basic sciene bedah

65
TUGAS BEDAH Nama : Lora Anggraeni Patoding NIM : 11.2014.199 Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD. KOJA Jakarta Utara Pertanyaan: 1. Jelaskan mengenai kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa maupun anak! 2. Jelaskan tentang perdarahan (menurut ATLS dan penatalaksanaannya)! 3. Jelaskan definisi syok dan klasifikasinya! 4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam-basa! 5. Jelaskan mengenai minor set! 6. Jelaskan mengenai macam-macam teknik anestesi! 7. Jelaskan tentang berbagai macam tumor kulit dan jaringan di bawahnya! 8. Jelaskan mengenai berbagai macam transfuse dan bagaimana memberi transfusi! 9. Jelaskan berbagai macam jenis luka dan tahap penyembuhan luka! 10. Jelaskan macam-macam jahitan dan jenis benang! 11. Jelaskan definisi dan tindakan asepsis antisepsis! Jawaban: 1. Terapi cairan dan elektrolit pada anak

Upload: debbie-takaliuang

Post on 13-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Basic science bedahTugas bedahLora PatodingKoas Bedah RSUD Koja

TRANSCRIPT

TUGAS BEDAH

Nama : Lora Anggraeni Patoding

NIM : 11.2014.199

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD. KOJA Jakarta Utara

Pertanyaan:

1. Jelaskan mengenai kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa maupun anak!

2. Jelaskan tentang perdarahan (menurut ATLS dan penatalaksanaannya)!

3. Jelaskan definisi syok dan klasifikasinya!

4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam-basa!

5. Jelaskan mengenai minor set!

6. Jelaskan mengenai macam-macam teknik anestesi!

7. Jelaskan tentang berbagai macam tumor kulit dan jaringan di bawahnya!

8. Jelaskan mengenai berbagai macam transfuse dan bagaimana memberi transfusi!

9. Jelaskan berbagai macam jenis luka dan tahap penyembuhan luka!

10. Jelaskan macam-macam jahitan dan jenis benang!

11. Jelaskan definisi dan tindakan asepsis antisepsis!

Jawaban:

1. Terapi cairan dan elektrolit pada anak

Cairan tubuh terbagi dalam 2 kompartemen yaitu intraseluler dan ekstraseluler.

Ekstraseuler terbagi dalam ruang interstisial dan intravascular.

Table 1. Total caitan tubuh, cairan intraseluler dan ektraseluler menurut berat badan dan usia pada

anak

Kompartemen cairan

tubuh

Usia

Lahir Bulan Tahun

0 3 6 6 16

Total cairan tubuh 78% 75% 70% 65% 60%

Cairan Intraseluler 33% 37,5% 40% 42,5 40%

Cairan Ekstraseluler 45% 37,5% 30% 22,5% 20%

Prinsip terapi cairan dan elektrolit

Anak-anak memerlukan cairan dan elektrolit lebih banyak dari dewasa, karena itu

mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal itu terjadi karena

metabolic rate yang tinggi, insensible loss yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio

suface area), dan kemampuan konsentrasi urin rendah.

Kebutuhan cairan perhari

Kebutuhan rumatan = IWL + urin +cairan tinja

Kebutuhan cairan perhari bias diperkirakan berdasarkan energy expenditure, dimana

1 kcal = 1ml H2O. Berdasarkan perhitungan energy expenditure rata-rata pada pasien

yang dirawat di RS didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:

Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari

Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari

Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/kgBB/hari

Berat badan ≥ 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kgBB/hari

*Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan

cairan dan elektrolit (kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan secara

ketat/titrasi.

Penanganan kekurangan cairan atau dehidrasi pada dehidrasi sedang sampai dapat

diberikan rehidrasi parenteral. jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air,

maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus Cairan

Badan Total (CBT)(liter):

CBT yang diinginkan = kadar Na serum x CBT saat ini/140

CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)

CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg)

Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis

rehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau

dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan total perhari. Pada

dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl 45%. Dehidrasi

hipotonik ditatalaksanakan dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan

diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.

Kebutuhan elektrolit perhari

Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan metabolism, atau

dengan kebutuhan cairan perhari.

Natrium = 2-4 mEq/100mlH2O/hari

Kalium = 1-2 mEq/100mlH2O/hari

Klorida = 2-4 mEq/100mlH2O/hari

2. Perdarahan (menurut ATLS dan bagaimana penatalaksanaannya)

Perdarahan adalah penyebab syok yang paling sering terjadi pada

penderitatrauma. Respon penderita trauma terhadap kehilangan darah menjadi lebih

rumitkarena pergeseran cairan di antara kompartemen cairan di dalam tubuh

(khususnya didalam kompartemen cairan ekstraseluler). Definisi dari perdarahan

adalah kehilanganakut volume peredaran darah (ATLS, 2004).Hebatnya kehilangan

darah dapat ditentukan pada evaluasi awal denganmenilai pulsasi, tekanan darah, dan

pengisian kembali kapiler. Sistem klasifikasiATLS dari American College of

Surgeons berguna untuk memahami manifestasisehubungan dengan syok hemoragik

pada orang dewasa (tabel 1). Volume darahdiperkirakan 7% dari berat badan ideal,

atau kira-kira 4900 ml pada pasien dengan berat badan 70 kg.

