laporan akhir penelitian hibah penelitian...

97
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL KARAKTERISTIK SUMBERDAYA GEOLOGI DI KAWASAN JAWA BARAT BAGIAN SELATAN SEBAGAI REFERENSI PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF Oleh: Prof. Dr. Ir. Adjat Sudradjat, M.Sc. Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA. Ir. Nana Sulaksana, MSP. Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT. DIBIAYAI OLEH DANA DIPA UNIVERSITAS PADJADJARAN SESUAI DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NO: 1159/H6.1/Kep/HK/2009 Tanggal 14 April 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI NOVEMBER 2009

Upload: nguyenque

Post on 02-Mar-2019

257 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

KARAKTERISTIK SUMBERDAYA GEOLOGI

DI KAWASAN JAWA BARAT BAGIAN SELATAN

SEBAGAI REFERENSI PENGEMBANGAN

SUMBER ENERGI ALTERNATIF

Oleh:

Prof. Dr. Ir. Adjat Sudradjat, M.Sc.

Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA.

Ir. Nana Sulaksana, MSP.

Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT.

DIBIAYAI OLEH DANA DIPA UNIVERSITAS PADJADJARAN

SESUAI DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN

NO: 1159/H6.1/Kep/HK/2009

Tanggal 14 April 2009

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

NOVEMBER 2009

RINGKASAN

Aspek pemanasan global, energi alternatif, dan keterbatasan wilayah Jawa Barat

bagian selatan menjadi latar belakang penelitian ini. Keterbatasan kesampaian daerah

dengan topografi relatif terjal dan kesuburan tanah pertanian relatif rendah, diimbangi

dengan ketersediaan potensi geologi lainnya. Morfologi bergunung-gunung dengan

anak-anak sungai berlembah sempit dan berjeram merupakan tempat yang sesuai bagi

pengembangan energi mikro hidro. Akses jalan yang sulit, memungkinkan potensi

pemanfaatan energi mikro hidro dapat berkembang di kawasan ini.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung pengembangan wilayah Jawa

Barat bagian selatan serta pengurangan penggunaan energi fosil sebagai upaya

mereduksi pemanasan global. Hal ini juga sejalan dengan Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang

dianut Universitas Padjadjaran, yaitu ”bina mulia hukum dan lingkungan hidup dalam

pembangunan nasional”. Sedangkan tujuan yang akan dicapai adalah identifikasi

bentangalam secara kualitatif-kuantitatif, memetakan karakteristik Daerah Aliran

Sungai (DAS) di bagian hulu, inventarisasi potensi debit air sungai, memperkirakan

potensi energi listrik, dan desain kawasan pengembangan.

Sistematika penelitian didasarkan atas pola pikir bahwa peristiwa geologi masa

lampau, seiring dengan perkembangannya menghasilkan bentangalam yang khas.

Keberadaan energi mikro hidro sangat terkait dengan karakteristik morfologi tertentu

yang perlu diinventarisasi dan dipetakan keberadaannya. Hasil kegiatan berupa data

dasar dan distribusi spasial potensi energi mikro / mini hidro perlu disosialisasikan,

baik kepada masyarakat, pemerintah daerah setempat, maupun investor yang berniat

menanamkan modalnya.

Karakteristik sumberdaya geologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan terdiri

atas geomorfologi, litologi, dan struktur geologi. Sungai-sungai membentuk pola

pengaliran rektangular, trellis, radial, paralel, dendritik, anular, multibasinal, dan

anastomotik. Pada morfologi perbukitan berlereng terjal, biasanya banyak ditemukan air

terjun. Ragam batuan meliputi batuan vulkanik, batuan metamorf, batuan sedimen,

batuan terobosan, dan endapan. Batuan ini berumur Oligosen hingga Resen. Kawasan

Jawa Barat bagian selatan secara tektonik berdekatan dengan zona subduksi di selatan

Jawa. Aktivitas subduksi ini masih tinggi, yang ditengarai oleh kejadian gempabumi

yang sering terjadi. Kondisi ini menjadi salah satu kendala dalam pengembangan

wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Sumber daya air di kawasan Jawa Barat bagian selatan terdiri atas aliran air

permukaan berupa sungai-sungai dan mata air. Wilayah ini dapat dibagi dalam 20 DAS.

Masing-masing DAS memiliki morfometri yang berbeda-beda. Sebagian besar bentuk

DAS menyerupai bulu burung dan sebagian lagi berbentuk kompleks. Dalam kaitannya

dengan debit air permukaan, maka DAS berbentuk bulu burung memiliki debit yang

relatif tinggi dibandingkan dengan DAS yang kompleks. Bentuk DAS yang relatif

memanjang juga akan menguntungkan untuk pengusahaan energi listrik mini hidro atau

mikro hidro karena sungai-sungai tersebut memiliki gradien yang tinggi. Kawasan

Cianjur bagian selatan memiliki potensi energi mini hidro dan mikro hidro yang

berlimpah dibandingkan wilayah lainnya. Kawasan yang memiliki potensi tinggi (lebih

dari 1000 watt) terdapat di wilayah perbukitan / pegunungan terjal.

iii

SUMMARY

The research backgrounds are global warming aspect, alternative energy, and

limitation of southern part of West Java. The limited accessibility caused by steep

topography and low richness of agriculture terrain. Nevertheless, it is well-balanced by

available of the other geological potency. Mountainous morphology, tributary with

narrow valley and its rapids are fit location for development of micro-mini hydro

energy. The difficult accessibility enables usage micro-mini hydro can develop in here.

Purpose of the research is support to development of southern part of West Java

region and decrease usage fossil energy in connection with global warming reduction.

That is concord with the main scholarly pattern of University of Padjadjaran, i.e.

building glorious law and life environment in national development. Whereas, the

objective of research are quantitative-qualitative land form identification, mapping of

river basin characteristic, calculation of river discharge, estimate potency of electric

energy, and design development area.

Research system based on mind pattern that ancient geological event in a line

result the unique landform. Existence of micro-mini hydro energy very related to certain

morphological characteristic. It is important for inventory and maps their existence.

The result of research, i.e. database and spatial distribution of potency of micro-mini

hydro energy necessary inform to local community, local government, as well as

investor.

The characteristic of geological resources in southern part of West Java consist

of geomorphology, lithology, and geological structure. The rivers compose drainage

pattern, i.e. rectangular, trellis, radial, parallel, dendritic, and annular. Many

waterfalls are found in steeply slope of range of hill. Variously lithologies are volcanic

rock, metamorphic rock, sedimentary rock, intrusive rock, and material deposit. The old

of them are Oligocene to Recent. The tectonic of West Java is controlled by subduction

zone in southern part of Java. The activity of subduction zone is very high. It is

indicated by earthquakes that often occur. They become constraint in development of

southern part of West Java.

Water resources in southern part of West Java consist of surface run off as

rivers and spring. The area can divide into twenty basins. Every basin Morphometry is

difference. Largely basin shape similar feather, but another is complex. In connection

with water flow discharge then basin shape is like feather have higher discharge than

complex one. Elongated basin is good for mini-hydro or micro-hydro energies because

they have gradient is high. The southern part of Cianjur area rich potency of micro-

hydro and mini-hydro energies. That electric potency pass 1000 watt.

iv

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat izin-

Nya laporan akhir hasil penelitian yang dibiayai oleh Dana DIPA Universitas

Padjadjaran sesuai dengan SK Rektor Universitas Padjadjaran No.

1159/H6.1/Kep/HK/2009 Tanggal 14 April 2009 dapat diselesaikan. Tidak lupa kami

ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu

baik berupa materi maupun non-materi sehingga penelitian ini dapat terlaksana, semoga

Tuhan selalu memberikan rahmat-Nya.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh aspek pemanasan global, energi alternatif,

dan keterbatasan aksesibilitas wilayah Jawa Barat bagian selatan. Pemasalahan utama

yang menjadi fokus penelitian adalah bahwa kawasan Jawa Barat bagian selatan selama

ini diketahui sebagai daerah pendukung yang belum berkembang secara optimal.

Berbagai kendala dialami daerah ini sehingga peranannya dalam pembangunan

nasional, khususnya Jawa Barat, masih sangat terbatas. Sumber daya alam di kawasan

ini cukup mendukung untuk melakukan perubahan, setidaknya dalam aspek

kemandirian energi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung pengembangan

wilayah Jawa Barat bagian selatan serta pengurangan penggunaan energi fosil sebagai

upaya mereduksi pemanasan global. Sistematika penelitian didasarkan atas pola pikir

bahwa peristiwa geologi masa lampau, seiring dengan perkembangannya menghasilkan

bentangalam yang khas. Keberadaan energi listrik tenaga mikro hidro dan mini hidro

sangat terkait dengan karakteristik morfologi tertentu yang perlu diinventarisasi dan

dipetakan keberadaannya.

Laporan ini terbagi dalam enam bab meliputi pendahuluan, tinjauan pustaka,

tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, hasil dan pembahasan serta

kesimpulan dan saran. Di samping penjelasan dilakukan secara sistematik, laporan ini

juga dilengkapi dengan gambar / ilustrasi berupa peta-peta tematik.

Akhirnya kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang terkait atau yang membutuhkannya.

Bandung, November 2009

Tim Peneliti

v

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ........................................................ i

RINGKASAN ........................................................................................................... ii

SUMMARY ............................................................................................................... iii

PRAKATA ................................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI .......................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................

1.1. Latar Belakang Penelitian ..............................................................

1.2. Maksud Peneltian ..........................................................................

1.3. Permasalahan ..................................................................................

1.4. Personalia .......................................................................................

1.5. Lokasi Penelitian ............................................................................

1

1

2

2

3

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

2.1. Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan ..............................................

2.2. Tatanan Geologi Regional .............................................................

2.3. Teknologi Pembangkit Energi Listrik Skala Kecil ........................

2.4. Kemajuan Penelitian .....................................................................

7

7

8

12

14

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .........................................

3.1. Tujuan Penelitian .............................................................................

3.2. Manfaat Penelitian ..........................................................................

16

16

17

BAB IV METODE PENELITIAN ......................................................................

4.1. Bahan/Subjek/Objek Penelit .........................................................

4.2. Cara Perolehan Data ......................................................................

4.3. Sistematika Penelitian ...................................................................

4.4. Jadwal Penelitian ...........................................................................

18

18

19

20

22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

5.1. Karakeristik Sumber Daya Geologi ...............................................

5.2. Sumber Daya Air ............................................................................

5.3. Potensi Energi Listrik Tenaga Mini hidro dan Mikro hidro ...........

5.4. Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan .....................

24

24

45

55

58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................

6.1. Kesimpulan .....................................................................................

6.2. Saran ...............................................................................................

64

64

66

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 67

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Alokasi waktu penelitian .............................................................. 22

Tabel 2. Potensi energi listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro di

wilayah Jawa Barat bagian selatan ...............................................

55

vii

DAFTAR GAMBAR / ILUSTRASI

Halaman

Gambar 1. Personalia penelitian ....................................................................... 3

Gambar 2. Lokasi daerah penelitian ................................................................. 5

Gambar 3. Fisiografi wilayah Jawa bagian barat (Van Bemmelen, 1949) ........ 8

Gambar 4. Distribusi spasial litologi di kawasan Pegunungan Selatan ............ 11

Gambar 5. Komponen - komponen pembangkit listrik mikro hidro

("http://www.w3.org/1999/xhtml", 2007) ......................................

13

Gambar 6. Sistematika penelitian ”karakteristik sumberdaya geologi di

kawasan Jawa Barat bagian selatan sebagai referensi

pengembangan energi alternatif”......................................................

21

Gambar 7. Kerangka dan tahapan penelitian .................................................... 23

Gambar 8. Distribusi elevasi bentangalam di kawasan Jawa Barat bagian

selatan ..............................................................................................

26

Gambar 9. Cagar alam di wilayah Jawa Barat bagian selatan .......................... 27

Gambar 10. Gawir sesar G.Subang di wilayah Cianjur bagian selatan .............. 28

Gambar 11. Gawir sesar di sekitar lembah S.Cipandak di Naringgul, kawasan

Cianjur Selatan ................................................................................

28

Gambar 12. Korelasi satuan batuan di wilayah Cianjur bagian selatan

(Koesmono dkk., 1996) ...................................................................

35

Gambar 13. Endapan piroklastik (Qtv) yang tersingkap di hulu S.Cipandak ..... 36

Gambar 14. Batupasir pada Formasi Bentang di Desa Panglayungan di

kawasan pantai segmen Sindangbarang-Cidaun .............................

37

Gambar 15. Gumuk-gumuk pasir di sepanjang pantai Cidaun wilayah Cianjur

Selatan yang banyak mengandung pasir besi ..................................

37

Gambar 16. Korelasi satuan batuan yang terdapat di wilayah Garut bagian

selatan (Alzwar dkk., 1992) ............................................................

38

Gambar 17. Indikasi struktur geologi pada singkapan lava (F.Jampang) yang

tersingkap di perbatasan Garut-Tasikmalaya bagian selatan ..........

41

Gambar 18. Korelasi satuan batuan di wilayah Tasikmalaya bagian selatan

(Supriatna dkk., 1992) .....................................................................

42

viii

Gambar 19. Episentrum gempa di wilayah Indonesia (Soehaimi dkk., 2004) ..... 44

Gambar 20. Distribusi spasial DAS di wilayah Jawa Barat bagian selatan ........ 46

Gambar 21. Air terjun di wilayah Tasikmalaya bagian selatan, tepatnya pada

koordinat 7039’45,6” LS dan 108

011’32,4” BT ..............................

48

Gambar 22. Air terjun di wilayah Tasikmalaya bagian selatan, tepatnya pada

koordinat 70

39’12,1” LS dan 1080

4’44,0” BT ...............................

48

Gambar 23. Air terjun di Desa Neglasari Kabupaten Garut bagian selatan,

tepatnya pada koordinat 7041’49,2” LS dan 107

058’57,1” BT ......

49

Gambar 24. Air terjun alami di Neglasari Kabupaten Garut, pada koordinat

7030’17,9” LS dan 107

048’50,3” BT ..............................................

49

Gambar 25. Air terjun di Neglasari Kabupaten Garut, pada koordinat

7029’42,8” LS dan 107

049’33,1” BT ..............................................

50

Gambar 26. Curug Orok di Kabupaten Garut bagian selatan, pada koordinat

7023’12,9” LS dan 107

044’9,6” BT ................................................

50

Gambar 27. Air terjun di Kampung Pojok Kabupaten Sukabumi, pada

koordinat 60

56,983’ LS dan 1060

33,286’ BT ...............................

51

Gambar 28. Curug Gentong di Kabupaten Sukabumi, pada koordinat 70

11,175’ LS dan 1060

36,988’ ..........................................................

51

Gambar 29. Curug Cikante di Kabupaten Sukabumi pada koordinat 70

16,085’

LS dan 1060

37,496’ BT .................................................................

52

Gambar 30. Air terjun di antara jalur Cibeber-Campaka Wilayah Kabupaten

Cianjur pada koordinat 107o 8,762’ BT dan 6

o 58,655’ LS ………

53

Gambar 31. Penduduk memanfaatkan debit air S. Cisadea sebagai sumber

energi listrik mikro hidro, lokasi pada koordinat 107° 8' 36,6" dan

7° 22' 8,16" ……………………………………………………….

53

Gambar 32. Air terjun pada gawir sesar di lembah S.Cipandak bagian hulu

wilayah Kabupaten Cianjur ……………………………………….

54

Gambar 33 Potensi energi listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro di wilayah

Jawa Barat bagian selatan ……………………………...................

57

Gambar 34 Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk mendukung

pengembangan wilayah di kawasan Jawa Barat bagian selatan …..

63

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis mikroskopik batuan

Lampiran 2 Hasil perhitungan potensi energi listrik tenaga mini hidro dan mikro

hidro di wilayah Jawa Barat Selatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Beragam isue terkait dengan penurunan kualitas lingkungan akibat penggunaan

energi fosil yang berlebihan berkembang di berbagai belahan bumi, bahkan sudah

menjadi isue global. Masing-masing negara dan kelompok-kelompok pemerhati

lingkungan mulai mengembangkan energi alternatif. Air sebagai bahan yang berlimpah

di planet Bumi, merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat

dikembangkan. Energi listrik dapat dibangkitkan oleh aktivitas air dengan beragam cara,

misalnya pasang surut dan air terjun. Bahkan energi nuklir dengan teknik fusion dapat

diperoleh dengan memanfaatkan unsur Hidrogen dari air.

Aspek pemanasan global, energi alternatif, dan keterbatasan aksesibilitas

wilayah Jawa Barat bagian selatan menjadi latar belakang dilaksanakannya penelitian

yang berjudul ”Karakteristik Sumberdaya Geologi di Kawasan Jawa Barat Bagian

Selatan Sebagai Referensi Pengembangan Sumber Energi Alternatif”. Kawasan Jawa

Barat bagian selatan banyak menyimpan potensi sumber daya alam yang belum

dikembangkan. Keterbatasan kesampaian daerah dengan topografi yang relatif terjal

dan kesuburan tanah pertanian relatif rendah, diimbangi oleh ketersediaan potensi

geologi lainnya. Potensi tersebut di antaranya adalah pemandangan alam yang relatif

masih asri, sumberdaya mineral logam, sumberdaya mineral non logam, sumberdaya

energi panas bumi, sumberdaya air, dll. Potensi geologi di wilayah tersebut perlu

didukung untuk dapat dikembangkan, terutama yang berhubungan langsung dengan

kebutuhan masyarakat setempat, yaitu energi. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat setempat, juga untuk mendukung pembangunan di wilayah sekitarnya.

Energi yang bersumber dari sumber daya alam yang terbarukan, dalam hal ini

air, merupakan salah satu alternatif bagi solusi masalah krisis energi, khususnya bagi

masyarakat di daerah terisolir. Mikro hidro dan mini hidro adalah mesin yang dapat

membangkaitkan energi listrik dalam skala rumah tangga atau industri kecil. Peralatan

yang sederhana, murah, dan mudah pemeliharaannya menjadi alasan penggunaan alat

ini. Bahkan melalui pelatihan singkat, penduduk dapat merakit sendiri. Di beberapa

2

wilayah Indonesia, bahkan penggunaan alat ini menjadi andalan masyarakat setempat

dalam merespon krisis energi listrik.

