bantuan operasional penyelenggaraan museum dan...

16
Vol. IV, Edisi 20, Oktober 2019 Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannya p. 7 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Infrastruktur Ketenagalistrikan Periode 2015-2019: Apakah Sudah Sesuai Target? p. 12 Kesetaraan Gender di Sektor Pendidikan p. 3

Upload: others

Post on 05-Mar-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

Vol. IV, Edisi 20, Oktober 2019

Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan

Tantangannyap. 7

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Infrastruktur Ketenagalistrikan Periode 2015-2019: Apakah

Sudah Sesuai Target? p. 12

Kesetaraan Gender di Sektor Pendidikan

p. 3

Page 2: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

2 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyap.7

MUSEUM merupakan satu kesatuan dengan sejarah dan budaya. Museum berfungsi dalam dokumentasi ilmiah, konservasi dan preservasi, penyebaran dan pemerataan ilmu, pengenalan dan penghayatan kesenian serta pengenalan kebudayaan. Berbagai permasalahan kerap terjadi pada museum yang meliputi kondisi museum serta sarana dan prasarana yang memprihatinkan, SDM yang tidak kompeten, data yang tidak akurat terkait informasi koleksi, keterbatasan pendanaan pengelolaan museum, serta pemasaran museum yang kurang baik. Dalam mengatasi persoalan terkait museum maka pemerintah mengeluarkan kebijakan DAK Non fisik BOP Museum untuk meningkatkan kualitas pengelolaan museum.

Infrastruktur Ketenagalistrikan Periode 2015-2019: Apakah Sudah Sesuai Target? p.12

RENCANA Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015 -2024 menyebutkan bahwa kebutuhan listrik di Indonesia meningkat sebesar 6-7 persen tiap tahunnya atau sebesar 7.000 MW per tahun. Atas dasar tersebut, Jokowi mencanangkan program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai salah satu program prioritas nasional. Setelah kurang lebih 5 tahun program tersebut berjalan, target pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan nyatanya belum berjalan sesuai dengan target yang telah ditetapkan pemerintah dalam RPJMN 2015-2019.

Kesetaraan Gender di Sektor Pendidikan p.3

Kritik/Saran

[email protected]

Dewan RedaksiRedaktur

DahiriRatna Christianingrum

Martha CarolinaRendy Alvaro

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

KESETARAAN gender ditempatkan sebagai aspek yang sangat penting dalam tujuan ke 5 pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tahun 2015-2030, RPJMN 2005-2025, RPJMN 2015-2019, dan program prioritas Nawacita. Pemerintah dalam upaya meningkatkan capaian kesetaraan gender di bidang pendidikan telah mengamanatkan tentang Pengarustamaan Gender (PUG) di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun, masih ditemui beberapa permasalahan di pemerintahan pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi

Page 3: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

3Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Kesetaraan Gender di Sektor Pendidikanoleh

Martha Carolina*)

Kesetaraan gender ditempatkan sebagai aspek yang sangat penting dalam tujuan ke

5 pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tahun 2015-2030 yaitu “Mencapai Kesetaraan Gender dalam Memberdayakan Kaum Perempuan”. Komitmen Pemerintah terhadap kesetaraan gender juga tersebar dalam berbagai dokumen pembangunan, diantaranya RPJP 2005-2025 yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perempuan dalam pembangunan, RPJMN 2015-2019, dan program prioritas Nawacita. Dalam RPJMN ada rencana menyediakan kebijakan yang responsif gender hampir di semua bidang. Sayangnya, rencana tersebut hanya berupa jumlah usulan dan jumlah rekomendasi. Sementara itu, Nawacita lebih spesifik menyebutkan nama usulan undang-undang (UU) yang memprioritaskan kesetaraan gender di Indonesia yaitu revisi UU Perkawinan, revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), penghapusan perda-perda diskriminatif, pengesahan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender, RUU Perlindungan PRT, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Dari rancangan undang-undang tersebut sampai saat ini belum ada yang disahkan.

Kesetaraan gender bukan berarti memperlakukan laki-laki dan perempuan secara sama, melainkan mewujudkan perlakuan yang adil bagi laki-laki dan

perempuan, dengan mempertimbangkan kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (Bappenas, 2013). Secara kualitatif, arah, strategi, dan sasaran kebijakan kesetaraan gender ditujukan untuk secara sistematis menjawab berbagai isu ketidaksetaraan gender yang terdapat di berbagai bidang pembangunan dan lintas bidang pembangunan. Secara kuantitatif, kesetaraan gender mengacu pada: 1) pencapaian kemampuan dasar (pendidikan, kesehatan, dan ekonomi); dan 2) meningkatkan keseimbangan keterwakilan perempuan dalam ranah pengambilan keputusan.

