basic sciene bedah
DESCRIPTION
Basic science bedahTugas bedahLora PatodingKoas Bedah RSUD KojaTRANSCRIPT
TUGAS BEDAH
Nama : Lora Anggraeni Patoding
NIM : 11.2014.199
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD. KOJA Jakarta Utara
Pertanyaan:
1. Jelaskan mengenai kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa maupun anak!
2. Jelaskan tentang perdarahan (menurut ATLS dan penatalaksanaannya)!
3. Jelaskan definisi syok dan klasifikasinya!
4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam-basa!
5. Jelaskan mengenai minor set!
6. Jelaskan mengenai macam-macam teknik anestesi!
7. Jelaskan tentang berbagai macam tumor kulit dan jaringan di bawahnya!
8. Jelaskan mengenai berbagai macam transfuse dan bagaimana memberi transfusi!
9. Jelaskan berbagai macam jenis luka dan tahap penyembuhan luka!
10. Jelaskan macam-macam jahitan dan jenis benang!
11. Jelaskan definisi dan tindakan asepsis antisepsis!
Jawaban:
1. Terapi cairan dan elektrolit pada anak
Cairan tubuh terbagi dalam 2 kompartemen yaitu intraseluler dan ekstraseluler.
Ekstraseuler terbagi dalam ruang interstisial dan intravascular.
Table 1. Total caitan tubuh, cairan intraseluler dan ektraseluler menurut berat badan dan usia pada
anak
Kompartemen cairan
tubuh
Usia
Lahir Bulan Tahun
0 3 6 6 16
Total cairan tubuh 78% 75% 70% 65% 60%
Cairan Intraseluler 33% 37,5% 40% 42,5 40%
Cairan Ekstraseluler 45% 37,5% 30% 22,5% 20%
Prinsip terapi cairan dan elektrolit
Anak-anak memerlukan cairan dan elektrolit lebih banyak dari dewasa, karena itu
mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal itu terjadi karena
metabolic rate yang tinggi, insensible loss yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio
suface area), dan kemampuan konsentrasi urin rendah.
Kebutuhan cairan perhari
Kebutuhan rumatan = IWL + urin +cairan tinja
Kebutuhan cairan perhari bias diperkirakan berdasarkan energy expenditure, dimana
1 kcal = 1ml H2O. Berdasarkan perhitungan energy expenditure rata-rata pada pasien
yang dirawat di RS didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:
Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari
Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari
Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan ≥ 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kgBB/hari
*Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan
cairan dan elektrolit (kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan secara
ketat/titrasi.
Penanganan kekurangan cairan atau dehidrasi pada dehidrasi sedang sampai dapat
diberikan rehidrasi parenteral. jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air,
maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus Cairan
Badan Total (CBT)(liter):
CBT yang diinginkan = kadar Na serum x CBT saat ini/140
CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg)
Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis
rehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau
dekstrosa 5% dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan total perhari. Pada
dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl 45%. Dehidrasi
hipotonik ditatalaksanakan dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan
diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.
Kebutuhan elektrolit perhari
Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan metabolism, atau
dengan kebutuhan cairan perhari.
Natrium = 2-4 mEq/100mlH2O/hari
Kalium = 1-2 mEq/100mlH2O/hari
Klorida = 2-4 mEq/100mlH2O/hari
2. Perdarahan (menurut ATLS dan bagaimana penatalaksanaannya)
Perdarahan adalah penyebab syok yang paling sering terjadi pada
penderitatrauma. Respon penderita trauma terhadap kehilangan darah menjadi lebih
rumitkarena pergeseran cairan di antara kompartemen cairan di dalam tubuh
(khususnya didalam kompartemen cairan ekstraseluler). Definisi dari perdarahan
adalah kehilanganakut volume peredaran darah (ATLS, 2004).Hebatnya kehilangan
darah dapat ditentukan pada evaluasi awal denganmenilai pulsasi, tekanan darah, dan
pengisian kembali kapiler. Sistem klasifikasiATLS dari American College of
Surgeons berguna untuk memahami manifestasisehubungan dengan syok hemoragik
pada orang dewasa (tabel 1). Volume darahdiperkirakan 7% dari berat badan ideal,
atau kira-kira 4900 ml pada pasien dengan berat badan 70 kg.
Klasifikasi perdarahan menurut ATLS
a. Perdarahan grade 1, sebagai kehilangan darah < 15% dari total volume darah,
mendorong pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau
pernafasan, tekanan darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak
adanya perawatan sama sekali.
b. Perdarahan grade 2, sebagai kehilangan darah 15-30% volume darah (750-1500
ml), dengan tanda-tanda klinis termasuk takikardia dan takipnoe. Tekanan darah
sistolik mungkin hanya sedikit menurutn, khususnya ketika pasien berada pada
posisi supinasi, akan tetapi tekanan nadi menyempit. Urin output hanya menurun
sedikit (yaitu 20-30 ml/jam). Pasien dengan perdarahan kelas 2 biasanya dapat
diresusitasi dengan larutan kritaloid saja, namun beberapa pasien mungkin
membutuhkan transfuse darah.
c. Perdarahan grade 3, sebagai kehilangan 30-40% (1500-2000 ml) volume darah.
Perfusi yang tidak adekuat pada pasien dengan perdarahan kelas 3 mengakibatkan
tanda takikardi dan takipnoe, ektremitas dingin dengan pengisian kembali kapiler
yang terhambat secara signifikan, hipotensi, dan perubahan negative status mental
yang signifikan. Pedarahan grade 3 menampakkan volume kehilangan darah
terkecil yang secara konsisten menghasilkan penurunan pada tekana darah
sistemik. Resusitasi pada pasien ini seringnya membutuhkan transfusi darah
sebagai tambahan terhadap pemberian larutan kristaloid.
d. Perdarahan grade 4, sebagai kehilangan darah >40% volume darah (>2000 ml)
mewakili perdarahan yang mengancam jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardi,
tekanan darah sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang
menyempit atau tekanan darah diastolic yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi
dingin dan pucat, dan status mental sangat tertekan. Urin output sedikit. Pasien-
pasien ini membutuhkan transfusi segera untuk resusitasi dan seringkali
membutuhkan intervensi bedah segera.