Morfologi yang bergunung-gunung dengan anak-anak sungai yang berlembah

sempit dan berjeram, merupakan tempat yang sesuai bagi pengembangan energi mikro

hidro dan mini hidro. Akses jalan yang sulit, memungkinkan potensi pemanfaatan

energi tersebut dapat berkembang di kawasan ini.

1.2. Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendukung pengembangan wilayah Jawa

Barat bagian selatan serta pengurangan penggunaan energi fosil sebagai upaya

mereduksi pemanasan global. Penelitian ini juga sejalan dengan Pola Ilmiah Pokok

(PIP) yang dianut Universitas padjadjaran, yaitu ”bina mulia hukum dan lingkungan

hidup dalam pembangunan nasional”. Sedangkan tujuan yang akan dicapai adalah

identifikasi bentangalam secara kualitatif dan kuantitatif, memetakan Daerah Aliran

Sungai (DAS) di bagian hulu, inventarisasi dan menghitung debit air sungai,

memperkirakan potensi energi listrik, dan desain kawasan pengembangan.

Partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah, terkait dengan berlakunya

otonomi pemanfaatan energi di setiap daerah, perlu diberdayakan. Penelitian ini dapat

menjadi penghubung untuk merealisasikan dan mensukseskan pembangunan di daerah,

khususnya kawasan Jawa Barat bagian selatan.

1.3. Permasalahan

Kawasan Jawa Barat bagian selatan selama ini diketahui sebagai daerah

pendukung yang belum berkembang secara optimal. Berbagai kendala dialami daerah

ini sehingga peranannya dalam pembangunan nasional, khususnya Jawa Barat, masih

sangat terbatas. Secara geografis, daerah ini sebenarnya sangat ideal sebagai pendukung

untuk wilayah di bagian tengah Jawa Barat yang sudah tumbuh terlebih dahulu, yaitu

pusat perkembangan sepanjang jalur Banjar – Tasikmalaya – Bandung – Cianjur –

Bogor. Para ahli geologi menyebutnya sebagai wilayah ”depresi bagian tengah Jawa

Barat” (van Bemmelen, 1949). Secara geologis, pusat-pusat pertumbuhan ini dikenal

juga dengan nama cekungan antar pegunungan (Sudradjat, 1992). Pada umumnya

wilayah di cekungan antar pegunungan terisi oleh endapan aluvium yang subur untuk

3

pertanian, di samping kemudahan dalam kesampaian daerah. Sumberdaya air berlimpah

di wilayah cekungan antar pegunungan ini. Sementara itu, di bagian selatan, morfologi

yang relatif terjal dan aksesibilitas kurang baik. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan

standar bagi pengembangan di kawasan ini agak terhambat.

Energi merupakan kebutuhan utama dalam seluruh aktivitas kehidupan.

Ketersediaan energi yang mencukupi menjadi kendala utama di kawasan Jawa Barat

bagian selatan. Industri skala kecil hingga menengah kurang berkembang. Oleh karena

itu diperlukan upaya khusus untuk dapat mengatasi permasalahan ketersediaan energi,

terutama energi listrik. Kondisi morfologi yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit

dengan hutannya yang masih lebat, menjadi indikasi awal adanya potensi energi yang

dapat dikembangkan, yaitu sumber daya air. Setidaknya energi yang dapat dihasilkan

dapat untuk memenuhi kebutuhan standar rumah tangga dan industri skala kecil.

Berkaitan dengan fenomena ketersediaan energi yang bersumber dari air yang

berlimpah, maka diperlukan usaha untuk menginventarisasi sumber daya tersebut.

Lokasi yang tepat dan informasi potensi yang dapat dikembangkan perlu diketahui. Peta

distribusi spasial dan informasi potensi energi tersebut perlu dibuat untuk memudahkan

masyarakat dan pemerintah daerah setempat dalam pemanfaatannya.

1.4. Personalia

Personalia penelitian terdiri atas ketua tim peneliti dan 3 (tiga) orang anggota.

Penelitian ini juga didukung oleh tenaga administrasi, teknisi dan 4 (empat) orang

mahasiswa. Adapun susunan tim peneliti ditampilkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Personalia penelitian

Ketua Tim:

Prof. Dr. H. Adjat Sudradjat, Ir., M.Sc.

Anggota:

1. Dr. Ir. Ildrem Syrafri, DEA. 2. Ir. H. Nana Sulaksana, Ir., MSP.

3. Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT.

Teknisi Tenaga Administrasi Mahasiswa

4

Masing-masing ketua dan anggota peneliti memiliki tugas dan tanggung jawab

untuk menyelesaikan penelitian ini. Berikut ini adalah tugas masing-masing sebagai

ketua dan anggota peneliti:

1. Prof. Dr. Ir. H. Adjat Sudradjat, M.Sc. (Ketua)

- Koordinasi kegiatan penelitian.

- Analisis citra Landsat

- Observasi lapangan ke wilayah Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan

Kabupaten Cianjur.

- Penyusunan laporan kemajuan.

- Kompilasi data untuk penyusunan laporan akhir.

- Penyusunan laporan akhir dan artikel ilmiah.

2. Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA. (Anggota)

- Melakukan observasi lapangan di wilayah Kabupaten Garut, Kabupaten

Tasikmalaya, dan Kabupaten Cianjur.

- Membahas karakteristik batuan (petrologi).

- Kompilasi data untuk penyusunan laporan akhir.

3. Ir. H. Nana Sulaksana, MSP. (Anggota)

- Melakukan observasi lapangan di wilayah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten

Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Cianjur.

- Analisis morfometri dan perhitungan data potensi energi listrik.

- Desain pengembangan wilayah

- Kompilasi data untuk penyusunan laporan akhir.

4. Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT. (Anggota)

- Analisis citra Landsat.

- Penyusunan data dijital.

- Melakukan observasi lapangan di wilayah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten

Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Cianjur.

- Penyusunan laporan kemajuan

- Pertanggungjawaban keuangan

- Analisis morfometri dan perhitungan data potensi energi listrik.

- Kompilasi data untuk penyusunan laporan akhir.

- Penyusunan laporan akhir.

5

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Jawa Barat bagian selatan (Gambar 2).

Wilayah ini secara administratif, terdiri atas beberapa kabupaten, yaitu sukabumi,

Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya. Namun demikian tidak seluruh wilayah kabupaten

diteliti pada kesempatan ini.

Gambar 2. Lokasi daerah penelitian

Sasaran penelitian adalah daerah yang masih terisolir, pada umumnya terletak di

lereng selatan pegunungan yang membujur dari Sukabumi hingga ke Tasikmalaya.

Pegunungan ini dikenal sebagai Pegunungan Selatan Jawa Barat. Batuan yang relatif

keras dengan adanya pengaruh struktur geologi di beberapa tempat, memungkinkan

membentuk morfologi seperti yang ada sekarang. Hulu sungai yang relatif sempit

dengan kemiringan lereng terjal memungkinkan debit air sungai relatif tinggi. Hal ini

sangat mendukung untuk pengembangan energi mini hidro dan mikro hidro.

Selain observasi langsung ke wilayah Jawa Barat bagian selatan, kegiatan

penelitian juga dilakukan di laboratorium dan studio. Observasi lapangan diperlukan

109o BT ; 8o LS

106o BT ; 6o LS

6

untuk pemetaan sumber daya geologi dan pengukuran potensi energi mikro hidro atau

mini hidro. Sementara itu, kegiatan di laboratorium berupa analisis sampel batuan yang

diperoleh dari kegiatan observasi lapangan. Kegiatan studio meliputi perhitungan

potensi sumber energi mikro dan mini hidro, analisis data, pembuatan peta, dan

penyusunan laporan.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan

Wilayah Jawa Barat bagian selatan secara administrasi termasuk dalam Propinsi

Jawa Barat. Kawasan tersebut terbagi atas beberapa kabupaten, yaitu Kabupaten

Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya. Namun

tidak seluruh wilayah kabupaten tersebut yang dimaksud dengan Jawa Barat bagian

selatan. Hanya wilayah yang relatif terisolir, dengan topografi bergunung-gunung dan

berlembah curam yang dimaksud dengan wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Pembangunan di wilayah Jawa Barat bagian selatan, relatif kurang pesat.

Kondisi ini bisa dimaklumi, mengingat unsur-unsur penunjang berlangsungnya

pembangunan tidak selengkap wilayah Jawa Barat lainnya. Investor yang terkait dengan

berlangsungnya pembangunan juga kurang berminat menanamkan modalnya. Penduduk

dan pemerintah daerah setempat hanya mengandalkan fasilitas seadanya untuk

menunjang pembangunan.

Potensi energi listrik sebagai kebutuhan utama bagi kehidupan di zaman modern

sebenarnya banyak tersedia di sekitar kawasan ini. Pembangkit Listrik Tenaga Panas

Bumi (PLTP) yang aktif beroperasi berada di sekitar kawasan ini, yaitu PLTP Wayang-

Windu dan PLTP Kamojang. Kedua PLTP terletak di perbatasan Kabupaten Garut dan

Kabupaten Bandung. Namun potensi energi listrik ini tidak sepenuhnya memasok

kebutuhan listrik di kawasan Jawa Barat bagian selatan. Oleh karena itu, diperlukan

terobosan teknologi untuk dapat mencukupinya, terutama sumber energi alternatif

lainnya.

Topografi yang relatif terjal hingga ke arah pantai selatan Jawa, terutama untuk

wilayah selatan Kabupaten Garut dan Cianjur, merupakan kondisi alam yang

memungkinkan untuk tersedianya sumber daya air permukaan yang berlimpah. Sungai-

sungai yang berjeram, memiliki debit yang mencukupi untuk membangkitkan energi

listrik dalam skala kecil. Energi ini setidaknya dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga dan industri skala kecil, misalnya pabrik penggilingan tepung beras, pabrik tahu,

pabrik gula merah, pabrik krupuk, dll. Potensi ini bila dikelola dengan baik dapat

menunjang kemandirian energi listrik di kawasan Jawa Barat bagian selatan.

8

2.2. Tatanan Geologi Regional

Pulau Jawa adalah bagian dari busur Sunda yang membentang dari P. Sumatera,

P. Jawa hingga Nusa Tenggara. Keberadaan busur kepulauan tersebut tidak terlepas dari

adanya interaksi lempeng yang telah berlangsung sejak Miosen Awal atau Cretaceous

Akhir (Situmorang et al., 1976) yaitu lempeng samudera Indo-Australia bergerak ke

arah utara menunjam di bawah tepian benua Eurasia yang relatif stabil (Baumann et al.,

1972). Tatanan unsur tektonik lempeng dari selatan ke utara berturut-turut adalah

palung Jawa, busur luar non-volkanik, cekungan muka busur, jalur volkanik dan

cekungan belakang busur. Pulau Jawa dalam tatanan tersebut termasuk dalam jalur

volkanik.

Gamba 3. Fisiografi wilayah Jawa bagian barat (Van Bemmelen, 1949)

Van Bemmelen (1949) membagi Jawa bagian barat menjadi 6 (enam) jalur

fisiografi, yaitu dataran pantai Jakarta (dataran aluvial Jawa Utara), zona Bogor, zona

depresi tengah & zona Bandung, kubah dan punggungan dalam zona depresi bagian

tengah, gunungapi (vukanik) Kuarter, dan zona pegunungan selatan (Gambar 3).

Berdasarkan karakter sedimen dan tektonik, wilayah Jawa bagian barat dapat dibagi

menjadi 4 (empat) mandala sedimentasi, yaitu blok Banten, blok pegunungan Jawa

9

Barat Selatan, blok Bogor dan blok Jakarta-Cirebon (Martodjojo, 1984). Daerah

penelitian dalam tatanan fisiografi termasuk dalam zona pegunungan selatan atau

termasuk dalam blok pegunungan selatan Jawa Barat menurut tatanan karakter sedimen

dan tektonik.

Pegunungan Selatan terhampar di bagian selatan Jawa Barat. Pegunungan ini

dimulai dari daerah Sukabumi di bagian barat, menerus ke timur dan berakhir di dekat

Cilacap. Lebar pegunungan ini sekitar 40 s/d 50 km (Afandi dkk., 1992). Bagian barat

di wilayah Sukabumi terletak pada ketinggian kurang lebih 1.000 mdpl, di beberapa

tempat terdapat volcanic neck dengan ketinggian mencapai kurang lebih 1.300 mdpl.

Kemiringan lerengnya berkisar antara 15o s/d 60

o. Bagian ini merupakan wilayah yang

tererosi kuat. Bagian tengah, yaitu di sekitar Pangalengan terletak pada ketinggian

kurang lebih 2.182 mdpl, merupakan wilayah tertinggi. Satuan morfologi ini melandai

hingga ketinggian 1.000 mdpl. Secara umum kemiringan lereng satuan morfologi ini

berkisar pada 15o s/d 40

o.

Batuan tertua pada blok Pegunungan Selatan adalah kelompok melange yang

terdiri atas basal, gabro, serpentinit, dan sedikit batuan metamorfik. Kelompok melange

ini berumur Kapur Akhir hingga Eosen. Di atas melange berturut turut terdapat Formasi

Ciletuh (endapan turbidit berumur Eosen), batupasir kuarsa konglomeratan Formasi

Bayah (endapan transisi / sistem delta – fluviatil berumur Oligosen Akhir), secara tidak

selaras ditindih batugamping Formasi Rajamandala (N5) yang bagian bawahnya

bersilang jari dengan Formasi Jampang selanjutnya hingga N7 berkembang endapan

volkanik Formasi Jampang. Fasies breksi dan lava dari Formasi Jampang berubah

secara lateral ke arah cekungan menjadi endapan volkanik turbidit diikuti oleh Formasi

Citarum dan Formasi Saguling di bagian barat sedangkan di blok pegunungan selatan

dijumpai breksi Formasi Saguling (N8) di atas Formasi Jampang. Pada Miosen Tengah

daerah Pegunungan Selatan berubah menjadi darat, diikuti genang laut pada N12

menghasilkan batugamping Formasi Bojonglopang. Secara regresif diendapkan

lempung Formasi Nyalindung yang kaya moluska, dilanjutkan dengan pengendapan

batuan vokanik Formasi Beser pada akhir Miosen Tengah (N14). Kala Pliosen

diendapkan batupasir tufaan Formasi Bentang (endapan volkanik). Polaritas sedimentasi

sejak Kala Miosen berasal dari selatan menuju ke utara, sedangkan sedimen yang lebih

tua (Paleogen) bersumber di Utara menuju ke Selatan.

10

Purnomo dan Purwoko (1994) mengemukakan stratigrafi P.Jawa dipengaruhi

proses tektonik dan perubahan muka laut global. Secara umum dapat dibagi dalam 4

siklus pengendapan, yaitu: Fase transgresi Eosen-Oligosen Awal, Fase transgresi

Oligosen Akhir – Miosen Awal, Fase regresi Miosen Tengah dan Fase regresi Miosen

Akhir-Pliosen. Struktur Tersier di P.Jawa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

Paleogene extensional rifting, Neogene compressional wrenching dan Plio-Pleitocene

compressing thrust-folding

Sesar naik merupakan sesar yang dominan di busur volkanik Jawa, dimulai dari

selatan pada Kala Miosen Awal dan berkembang ke utara hingga sekarang (Martodjojo,

1994). Pergerakan sesar naik ini mengakibatkan terbentuknya cekungan di bagian depan

dari blok yang terangkat sekaligus merupakan asal dari endapan turbidit pengisi

cekungan. Sejarah geologi Jawa Barat sejak akhir Mesozoikum hingga akhir Tersier

merupakan akumulasi dari beberapa sistem deformasi. Struktur geologi yang

berkembang di Jawa Barat dikelompokkan dalam 4 pola, yaitu Pola Struktur Meratus

(NE-SW), Pola Struktur Sunda (N-S), Pola Struktur Sumatera (NW-SE) dan Pola

Struktur Jawa (E-W) (Pulunggono dan Martodjojo, 1994).

Geologi daerah penelitian telah dipetakan dalam Peta Geologi Regional skala

1:100.000 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), yang kini namanya

menjadi Pusat Survei Geologi (PSG) Bandung. Lembar peta tersebut adalah sbb.:

- Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa (Sukamto, 1975)

- Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa (Koesmono dkk., 1996)

- Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk, Jawa (Alzwar dkk., 1992)

- Peta Geologi Lembar Karangnunggal, Jawa (Supriatna dkk., 1992)

- Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, Jawa (Budhitrisna, 1986)

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka kawasan Jawa Barat bagian selatan,

batuan penyusunnya dapat dikelompokkan dalam batuan Pra Tersier (Ptm), batuan

sedimen Paleogen (Tps), batuan sedimen Oligo-Miosen (Toms), batugamping berumur

Oligo-Miosen (Toml), batuan gunungapi Oligo-Miosen (Tomv), batuan sedimen Mio-

Pliosen (Tns), batugamping Mio-Pliosen (Tnl), batuan terobosan Neogen(Tni), batuan

sedimen Plio-Plistosen (Tqs), batuan gunungapi Plio-Plistosen (Tqv), batuan gunungapi

Kuarter (Qv), dan endapan aluvial & endapan Kuarter (Qa). Distribusi spasial

keberadaan beragam tipe batuan tersebut ditampilkan dalam Gambar 4.

11

Gam

bar

4. D

istr

ibusi

sp

asia

l li

tolo

gi

di

kaw

asan

Peg

unungan

Sel

atan

12

2.3. Teknologi Pembangkit Energi Listrik Skala Kecil

Mikro hidro merupakan salah satu program utama pengembangan energi

alternatif yang dimuat dalam blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025,

khususnya untuk bidang pembangkitan tenaga listrik (Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral, 2005). Teknologi pembangkit energi listrik skala kecil dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikro hidro dan mini hidro. Mikro hidro dan mini

hidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang

menggunakan sumber energi air. Sumber daya penghasil listrik pada sistem ini berupa

air yang memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dari instalasi. Semakin besar

kapasitas aliran dan ketinggiannya, maka akan semakin besar energi listrik yang

dihasilkan. Instalasi mikro hidro biasanya menghasilkan daya lebih rendah dari 100 W,

sedangkan untuk daya berkisar 100 s/d 5000 W digunakan mini hidro.