Capaian sasaran utama pembangunan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Berdasarkan data BPS IPG yang mengukur dimensi angka harapan hidup pada saat lahir, harapan lama sekolah, dan rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan dari 90,82 di tahun 2016 menjadi 90,99 di tahun 2018. Hal ini berarti kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki semakin mengecil di beberapa bidang pembangunan. Sementara itu, IDG juga meningkat dari 71,39 di tahun 2016 menjadi 72,10 di tahun 2018. Meskipun IDG meningkat ada beberapa provinsi yang IDG-nya masih rendah seperti Papua Barat sebesar 51,04, Kepulauan Bangka Belitung sebesar

AbstrakKesetaraan gender ditempatkan sebagai aspek yang sangat penting

dalam tujuan ke 5 pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tahun 2015-2030, RPJMN 2005-2025, RPJMN 2015-2019, dan program prioritas Nawacita. Pemerintah dalam upaya meningkatkan capaian kesetaraan gender di bidang pendidikan telah mengamanatkan tentang Pengarustamaan Gender (PUG) di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun, masih ditemui beberapa permasalahan di pemerintahan pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

primer

Page 4: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

4 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

52,57, dan Kalimantan Timur sebesar 57,53 (BPS, 2018). Peningkatan capaian IDG didukung oleh meningkatnya jumlah perempuan sebagai tenaga profesional dan sumbangan pendapatan pekerja perempuan.

Di sisi lain, berdasarkan World Economic Forum (WEF) dalam laporan The Global Gender Gap Report tahun 2017 posisi kesetaraan gender di Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya hanya berada di peringkat enam dengan indeks sebesar 0,691. Sementara di dunia, peringkat kesetaraan gender Indonesia berada di urutan 84 dari 144 negara. WEF menggunakan dimensi yang lebih luas untuk mengukur gender gap meliputi bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan kesehatan.

Pencapaian Pembangunan Pendidikan Terkait GenderBerdasarkan amanat UUD Pasal 31 ayat (4) menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Alokasi melalui intervensi anggaran pemerintah pusat yaitu sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN telah dipenuhi sejak tahun 2009. Hal ini juga sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Anggaran pendidikan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan APBN mencapai 143 persen dari tahun 2009 sebesar Rp208,3 triliun menjadi Rp505,8 triliun di tahun 2020.

Peningkatan anggaran pendidikan tersebut telah berhasil meningkatkan capaian indikator pendidikan yang diantara lain ditunjukkan melalui Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). Berdasarkan data BPS tahun 2018, RLS penduduk usia 15 tahun ke atas sudah menempuh 8,17 tahun masa sekolah atau telah menyelesaikan pendidikan setara kelas 8 atau belum lulus setingkat Sekolah

Menengah Pertama (SMP). RLS tahun 2018 meningkat dari sebelumnya 7,73 tahun masa sekolah atau telah menyelesaikan pendidikan setara kelas 7 di tahun 2014. Capaian indikator pendidikan RLS antara perempuan dan laki-laki yaitu RLS perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. RLS perempuan sebesar 7,72 tahun masa sekolah atau telah menyelesaikan pendidikan setara kelas 8. Sedangkan RLS laki-laki sebesar 8,62 tahun masa sekolah atau telah menyelesaikan pendidikan setara kelas 9 (BPS, 2018).

Ketimpangan bidang pendidikan dapat dilihat juga dari angka buta huruf dan persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kelamin dan jenjang pendidikan tinggi yang ditamatkan. Angka buta huruf di Indonesia yang kini tinggal 2,07 persen (BPS, 2018). Namun, perempuan memiliki angka buta aksara lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki dengan jumlah, yakni 1.157.703 orang laki-laki sedangkan perempuan 2.258.990 orang. Begitu pula, berdasarkan Gambar 1, persentase perempuan berusia 15 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah, belum tamat SD, memiliki ijazah SMP dan SMA/SMK dimana persentase perempuan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki.

Capaian indikator pendidikan antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi banyak faktor yang saling terkait seperti faktor ekonomi, sosial, dan norma juga budaya yang menyebabkan munculnya berbagai bentuk kesenjangan akses pendidikan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/Kemen-PPPA, 2016). Hal yang paling dominan adalah faktor ekonomi yaitu keterbatasan biaya untuk sekolah sehingga keluarga miskin terpaksa menyekolahkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Faktor sosial dan norma yang masih sering ditemui di masyarakat misalnya perempuan harus menjadi ibu rumah tangga saja. Begitu

Tabel 1. Anggaran Pendidikan Tahun 2009-2020 (triliun Rupiah)

Sumber: Nota Keuangan berbagai tahun, Kementerian Keuangan

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Anggaran 208,3 225,2 266,9 310,8 345,3 369,9 390,1 370,4 419,8 444,1 492 505,8

Page 5: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

5Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

sosialisasi, padahal keberadaan vocal point gender yang utama adalah pada pejabat perencanaan pada masing-masing lembaga pemerintah pusat dan daerah yang membutuhkan kompetensi teknis manajerial terkait PPRG.

Pada sektor pendidikan, PUG telah menjadi acuan atas perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan. Perubahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi yang ditandai dengan perubahan perundang-undangan yakni UU Sisdiknas sebagai pengganti UU No. 2 Tahun 1989. Amanah UU Sisdiknas tersebut sejalan dengan inpres sebagai upaya memaksimalkan implementasi PUG di bidang pendidikan. PUG di sektor pendidikan ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG Bidang Pendidikan Pada Tingkat Pusat Provinsi dan Kabupaten/Kota.

PUG bidang pendidikan di tingkat pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag). Implementasi PUG di Kemendikbud sejak tahun 2002. Sedangkan PUG di Kemenag berlaku sejak adanya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PermenPPPA) No. 11 Tahun 2010 tentang Pedoman Perencanaan dan Penganggaran pada Pendidikan Islam yang Responsif Gender. PUG bidang pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan masyarakat juga sudah dilaksanakan baik di tingkat kabupaten dan kota.

pula, faktor budaya seperti masih kuatnya budaya menikah muda bagi perempuan yang tinggal di perdesaan dan budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia menyebabkan anak perempuan lebih dikesampingkan untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan laki-laki.

