bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 belajar dan … · 2016. 8. 12. · 2.1.1 belajar dan...

20
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Menurut Jauhari (Isjoni: 2013) Belajar adalah proses untuk memperoleh perubahan yang dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis, berkesinambungan, integratif, dan tujuan jelas. Perubahan yang terjadi melalui belajar tidak hanya mencakup pengetahuan tetapi juga ketrampilan untuk hidup bermasyarakat yang meliputi ketrampilan sosial dan ketrampilan memecahkan masalah. Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan sumber belajar dimana interaksi tersebut dirancang oleh guru dalam bentuk kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar dan kegiatan mengajar. Kegiatan belajar berorientasi pada siswa dengan segala aktifitasnya dalam proses pembelajaran. Sedangkan kegiatan mengajar berorientasi pada aktifitas guru dalam menjalankan perannya sebagai sumber belajar, fasilitator, motivator, pembimbing, dan lain sebagainya dalam upaya membantu siswa melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, sebagai suatu sistem dan sebagai suatu proses. Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran atau alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan). Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi persiapan, melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuat, dan menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelola. Menurut Vygotsky (Miftahul, 2013: 46) pembelajaran dikatakan sebagai kontruksi sosiokultural. Individu yang sedang belajar seringkali dipandang

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

    Menurut Jauhari (Isjoni: 2013) Belajar adalah proses untuk memperoleh

    perubahan yang dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis,

    berkesinambungan, integratif, dan tujuan jelas. Perubahan yang terjadi melalui

    belajar tidak hanya mencakup pengetahuan tetapi juga ketrampilan untuk hidup

    bermasyarakat yang meliputi ketrampilan sosial dan ketrampilan memecahkan

    masalah.

    Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan sumber belajar

    dimana interaksi tersebut dirancang oleh guru dalam bentuk kegiatan

    pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak

    terlepas dari kegiatan belajar dan kegiatan mengajar. Kegiatan belajar berorientasi

    pada siswa dengan segala aktifitasnya dalam proses pembelajaran. Sedangkan

    kegiatan mengajar berorientasi pada aktifitas guru dalam menjalankan perannya

    sebagai sumber belajar, fasilitator, motivator, pembimbing, dan lain sebagainya

    dalam upaya membantu siswa melakukan kegiatan belajar.

    Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, sebagai suatu sistem dan

    sebagai suatu proses. Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran

    terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran,

    materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran atau

    alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut

    pembelajaran (remedial dan pengayaan). Pembelajaran dipandang sebagai suatu

    proses, pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam

    rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi persiapan, melaksanakan

    kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah

    dibuat, dan menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelola.

    Menurut Vygotsky (Miftahul, 2013: 46) pembelajaran dikatakan sebagai

    kontruksi sosiokultural. Individu yang sedang belajar seringkali dipandang

  • 8

    sebagai orang yang membutuhkan bimbingan dari orang lain yang memiliki

    pengetahuan dan pemahaman lebih baik terhadap materi pelajaran tertentu. Orang

    yang membantu ini dianggap sebagai “orang lain yang kompeten”. Guru yang

    mengikuti teori ini akan mendesain pembelajaran untuk memanfaatkan proses

    alamiah pembelajaran tersebut dari orang lain yang berpengetahuan itu. Tugas-

    tugas pengajaran dan penerimaan informasi seharusnya difokuskan pada tugas-

    tugas yang bisa dikerjakan oleh siswa tanpa bantuan guru. Artinya, tugas-tugas itu

    diharapkan bisa dikerjakan siswa dengan meminta bantuan orang lain atau

    temannya yang lebih kompeten. Dengan demikian, guru dapat membuat

    kelompok-kelompok dimana individu-individu yang lebih kompeten diberi posisi

    untuk membantu mereka yang kurang kompeten. Begitu pula, guru atau sekolah

    juga dapat menugaskan mentor atau membuat relasi sesama tutor.

    Ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang

    berpusat pada guru (teacher centered) dan pendekatan yang berpusat pada siswa

    (student centered). Kegiatan pembelajaran berpusat pada guru yang terjadi selama

    ini di kebanyakan sekolah dimana guru datang, menyampaikan materi yang telah

    disiapkan dan siswa mendengarkan sebaik-baiknya, mencatat, dan mengerjakan

    tugas yang diberikan guru. Pertanyaan-pertanyaan atau tugas yang guru berikan

    hanya sekedar untuk membuat siswa paham dan tidak sampai pada tingkat

    berpikir atau pemecahan masalah. Dalam pendekatan ini guru lebih banyak

    berperan sebagai pentransfer ilmu sedangkan siswa hanya sebagai penerima ilmu.

    Pendekatan ini sudah tidak dapat dipertahankan karena siswa tidak dapat

    mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dengan optimal dan membuat

    pelajaran yang diterima siswa cenderung mudah dilupakan atau tidak bermakna.

    Sedangkan, pendekatan berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menuntut

    siswa terlibat dalam proses penalaran oleh diri sendiri atau dalam kelompok

    belajar yang membahas suatu materi pelajaran dimana guru hanya sebagai

    fasilitator. Dalam pendekatan ini, siswa belajar bertanggung jawab untuk lebih

    memantau kemajuan belajarnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan atau tugas yang

    diberikan guru lebih menantang siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya

    dalam memecahkan masalah sehingga proses belajar menjadi bermakna.

  • 9

    2.1.2 Pembelajaran Matematika

    Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

    teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

    memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi

    informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di

    bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

    Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan

    penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

    Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru dalam

    mengajarkan matematika pada siswa yang didalamnya terkandung upaya guru

    untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat,

    bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi

    interaksi optimal antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika

    tersebut (Suyitno, 2004: 2).

    Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

    mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir

    logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama

    (BSNP, 2006). Pembelajaran matematika harus terkait dengan pengalaman belajar

    siswa sebelumnya (Heruman, 2010: 4). Dalam belajar matematika, seorang siswa

    tidak dapat menguasai konsep yang kompleks tanpa belajar konsep sederhana

    terlebih dahulu yang merupakan prasyarat sebelum melanjutkan jenjang

    pembelajaran matematika yang lebih tinggi.

    2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

    2.1.3.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

    Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini

    banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat

    pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang

    ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan

    orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model

  • 10

    pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran

    dan berbagai usia (Isjoni, 2013: 23).

    Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif merupakan bentuk

    pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

    kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur

    kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Nur (Isjoni, 2013: 27), “Pembelajaran

    kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan

    menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan

    ketrampilan sosial yang bermuatan akademik.”

    Dari beberapa pendapat di atas, pembelajaran kooperatif dapat diartikan

    sebagai pembelajaran berkelompok, satu kelompok terdiri dari siswa yang

    memiliki latar belakang berbeda baik dari tingkat kemampuan berpikir, gaya

    belajar, agama, ras, suku, maupun tingkat ekonomi. Dalam kelompok siswa

    didorong untuk bekerjasama menyelesaikan tugasnya dan saling membantu untuk

    memahami materi pelajaran. Siswa diajarkan bertanggung jawab terhadap

    belajarnya dimana siswa yang kemampuannya kurang dituntut untuk dapat

    memahami materi pelajaran dan siswa yang pandai harus berhasil membuat semua

    anggota kelompok menguasai matei pelajaran.

    2.1.3.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

    Menurut Lie (2004: 31), ada lima unsur dari pembelajaran kooperatif yang

    membedakannya dari pembelajaran lain meliputi:

    a. Saling ketergantungan positif (positif interdependence)

    Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung dan saling terikat

    sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain

    juga tidak sukses, dengan demikian materi tugas haruslah mencerminkan aspek

    saling ketergantungan seperti tujuan belajar, sumber belajar, peran kelompok,

    dan penghargaan.

    b.Tatap Muka (face to face interaction)

    Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan yang

    lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan

    saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan memberikan sumbangan

  • 11

    pikiran dalam pemecahan masalah, siswa juga harus mengembangkan

    ketrampilan komunikasi secara efektif.

    c. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

    Setiap anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari materi dan

    bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang menuntut

    tanggung jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas dengan baik.

    d.Komunikasi antar anggota

    Ketrampilan sosial sangat penting dalam pembelajaran kooperatif dan harus

    diajarkan pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan ketrampilan

    berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar.

    Ketrampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan seperti tenggang rasa, sikap

    sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani

    mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan

    berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi.

    e. Evaluasi proses kelompok (group processing)

    Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerjasama

    mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih baik.

    Ciri-ciri diatas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tidak sekedar

    belajar kelompok biasa. Dalam pembelajaran kooperatif anggota kelompok saling

    ketergantungan positif, tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi

    antar angoota, evaluasi proses kelompok. Oleh karena itu dalam merancang

    rencana pembelajaran kooperatif guru harus memahami cirri-ciri yang

    membedakan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran lainnya sehingga

    tujuan pembelajaran dapat tercapai.

    2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

    Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-

    tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting yaitu hasil belajar akademik,

    penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan sosial (Rusman,

    2011: 209).

    Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran

    yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

  • 12

    bersama (Trianto, 2009). Jadi tujuan pembelajaran kooperatif adalah sebagai

    berikut:

    a. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.

    b.Mengembangkan toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-

    orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya.

    c. Mengajar ketrampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa.

    Berdasarkan beberapa pengertian tentang tujuan pembelajaran kooperatif

    diatas, semua bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menghargai

    orang lain, meningkatkan ketrampilan sosial untuk bekerjasama dan kolaborasi

    dengan orang lain.

    2.1.3.4 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

    Langkah-langkah dari pembelajaran kooperatif menurut Miftahul (2013:

    12) yaitu:

    Tahap 1:Persiapan Kelompok

    a. Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran

    kooperatif.

    b.Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok.

    c. Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok.

    d.Guru menentukan jumlah kelompok.

    e. Guru membentuk kelompok-kelompok.

    Tahap 2: Pelaksanaan Pembelajaran

    a. Siswa merancang team building dengan identitas kelompok.

    b.Siswa dihadapkan pada persoalan.

    c. Siswa mengeksplorasi persoalan.

    d.Siswa merumuskan tugas dan menyelesaikan persoalan.

    e. Siswa bekerja mandiri lalu belajar kelompok.

    Tahap 3: Penilaian Kelompok

    a. Guru menilai dan menskor hasil kelompok.

    b.Guru memberi penghargaan pada kelompok.

    c. Guru dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok.

  • 13

    Menurut Arends (2008: 6), terdapat enam langkah utama yang terlihat

    dalam pelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif antara lain:

    Fase 1 : Mengklarifikasi tujuan dan membangkitkan motivasi belajar

    Fase 2 : Mempresentasikan informasi

    Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil

    Fase 4 : Membentuk kerja tim dalam belajar

    Fase 5 : Mempresentasikan hasil diskusi dan mengujikan yang dipelajari

    Fase 6 : Memberi pengakuan

    Berdasarkan uraian tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif

    dapat ditarik kesimpulan bahwa pelajaran dimulai dengan menyampaikan tujuan

    pelajaran dan memotivasi siswa. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim

    dan diikuti bimbingan guru kepada siswa untuk bekerjasama menyelesaikan tugas.

    Tahap terakhir meliputi penghargaan terhadap usaha kelompok.

    2.1.3.5 STAD

    Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe

    pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan

    level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk

    menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga

    dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Model ini

    pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin (1995) dan rekan-rekannya di

    Johns Hopkins University.

    Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

    menurut Jumrida (Isjoni, 2013) yaitu:

    a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada

    siswa sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

    b.Guru memberikan tes atau kuis kepada siswa secara individual sehingga

    diperoleh skor awal.

    c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5

    orang siswa dengan kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang, rendah).

    Jika mungkin anggota kelompok berasalah dari ras, budaya, dan suku

    yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan gender.

  • 14

    d.Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok

    untuk mencapai kompetensi dasar.

    e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan,

    dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah siswa

    pelajari.

    f. Guru memberikan tes atau kuis kepada tiap siswa secara individual.

    g.Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan pemerolehan

    nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor kuis awal dengan skor

    kuis berikutnya yang diakumulasikan menjadi skor kelompok.