Energi listrik yang dihasilkan dapat diketahui dengan mudah. Perhitungan daya

dan energi listrik pada sistem Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dapat

dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu daya poros turbin (1), daya yang ditransmisikan

ke generator (2), dan daya yang dibangkitkan generator (3).

Pt = 9,81 x Q x H x nt ............................................................... (1)

Ptrans = 9,81 x Q x H x nt x nbelt ............................................................... (2)

P = 9,81 x Q x H x nt x nbelt x ngen ................................................................ (3)

Keterangan:

Pt = Daya poros turbin

Ptrans = Daya yang ditransmisikan ke generator

P = Daya yang dibangkitkan generator

Q = Debit air (m3/detik)

H = Ketinggian efektif (m)

13

nt = efisiensi turbin

0,74 untuk turbin crossflow T-14

0,75 untuk turbin propeller open flume lokal

nbelt = 0,98 untuk flat belt dan 0,95 untuk V belt

ngen = efisiensi generator

Daya yang dibangkitkan generator (P) inilah yang akan disalurkan ke pengguna.

Dalam perencanaan jumlah kebutuhan daya di pusat beban harus di bawah kapasitas

daya terbangkit, sehingga tegangan listrik stabil dan sistem menjadi lebih handal

(berumur panjang).

Gambar 5. Komponen-komponen pembangkit listrik mikro hidro

("http://www.w3.org/1999/xhtml",2007)

Pembangkit listrik tenaga mini hidro ataupun mikro hidro tidak harus

memanfaatkan energi air berupa air terjun, tetapi instalasi dapat diatur sedemikian rupa

sehingga sumber daya air yang tersedia dapat untuk membangkitkan energi listrik.

Komponen-komponen pembangkit listrik dalam sistem mikro hidro biasanya terdiri atas

(Gambar 5):

- Intake dan dam pengalih

Rumah pembangkit

Bak penenang

Saluran air

Talang air (Jembatan air) Bak pengendap

Intake & dam pengalih

Penggergajian kayu

Pipa pesat (penstock)

14

- Bak pengendap

- Talang air (jembatan air)

- Saluran air

- Bak penenang

- Pipa pesat (penstock)

- Rumah pembangkit

- Pengguna (misalnya penggergajian kayu, pabrik tahu/tempe, penggilingan padi, dll.)

2.4. Kemajuan Penelitian

Kegiatan penelitian sudah sering dilakukan di kawasan Jawa Barat bagian

selatan. Salah satu kegiatan rutin adalah program pemetaan geologi lanjut yang

dilakukan bagi mahasiswa tingkat akhir Program Studi Strata 1 Teknik Geologi

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Bahkan untuk beberapa mata kuliah

tertentu juga melaksanakan kerja lapangan di kawasan G. Papandayan, salah satunya

adalah mata kuliah Vulkanologi. Pada 18 Februari 2006, mahasiswa Program S3

Geologi BKU MIPA Universitas Padjadjaran, juga melakukan ekskursi di kawasan

Jawa Barat bagian selatan ini. Daerah tujuan ekskursi dirancang sedemikian rupa

sehingga sedapat mungkin mewakili kondisi geologi (khususnya vulkanisma dan

geodinamika) di kawasan Jawa Barat bagian selatan. Lintasan ekskursi dimulai dari

Wangisegara (Majalaya, Kabupaten Bandung) – Kamojang (Kabupaten Garut) –

S.Cibodas (hulu S. Cimanuk) – G. Papandayan dan singkapan batuan beku berumur

Tersier Akhir yang membatasi kawasan Jawa Barat bagian selatan dengan kawasan

Jawa Barat lainnya.

Selain penelitian yang telah disebutkan di atas, beberapa penelitian pendahuluan

juga telah banyak dilakukan di kawasan ini, beberapa di antaranya adalah Sudradjat

(1992) dan Sukiyah dan Mardiana (1997). Kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan

penelitian ini adalah inventarisasi publikasi ilmiah mengenai kawasan Jawa Barat

bagian selatan. Kegiatan ini sangat penting mengingat melalui kegiatan tersebut dapat

diketahui kendala dan potensi daerah tersebut. Sebagian data dijital untuk wilayah ini

juga sudah diinventarisasi oleh tim peneliti. Survei pendahuluan juga telah dilakukan

pada tahun 2006 bersamaan dengan kegiatan ekskursi mahasiswa Program Pascasarjana

Universitas Padjadjaran. Bahkan Sulaksana dkk (2002) sudah melaksanakan pengabdian

15

masyarakat di kawasan ini melalui ”Bimbingan Teknik Eksplorasi Bahan Batumulia di

Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut. Sukiyah dan Mardiana (1997) telah

mempublikasikan ”Model Analisis Potensi Bahan Galian Golongan C Dalam Kaitannya

Pengentasan Desa Tertinggal di Jawa Barat Bagian Selatan” dalam seminar PIT IAGI

ke-25 di Jakarta. Sukiyah dkk (2007) melakukan penelitian di kawasan G.Wayang – G.

Bedil yang merupakan salah satu jalur akses ke wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Salah satu potensi geologi yang terdapat di kawasan Jawa Barat bagian selatan

adalah kekayaan sumber energi alternatif mikro hidro. Potensi tersebut terkait dengan

proses-proses geologi yang berlangsung sejak zaman pra-Tersier di kawasan ini.

Beraneka batuan produk proses geologi tersingkap di kawasan ini. Batuan tersebut pada

umumnya keras, sehingga membentuk lembah-lembah yang sempit dengan lereng yang

terjal. Vegetasi yang relatif lebat, memungkinkan berlimpahnya sumberdaya air di

kawasan ini.

16

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Pada Bab II telah dikemukakan maksud dilakukannya penelitian ini, yaitu untuk

mendukung pengembangan wilayah Jawa Barat bagian selatan serta pengurangan

penggunaan energi fosil sebagai upaya mereduksi pemanasan global. Penelitian tentang

pengembangan energi alternatif mikro hidro dan mini hidro di kawasan Jawa Barat

bagian selatan juga sejalan dengan Pola Ilmiah Pokok (PIP) yang dianut Universitas

padjadjaran, yaitu ”bina mulia hukum dan lingkungan hidup dalam pembangunan

nasional”.

Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah:

- Identifikasi bentangalam secara kualitatif dan kuantitatif,

- Memetakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di bagian hulu,

- Inventarisasi dan menghitung debit air sungai di wilayah Jawa Barat bagian selatan,

- Memperkirakan potensi energi listrik di wilayah Jawa Barat bagian selatan, dan

- Desain kawasan pengembangan di kawasan Jawa Barat bagian selatan.

Kegiatan penelitian terkait dengan energi terbarukan, kini sedang menjadi issue

hangat dan banyak diinfomasikan. Situs-situs resmi pemerintah pun selalu menyertakan

issue ini dalam website-nya. Informasi mengenai perhitungan ekonomi berinvestasi di

bidang energi mikro hidro pun tidak menjadi rahasia lagi, dengan mudah dapat diakses

melalui beragam situs tersebut. Barangkali belum ada contoh yang kongkrit dan berhasil

sehingga dana penelitian untuk membiayai penelitian terkait dengan institusi ilmiah

masih sulit didapat. Jika tersedia, itupun harus melalui kompetisi yang ketat. Oleh

karena itu, pengusul sangat berharap, jika penelitian ini dapat didanai melalui hibah

penelitian strategis nasional, semoga menjadi pijakan keberlanjutan penelitian sejenis,

khususnya oleh ahli-ahli geologi.

Hasil penelitian berlatarbelakang ilmiah – edukatif seperti yang telah

diungkapkan sebelumnya dapat menjadi konsumsi publik, tanpa harus berurusan dengan

hukum terkait dengan HAKI. Pengusul berharap, Jawa Barat bagian selatan yang maju

dapat segera terealisasikan.

17

3.2. Manfaat Penelitian

Partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah, terkait dengan berlakunya

otonomi pemanfaatan energi di setiap daerah, perlu diberdayakan. Penelitian ini dapat

menjadi penghubung untuk merealisasikan dan mensukseskan pembangunan di daerah,

khususnya kawasan Jawa Barat bagian selatan.

Topik utama penelitian adalah ”Energi Terbarukan” dengan konsentrasi pada

”pengelolaan aspek potensi sumberdaya geologi, khususnya air sebagai sumber energi

alternatif”. Data base karakteristik bentangalam terkait potensi energi mikro hidro dan

mini hidro sangat bermanfaat, baik untuk masyarakat setempat maupun investor dari

luar daerah. Sehingga para investor dapat langsung memutuskan berinvestasi di bidang

yang disukai tanpa harus mengeluarkan modal awal untuk mengumpulkan informasi

terkait dengan kebutuhan energi.

Masyarakat setempat yang ingin berusaha di bidang industri kecil, misalnya

pabrik tempe-tahu, dapat memanfaatkan energi tersebut. Tentu saja, ini semua tidak

terlepas peran dan dukungan aparat Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat. Kalangan

akademik dengan sukarela menjadi konsultan publik dalam pemanfaatan teknologi.

Publikasi hasil penelitian direncanakan akan dilakukan pada forum internasional

dan beberapa jurnal bertaraf nasional maupun internasional (MGI, Bionatura,

Geoinformatics, dll.).

18

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Bahan/Subjek/Objek Penelitian

Selruh materi pendukung penelitian dapat dikelompokkan dalam bahan

penelitian, subjek penelitian, dan objek penelitian. Maksud pemilahan ini adalah agar

tidak menimbulkan kerancuan, baik dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan

laporan.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

- Peta Geologi Regional Lembar Karangnunggal, skala 1: 100.000

- Peta Geologi Regional Lembar Garut dan Pameungpeuk, skala 1:100.000

- Peta Geologi Regional Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, skala 1:100.000

- Peta Geologi Regional Lembar Jampang, skala 1:100.000

- Peta Anomali Bouguer Lembar Garut, skala 1:100.000

- Peta Anomali Bouguer Lebar Jampang, skala 1:100.000

- Peta Anomali Bouguer Lembar Karangnunggal, skala 1:100.000

- Peta Anomali Bouguer Lembar Sindangbarang, skala 1:100.000

- Peta Anomali Bouger Lembar Pameungpeuk, skala 1:100.000

- Citra Landsat ETM+ tahun 2001 untuk wilayah Jawa Barat bagian selatan

- Laporan dan hasil publikasi peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian di

kawasan Jawa Barat bagian selatan ataupun terkait dengan tema penelitian.

- Peralatan survei lapangan, misalnya palu geologi, kompas geologi, loupe, pita

ukur, tongkat ukur, kantong sampel, kamera, teleskop, dll.

- Peralatan tulis menulis

- Komputer beserta perangkat lunak untuk perhitungan potensi energi listrik,

pembuatan peta-peta tematik, dan penyusunan laporan.

Subjek penelitian adalah karateristik geologi yang terdapat di wilayah Jawa

Barat, meliputi morfologi, struktur geologi, dan litologi. Karakteristik morfologi terdiri

atas kemiringan lereng, morfometri DAS, dsb. Sedangkan karakteristik struktur geologi

meliputi tipe struktur dan aktivitasnya. Jenis batuan dan karakteristik fisik – mineralogi

merupakan aspek litologi yang mendukung subjek penelitian. Karakteristik sumber daya

19

geologi ini selanjutnya digunakan sebagai referensi untuk mengetahui potensi energi

listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro di kawasan Jawa Barat bagian selatan.

Objek penelitian adalah bentangalam, batuan, dan sungai. Bentangalam dan

sungai dapat diidentifikasi melalui berbagai media, yaitu media citra satelit, peta

topografi, maupun observasi lapangan. Sedangkan objek batuan harus diidentifikasi

melalui observasi lapangan.

4.2. Cara Perolehan Data

Beberapa variabel yang tidak memungkinkan diukur di lapangan,

pengukurannya dilakukan melalui media citra satelit, foto udara dan peta topografi.

Metode interpretasi dan perolehan informasi dari citra hasil penginderaan jauh yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

i) Interpretasi visual berdasarkan kenampakan rona, pola, bentuk, tekstur, dll;

ii) Identifikasi objek berdasarkan jejak spektral (spectral signatures) atau angka dijital

(Digital Number disingkat DN);

iii) Integrasi data penginderaan jauh dengan tipe data lainnya;

iv) Interpretasi citra penginderaan jauh secara kuantitatif yaitu pengukuran dimensi

mendatar, kemiringan lereng, dsb.

Pengolahan citra Landsat secara dijital dilakukan dengan dukungan perangkat

lunak ER Mapper versi 6.4, sedangkan pengelolaan data hasil analisis didukung

perangkat lunak MapInfo versi 8.0. Hasil analisis citra yang dilengkapi dengan hasil

penafsiran foto udara memberikan variabel respon karakteristik batuan, tanah, dan

bentangalam terhadap gelombang elektromagnet melalui beberapa saluran (band 1,

band 2, band 3, dst.). Variabel karakteristik batuan yang diperoleh dari pengolahan citra

Landsat diantaranya adalah DN yang dapat diformulasi menjadi albedo. DN

menunjukkan tingkat kegelapan atau rona yang diukur secara numerik dengan rentang

antara 0 s/d 255 pada citra Landsat 7 (Earth Resource Mapping Ltd, 2003). Di samping

itu, dilakukan pula kombinasi beragam saluran gelombang dalam tampilan RGB agar

dihasilkan rona yang khas untuk analisis karakteristik geologi.

Pengukuran variabel respon bentangalam dan tektonik yang dapat dilakukan

pada media data penginderaan jauh adalah kemiringan lereng, azimut segmen sungai,

azimut kelurusan bentangalam, kerapatan sungai, rasio cabang sungai, dan rasio panjang

20

segmen cabang sungai. Kenampakan tiga dimensi menggunakan stereoskop maupun

perangkat lunak (Surfer, MapInfo, dan ERMapper) sangat membantu dalam pengukuran

kemiringan lereng serta azimut kelurusan segmen sungai dan bentangalam.

Variabel respon karakteristik batuan dapat pula diperoleh melalui analisis contoh

batuan di laboratorium. Kegiatan analisis di laboratorium yang dilakukan dalam

penelitian ini meliputi analisis petrografi (mikroskopik). Analisis petrografi

menggunakan mikroskop polarisasi Leica dan Point Counter Swift Model F. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui jenis dan proporsi mineral-mineral pembentuk batuan

vulkanik (plagioklas, gelas vulkanik, amfibol, piroksen, mika, dll.) dan mineral-mineral

sekunder yang terbentuk akibat proses pelapukan seperti limonit dan mineral lempung.

Perhitungan proporsi beberapa jenis mineral pada analisis mikroskopik menggunakan

metode pencacahan titik (Leavy, 1997). Objek pada sayatan tipis di bawah lensa

objektif dibagi menjadi 300 titik dengan sebaran sekitar (15x20) mm. Mineral yang

berada tepat pada titik-titik tersebut dihitung. Data hasil pencacahan kemudian

dinormalkan untuk mendapatkan proporsi beberapa jenis mineral yang diperoleh.

Data potensi energi listrik diperoleh melalui perhitungan menggunakan formula

(1), (2), dan (3) yang telah dikemukakan pada BAB II. Variabel-variabel yang

dibutuhkan dalam perhitungan tersebut diperoleh melalui pengukuran pada lokasi-lokasi

tertentu di lapangan. Kompilasi data diperlukan untuk mendapatkan peta distribusi

potensi energi listrik secara spasial.

4.3. Sistematika Penelitian

Sistematika penelitian didasarkan atas pola pikir bahwa peristiwa geologi masa

lampau, seiring dengan perkembangannya menghasilkan bentangalam yang khas

(Gambar 6). Keberadaan energi listrik tenaga mikro hidro dan mini hidro sangat terkait

dengan karakteristik morfologi tertentu yang perlu diinventarisasi dan dipetakan

keberadaannya. Morfologi yang khas dengan kemiringan lereng terjal, lembah sungai

sempit, dan batuan penyusun relatif keras, merupakan karakteristik yang cocok untuk

sumber energi mini hidro dan mikro hidro bila ditunjang oleh intensitas hujan yang

memadai.

Potensi energi listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro yang diduga cukup

berlimpah di kawasan Jawa Barat bagian selatan perlu dikelola dengan baik.

21

Pengelolaan yang baik potensi energi tersebut menjadi modal utama dalam

pengembangan Jawa Barat bagian selatan. Aspek kendala dan pendukung perlu

diperitungkan secara mendalam dan detil agar arah pengembangan dapat dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat setempat.

Hasil kegiatan berupa data dasar dan distribusi spasial potensi energi listrik

tenaga mikro hidro dan mini hidro perlu disosialisasikan, baik kepada masyarakat dan

pemerintah daerah setempat maupun investor yang berniat menanamkan modalnya.

Kegiatan sosialisasi dapat berupa publikasi ilmiah melalui jurnal atau media elektronik,

lokakarya, pengenalan kepada mahasiswa melalui program kuliah lapangan secara rutin

agar akses masyarakat setempat dengan ”dunia luar” terjalin dengan baik.

Gambar 6. Sistematika penelitian ”karakteristik sumberdaya geologi di kawasan Jawa

Barat bagian selatan sebagai referensi pengembangan energi alternatif”.

Data dasar yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari publikasi ilmiah

beberapa peneliti terdahulu yang dilengkapi dengan data hasil survei lapangan dan

analisis laboratorium. Adapun data yang diperoleh dari lapangan adalah unsur-unsur

struktur geologi, deskripsi batuan, unsur-unsur morfometri, debit aliran air sungai, dll.

Proses Geologi - Klimatologi:

Tektonika, Vulkanisma, Denudasi

Bentangalam Intensitas hujan

tinggi

Kawasan pengembangan wilayah:

industri, pertambangan, konservasi, pariwisata, industri rumah tangga, dll.

- Kemiringan lereng terjal

- Lembah sungai sempit

- Batuan relatif keras

-Dll.