Penilaian dan Pengelolaan
I. Primary Survey
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan
resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.
a. Airway, menjaga airway dengan kontrol servical (cervical spine control)
Yang pertama dinilai adalah kelancara jalan nafas. Meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas (karena benda asing, fraktur tulang wajahfraktur
mandibular atau maksila, fraktur laring atau trakea). Pada penderita yang dapa
berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian
ulang airway tetap dilakukan. Membebaskan airway dapat dimulai dengan chin
lift atau jaw thrust. Pada pasien dengan GCS ≤ 8 biasanya memerlukan
pemasangan airway definitif. Selama memeriksa dan memperbaiki airway, tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi leher. Kecurigaan fraktur servical,
harus dipakai alat imobilisasi (collar neck).
b. Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yg baik dari paru, dinding dada dan
diafragma. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi dilakukan untuk menilai adanya
udara atau darah dalam rongga pleura, dan auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perlukaan yg mengakibatkan
gangguan ventilasi yg berat adalah tension pneumo-thorax, flail chest dengan
kontusio paru dan open pneumothorax.
c. Circulation, dengan control perdarahan (hemorrhage control)
i. Volume darah dan cardiac output. Keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovolemia, samapi terbukti sebaliknya. Maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita. 3 temua klnis
mengenai keadaan hemodinamik, yakni tingkat kesadaran, warna kulit yang
pucat keabu-abuan pada wajah dan kulit ekstremitas yang pucat, dan nadi
yang cepat dan kecil (nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan
jantung). Tidak ditemukannya pulsai arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi segera.
ii. Perdarahan.
d. Disability, dengan status neurologis
Penilaian yang dilakukan adalah menilai kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spinal. Penilaian dengan
GSC (Glasgow coma scale) dapat meramal outcome penderita. Penrununa
kesadaran menuntut dilakukan reevaluasi terhadap keadaan oksigen, ventilasi, dan
perfusi.
e. Exposure/environmental control : buka baju penderita, tetapi cegah hipotermia
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan
evaluasi penderita dan tetap menjaga suhu tubuh pasien. Diberikan selimuti agar
tidak hipotermia dan diberikan cairan kristaloid intra-vena yang sudah di
hangatkan.
II. Secondary Survey
Riwayat AMPLE (alergi, medikasi (obat ynag diminum saat ini), past
illness/pregnancy, last meal, event/environment yang berhubungan
dengan kejadian.
Pemeriksaan fisik meliputi, kepala, maksilo-fasial, vertebra servical dan
leher, toraks, abdomen, perineum.rektum/vagina, muskulo-skeletal, dan
neurologis
3. Definisi syok dan klasifikasinya
Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidak cukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jarngan, dengan akibat
gangguan mekanisme homeostasis.
Syok juga didefinisikan sebagai respon tubuh terhadap gangguan pada system
peredaran darah yang menghambat darah mengalir dalam jumlah yang cukup ke seluruh
bagian tubuh, terutama ke alat tubuh yang penting. cedera pada jantung atau pembuluh
darah, atau berkurangnya jumlah darah yang mengalir, bisa menyebabkan syok.
Klasifikasi
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh
total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen
intavaskular dan interstitial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan
intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai
25%. Hal ini akan menggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn
berat badan 70 kg.
Kondisi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok hipovolemik adalah (1)
kehilangan cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan, muntah-muntah, diare,
diuresis, (2) perpindahan cairan internal seperti : hemoragi internal, luka baker, asites dan
peritonitis
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner. Koroner,
disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh
kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.
3. Syok Distributif
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh
darah perifer.
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien
pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis,
anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi,
alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1
thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif
lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
- Syok Neorugenik
Pada syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus
simpatis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh cedera medula spinalis, anastesi spinal, dan
kerusakan sistem saraf. Syok ini juga dapat terjadi sebagai akibat kerja obat-obat
depresan atau kekurangan glukosa (misalnya : reaksi insulin atau syok). Syok neurogenik
spinal ditandai dengan kulit kering, hangat dan bukan dingin, lembab seperti terjadi pada
syok hipovolemik. Tanda lainnya adalah bradikardi.
- Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya
sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen-
anti bodi sistemik.
- Syok Septik
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik
pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka
ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat
dan mencuci tangan secara menyeluruh.
4. Syok Obtruktif
Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata
menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung. Misalnya : tamponade kordis,
koarktasio aorta, emboli paru, hipertensi pulmoner primer.
4. Jelaskan mengenai keseimbangan asam basa
a. Asidosis Respiratorik
Pengertian Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang
buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan
mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika
terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya
kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan,
sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Penyebab asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat
yang mempengaruhi paru- paru, seperti emfisema, ronkitis kronis, pneumonia berat,
edema pulmoner dan asma. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis
respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.
Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot
dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya
memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan
koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti
atau jika pernafasan sangat terganggu, atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak
terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan
bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.
Diagnose biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah
dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri. Pengobatan asidosis respiratorik
bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki
pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru- paru seperti asma dan
emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin
perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
b. Asidosis Metabolik
Pengertian asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring
dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus
menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama
yaitu (1) jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam
atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang
menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol
(alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat
menyebabkan asidosis metabolic. (2) tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih
banyak melalui metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan
sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes
melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak
dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan
pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula. (3)
asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan
asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal
sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau
penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolic adalah gagal ginjal. Penyebab lain seperti
asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal), ketoasidosis diabetikum, asidosis
laktat (bertambahnya asam laktat), bahan beracun (seperti etilen glikol, overdosis
salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida), kehilangan basa
(misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, leostomi atau
kolostomi.
