edisi 93 (nopember 2011)

Upload: serikat-petani-indonesia

Post on 06-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    1/16

    [email protected] www.spi.or.id Edisi 93, November 2011

    M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I

    Impor Kentang, Petani

    Dieng Rugi 800 M

    SPI Asahan Terima

    Penghargaan Adhikarya

    Pangan Nusantara

    Kembali ke UUD 1945:

    Solusi Indonesia

    Melawan FTA dan Krisis

    Ekonomi Global

    Muhammad Haris Putra SinagaMajelis Nasional Petani SPI

    "Tolak FTA dan Perjanjian Perdagangan

    Bebas Sejenisnya, karena hanyamemiskinkan petani lokal"5 6 12

    INDEKS BERITA

    Aksi SPI menolak impor kentang di depan kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta (12/10)

    Tolak FTA!!!

    JAKARTA. Gagalnya perundingan WTO-World Trade Organization (Organisasi Perdagangan Dunia) membuat kaum neoliberalmencari jalan baru untuk meliberalisasi perdagangan di dunia. FTA-Free Trade Agremeent(Perjanjian Perdagangan Bebas) men-jadi sosok pengganti WTO yang mati suri. FTA-lah yang selama ini membuat produk-produk pertanian impor "lenggang kang-kung" masuk ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah daripada produk pertanian lokal. Akibatnya petani kecil semakinsengsara. Edisi Pembaruan Tani kali ini akan membahas lebih jelas mengenai FTA.

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    2/16

    Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Arin Fuad Pemimpin Redaksi: Tita Riana Zen Redaktur Pelaksana & Sekre-

    taris Redaksi: Hadiedi Prasaja Redaksi: Achmad Yakub, Ali Fahmi, Agus Rully, Cecep Risnandar, Tejo Pramono, Muhammad Ikhwan, Wilda

    Tarigan, Syahroni Reporter: Yoseph Pencawan, Elisha Karni Samon, Susan Lusiana, Yudha Fathoni, Wahyu Agung Perdana, Tri Es Ningrum,Megawa, Andriana Keuangan: Sri Wahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Gunawan Penerbit: Serikat Petani Indonesia (SPI) Alamat Redaksi:

    Jl. Mampang Prapatan XIV No. 5 Jakarta Selatan 12790 Telp: +62 21 7993426 Email: [email protected] Website: www.spi.or.id

    D A P U R T A N I

    -Henry Saragih -Tulisan ini juga dimuat di Harian Sore Sinar Harapan, Edisi 04 Oktober 2011

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 20112

    Pembaruan Agraria Sejatiuntuk Kedaulatan Pangan

    Pada 24 September tiap tahunnya diperingati dengan sukacita oleh kaum tani Indonesia. Inilah harinya petani Indo-nesia.

    Hari itu ditetapkan Undang-Undang N0 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (dikenal denganUUPA 1960) yang mengatur hak-hak dan kewajiban kaum tani, mengatur hak atas tanah, hak atas sumber-sumber agrariauntuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran petani dan bangsa.

    Kelahiran UUPA inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional. Penetapannya berdasarkan KeputusanPresiden Soekarno No 169/1963. Ini menandakan bagaimana pentingnya peran dan posisi petani sebagai tulang pung-gung bangsa.

    Sekarang 51 tahun sudah Hari Tani Nasional, di tengah situasi pertanian dan kehidupan di perdesaan yang tidak men-galami kemajuan berarti. Kemiskinan, kelaparan, konlik agraria, serta infrastruktur yang tidak memadai merupakan hallazim dialami sampai kini.

    Petani Indonesia tetap mengharapkan hidup yang lebih baik dan sejahtera. Karena ini secara riil telah tersedia dalampolitik agraria UUPA 1960 yang berakar pada kesadaran atas realitas sosio-politik dan sosio-ekonomi rakyat yang sangat

    tegas ingin menjebol ketidakadilan struktural dalam rangka menyiapkan prakondisi sosial.Inilah dasar untuk membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Keberanian dan keberpiha-

    kan pemerintah adalah kuncinya.Untuk mengatasi kemiskinan, ketimpangan agraria, dan konlik agraria, pemerintah berjanji mendistribusikan tanah-

    tanah kepada para petani melalui Program Pembaruan Agraria nasional (PPAN).Janji tersebut disampaikan saat peresmian program strategis pertanahan yang digagas Badan Pertanahan Nasional