Debit aliran permukaan tinggi

Analisis morfometri Analisis hidrologi

Aspek

kendala - pendukung

Potensi energi listrik

mikro hidro / mini hidro

22

Pemecahan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan matematika,

yaitu menggunakan formula yang telah dikembangkan oleh Departemen Energi dan

Sumber Daya Mineral. Penggunaan statistik dilakukan untuk memperoleh tampilan data

yang lebih informatif.

4.4. Jadwal Penelitian

Waktu yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan seluruh tahapan penelitian

ini sekitar 1 (satu) tahun dengan waktu efektif 7 (tujuh) bulan, yaitu bulan Mei s/d

November 2009. Adapun alokasi waktu untuk tahapan penelitian yang dilakukan

tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Alokasi waktu penelitian

NO TAHAPAN PENELITIAN WAKTU (Bulan ke)

1 2 3 4 5 6 7

1. Persiapan dan studi literatur

2. Pengolahan citra dijital dan SIG

3. Survei lapangan

- Identifikasi geomorfologi dan unsur struktur geologi

- Pemetaan mataair, jeram, dan hulu sungai

- Pengukuran debit aliran air sungai

4. - Analisis data hasil survei lapangan

- Preparasi sampel untuk analisis laboratorium

- Analisis laboratorium

5. Analisis data dan komputerisasi

6. Verifikasi dan penyusunan hasil penelitian

7. Penyusunan dan penyerahan laporan

8. Seminar / Publikasi

23

Gambar 7. Kerangka dan tahapan penelitian

BAHAN & PERALATAN

VERIFIKASI

OBYEK PENELITIAN

STUDI LITERATUR

DATA

PENDUKUNG KARAKTERISTIK

SUMBER DAYA GEOLOGI

ANALISIS DATA

PERUMUSAN POTENSI

ENERGI LISTRIK

SURVEI LAPANGAN & SAMPLING

STUDI PENDAHULUAN DATA

REMOTE SENSING

PENDEKATAN

MATEMATIKA

ANALISIS LABORATORIUM

POTENSI ENERGI LISTRIK

TENAGA MINI HIDRO &

MIKRO HIDRO

BLUEPRINT PENGEMBANGAN

KAWASAN JAWA BARAT BAGIAN SELATAN

24

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakeristik Sumber Daya Geologi

Kawasan Jawa Barat bagian selatan memiliki karakteristik yang khas, baik

geomorfologi, litologi, maupun tektonik. Interaksi antara litologi dan tektonik

menghasilkan bentangalam yang bergunung-gunung dengan lembah yang sempit. Jarak

pengaliran dari hulu hingga muara relatif lebih pendek, dibandingkan dengan wilayah

lainnya (Jawa Barat bagian tengah dan utara). Kondisi tersebut memungkinkan debit air

di sungai-sungai relatif lebih tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai

sumber energi listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro.

5.1.1. Geomorfologi

Elevasi di wilayah Jawa Barat bagian selatan berkisar dari 0 s/d 3.000 kaki di

atas permukaan laut (Gambar 8). Wilayah yang memiliki ketinggian 0 s/d 500 kaki

cukup luas penyebarannya. Ketinggian ini menempati kawasan pantai hingga ke

wilayah perbukitan landai, meliputi Pelabuhan Ratu, Jampang Kulon, Surade, Ujung

Genteng, Tegal Buleud, Tanggeung, Sindangbarang, Cidaun, Rancabuaya,

Pameungpeuk, Cipatujah, Kawalu, dsb. Sedangkan kawasan yang memiliki ketinggian

500 s/d 1000 kaki terdapat di wilayah pedalaman, meliputi Jampang Tengah,

Sagaranten, Naringgul, Bungbulang, Cisurupan, Cisompet, Singajaya, Taraju, dsb.

Sementara itu, wilayah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 kaki terdapat di bagian

tengah Cianjur dan Garut, membatasi Jawa Barat bagian selatan dengan bagian tengah.

Kemiringan lereng sangat bervariasi dari datar hingga sangat terjal. Kawasan

yang relatif datar pada umumnya terdapat di wilayah pesisir selatan hingga radius

berkilo-kilo meter ke arah daratan di wilayah Sukabumi, Cianjur, Garut, dan

Tasikmalaya. Sementara di beberapa wilayah pesisir tertentu, misalnya di wilayah

Pelabuhan Ratu hingga ke Ciwaru (Sukabumi), Cidaun (Cianjur) hingga Pameungpeuk

(Garut), wilayah pedataran pada umumnya relatif sempit dibandingkan wilayah pesisir

lainnya. Sementara itu kawasan yang landai berada pada kaki-kaki perbukitan yang

membatasai kawasan pesisir dengan kawasan perbukitan dan pegunungan. Sedangkan

kawasan relatif terjal dan curam menempati kawasan perbukitan dan pegunungan.

25

Kawasan yang relatif terjal terdapat di sekitar Pelabuhan Ratu dan Jampang Tengah

(Sukabumi), Tanggeng-Cibinong-Naringgul (Cianjur), Cisewu-Bungbulang-Cisompet-

Cisurupan-Singajaya (Garut), dan Awilega-Taraju-Suniabana (Tasikmalaya)

Satuan morfologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan dapat dikelompokkan

dalam pedataran, perbukitan dengan punggungan yang sejajar, perbukitan dengan

punggungan yang tidak beraturan, dan perbukitan karst. Punggungan yang sejajar pada

umumnya menempati kawasan yang tersusun atas batuan berumur tua dan dikontrol

oleh struktur geologi. Sedangkan perbukitan dengan punggungan yang tidak beraturan

menempati hampir sebagian wilayah Jawa Barat bagian selatan yang ditempati oleh

batuan vulkanik berumur Kuarter. Sedangkan perbukitan karst banyak ditemukan di

wilayah selatan Tasikmalaya yang tersusun oleh litologi batugamping.

Pola pengaliran menunjukkan variasi yang cukup beragam. Beberapa pola

pengaliran menunjukkan adanya kontrol struktur, misalnya pola menangga atau trellis

dan menyiku (rectangular) seperti di S.Cimandiri (Sukabumi), S.Cijampang dan

S.Cibalaputang (perbatasan Cianjur-Sukabumi), S.Ciselang bagian hulu, S.Cisadea

terutama segmen Cicangkareng-Muarakadu, S.Cibuni bagian hulu, S.Cipandak,

S.Ciburial (Cianjur), S.Cikahuripan, S.Cilayu, S.Cilaki, S.Cibodas (perbatasan Cianjur-

Garut), S.Cirompong, S.Cikandang, S.Ciarinem, hulu S.Cihideung, S.Ciawi,

S.Cisangiri, S.Cikaingan (Garut), S.Cilamping, S.Cicacaban, S.Ciwulan, S.Cigugur, dan

S.Cikembang (Tasikmalaya). Pola pengaliran lainnya adalah anular (di wilayah

Tasikmalaya bagian tenggara), paralel, dendritik, anastomotik (di wilayah pesisir),

radial, dsb. Adanya kontrol struktur pada beberapa DAS juga ditunjukkan oleh

tersingkapnya batuan-batuan berumur tua, misalnya Formasi Jampang di wilayah Garut

bagian selatan. Singkapan batuan berumur tua memanjang sepanjang lembah sungai

yang tertoreh dalam dan terjal. Jeram banyak muncul di sungai-sungai yang memiliki

gradien relatif curam. Biasanya sungai-sungai tersebut berorde rendah (1 sampai dengan

3). Pada sungai-sungai berorde tinggi (lebih dari 4), kemunculan jeram lebih disebabkan

oleh kontrol struktur geologi dan kontak batuan yang ekstrim.

Keberadaan morfologi yang terjal dan masih lebatnya hutan di kawasan Jawa

Barat bagian selatan, mengakibatkan wilayah ini cocok sebagai kawasan cagar alam

(Gambar 9). Beberapa cagar alam bahkan memasukan unsur tapak unik (pemandangan

dan nilai keilmuan) sebagai salah satu objek yang harus dilindungi, di samping fauna.

26

Gam

bar

8. D

istr

ibusi

zon

asi

elev

asi

di

wil

ayah

Jaw

a B

arat

bag

ian s

elat

an

27

Gam

bar

9. C

agar

ala

m d

i w

ilay

ah J

awa

Bar

at b

agia

n s

elat

an

28

Gambar 10. Gawir sesar G.Subang di wilayah Cianjur bagian selatan

Gambar 11. Gawir sesar di sekitar lembah S.Cipandak di Naringgul,

kawasan Cianjur Selatan

29

5.1.2. Litologi

Kawasan Jawa Barat bagian selatan telah dipetakan dalam Peta Geologi skala

1:100.000 oleh beberapa peneliti terdahulu menjadi 4 (empat) lembar, yaitu lembar

Jampang untuk wilayah Sukabumi Selatan, lembar Sindangbarang & Bandarwaru untuk

wilayah Cianjur Selatan, lembar Garut & Pameungpeuk untuk wilayah Garut Selatan,

dan lembar Karangnunggal untuk wilayah Tasikmalaya selatan. Pembahasan mengenai

litologi didasarkan pada pembagian wilayah administrasi dan lembar peta geologi.

Kawasan Sukabumi Bagian Selatan

Kawasan Sukabumi bagian selatan pada umumnya tersusun oleh batuan berumur

tua (Eosen-Tersier). Oleh karena itu, batuan di wilayah ini pada umumnya telah

mengalami metamorfisma sehingga bersifat keras. Litologi ini juga mempengaruhi

morfologi di kawasan ini yang pada umumnya berlereng terjal hingga ke kawasan

pesisir selatan. Batuan tertua yang menyusun kawasan Sukabumi bagian selatan adalah

Formasi Ciletuh (Tecl). Formasi Ciletuh terdiri atas batupasir kuarsa, konglomerat

kuarsa, batulempung kelabu, serpih & batusabak. Di beberapa tempat terdapat lapisan

batubara & batuan termetamorfkan, ketebalan Formasi Ciletuh mencapai 1500 m,

diperkirakan berumur Eosen.

Formasi Citirem (Mcv) terdiri atas diabas, basal, syenit, andesit, spilit. Pada

umumnya berupa aliran lava, sebagian mengalami breksiasi, setempat struktur bantal,

amigdaloid, dan terubah secara hidrotermal. Formasi Citirem berumur Eosen.

Formasi Rajamandala (Tom) terdiri atas konglomerat polimiktos, graywacke,

batupasir kuarsa, batulempung & napal, sisipan konglomerat kuarsa, batulumpur, serpih,

tufa, keping & lensa batubara, mengandung kristal kuarsa, batuan terkersikan, argilit

gampingan, batugamping koral dolomitan. Sebagian batugamping termarmerkan. Umur

formasi ini adalah Oligosen.

Formasi Jampang (Tmjv) terdiri atas tuf, breksi, lava, sisipan batupasir tufaan &

batulempung, umumnya berwarna hijau (kloritisasi). Breksi tufaan bersifat gampingan,

bersusunan andesit & dasit, lava bantal, dan terpropilitkan. Lingkungan pengendapan

satuan ini adalah neritik - laut dangkal dengan umur diperkirakan Miosen Awal.

Formasi Lengkong (Tml) terdiri atas napal, sebagian mengandung globigerina,

tufaan, batulempung, batulumpur, batupasir gampingan, tufa sebagian berbatuapung,

30

bersifat andesit & dasit, batugamping sebagian mengalami breksiasi. Tebal formasi ini

mencapai 300 m dengan lingkungan pengendapan laut dangkal dan diduga berumur

Miosen Awal.

Andesit-Dasit (ad) terdiri atas andesit & basal porfir, kelabu gelap & kehijauan,

mengubah secara hidrotermal batuan di sekitarnya. Lingkungan pengendapannya adalah

darat. Batuan intrusi ini berumur Miosen Bawah.

Formasi Nyalindung (Tmn) terdiri atas batupasir glaukonit yang bersifat

gampingan, batulempung, napal, napal pasiran, konglomerat, breksi, napal tufaan, lensa

batugamping kaya moluska & foraminifera, serta batugamping terumbu. Formasi

Nyalindung berumur Miosen Tengah.

Formasi Cibodas (Tmci) terdiri atas batugamping, batugamping tufan,

batugamping pasiran; sisipan batupasir gampingan & batupasir tufan. Ketebalan

maksimal mencapai 250 m. Formasi Cibodas berumur Miosen Atas.

Formasi Bentang (Tmbe) terdiri atas batupasir tufan dan batuapung, lignit, napal

tufan, serpih tufan & breksi, konglomerat gampingan, setempat glaukonit, batugamping,

breksi tufaan, dan tufa. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah neritik - laut

dangkal dengan umur diperkirakan Miosen Akhir.

Formasi Beser (Tmbv) berupa breksi vulkanik, breksi laharik, breksi tufan, tufa,

tufa berbatuapung; sisipan batupasir tufaan, batulempung tufaan & konglomerat,

andesitan. Formasi beser juga mengandung sisa tumbuhan & kayu terkersikan.

Batulempung setempat bersisipan dengan batubara. Lingkungan pengendapan darat –

pantai. Formasi Beser berumur Miosen Atas.

Endapan undak tua (Qpot) berupa pasir & kerikil dengan sisipan lempung

kelabu, hijau, dan coklat. Ditemukan adanya indikasi emas dalam satuan ini.

Lingkungan pengendapan darat dengan umur Plistosen. Aluvium (Qa) terdiri atas

material lepas berukuran pasir, lempung pasiran, lempung & kerikil dengan lensa pasir

titanomagnetit. Pasir & lempung pasiran mengandung kuarsa, magnetit & ilmenit.

Lingkungan pengendapan darat dan berumur Plistosen hingga Resen.

Kawasan Cianjur Bagian Selatan

Kawasan Cianjur bagian selatan yang berada di lereng selatan Pegunungan

Selatan hingga ke wilayah pesisir, tersusun atas beragam jenis batuan, dari endapan

31

aluvium, sedimen, hingga batuan vulkanik dan plutonik. Adapun litologi yang terdapat

di wilayah ini adalah (Koesmono dkk., 1996):

(1) Endapan permukaan

- Talus dan endapan longsoran (Qht)

- Aluvium dan endapan pantai (Qha)

- Endapan undak dan danau (Qt)

(2) Batuan sedimen

- Formasi Koleberes (Tmk)

- Formasi Bentang (Tmb)

- Anggota Batugamping Formasi Bentang (Tmbl)

- Anggota Kadupandak Formasi Bentang (Tmbk)

- Formasi Nyalindung (Tma)

- Formasi Cimandiri (Tmc)

- Anggota Sindangkerta Formasi Cimandiri (Tmcs)

- Formasi Bojonglopang (Tmbo)

- Formasi Rajamandala (Tomr)

(3) Batuan gunungapi

- Lava dan lahar G.Patuha (Qv(p,l))

- Lahar dan lava G.Kendeng (Ql(k,w))

- Endapan-endapan piroklastik yang tak terpisahkan (QTv)

- Formasi Beser (Tmbe)

- Anggota Cikondang Formasi Beser (Tmbec)

- Anggota Batulempung Formasi Beser (Tmbel)

- Formasi Jampang (Tomj)

(4) Batuan terobosan

- Andesit piroksen (pa)

- Andesit hornblenda (ha)

Endapan permukaan terdiri atas endapan undak dan danau (Qt), talus dan

endapan longsoran (Qht), aluvium dan endapan pantai (Qha). Endapan permukaan

tertua adalah endapan undak dan danau terdiri atas pasir berwarna kelabu dan coklat,

tidak mampat, bersisipan lanau danlempung kelabu gelap. Lapisan kerakal di bagian

dasar cekungan Cijember mengandung sisipan sisa tanaman dan lapisan silang siur.

32

Endapan silang siur dengan bongkah yang mengandung pirit terdapat di kawah

G.Kendeng. Endapan longsoran dan talus pada umumnya ditemukan di sepanjang gawir

yang tersusun atas Formasi Bentang, menindih tak selaras formasi tersebut. Aluvium

dan endapan pantai terdiri atas lempung, lanau, pasir, dan kerikil yang menempati

lembah-embah sungai utama di bagian selatan setebal 5 m. Pasir dan gumuk pasir

ditemukan di pantai, kerakal di daerah muara S.Cilayu, dan endapan pantai yang kaya

moluska terbentuk di daerah pantai bagian barat daya. Magnetit yang terkandung pada

pasir pantai rata-rata mengandung Fe (57%) dan TiO2 (16%) (Husin, 1971; dalam

Koesmono dkk., 1996).

Batuan sedimen yang terdapat di wilayah selatan Kabupaten Cianjur berurut dari

tua ke muda adalah Formasi Rajamandala, Formasi Bojonglopang, Anggota

Sindangkerta Formasi Cimandiri, Formasi Cimandiri, Formasi Nyalindung, Anggota

Kadupandak Formasi Bentang, Anggota Batugamping Formasi Bentang, Formasi

Bentang, dan Formasi Koleberes. Formasi Rajamandala terdiri atas batulempung,

batulempung napalan, napal globigerina, batupasir kuarsa, dan konglomerat aneka

bahan, mengandung batubara dan damar. Formasi Bojonglopang terdiri atas

batugamping terumbu dan napal tufaan di bagian bawah. Batugamping terumbu berupa

perulangan lapisan batugamping pejal yang kaya akan moluska dan algae dengan

batugamping berlapis yang tersusun dari hasil rombakan koral tersemen kuat. Napal

tufaan mengandung fosil foraminifera kecil, foraminifera besar dan moluska. Kumpulan

fosil Lepidocyclina amphalus Tan Sin Hok, Lepidocyclina Verbeeki Newton dan

Holland, Lepidocyclina Sumatrensis (BRADY), Cycloclipeus (Katacycloclipeus) sp.,

Operculina sp., bersama dengan ganggang gampingan menunjukkan umur Tf atau akhir

Miosen Tengah (Kadar, 1972; dalam Koesmono, 1996). Ketebalan formasi ini kira-kira

50 m dan setempat mencapai 400 m. Formasi ini menjemari dengan Formasi Cimandiri.