Klasifikasi perdarahan menurut ATLS

a. Perdarahan grade 1, sebagai kehilangan darah < 15% dari total volume darah,

mendorong pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau

pernafasan, tekanan darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak

adanya perawatan sama sekali.

b. Perdarahan grade 2, sebagai kehilangan darah 15-30% volume darah (750-1500

ml), dengan tanda-tanda klinis termasuk takikardia dan takipnoe. Tekanan darah

sistolik mungkin hanya sedikit menurutn, khususnya ketika pasien berada pada

posisi supinasi, akan tetapi tekanan nadi menyempit. Urin output hanya menurun

sedikit (yaitu 20-30 ml/jam). Pasien dengan perdarahan kelas 2 biasanya dapat

diresusitasi dengan larutan kritaloid saja, namun beberapa pasien mungkin

membutuhkan transfuse darah.

c. Perdarahan grade 3, sebagai kehilangan 30-40% (1500-2000 ml) volume darah.

Perfusi yang tidak adekuat pada pasien dengan perdarahan kelas 3 mengakibatkan

tanda takikardi dan takipnoe, ektremitas dingin dengan pengisian kembali kapiler

yang terhambat secara signifikan, hipotensi, dan perubahan negative status mental

yang signifikan. Pedarahan grade 3 menampakkan volume kehilangan darah

terkecil yang secara konsisten menghasilkan penurunan pada tekana darah

sistemik. Resusitasi pada pasien ini seringnya membutuhkan transfusi darah

sebagai tambahan terhadap pemberian larutan kristaloid.

d. Perdarahan grade 4, sebagai kehilangan darah >40% volume darah (>2000 ml)

mewakili perdarahan yang mengancam jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardi,

tekanan darah sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang

menyempit atau tekanan darah diastolic yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi

dingin dan pucat, dan status mental sangat tertekan. Urin output sedikit. Pasien-

pasien ini membutuhkan transfusi segera untuk resusitasi dan seringkali

membutuhkan intervensi bedah segera.

Penilaian dan Pengelolaan

I. Primary Survey

Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan

resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.

a. Airway, menjaga airway dengan kontrol servical (cervical spine control)

Yang pertama dinilai adalah kelancara jalan nafas. Meliputi pemeriksaan

adanya obstruksi jalan nafas (karena benda asing, fraktur tulang wajahfraktur

mandibular atau maksila, fraktur laring atau trakea). Pada penderita yang dapa

berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian

ulang airway tetap dilakukan. Membebaskan airway dapat dimulai dengan chin

lift atau jaw thrust. Pada pasien dengan GCS ≤ 8 biasanya memerlukan

pemasangan airway definitif. Selama memeriksa dan memperbaiki airway, tidak

boleh dilakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi leher. Kecurigaan fraktur servical,

harus dipakai alat imobilisasi (collar neck).

b. Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi

Ventilasi yang baik meliputi fungsi yg baik dari paru, dinding dada dan

diafragma. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada

yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi dilakukan untuk menilai adanya

udara atau darah dalam rongga pleura, dan auskultasi dilakukan untuk

memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perlukaan yg mengakibatkan

gangguan ventilasi yg berat adalah tension pneumo-thorax, flail chest dengan

kontusio paru dan open pneumothorax.

c. Circulation, dengan control perdarahan (hemorrhage control)

i. Volume darah dan cardiac output. Keadaan hipotensi harus dianggap

disebabkan oleh hipovolemia, samapi terbukti sebaliknya. Maka diperlukan

penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita. 3 temua klnis

mengenai keadaan hemodinamik, yakni tingkat kesadaran, warna kulit yang

pucat keabu-abuan pada wajah dan kulit ekstremitas yang pucat, dan nadi

yang cepat dan kecil (nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan

jantung). Tidak ditemukannya pulsai arteri besar merupakan pertanda

diperlukannya resusitasi segera.

ii. Perdarahan.

d. Disability, dengan status neurologis

Penilaian yang dilakukan adalah menilai kesadaran, ukuran dan reaksi

pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal. Penilaian dengan

GSC (Glasgow coma scale) dapat meramal outcome penderita. Penrununa

kesadaran menuntut dilakukan reevaluasi terhadap keadaan oksigen, ventilasi, dan

perfusi.

e. Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hipotermia

Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan

evaluasi penderita dan tetap menjaga suhu tubuh pasien. Diberikan selimuti agar

tidak hipotermia dan diberikan cairan kristaloid intra-vena yang sudah di

hangatkan.

II. Secondary Survey

Riwayat AMPLE (alergi, medikasi (obat ynag diminum saat ini), past

illness/pregnancy, last meal, event/environment yang berhubungan

dengan kejadian.