    (BPN) di kawasan Berikat Nusantara, Cilincing, Jakarta Utara, Januari 2010.Untuk kedua kalinya janji tersebut disampaikan pada bulan September 2010 di Istana melalui Staf Khusus Presiden

    (SKP) Bidang Pangan dan Energi dan SKP bidang Otonomi dan Pembangunan Daerah.Untuk ketiga kalinya janji diungkapkan pada Oktober dalam peringatan Hari Tani Nasional ke-50 di Istana Bogor. Bah-

    kan menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), saat ini sudah dirumuskan Peraturan Pemerintah (PP) tentangPembaruan Agraria.

    Aih-alih menjalankan janji-janji tersebut, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan negara melalui berbagai un-dang-undang berikut turunannya yang menyimpang dari UUD 1945 Pasal 33 dan UUPA 5 Tahun 1960.

    Sebagai contohnya adalah Undang-Undang No 7/2004 tentang Sumber Daya Air yang mengakibatkan privatisasisumber air, Undang-Undang No 18/2004 tentang Perkebunan yang mengakibatkan ratusan petani dikriminalkan, Perpres36/2005 dan revisinya Perpres 65/2006 tentang Pencabutan Hak atas Tanah untuk Kepentingan Umum (sekarang se-dang dibahas RUU Pengadaan tanah untuk pembangunan), dan Undang-Undang No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.

    Terakhir adalah kebijakan korporatisasi pertanian dan pangan (food estate), yang intinya adalah memberikan ruangdan otoritas besar bagi korporasi besar untuk menguasai lahan pertanian dan produksinya.

    Dengan situasi tersebut, demi menata ketimpangan dan ketidakadilan struktur agraria yang terjadi, sangat mendesakbagi Indonesia untuk melaksanakan Pembaruan Agraria yang Sejati.

    Ini adalah suatu upaya korektif untuk menata ulang struktur agraria yang timpang, yang memungkinkan eksploitasimanusia atas manusia, menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendikan pada keadilan agraria.

    Keadilan agraria yang dimaksud adalah suatu keadaan yang menjamin tidak adanya konsentrasi dalam penguasaandan pemanfaatan agraria pada segelintir orang.

    Kemudian hal ini didukung kebijakan harga pembelian hasil produksi pertanian, tata niaga yang berpihak padaprodusen kecil, dan mekanisme keuangan bagi petani. Di samping itu, pembangunan infrastruktur yang mempercepat

    pembangunan perdesaan dan mendukung pertanian rakyat akan diprioritaskan.

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    3/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011P E M B A R U A N A G R A R I A 3

    Stop Impor Kentang; Pertanian Rakyat Bisa MemenuhiKebutuhan Kentang Indonesia

    Aksi SPI menolak kentang impor di Kementerian Perdagangan, Jakarta (12/10).

    JAKARTA. Langkah salah kaprah Peme-rintah Indonesia yang menandatanganiberbagai perjanjian perdagangan bebas,baik dalam kerangka ASEAN maupunsecara bilateral telah menuai hasil yangsangat merugikan pada sektor pertanianIndonesia. Salah satunya yang saat initerjadi adalah anjloknya harga kentangdalam negeri menyusul maraknya imporkentang asal China dan Bangladeshyang beredar di pasaran. Harga kentangditingkat petani terus merosot hinggakisaran Rp. 4.000 sejak awal September

    2011.Menurut Achmad Yakub, Ketua

    Departemen Kajian Strategis NasionalSerikat Petani Indonesia (SPI) pascadiberlakukannya Perjanjian Perda-gangan Bebas Asean-China (ACFTA) 1Januari 2010, lebih dari 6600 komoditidari China akan masuk ke Indonesiatanpa dikenai tarif masuk sama sekali (0persen).

    Komoditi yang termasuk dalam ka-tegori nol persen tersebut diatur dalamskema Early Harvest Program (EHP)meliputi hewan hidup, daging konsumsi,

    ikan, susu, buah-buahan dan sayuranyang dikonsumsi kecuali jagung manis.Setidaknya terdapat 530 pos tarif lain-nya yang resmi diberlakukan melaluiKeputusan Menteri Keuangan RI No.355/KMK.01/2004 21 Juli 2004 tentangpenetepatan tariff bea masuk dalamskema EHP.

