pada stimulasi nervus repetitif atau peningkatan jitter pada stimulasi SF-EMG dan/atau analisis mutasi genetik. Apabila fasilitas EMG untuk neonatal tidak tersedia, percobaan dengan anticholinesterase dapat dipertimbangkan untuk dilakukan sementara menunggu hasil analisa genetika. Perlu diingat, subtipe seperti defisiensi anticholinesterase, slow-channel syndromes, dan DOK7 CMS mungkin tidak responsif atau bertambah buruk dengan anticholinesterase. Percobaan pengobatan harus diberikan di NICU dengan ketersediaan fasilitas resusitasi.Neostigmin atau piridostigmin mungkin secara signifikan dapat meningkatkan defisiensi AChR, fast-channel syndrome, dan RAPSN CMS. Peningkatan sekrei dapat diatasi dengan pemberian terapi glycopyrrolate. Apabila didapatkan kecurigaan COLQ dan DOK7, pemberian anticholinesterase sebaiknya dihindari; pengobatan dengan menggunakan efedrin atau salbutamol mungkin menghasilkan manfaat yang lebih signifikan, tetapi pengalaman klinis pada bayi yang sangat muda masih terbatas. 3,4 diaminopyridine, yang memiliki efek meningkatkan efek acetylcolin release pada akhir presinaptik nervus, dapat bermanfaat dibandingkan dengan pyridostigmine pada anak yang lebih tua dengan RAPSN, defisiensi AChR dan fast-channel syndromes, tetapi hati-hati pada bayi muda. Elektroensefalogram dan elektrocardiogram direkomndasikan sebelum pemberian terapi 3,4 diaminopyridine (Engel 2007). Penanganan supportif dengan pemberian makan melalui nasogastric, dan ventilasi mungkin diperlukan. Jarang dilakukan, takeostomi mungkin dibutuhkan apabila terjadi paralisis bilateral dari plica vocalis, namun sebagian besar kasus CMS pada bayi dapat dilakukan ekstubasi. Semua kasus CMS pada bayi memiliki risiko untuk terjadinya dekompensasi pernafasan cepat, terutama RAPSN dan genotipe CHAT dan fast channel syndromes. Orang tua harus diinformasikan mengenai cardiopulmonary resuscitastion sebelum keluar dari rumah sakit dan bayi yang rentan dilakukan rujukan ke spesialis untuk penyediaan ventilasi non-invasif yang berguna untuk kasus emergensi. Pemberian makan melalui gastrostomy mungkin dibutuhkan pada kasus kesulitan makan dan ganguan pertumbuhan.Prognosis dari CMS bermacam-macam. Beberapa subtipe (RAPSN) mengalami perbaikan, beberapa tetap stabil dan cenderung ringan (CHRNE), sedangkan yang terkait dengan myopathy end-plate progresif (COLQ, DOK 7 dan slow channel syndrome berat) mungkin menunjukkan perburukan yang ditandai dengan gagal nafas, kebutuhan menggunakan ventilasi non invasif malam hari pada masa kanak-kanak.