Pemeriksaan fisik meliputi, kepala, maksilo-fasial, vertebra servical dan

leher, toraks, abdomen, perineum.rektum/vagina, muskulo-skeletal, dan

neurologis

3. Definisi syok dan klasifikasinya

Definisi

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang

menyebabkan ketidak cukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jarngan, dengan akibat

gangguan mekanisme homeostasis.

Syok juga didefinisikan sebagai respon tubuh terhadap gangguan pada system

peredaran darah yang menghambat darah mengalir dalam jumlah yang cukup ke seluruh

bagian tubuh, terutama ke alat tubuh yang penting. cedera pada jantung atau pembuluh

darah, atau berkurangnya jumlah darah yang mengalir, bisa menyebabkan syok.

Klasifikasi

1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan

penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen

intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh

total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen

intavaskular dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan

intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai

25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn

berat badan 70 kg.

Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1)

kehilangan cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare,

diuresis, (2) perpindahan cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan

peritonitis

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang

mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.

Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner,

disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh

kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.

3. Syok Distributif

  Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal

berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh

darah perifer.

Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh

pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien

pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis,

anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi,

alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1

thn dan > 65 tahun, malnutrisi

Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif

lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :

- Syok Neorugenik

Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus

simpatis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan

kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat

depresan atau kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik

spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti terjadi pada

syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardi.

- Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya

sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen-

anti bodi sistemik.

- Syok Septik

Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi

yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik

pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka

ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat

dan mencuci tangan secara menyeluruh.

4. Syok Obtruktif

Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata

menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung. Misalnya : tamponade kordis,

koarktasio aorta, emboli paru, hipertensi pulmoner primer.

4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam basa

a. Asidosis Respiratorik

Pengertian Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena

penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang

buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan

mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika

terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya

kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan,

sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.

Penyebab asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan

karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat

yang mempengaruhi paru- paru, seperti emfisema, ronkitis kronis, pneumonia berat,

edema pulmoner dan asma. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis

respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.

Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot

dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.

Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya

memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan

koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti

atau jika pernafasan sangat terganggu, atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak

terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan

bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.

Diagnose biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah

dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri. Pengobatan asidosis respiratorik

bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki

pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru- paru seperti asma dan

emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin

perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.

b. Asidosis Metabolik

Pengertian asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang

ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman

melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring

dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat

sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara

menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha

mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam

dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus

menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan

berakhir dengan keadaan koma.

Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama

yaitu (1) jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam

atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang

menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol

(alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat

menyebabkan asidosis metabolic. (2) tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih

banyak melalui metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan

sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes

melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak

dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan

pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula. (3)

asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam

jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan

asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal

sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau

penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.

Penyebab utama dari asidois metabolic adalah gagal ginjal. Penyebab lain seperti

asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal), ketoasidosis diabetikum, asidosis

laktat (bertambahnya asam laktat), bahan beracun (seperti etilen glikol, overdosis

salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida), kehilangan basa

(misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, leostomi atau

kolostomi.

Gejala asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya

penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam

atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.

Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang

luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis

semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan

kematian.

Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah

yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah arteri

digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.

Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan

bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk

membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan

adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali.

Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang

terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan

pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.

Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai contoh,

diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan

racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk

mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metabolik juga bisa diobati

secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena

dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan

bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat hanya memberikan

kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.

c. Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena

pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida

dalam darah menjadi rendah. Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi,

yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari

aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah

kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah rasa nyeri, sirosis hati,

kadar oksigen darah yang rendah, demam, overdosis aspirin.

Gejala alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat

menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk,

bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam

darah arteri. pH darah juga sering meningkat. Pengobatan biasanya satu-satunya

pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya

adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika

penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas

dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar

karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang

dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan

nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali

nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak

6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik,

sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis

respiratorik.

d. Alkalosis Metabolic

Definisi alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan

basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh

kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam

lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung

disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah

sakit, terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis

metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-

bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila

kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi

kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah. Penyebab

utama akalosis metabolic penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat),

kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung, kelenjar adrenal yang

terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).

Gejala alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung),

otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis

yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang

berkepanjangan (tetani). Diagnosa dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk

menunjukkan darah dalam keadaan basa. Pengobatan biasanya alkalosis metabolik

diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium) . Pada kasus

yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena.

5. Klasifikasi minor set

Instrumen dasar bedah minor terbagi atas empat berdasarkan fungsi, yakni

instrumen dengan fungsi memotong (pisau scalpel + pegangan dan beragam jenis

gunting), instrumen dengan fungsi menggenggam (pinset anatomi, pinset cirrhurgis dan

klem jaringan), instrumen dengan fungsi menghentikan perdarahan (klem arteri lurus dan

klem mosquito), serta instrumen dengan fungsi menjahit (needle holder,benang bedah,

dan needle). 

   Gambar 1: Instrumen Dasar Bedah Minor

A.  Instrumen Dengan Fungsi Memotong

1. Pisau Scalpel + Pegangan

Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat

ini bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu,

alat ini juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit.