Gejala asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya
penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam
atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini.
Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang
luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila asidosis
semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan
kematian.
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH darah
yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah arteri
digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon dioksida dan
bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk
membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan
adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak terkendali.
Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang
terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang dilakukan
pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai contoh,
diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk
mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metabolik juga bisa diobati
secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena
dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan
bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat hanya memberikan
kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
c. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena
pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida
dalam darah menjadi rendah. Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi,
yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari
aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah
kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah rasa nyeri, sirosis hati,
kadar oksigen darah yang rendah, demam, overdosis aspirin.
Gejala alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat
menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk,
bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam
darah arteri. pH darah juga sering meningkat. Pengobatan biasanya satu-satunya
pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya
adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika
penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas
dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar
karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang
dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan
nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali
nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak
6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik,
sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis
respiratorik.
d. Alkalosis Metabolic
Definisi alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan
basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh
kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam
lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung
disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah
sakit, terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis
metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-
bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila
kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah. Penyebab
utama akalosis metabolic penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat),
kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung, kelenjar adrenal yang
terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).
Gejala alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung),
otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis
yang berat, dapat terjadi kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang
berkepanjangan (tetani). Diagnosa dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk
menunjukkan darah dalam keadaan basa. Pengobatan biasanya alkalosis metabolik
diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium) . Pada kasus
yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena.
5. Klasifikasi minor set
Instrumen dasar bedah minor terbagi atas empat berdasarkan fungsi, yakni
instrumen dengan fungsi memotong (pisau scalpel + pegangan dan beragam jenis
gunting), instrumen dengan fungsi menggenggam (pinset anatomi, pinset cirrhurgis dan
klem jaringan), instrumen dengan fungsi menghentikan perdarahan (klem arteri lurus dan
klem mosquito), serta instrumen dengan fungsi menjahit (needle holder,benang bedah,
dan needle).
Gambar 1: Instrumen Dasar Bedah Minor
A. Instrumen Dengan Fungsi Memotong
1. Pisau Scalpel + Pegangan
Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat
ini bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam. Selain itu,
alat ini juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari bagian dalam kulit.
Setiap pisau scalpel memiliki dua ujung yang berbeda, yang satu berujung tajam sebagai
bagian pemotong dan yang lainnya berujung tumpul berlubang sebagai tempat
menempelnya pegangan scalpel. Cara pemasangannya: pegang area tumpul pisau dengan
needle-holder dan hubungkan lubang pada area tersebut pada lidah pegangan sampai
terkunci (terdengar bunyi). Cara pelepasan: pegang ujung pisau dengan needle-holder dan
lepaskan dari lidah pegangan, kemudian buang di tempat sampah. Pegangan scalpel yang
sering digunakan adalah yang berukuran 3 yang dapat digunakan bersama pisau scalpel
dalam ukuran beragam. Sedangkan pisau scalpel yang sering digunakan adalah yang
berukuran no.15. Ukuran no.11 digunakan untuk insisi abses dan hematoma perianal.
Pegangan scalpel digunakan seperti pulpen dengan kontrol maksimal pada waktu
pemotongan dilakukan. Dalam praktek keseharian, pegangan scalpel biasanya diabaikan
sehingga hanya memakai pisau scalpel. Hal ini bisa diterima dengan pertimbangan
pisaunya masih dalam keadaan steril (paket baru) dan harus digunakan dengan
pengontrolan yang baik agar tidak menimbulkan kerusakan jaringan sewaktu memotong.
2. Gunting
Pada dasarnya gunting mengkombinasikan antara aksi mengiris dan mencukur.
Mencukur membutuhkan aksi tekanan halus yang saling bertentangan antara ibu jari dan
anak jari lainnya. Gerakan mencukur ini biasanya dilakukan oleh tangan dominan yang
bersifat tidak disadari dan berdasarkan insting. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis
pada kedua lubang gunting. Hal ini akan menyebabkan jari telunjuk menyokong
instrumen pada waktu memotong sehingga kita dapat memotong dengan tepat. Selain itu,
penggunaan ibu jari dan jari telunjuk pada lubang gunting biasanya pengontrolannya
berkurang. Jenis-jenis gunting berdasarkan objek kerjanya, yakni gunting jaringan
(bedah), gunting benang, gunting perban dan gunting iris.
a. Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung
tumpul dan berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul digunakan untuk
membentuk bidang jaringan atau jaringan yang lembut, yang juga dapat dipotong secara
tajam. Gunting dengan ujung bengkok dibuat oleh ahli pada logam datar dengan cermat.
Pemotongan dengan gunting ini dilakukan pada kasus lipoma atau kista. Biasanya
dilakukan dengan cara mengusuri garis batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau
pemotongan dilakukan jangan melewati batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.
b. Gunting Benang (dressing scissors)
Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk lurus
dan berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak untuk jaringan.
Gunting ini juga digunakan saat mengangkat benang pada luka yang sudah kering dengan
tehnik selipan dan sebaiknya pemotongan benang menggunakan bagian ujung gunting.
Hati-hati dalam pemotongan jahitan. Jika ujung gunting menonjol keluar jahitan, terdapat
resiko memotong struktur lainnya.
c. Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul.
Gunting ini memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk memudahkan
dalam memotong perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles dan lister. Bagian dasar
gunting ini lebih panjang dan digunakan sangat mudah dalam pemotongan perban. Ujung
tumpulnya didesain untuk mencegah kecelakaan saat remove perban dilakukan. Selain
untuk membentuk dan memotong perban sesaat sebelum menutup luka, gunting ini juga
aman digunakan untuk memotong perban saat perban telah ditempatkan di atas luka.