Pengarusutamaan Gender (PUG) Sektor Pendidikan Belum SinergisBerdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) bahwa instansi pemerintah pusat dan daerah diwajibkan untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing.

Salah satu strategi PUG adalah Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG), dimana pemerintah pusat dan daerah melakukan analisis gender dalam proses perencanaan dan penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hak akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki, perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Sebenarnya, regulasi ini cukup efektif sebagai pijakan landasan hukum bagi pembangunan PUG di pusat dan daerah, hanya saja berpulang pada kapasitas SDM pelaksanaannya. Selama ini penguatan kapasitas SDM vocal point gender hanya sebatas workshop maupun bimtek bahkan

Gambar 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Jenjang Pendidikan Tinggi yang Ditamatkan

Sumber: BPS, 2018

Page 6: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

6 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

RekomendasiPemerintah Indonesia perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap kesetaraan gender sebagai strategi kunci di berbagai bidang pembangunan. Beberapa rekomendasi mengatasi masalah kesenjangan gender dalam bidang pendidikan antara lain: pertama, perluasan akses perempuan dalam pendidikan terkait keaksaraan bagi penduduk usia 15 tahun ke atas dan perluasan akses pendidikan melalui jalur non formal sehingga memungkinkan menjangkau peserta didik yang memiliki keterbatasan untuk mengikuti pendidikan formal terutama anak-anak keluarga tidak mampu. Kedua, PPRG dalam sektor pendidikan baik pemerintah pusat dan pemda perlu terus dilaksanakan. Ketiga, perlu sinergi antar K/L, khususnya Kemendikbud dan Kemenag, pemerintah daerah dan masyarakat dalam PUG Bidang Pendidikan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

Menurut Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) tahun 2013, PUG bidang pendidikan melalui pemerintah pusat hasilnya telah banyak menunjukkan keberhasilan, diantaranya: terjadinya pemerataan, peningkatan mutu, dan relevansi pendidikan untuk kesetaraan gender. Tantangan selanjutnya adalah masih diperlukannya arahan dan tujuan strategis untuk pengarusutamaan gender dalam pendidikan di tingkat regional dan tingkat lainnya. Sedangkan PUG sektor pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan masyarakat masih mengalami tantangan yaitu masih rendahnya pemahaman tentang kesetaraan gender. Pada banyak daerah, PUG di sektor pendidikan masih ada yang belum terintegrasi di dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah/RPJMD (KemenPPPA, 2018) .

PPRG di bidang pendidikan juga telah dilaksanakan Kemendikbud dan Kemenag melalui: 1) perencanaan yang partisipatif dengan mempertimbangkan empat aspek yaitu akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang setara bagi laki-laki dan perempuan; 2) mengintegrasikan aspirasi, kebutuhan permasalahan laki-laki dan perempuan ke dalam perencanaan PUG, 3) didasarkan kepada hasil analisis gender yang menggunakan data terpilah/statistik gender (GAP); dan 4) program aksi yang disusun bertujuan mengatasi isu gender/kesenjangan gender. Namun, di tingkat pemerintah daerah masih banyak yang belum paham tentang PPRG dalam pendidikan (KemenPPPA, 2018).

Daftar PustakaACDP Indonesia. 2013. Kesetaraan Gender dalam Pendidikan di Indonesia. Diakses dari repositori.kemdikbud.go.id/8569/1/Policy-Brief-ACDP-Gender-Equality-Indonesia-FINAL.pdf pada 16 September 2019.

Kemendikbud. 2018. Indonesia Peringati Hari Aksara Internasional Tahun 2018. Diakses dari https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/09/indonesia-peringati-hari-aksara-internasional-tahun-2018. Pada 14 September 2019

World Economic Forum. 2017. The Global Gender Gap Report. Diakses

dari www3.weforum.org/docs/WEF_GGGR_2017.pdf pada tanggal 14 September 2019

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2016. Statistik Gender Tematik. Potret Ketimpangan Ekonomi

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2018. Sinergi Antar Perangkat Daerah Kunci Pengarustamaan Gender. Diakses dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1687/sinergi-antar-perangkat-daerah-kunci-pengarusutamaan-gender tanggal 16 September 2019

Page 7: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

7Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Sejarah dan kebudayaan dengan museum merupakan hal yang tidak terpisahkan. Di dalam

museum, tersimpan jejak sejarah dan kebudayaan dari masa ke masa, baik dalam bentuk benda peninggalan sejarah, foto, audio, naskah kuno, dan lainnya. Keberadaan museum memiliki fungsi sebagai pengumpulan dan dokumentasi ilmiah, konservasi dan preservasi, penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum, pengenalan dan penghayatan kesenian, pengenalan kebudayaan dan lainnya. Namun, sudah menjadi hal yang umum bahwa minat masyarakat terhadap museum saat ini menurun. Atensi terhadap museum masih tergolong rendah sehingga tidak banyak interaksi yang dibangun museum terhadap publik. Museum hanya dipandang sebagai simbol benda masa lalu dan belum menjadi magnet penarik minat apalagi rasa bangga masyarakat. Padahal, seharusnya museum dapat berperan dan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, dan pariwisata.