Setiap pisau scalpel memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai

bagian pemotong dan yang lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat

menempelnya pegangan scalpel. Cara pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan

needle-holder dan hubungkan lubang pada area tersebut pada lidah pegangan sampai

terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan: pegang ujung pisau dengan needle-holder dan

lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang di tempat sampah. Pegangan scalpel yang

sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang dapat digunakan bersama pisau scalpel

dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang sering digunakan adalah yang

berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan hematoma perianal.

Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada waktu

pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan

sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan

pisaunya masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan

pengontrolan yang baik agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.

 

2. Gunting

Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur.

Mencukur membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan

anak jari lainnya. Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang

bersifat tidak disadari dan berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis

pada kedua lubang gunting. Hal ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong

instrumen pada waktu memotong sehingga kita dapat memotong dengan tepat. Selain itu,

penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada lubang gunting biasanya pengontrolannya

berkurang. Jenis-jenis gunting berdasarkan objek kerjanya, yakni gunting jaringan

(bedah), gunting benang, gunting perban dan gunting iris.

a.       Gunting Jaringan (bedah)

Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung

tumpul dan berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk

membentuk bidang jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara

tajam. Gunting dengan ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat.

Pemotongan dengan gunting ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya

dilakukan dengan cara mengusuri garis batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau

pemotongan dilakukan jangan melewati batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.

b.      Gunting Benang (dressing scissors)

Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus

dan berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan.

Gunting ini juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan

tehnik selipan dan sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting.

Hati-hati dalam pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat

resiko memotong struktur lainnya.

c.       Gunting Perban

Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul.

Gunting ini memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan

dalam memotong perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar

gunting ini lebih panjang dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung

tumpulnya didesain untuk mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain

untuk membentuk dan memotong perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga

aman digunakan untuk memotong perban saat perban telah ditempatkan di atas luka.

(wikipedia)

d.      Gunting Iris

Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil

sekitar 3-4 inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris.

Dalam bedah minor, gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena

ujungnya yang cukup kecil untuk menyelip saat remove benang dilakukan. (dictionary

online)  

B.  Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam 

1. Pinset Anatomi

Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan

oleh ibu jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul

saat jari-jari tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan

kemampuan menggenggam. Alat ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil

dengan cepat dan mudah, serta memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan

yang beragam. Pinset Anatomi ini juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa

eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan tanpa melibatkan jari. (wikipedia) 

2. Pinset Chirurgis

Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang).

Pinset bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena

dapat merusak jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan

dengan genggaman halus). Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi

yakni untuk membentuk pola jahitan, meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.

(wikipedia)

  3. Klem Jaringan

Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling

berhubungan pada ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang

panjang dan adapula yang pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini

bermanfaat untuk memegang jaringan dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan

dominan, sedangkan tangan yang lain melakukan pemotongan, atau menjahit. Cara

pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan relaks seperti memegang pulpen dengan

posisi di tengah tangan. Banyak orang yang memegang klem ini dengan salah, yang

memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan menyebabkan tangan menjadi tegang.

Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan. Pegang klem selembut mungkin,

usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya. Klem jaringan bergigi

memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang jaringan dengan

kuat dan dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat menggunakan

alat ini dapat merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki resiko

merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan

yang kuat dalam menggenggam jaringan. 

 

C.  Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan

1. Klem Arteri

Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan

pembuluh darah kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa

menimbulkan kerusakan yang tidak dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-

holder memiliki bentuk yang sama. Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2),

dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa galur paralel pada permukaannya dan

ukuran panjang pola jepitannya sampai handle agak lebih panjang dibanding needle-

holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan bengkok

(mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada bedah

minor.

Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah

yang menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet

umumnya memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung

menggunakan derajat akhir karena akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk

dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan dengan cara pertama harus ditekan ke dalam

handlenya, kemudian dipisahkan handlenya sambil membuka keduanya. Sebaiknya

gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan menyebabkan jari telunjuk

mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan jepitan dengan tepat.

Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk

chanel lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap

handled yang memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan

dengan ujung bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh

darah. Jangan menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya

tidak mendukung dalam memegang needle.

 

D.  Instrumen Dengan Fungsi Menjahit

1. Needle Holder

Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan.

Secara keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan

ujung jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting

adalah perbedaan pada struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder

berbentuk criss-cross di permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang

dari jepitannya, untuk tahanan yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu,

jangan menggenggam jaringan dengan needle holder karena akan menyebabkan

kerusakan jaringan secara serius.

Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang

telah dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3

dari ujung berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan

memudahkan tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan

needle pada area dekat dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk.

Kemudian, belokkan needle sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan

disesuaikan dengan arah alami tangan ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa

lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan needle ini juga akan menyebabkan needle

menekuk.

Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat

menjahit dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder

dengan telapak tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan

mengeluarkan jari dari lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit.

Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada lubang handled yang menetap, namun

manipulasi lubang lainnya dengan jari manis dan kelingking.