(wikipedia)
d. Gunting Iris
Gunting iris merupakan gunting dengan ujung yang tajam dan berukuran kecil
sekitar 3-4 inchi. Biasanya digunakan dalam pembedahan ophtalmicus khususnya iris.
Dalam bedah minor, gunting iris digunakan untuk memotong benang oleh karena
ujungnya yang cukup kecil untuk menyelip saat remove benang dilakukan. (dictionary
online)
B. Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam
1. Pinset Anatomi
Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan
oleh ibu jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas muncul
saat jari-jari tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan menghasilkan
kemampuan menggenggam. Alat ini dapat menggenggam objek atau jaringan kecil
dengan cepat dan mudah, serta memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan
yang beragam. Pinset Anatomi ini juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa
eksplorasi jaringan dan membentuk pola jahitan tanpa melibatkan jari. (wikipedia)
2. Pinset Chirurgis
Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu bidang).
Pinset bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan tepat, oleh karena
dapat merusak jaringan jika dibandingkan dengan pinset anatomi (dapat digunakan
dengan genggaman halus). Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset anatomi
yakni untuk membentuk pola jahitan, meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.
(wikipedia)
3. Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling
berhubungan pada ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada yang
panjang dan adapula yang pendek serta ada yang bergigi dan ada yang tidak. Alat ini
bermanfaat untuk memegang jaringan dengan tepat. Biasanya dipegang oleh tangan
dominan, sedangkan tangan yang lain melakukan pemotongan, atau menjahit. Cara
pemegangannya: klem dipegang dalam keadaan relaks seperti memegang pulpen dengan
posisi di tengah tangan. Banyak orang yang memegang klem ini dengan salah, yang
memaksa lengan dalam posisi pronasi penuh dan menyebabkan tangan menjadi tegang.
Dalam penggunaannya, hati-hati merusak jaringan. Pegang klem selembut mungkin,
usahakan genggam jaringan sedalam batas yang seharusnya. Klem jaringan bergigi
memiliki gigi kecil pada ujungnya yang digunakan untuk memegang jaringan dengan
kuat dan dengan pengontrolan yang akurat. Hati-hati, kekikukan pada saat menggunakan
alat ini dapat merusak jaringan. Kemudian, klem tidak bergigi juga memiliki resiko
merusak jaringan jika jepitan dibiarkan terlalu lama, karena klem ini memiliki tekanan
yang kuat dalam menggenggam jaringan.
C. Instrumen Dengan Fungsi Menghentikan Perdarahan
1. Klem Arteri
Pada prinsipnya, klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan
pembuluh darah kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa
menimbulkan kerusakan yang tidak dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-
holder memiliki bentuk yang sama. Perbedaannya pada struktur jepitan (gambar 2),
dimana klem arteri, struktur jepitannya berupa galur paralel pada permukaannya dan
ukuran panjang pola jepitannya sampai handle agak lebih panjang dibanding needle-
holder. Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan bengkok
(mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada bedah
minor.
Cara penggunaan: klem arteri memiliki ratchet pada handlenya. Ratchet inilah
yang menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup (terkunci). Ratchet
umumnya memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan jangan langsung
menggunakan derajat akhir karena akan mengikat secara otomatis dan sulit untuk
dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan dengan cara pertama harus ditekan ke dalam
handlenya, kemudian dipisahkan handlenya sambil membuka keduanya. Sebaiknya
gunakan ibu jari dan jari manis karena hal ini akan menyebabkan jari telunjuk
mendukung instrumen bekerja sehingga dapat memposisikan jepitan dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan galur lintang paralel yang membentuk
chanel lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran relatif panjang terhadap
handled yang memungkinkan genggaman jaringan lebih halus tanpa pengrusakan. Jepitan
dengan ujung bengkok (mosquito) berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh
darah. Jangan menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya
tidak mendukung dalam memegang needle.
D. Instrumen Dengan Fungsi Menjahit
1. Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan dilakukan.
Secara keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk sama. Handled dan
ujung jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok. Namun, yang paling penting
adalah perbedaan pada struktur jepitannya (gambar 2). Struktur jepitan needle holder
berbentuk criss-cross di permukaannya dan memiliki ukuran handled yang lebih panjang
dari jepitannya, untuk tahanan yang kuat dalam menggenggam needle. Oleh karena itu,
jangan menggenggam jaringan dengan needle holder karena akan menyebabkan
kerusakan jaringan secara serius.
Cara penggunaan: cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet yang
telah dipaparkan pada penggunaan klem arteri di atas. Needle digenggam pada jarak 2/3
dari ujung berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan needle-holder. Hal ini akan
memudahkan tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu, pemegangan
needle pada area dekat dengan engsel needle holder akan menyebabkan needle menekuk.
Kemudian, belokkan needle sedikit ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan
disesuaikan dengan arah alami tangan ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa
lebih nyaman. Kegagalan dalam membelokkan needle ini juga akan menyebabkan needle
menekuk.
Tehnik menjahit: jaga jari manis dan ibu jari menetap pada lubang handle saat
menjahit dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan lengan. Pegang needle holder
dengan telapak tangan akan memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan
mengeluarkan jari dari lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit.
Pertimbangkan pergunakan ibu jari pada lubang handled yang menetap, namun
manipulasi lubang lainnya dengan jari manis dan kelingking.
Gambar 2. Perbedaan Struktur Jepitan Antara Klem Jaringan, Klem arteri dan Needle Holder
2. Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang
absorbable biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah
dan kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan
untuk jaringan tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang
bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau
prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan
menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan
jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak
digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan
menghasilkan luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah
banyak benang sintetis alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit
kepala yang berbatas merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini
lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang).
Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini
cukup halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini
lebih sulit diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini
dapat diselesaikan dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat
jahitan dilakukan atau mengikat benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen
polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan lebih mudah diremove
dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis
benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi.
Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki
kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari.
Namun, kedua jenis benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon
(polyclycalic acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih
panjang dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah
untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan
untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem
metrik dan sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang
dalam per-sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki
diameter 0.2 mm. Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang
menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0,
4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0
merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut, digunakan
pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan
pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0
merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan
needlenya secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian
luar, pertama yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket
jahitan ini dijamin dalam keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat
membuka paket, simpan ke dalam wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat
dari kertas perak yang dibasahi pada satu sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan
dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan menggunakan needle-holder, angkat
needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara hati-hati. Kemudian, gunakan untuk
tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene
atau Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen
prolene atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat
digunakan untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2
metrik (3/0) digunakan pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam
hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus
atau jahitan dalam. Prolene atau Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada
anak-anak.
3. Needle bedah
Saat ini bentuk needle bedah yang digunakan oleh sebagian besar orang adalah
jenis atraumatik yang terdiri atas sebuah lubang pada ujungnya yang merupakan tempat
insersi benang. Benang akan mengikuti jalur needle tanpa menimbulkan kerusakan
jaringan (trauma). Pada needle model lama memiliki mata dan loop pada benangnya
sehingga dapat menimbulkan trauma. Needle memiliki bagian dasar yang sama,
meskipun bentuknya beragam. Setiap bagian memiliki ujung, yakni bagian body dan
bagian lubang tempat insersi benang. Sebagian besar needle berbentuk kurva dengan
ukuran ¼, 5/8, ½ dan 3/8 lingkaran. Hal ini menyebabkan needle memiliki range untuk
bertemu dengan jahitan lainnya yang dibutuhkan. Ada juga bentuk needle yang lurus
namun jarang digunakan pada bedah minor. Needle yang berbentuk setengah lingkaran
datar digunakan untuk memudahkan penggunaannya dengan needle holder.
6. Macam-macam tehnik anestesi adalah:
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat konduksi
saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi
umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan
pada anestesi lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita
tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal). Pembiusan atau anestesi
lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan
liposuction, kegiatan sosial seperti sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga
merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.
Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu
waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan
selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan
diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri
Anestesi Regional
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu
dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila
pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada
lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama
pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang
belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat dan
tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau efek mati rasa
akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal. Pada kasus bedah, bisa membuat mati
rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan
saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan
mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi.
Anestesi Umum
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose
umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversible. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk
tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih
panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah
rekonstruksi tulang, dan lain-lain. Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa
nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot.
Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi
jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi
dilakukan.
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu:
Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen
anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan
frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,
hipertensi, dan takikardia.
Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;
- Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota
gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata
bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
- Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro
medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai
dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut
relaksasi.
Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis
otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata
ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.
7. Tumor Kulit dan Jaringan di bawahnya
Acrochordon (skin tag) :
Acrochordon memiliki sinonim skin tag, fibroepitelial polips, fibroma pendularis,
fibroepitelial papilloma. Merupakan tumor epitel kulit yang berupa penonjolan pada
permukaan kulit yang bersifat lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi,
melekat pada permukaan kulit dengan sebuah tangkai dan biasa juga tidak bertangkai.
Dermatofibroma
Dermatofibroma merupakan suatu nodul yang berasal dari mesodermal dan dermal.
Veruka Vulgaris
Bentuk ini paling sering ditemui pada anak-anak tetapi dapat juga pada orang dewasa
dan orang tua. Tempat predileksi utamanya adalah ekstremitas bagian ekstensor.
Keratosis Seboroik
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa
tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit. Keratosis seboroik
adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal, sering dijumpai pada orang
tua dan biasanya asimtomatik. Keratosis seboroik mempunyai sinonim nevus seboroik,
kutil senilis, veruka seboroik senilis, papiloma sel basal.
Kista Ateroma :
Benjolan dengan bentuk yang kurang lebih bulat dan berdindingtipis, yang terbentuk
dari kelenjar keringat (sebacea), dan terbentuk akibat adanya sumbatan pada muara
kelenjar tersebut. Disebut juga kista sebacea, kista epidermal. Sumbatan pada muara
kelenjar sebacea, dapat disebabkan oleh infeksitraum(luka/benturan), atau jerawat.
Kista Dermoid
Sinonim dari penyakit ini kista dermoid brankhiogenik. Kista dermoid merupakan
kista yang berasal dari ectodermal, dindingnya dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis
dan berisi apendiks kulit serta biasanya terdapat pada garis fusi embrional.
Keratoakantoma
Tumor kulit jinak yang berupa benjolan bulat dan keras, biasanya berwarna seperti
daging dengan bagian tengah seperti kawah yang mengandung bahan lengket. Diduga
sinar matahari memegang peran yang penting dalam terjadinya keratoakantoma.
Nevus Pigmentosus :
Tumor yang berwarna hitam atau hitam kecokelata, karena sel melanosit mengandung
pigmen melanin.
Keloid
Pembentukan jaringan parut berlebihan yang tidak sesuai dengan beratnya trauma.
Kecenderungan timbul keloid lebih besar pada kulit berwarna gelap.
Lipoma
Tumor jinak jaringan lemak yang berada di bawah kulit yang tumbuh lambat,
berbentuk lobul masa lunak yang dilapisi oleh pseudokapsul tipis berupa jaringan fibrosa.
Xanthelasma
Bentuk yang paling sering ditemukan diantara xantoma, terdapat pada kelopak mata,
khas dengan papula/plak yang lunak memanjang berwarna kuning-oranye, biasanya pada
kantus bagian dalam.
8. Jenis-jenis transfuse darah
Sel darah merah
Packed red cell
Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara tertutup
atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%. Volume tergantung
kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan 4°±2°C. Lama simpan darah
24 jam dengan sistem terbuka.