Saat ini tercatat ada 435 museum yang tersebar di seluruh Indonesia baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta atau perorangan (Kemendikbud, 2019). Namun, banyak museum yang kondisinya memprihatinkan dan jarang dikunjungi masyarakat (KemenkoPMK, 2019). Banyak permasalahan yang dihadapi terkait museum dan tidak kunjung terselesaikan diantaranya kondisi sarana dan prasarana museum yang memprihatinkan, sumber daya manusia pengelola yang tidak kompeten, data yang tidak akurat terkait informasi koleksi, keterbatasan pendanaan pengelolaan museum, serta pemasaran museum yang kurang baik dalam menarik kunjungan masyarakat (Kemendikbud, 2019; Unair.ac.id, 2018).

Permasalahan MuseumMenurut Kemendikbud, jumlah kunjungan ke museum relatif menurun tiap tahunnya. Hal tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi oleh museum selama ini. Pertama, kondisi museum, sarana dan prasarana yang memprihatinkan bahkan ada yang tidak

Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannya

oleh Rendy Alvaro*)

Emillia Octavia**)

AbstrakMuseum merupakan satu kesatuan dengan sejarah dan budaya. Museum

berfungsi dalam dokumentasi ilmiah, konservasi dan preservasi, penyebaran dan pemerataan ilmu, pengenalan dan penghayatan kesenian serta pengenalan kebudayaan. Berbagai permasalahan kerap terjadi pada museum yang meliputi kondisi museum serta sarana dan prasarana yang memprihatinkan, SDM yang tidak kompeten, data yang tidak akurat terkait informasi koleksi, keterbatasan pendanaan pengelolaan museum, serta marketing museum yang kurang baik. Hal tersebut menyebabkan turunnya minat masyarakat terhadap museum. Dalam mengatasi persoalan terkait museum maka pemerintah mengeluarkan kebijakan DAK Non Fisik BOP Museum untuk meningkatkan kualitas pengelolaan museum. Namun, dalam pelaksanaan BOP Museum terdapat beberapa tantangan yang memerlukan langkah-langkah pendukung.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected] **) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Page 8: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

8 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

layak tampung koleksi (Kemendikbud, 2019). Museum hanya dimaknai sebagai tempat penyimpan saja sehingga cerita di balik benda-benda sejarah sebagai poin penting dari museum menjadi pudar. Hal ini disebabkan karena pengelolaan museum tidak menjadi prioritas bagi daerah. Sebenarnya dari pemerintah pusat telah ada dana untuk revitalisasi museum, namun karena jumlahnya yang terbatas maka tidak semua museum dapat direvitalisasi dan pelaksanaannya secara bertahap.

Kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelola museum yang tidak kompeten. Dalam usaha peningkatan kualitas SDM pengelola sudah dilakukan sertifikasi maupun memberikan pendidikan lanjutan. Namun, yang sering terjadi di daerah yaitu ketika kualitas SDM pengelola museum sudah baik, SDM tersebut dipindah atau diambil oleh satuan kerja lainnya (karena hal ini memang merupakan kewenangan daerah). Karena bergantinya SDM dari yang sudah terlatih menjadi SDM yang baru, maka pengelolaan museum menjadi tidak berkembang. Seharusnya SDM pengelola yang telah mendapatkan sertifikasi dan dilatih dapat melakukan fungsinya dalam memperkuat museum.

Ketiga, data yang tidak akurat terkait informasi koleksi. Dalam pengelolaan koleksi diperlukan keakuratan informasi karena hal ini terkait dengan nilai sejarah. Adanya ketidakakuratan dalam informasi koleksi menyebabkan museum kehilangan fungsinya dalam menyebarkan ilmu dan dokumentasi ilmiah. Kajian terhadap koleksi perlu dilakukan untuk mengumpulkan informasi menjadi lebih akurat.

Keempat, keterbatasan pendanaan pengelolaan museum. Kualitas pendanaan pada museum relatif rendah. Alokasi anggaran dari APBD untuk museum masih minim dan lebih banyak digunakan untuk kegiatan rutin, bukan untuk pembangunan maupun program pengembangan museum. Keterbatasan pendanaan juga terjadi pada museum

swasta. Dukungan pendanaan dari pihak luar atau masyarakat juga sangat terbatas. Minimnya dukungan pendanaan tersebut menyebabkan banyak museum yang terabaikan dan lebih berfungsi sebagai penyimpan artefak.

Kelima, kurang baiknya pemasaran museum dalam menarik kunjungan masyarakat. Tidak sedikit museum yang hanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan benda bersejarah tanpa disertai program dan publikasi yang menarik. Hal tersebut membuat minat masyarakat dalam berkunjung ke museum menjadi berkurang. Seharusnya pihak pengelola museum dapat mengemas program publik yang menarik sedemikian rupa misalnya dalam bentuk pameran atau seminar sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Pengelola museum harus mampu mencuatkan nilai-nilai unggul koleksi yang tersimpan dan menyajikan kepada publik. Selain itu, pemasaran museum juga harus lebih adaptif dengan mengikuti perkembangan zaman.

Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Museum dan TantangannyaPermasalahan pada museum yang disebutkan sebelumnya masih terjadi sampai saat ini. Di samping itu, daerah banyak yang mengeluhkan sulitnya atau ketiadaan anggaran dalam mendanai aktivitas pengelolaan museum (Kemendikbud, 2019). Hal tersebut menyebabkan sepinya jumlah pengunjung karena tidak adanya aktivitas pengembangan di museum misalnya tata pamer yang tidak berubah. Melihat permasalahan yang dihadapi museum dan keterbatasan anggaran di daerah maka dikeluarkan kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Museum. Pada tahun 2019, BOP Museum dialokasikan sebesar Rp96,4 miliar bagi 111 museum. Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan

Page 9: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

9Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Gambar 2. Jumlah Museum di Indonesia

Sumber: Kemendikbud, 2019

Daerah (PPKD) merupakan syarat dalam penerimaan BOP Museum untuk melihat seberapa besar pemerintah daerah memiliki perhatian khusus dalam mengenali kekayaan dan kekuatan budaya yang mereka miliki1. BOP Museum merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan museum agar memenuhi standar pelayanan teknis museum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun di sisi lain terdapat tantangan-tantangan dalam pelaksanaan BOP Museum.

Dalam penyaluran BOP Museum, salah satu kriteria penerima yaitu adanya standarisasi yang telah dipegang oleh museum. Standarisasi dilakukan setelah 2 tahun museum menerima nomor pendaftaran nasional dengan cara visitasi ke museum sesuai dengan instrumen standardisasi2.Standardisasi museum bertujuan untuk mengetahui dan meningkatkan kualitas pengelolaan museum, serta sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengembangan dan pembinaan museum. Namun di sisi lain, masih banyak museum yang belum terdaftar maupun yang sudah terdaftar tetapi belum memenuhi standar. Hasil standarisasi tahun 2018 menunjukkan bahwa dari 435 museum yang terdaftar hanya 202 museum yang

telah memenuhi standar. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya dukungan dari pemda maupun tokoh masyarakat baik dalam proses pendaftaran dan standarisasi museum.

BOP Museum diberikan hanya untuk museum yang pengelolaannya di bawah Dinas Kebudayaan baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota (kecuali di DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta). Sementara itu museum yang dikelola oleh swasta atau perorangan tidak memperoleh BOP Museum meskipun memenuhi standar. Berdasarkan data Kemendikbud, dari 435 museum secara nasional, terdapat 151 museum yang dikelola oleh swasta atau perorangan. Dari 151 museum swasta, sebanyak 43 museum telah memenuhi standar. Tidak semua museum swasta atau perorangan memiliki kondisi pendanaan yang baik, minimnya pendanaan yang dimiliki membuat pengelolaan museum menjadi terabaikan sehingga membuat kunjungan menjadi sepi contohnya Museum Dr. A.K. Gani di Sumatera Selatan dan Museum Pahlawan Nasional Jamin Gintings di Provinsi Sumatera Utara.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelola museum juga menjadi tantangan lainnya terkait BOP Museum. Menurut pihak Kemendikbud, salah satu permasalahan yang sering ditemui saat

Gambar 1. Jumlah Museum Penerima Alokasi BOP Museum Tahun 2019

Sumber: Kemendikbud, 2019

1) PPKD adalah dokumen yang memuat kondisi faktual dan permasalahan yang dihadapi daerah dalam upaya Pemajuan Kebudayaan beserta usulan penyelesaiannya. (UU No.5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan) 2) Pendaftaran museum dilakukan dengan memperhatikan pada visi dan misi, koleksi, lokasi dan/atau bangunan, sumber daya manusia, sumber pendanaan tetap, dan nama. (PP No. 66 tahun 2015 tentang Museum). Standarisasi museum menggunakan instrumen diantaranya bangunan dan ruang, organisasi, visi dan misi, tujuan museum, dan pengelolaan.Hasil standarisasi dikelompokkan menjadi 3 kelompok (tipe A, tipe B, dan tipe C).

Page 10: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

10 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

visitasi yaitu kompetensi SDM pengelola museum yang tidak baik. Museum merupakan lembaga yang berfungsi dalam melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi baik yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat sehingga SDM museum yang berkompeten menjadi tumpuan dalam mewujudkan pengelolaan museum yang baik, khususnya dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Mengingat BOP Museum diperuntukkan bagi peningkatan kualitas pengelolaan museum maka kompetensi SDM pengelola sangatlah penting agar penggunaan BOP Museum dapat mencapai sasaran. Minimnya kompetensi SDM menyebabkan pengelolaan museum menjadi tidak berkembang. Pengelola tidak dapat menemukan cara atau kegiatan yang dapat menarik pengunjung dimana seharusnya pengelolaan museum mengikuti dinamika yang ada di masyarakat.

Tantangan lain pada BOP Museum yaitu perlunya sosialisasi terhadap alokasi penggunaan BOP Museum yang telah ditetapkan Pemerintah. Penggunaan BOP Museum yaitu untuk pengelolaan koleksi (minimal 35 persen dari anggaran), program publik (minimal 45 persen dari anggaran), pemeliharaan sarana dan prasarana (maksimal 20 persen dari anggaran). Namun di sisi lain, kebutuhan setiap museum tentunya tidak sama sehingga alokasi untuk tiap komponen penggunaan BOP Museum berbeda (ada yang lebih mengutamakan kajian koleksi namun juga ada yang memprioritaskan program publik untuk menarik pengunjung). Dengan adanya batasan besaran komponen penggunaan BOP Museum maka dapat menjadi kendala bagi museum penerima. Meskipun menurut Kemendikbud dalam hal tertentu maka besaran penggunaan BOP Museum dapat tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis), namun hal tersebut perlu disosialisasikan lebih lanjut kepada museum-museum penerima.