Gambar 2. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle Holder

2. Benang Bedah

Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang

absorbable biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah

dan kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan

untuk jaringan tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang

bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau

prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan

menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan

jenis benang yang absorbable.

Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak

digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan

menghasilkan luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah

banyak benang sintetis alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit

kepala yang berbatas merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini

lebih memuaskan.

Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang).

Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini

cukup halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini

lebih sulit diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini

dapat diselesaikan dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat

jahitan dilakukan atau mengikat benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen

polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan lebih mudah diremove

dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen polyamide).

Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis

benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi.

Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki

kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari.

Namun, kedua jenis benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.

Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon

(polyclycalic acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih

panjang dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah

untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan

untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).

Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem

metrik dan sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang

dalam per-sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki

diameter 0.2 mm. Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang

menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0,

4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0

merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut, digunakan

pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan

pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0

merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.

Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan

needlenya secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian

luar, pertama yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket

jahitan ini dijamin dalam keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat

membuka paket, simpan ke dalam wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat

dari kertas perak yang dibasahi pada satu sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan

dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan menggunakan needle-holder, angkat

needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara hati-hati. Kemudian, gunakan untuk

tindakan penjahitan.

Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene

atau Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen

prolene atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat

digunakan untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2

metrik (3/0) digunakan pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam

hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus

atau jahitan dalam. Prolene atau Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada

anak-anak.

  3. Needle bedah

Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah

jenis atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat

insersi benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan

jaringan (trauma). Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya

sehingga dapat menimbulkan trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama,

meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian memiliki ujung, yakni bagian body dan

bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar needle berbentuk kurva dengan

ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan needle memiliki range untuk

bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk needle yang lurus

namun jarang digunakan pada bedah minor. Needle yang berbentuk setengah lingkaran

datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder.

6. Macam-macam tehnik anestesi adalah:

Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat konduksi

saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi

umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan

pada anestesi lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita

tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal). Pembiusan atau anestesi

lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan

liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga

merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.

Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu

waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan

selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan

diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri

Anestesi Regional

Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu

dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila

pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada

lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama

pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang

belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.

Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan

tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau efek mati rasa

akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal. Pada kasus bedah, bisa membuat mati

rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan

saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan

mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi.

Anestesi Umum

Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose

umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk

tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih

panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah

rekonstruksi tulang, dan lain-lain. Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa

nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot.

Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi

jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi

dilakukan.

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu:

Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen

anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan

frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.

Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai

permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak

menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,

hipertensi, dan takikardia.

Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;

- Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota

gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata

bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.

- Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro

medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai

dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut

relaksasi.

Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis

otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata

ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.

7. Tumor Kulit dan Jaringan di bawahnya

Acrochordon (skin tag) :

Acrochordon memiliki sinonim skin tag, fibroepitelial polips, fibroma pendularis,

fibroepitelial papilloma. Merupakan tumor epitel kulit yang berupa penonjolan pada

permukaan kulit yang bersifat lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi,

melekat pada permukaan kulit dengan sebuah tangkai dan biasa juga tidak bertangkai.

Dermatofibroma

Dermatofibroma merupakan suatu nodul yang berasal dari mesodermal dan dermal.

Veruka Vulgaris

Bentuk ini paling sering ditemui pada anak-anak tetapi dapat juga pada orang dewasa

dan orang tua. Tempat predileksi utamanya adalah ekstremitas bagian ekstensor.

Keratosis Seboroik

Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa

tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit. Keratosis seboroik

adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal, sering dijumpai pada orang

tua dan biasanya asimtomatik. Keratosis seboroik mempunyai sinonim nevus seboroik,

kutil senilis, veruka seboroik senilis, papiloma sel basal.

Kista Ateroma :

Benjolan dengan bentuk yang kurang lebih bulat dan berdindingtipis, yang terbentuk

dari kelenjar keringat (sebacea), dan terbentuk akibat adanya sumbatan pada muara

kelenjar tersebut. Disebut juga kista sebacea, kista epidermal. Sumbatan pada muara

kelenjar sebacea, dapat disebabkan oleh infeksitraum(luka/benturan), atau jerawat.

Kista Dermoid

Sinonim dari penyakit ini kista dermoid brankhiogenik. Kista dermoid merupakan

kista yang berasal dari ectodermal, dindingnya dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis

dan berisi apendiks kulit serta biasanya terdapat pada garis fusi embrional.

Keratoakantoma

Tumor kulit jinak yang berupa benjolan bulat dan keras, biasanya berwarna seperti

daging dengan bagian tengah seperti kawah yang mengandung bahan lengket. Diduga

sinar matahari memegang peran yang penting dalam terjadinya keratoakantoma.

Nevus Pigmentosus :

Tumor yang berwarna hitam atau hitam kecokelata, karena sel melanosit mengandung

pigmen melanin.

Keloid

Pembentukan jaringan parut berlebihan yang tidak sesuai dengan beratnya trauma.

Kecenderungan timbul keloid lebih besar pada kulit berwarna gelap.