    Menurut Herdian (Isjoni, 2013) sintaks dari model STAD meliputi :

    1.Pengajaran

    Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai

    dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan

    dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam

    penyajian materi pelajaran.

    a. Pembukaan

    1) Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan

    mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan

    demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata,

    atau cara lain.

    2) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk

    menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada

    pelajaran tersebut.

    3) Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan

    syarat mutlak.

    b. Pengembangan

    1) Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan

    dipelajari siswa dalam kelompok.

    2) Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah

    memahami makna bukan hapalan.

  • 15

    3) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan

    pertanyaan-pertanyaan.

    4) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau

    salah.

    5) Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok

    masalahnya.

    c. Latihan Terbimbing

    1) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang

    diberikan.

    2) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan

    soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan

    diri sebaik mungkin.

    3) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama.

    Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan

    langsung diberikan umpan balik.

    2.Belajar Kelompok

    Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai

    materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai

    materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih

    ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman

    satu kelompok.

    Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut :

    a. Mintalah anggota kelompok memindahkan meja atau bangku mereka

    bersama-sama dan pindah kemeja kelompok.

    b.Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok.

    c. Bagikan lembar kegiatan siswa.

    d.Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu

    kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka

    mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan

    kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat

    mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab

  • 16

    menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka

    mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian

    memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu.

    e.Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka

    yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada

    kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar

    tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai

    lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok

    mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai

    pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum

    bertanya guru.

    f. Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas.

    Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan

    baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan

    bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.

    3. Kuis

    Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk

    menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.

    Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan

    dalam nilai perkembangan kelompok.

    4. Penghargaan Kelompok

    Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah

    menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi

    sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan

    kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam

    kelompoknya.

    Berdasarkan dua pendapat tentang langkah-langkah model STAD diatas

    secara garis besar tahap-tahapnya adalah penyajian kelas, belajar kelompok, kuis,

    skor pengembangan dan penghargaan kelompok.

    Keunggulan model ini ialah:

  • 17

    1.Menurut Slavin (Isjoni, 2013) dapat menggalakkan interaksi secara aktif dan

    positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik.

    2.Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping

    kecakapan kognitif (Isjoni, 2013).

    3.Peran guru menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator,

    mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2013).

    4.Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu

    belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk

    belajar (Rusman, 2011: 203).

    5.Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau

    pembelajaran oleh rekan sebaya yang lebih efektif daripada pembelajaran

    oleh guru (Rusman, 2011: 204)

    6.Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di

    kelas menjadi lebih hidup.

    7.Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota

    kelompok.

    8.Penghargaan dari guru membuat siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam

    pembelajaran.

    9.Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki

    tanggung jawab besar agar nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai

    kelompok baik.

    10. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa.

    Selain keunggulan, model STAD juga memiliki kelemahan antara lain:

    1. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran dengan

    menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama dalam

    persiapanmaupun pelaksanaan.

    2. Model STAD memerlukan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru

    dapat melakukan model ini.

  • 18

    2.1.4 Kerjasama

    Era globalisasi seperti sekarang ini menuntut setiap orang untuk lebih

    mampu memberdayakan diri dan kooperatif dalam menjalani kehidupan (Isjoni,

    2013: 24). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri

    melainkan harus menjalin komunikasi dengan orang lain dalam rangka memenuhi

    kebutuhannya.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2005: 554), kerjasama

    merupakan melakukan (melaksanakan) suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan

    oleh beberapa orang atau pihak untuk mencapai tujuan bersama.

    Selain diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, kerjasama juga

    diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

    Kerjasama dalam proses pembelajaran disebut juga dengan belajar bersama.

