bentoss

19
BENTOS (Laporan Praktikum Pengantar Oceanografi) Kode Mata Kuliah: BDI612105 Oleh : Helpo prayor 1414111030

Upload: helpoprayor

Post on 26-Sep-2015

231 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

BENTOS

BENTOS

(Laporan Praktikum Pengantar Oceanografi)

Kode Mata Kuliah: BDI612105

Oleh :

Helpo prayor

1414111030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2013

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Percobaan

: Bentos

Tempat Percobaan

: Laboratorium Perikanan

Tanggal Percobaan

: 4 Mei 2015

Nama

: Helpo Prayor

NPM

: 1414111030

Jurusan

: Budidaya Perairan

Fakultas

: Pertanian

Kelompok

: 2 (Dua)

Bandar lampung, 4 Mei 2015

Mengetahui

Mengetahui

Asisten,

Asisten,

Arbi

R.Ajeng

12141110

12141110

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami Panjatkan atas kehadirat Allah SWT dalam setiap hembusan nafas dan langkah yang telah di ridhai oleh-Nya. Atas rahmat dan karunia-Nya pulalah kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktunya dan menyelesaikan praktikum laporan individu yang membahas tentang Bentos, laporan ini berisi ringkasan atau rangkuman serta pembahasan dari praktikum yang dilakukan di Laboratorim Perikanan. Laporan ini kami susun sebagai salah satu pelengkap tugas dari mata kuliah Oseanografi.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Eko Efendi ST., M.Si selaku dosen pembimbing praktikum ini beserta para asisten dosen yang telah banyak membantu dan mengarahkan pelaksanaanya praktikum sejak awal dilakukannya praktikum ini hingga laporan ini selesai dikerjakanAkhir kata kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun agar kedepan terdapat perbaikan kearah yang lebih baik.

Bandar lampung, 4 Mei 2015Penulis,

Daftar isi

Halaman

Halaman judul

Lembar pengesahan

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I pendahuluan

Latar belakang

Tujuan praktikum

Bab II tinjauan pustaka

Bab III prosedur percobaan

Waktu dan tempat

Alat dan bahan

Cara kerja

Bab IV hasil pengamatan dan pembahasan

Hasil pengamatan

Keterangan gambar

Pembahasan

Bab V kesimpulan

Tinjauan pustaka

Bentos adalah kelompok organisme laut baik tumbuhan maupun hewan laut yang hidupnya dengan cara menempel atau merayap di dasar laut, seperti rumput laut, bunga karang, siput, kerang, bulu babi, dan bintang laut.

Bentos merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai (Canter dan Hills, 1979). Hal ini disebabkan adanya respon yang berbeda terhadap suatu bahan pencemar yang masuk dalam perairan sungai dan bersifatimmobile (Hynes, 1974; Hilsenshoff, 1977). Keadaan Sungai Semanggi yang terlihat kotor dan banyak sampah menjadi latar belakang kami untuk menjadikan keberadaan bentos di Sungai Semanggi sebagai objek penelitian dengan meneliti jumlah dan jenis bentos yang ada disana.

Makrozoobentos

Bentos adalah semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004).

Menurut Lalli dan Pearsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya.

Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :

a. Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.

b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil.

c. Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozooa khususnya cilliata.

Rosenberg dan Resh (1993) menyatakan bahwa hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah makrozoobentos.

Hewan ini memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Lind, 1985).

Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kemelimpahan makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/ toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kemelimpahan makroinvertebrata air relatif tetap ( APHA, 1992 ).

Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :

a. Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.

b. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini dapat bertahan hidup diperairan yang banyak bahan organik namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan.

c. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai diperairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah diperairan yang tercemar oleh bahan organik.

2.3 Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air

Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos (Pradinda, 2008).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo, 2008).

2.4 Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi Komunitas Makrozoobentos

Menurut Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika- kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Menurut Barus (2004), dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan.

Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara lain:

2.4.1 Kecepatan arus

Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Kaitannya dengan kecepatan arus Odum (1971) dalam Suradi (1993) menyebutkan tujuh bentuk adaptasi yang dilakukan makrozoobentos, yaitu:

a. Membentuk kait dan alat pelekat

b. Melekat pada substrat yang kokoh.

c. Bentuk tubuh yang sesuai.

d. Tubuh pipih.

e. Reotaksis positif.

f. Tigmotaksis positif.

g. Bagian tubuh melekat.

Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae (Koesbiono, 1979).

Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka dasar sungai mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur (Sastrawidjaya, 1991).

Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kemelimpahan makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/ toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kemelimpahan makroinvertebrata air relatif tetap ( APHA, 1992 ).

Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :

a. Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.

b. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini dapat bertahan hidup diperairan yang banyak bahan organik namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan.

c. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai diperairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah diperairan yang tercemar oleh bahan organik.

2.3 Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air

Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos (Pradinda, 2008).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo, 2008).

2.4 Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi Komunitas Makrozoobentos

Menurut Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika- kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Menurut Barus (2004), dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan.

Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara lain:

2.4.1 Kecepatan arus

Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Kaitannya dengan kecepatan arus Odum (1971) dalam Suradi (1993) menyebutkan tujuh bentuk adaptasi yang dilakukan makrozoobentos, yaitu:

a. Membentuk kait dan alat pelekat

b. Melekat pada substrat yang kokoh.

c. Bentuk tubuh yang sesuai.

d. Tubuh pipih.

e. Reotaksis positif.

f. Tigmotaksis positif.

g. Bagian tubuh melekat.

Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae (Koesbiono, 1979).

Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka dasar sungai mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur (Sastrawidjaya, 1991).

Bentos mencakup semua organisme yang hidup didasar atau di dalam dasar perairan. Berdasarkan ukurannya, bentos dikelompokkan menjadi makrobentos (tersaring dengan alat saringan bertingkat atau SIEVE SET. US. 30) dan mikrobentos. Menurut Fachrul (2007) ukuran bentos diantaranya adalah makrobentos yaitu 1,0 -5,0 mm, mesobentos yaitu 0,1 -1,0 mm dan mikrobentos yaitu < 0,1 mm. Sedangkan menurut batasan biologis digolongkan menjadi fitobentos (golongan tumbuhan) dan zoobentos (golongan hewan) (Fajri & Agustina, 2013).

Peranan bentos di perairan (Fajri& Agustina, 2013) :

a. Mampu mendaur ulang bahan organik

b.Membantu proses mineralisasi

c. Menduduki posisi penting dalam rantai makanan

d. Indikator pencemaran

Pengambilan contoh bentos di danau atau sungai yang berarus lemah serta subtrat dasar yang lunak, umumnya menggunakan Ekcman Grab. Untuk pengambilan bentos di sungai yang dangkal dan subtrat dasar yang keras / bebatuan digunakan Surber atau Square-Foot Sampler dan atau bingkai kuadrat. Untuk perairan pantai atau laut yang dangkal yang subtract dasarnya keras digunakan Petersan Grab atau Smith-Mc Intyre Grab atau Ongel Peel Sampler atau Shipek Grab. Pengumpulan bentos pada masing-masing lokasi dapat secara acak maupun secara stratifikasi (Dahuri, 1997). Metode pengambilan sample bentos menurut Suin (2002) dapat dilakukan dengan :

a. Metode kolonisasi (dengan container sampler atau core sampler)

b. Metode perangkap (dengan trap sampler)

c. Metode tangkap segera (immediate sampler dengan surbur, pipa paralon, eckman grab, atau Petersen grab)

A. Penghitungan Kelimpahan Bentos

K = P x 10000 / luas penampang alat

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung kelimpahan makrobentos adalah menurut Dahuri (1997):

Keterangan:

K = Kelimpahan bentos (ind/l)

P = Individu yang ditemukan

10.000 = Kalibrasi dari 1 meter perkiraan kawasan pelemparan alat

Apabila alat yang digunakan adalah pipa paralon yanag dirancapkan ke substrat dasar, perhitungan kelimpahan organisme bentos yang tertangkap adalah dengan perhitungan :

K = P x 10000 (cm) / luas penampang paralon (cm2)

B. Perhitungan Indeks Keragaman Jenis (H)

Menurut Wilham dan Dorris (dalam Odum, 1971) apabila:

d(H) > 3 maka perairannya belum tercemar

d(H) > 1 s/d 3 maka perairannya tercemar ringan

d(H) < 1 maka perairannya tercemar berat

Menurut Staub et al dalam wilhm (dalam Odum, 1971) apabila:

d(H) 3 s/d 4.5 maka perairannya belum tercemar

d(H) 2 s/d 3.0 maka perairannya tercemar ringan

d(H) 1 s/d 2.0 maka perairannya tercemar sedang

d(H) 0.0 s/d 1.0 maka perairannya tercemar berat

Menurut Shannon Weiner (dalam Odum, 1971) apabila:

H = 0.0-1.0 : rendah, artinya keragaman rendah dengan sebaran individu tidak merata.

H = 1.0-3.0 : sedang, artinya keragaman sedang dengan sebaran individu sedang.