Lipoma

Tumor jinak jaringan lemak yang berada di bawah kulit yang tumbuh lambat,

berbentuk lobul masa lunak yang dilapisi oleh pseudokapsul tipis berupa jaringan fibrosa.

Xanthelasma

Bentuk yang paling sering ditemukan diantara xantoma, terdapat pada kelopak mata,

khas dengan papula/plak yang lunak memanjang berwarna kuning-oranye, biasanya pada

kantus bagian dalam.

8. Jenis-jenis transfuse darah

Sel darah merah 

Packed red cell

Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup

atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung

kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah

24 jam dengan sistem terbuka.

Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan

dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak dipakai dalam

pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena

keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan

dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g%.

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit

dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan

kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.

Kebutuhan darah (ml) :

3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah

secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:

1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit

2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis

3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang

4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.

Indikasi: :

1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.

2. Hemoglobin <8 gr/dl.

3. Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya empisema, atau

penyakit jantung iskemik)

4. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.

Dapat disebutkan bahwa :

Hb sekitar 5 adalah CRITICAL

Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE

Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL

Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah mencapai

batas TOLERABLE atau OPTIMAL

Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang

Dicuci)

Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang

menetap.

Washed red cell

Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline,

sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi human plasma.

Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi selama proses

serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai dalam pengobatan

aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.(3) Untuk penderita yang alergi

terhadap protein plasma.

Darah lengkap (whole blood)

Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga

mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah

sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat

bertahan dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah

eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4

% post transfusi 450 ml darah lengkap. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi

perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan.

Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada

pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.

Indikasi :

- Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar

- Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari volume

darah total.

Rumus kebutuhan whole blood

6 x  ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

Ket :

-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal

-Hb pasien : Hb pasien saat ini

Darah lengkap ada 3 macam, yaitu :

1. Darah Simpan

Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah tersedia

setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah

faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis. Kemampuan transportasi

oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb terhadap oksigen

yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh

penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.

2. Darah Segar

Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.

Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap termasuk

faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya sulit

diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi silang dan

transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif

banyak.

3. Darah Baru

Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor.

Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan kadar

kalium, amonia, dan asam laktat.

White Blood Cells (WBC atau leukosit)

Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma dihilangkan

80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui

golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan

antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk

pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.

Indikasi :

Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan

kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia).

Suspensi trombosit

Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan

oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat

menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. Transfusi trombosit

terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen

trombosit mempunyai masa simpan sampai dengan 3 hari.

Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :

1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang

dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia

aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika

terhadap tumor ganas.

2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi portal juga

memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.

Rumus Transfusi Trombosit

BB x 1/13 x 0.3

Plasma

Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah

(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin pada

nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-

faktor tertentu dari plasma seperti globulin.(3)

Macam sediaan plasma adalah:

1. Plasma cair

Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed red cell.

2. Plasma kering (lyoplylized plasma)

Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).

3. Fresh Frozen Plasma

Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung dibekukan pada

suhu -60°C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan perdarahan (hemostasis).(3)

Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume 150-220 ml.

Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk

meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada.

Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP)

mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP

biasa diberikan setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada

penyakit hepar. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor

pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan

pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.

Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan

koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Perlu

dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.

Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.

Indikasi :

–    Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)

–    Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang

mengancam nyawa.

–    Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi

massif

–    Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan

4. Cryopresipitate

Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor pembekuan XIII,

faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan

karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita hemofili A.

Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan

infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada

suhu kamar. (2)

Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam

waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml)

mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor

XIII

Indikasi :

–          Hemophilia A

–          Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi

–          Penyakit von wilebrand

Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :

0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB

5. Albumin

Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari plasma.

Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai menjadi cairan 5% atau 20%

100 ml albumin 20% mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa

Rumus Kebutuhan Albumin

∆ albumin x BB x 0.8

9. Jenis-jenis luka digolongkan sbb :

1. Berdasarkan penyebabnya

a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)

Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.

Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.

Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh

darah yang luka diikat (ligasi).

Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain

yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi akibat

benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera pada jaringan

lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada luka tertutup, kulit

terlihat memar.

Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam yang

memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang disengaja dibuat

oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang tidak disengaja terjadi

pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak, luka akibat

peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini terjadi

secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat benda yang

tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan: robeknya

perineum karena kelahiran bayi.

Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ

tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian

ujung biasanya lukanya akan melebar, bagian tepi luka kehitaman.

Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh terbakar.

Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada

bagian luka.

b. Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.

2. Berdasarkan sifat kejadian dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka

terkena radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak

disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak

(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).

b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi

karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan (kecelakaan).

3. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a. Clean Wounds (luka bersih)

Luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi)

dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka

bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan

drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b. Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi)

Luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan

dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% – 11%.

c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi)

Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan

kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada

kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi

luka 10% – 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi)

Terdapatnya mikroorganisme pada luka.

4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi

pada lapisan epidermis kulit.

Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya

tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah

tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan

epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis

sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan

tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

5. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

10. Macam-macam Jahitan Luka

Jenis jahitan dalam pembedahan banyak sekali. Dikenal beberapa jahitan sederhana,

yaitu jahitan terputus, jahitan kontinu, dan jahitan intradermal.