    Belajar bersama merupakan proses berkelompok dimana anggota-anggotanya

    mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Hal ini

    identik dengan definisi kooperatif menurut Isjoni (2013: 45), kooperatif berarti

    mengajarkan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

    lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

    Tujuan kerjasama yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar adalah

    agar siswa mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan gagasannya melalui

    menyampaikan ide untuk suatu hasil tertentu. Niat dan kiat (will and skill) dari

    anggota kelompok dibutuhkan dalam model pembelajaran kooperatif sehingga

    masing-masing siswa harus memiliki niat untuk bekerja sama dengan anggota

    lainnya (Isjoni, 2013).

    Kelompok kerja kooperatif dapat membantu siswa untuk menjadi lebih

    aktif dalam pembelajaran. Ketika bekerjasama, siswa diarahkan pada proses sosial

    membangun ide-ide danmengembangkan kemungkinan solusi untuk masalah.

    Unsur-unsur dasar dalam kerja kelompok menurut Lundgren (Isjoni, 2013:

    64) adalah sebagai berikut:

    a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam dan berenang

    bersama”.

  • 19

    b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam

    kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari

    materi yang dihadapi.

    c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang

    sama.

    d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para angoota

    kelompok.

    e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut

    berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

    f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan

    berkerjasama selama belajar.

    g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi

    yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

    Ketrampilan-ketrampilan kooperatif menurut Lungdren (Isjoni, 2013: 75)

    antara lain sebagai berikut:

    a.Ketrampilan Kooperatif Tingkat Awal

    1.Menggunakan kesepakatan

    Menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan

    kerja dalam kelompok.

    2.Menghargai kontribusi

    Menghargai berarti memperhatikan atau mengenalapa yang dapat

    dikatakan atau dikerjakan anggota lain.

    3.Mengambil giliran dan berbagi tugas

    Setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia

    mengemban tugas atau tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

    4.Berada dalam kelompok

    Setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan

    berlangsung.

    5.Berada dalam tugas

    Meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat

    diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.

  • 20

    6.Mendorong partisipasi

    Mendorong semua anggotakelompok untuk memberikan kontribusi

    terhadap tugas kelompok.

    7.Mengundang orang lain

    Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas.

    8.Menyelesaikan tugas dalam waktunya

    9.Menghormati perbedaan individu

    Bersikap menghormati terhadap budaya, suku, rasa atau pengalaman dari

    semua siswa atau peserta didik.

    b.Ketrampilan Kooperatif Tingkat Menengah

    Ketrampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan

    simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima,

    mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan,

    mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.

    c.Ketrampilan Tingkat Mahir

    Ketrampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan

    cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

    Pembelajaran harus menekankan kerjasama dalam kelompok untuk

    mencapai tujuan bersama. Selain itu untuk menciptakan lingkungan belajar yang

    memungkinkan siswa saling membantu dalam mengerjakan tugas sehingga hasil

    belajar yang diperoleh meningkat.

    Dari uraian diatas bahwa dengan kerjasama maka dapat mempermudah

    untuk mencapai tujuan.Pembelajaran kooperatif melatih ketrampilan-ketrampilan

    khusus agar siswa dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya.

    Kelompok kerja kooperatif dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa

    untuk mempraktekkan sikap dan perilaku berpartisipasi pada situasi sosial yang

    bermakna bagi mereka.

    2.1.5 Hasil Belajar

    Dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, tiap siswa tentunya

    mengharapkan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. Hasil belajar yang baik

  • 21

    dapat dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak

    optimal maka akan sangat sulit bagi siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang

    baik.

    Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi belajar yang biasanya

    ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan menurut Sugandi

    (2006: 63), hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan apa yang

    sudah digali, dipahami, dan dikerjakan oleh siswa. Hasil belajar ini merefleksikan

    keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas yang digambarkan secara jelas serta

    dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Perbedaan tentang

    kompetensi dan hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja

    siswa yang dapat diukur. Dari beberapa pengertian tersebut, hasil belajar merujuk

    pada perubahan tingkah laku siswa setelah melalui proses belajar yang diukur

    dengan patokan-patokan tertentu.

    Guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukur yang hasilnya berwujud

    angka. Sudjana (2011: 55) menyatakan, “Pada umumnya hasil belajar dinilai

    melalui tes, baik tes uraian maupun tes obyektif.” Pengukuran hasil belajar

    dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa

    setelah menghayati proses belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar memiliki

    peran yang sangat penting dalam proses belajar siswa.