Lingkungan pengendapan laut dangkal. Formasi Cimandiri terdiri atas perselingan

batulempung dan batulanau kelabu muda sampai menengah, batupasir coklat kekuning-

kuningan, setempat gampingan. Di beberapa tempat berupa endapan lahar yang tersusun

atas tuf, breksi andesit, dan breksi tuf. Di dalam sisipan batulanau atau batupasir

mengandung glaukonit di lembah Cibodas dapat ditemukan globigerina, butiran damar

dan sisa-sisa tumbuhan walaupun jarang. Perlapisan yang kaya akan moluska laut di

lembah Cilanang, mengandung 33% bentuk-bentuk Resen (Marks, 1957; dalam

33

Koesmono, 1996) dan berumur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan

fluvial-peralihan. Struktur sedimen berupa lensa-lensa batupasir dan flaser. Tebal

formasi ini mencapai 400 m. Dalam Formasi Cimandiri terdapat Anggota Sindangkerta

yang terdiri atas tuf berbatuapung berwarna kelabu kekuning-kuningan, batupasir tuf,

dan breksi tuf. Fragmen batuapung mencapai 2,5 cm. Anggota Sindangkerta tersingkap

baik di Desa Sindangkerta, dengan ketebalan berkisar 200 s/d 500 m. Formasi

Nyalindung terdiri atas batupasir glaukonit gampingan, batulempung, napal, napal

pasiran, konglomerat, breksi, batugamping, dan napal tufaan, banyak mengandung

moluska. Formasi ini berumur Miosen Akhir dengan lingkungan pengendapan laut

dangkal. Formasi Bentang memiliki Anggota Batugamping dan Kadupandak. Formasi

Bentang adalah runtunan turbidit berupa batupasir tuf berlapis baik tetapi kurang

mampat, tuf kristal, dan tuf berbatuapung dengan sisipan lempung globigerina,

batulanau, batulempung napalan, breksi andesit, konglomerat, tuf lapili, dan breksi tuf.

Di bagian atas dominan oleh batulempung dan batulanau. Breksi batuapung tersusun

atas fragmen berdiameter 5 cm. Batupasir hitam merupakan lapisan tipis yang terdapat

di bagian selatan. Terdapat struktur perlapisan dan pembebanan. Moluska dan

foraminifera kecil terdapat di banyak tempat, Brachiopoda terdapat setempat, berumur

Neogen ditemukan di S.Cigoyeyeh, anak sungai dari S.Cisadea sekitar 3 km barat-barat

daya Koleberes. Lapisan batubara setebal 20 cm tersingkap di utara Kadupandak. Lensa

batugamping yang berpori dan berfosil terdapat pada atau dekat kontak dengan Formasi

Koleberes. Fosil yang dikumpulkan sepanjang Kali Ciburial dilaporkan oleh Sutedja

(1972; dalam Koesmono, 1996) yaitu Lepidocyclina gigantea (MARTIN), Cycloclypeus

guembelianus (BRADY), Cycloclypeus (Katacycloclipeus) sp., Globigerina trilobus

(REUSS), Globigerina bulloides Orbulina universa D’ORBIGNY, Orbulina bilobata

(D’ORBIGNY), menunjukkan umur Miosen Akhir dengan lingkungan pengendapan

laut dangkal – dalam dan terbuka. Tebal formasi ini mencapai 300 m. Formasi Bentang

menindih selaras Formasi Cimandiri. Anggota Batugamping dari Formasi Bentang

berupa batugamping, melensa, berpori, dan mengandung fosil foraminifera, berumur

Miosen Akhir dengan lingkungan pengendapan laut dangkal terbuka. Sedangkan

Anggota Kadupandak Formasi Bentang terdiri atas batulempung liat, batulanau, dan

batulempung tufan, umumnya kelabu sampai hitam, setempat kehitam-hitaman

bersisipan dengan tuf berbatuapung, lapili, dan breksi andesit. Di beberapa tempat

34

dijumpai moluska, sisa tumbuhan, dan lapisan tipis batubara muda. Ketebalan satuan ini

sekitar 80 m, tersingkap di Desa Kadupandak, diduga berumur Miosen Akhir. Batuan

sedimen termuda di Cianjur bagian selatan adalah Forasi Koleberes yang terdiri atas

batupasir tuf berlapis baik, kurang mampat, dan tuf kristal dengan sisipan tuf, breksi tuf

berbatuapung, dan breksi andesit. Batupasir kelabu kecoklatan, terutama terdiri atas

batuan andesitan dengan sejumlah batuapung. Batupasir hitam terdapat di dekat

G.Gebeg dan di sebelah timur Citalahab. Bongkah-bongkah magnetit yang pejal

terdapat di dua tempat dekat Koleberes. Sisa tumbuhan dan lapisan batubara setebal 1 m

terutama ditemukan di G.Gebeg. Butir-butir damar ditemukan di sebelah timur

Pagelaran, di lembah S.Cilumut. Di lapisan-lapisan bagian atas ditemukan moluska,

gastropoda, ekhinoida, koral, dan foraminifera. Moluska dari Cigugur meliputi 44,3%

merupakan bentuk-bentuk Resen (an Regteren Altena & Beets, 1945; dalam Koesmono,

1996). Kumpulan fosil dari dekat lembah Cilumut terdiri dari Globigerina nephentes

(TODD), Globigerinoides trilobus (REUSS), Globigerinoides immaturus LEROY,

Globigerinoides bliquus BOLLI, Globigerinoides sacculifer (BRADY), Globigerinoides

conglobatus (BRADY), Orbulina universa D’ORBIGNY, Hastigerina aeuquilateralis

(BRADY), Pulleniatina rimalis BANNER & BLOW, Globorotalia obesa BOLLI,

Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Globorotalia tumida (BRADY) menunjukkan

umur Akhir Miosen sampai Pliosen (Kadar,1971; dalam Koesmono, 1996). Sedangkan

fosil dari dekat Pr. Pari yang menunjukkan umur Akhir Miosen terdiri atas

Globigerinoides extermus BOLLI & BERMUDEZ, Globigerinoides obliquus BOLLI,

Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides trilobus (REUSS), Globoquadrina

sp, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globorotalia menardii

(D’ORBIGNY), Pulleniatina primalis BANNER & BLOW, Sphaerodinella seminulina

(SCHWA-GER). Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut terbuka.

Ketebalannya mencapai 350 m. Satuan ini menindih selaras Formasi Bentang dan

ditindih tak selaras oleh satuan lahar dan lava G.Kendeng.

Batuan gunungapi tertua yang tersingkap di Cianjur Selatan adalah Formasi

Jampang, yang terdiri atas breksi andesit tersemen baik, tersingkap di sepanjang

lembah-lembah yang tererosi dalam sekali dan tersingkap di bagian tenggara. Bagian

dasarnya tidak tersingkap. Formasi Beser dominan tersusun oleh breksi andesit, breksi

tuf, tuf kristal, dan batulempung. Ukuran maksimal komponen breksi lebih dari 1 m.

35

Matriks terdiri atas tuf kristal, pejal, kelabu atau batupasir tuf. Di Cukanggaleuh bagian

dasar breksi dicirikan oleh adanya kandungan koral dan moluska. Batulempung berlapis

kurang baik, kelabu gelap, sebagai lensa-lensa. Lingkungan pengendapan darat – laut

dangkal. Bagian bawah runtunan ini diduga menjemari dengan Formasi Koleberes dan

bagian atas Formasi Bentang.

Gambar 12. Korelasi satuan batuan di wilayah Cianjur bagian selatan

(Koesmono dkk., 1996)

Formasi Beser diperkirakan memiliki ketebalan 750 m. Anggota Batulempung

Formasi Beser berupa batulempung sebagai lensa, kelabu gelap, berlapis kurang baik.

Di Pr. Angin singkapan yang ditemukan banyak mengandung moluska sedangkan di

Cisujen bagian barat G.Buleud setempat ditemukan fragmen koral. Anggota Cikondang

Formasi Beser berupa andesit piroksen, berwarna kelabu hingga abu-abu gelap,

tersingkap di jurang curam dekat Cikondang. Mineralisasi emas dan tembaga dalam

batuan sekitarnya ditemukan dekat Cikondang. Bongkah-bongkah urat kuarsa tanpa

mineralisasi dan jaspis terdapat di dekat Ciayunan di sebelah timur G.Malang. Endapan-

endapan piroklastika yang tak terpisahkan berupa breksi andesit, breksi tuf, dan tuf

36

lapili. Di sisi timur G.Parang dijumpai batuan piroklastika yang berlembar dan ignimbrit

(Koesmono, 1975; dalam Koesmono dkk., 1996). Dalam breksi ditemukan kayu

terkersikan dan jaspis. Lahar dan lava G.Kendeng adalah aliran lava berselingan dengan

endapan lahar yang terdiri atas breksi andesit dan breksi tuf. Komponen menyudut

tanggung dengan diameter sekitar 40 cm. Lava dan lahar G.Patuha berjenis andesit

piroksen, pejal, dan berongga. Kekar berlembar terdapat di dekat Danau Patenggang,

fenokris plagioklas memiliki panjang 1 cm. Breksi lahar biasanya termampatkan dengan

baik tetapi kurang terpilah. Komponen berdiameter hingga 3 m, matriks tuf pasiran dan

berwarna abu-abu.

Batuan terobosan berupa andesit piroksen dan andesit hornblenda, menerobos

Formasi Bentang. Oleh karena itu umur batuan terobosan ini setelah akhir Miosen atau

Pliosen. Kebanyakan tersingkap di bagian barat laut Sukanegara.

Gambar 13. Endapan piroklastik (Qtv) yang tersingkap di hulu S.Cipandak

37

Gambar 14. Batupasir pada Formasi Bentang di Desa Panglayungan di kawasan pantai

segmen Sindangbarang-Cidaun.

Gambar 15. Gumuk-gumuk pasir di sepanjang pantai Cidaun wilayah Cianjur Selatan

yang banyak mengandung pasir besi.

38

Kawasan Garut Bagian Selatan

Kawasan Garut bagian selatan pada umumnya tersusun atas batuan vulkanik.

Pada umumnya batuan penyusun di wilayah ini berumur Tersier hingga Kwarter.

Formasi yang terdapat di wilayah ini berurut dari tua ke muda adalah Formasi Jampang

(Tomj), diorit kuarsa (Tmid), Formasi Bentang (Tmpb), Breksi tufaan (Tpv), Intrusi

andesit (Tpia), Batuan gunungapi tua tak teruraikan (QTv), Andesit Waringin-Bedil

(Qwb), Batuan gunungapi Guntur-Pangkalan-Kendang (Qgpk), Endapan rempah lepas

gunungapi tak teruraikan (Qopu), Batuan gunungapi Kracak-Puncakgede (Qkp), Lava

Kancana (Qkl) dan lava Huyung (Qhl), Batuan gunungapi muda (Qyw), Endapan

rempah lepas gunungapi muda tak teruraikan (Qypu), dan aluvium (Qa).

Batuan tertua yang menyusun wilayah Garut bagian selatan adalah Formasi

Jampang (Tomj). Formasi Jampang tersingkap di lembah S.Cisangiri dan S.Cikaingan.

Formasi ini terdiri atas lava andesitan terkekarkan dan breksi andesit hornblenda,

dengan sisipan tuf hablur halus setempat terpropilitkan. Formasi ini diterobos oleh diorit

kuarsa (Tmid) bewarna abu-abu kehijauan dan bertekstur porfiritik. Kedua satuan

batuan ini berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah.

Gambar 16. Korelasi satuan batuan yang terdapat di wilayah Garut bagian selatan

(Alzwar dkk., 1992)

39

Di bagian atas Formasi Jampang terdapat Formasi Bentang (Tmpb) yang terdiri

atas batupasir tufan, tuf batuapung, batulempung, konglomerat dan lignit. Formasi

Bentang berumur Miosen Akhir. Di bagian atas Formasi Bentang terdapat breksi tufaan

(Tpv) dan intrusi andesit (Tpia). Kedua satuan batuan ini berumur Mio-Pliosen. Breksi

tufaan terdiri atas breksi, tuf, dan batupasir. Intrusi andesit terdiri atas andesit piroksen

dan andesit hornblenda. Formasi ini diikuti oleh batuan gunungapi tua tak teruraikan

(QTv) yang terdiri atas tuf, breksi tuf, dan lava. QTv berumur Plio-Plistosen.

Andesit Waringin-Bedil (Qwb) merupakan produk G.Malabar Tua, terdiri atas

perselingan lava, breksi, dan tuf. Batuan ini bersusunan andesit piroksen dan andesit

hornblenda. Batuan gunungapi Guntur-Pangkalan-Kendang (Qgpk) terdiri atas rempah

lepas dan lava bersusunan andesit-basalan, bersumber dari kompleks gunungapi tua

G.Guntur-G.Pangkalan-G.Kendang. Endapan rempah lepas gunungapi tua tak

teruraikan (Qopu) berupa tuf hablur halus hingga kasar dan bersifat dasitan, breksi tufan

mengandung batuapung dan endapan lahar tua bersifat andesit basalan. Qwb, Qgpk, dan

Qopu merupakan produk vulkanik berumur Plistosen. Batuan gunungapi Kracak-

Puncakgede (Qkp) terdiri atas tuf kaca halus dan tuf sela, mengandung lapili batuapung,

breksi lahar dan lava. Lava Kancana (Qkl) dan lava Huyung (Qhl) merupakan lava

andesitan dan andesit-basalan. Batuan gunungapi muda (Qyw) terdiri atas eflata dan

lava aliran, bersusunan andesit basalan, merupakan produk G.Wayang. Endapan rempah

lepas gunungapi muda tak teruraikan (Qypu) terdiri atas abu gunungapi dan lapili, tuf

pasiran bongkah-bongkah, bersifat andesit-basal, breksi lahar dan rempah lepas. Qkp,

Qkl, Qhl, Qyw dan Qypu merupakan produk vulkanik yang relatif muda dan berumur

Holosen. Endapan termuda dan masih berlangsung pembentukannya hingga sekarang

adalah aluvium (Qa). Aluvium terdiri atas lempung, lanau, pasir halus hingga kasar dan

kerikil serta bongkah-bongkah batuan beku dan sedimen. Aluvium banyak tersingkap di

sepanjang alur sungai besar dan kawasan pantai.

Kawasan Tasikmalaya Bagian Selatan

Peta geologi sebagai referensi kondisi litologi di kawasan Tasikmalaya bagian

selatan ada dua lembar, yaitu lembar Tasikmalaya dan lembar Karangnunggal

(Supriatna dkk., 1992). Berdasarkan kedua lembar peta geologi tersebut, maka litologi

yang terdapat di kawasan Tasikmalaya Selatan, berurut dari tua ke muda, adalah:

40

Formasi Jampang (Tomj), Anggota Genteng Formasi Jampang (Tmjg), dasit (Tds),

granodiorit (Tgd), diorit (Tmdi), Formasi Kalipucang (Tmkl), Formasi Pamutuan

(Tmpa), Anggota batugamping Formasi Pamutuan (Tpl), Anggota tufa napalan Formasi

Pamutuan (Tmpt), Formasi Halang (Tmph), Formasi Bentang (Tmb), Anggota Sukaraja

Formasi Bentang (Tmbs), Formasi Tapak (Tpt), Hasil gunungapi tua (QTv, QTvc,

QTvs), hasil gunungapi muda G.Galunggung (Qvb, Qvg), endapan undak (Qt), dan

aluvium (Qa).

Formasi Jampang juga ditemukan di kawasan Tasikmalaya Selatan. Litologi

terdiri atas breksi aneka bahan, tuf, dengan sisipan lava. Formasi ini memiliki ketebalan

900 m. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut dalam dan terbuka, dan

berumur Oligo-Miosen. Anggota Genteng Formasi Jampang memiliki ciri tersendiri,

yaitu tuf berselingan dengan breksi dasitik dan sisipan batugamping. Satuan batuan ini

berumur Miosen Bawah – Miosen Tengah, memiliki ketebalan 900 m dengan

lingkungan pengendapan laut dalam terbuka. Satuan ini tersingkap cukup luas dan

menempati perbukitan dan lembah-lembah sungai besar, seperti S.Ciwulan,

S.Cimedang, dan S.Cigugur. Batuan terobosan dasit dan granodiorit menembus Formasi

Jampang, mengakibatkan di beberapa tempat formasi ini mengalami alterasi.

Granodiorit dan diorit kelabu terang sampai kelabu kehijauan, secara mikroskopik

menunjukkan hornblenda berstruktur poikiloblastik dan sebagian uralitik, biotit

sebagian terkloritkan, felspar asam berstruktur zonal dan bagian luarnya berupa

ortoklas, ada kuarsa dan mineral opak. Komposisi kimia granodiorit adalah H2O

(0,19%), H2O+ (115%), SiO2 (0,80%), Al2O3 (1,59%), Fe2O3 (81,65%), FeO (13,75%),

TiO2 (tak terdeteksi), MnO2 (0,24%), CaO (absen), MgO (0,85%) (Tan Sin Hok, 1958;

dalam Supriatna, 1992). Dasit berwarna kelabu terang, kelabu berbintik putih, dan

afanitik. Secara mikroskopik terdiri atas plagioklas (40%), ortoklas (30%), hornblenda

(15%), kuarsa (10%), klorit (2%), dan mineral opak (3%). Kedua intrusi ini berumur

Miosen Awal bagian atas - Miosen Tengah berdasarkan pentarikhan jejak bilah dari

mineral zirkon. Granodiorit tersingkap sangat baik sebagai Pr.Tenjolaut, sementara dasit

terdapat di G.Parang dan S.Cipanawar di Salopa, di sini ditemukan adanya mineralisasi

emas dan perak.

Di bagian atas Formasi Jampang terdapat Formasi Kalipucang yang berumur

Miosen Tengah. Formasi Kalipucang terdiri atas batugamping foraminifera dan

41

batugamping pasiran, lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan mencapai

250 m, dan berumur Miosen Tengah. Formasi ini menindih Formasi Jampang secara

selaras dan menjemari dengan anggota tuf napalan dan anggota batugamping Formasi

Pamutuan.