    Lebih jauh lagi, menurut Yakubakibat langsungnya dari skema tersebutuntuk produksi kentang adalah volumeimpor kentang dari China terus mening-kat sementara Volume ekpsort Indonesiaterus menurun. Padahal tahun 2006, vo-

    lume ekspor kentang Indonesia mampumelampaui volume impor kentangsebesar 54.868 ton, namun kemudianvolume dan ekspor kentang Indonesiaterus menurun.

    Saat ini hanya produk pangan yangstrategis seperti beras, kedelai dan ja-gung manis yang masih memiliki aturanimpor yang cukup ketat, itupun selaluimpor dengan berbagai alasan. Walausempat dibuka hingga nol persen selamabeberapa bulan di awal 2011, pemerin-tah kembali mengembalikan tariff berasmenjadi Rp 450 per kg per 1 April 2011.

    Sayangnya tambah Yakub, hal ini

    tidak berlaku bagi komoditas pangan danpertanian lainnya. Lebih lanjut juga tidakada standar harga jual dalam negeri,yang menyebabkan produk impor inibisa dijual jauh dibawah biaya produksidalam negeri.

    Menurut Yakub petani Indonesiadisentra-sentra produksi kentang dari

    Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Su-matra Utara dan Sulawesi Utara mampumemenuhi kebutuhan kentang secaranasional. Konsumsi kentang nasionalsaat ini sekitar 2,028 kg per kapita atausekitar 479 ribu ton per tahun.

    Pemerintah harus segera menghen-tikan impor kentang karena mengancamkehidupan puluhan ribu petani. Untukdataran tinggi Dieng saja ada 72.000 KKdan 150.000 buruh tani, dengan luasanper tahun 15.000 ha yang menggantung-kan hidupnya dari menanam kentang.Belum lagi ditambah petani-petani ken-

    tang di seluruh Indonesia, tegas YakubMenurut pedagang kecil di Jawa

    Tengah, satu truk kentang lokal yangbiasanya habis terjual dalam 2-3 hari,kini baru habis hingga tujuh hari. Hal inimenyebabkan susut dan busuk mening-kat. Petani banyak yang menunda panenhingga ada perbaikan harga, denganresiko diserang hama sehingga kualitasmemburuk.

    Kalau pemerintah terus memper-bolehkan impor kentang, harga kentanglokal akan terus merosot, dan petaniakan mengalami kerugian yang amat

    besar, kata Mudasir seorang petani

    kentang dari Da-taran Tinggi Dieng(6/10).

    Belum lagikami harus berhu-tang untuk mem-bayar bibit, pupukdan pesitisida.Setidaknya untuksatu hektar lahankentang, membu-tuhkan biaya 54juta rupiah. Biaya

    tertinggi untukmembeli benih G 4dimana per hek-tar diperlukan 1,5ton dengan hargaRp. 12.500/kg se-

    tara dengan sekitar sembilan belas jutarupiah, kemudian sewa lahan lima jutarupiah per musim tanam, pestisida danpupuk mencapai sepuluh juta rupiah,jelas Mudasir

    Sementara harga kentang terusmerosot. Kami petani Dataran TinggiDieng biasanya bisa menjual Rp. 6.000/kg. Sekarang harga jual ditingkat petanihanya sekitar Rp. 4000/kg, sementarakentang impor dipasaran dijual hanyaRp. 2.500/kg, tidak bisa menutupi biayaproduksi ujar Mudasir.

    Anjloknya harga kentang ini jugapernah dialami petani Bawang Merah diCirebon Jawa Barat pada bulan Agustus2011.Lebih Jauh ditambahkan Gunawan,Sekjen Indonesia Human Rights Commit-tee for Social Justice (IHCS), petaka petaniIndonesia tidak hanya diserbu imporberbagai bahan pangan murah dari luartapi yang juga paling mendasar adalah

    ketiadaan lahan untuk berproduksi.Saat ini para petani membutuhkan

    lahan untuk meningkatkan produktivi-tasnya. Kepemilikan lahan petani yanghanya sempit, jauh dari mencukupiuntuk melakukan produksi yang efektif. Untuk itu pemerintah harus menyegera-kan memberikan lahan-lahan pertanianproduktif kepada petani agar merekabisa berproduksi karena kepemilikanlahan oleh Petani kecil dan buruh tanimerupakan salah satu syrarat mutlakbagi terpenuhinya kedaulatan pangandalam negeri, tambah Gunawan.#