 

Jahitan Terputus (Simple Inerrupted Suture)

Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri.

Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak

bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk

jahitan situasi.Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.

Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan

bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi,

dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya. 

Gambar 2. Interrupted over and over suture.

Jahitan Matras

- Jahitan Matras Horizontal

Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul

dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan

hasil jahitan yang kuat. 

Gambar 3. Interrupted horizontal mattress suture

- Jahitan Matras Vertikal

Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan

dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat

karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini. 

Gambar 4. Interrupted vertical mattress suture 

Jahitan Matras Modifikasi

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada

daerah subkutannya. 

Gambar 5. Interrupted semi-mattress suture 

Jahitan Kontinu

Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul

terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit

kulit.

Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya

menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan

ikat yang longgar. 

Gambar 6. Continuous over and over sutures 

Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering

dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa. 

Gambar 7. Ford suture pattern

Jahitan Intradermal

Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu garis saja).

Dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis. 

Gambar 8. Continuous intracutaneous

Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang

absorbable biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah

dan kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan

untuk jaringan tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang

bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau

prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan

menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan

jenis benang yang absorbable.

Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak

digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan

menghasilkan luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah

banyak benang sintetis alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit

kepala yang berbatas merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini

lebih memuaskan.

Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang).

Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini

cukup halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini

lebih sulit diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini

dapat diselesaikan dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat

jahitan dilakukan atau mengikat benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen

polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan lebih mudah diremove

dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen polyamide).

Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis

benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi.

Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki

kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari.

Namun, kedua jenis benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.

Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon

(polyclycalic acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih

panjang dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah

untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan

untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).

Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem

metrik dan sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang

dalam per-sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki

diameter 0.2 mm. Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang

menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0,

4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0

merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut, digunakan

pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan

pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0

merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.

Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan

needlenya secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian

luar, pertama yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket

jahitan ini dijamin dalam keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat

membuka paket, simpan ke dalam wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat

dari kertas perak yang dibasahi pada satu sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan

dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan menggunakan needle-holder, angkat

needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara hati-hati. Kemudian, gunakan untuk

tindakan penjahitan.

Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene

atau Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen

prolene atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat

digunakan untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2

metrik (3/0) digunakan pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam

hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus

atau jahitan dalam. Prolene atau Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada

anak-anak.

11. Definisi dan tindakan asepsis dan antisepsis

Asepsis

Asepsis adalah keadaan bebas hama atau bakteri. Tujuannya untuk mengurangi resiko

kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan lingkungan kerja yang aman,

baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran.

Fungsi asepsis adalah untuk mencegah masuknya mikrorganisme.

Teknik Asepsis terdiri dari 3 dasar yaitu:

Mencegah masuknya mikroorganisme patogen dari luar masuk ke dalam tubuh

Mencegah penyebaran mikroorganisme

Upaya interupsi proses kontaminasi

Ruang lingkup asepsis

Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis dimaksudkan

untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan,

mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi

jika mengandung atau diduga mengandung patogen.

Asepsis bedah, disebut juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh

mikroorganisme. Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini

digunakan untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak

steril.

Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:

Segala alat yang digunakan harus steril.

Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh

Alat yang steril harus ada pada area steril

Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama

Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril

Kulit tidak dapat disterilkan.

Sterilisasi

Adalah sebuah proses yang ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme,

termasuk spora dan merupakan tingkat tertinggi dari seluruh proses pemusnahan

mikoroorganisme. Tujuannya untuk membuat suatu obyek menjadi steril

Prinsip Sterilisasi

Terdapat 3 prinsip:

1. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori

sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada

saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas,

misal nya larutan enzim dan antibiotik.

2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.

Pemanasan

a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara

langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.

b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas

kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer,

tabung reaksi dll.

c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang

mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi

dehidrasi.

d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf

Penyinaran dengan UV

Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya

untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior

Safety Cabinet dengan disinari lampu UV

3. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan antiseptik antara lain alkohol

Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan adalah:

1. Presoaking, membersihkan instrumen dari material yang menempel. Jika material

tidak dapat langsung dibersihkan, letakkan instrumen pada cairan disinfektan atau

deterjen namun tidak boleh terlalu lama agar tidak terjadi korosi

2. Cleaning, membersihkan instrumen dari sisa debris dan cairan tubuh pasien,

dilakukan dengan 2 cara yaitu hand scrubbing dan ultrasonic cleansing. Hand

scrubbing pada dasarnya kontras terhadap salah satu prinsip kontrol infeksi, yaitu

tidak boleh berkontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi sebisa

mungkin. Handsrubbing dapat menimbulkan percikan air dan semburan udara

yang dapat menimbulkan infeksi, dan dapat merusak instrumen. Hal tersebut

dapat dihindari dengan menyikat instrumen di dalam air, kemudian dibilas dengan

air mengalir.