RekomendasiBerbagai permasalahan yang dihadapi museum menyebabkan fungsi museum tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. BOP Museum merupakan salah satu langkah dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi museum. Untuk mendukung pelaksanaan BOP Museum diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, perlunya dukungan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah serta dalam proses pendaftaran dan standarisasi museum. Kedua, melakukan peningkatan kompetensi dan pendampingan terhadap sumber daya manusia pengelola museum dalam rangka penguatan fungsi museum. Ketiga, sosialisasi yang berkelanjutan terhadap daerah-daerah dalam hal penggunaan BOP Museum. Keempat, koordinasi antar kementerian atau instansi yang terkait dalam pengembangan museum sebagai bagian dari pemajuan kebudayaan sesuai amanat Undang-undang (UU) No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Kelima, perlunya tinjauan ulang terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 2015 tentang Museum, apakah perlu dilakukan revisi atau membentuk peraturan turunan baru dari UU No. 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan mengingat museum merupakan satu kesatuan dengan kebudayaan.

Page 11: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

11Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Daftar Pustaka

Kementerian Keuangan. 2018. Nota Keuangan Tahun Anggaran 2019

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. 2019. Menko PMK Minta Museum Ikuti Jaman dan Dikelola dengan Lebih Baik Lagi. Diakses dari http://www.kemenkopmk.go.id/artikel/menko-pmk-minta-museum-ikuti-jaman-dan-dikelola-dengan-lebih-baik-lagi pada tanggal 16 Oktober 2019

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Katalog Museum Indonesia

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun. 2019. Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Taman Budaya

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 Tentang Museum

Unair. 2018. Memuliakan Museum Meluhurkan Kebudayaan. Diakses dari http://news.unair.ac.id/2018/10/17/memuliakan-museum-meluhurkan-kebudayaan/ pada tanggal 16 Oktober 2019

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan

Page 12: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

12 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Listrik merupakan salah satu sarana pendukung kegiatan masyarakat baik dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan maupun untuk mendorong pembangunan ekonomi. Kebutuhan masyarakat akan energi listrik semakin meningkat seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di bidang teknologi, industri, dan informasi. Namun, hingga saat ini masih terdapat keluhan karena kurangnya pasokan listrik yang terjadi di beberapa daerah. Selain berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat, masalah ini juga menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi daya saing industri dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah selalu memprioritaskan pemenuhan kebutuhan listrik untuk mendukung pemerataan pembangunan nasional.Upaya peningkatan penyediaan tenaga listrik sebenarnya sudah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sejak pertama kali menjabat, tepatnya pada bulan Mei tahun 2015 dengan mencanangkan program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan untuk jangka waktu 5 tahun (2015-2019). Program tersebut digagas oleh Jokowi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik yang semakin meningkat. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015-2024, disebutkan bahwa kebutuhan

listrik di Indonesia meningkat sebesar 6-7 persen tiap tahunnya atau sebesar 7.000 MW per tahun. Perlu diketahui bahwa, pada tahun 2014, kapasitas pembangkit listrik terpasang di Indonesia hanya berkisar 50.700 MW, jika mengacu pada RUPTL maka pada tahun 2019 Indonesia memerlukan tambahan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW.Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik, maka pemerintah mengukuhkan program infrastruktur ketenagalistrikan ke dokumen RPJMN 2015-2019 dan menjadi salah satu program prioritas Jokowi. Selain itu, untuk memperlancar program tersebut, Presiden juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Setelah Presiden Jokowi mengakhiri periode pertama dan sekaligus dilantik kembali menjadi Presiden untuk periode kedua pada tanggal 20 Oktober 2019, beliau akan dihadapkan kembali dengan beberapa pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Salah satunya adalah program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang berfokus pada pembangkit listrik 35.000 MW. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan mencoba membahas perkembangan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di akhir periode pertama Presiden Jokowi.

AbstrakRencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015 -2024 menyebutkan

bahwa kebutuhan listrik di Indonesia meningkat sebesar 6-7 persen tiap tahunnya atau sebesar 7.000 MW per tahun. Atas dasar tersebut, Jokowi mencanangkan program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai salah satu program prioritas nasional. Setelah kurang lebih 5 tahun program tersebut berjalan, target pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan nyatanya belum berjalan sesuai dengan target yang telah ditetapkan pemerintah dalam RPJMN 2015-2019.