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah dipekatkan
dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells banyak dipakai dalam
pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik, leukemia dan anemia karena
keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan untuk memperbaiki oksigenasi jaringan
dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila kadar Hb sudah di atas 8 g%.
Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit
dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan
kecepatan 1-2 mL/menit, dengan golongan darah ABO dan Rh yang diketahui.
Kebutuhan darah (ml) :
3 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
-Hb pasien : Hb pasien saat ini
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah
secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:
1. Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
2. Mengurangi kemungkinan reaksi imunologis
3. Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang
4. Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain.
Indikasi: :
1. Kehilangan darah >20% dan volume darah lebih dari 1000 ml.
2. Hemoglobin <8 gr/dl.
3. Hemoglobin <10 gr/dl dengan penyakit-penyakit utama : (misalnya empisema, atau
penyakit jantung iskemik)
4. Hemoglobin <12 gr/dl dan tergantung pada ventilator.
Dapat disebutkan bahwa :
Hb sekitar 5 adalah CRITICAL
Hb sekitar 8 adalah TOLERABLE
Hb sekitar 10 adalah OPTIMAL
Transfusi mulai diberikan pada saat Hb CRITICAL dan dihentikan setelah mencapai
batas TOLERABLE atau OPTIMAL
Frozen Wash Concentrated Red Blood Cells (Sel Darah Merah Pekat Beku yang
Dicuci)
Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang
menetap.
Washed red cell
Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan saline,
sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi human plasma.
Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang terjadi selama proses
serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell dipakai dalam pengobatan
aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.(3) Untuk penderita yang alergi
terhadap protein plasma.
Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap juga
mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Volume darah
sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml, 450 ml. Dapat
bertahan dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah
eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat 0,9±0,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4
% post transfusi 450 ml darah lengkap. Tranfusi darah lengkap hanya untuk mengatasi
perdarahan akut dan masif, meningkatkan dan mempertahankan proses pembekuan.
Darah lengkap diberikan dengan golongan ABO dan Rh yang diketahui. Dosis pada
pediatrik rata-rata 20 ml/kg, diikuti dengan volume yang diperlukan untuk stabilisasi.
Indikasi :
- Penggantian volume pada pasien dengan syok hemoragi, trauma atau luka bakar
- Pasien dengan perdarahan masif dan telah kehilangan lebih dari 25% dari volume
darah total.
Rumus kebutuhan whole blood
6 x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
Ket :
-Hb normal : Hb yang diharapkan atau Hb normal
-Hb pasien : Hb pasien saat ini
Darah lengkap ada 3 macam, yaitu :
1. Darah Simpan
Darah yang disimpan lebih dari 6 hari sampai 35 hari. Keuntungannya mudah tersedia
setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah
faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah habis. Kemampuan transportasi
oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb terhadap oksigen
yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh
penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan asam laktat tinggi.
2. Darah Segar
Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.
Keuntungan pemakaian darah segar ialah faktor pembekuannya masih lengkap termasuk
faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya sulit
diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi silang dan
transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif
banyak.
3. Darah Baru
Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor.
Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan kadar
kalium, amonia, dan asam laktat.
White Blood Cells (WBC atau leukosit)
Komponen ini terdiri dari darah lengkap dengan isi seperti PRC, plasma dihilangkan
80 % , biasanya tersedia dalam volume 150 ml. Dalam pemberian perlu diketahui
golongan darah ABO dan sistem Rh. Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan
antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan demam dan dingin. Untuk
pencegahan infeksi, berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Indikasi :
Pasien sepsis yang tidak berespon dengan antibiotik (khususnya untuk pasien dengan
kultur darah positif, demam persisten /38,3° C dan granulositopenia).
Suspensi trombosit
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang disebabkan
oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang dapat
menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita. Transfusi trombosit
terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena trombositopenia. Komponen
trombosit mempunyai masa simpan sampai dengan 3 hari.
Indikasi pemberian komponen trombosit ialah :
1. Setiap perdarahan spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang
dari 50.000/mm3. Misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia, anemia
aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena pemberian sitostatika
terhadap tumor ganas.
2. Splenektomi pada hipersplenisme penderita talasemia maupun hipertensi portal juga
memerlukan pemberian suspensi trombosit prabedah.
Rumus Transfusi Trombosit
BB x 1/13 x 0.3
Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah
(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin pada
nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki jumlah faktor-
faktor tertentu dari plasma seperti globulin.(3)
Macam sediaan plasma adalah:
1. Plasma cair
Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan packed red cell.
2. Plasma kering (lyoplylized plasma)
Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3 tahun).
3. Fresh Frozen Plasma
Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung dibekukan pada
suhu -60°C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan perdarahan (hemostasis).(3)
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan, dengan volume 150-220 ml.
Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun. Berguna untuk
meningkatkan faktor pembekuan bila faktor pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada.
Ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Fresh frozen plasma (FFP)
mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan), terutama faktor V dan VII. FFP
biasa diberikan setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin dan koagulopati pada
penyakit hepar. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor
pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRC, saat hendak diberikan
pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
Pemberian dilakukan secara cepat, pada pemberian FFP dalam jumlah besar diperlukan
koreksi adanya hypokalsemia, karena asam sitrat dalam FFP mengikat kalsium. Perlu
dilakukan pencocokan golongan darah ABO dan system Rh.
Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam, hipervolemia.
Indikasi :
– Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
– Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mengancam nyawa.
– Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi
massif
– Pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor pembekuan
4. Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII, faktor pembekuan XIII,
faktor Von Willbrand, fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan
karena kurangnya faktor VIII di dalam darah penderita hemofili A.