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    4/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 2011

    P E M B A R U A N A G R A R I A4

    Perjanjian Perdagangan Bebas Antar NegaraRugikan Petani Kecil

    JAKARTA. FTA-Free Trade Agremeent(Perjanjian Perdagangan Bebas) yangsaat ini menjadi tren baru setelah man-deknya negosiasi WTO-World Trade Or-ganization (Organisasi Perdagangan Du-nia) merugikan petani dan masyarakatprodusen kecil lainnya, tutur AchmadYakub, Ketua Departemen Kajian Stra-tegis Nasional Serikat Petani Indonesia(SPI) dalam diskusi media bertemakan

    CEPA (Comprehensive Economic Partner-ship Agreement) Uni Eropa-Indonesiadan Dampaknya terhadap sektor pertani-an di kantor sekretariat Dewan Pengu-rus Pusat (DPP) SPI di Jakarta (10/10).

    Achmad Yakub memberi contoh den-gan perjanjian perdagangan bebas antaraIndonesia dengan China (ACFTA) yangmulai berlaku pada 2010 lalu, berimbasterhadap petani bawang dan kentang didalam negeri.

    Misalnya petani bawang merahSPI di Cirebon yang biasanya menjualhasil produknya sebesar Rp 8.000 Rp10.000, sebelum Agustus lalu terpaksa

    menjual bawangnya dengan harga Rp3.000 6.000, karena imbas bawangimpor, ditambah lagi sejak awal Oktoberini, kentang impor yang juga dari Cinadan Bangladesh berhasil menghantamproduk kentang dalam negeri, tuturYakub.

    Yakub menjelaskan harga kentangCina dan Bangladesh dijual di bawahharga kentang lokal, yakni Rp 2.500 per

    kg. Sedangkan kentang produksi lokal dipasaran biasanya ditawarkan pada kisa-ran harga Rp 5.500-6.000 per kg.

    Padahal tahun 2006, volume eksporkentang Indonesia mampu melam-paui volume impor kentang sebesar54.868 ton, namun kemudian volumedan ekspor kentang Indonesia terusmenurun. Saat ini hanya produk panganyang stra- tegis seperti beras, kedelaidan jagung manis yang masih memilikiaturan impor yang cukup ketat, itupunselalu impor dengan berbagai alasan.Walau sempat dibuka hingga nol persenselama beberapa bulan di awal 2011,

    pemerintah kemba-li mengembalikantarif impor berasmenjadi Rp 450per kg per 1 April2011, jelas Yakub.

    Sayangnyatambah Yakub, halini tidak berlakubagi komoditaspangan dan perta-nian lainnya. Lebihlanjut juga tidakada standar hargajual dalam negeri,yang menyebab-kan produk imporini bisa dijual jauhdibawah biayaproduksi dalamnegeri.

    Sementara itu,Juno peneliti dariInstitute of GlobalJustice menyatakanhal senada denganAchmad Yakub.Dia menyebutkan

    bahwa banyakisu-isu yang tidakdisepakati di WTO

    masuk melalui pintu-pintu lain sepertiperjanjian perdagangan bebas antarnegara ataupun regional.

    Contohnya pada November 2011mendatang akan diadakan pertemuanKTT ASEAN di Bali sekaligus launchingCEPA Uni Eropa-Indonesia, hal ini hanyaakan menimbulkan permasalahan dalamkehidupan manusia baik itu kesehatan,pendidikan, layanan publik, perburuhan

    dan pertanian, kata Juno.Juno menambahkan bahwa FTA (freetrade agreement) atau CEPA memilikibeberapa implikasi buruk bagi Indonesiaseperti Indonesia yang terus menjadipemasok bahan mentah dan sumberdaya alam, kenaikan impor, banjir imporproduk pertanian yang disubsidi olehperusahaan partner negara maju (sepertiUni Eropa) yang meminggirkan petani,dan lainnya.#

    www.spi.or.id

    Seorang petani kentang asal Dataran Tinggi Dieng, sedang membersihkan tanamannya. FTA memukul harga jual kentang petani lokal.

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    5/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011P E M B A R U A N A G R A R I A 5

    Impor Kentang, Petani Dieng Rugi 800 M

    Aksi massa petani SPI di depan kantor Kementerian Perdagangan, di Jakarta(11/10).