    Hasil belajar yang dicapai siswa tidak terlepas dari faktor-faktor yang

    mempengaruhinya. Menurut Slameto (2003: 54), faktor yang mempengaruhi hasil

    belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

    internal adalah faktor yang berasal dari individu, sedangkan faktor yang berasal

    dari luar individu.

    1.Faktor-faktor Internal

    a. Faktor jasmaniah

    Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-

    bagiannya atau terbebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat

    berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

    b.Faktor Psikologis

  • 22

    Ada tujuh faktor meliputi intelegensi, keaktifan, minat, bakat, motif,

    kematangan, dan kesiapan. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas

    mempengaruhi belajar dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar

    tidak akan baik.

    c. Faktor kelelahan

    Dibedakan atas dua macam yaitu kelelahan jasmani dan rohani.

    2.Faktor-faktor Eksternal

    a. Faktor keluarga

    Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarganya berupa

    cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah

    tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

    b.Faktor sekolah

    Mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,

    relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran, waktu sekolah,

    standar pelajaran, keadaan gedung, dan tugas rumah.

    c. Faktor masyarakat

    Pengaruh masyarakat ini dikarenakan keberadaan siswa dalam

    masyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat dan teman

    bergaul.

    Dari penjelasan diatas, disimpulkan terdapat dua faktor yang

    mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor internal yaitu faktor jasmaniah,

    psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor keluarga,

    sekolah, dan masyarakat. Siswa dituntut memiliki kebiasaan belajar yang baik

    agar hasil belajar meningkat dan dapat terus dipertahankan. Guru harus

    menciptakan iklim belajar yang kondusif dan perlu memantau perkembangan

    siswa dalam proses belajar. Selain itu guru juga harus memperhatikan faktor-

    faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

    2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

    Penelitian lain yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

    dilakukan oleh Widowati (2012) yang berjudul “Upaya peningkatan hasil belajar

  • 23

    matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas

    IV SDN Kalisari Kecamatan Blado Kabupaten Batang Semester II. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

    STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Pada studi

    awal menunjukan peserta didik yang tuntas belajarnya sebanyak 6 anak dari 23

    anak (28,08 %), sedangkan yang belum tuntas belajarnya 17 anak dari 23 anak

    (73,92 %). Pada upaya perbaikan siklus I menunjukan peserta didik yang tuntas

    belajarnya sebanyak 11 anak dari 23 anak (47,82 %), sedangkan peserta didik

    yang belum tuntas belajarnya sebanyak 12 anak dari 23 anak (52,18 %) . Pada

    upaya perbaikan siklus II menunjukan peserta didik yang tuntas belajarnya

    sebanyak 20 anak dari 23 anak (86,94 %), sedangkan peserta didik yang belum

    tuntas belajarnya sebanyak 3 anak dari 23 anak (13,06 %). Dari hasil penelitian

    dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

    dengan menggunakan media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar

    matematika siswa.

    Praniyati, Nita (2010). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

    Student Teams-Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan kemampuan

    menghitung pecahan pada siswa kelas V SDN 01 Macanan. Berdasarkan hasil

    penelitian dapat diketahui bahwa persentase keaktifan siswa pada siklus I

    menunjukkan angka 43,33% (13 siswa dari jumlah 30 siswa) aktif saat

    pembelajaran dan pada siklus II persentase keaktifan siswa sebesar 73,33% (22

    siswa dari jumlah 30 siswa). Dengan demikian terdapat peningkatan aktivitas

    siswa dari siklus I ke siklus II. Rata-rata nilai matematika hasil kuis individual

    pada siklus I sebesar 60,37 dan pada siklus II sebesar 69,90. Sehingga terdapat

    kenaikan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II. Persentase ketuntasan belajar

    siswa pada siklus I menunjukkan angka sebesar 63,33% (19 siswa dari jumlah 30

    siswa) dan pada siklus II prosentase ketuntasan sebesar 80% (24 siswa dari jumlah

    30 siswa). Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa dari

    siklus I ke siklus II. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan

    bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

    Divisions (STAD) pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan

  • 24

    kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 01

    Macanan Kecamatan kebakkramat Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran

    2009/2010.