Infrastruktur Ketenagalistrikan Periode 2015-2019: Apakah Sudah Sesuai Target?

oleh Adhi Prasetyo*)

Taufik Hidayatullah**)

sekunder

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

Page 13: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

13Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Perkembangan Program Pembangunan Infrastruktur KetenagalistrikanJika mengacu pada dokumen RPJMN 2015-2019, maka ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, yaitu: pertama, rasio elektrifikasi. Rasio ini menggambarkan jumlah rumah tangga yang sudah mendapatkan listrik dibandingkan dengan jumlah rumah tangga nasional. Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi sebesar 97 persen di tahun 2019. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (KemenESDM), sampai dengan 15 Juni 2019 rasio elektrifikasi di Indonesia sebesar 98,81 persen. Walaupun persentase secara nasional telah meningkat, namun masih ada 5 provinsi yang rasio elektrifikasinya masih di bawah rata-rata nasional, yaitu Kalimantan Tengah dengan rasio 94 persen, Kalimantan Barat dengan rasio 96 persen, Sulawesi Tengah dengan rasio 97 persen, Papua dengan rasio 94 persen dan yang paling rendah Nusa Tenggara Timur dengan rasio 72 persen.Kedua, kapasitas pembangkit listrik. Program penambahan kapasitas pembangkit listrik 35.000 MW sudah berjalan selama 5 tahun, namun target pemerintah untuk merealisasikan program tersebut masih jauh dari target yang diharapkan. Berdasarkan data dari Ditjen Ketenagalistrikan KemenESDM, sampai dengan 15 Juni 2019 pembangunan pembangkit listrik selalu tidak mencapai target, rata-rata realisasi penambahan pembangkit selama 5 tahun hanya sebesar 13,96 persen atau hanya 723,2 MW per tahun. Saat ini, pembangkit listrik yang telah memasuki tahap Commercial Operation

Date (COD) atau yang sudah beroperasi hanya sebesar 3.167 MW (10 persen), tahap konstruksi sebesar 20.119 MW (57 persen), tahap kontrak sebesar 9.515 MW (27 persen), tahap pengadaan sebesar 1.452 MW (4 persen), dan tahap perencanaan sebesar 734 MW (2 persen). Artinya, baru sekitar 10 persen pembangkit listrik yang bisa digunakan (Gambar 1).Namun, pemerintah melalui KemenESDM memproyeksikan bahwa pembangunan pembangkit listrik akan bertambah sebesar 161 MW sampai dengan akhir tahun 2019. Berikut proyeksi pembangkit yang akan mulai beroperasi di akhir tahun 2019.Ketiga, penambahan penyaluran tenaga listrik berupa jaringan transmisi sebesar 46.000 kms sampai dengan tahun 2019. Untuk target jaringan transmisi 46.000 kms sampai saat ini juga belum memenuhi target, per 15 Juni 2019 jaringan transmisi yang sudah selesai dan memasuki tahap operasi baru sebesar 16.483 kms (35 persen), tahap proses penyelesaian sebesar 17.440 kms (47 persen), dan sisanya

Gambar 1. Perkembangan Program Listrik 35.000 MW Tahun 2015-2019

Sumber : Kementerian ESDM

Tabel 1. Proyeksi Pembangkit Listrik 35.000 MW yang Akan BeroperasiProvinsi Jenis Pembangkit Proyek Kapasitas (MW) COD RUPTL

Kalimantan Selatan PLTU Kalsel (FTP2)#2 100 2019

Bengkulu PLTA Air Putih 21 2019

Sumatera Selatan PLTSa Sukawinatan 0,5 2019

NTT PLTMG Maumere 40 2019

Jumlah 161,5

Sumber: Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM

Page 14: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

14 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

sebesar 13.620 kms masih dalam tahap konstruksi. Untuk pembangunan gardu induk, sampai dengan 15 Juni 2019 yang telah selesai dan memasuki tahap sudah beroperasi sebesar 61.223 MVA (54 persen), tahap proses penyelesaian sebesar 26.291 MVA (23 persen), dan sisanya sebesar 25.990 MVA (23 persen) masih dalam tahap konstruksi.Keempat, konsumsi listrik per kapita. Konsumsi listrik per kapita merupakan perbandingan antara pemakaian tenaga listrik dibandingkan dengan jumlah penduduk nasional. Berdasarkan RPJMN, target konsumsi listrik per kapita Pada tahun 2019, ditetapkan sebesar 1.200 kWh. Jika melihat perkembangan realisasi konsumsi listrik dari tahun 2015-2018 yang selalu berada di bawah target, besar kemungkinan pada tahun 2019 target konsumsi listrik per kapita tidak tercapai.Berdasarkan keempat indikator yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sampai dengan saat ini masih belum berjalan sesuai rencana. Dari keempat indikator tersebut, hanya rasio elektrifikasi saja yang sudah sesuai target, walaupun masih ada 4 provinsi yang rasio elektrifikasinya di bawah rata-rata nasional. Sedangkan untuk indikator kapasitas pembangkit listrik, penyalutan jaringan transmisi, dan konsumsi listrik per kapita masih berada di bawah target RPJMN, sehingga masih perlu ditingkatkan dan dilanjutkan pembangunannya di periode selanjutnya.Kendala Program Pembangkit ListrikPembangunan infrastruktur ketenagalistrikan khususnya penambahan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW dalam kurun waktu 5 tahun memang tidak mudah dan masih memiliki beberapa kendala. Pertama, terkait dengan pengadaan lahan. Sifat yang