    JAKARTA. Importasi kentang dari Cinadan Bangladesh yang masuk ke Indone-sia pada akhir Agustus tahun ini berpo-tensi merugikan petani kentang Diengsebanyak Rp. 800 M lebih, hal ini di-sebutkan oleh Ketua Departemen KajianStrategis Nasional Serikat Petani Indone-sia (SPI), Achmad Yakub di depan KomisiIV DPR-RI di Jakarta, pada saat aksi tolakimpor kentang (11/10).

    TOLAK FTA

    FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas)Membuat Petani Lokal Terpuruk

    Yakub men-jelaskan bahwajika setiap hek-tarnya petanikentang Diengmembutuhkanmodal sekitarRp 54 Juta dandikalikan den-gan 15.000 Halahan kentangdi Dieng, be-rarti setidaknyaterdapat Rp 800M yang akanhilang akibatimportasi ken-tang.

    Sekitar72.000 ribuKepala Kelu-arga di sekitarDieng yang akansengsara karenakentang hasilproduksi mer-eka tidak laku dipasaran, belum

    lagi hilangnyamata pencaha-rian masyarakatsekitar, ungkapYakub.

    M. Mu-dasir, petanikentang asalDieng menyam-paikan bahwajika dilihatdari kualitas,kentang hasil

    produksi petani Dieng jauh lebih bagus

    daripada kentang impor asal Cina atauBangladesh.

    Kentang impor kualitasnya jelek,tapi karena harganya jauh lebih murahdaripada kentang lokal, konsumen lebihbanyak yang memilih kentang impor.Harga kentang impor bisa sampai Rp2.300/kg sedangkan kentang lokal bi-asanya kami jual dengan harga Rp 6.000

    per/kg, untuk bisa menutupi modalsetidaknya kentang harus dijual di atasRp 4.000/kg, tutur Mudasir.

    DPR Akan Panggil Mendag

    Ketua Komisi IV M. Romahurmuzy me-nyampaikan bahwa Komisi IV DPR-RIakan segera memanggil Menteri Perda-gangan Mari Elka Pangestu berkenaandengan importasi kentang. Dia menye-butkan bahwa DPR melalui fungsi pen-gawasannya bisa melakukan intervensiterkait kebijakan Mendag yang menyeng-sarakan rakyat terutama petani kentang.

    Setelah berkoordinasi denganKomisi VI, kami dari Komisi IV akansegera memanggil Menteri Perdagangan,bukan saja karena impor kentang kali initetapi juga kebijakan-kebijakan lainnyaseperti impor rotan, garam, dan lainnya,ungkap Romahurmuzy kepada perwaki-lan aksi petani Kentang di kantor DPR RI,(11/10).

    Dia juga menyampaikan bahwaKomisi IV DPR-RI telah selesai menyiap-kan draft Rancangan Undang-Undang(RUU) Perlindungan Petani dan Pember-

    dayaan Petani yang dalam isinya terda-pat peraturan yang melarang importasiproduk pertanian yang menyengsarakanpetani kecil.

    Jadi buat petani dan para penggiattani jangan takut untuk terus memper-juangkan hak-hak petani kecil karenaperjuangan tersebut sudah memilikidasar hukum yang kuat, seperti UUHortikultura No.13 Tahun 2010. Mudah-mudahan RUU Perlindungan Petani danPemberdayaan Petani ini disetujui padasidang berikutnya, tutur Romahurmuzy.

    Dalam aksi menolak impor kentang,

    SPI menyampaikan empat tuntutanpokok yakni penghentian impor kentangdan pangan, penyediaan benih kentangberkualitas, keluarka segera kebijakanpelaksanaan reforma agraria, dan kebi-jakan perlin- dungan petani.#

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    6/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 2011

    K E D A U L A T A N P A N G A N6

    Zubaedah (kiri) Ketua BPC SPI Asahan

    Dengar Pendapat DPC SPI Pasaman Barat dengan Bupa Kab. Pasaman Barat

    MEDAN. Petani anggota Se-rikat Petani Indonesia (SPI)Basis Penggantian, KecamatanRahuning, Kabupaten Asa-han, menerima PenghargaanAdhikarya Pangan NusantaraTingkat Provinsi SumateraUtara untuk kategori Peng-guna Kreatif Teknologi Ke-tahanan Pangan KelompokWanita Tani (KWT)/Dasawis-

    ma. Penghargaan ini diterimadalam rangka peringatan HariPangan Sedunia ke-31 yang di-adakan oleh Badan KetahananPangan (BKP) Provinsi Suma-tera Utara di Medan, (15/10).