H = 3.0 ke atas : tinggi, artinya keragaman tinggi dengan sebaran individu tinggi.

Keragaman jenis dipengaruhi oleh:

1. Kondisi lingkungan (iklim) semakin sesuai kondisi lingkungan kesragaman jenis semakin tinggi atau semakin kaya jenisnya.

2. Semakin baik lingkungannya semakin banyak keragamannya (semakin kaya jenisnya).

3. Adanya pergantian musim dapat mempengaruhi keragaman jenis.

4. Kondisi makanan dapat mempengaruhi keragaman jenis (Fajri & Agustina, 2013).

Bentos adalah biota yang hidupnya melekat pada, menancap, merayap, atau membuat liang didasar laut, contohnya: kerang, teripang, bintang laut, karang, dll.Komunitas makrobentos merupakan komponen yang penting bagi ekosistem perairan. Menurut teori Shelford (Odum 1993) bahwa makrobentos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Semakin tinggi kisaran toleransi semakin luas penyebaran hewan bentos dan sebaliknya. Kuantitas penyebaran makrobentos dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik abiotik maupun biotik. Faktor abiotik lingkungan meliputi faktor fisika dan kimia.makrobentos adalah bentos yang ukurannya cukup besar untuk tertahan pada ayakan dengan ukuran pori-pori 500 mikrometer (0,5mm). Makrobentos merupakan bentos yang berukuran lebih dari 1mm yang biasanya berupa siput, kepiting, tiram air tawar, kerang, dan termasuk larva serangga (Kendeigh, 1975).

Berdasarkan jenis makanannya zoobentos (termasuk makrobentos) dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: filter feeder dan deposit feeder. Filter feeder atau suspension feeder adalah bentos pemakan material yang tersuspensi di dalam air, baik berupa zat organik maupun plankton dengan cara menyaring; yang termasuk ke dalam filter feeder adalah bivalvia, sponge, ascidians, dan cacing kipas. Hewan-hewan ini menggunakan cilia untuk menciptakan arus air sehingga memudahkan makanan untuk masuk ke dalam alat penyaring yang mereka miliki. Kebanyakan filter feeder mengubur diri di dalam sedimen dan menonjolkan organ pencari makan di permukaan sedimen (Mann, 2000). Sedangkan yang dimaksud deposit feeder adalah bentos pemakan material organik yang terjebak di dalam sedimen baik berupa detritus maupun material organik yang lebih halus. Bentos pemakan deposit langsung memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Deposit feeder biasanya merayap dan masuk ke dalam sedimen sambil mengaduk sedimen untuk mendapatkan makanan (Odum, 1971 dan Boaden et al., 1985). Hewan-hewan yang termasuk ke dalam deposit feeder adalah seluruh cacing polychaeta, gastropoda, teripang, crustacea (Mann, 2000).

Makrobentos merupakan salah satu kelompok fauna yang memegang peranan penting di zona intertidal pesisir pantai tropis. Komunitas makrobentos tersusun dari spesies yang secara relatif memiliki umur panjang, dan secara temporal dapat menyatu dengan berbagai jenis fluktuasi lingkungan. Ekman (1953) dalam Longhurst dan Pauly (1987) mencatat banyak genus dari coelentrata, termasuk karang dan crustacea, enchinodermata, dan ikan yang berada di daerah Laut Atlantik Timur juga berada di wilayah Barat Indo-Pasifik. Wilayah Barat Indo-Pasifik tidak hanya memiliki fauna yang melimpah, tetapi juga proporsi hewan-hewan endemik yang tinggi (Springer, 1982 dalam Longhurst dan Pauly, 1987) termasuk proporsi makrobentos yang melimpah.

Komunitas makrobentos merupakan komponen yang penting bagi ekosistem estuaria. Organisme ini meregulasi kondisi fisik dan kimiawi pada permukaan sedimen air, meningkatkan dekomposisi bahan organik, mendaur ulang nutrisi untuk proses fotosintesis, dan transfer energi melalui komponen jaring-jaring makanan (Gaston et al., 1988).

Makrobentos memiliki penyebaran yang lebih luas karena mampu beradaptasi dengan air tawar maupun air laut dengan tekstur sedimen lunak dan keras (Barnes,1987). Hughes (1986) mengatakan bahwa fluktuasi salinitas di perairan untuk makrobentos intertidal tidak menyebabkan peningkatan rata-rata metabolisme di atas tingkat normalnya, karena makrobentos termasuk jenis organisme laut yang dapat menyesuaikan diri dengan habitat atau lingkungan yang di tempatinya.