Gambar 17. Indikasi struktur geologi pada singkapan lava (Formasi Jampang) yang

tersingkap di perbatasan Garut-Tasikmalaya bagian selatan

Formasi Pamutuan terdiri atas batupasir, batugamping, napal, batulempung, dan

tuf. Berdasarkan fosil foraminifera yang dijumpai pada napal, Formasi Pamutuan

berumur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal dan agak

terbuka, ketebalannya mencapai 300 s/d 600 m. Anggota tuf napalan Formasi Pamutuan

terdiri atas tuf napalan berselingan dengan batupasir tufan dan batulempung tufan.

Ketebalan satuan ini mencapai 200 s/d 500 m, berumur Miosen Tengah dengan

lingkungan pengendapan laut dangkal. Satuan ini menjemari dengan Anggota

batugamping Formasi Pamutuan. Anggota batugamping Formasi Pamutuan terdiri atas

batugamping pasiran, kalsilutit, dan napal. Satuan ini membentuk morfologi karst. Tebal

satuan mencapai 500 m. Umur satuan ini Miosen Tengah dengan lingkungan

pengendapan laut dangkal.

42

Formasi Halang merupakan hasil pengendapan turbidit, terdiri atas perselingan

batupasir, batulempung, dan batulanau dengan sisipan breksi dan batupasir gampingan.

Ketebalan formasi ini mencapai 400 m, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal

dan berumur Miosen Akhir.

Formasi Bentang terdiri atas batugamping, batupasir tufan, bersisipan dengan

serpih dan mengandung lensa batugamping. Formasi Bentang berumur Miosen Akhir

bagian bawah dengan lingkungan pengendapan neritik. Ketebalan formasi ini mencapai

800 m. Anggota Sukaraja Formasi Bentang terdiri atas batugamping pasiran dan

batugamping terumbu. Ketebalan batugamping ini mencapai 250 m.

Formasi Tapak terdiri atas batupasir dengan sisipan napal pasiran. Batupasir

berwarna hijau keabu-abuan dan berbutir kasar. Sedangkan napal pasiran berwarna

kelabu kekuningan. Ketebalan formasi ini mencapai 500 m. Umur satuan ini sekitar

Pliosen dengan lingkungan pengendapan neritik.

Gambar 18. Korelasi satuan batuan di wilayah Tasikmalaya bagian selatan

(Supriatna dkk., 1992)

Hasil gunungapi tua berupa breksi vulkanik, breksi aliran (laharik), tufa dan lava

bersusunan andesit sampai basal. Hasil gunungapi tua merupakan produk aktivitas

43

G.Sawal dan G.Cakrabuana. Hasil gunungapi tua ini berumur Plistosen Awal dengan

lingkungan pengendapan darat. Hasil gunungapi muda G.Galunggung berupa breksi

vulkanik, lahar, tuf bersusunan andesit sampai basal. Breksi vulkanik mengandung

bongkahan lava andesit, membentuk gumuk berukuran beberapa meter sampai 1 km,

diduga merupakan hasil longsoran. Hasil gunungapi muda ini merupakan produk

aktivitas G.Galunggung, berumur Holosen dengan lingkungan pengendapan darat.

Endapan undak terdiri atas lanau, pasir, kerikil, dan bongkah-bongkah. Undak

kurang begitu keras jika dibandingkan batuan vulkanik produk gunungapi muda apalagi

tua. Undak pada umumnya berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapan fluvial.

Endapan yang paling muda adalah aluvium, terdiri atas material lepas berukuran

lempung, lanau, pasir, hingga bongkah. Pada umumnya terbentuk di dataran banjir di

sekitar kelokan sungai besar. Endapan ini hingga kini masih terbentuk seiring dengan

perkembangan faktor energi dari luar permukaan bumi (eksogen).

5.1.3. Tektonik

Kawasan Jawa Barat bagian selatan secara tektonik berdekatan dengan zona

subduksi di selatan Jawa. Zona subduksi ini membujur dari barat Sumatera, selatan

Jawa, hingga ke Nusa Tenggara. Aktivitas subduksi ini masih tinggi, yang ditengarai

oleh kejadian gempabumi yang sering terjadi. Peristiwa gempabumi terakhir yang

cukup tinggi intensitasnya adalah gempabumi Tasikmalaya 7,3 skala richter pada 2

September 2009. Gempabumi tersebut memporakporandakan wilayah pesisir Jawa

Barat selatan, bahkan hingga ke Pangalengan yang sebenarnya berada pada wilayah

Jawa Barat bagian tengah. Di wilayah Cianjur selatan, bahkan bukit Cicangkareng

longsor hingga menutupi kawasan seluas 5 ha akibat getaran gempabumi tersebut.

Gambar 19 berikut ini menunjukkan bahwa kawasan pesisir Jawa Barat bagian selatan

rawan akan bahaya gempabumi, yang sewaktu-waktu dapat diikuti oleh ancaman

tsunami. Kondisi ini tentu saja menjadi salah satu kendala yang harus dihadapi dalam

upaya pengembangan wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Struktur geologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan mengontrol bentuk-

bentuk morfologi. Punggungan berarah tertentu, lembah yang tersayat dalam, dan

kemiringan yang terjal merupakan beberapa respon akibat peristiwa tektonik. Sebagian

sesar-sesar tersebut ada yang masih aktif hingga kini. Keberadaan sesar dicirikan oleh

44

munculnya banyak mataair di sepanjang tebing, kelurusan morfologi, zona hancuran

yang ditandai oleh banyaknya kejadian longsor, air terjun, dsb. Pada batuan sedimen

keberadaan sesar dan lipatan dicirikan oleh variasi pengukuran strike dan dip perlapisan.

Kekar-kekar yang ditemukan pada batuan berumur tua pada umumnya telah diisi oleh

material lain, dapat berupa kuarsa, karbonat, oksida besi, dll.

Gambar 19. Episentrum gempa di wilayah Indonesia (Soehaimi dkk., 2004)

Struktur geologi yang terdapat di wilayah Jawa Barat bagian selatan terdiri atas

sesar, lipatan, dan kekar yang dijumpai pada batuan berumur Oligo-Miosen hingga

Kwarter. Sesar di wilayah Sukabumi selatan, Cianjur selatan, Garut selatan, dan

Tasikmalaya selatan berupa sesar mendatar dan sesar normal. Sesar mendatar pada

umumnya berarah utara barat laut – selatan tenggara (NW-SE) serta utara-selatan (N-S),

sedangkan sesar normal utara – selatan atau tenggara (N-S atau N-SE) dan timur-barat

(E-W). Pola lipatan yang dijumpai berupa antiklin yang berarah barat daya – timur laut

(SW-NE) dan fleksur berarah barat – timur (W-E). Pada batuan berumur Kwarter

dijumpai kelurusan morfologi yang diperkirakan sesar berarah barat laut – tenggara

(NW-SE) dan barat daya – timur laut (SW-NE). Kekar-kekar pada umumnya terekam

45

pada batuan beku yang berumur Oligo-Miosen hingga Kwarter. Tektonika yang terjadi

di wilayah Jawa Barat bagian selatan menghasilkan dua pola struktur yang berbeda,

melibatkan batuan berumur Miosen Akhir, menghasilkan suatu pengangkatan dan

kemudian diikuti oleh terobosan batuan berumur Pliosen menembus Formasi Bentang.

Formasi Cimandiri terlipatkan dan membentuk suatu antiklin dan sinklin. Sementara itu

Formasi Beser, Formasi Bentang, dan Formasi Koleberes tersesarkan yang membentuk

sesar normal dan sesar mendatar.

5.2. Sumber Daya Air

Sumber daya air di kawasan Jawa Barat bagian selatan terdiri atas aliran air

permukaan berupa sungai-sungai dan mata air. Berdasarkan daerah tangkapan air,

wilayah ini dapat dibagi dalam 20 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu (Gambar 20):

1) DAS Cibabalukan ( 89,11 km2)

2) DAS Cibuni (1.428,00 km2)

3) DAS Cibuntu ( 164,50 km2)

4) DAS Cicacaban ( 405,70 km2)

5) DAS Cidamar ( 271,40 km2)

6) DAS Cikaingan ( 261,70 km2)

7) DAS Cikandang ( 456,60 km2)

8) DAS Cikarang ( 229,10 km2)

9) DAS Cikaso – Garut ( 166,90 km2)

10) DAS Cikaso – Sukabumi ( 972,70 km2)

11) DAS Cikembang-Cisitu ( 692,10 km2)

12) DAS Cikeruh ( 190,20 km2)

13) DAS Cilaki ( 415,70 km2)

14) DAS Cilayu ( 126,60 km2)

15) DAS Cipandak ( 183,20 km2)

16) DAS Cipatujah ( 188,70 km2)

17) DAS Cisadea ( 466,10 km2)

18) DAS Cisakem ( 238,40 km2)

19) DAS Cisangiri ( 196,40 km2)

20) DAS Ciwulan (1.166,00 km2)

46

Gam

bar

20. D

istr

ibusi

spas

ial

DA

S d

i w

ilay

ah J

awa

Bar

at b

agia

n s

elat

an

47

Sungai utama dalam setiap DAS tersebut mengalir ke arah selatan dan bermuara di

wilayah pesisir selatan wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Masing-masing DAS memiliki morfometri yang berbeda-beda. Morfometri

tersebut dipengaruhi oleh litologi penyusun, struktur geologi dan tektonik, serta iklim

yang ada. DAS terluas di wilayah ini adalah DAS Cibuni yang terletak di Kabupaten

Sukabumi, memiliki luas mencapai 1.428 km2. DAS terluas ke-2 adalah DAS Ciwulan

di Kabupaten Tasikmalaya dengan luas 1.166 km2. Sedangkan DAS yang paling sempit

di antara ke 20 DAS tersebut adalah DAS Cibabalukan di wilayah Kabupaten

Tasikmalaya yang memiliki luas 89,11 km2.

Bentuk DAS pada umumnya berbentuk bulu burung dan agak melebar di bagian

hulu atau tengah. DAS yang berbentuk relatif kompleks adalah DAS Cikaso

(Sukabumi), DAS Cibuni, DAS Cisakem, DAS Cisadea, DAS Cilaki, DAS Cikandang,

DAS Cicacaban, DAS Ciwulan, dan DAS Cisitu-Cikembang. Dalam kaitannya dengan

debit air permukaan, maka DAS yang memiliki bentuk bulu burung memiliki debit yang

relatif tinggi dibandingkan dengan bentuk DAS yang kompleks. Fenomena tersebut

didukung oleh hasil observasi lapangan di S.Cipandak yang memiliki bentuk DAS

relatif memanjang. Sungai tersebut memiliki debit yang cukup tinggi hingga ke bagian

hulu. Kondisi tersebut akan mempengaruhi ketersediaan potensi energi listrik yang akan

dihasilkan oleh sumber energi air. Bentuk DAS yang relatif memanjang juga akan

menguntungkan untuk pengusahaan energi listrik mini hidro atau mikro hidro karena

sungai-sungai tersebut biasanya memiliki gradien yang tinggi. Debit air dan gradien

dasar sungai yang tinggi akan dapat meningkatkan kapasitas energi listrik yang

dihasilkan.

Di kawasan Jawa Barat bagian selatan, khususnya pada morfologi perbukitan

berlereng terjal, biasanya banyak ditemukan air terjun. Di samping sebagai aset

pariwisata, keberadaan air terjun ini merupakan sumber energi terbarukan untuk

membangkitkan energi listrik. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa di wilayah

Tasikmalaya bagian selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Garut, Kabupaten

Sukabumi bagian tengah, Kabupaten Cianjur yang berbatasan dengan Kabupaten

Bandung dan Kabupaten Garut, dan di Kabupaten Garut, keberadaan air terjun cukup

berlimpah. Kenyataan ini merupakan potensi yang perlu dikembangkan untuk

memajukan kawasan Jawa Barat bagian selatan.

48

Gambar 21. Air terjun di wilayah Tasikmalaya bagian selatan, tepatnya pada koordinat

7039’45,6” LS dan 108

011’32,4” BT

Gambar 22. Air terjun di wilayah Tasikmalaya bagian selatan, tepatnya pada koordinat

70

39’12,1” LS dan 1080

4’44,0” BT

49

Gambar 23. Air terjun di Desa Neglasari Kabupaten Garut bagian selatan, tepatnya pada

koordinat 7041’49,2” LS dan 107

058’57,1” BT

Gambar 24. Air terjun alami di Neglasari Kabupaten Garut, pada koordinat

7030’17,9” LS dan 107

048’50,3” BT

50

Gambar 25. Air terjun di Neglasari Kabupaten Garut, pada koordinat 7029’42,8” LS dan

107049’33,1” BT

Gambar 26. Curug Orok di Kabupaten Garut bagian selatan, pada koordinat

7023’12,9” LS dan 107

044’9,6” BT

51

Gambar 27. Air terjun di Kampung Pojok Kabupaten Sukabumi, pada koordinat

60

56,983’ LS dan 1060

33,286’ BT

Gambar 28. Curug Gentong di Kabupaten Sukabumi, pada koordinat

70

11,175’ LS dan 1060

36,988’ BT

52

Gambar 29. Curug Cikante di Kabupaten Sukabumi pada koordinat

70

16,085’ LS dan 1060

37,496’ BT

53

Gambar 30. Air terjun di antara jalur Cibeber-Campaka Wilayah Kabupaten Cianjur

pada koordinat 107o 8,762’ BT dan 6

o 58,655’ LS

Gambar 31. Penduduk memanfaatkan debit air S. Cisadea sebagai sumber energi listrik

mikro hidro, lokasi pada koordinat 107° 8' 36,6" dan 7° 22' 8,16"

54

Gambar 32. Air terjun pada gawir sesar di lembah S.Cipandak bagian hulu wilayah

Kabupaten Cianjur.

Gambar 21 sampai dengan Gambar 32 merupakan beberapa contoh keberadaan

air terjun yang diperoleh berdasarkan hasil observasi lapangan. Pada umumnya air

terjun berada pada wilayah perbukitan dan lereng pegunungan yang berkemiringan

terjal. Sebagian besar wilayah tersebut tersusun atas batuan vulkanik, baik yang

berumur Tersier maupun Kwarter. Batuan tersebut pada umumnya bersifat keras dan

masif. Hanya sebagian kecil saja air terjun yang ditemukan pada wilayah yang

berbatuan sedimen. Observasi lapangan dilaksanakan pada bulan Mei dan bulan Juli

2009, di mana pada bulan-bulan tersebut merupakan musim kemarau. Oleh karena itu,

beberapa sungai terutama di wilayah Tasikmalaya bagian selatan ditemukan dalam

keadaan kering. Padahal bila musim penghujan, sungai-sungai tersebut selalu berlimpah

air. Kondisi tersebut akan mempengaruhi perhitungan potensi energi listrik tenaga mini

hidro dan mikro hidro yang diinventarisasi dari wilayah tersebut. Namun demikian,

hasil perhitungan dapat dimodifikasi untuk mendapatkan energi yang diinginkan dengan

cara mengubah ketinggian efektif (H) dari sumber energi air yang akan dimanfaatkan.

55

5.3. Potensi Energi Listrik Tenaga Mini hidro dan Mikro hidro

Hasil observasi lapangan pada beberapa lokasi pengamatan di empat wilayah,

yaitu Sukabumi, Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya memberikan data seperti tertera di

Tabel 2 berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa kawasan Cianjur bagian

selatan memiliki potensi energi mini hidro dan mikro hidro yang berlimpah

dibandingkan wilayah lainnya.

Tabel 2. Potensi energi listrik tenaga mini hidro dan mikro hidro

di wilayah Jawa Barat bagian selatan

No Lokasi Potensi (Watt) Tipe pembangkit

1. 108o11’32,4” BT dan 7

o39’45,6” LS

Tasikmalaya Selatan

121,13

Mini hidro

2. 108o04’44,0” BT dan 7

o39’12,1” LS

Tasikmalaya Selatan

276,44

Mini hidro

3. 107o48’1,73” BT dan 7

o31’29,7” LS

Neglasari, Garut Selatan

43,26

Mikro hidro

4. 107o48’50,3” BT dan 7

o30’17,9” LS

Neglasari, Garut Selatan

259,57

Mini hidro

5. 107o49’33,1” BT dan 7

o29’42,8” LS

Neglasari, Garut Selatan

187,47

Mini hidro

6. 107o49’31,7” BT dan 7

o29’42,0” LS

Neglasari, Garut Selatan

108,16

Mini hidro

7. 107o44’9,6” BT dan 7

o23’12,9” LS

Curug Orok, Garut Selatan

519,15

Mini hidro

8. 107o8,762’ BT dan 6

o58,655’ LS

Cianjur Selatan

113,56

Mini hidro

9. 107o8'23,63" BT dan 6

o 59' 30,13" LS

Cianjur Selatan

108,16

Mini hidro

10. 107o7'54,30" BT dan 7

o1' 36,01" LS

Cianjur Selatan

180,26

Mini hidro

11. 107°8'8,4" dan 7°4'4,59"

Cikulit, Sukanagara, Cianjur Selatan

576,83

Mini hidro

12. 107°8'30,0696" dan 7°4'53,8068"

Cikulit, Sukanagara, Cianjur Selatan

144,21

Mini hidro

13. 107°8'36,6" dan 7°22'8,16"

Jembatan S.Cisadea, Cianjur Selatan

36,05

Mikro hidro

14. 107°20'29,8716" dan 7°18'39,0708"

Jembatan S.Cipandak, Cianjur Selatan

57,68

Mikro hidro

15. 107°22'10,6032" dan 7°17'26,3724"

Lembah S.Cipandak, Cianjur Selatan

1.442,07

Mini hidro

16. 107°21'52,9164" dan 7°16'37,2072"

Lembah S.Cipandak, Garut Selatan

1.413,23

Mini hidro

Berlanjut

56

Lanjutan Tabel 2.