    Penyerahan penghar-gaan ini sendiri disampaikanlangsung oleh Pelaksana TugasGubernur Sumatera Utara,Gatot Pujo Nugroho kepadaKetua Badan Pelaksana Ca-bang (BPC) SPI KabupatenAsahan, Zubaidah. Gatot me-

    PASAMAN BARAT. BadanPengurus Wilayah (BPW)Serikat Petani Indone-sia (SPI) Sumatera Barat(Sumbar) menggelar rapat

    dengar pendapat bersamajajaran pemerintahanPasaman Barat di GedungDPR Pasaman barat, diSimpang Empat, (13/10).Sukardi Bendang, KetuaBPW SPI Sumbar menyam-paikan bahwa rapat dengarpendapat ini bertujuanuntuk menyelesaikan kon-lik agraria yang terjadi diKabupaten Pasaman Barat.

    Kali ini kami mem-bawa lima basis SPI, dari

    Batang Lambau, Maligi-AirBangis, Ulu Simpang, Sika-bau, dan Simpang Tenggo.Kami harap rapat dengarpendapat ini dapat meng-hasilkan keputusan yangterbaik bagi kami, tuturSukardi Bendang.

    Kami juga benar-benarmeminta keberpihakan Bu-pati untuk menyelesaikansengketa anggota SPI danpihak terkait khususnyakeamanan (polisi dan TNI)tidak melakukan tindakan

    SPI Asahan TerimaPenghargaan Adhikarya

    Pangan Nusantara

    SPI Pasaman Barat GelarRapat Dengar Pendapat

    dengan Bupati

    nyampaikan bahwapemerintahanProvinsi SumateraUtara mendukungpenuh kreativi-tas petani untukmengembangkanteknologi yangmampu mening-katkan kedaulatanpangan di SumateraUtara.

    Di tempat yangsama, Zubaidah me-nyampaikan bahwapenghargaan inisangat berarti bagiSPI di Asahan dan diSumatera Utara.

    Mewakilianggota SPI BasisPenggantian, peng-hargaan ini kamipersembahkan ke-pada petani perem-

    puan seluruh In-donesia khususnyapetani perempuan

    anggota SPI, agar tidak pernahberhenti untuk memajukandiri karena sesungguhnyapetani perempuan merupakanujung tombak mewujudkankedaulatan pangan, ungkapZubaidah.

    Zubaidah menjelaskanbahwa SPI Basis Penggantianmerupakan salah satu basispetani perempuan yang ada

    di Kabupaten Asahan Su-matera Utara. Program yangdijalankan oleh anggota SPIBasis Penggantian ini adalahLembaga Keuangan Petani(LKP) serta unit usaha jualbeli, namun karena semuaanggota basis juga memanfaat-kan pekarangan rumah dengantanaman ubi maka basis inijuga mengembangkan produkolahan berbahan dasar ubiseperti keripik.

    represif dalam menyelesaikankasus sengketa agraria ang-gota SPI dan meminta kepadaPOLRI untuk bertindak per-suasif, serta membedakan

    penanganan persoalan krimi-nal biasa dengan persoalan hu-kum yg timbul akibat sengketaagraria, ujar Sukardi.

    Sukardi menambahkanbahwa secara umum untukkeseluruhan kasus anggotaSPI, Pemda meminta SPI untukmengedepankan dialog den-gan Pemda dan mediasi untukpenyelesaian kasus agrariadi Pasaman Barat, dan tidakmelalui aksi massa.

    Dengar pendapat ini

    sendiri dihadiri oleh Sekda,Asisten II, Dinas Kehutanan,Kesbangpol-Linmas danperwakilan Badan PertanahanNasional (BPN).#

    KEDAULATANPANGAN

    SOLUSI PASTIATASI

    KRISIS PANGAN

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    7/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011 7

    FTA Menyengsarakan Rakyat

    TOKYO. Saat ini, dunia masih mengalamiKrisis mulai krisis pangan, energi, ling-

    kungan, hingga krisis keuangan. Pihakkapitalis dan korporasi-korporasi yangnotabene menyebabkan krisis tersebutsekali lagi mencoba mengeruk keuntu-ngan melalui FTA-Free Trade Agremeent(Perjanjian Perdagangan Bebas) danTPP-Trans Pacific Partnership (Ker-jasama Trans-Pasiik). Padahal hanyasatu persen dari populasi dunialah yangmenuai untung dari praktek perdagan-gan bebas. Upaya ini akan memperburukkrisis saat ini dan pastinya akan mengor-bankan masyarakat, khususnya merekayang miskin.