Cara pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan
infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak tahan pada
suhu kamar. (2)
Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun, ditransfusikan dalam
waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam, alergi. Satu kantong (30 ml)
mengadung 75-80 unit faktor VIII, 150-200 mg fibrinogen, faktor von wilebrand, faktor
XIII
Indikasi :
– Hemophilia A
– Perdarahan akibat gangguan faktor koagulasi
– Penyakit von wilebrand
Rumus Kebutuhan Cryopresipitate :
0.5x ∆Hb (Hb normal -Hb pasien) x BB
5. Albumin
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen dipisahkan dari plasma.
Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan sampai menjadi cairan 5% atau 20%
100 ml albumin 20% mempunyai tekanan osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa
Rumus Kebutuhan Albumin
∆ albumin x BB x 0.8
9. Jenis-jenis luka digolongkan sbb :
1. Berdasarkan penyebabnya
a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)
Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.
Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (ligasi).
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi akibat
benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera pada jaringan
lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada luka tertutup, kulit
terlihat memar.
Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam yang
memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang disengaja dibuat
oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang tidak disengaja terjadi
pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak, luka akibat
peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini terjadi
secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat benda yang
tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan: robeknya
perineum karena kelahiran bayi.
Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar, bagian tepi luka kehitaman.
Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh terbakar.
Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.
b. Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.
2. Berdasarkan sifat kejadian dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka
terkena radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak
disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak
(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi
karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan (kecelakaan).
3. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (luka bersih)
Luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi)
dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka
bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b. Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi)
Luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% – 11%.
c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi)
Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi
luka 10% – 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi)
Terdapatnya mikroorganisme pada luka.
4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
5. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
10. Macam-macam Jahitan Luka
Jenis jahitan dalam pembedahan banyak sekali. Dikenal beberapa jahitan sederhana,
yaitu jahitan terputus, jahitan kontinu, dan jahitan intradermal.
Jahitan Terputus (Simple Inerrupted Suture)
Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri.
Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak
bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk
jahitan situasi.Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.
Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan
bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi,
dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.
Gambar 2. Interrupted over and over suture.
Jahitan Matras
- Jahitan Matras Horizontal
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan
hasil jahitan yang kuat.
Gambar 3. Interrupted horizontal mattress suture
- Jahitan Matras Vertikal
Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan
dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat
karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
Gambar 4. Interrupted vertical mattress suture
Jahitan Matras Modifikasi
Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada
daerah subkutannya.
Gambar 5. Interrupted semi-mattress suture
Jahitan Kontinu
Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul
terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit
kulit.
Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya
menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan
ikat yang longgar.
Gambar 6. Continuous over and over sutures
Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering
dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.
Gambar 7. Ford suture pattern
Jahitan Intradermal
Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu garis saja).
Dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis.
Gambar 8. Continuous intracutaneous
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang
absorbable biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah
dan kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan
untuk jaringan tertentu dan harus diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang
bersifat alami dan sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau
prolene) atau jalinan (black silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan
menggunakan benang non-absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan
jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak
digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan
menghasilkan luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah
banyak benang sintetis alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit
kepala yang berbatas merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini
lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang).
Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini
cukup halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini
lebih sulit diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini
dapat diselesaikan dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat
jahitan dilakukan atau mengikat benang dengan menambah lilitan. Prolene (monofilamen
polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan lebih mudah diremove
dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis
benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi.
Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki
kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari.
Namun, kedua jenis benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon
(polyclycalic acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih
panjang dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah
untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan
untuk jahitan dalam pada penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem
metrik dan sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang
dalam per-sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki
diameter 0.2 mm. Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang
menggunakannya. Ketebalan benang disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0,
4/0, 6/0 dan seterusnya. Paling besar nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0
merupakan nomor dengan diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut, digunakan
pada wajah dan anak-anak. 3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan
pada sebagian besar bedah minor. Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0
merupakan nilai pertengahan yang juga sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan
needlenya secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian
luar, pertama yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket
jahitan ini dijamin dalam keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat
membuka paket, simpan ke dalam wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat
dari kertas perak yang dibasahi pada satu sisinya. Basahan ini memudahkan paket jahitan
dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian dengan menggunakan needle-holder, angkat
needle tersebut dari lilitannya dan luruskan secara hati-hati. Kemudian, gunakan untuk
tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene
atau Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen
prolene atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat
digunakan untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2
metrik (3/0) digunakan pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam
hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus
atau jahitan dalam. Prolene atau Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada
anak-anak.
11. Definisi dan tindakan asepsis dan antisepsis
Asepsis
Asepsis adalah keadaan bebas hama atau bakteri. Tujuannya untuk mengurangi resiko
kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan lingkungan kerja yang aman,
baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran.
Fungsi asepsis adalah untuk mencegah masuknya mikrorganisme.
Teknik Asepsis terdiri dari 3 dasar yaitu:
Mencegah masuknya mikroorganisme patogen dari luar masuk ke dalam tubuh
Mencegah penyebaran mikroorganisme
Upaya interupsi proses kontaminasi
Ruang lingkup asepsis
Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis bedah. Asepsis medis dimaksudkan
untuk mencegah penyebaran mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan,
mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi
jika mengandung atau diduga mengandung patogen.
Asepsis bedah, disebut juga tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh
mikroorganisme. Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini
digunakan untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak
steril.
Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:
Segala alat yang digunakan harus steril.
Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
Alat yang steril harus ada pada area steril
Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama
Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
Kulit tidak dapat disterilkan.
Sterilisasi
Adalah sebuah proses yang ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme,
termasuk spora dan merupakan tingkat tertinggi dari seluruh proses pemusnahan
mikoroorganisme. Tujuannya untuk membuat suatu obyek menjadi steril
Prinsip Sterilisasi
Terdapat 3 prinsip:
1. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori
sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada
saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas,
misal nya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.