    Dari penelitian Sarjono (2012) menunjukkan bahwa penerapan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika

    tentang operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Dlimas 01

    Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang tahun pelajaran 2011/2012. Dari

    analisis evaluasi yang tuntas belajar dengan tolak ukur ≥ 70 pada siklus I siswa

    tuntas ada 8 siswa (dari 12 siswa) dengan persentase 66,7% (belum tercapai

    indikator keberhasilan yaitu sebesar 75%). Setelah dilaksanakan siklus II siswa

    yang tuntas belajar ada 10 siswa (dari 12 siswa) dengan persentase 88,3% (sudah

    tercapai indikator keberhasilan ≥ 75%). Dari uraian di atas disimpulkan bahwa

    model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division dapat

    meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan pada siswa

    kelas V SD Negeri Dlimas 01, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang tahun

    2011/2012. Berdasarkan hasil tersebut dirasakan bahwa model pembelajaran

    kooperatif tipe Student Teams Achievement Division merupakan suatu

    pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam kegiatan belajar karena dapat

    meningkatkan aktivitas belajar siswa, aktivitas mengajar guru dan hasil belajar

    siswa.

    Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang relevan di atas bahwa dengan

    pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Stahl (Isjoni,

    2013) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar

    siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial.

    Perilaku sosial yang dimaksud salah satunya adalah kerjsama sehingga kerjasama

    siswa juga dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif. Dalam

    penelitian ini, peneliti lebih menekankan kerjasama dan hasil belajar pada

    pembelajaran matematika siswa kelas V SDN Lemahireng 2 melalui model

    pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

  • 25

    2.3 Kerangka Pikir

    Berdasarkan permasalahan yang peneliti hadapi yaitu tentang kerjasama

    kelompok dan hasil belajar yang rendah dalam pembelajaran matematika siswa

    kelas V SDN Lemahireng 2 yang disebabkan karena model pembelajaran

    kelompok yang selama ini guru lakukan bukan model pembelajaran kooperatif,

    namun hanya sekedar pembelajaran kelompok untuk menyelesaikan tugas maka

    diperlukan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement

    Division (STAD). Dengan menerapkan model ini kesulitan siswa dalam belajar

    matematika dapat diatasi karena siswa dalam kelompok dituntut untuk saling

    membantu. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam kelompok bertanggung

    jawab agar semua anggota kelompok menguasai materi pembelajaran. Kesulitan

    siswa dalam menguasaimateri dapat ditangani karena siswa diberikan kesempatan

    untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya.

    Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

    Achievement Division (STAD) pada pembelajaran matematika diduga akan

    membuat siswa merasa senang dalam belajar dengan kegiatan berkelompok,

    menimbulkan kompetisi antar kelompok untuk dapat menjadi kelompok terbaik

    sehingga penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan

    berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

    Selain meningkatkan prestasi akademik siswa, melalui model ini

    ketrampilan sosial siswa juga dapat berkembang karena dalam kegiatan kelompok

    siswa akan belajar toleransi terhadap keberagaman anggota kelompok,

    bekerjasama dan saling menghargai pendapat. Secara sistematis kerangka berpikir

    seperti terdapat pada Gambar 2.1 berikut:

  • 26

    Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

    (STAD) dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar dalam pembelajaran

    matematika pada siswa kelas V semester II SDN Lemahireng 2 Kecamatan Bawen

    tahun ajaran 2013/2014.

    Kerjasama dan hasil

    belajar siswa pada

    pembelajaran

    matematika meningkat

    Hasil

    Kondisi

    Awal

    Guru menggunakan

    metode ceramah dan

    model pembelajaran

    kelompok yang bukan

    pembelajaran

    kooperatif

    Kerjasama siswa

    rendah dan hasil

    belajar siswa pada

    pembelajaran

    matematika rendah