belajar menurut ausubel

7
A. BELAJAR MENURUT AUSUBEL Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama. Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan. Padahal belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna,

Upload: seri-maknae

Post on 01-Jul-2015

332 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BELAJAR MENURUT AUSUBEL

A. BELAJAR MENURUT AUSUBEL

Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P.

Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah

memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan

bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau

pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan

“membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna

(meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu

mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi.

Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran

disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua

menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur

kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan

generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan

belajar penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa

belajar bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan.

Padahal belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara

menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar penemuan

rendah kebermaknaannya, dan merupakan belajar hafalan yakni memecahkan

suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-teki. Belajar

penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat

ilmiah.

1. Belajar Bermakna

Belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru

pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau

disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-

daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan

pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya berlajar, dihasilkan perubahan-

Page 2: BELAJAR MENURUT AUSUBEL

perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi

yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari.

Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-

perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri neron yang berpartipatisi dalam belajar

bermakna. Peristiwa psikologi tentang bermakna menyangkut asimilasi informasi

baru dapat pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang.

2. Belajar Hafalan

Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep

relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara

hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasi pengetahuan baru pada

konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi

belajar hafalan.

3. Subsumsi dan Subsumsi Obliteratif

Selama belajar bermakna berlangsung, informasi baru terkait pada

konsep dalam struktur kognitif. Untuk menenankan pada fenomena pengaitan ini

Ausubel mengemukakan istilah subsumer yang artinya pikiran, konsep, dan

kategori yang membentuk struktur kognitif. Subsumer memegang paranan dalam

proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai

peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui

penghalang-penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi

yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Dalam

proses terjadinya kaitan ini, subsumer itu mengalami sedikit perubahan. Proses ini

teraktif antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang

menjadi inti teori belajar asimilasi Ausebel.

Menurut Ausubel dan juga Novak (1997), ada tiga kebaikan dari belajar

bermakna, yaitu:

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari

subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk

materi pelajaran yang mirip.

Page 3: BELAJAR MENURUT AUSUBEL

3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek

residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang

mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.

B. PRINSIP PEMBELAJARAN

1. Pengatur awal (advance organizer)

Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam

membantu mengaitkan konsep lama denan konsep baru yang lebih tinggi

maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman

berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur

yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok

bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan

lebih bermakna.

2. Diferensiasi progresif

Pengembangan konsep berlangsung baik, bila unsur-unsur yang paling

umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan

kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari

konsep itu. Dengan kata lain model belajar menurut Ausubel pada umumnya

berlangsung dari umum ke khusus.

Dengan menggunakan strategi ini, guru mengajarkan konsep-konsep

yang paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang inklusif, dan

setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus. Proses penyusunan konsep

semacam ini disebut deferensiasi progresif.

3. Belajar superordinat

Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami

petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan

diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar

tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru.

Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari

sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep lebih luas dan inklusif.

Page 4: BELAJAR MENURUT AUSUBEL

4. Penyesuaian Integratif

Pada suatu sasat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan

bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang

sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk

mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausable mengajukan konsep pembelajaran

penyesuaian integratif atau rekonsiliasi integratif.

C. PETA KONSEP

1. Apakah Peta Konsep Itu?

Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna

antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi

merupakan dua atau lebih komsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam

suatu unik sematik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep

hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk

membentuk suatu proposisi.

Belajar bermakna lebih mudah berlangsung bila konsep-konsep baru

dikaitkan pada konsep yang lebih inklusif, maka peta konsep harus disusun secara

hierarki.

2. Ciri-ciri Peta Konsep

a. Peta konsep mempelihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi

suatu bidang studi.

b. Peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang

studi, atau suatu bagian dari bidang studi.

c. Peta konsep menyatakan hubungan antara konsep-konsep.

d. Peta konsep ialah tentang hierarki.

3. Menyusun Peta Konsep

Langkah-langkah meyusun suatu peta konsep, antara lain:

a. Memilih suatu bacaan dari buku pelajaran

b. Menentukan konsep-konsep yang relevan

c. Mengurut konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling

tidak inklusif atau contoh-contoh

Page 5: BELAJAR MENURUT AUSUBEL

d. Menyusun konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep

yang paling inklusif di puncak ke konsep yang paling tidak inklusif

e. Menghubungkan konsep-konsep itu dengan kata atau kata

penghubung

4. Kegunaan Peta Konsep

a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

b. Mempelajari cara belajar

c. Mengungkapkan konsepsi salah

d. Alat evaluasi