Pemanasan
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara
langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas
kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer,
tabung reaksi dll.
c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang
mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi
dehidrasi.
d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf
Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya
untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior
Safety Cabinet dengan disinari lampu UV
3. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan antiseptik antara lain alkohol
Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan adalah:
1. Presoaking, membersihkan instrumen dari material yang menempel. Jika material
tidak dapat langsung dibersihkan, letakkan instrumen pada cairan disinfektan atau
deterjen namun tidak boleh terlalu lama agar tidak terjadi korosi
2. Cleaning, membersihkan instrumen dari sisa debris dan cairan tubuh pasien,
dilakukan dengan 2 cara yaitu hand scrubbing dan ultrasonic cleansing. Hand
scrubbing pada dasarnya kontras terhadap salah satu prinsip kontrol infeksi, yaitu
tidak boleh berkontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi sebisa
mungkin. Handsrubbing dapat menimbulkan percikan air dan semburan udara
yang dapat menimbulkan infeksi, dan dapat merusak instrumen. Hal tersebut
dapat dihindari dengan menyikat instrumen di dalam air, kemudian dibilas dengan
air mengalir.
3. Corrosion control and lubrication, instrumen yang disterilkan dengan dry heat, zat
kimia dan gas ethylene oxide harus dibungkus terlebih dahulu. Keadaan
instrumen yang kering dapat mengurangi kemungkinan korosi dan rusaknya
pembungkus instrumen.
4. Packaging, dilakukan terutama agar instrumen tetap terlindungi pasca-sterilisasi
5. Sterilization
6. Sterilization monitoring, dapat dilakukan dengan indikator kimia (perubahan
warna) dan indikator biologis (tes spora). Indikator kimia hanya mengetahui
bahwa benda telah terekspos panas, uap maupun zat kimia, tetapi tidak dapat
menganalisa adanya pemusnahan bakteri dan spora.
Metode sterilisasi
Pemanasan:
1. Pemanasan Basah
Mensterikan peralatan dengan cara merebus didalam air sampai mendidih
(1000C) dan ditunggu antara 15 sampai 20 menit. Digunakan untuk mensterilkan:
instumen operasi terutama dari logam tahan karat, kateter karet atau logam, alat-
alay dari plastik atau kaca tahan panas, kain kasa dan tuffer yang akan digunakan.
2. Pemanasan kering
Mensterikan peralatan dengan oven dengan uap panas tinggi, digunakan oven,
dengan temperatur 170oC (160-180oC) dalam waktu 1-2 jam. Digunakan untuk
mensterilkan alat bedah (pisau atau gunting dibungkus agar tidak tumpul), kaca
tahan panas (pyrex), kasa, doek, laken, dan jas operasi.
3. Flamber
Dengan membakar dengan spiritus atau alkohol 96%. Bahan bakar harus cukup
untuk memberi nyala minimum selama 5 menit. Cara ini mudah dikerjakan
sehingga cocok untuk keadaan darurat. Digunakan untuk tempat peralatan yang
telah disterilkan, kom atau bekken, dan alat-alat operasi, bila akan digunakan
mendesak.
4. Autoklaf
Mensterikan peralatan dengan uap panas didalam autoclave dengan suhu 120oC
dan tekanan 750 mmHg selama 10-15 meni. Digunakan untuk kain kasa, doek,
dan jas operasi.
Kimiawi:
Mensterikan peralatan dengan menggunakan bahan kimia seperti alkohol,
sublimat, uap formalin, khususnya untuk peralatan yang cepat rusak bila kena panas.
Misalnya sarung tangan, kateter, dan lain-lain. Penyimpanan dari alat-alat yang steril.
Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai.
1. Gas ethylene oxide (EO) merupakan salah satu metode sterilisasi terhadap benda
yang mudah terpengaruh panas dan kelembaban. EO mempunyai sifat toksik,
mudah terbakar, dan bisa meledak, sehingga harus digunakan dengan hati-hati.
Benda yang telah disterilkan dengan EO harus diangin-anginkan
2. Tablet Formalin. Dengan memanfaatkan uap tablet formalin. Tablet formalin
dibungkus dengan kain kasa, alat, dan tablet formalin yang telah dibungkus kasa
dimasukkan ke dalam wadah/tempat yang tertutup rapat minimum selama 24 jam.
Digunakan untuk mensterilkan sarung tangan operasi, kateter balon, dan kasa.
3. Larutan Antiseptik. Dilakukan dengan cara membilas atau merendam alat.
Digunakan untuk instrumen bedah, alat-alat tajam, dan kateter.
Radiasi
Radiasi, dapat dilakukan dengan sinar infra merah, diberikan terhadap materi
yang tidak dapat disterilkan dengan panas atau zat kimia. Energi radiasi ini dapat
membunuh mikroorganisme. Digunakan untuk mensterilkan tabung suntik plastik, sarung
tangan, kateter foley, infus set, selang sonde, dan kamar operasi.
Antisepsis
Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Teknik
aseptik/asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tindakan asepsis ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme
yang terdapat pada permukaan benda hidup atau benda mati. Tindakan ini meliputi
antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi. Untuk itu, diperlukan perlakuan khusus pada alat dan
bahan operasi, lapangan operasi, operator,dan asisten sebagai pelaksana.
Penggunaan:
1. Membebaskan kulit dari bakteri sebelum operasi untuk mencegah infeksi
2. Mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang.
3. Mencuci luka, terutama pada luka kotor.
4. Sterilisasi alat bedah.
5. Mencegah infeksi pada perawatan luka.
6. Untuk irigasi daerah-daerah terinfeksi.
7. Mengobati infeksi lokal
Jenis-jenis Antiseptik
1. Alkohol
2. Halogen dan senyawanya
Yodium
Providon Yodium (Polyvinyl Pyrrolidone Iodine)
Yodoform (obat kuning)
Klorheksidin
3. Oksidansia
Kalium permanganat
Perhidol
4. Logam berat dan garamnya:
Merkuris klorida (sublimat)
Merkukrom