No Lokasi Potensi (Watt) Tipe pembangkit

17. 107°20'43,4652" dan 7°15'44,6652"

Lembah S.Cipandak, Garut Selatan

1.442,07

Mini hidro

18. 107°23'0,078" dan 7°15'30,0348"

Lembah S.Cipandak

1.622,33

Mini hidro

19. 107°23'51,8064" dan 7°14'16,8828"

Lembah S.Cipandak

1.730,48

Mini hidro

20. 107°21'16,6248" dan 7°13'40,9728"

Lembah S.Cipandak

1.622,33

Mini hidro

21. 107°22'5,7" dan 7°12'43,7796"

Lembah S.Cipandak

1.730,48

Mini hidro

22. 107°25'3,4248" dan 7°13'30,3312"

Lembah S.Cipandak

1.925,16

Mini hidro

23. 107°24'34,2468" dan 7°12'43,7796"

Lembah S.Cipandak

1.326,70

Mini hidro

24. 106o33,286’ BT dan 6

o56,983’ LS

Kp. Pojok, Sukabumi

540,78

Mini hidro

25. 106o35,077’ BT dan 7

o05,425’ LS

Jampang Tengah, Sukabumi

180,26

Mini hidro

26. 106o36,988’ BT dan 7

o11,175’ LS

Curug Gentong, Sukabumi

207,30

Mini hidro

27. 106o37,496’ BT dan 7

o16,085’ LS

Curug Cikante, Sukabumi

1.009,45

Mini hidro

Berdasarkan hasil perhitungan data hasil observasi lapangan pada Tabel 2,

selanjutnya dibuat peta distribusi potensi sumber energi listrik tenaga mini hidro dan

mikro hidro (Gambar 33). Pada peta tampak bahwa kawasan yang memiliki potensi

tinggi (lebih dari 1000 watt) terdapat di wilayah perbukitan / pegunungan terjal.

Biasanya morfologi tersebut berkaitan dengan adanya kontrol struktur geologi dan

litologi yang bersifat keras. Daerah tersebut adalah kawasan Surade (Kabupaten

Sukabumi) dan kawasan lembah S.Cipandak (Kabupaten Cianjur). Kawasan tersebut

pada umumnya memiliki aksesibilitas yang kurang baik, sehingga agak sulit dicapai.

Oleh karena itu, potensi energi yang ada di wilayah tersebut perlu dikembangkan agar

masyarakat setempat dapat menikmati laju pembangunan. Industri skala kecil bisa

dikembangkan di kawasan tersebut. Sementara itu, wilayah Garut selatan dan daerah di

sekitar Pelabuhan Ratu, memiliki potensi energi sedang. Kawasan Tasikmalaya bagian

selatan paling rendah potensinya dibandingkan daerah lain. Namun demikian, sekecil

apapun potensi yang ada jika dikelola dengan baik, akan mendatangkan manfaat

terutama bagi masyarakat setempat.

57

Gam

bar

33. P

ote

nsi

ener

gi

list

rik t

enag

a m

ini

hid

ro d

an m

ikro

hid

ro d

i w

ilay

ah J

awa

Bar

at b

agia

n s

elat

an

58

5.4. Pengembangan Wilayah Jawa Barat Bagian Selatan

Jawa Barat secara tidak formal khususnya dalam aspek penyusunan perencanaan

pembangunan wilayah, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian wilayah, yakni Jawa Barat

Utara, Jawa Barat Tengah, dan Jawa Barat Selatan. Masing-masing wilayah

pengembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik wilayah ini

di satu sisi dapat menjadi pendukung, namun di sisi lain dapat pula menjadi kendala.

Pengenalan dan pemahaman karakteristik wilayah menggunakan parameter yang jelas

akan memudahkan dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya.

Jawa Barat Utara secara geologis-fisiografis didominasi oleh bentangalam

pedataran serta pantai. Dalam proses geomorfologi kwarter, bagian utara ini merupakan

wilayah pengendapan (agradasi) material yang berasal dari bagian tengah Jawa Barat,

yang merupakan lahan subur karena banyak mengandung unsur hara hasil rombakan

endapan volkanik. Secara klimatologis memiliki curah hujan tinggi dan merupakan

bagian hilir dari sistem pola pengaliran Jawa Barat ke sayap utara. Kondisi fisiografis-

meteorologis demikian memungkinkan wilayah Jawa Barat bagian utara berkecocokan

tinggi (hight suitability) untuk lahan pertanian tanaman basah.

Namun wilayah ini mempunyai kontradiktif dalam perencanaan wilayah karena

kecocokannya juga dapat menunjang pertumbuhan kawasan industri yang berbasis

ekspor. Dukungan yang memadai berupa sarana dan prasarana termasuk transportasi

jalan dan pelabuhan serta aksesibilitas dan kedekatan dengan pusat pertumbuhan

nasional. Nampak bahwa Jawa Barat bagian utara inilah yang menjadi pusat

pertumbuhan di kawasan Jawa Barat. Posisi Jawa Barat bagian utara yang secara

geologis, geografis, klimatologis, dan fisiografis sangat mendukung untuk berbagai

kepentingan maka posisinya menjadi sumber konflik kepentingan lahan. Oleh karena

itu, dapat dipahami bila pemerintah pusat maupun propinsi mempunyai kepentingan

yang tinggi serta perhatian yang prima terhadap wilayah ini. Kondisi tersebut

menyebabkan alokasi pendanaan untuk infra struktur termasuk penyediaan energi listrik

dan sebagainya menjadi skala prioritas penting untuk Jawa Barat bagian utara ini. Dapat

dikatakan bahwa Jawa Barat bagian utara ini adalah front area dalam sebuah

perencanaan pembangunan.

Bagian pengembangan wilayah ke-dua di Jawa Barat dikenal sebagai bagian

tengah. Wilayah ini secara geomorfologi dan fisiografis mempunyai lereng yang lebih

59

terjal dengan beberapa puncak gunungapi diselingi oleh batuan sedimen sehingga

merupakan wilayah penyangga pertumbuhan bagian utara yang ideal. Pada wilayah

pengembangan ini terdapat pusat pertumbuhan regional Bandung yang pada

kenyataannya lebih banyak memberikan dukungan (support by naturally) yang lebih

memadai ke arah Jawa Barat bagian utara daripada Jawa Barat bagian selatan. Daerah

ini secara topografis dan elevasi merupakan zona tangkapan hujan sehingga

memunculkan banyak mata air yang kemudian merupakan hulu dari sungai-sungai yang

bermuara di bagian utara. Dukungan secara alami ini menunjukkan bahwa Jawa Barat

bagian tengah merupakan bagian dari sebuah ekosistem dengan Jawa Barat bagian utara

(hinterland area).

Bagian pengembangan wilayah ke-tiga dari Jawa Barat adalah Jawa Barat

bagian selatan. Secara geomorfologis terdiri atas perbukitan bergelombang tidak teratur

akibat interaksi antara struktur geologi dan batuan yang terdapat di wilayah ini.

Interaksi tersebut menghasilkan lembah terjal dengan aliran sungai yang relatif pendek

dibandingkan dengan sungai-sungai yang mengalir ke arah utara. Lembah lembah ini

berarah utara-selatan, sehingga secara horizontal barat-timur akan diduduki oleh profil-

profil lembah berbentuk huruf V. Inilah karakter Jawa Barat bagian selatan sehingga

menjadi faktor pertimbangan dominan dalam perencanaan pembangunan di Jawa Barat.

Nampak bahwa ketertinggalan Jawa Barat bagian selatan memang diawali oleh

bentuk bentang alamnya yang tidak mendukung perencanaan pembangunan yang

normal. Dengan kata lain harus ada perencanaan khusus yang spesifik untuk Jawa Barat

bagian selatan, baik dari penyediaan infra struktur maupun model penyebaran pusat

pertumbuhan yang direncanakan. Kondisi alamiah itu pula yang menyebabkan corak

pertanian didominasi non sawah (prosentase sawah kurang dari 20%) dengan populasi

penduduk masih jarang. Belum tumbuhnya perekonomian lainnya selain sumberdaya

alam dan pertanian rakyat mengakibatkan pendapatan per kapita menjadi sangat rendah

dibandingkan dengan Jawa Barat bagian tengah apalagi Jawa Barat bagian utara.

Dengan pola pengembangan wilayah yang secara normal dilaksanakan saat ini, nampak

bahwa upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk Jawa Barat

bagian selatan belum memberikan multiplier effect yang signifikan. Oleh karena itu,

perlu secara khusus dibuat perencanaan pengembangan wilayah bagian selatan dengan

mempertimbangkan keunggulan komparatif (comparative advantages) berbasis

60

sumberdaya alam dan bantuan akselerasi yang dapat mempercepat pengembangan

wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Keunggulan komparatif tersebut adalah sebagai berikut:

- Jumlah penduduk per satuan lahan yang masih rendah,

- Geohistory termasuk proses tektonik dan mineralisasi nya maka bahan

pertambangan yang dimiliki beragam dan menyebar dalam skala yang kecil-kecil,

serta karena penduduk yang masih jarang dan penggunaan lahan yang belum

intensif maka diharapkan pembukaan lahan pertambangan tidak menjadi konflik

sosial yang tajam.

- Walaupun keterdapatan sumberdaya air tidak terlalu berlimpah dibandingkan dua

wilayah Jawa Barat lainnya, namun karena kondisi perbukitan dengan lereng yang

terjal, maka dalam perjalanannya aliran air ini memberikan efek gaya berupa air

terjun.

Identifikasi air terjun menjadi sangat penting dalam rangka memberikan input utama

untuk pertimbangan pusat pertumbuhan yang harus direncanakan secara menyebar

(scattered pole development) sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat menyebar. Pusat

pertumbuhan yang direncanakan harus dipertimbangkan dengan matang dari segi infra

struktur, khususnya rencana penyediaan energi dan transportasi.

Pembuatan kerangka transportasi tetap harus memperhatikan hubungan utara-

selatan (vertical linkage) yang menghubungkan sumber-sumber dana pembangunan

yang berada di wilayah Jawa Barat bagian selatan serta Jawa Barat bagian tengah.

Namun demikian juga harus mempertimbangkan efek sinergi antar pusat pertumbuhan

di selatan Jawa Barat dengan jalan lokal yang memadai berarah barat-timur. Sementara

itu, saat ini jalan yang menghubungkan kota-kota kecamatan Pelabuhan Ratu,

Sindangbarang, Cidaun, Rancabuaya, Bungbulang, Cipatujah, Cimerak,

Pangandaran dapat lebih ditingkatkan sebagai cikal bakal poros selatan. Poros selatan

menjadi amat penting untuk pertumbuhan ekonomi, namun juga perlu mendapat

perhatian yang serius penangannya dalam aspek pertahanan keamanan, khususnya dari

negara tetangga Australia, serta posisinya yang tidak mendekati pantai dalam rangka

upaya mitigasi bencana. Oleh karena itu, kota kecamatan tersebut perlu mendapat

prioritas sebagai pusat pertumbuhan lokal.

61

Khusus untuk Pelabuhan Ratu dan Pangandaran, pertimbangan kawasan andalan

Jawa Barat yang berupa kawasan wisata perlu secara khusus diperhatikan masalah

transportasi udara. Penting mempertimbangkan kedua kota ini sebagai wilayah otonomi

adminitratif sebagai upaya desentralisasi berbasis pertumbuhan ekonomi. Bahkan

Pelabuhan Ratu harus segera mempersiapkan prasarana lokasi pelabubahan udara.

Dukungan energi merupakan kebutuhan pokok yang harus dipertimbangkan secara

mendalam.

Salah satu pusat pertumbuhan yang dapat diusulkan yakni Cidaun di kawasan

Cianjur selatan, harus menjadi prioritas dalam kebutuhan energi listrik. Pembangkit

listrik tenaga mini hidro (mini hydro power) dapat sesegera mungkin diusulkan dengan

dukungan potensi sumber daya air yang terdapat di sekitarnya. Sementara pusat

pertumbuhan lainnya dapat diurutkan dalam skala prioritas yang berbeda.

Sumber energi listrik tenaga mikro hidro dan mini hidro bukan satu-satunya

sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan, namun ada alternatif lainnya yang

dapat dipertimbangkan yaitu energi listrik tenaga matahari (solar cell) untuk penerangan

lokal di perumahan (konsumsi rumah tangga). Bila teknologi tenaga pasang surut

memungkinkan dikembangkan di kawasan ini, maka lebih beragam lagi sumber-sumber

energi listrik yang dapat mendukung pengembangan wilayah Jawa Barat bagian selatan.

Dengan demikian, maka model pengembangan wilayah yang diusulkan adalah

tata ruang dengan pusat pertumbuhan yang menyebar bersifat lokal, serta diusahakan

menyebar merata di bagian selatan Jawa Barat. Ibukota kecamatan yang sudah ada tetap

dipertahankan sebagai pusat pertumbuhan berbasis pemerintahan. Beberapa pusat

ekonomi lokal di wilayah Jawa Barat bagian selatan perlu ditumbuhkan untuk

memberikan akselerasi efek pemerataan yang lebih mengena ke sasaran yakni ekonomi

berbasis sumberdaya alam setempat.

Semua rencana pengembangan wilayah Jawa Barat bagian selatan dapat

terlaksana bila aspek pendukung utama berupa energi khususnya listrik tersedia.

Penelitian yang khusus menginventarisasi sumber sumber energi alternatif, dapat

diperluas dan diusulkan untuk melaksanakan studi energi alternatif lainnya yang

berbasis sumberdaya lokal, di antaranya berupa biomass kotoran sapi dan sampah, sel

surya, angina, dan pasang surut. Diharapkan apabila studi dilaksanakan dapat

62

memberikan rencana bauran sumber energi terbarukan (renewable energy mix) yang

mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat bagian selatan.

Persoalan lain dalam pengembangan wilayah Jawa Barat bagian selatan adalah

perimbangan penduduk terdidik. Masalah tersebut perlu mendapat perhatian bersama,

sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Barat bagian selatan dapat didukung oleh

sumberdaya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan

setingkat SLTA khususnya kejuruan (SMK) merupakan faktor lain yang harus

dipertimbangkan.

Secara teknis penyediaan sumber energi mikro hidro dapat dilaksanakan secara

langsung (direct in use system) yaitu dengan pemasangan pembangkit di dekat air terjun

yang tersedia khususnya untuk beberapa air terjun yang memenuhi debit standar, seperti

di sekitar Cidaun atau Cimerak. Beberapa sumber air lainnya memerlukan sistem

penampungan (ponds) terlebih dahulu seperti pembuatan bendungan kecil untuk

menstabilkan debit antara musim hujan dan kemarau. Pertimbangan teknis ini

memerlukan penelitian lebih lanjut yang lebih komprehensif, mengingat faktor

keekonomian yang mungkin menjadi penghambat.

Terlepas dari berbagai skenario alternatif penyediaan energi untuk Jawa Barat

bagian selatan, maka yang diperlukan adalah kebijakan politis dari pemerintah

khususnya Pemerintah Daerah Jawa Barat. Jika diperlukan pemerintah dapat

membentuk institusi khusus berupa Badan Koordinasi Percepatan Pertumbuhan Jawa

Barat bagian selatan atau yang sejenis dengan institusi tersebut dengan kategori daerah

tertinggal.

63

Gam

bar

34. P

usa

t-pusa

t per

tum

buhan

ekonom

i u

ntu

k m

endukung p

engem

ban

gan

wil

ayah

di

kaw

asan

Jaw

a B

arat

bag

ian s

elat

an

64

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Karakteristik sumberdaya geologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan terdiri

atas geomorfologi, litologi, dan struktur geologi sebagai respon dari fenomena tektonik.

Morfologi di daerah penelitian memiliki elevasi berkisar dari 0 sampai dengan 3.000

kaki dari permukaan laut. Kemiringan lereng sangat bervariasi dari datar hingga sangat

terjal. Satuan morfologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan dapat dikelompokkan

dalam pedataran, perbukitan dengan punggungan yang sejajar, perbukitan dengan

punggungan yang tidak beraturan, dan perbukitan karst. Sungai-sungai membentuk pola

pengaliran yang beragam, diantaranya adalah rektangular, trellis, radial, paralel,

dendritik, anular, multibasinal, dan anastomotik. Pada morfologi perbukitan berlereng

terjal, biasanya banyak ditemukan air terjun.

Litologi yang menyusun kawasan Jawa Barat bagian selatan sangat bervariasi.

Ragam batuan meliputi batuan vulkanik, batuan metamorf, batuan sedimen, batuan

terobosan, dan endapan. Batuan tersebut memiliki kisaran umur dari Oligosen hingga

Resen. Batuan yang berumur tua biasanya sudah mengalami metamorfosa. Batuan tertua

yang terdapat di wilayah ini adalah Formasi Ciletuh yang diikuti oleh Formasi Jampang.

Keragaman batuan memiliki nilai tambah bagi keberadaan sumber daya mineral dan

energi.

Kawasan Jawa Barat bagian selatan secara tektonik berdekatan dengan zona

subduksi di selatan Jawa. Aktivitas subduksi ini masih tinggi, yang ditengarai oleh

kejadian gempabumi yang sering terjadi. Kondisi ini menjadi salah satu kendala yang

harus dihadapi dalam upaya pengembangan wilayah Jawa Barat bagian selatan. Struktur

geologi di wilayah ini mengontrol morfologi. Punggungan berarah tertentu, lembah

yang tersayat dalam, dan kemiringan yang terjal merupakan respon peristiwa tektonik.

Sumber daya air di kawasan Jawa Barat bagian selatan terdiri atas aliran air

permukaan berupa sungai-sungai dan mata air. Berdasarkan daerah tangkapan air,

wilayah ini dapat dibagi dalam 20 Daerah Aliran Sungai (DAS). Masing-masing DAS

memiliki morfometri yang berbeda-beda. Morfometri tersebut dipengaruhi oleh litologi

65

penyusun, struktur geologi dan tektonik, serta iklim yang ada. DAS terluas di wilayah

ini adalah DAS Cibuni memiliki luas 1.428 km2. DAS terluas ke-2 adalah DAS Ciwulan

dengan luas 1.166 km2. Sedangkan DAS yang paling sempit di antara ke 20 DAS

tersebut adalah DAS Cibabalukan yang memiliki luas 89,11 km2. Sebagian besar bentuk

DAS menyerupai bulu burung dan sebagian lagi berbentuk kompleks. Dalam kaitannya

dengan debit air permukaan, maka DAS yang memiliki bentuk bulu burung memiliki

debit yang relatif tinggi dibandingkan dengan bentuk DAS yang kompleks. Bentuk

DAS yang relatif memanjang juga akan menguntungkan untuk pengusahaan energi

listrik mini hidro atau mikro hidro karena sungai-sungai tersebut biasanya memiliki

gradien yang tinggi.