    Oleh sebab itu La Via Campesinaregional Asia Selatan dan Asia Timurbekerjasama dengan dengan FTA Watch(Thailand), Shokkenren (Jepang) danSatuan Tugas Anti FTA Korea Selatan-Amerika Selatan (Korea Selatan) me-nyelenggarakan pertemuan strategis,membicarakan FTA dan TPP. Pertemuanyang diselenggarakan di Chiba dan Tokyoini berlangsung pada 12-15 Oktober2011 dan diikuti oleh perwakilan petani,pekerja, buruh, konsumen, masyarakatmiskin kota, dan berbagai elemen gera-kan sosial lainnya.

    Yoon Geum Soon, petani dari KoreaSelatan mengemukakan bahwa FTA lebihliberal dari negosiasi WTO-World TradeOrganization (Organisasi PerdaganganDunia). FTA juga digunakan sebagai carauntuk mempercepat perdagangan bebas-setelah WTO ambruk di tahun 2003.

    "Sementara itu TPP akan melibera-lisasi barang, industri, jasa dan investasidi kawasan pasiik. TPP diinisiatiisendiri oleh Amerika Serikat dan melaluisistem ini dengan cukup ambisius mer-eka menginginkan liberalisasi pada 54persen ekonomi dunia," kata Yoon yang

    juga anggota La Via Campesina ini.

    Forum internasional menolak FTA dan TPP di Chiba dan Tokyo, Jepang (12-15 Oktober)

    Yoon menambahkan bahwa anggarannasional untuk belanja publik akan sirnakarena liberalisasi. Dalam FTA dan TPP,akses masyarakat terhadap pelayanan

    publik mendasar seperti kesehatan,pendidikan, listrik, dan air akan men-jadi lebih sulit. Di sisi lain, akses terh-adap pangan, pekerjaan dan sumberdaya alam produktif bagi masyarakat diwilayah tersebut juga akan berkurangkarena eksploitasi oleh perusahaan danmodal besar.

    Muhammad Ikhwan dari SerikatPetani Indonesia menyebutkan bahwaLiberalisasi lebih lanjut akan melanggardan kedaulatan rakyat dam nasional.

    "Kami sangat prihatin karena telahmenyaksikan FTA yang menghancurkan

    kedaulatan pangan masyarakat, teru-

    tama harga dan pasar lokal. Baru-baruini di Indonesia, petani kentang asal JawaTengah mengalami kerugian yang cukupbesar karena impor kentang dari Cinadan Bangladesh," tutur Ikhwan.

    Ikhwan juga menambahkan bahwaFTA dan TPP juga akan memperburukkrisis keuangan karena mereka juga akanmeliberalisasi sektor keuangan secaralebih lanjut.

    "Kita perlu mengatur sektor keuan-gan, agar tidak membiarkan perusahaan-perusahaan transnasional dan parapemodal besar berspekulasi dan menuaimanfaat dari masyarakat kecil," tambah-nya.

    bersambung ke halaman 15..

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    8/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 2011

    C A M P E S I N O S8

    Javier Sanchez

    BANGLADESH. BKF (BangladeshKrishok Federation) dan BK (Bangla-desh Kishani Sabha) organisasi perger-akan petani India untuk kedaulatanpangan dan perubahan sosial akanmenyelenggarakan karavan selama 15hari, dari utara ke selatan Bangladeshpada November - 4 Desember 2011.

    Ismail Mansion dari BKF me-nyebutkan bahwa akan ada ratusanpeserta yang mengikuti karavan ini,didominasi wilayah Asia Selatan

    seperti Pakistan, India, Nepal dan SriLanka.

