batuan metamorf.docx

17
BATUAN METAMORF ANALISIS BATUAN METAMORF Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200- 350 o C < T < 650-800 o C) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Pembentukan Batuan Metamorf Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat- sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti

Upload: randy

Post on 14-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BATUAN METAMORF.docx

BATUAN METAMORFANALISIS BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen

maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur

serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses

diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan

yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses

metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3

km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses

metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat

karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak

bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak

termasuk pelapukan dan diagenesa.

Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,

biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi

merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-

batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat

menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas

diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses

metamorfisme.

Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai

dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat

yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi

selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam

batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang

terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-

mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas

antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari

metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk

secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan

muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.

Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan

konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-

Page 2: BATUAN METAMORF.docx

eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada

temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada

pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-

mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah

laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada

temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum

terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,

temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500

bar.

Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi

pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi

temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan

tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi

tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari

batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari

kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan

batuan metamorf yang lain.

Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)

metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme

tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf

tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan

penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada

batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan

tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan

sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Page 3: BATUAN METAMORF.docx

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat

rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga

didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf

dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T

dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P

dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas.

Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan

tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10).

Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada

lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan

metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif

bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan

metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Page 4: BATUAN METAMORF.docx

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku

(Gillen, 1982).

 

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen,

1982).

Pengenalan Batuan Metamorf

Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-

kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan

akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin

mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi.

Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan

dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini

terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama,

khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan

kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi.

Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang

menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal:

lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-

seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik

(seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis.

Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari

Page 5: BATUAN METAMORF.docx

mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)

disebut skistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity

menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.

Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu

didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk

batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-

tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran

mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada

metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar

3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf

baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan.

Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis;

slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur

hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.

Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf,

membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan

yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk

mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya

perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.

Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum

(Gillen, 1982).

Page 6: BATUAN METAMORF.docx

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang)

(Compton, 1985).

 

Struktur Batuan Metamorf

Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi

dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi

ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan

metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran

mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

Struktur Foliasi

a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih

(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.

b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,

jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.

Page 7: BATUAN METAMORF.docx

c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran

mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).

d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan

kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

 

Struktur Non Foliasi

a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral

relatif seragam.

b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran

terhadap batuan asal.

c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi

mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.

d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan

permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar

dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.

e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal

berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.

f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-

butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.

g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai

ukuran beragam.

h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang

berbentuk jarus atau fibrous.

 

Tekstur Batuan Metamorf

Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal

penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,

batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut

dengangranoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda

lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut

dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin

membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka

dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari

matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-

butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast

Page 8: BATUAN METAMORF.docx

biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar

disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat

diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat

daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk

material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya)

arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan

asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur

helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran

yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini

disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik

(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam

butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.

Tekstur Kristaloblastik

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak

kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam

penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan

tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13.

a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya

kristal besarnya disebut porfiroblast.

b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral

seragam.

c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling

sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.

d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral

prismatik yang sejajar dan terarah.

e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk

euhedral.

f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya

berbentuk anhedral.

 

Tekstur Palimpset

Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal

masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.

a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang

porfiritik.

Page 9: BATUAN METAMORF.docx

b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang

ukuran butirnya lebih besar dari pasir.

c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran

butirnya sama dengan pasir.

d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang

ukuran butirnya lempung.

 

Komposisi Batuan Metamorf

Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada

sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur

menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan

sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik,

atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral

tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf

dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress.

Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat

berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah

gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit,

kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti

stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya

berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan

kordierit.

Page 10: BATUAN METAMORF.docx

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).

A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur

Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose

dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik

lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika

halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar

blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H.

Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

Page 11: BATUAN METAMORF.docx

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen,

1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan

batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak

sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan

metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel

3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan

kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu

atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku

yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan

yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan

dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik

tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi

dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi

arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari

gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan

yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering

menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan

penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir

halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera

pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan

Page 12: BATUAN METAMORF.docx

secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin

mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih

tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-

mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity

yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi

lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat

diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau

kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi

kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari

tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan

batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif

kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral

yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi

mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya

menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering

ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit.

Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu,

dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi

mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit;

secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik

bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh

rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan

metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:

Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya

adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.

Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino

ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet

kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi

mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,

felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.

Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar

kuarsa dan/atau felspar.

Page 13: BATUAN METAMORF.docx

Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-

butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast

atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama

disebut granofels.

Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh

pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi

protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen

yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan

sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari

kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan

karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang

terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.

Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral

kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena

perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

Page 15: BATUAN METAMORF.docx