Hasil observasi lapangan pada beberapa lokasi pengamatan di Sukabumi,

Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya memberikan data bahwa kawasan Cianjur bagian

selatan memiliki potensi energi mini hidro dan mikro hidro yang berlimpah

dibandingkan wilayah lainnya. Kawasan yang memiliki potensi tinggi (lebih dari 1000

watt) terdapat di wilayah perbukitan / pegunungan terjal. Biasanya morfologi tersebut

berkaitan dengan kontrol struktur geologi dan litologi yang bersifat keras. Daerah

tersebut adalah kawasan Surade (Kabupaten Sukabumi) dan kawasan lembah

S.Cipandak (Kabupaten Cianjur). Sementara itu, wilayah Garut selatan dan daerah di

sekitar Pelabuhan Ratu, memiliki potensi energi sedang. Kawasan Tasikmalaya bagian

selatan paling rendah potensinya dibandingkan daerah lain.

Ketertinggalan Jawa Barat bagian selatan diawali oleh bentuk bentang alamnya

yang tidak mendukung perencanaan pembangunan yang normal. Kondisi alamiah itu

pula yang menyebabkan corak pertanian didominasi non sawah (prosentase sawah

kurang dari 20%) dengan populasi penduduk masih jarang. Belum tumbuhnya

perekonomian lainnya selain sumberdaya alam dan pertanian rakyat mengakibatkan

pendapatan per kapita menjadi sangat rendah dibandingkan dengan Jawa Barat bagian

tengah apalagi Jawa Barat bagian utara. Identifikasi air terjun menjadi sangat penting

dalam rangka memberikan input utama untuk pertimbangan pusat pertumbuhan yang

harus direncanakan secara menyebar (scattered pole development) sehingga efek yang

dihasilkan lebih cepat menyebar. Pusat pertumbuhan yang direncanakan harus

dipertimbangkan dengan matang dari segi infra struktur, khususnya rencana penyediaan

energi dan transportasi. Sementara itu, saat ini jalan yang menghubungkan kota-kota

66

kecamatan Pelabuhan Ratu, Sindangbarang, Cidaun, Rancabuaya, Bungbulang,

Cipatujah, Cimerak, Pangandaran dapat lebih ditingkatkan sebagai cikal bakal poros

selatan. Oleh karena itu, kota kecamatan tersebut perlu mendapat prioritas sebagai pusat

pertumbuhan lokal.

6.2. Saran

Hasil penelitian ini masih belum cukup untuk mengupayakan kemajuan

pembangunan di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Penelitian yang lebih bersinergi

dengan program-program kerakyatan perlu mendapat dukungan semua pihak. Potensi

energi listrik skala kecil perlu mendapatkan perhatian agar dapat berkembang sebagai

upaya untuk merealisasikan kemandirian energi, terutama bagi masyarakat di daerah

terpencil.

67

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Tjetje, Rajiyowiryono, Hardoyo, Adisaputro, Karsono, & Wongsosentono,

Soeharto. 1992. Pertimbangan Aspek Geologi Lingkungan dalam Pengembangan

Wilayah Jawa Barat Selatan. Proceeding Seminar Proyeksi Pengembangan Wilayah

Jawa barat bagian selatan, HMG Unpad, Bandung.

Alzwar, M., Akbar, N. dan Bachri, S. 1992. Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk,

Jawa. Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Baumann, P., H.Oesterle, & Suminta, Wibisono. 1972. The Cenozoic of Java and Sumatra,

Proceedings Indonesian Petroleum Association.

Budhitrisna, T. 1986. Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, Jawa Barat. Skala 1:100.000.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Departemen SDE & Mineral. 2005. Blueprint pengelolaan energi nasional 2005 – 2025.

http://www.esdm.go.id.

Departemen SDE & Mineral. 2007. Mikro hidro. Clearinghouse Energi Terbarukan dan

Konservasi Energi. http://www.w3.org/1999/xhtml

Koesmono, K, Kusnama, & Suwarna, N. 1996. Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan

Bandarwaru. Skala 1:100.000, Edisi ke-2. PPPG, Bandung.

Martodjojo, S. 1984. Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat. Desertasi Doktor, Fakultas

Pasca Sarjana ITB.

Pulunggono, A. & Martodjojo, S. 1994. Perubahan Tektonik Paleogene-Neogene

Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceedings Geologi dan

Geotektonik Pulau Jawa, Pertamina.

Purnomo, Joko, & Purwoko. 1994. Kerangka Tektonik dan Stratigrafi Pulau Jawa Secara

Regional dan Kaitannya dengan Potensi Hidrokarbon. Proceedings Geologi dan

Geotektonik Pulau Jawa, Pertamina.

Situmorang, B., Siswoyo, Endang Thajib, & Paltrinieri F. 1976. Wrench Fault Tectonics

and Aspects of Hydrocarbon Accumulation in Java. Proceedings Indonesian

Petroleum Association.

Sudradjat, Adjat. 1992. Jawa Barat selatan sebagai potensi yang terpendam. Proceeding

Seminar Proyeksi Pengembangan Wilayah Jawa barat bagian selatan, HMG Unpad,

Bandung.

68

Sudradjat, Adjat. 2006. Gejala vulkanisma dan implikasinya dalam pemahaman

geodinamika Jawa Barat bagian selatan. Panduan Ekskursi Program S3 Ilmu

Geologi, Program Pascasarjana Unpad.

Soehaimi, Asdani, Kertapati, Engkon K, dan Januar H.S., J.B. 2004. Seismotektonik dan

parameter dasar teknik kegempaan wilayah Jawa Barat, Bandung dan sekitarnya.

Prosiding Lokakarya Cekungan Bandung, Puslitbang Geologi, Bandung.

Sukamto. 1975. Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa. Skala 1:100.000,

PPPG, Bandung.

Sukiyah, Emi dan Mardiana, Undang. 1997. Model Analisis Potensi Bahan Galian

Golongan C Dalam Kaitannya Pengentasan Desa Tertinggal di Jawa Barat Bagian

Selatan. Proceeding PIT IAGI ke-25, Jakarta.

Sukiyah, Emi, Syafri, Ildrem, Mulyo, Agung, dan Agus Nur, Andi. 2007. Kajian informasi

geologi kawasan Gunung Wayang dan sekitarnya: aplikasi untuk pengembangan

pariwisata Bandung Selatan. Laporan PHB, Lembaga Penelitian, Unpad.

Sulaksana Nana, dan Mardiana, Undang. 2002. Bimbingan Teknik Eksplorasi Bahan

Batumulia di Kecamatan Cisewu. Kabupaten Garut. Jurnal Pengabdian kepada

Masyarakat UNPAD ISSN 1410-5675, Vol. 10 No. 4.

Supriatna, S, Sarmili, L, Sudana, D, & Koswara, A. 1992. Peta Geologi Lembar

Karangnunggal, Jawa. Skala 1:100.000, PPPG, Bandung.

Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes,

General Geology. Martinus Nijhoff The Hague, vol. IA: 25-28.

69

L A M P I R A N

Lampiran - 1

HASIL ANALISIS MIKROSKOPIK BATUAN

M.1-S.5

Batuan terubah silisifikasi (silika sekunder pada massa dasar), porfiritk, sebaran mineral

opak (kubik) relatif merata pada batuan, terdapat ubahan berupa mineral karbonat dalam

batuan.

Komposisi mineral:

Plagioklas : berzonning, kembar Carlsbad, terubah menjadi karbonat (relic plagioklas

masih terlihat jelas). Hadir dalam jumlah cukup banyak (50%).

Mineral karbonat: merupakan ubahan dari plagioklas. Hadir dalam jumlah cukup bearti

(12 %)

Silika sekunder: bertekstur radial, mozaik, pemadaman bergelombang. Hadir dalam

jumlah cukup besar (23 %).

Klorit: berwarna hijau, berserabut, merupakan ubahan dari fenokris dan massa dasar.

Hadir dalam jumlah 10 %.

Mineral Opak: tersebar cukup merata pada batuan dalam jumlah 5 %

Nama Batuan : Andesit Terubah.

Lampiran - 2

M.1-ST.2

Batuan bertekstur porfiritik, holokristalin, inequigranular, terubah ringan. Fenokris

terdiri dari plagioklas, dengan massa dasar mikrolit plagioklas.

Komposisi Mineral:

Plagioklas : umumnya anhedral, berzonning, kembar Carlsbad, terubah menjadi k.

Feldspar (?) sekunder, selain fenokris, juga hadir sebagai massa dasar yang terubah

menjadi klorit. Hadir dalam jumlah besar dalam sayatan (82 %)

Piroksin : kehijauan, pleokroisme lemah, relief sedang, belahan 1- 2 arah, jenis

klinopiroksin, kembar sederhana. Hadir dalam jumlah sedikit (4 %).

Mineral Opak: hitam, isotrop. Jumlah dalam sayatan 3 %.

Klorit : hijau, berserabut halus, radial, ubahan dari massa dasar, terdapat hairline terisi

klorit. Jumlah dalam sayatan 10 %.

Muskovit : panjang berlembar, belahan 1 arah, tidak berwarna, tidak mempunyai

pleokroisme> Hadir dalam jumlah sedikit dalam batuan (1%).

Nama Batuan : Andesit Terubah

Lampiran - 3

M.1-ST.7

Batuan memperlihatkan tekstur porfiritik, tekstur aliran jelas terlihat. Hairline silika

sekunder dan oksida besi hadir dalam batuan. Mineral opak tersebar merata pada massa

dasar.

Komposisi mineral:

Plagioklas: selain fenokris, mineral juga terdapat sebagai massa dasar, kembar Carlsbad,

belahan satu arah. Jumlah dominan dalam batuan (92 %).

Piroksin : belahan dua arah, kembar sederhana, berasosiasi dengan plagioklas. Jenisnya

klinopiroksin. Hadir dalam jumlah sedikit pada batuan (3 %).

Mineral Opak: berbentuk kubik, berbutir halus, tersebar merata pada batuan. Hadir

dalam jumlah 5 %

Nama Batuan: Lava basaltik

Lampiran - 4

M.2 – ST.1

Batuan bertekstur porfiritik, holokristalin dan inekigranular. Fenokris terdiri atas

plagioklas, piroksin dan mineral opak. Massa dasar berupa mikrolit plagioklas,

mikrogranular piroksin dan mineral opak.

Mineral Penyusun:

Plagioklas: tidak berwarna – keabuan, relief rendah, pleokroisme tidak ada, anhedral –

euhedral, kembar albit – carlsbad, zonning kuat. Sangat dominan dalam batuan (80 %).

Piroksin : abu kecoklatan, relief sedang, euhedral – subhedral, kembar sederhana,

belahan dua arah, dominan cpx, struktur corona. Hadir dalam jumlah 12 %.

Mineral opak: isotrop, anhedral - kubik, berasosiasi dengan piroksin. Hadir dalam

jumlah 5 %.

Klorit : Hijau kekuningan, pleokroisme kuat, berserabut – serat halus, mengisi

rekahanplagioklas. Jumlah dalam batuan 3 %.

Nama batuan : Andesit

Lampiran - 5

Lampiran - 6

Lampiran - 7

Lampiran - 8

Lampiran - 9

Lampiran - 10

Lampiran - 11

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

1. 108o11’32,4” BT dan 7

o39’45,6” LS 9.81 2 8.4 0.75 0.98 1 121.13

Kode = Ts01

elevasi =183 m

Air terjun Tasikmalaya Selatan

Litologi = breksi

2. 108o04’44,0” BT dan 7

o39’12,1” LS 9.81 1.8 21.3 0.75 0.98 1 276.44

Kode = Ts02

elevasi = 238 m

Air terjun di Tasikmalaya selatan

Litologi: batuan beku andesitik

3. 107o48’1,73” BT dan 7

o31’29,7” LS 9.81 3 2 0.75 0.98 1 43.26

Kode = Gr01

elevasi = 956 m

Air terjun di Neglasari Garut Selatan

Litologi: breksi

4. 107o48’50,3” BT dan 7

o30’17,9” LS 9.81 3 12 0.75 0.98 1 259.57

Kode = Gr02

elevasi = 1250 m

Air terjun di Neglasari Garut Selatan

Litologi: breksi

Potensi energi listrik

POTENSI ENERGI LISTRIK TENAGA MINI HIDRO & MIKRO HIDRO DI JAWA BARAT SELATAN

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

5. 107o49’33,1” BT dan 7

o29’42,8” LS 9.81 2 13 0.75 0.98 1 187.47

Kode = Gr03

elevasi = 1380 m

Air terjun Garut Selatan

Litologi: batuan beku

6. 107o49’31,7” BT dan 7

o29’42,0” LS 9.81 5 3 0.75 0.98 1 108.16

Kode = Gr04

elevasi = 1375 m

Air terjun Garut Selatan

Litologi:

7. 107o44’9,6” BT dan 7

o23’12,9” LS 9.81 2.4 30 0.75 0.98 1 519.15

Kode = Gr05

elevasi = 1145 m

Curug Orok, Garut Selatan

Litologi: Batupasir, dan batulempung kompak,

serta batuan beku andesitik

8. 107o 8,762’ BT dan 6

o 58,655’ LS 9.81 1.05 15 0.75 0.98 1 113.56

Kode=Cj01

elevasi = 2560 ft = 780,29 m

Berupa air terjun, Cianjur

litologi= lava dan breksi vulkanik

Potensi energi listrik

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

9. 107o 8' 23,63" BT dan 6

o 59' 30,13" LS 9.81 15 1 0.75 0.98 1 108.16

Kode=Cj02

elevasi = 900 m

Berupa air terjun di sungai, Cianjur

litologi= lava, tuf, dan breksi vulkanik

10 107o 7' 54,30" BT dan 7

o 1' 36,01" LS 9.81 5 5 0.75 0.98 1 180.26

Kode=Cj03

Elevasi = 1050 m

Berupa air terjun di sungai, Cianjur

Litologi= Tmbo

11. 107° 8' 8,4" dan 7° 4' 4,59" 9.81 4 20 0.75 0.98 1 576.83

Kode=Cj04

elevasi=1000 m

Air berlimpah di Cikulit - Sukanagara

Litologi = Tmbe

12. 107° 8' 30,0696" dan 7° 4' 53,8068" 9.81 2 10 0.75 0.98 1 144.21

Kode=Cj05

elevasi=1100 m

Air berlimpah Cikulit-Sukanagara

Litologi = Tmbe

Potensi energi listrik

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

13. 107° 8' 36,6" dan 7° 22' 8,16" 9.81 1 5 0.75 0.98 1 36.05

Kode=Cj06

elevasi=200 m

Air terjun, Jembatan Cisadea, Cianjur

Litologi = Formasi Bentang

14. 107° 20' 29,8716" dan 7° 18' 39,0708" 9.81 0.8 10 0.75 0.98 1 57.68

Kode=Cj07

elevasi=800 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = Kontak F. Bentang dan vulkanik

Jembatan S.Cipandak

15. 107° 22' 10,6032" dan 7° 17' 26,3724" 9.81 1 200 0.75 0.98 1 1,442.07

Kode=Cj08

elevasi=1100 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = Kontak vulkanik

16 107° 21' 52,9164" dan 7° 16' 37,2072" 9.81 2 98 0.75 0.98 1 1,413.23

Kode=Cj09

elevasi=1000 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

Potensi energi listrik

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

17 107° 20' 43,4652" dan 7° 15' 44,6652" 9.81 2 100 0.75 0.98 1 1,442.07

Kode=Cj10

elevasi=1100 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

18 107° 23' 0,078" dan 7° 15' 30,0348" 9.81 2.5 90 0.75 0.98 1 1,622.33

Kode=Cj11

elevasi=1200 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

19 107° 23' 51,8064" dan 7° 14' 16,8828" 9.81 2 120 0.75 0.98 1 1,730.48

Kode=Cj12

elevasi=1400 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

20. 107° 21' 16,6248" dan 7° 13' 40,9728" 9.81 1.5 150 0.75 0.98 1 1,622.33

Kode=Cj13

elevasi=1400 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

Potensi energi listrik

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

21. 107° 22' 5,7" dan 7° 12' 43,7796" 9.81 2 120 0.75 0.98 1 1,730.48

Kode=Cj14

elevasi=1500 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

22. 107° 25' 3,4248" dan 7° 13' 30,3312" 9.81 3 89 0.75 0.98 1 1,925.16

Kode=Cj15

elevasi=1600 m

Air terjun dilembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

23. 107° 24' 34,2468" dan 7° 12' 43,7796" 9.81 2 92 0.75 0.98 1 1,326.70

Kode=Cj16

elevasi=1600 m

Air terjun di lembah S.Cipandak

Litologi = vulkanik

24. 106o33,286’ BT dan 6

o56,983’ LS 9.81 1.5 50 0.75 0.98 1 540.78

Kode=Sm01

elevasi=300 m

Air terjun Kp. Pojok, Sukabumi

Litologi = breksi vulkanik

Potensi energi listrik

No Lokasi

g Q (m3/det) H (m) nt nbelt ngen P (watt)

25. 106o35,077’ BT dan 7

o05,425’ LS 9.81 1 25 0.75 0.98 1 180.26

Kode = Sm02

Elevasi = 700 m

Air terjun di Jampang Tengah

Litologi = breksi vulkanik

26. 106o36,988’ BT dan 7

o11,175’ LS 9.81 2.5 11.5 0.75 0.98 1 207.30

Kode = Sm03

Elevasi = 650 m

Curug Gentong, Sukabumi

Litologi = Perselingan batupasir & batulempung

27. 106o37,496’ BT dan 7

o16,085’ LS 9.81 2.5 56 0.75 0.98 1 1,009.45

Kode = Sm04

Elevasi = 600 m

Curug Cikante, Sukabumi

Litologi = Perselingan batupasir & batulempung

Potensi energi listrik