3. Corrosion control and lubrication, instrumen yang disterilkan dengan dry heat, zat

kimia dan gas ethylene oxide harus dibungkus terlebih dahulu. Keadaan

instrumen yang kering dapat mengurangi kemungkinan korosi dan rusaknya

pembungkus instrumen.

4. Packaging, dilakukan terutama agar instrumen tetap terlindungi pasca-sterilisasi

5. Sterilization

6. Sterilization monitoring, dapat dilakukan dengan indikator kimia (perubahan

warna) dan indikator biologis (tes spora). Indikator kimia hanya mengetahui

bahwa benda telah terekspos panas, uap maupun zat kimia, tetapi tidak dapat

menganalisa adanya pemusnahan bakteri dan spora.

Metode sterilisasi

Pemanasan:

1. Pemanasan Basah

Mensterikan peralatan dengan cara merebus didalam air sampai mendidih

(1000C) dan ditunggu antara 15 sampai 20 menit. Digunakan untuk mensterilkan:

instumen operasi terutama dari logam tahan karat, kateter karet atau logam, alat-

alay dari plastik atau kaca tahan panas, kain kasa dan tuffer yang akan digunakan.

2. Pemanasan kering

Mensterikan peralatan dengan oven dengan uap panas tinggi, digunakan oven,

dengan temperatur 170oC (160-180oC) dalam waktu 1-2 jam. Digunakan untuk

mensterilkan alat bedah (pisau atau gunting dibungkus agar tidak tumpul), kaca

tahan panas (pyrex), kasa, doek, laken, dan jas operasi.

3. Flamber

Dengan membakar dengan spiritus atau alkohol 96%. Bahan bakar harus cukup

untuk memberi nyala minimum selama 5 menit. Cara ini mudah dikerjakan

sehingga cocok untuk keadaan darurat. Digunakan untuk tempat peralatan yang

telah disterilkan, kom atau bekken, dan alat-alat operasi, bila akan digunakan

mendesak.

4. Autoklaf

Mensterikan peralatan dengan uap panas didalam autoclave dengan suhu 120oC

dan tekanan 750 mmHg selama 10-15 meni. Digunakan untuk kain kasa, doek,

dan jas operasi.

Kimiawi:

Mensterikan peralatan dengan menggunakan bahan kimia seperti alkohol,

sublimat, uap formalin, khususnya untuk peralatan yang cepat rusak bila kena panas.

Misalnya sarung tangan, kateter, dan lain-lain. Penyimpanan dari alat-alat yang steril.

Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai.

1. Gas ethylene oxide (EO) merupakan salah satu metode sterilisasi terhadap benda

yang mudah terpengaruh panas dan kelembaban. EO mempunyai sifat toksik,

mudah terbakar, dan bisa meledak, sehingga harus digunakan dengan hati-hati.

Benda yang telah disterilkan dengan EO harus diangin-anginkan

2. Tablet Formalin. Dengan memanfaatkan uap tablet formalin. Tablet formalin

dibungkus dengan kain kasa, alat, dan tablet formalin yang telah dibungkus kasa

dimasukkan ke dalam wadah/tempat yang tertutup rapat minimum selama 24 jam.

Digunakan untuk mensterilkan sarung tangan operasi, kateter balon, dan kasa.

3. Larutan Antiseptik. Dilakukan dengan cara membilas atau merendam alat.

Digunakan untuk instrumen bedah, alat-alat tajam, dan kateter.

Radiasi

Radiasi, dapat dilakukan dengan sinar infra merah, diberikan terhadap materi

yang tidak dapat disterilkan dengan panas atau zat kimia. Energi radiasi ini dapat

membunuh mikroorganisme. Digunakan untuk mensterilkan tabung suntik plastik, sarung

tangan, kateter foley, infus set, selang sonde, dan kamar operasi.

Antisepsis

Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat

pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Teknik

aseptik/asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.

Tindakan asepsis ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme

yang terdapat pada permukaan benda hidup atau benda mati. Tindakan ini meliputi

antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi. Untuk itu, diperlukan perlakuan khusus pada alat dan

bahan operasi, lapangan operasi, operator,dan asisten sebagai pelaksana.

Penggunaan:

1. Membebaskan kulit dari bakteri sebelum operasi untuk mencegah infeksi

2. Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang.

3. Mencuci luka, terutama pada luka kotor.

4. Sterilisasi alat bedah.

5. Mencegah infeksi pada perawatan luka.

6. Untuk irigasi daerah-daerah terinfeksi.

7. Mengobati infeksi lokal

Jenis-jenis Antiseptik

1. Alkohol

2. Halogen dan senyawanya

Yodium

Providon Yodium (Polyvinyl Pyrrolidone Iodine)

Yodoform (obat kuning)

Klorheksidin

3. Oksidansia

Kalium permanganat

Perhidol

4. Logam berat dan garamnya:

Merkuris klorida (sublimat)

Merkukrom

5. Asam:

Asam borat

6. Turunan Fenol:

Trinitrofenol (asam fikrat)

Heksaklorofen (phisoHex)

7. Basa amonium kuartener (‘quats’)