khusus dari sektor ketenagalistrikan menimbulkan kendala yang belum diakomodasi secara memadai oleh peraturan yang ada saat ini. Misalnya, untuk memenuhi kewajiban penyediaan lahan di awal proses pengadaan, pembangunan pembangkit listrik ternyata tidak dapat dilakukan dalam kasus pembangunan pembangkit listrik di mulut tambang karena lokasi pembangunan tidak dapat ditentukan di awal. Kedua, terkait proses perizinan. Misalnya, dalam pemanfaatan potensi air untuk PLTA terkendala oleh banyaknya perizinan baik yang bersifat sektoral maupun regional. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya perbedaan masa berlaku tiap izin yang dikeluarkan, serta terjadinya tumpang tindih perizinan karena kurang efektifnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Selain itu, perizinan terkait kewilayahan juga menjadi hambatan karena beberapa proyek infrastruktur ketenagalistrikan berada di kawasan hutan konservasi terutama untuk pembangkit listrik tenaga air, tenaga panas bumi dan tenaga uap. Ketiga, terkait pembiayaan. Berdasarkan keterangan Bappenas dalam rilis evaluasi paruh waktu RPJMN 2015-2019 mengakui bahwa salah satu faktor yang menghambat pembangunan pembangkit listrik disebabkan sulitnya pembiayaan. Mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berbanding terbalik dengan kemampuan keuangan PLN sebagai BUMN yang ditugaskan oleh Presiden untuk menjalankan program tersebut. Sebagai eksekutor, PLN hanya mampu membiayai proyek sebesar 40 persen dari total pembiayaan yang sebesar Rp80-90 triliun pertahunnya, sedangkan sisanya melalui skema pembiayaan baik dari pihak swasta dalam negeri maupun luar negeri.

Tabel 2. Konsumsi Listrik per Kapita Tahun 2015-2019

Sumber: RPJMN 2015-2019, Statistik Kelistrikan Tahun 2019

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019

Target RPJMN (kWh) 914 985 1.058 1.129 1.200

Realisasi (kWh) 910 960 1.020 1.060 -

RekomendasiTujuan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan khususnya penambahan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW dalam waktu 5 tahun patut diapresiasi. Hal ini mengindikasikan bahwa

Page 15: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

15Buletin APBN Vol. IV. Ed. 20, Oktober 2019

Daftar PustakaKementerian PPN/Bappenas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019Kementerian PPN/Bappenas. 2017. Evaluasi paruh waktu RPJMN 2015-2019Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. 2019 . Statistik Ketenagalistrikan T.A. 2019. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. 2019. Up Date Informasi Sub Sektor Ketenagalistrikan. Kementerian Energi Sumber Daya MineralPLN. 2015. RUPTL Tahun 2015-2024.Liputan6.com. 2019. 2019. PLN Cari Utang USD 2 Miliar di Kuartal IV 2019. Diakses dari https://m.liputan6.com/bisnis.read/3999729/pln-cari-utang-usd-2-miliar-di-kuartal-iv-2019.

program yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi dijalani dengan optimisme yang sangat tinggi. Penulis berpandangan bahwa Program Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan ini harus tetap dilanjutkan pada periode berikutnya dengan beberapa masukan. Pertama, berkaitan dengan perencanaan program. Berdasarkan pembahasan diatas, dari 4 indikator Program Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan hanya ada 1 indikator yang sesuai dengan target RPJMN. Artinya, pemerintah dalam menetapkan target pencapaian harus juga disesuaikan dengan kebutuhan elektrifikasi dan kemampuan sumber daya (baik SDM atau kemampuan pendanaan proyek) yang dimiliki, sehingga target yang ditentukan bisa lebih realistis dan lebih akurat.Kedua, berkaitan dengan rasio elektrifikasi dan pembangunan pembangkit. Berdasarkan paparan di atas masih ada 5 provinsi yang rasio elektrifikasinya di bawah rata-rata nasional, oleh sebab itu dalam rangka pemenuhan rasio elektrifikasi 100 persen maka pemerintah harus memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik di 5 daerah tersebut.Ketiga, berkaitan dengan proses perizinan. Pemerintah perlu meninjau kembali proses perizinan yang berlaku saat ini, harus dipilih mana yang direvisi atau dipangkas. Selain itu koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga harus lebih ditingkatkan sehingga di masa yang akan datang perizinan bukan lagi menjadi momok yang menghambat pembangunan.Keempat, Pemerintah beserta PLN harus lebih inovatif dalam mencari pembiayaan, baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri, memaksimalkan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan aktif mempromosikan program infrastruktur ketenagalistrikan sehingga kebutuhan akan pembiayaan dapat terpenuhi.Kelima, berkaitan dengan pembebasan lahan. Pemerintah beserta PLN harus secara tegas menjalankan UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pembebasan Tanah. Serta melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber alam untuk pembangkit listrik.Terakhir, berkaitan tentang keberlanjutan program pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Penulis berpandangan bahwa Program Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan harus tetap menjadi prioritas sehingga rasio elektrifikasi 100 persen bisa tercapai di periode selanjutnya. Terlebih lagi, peningkatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dapat meningkatkan poin Easy Of Doing Bussiness (EODB) Indonesia di mata internasional. Dengan begitu, maka Indonesia berpeluang menjadi salah satu negara tujuan untuk berinvestasi.

Page 16: Bantuan Operasional Penyelenggaraan Museum dan Tantangannyaberkas.dpr.go.id/.../buletin-apbn-public-93.pdf · di sektor pendidikan berdasarkan Permendiknas No. 84 Tahun 2008. Namun,

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]