    "Karavan ini sangat penting, ka-rena bersama Afrika, Asia Selatan ter-utama Bangladesh adalah salah satunegara di dunia yang paling rentanterkena efek negatif perubahan iklim.Banjir akibat siklon tropis merupakanbahaya yang selalu menghantui. Con-tohnya, pada tahun 2007, Topan Sidr,menyebabkan 3.500 jiwa tewas, danpada tahun 2009 Topan Aila berhasilmenghancurkan ratusan rumah danmenggenangi rumah-rumah pen-

    duduk dengan air laut," ungkapnya.Selain itu, dia menambahkanbahwa waktu penyelenggaraan kara-van ini bertepatan dengan COP 17 diDurban, Afrika Selatan, sehingga parapetani di Bangladesh dan Asia Selatandapat dimobilisasi, menolak solusipalsu yang ditawarkan negara-negaramaju, yang hanya meminggirkankaum miskin serta menciptakan pasarkarbon yang hanya menguntungkannegara-negara maju.

    "Sementara itu, karavan ini akanmempromosikan solusi nyata dari

    masyarakat dan La Via Campesina- seperti kedaulatan pangan danagroekologi, metode pertanian tra-disional dan penggunaan benih lokal,energi terbarukan dan kedaulatanenergi, hak-hak gender dan perlunyareforma agraria," tambahnya.#

    ROMA. Paradigma masyarakat perkotaanEropa yang mendapatkan makanandari negara-negara selatan telah men-jadi salah satu korban utama dari krisiskeuangan saat yang saat ini menghantamkekuatan besar kapitalisme industri.Halinilah yang direleksikan oleh Javier San-chez, petani anggota La Via Campesinadari Spanyol.

    Javier Sanchez merupakan seorangdelegasi La Via Campesina yang ber-gabung dengan perwakilan gerakan

    sosial lainnya, menyusun PedomanKepemilikan Lahan di markas besar FAO,di Roma, Itali (19/10).

    Petani asal Spanyol ini berbicaratentang keberadaan lahan komunal dibeberapa daerah di Eropa dan signii-kansi sosial dan pangannya, lambatnyaregenerasi penduduk di Eropa terutamadi daerah pedesaan, serta mendesaknyakedaulatan pangan diterapkan di Eropa.

    Dia menyebutkan bahwa perluasanperbatasan Uni Eropa menyebabkanmunculnya dominasi dari koalisi negara-negara kuat eropa yang sering mendomi-

    nasi lahan pertanian dan pasarnya. Halini membuat biaya naik hidup, semen-tara pendapatan jusru tetap, malahberkurang.

    "Banyak petani dan masyarakatkecil dari negara luar Uni Eropa yangingin menjadi bagian Uni Eropa menjadikecewa. Akhirnya mereka bermigrasike Spanyol, Italia, Perancis, atau Jermandan hanya dianggap sebagai masyarakatkelas dua," ungkap Javier yang juga ang-gota COAG (Coordination of Cattle Farm-ers Organizations-Organisasi PeternakSapi) di Spanyol.

    Perjanjian Perdagangan Bebas

    Sementara itu, ditemui di tempatterpisah, Henry Saragih selaku Koor-dinator Umum La Via Campesina me-nyampaikan bahwa krisis yang terjadidi Eropa menyebabkan negara-negarayang tergabung di Uni Eropa berinisiatif

    Tabloid Pembaruan Tani versi elektronikbisa dinikmati di: www.spi.or.id

    Bangladesh GelarKaravan Iklim AsiaSelatan

    Eropa Bergejolak

    melakukan perdagangan bebas, khusus-nya dengan negara-negara Selatan.

    "Di Indonesia saja sudah ada pro-posal pengajuan kerjasama FTA UniEropa-Indonesia. Resiko terbesar daripelaksanaan FTA Uni Eropa-Indonesia

    adalah terhadap kedaulatan pangan danpertanian pangan di Indonesia. Di satusisi, ekspor pertanian Uni Eropa akanmeningkat sebagao konsekuensi daripengurangan bea masuk, yang akan ber-dampak buruk terhadap petani Indone-sia," ungkap Henry.

    Henry juga menambahkan bahwajika FTA Uni Eropa-Indonesia ditanda-tangani, sebagian besar bea masuk yangditerapkan oleh Indonesia pada produkpertanian Uni Eropa akan ditekan. Tidakdiragukan, lagi produk pertanian UniEropa akan menjadi lebih kompetitif di

    pasar Indonesia dan akan terjadi pening-katan ekspor Uni Eropa untuk produksusu, sereal, daging, gula dan panganolahan.

    "Semuanya tentu saja akan men-gancam pembangunan pertanian dankedaulatan pangan Indonesia," tambahHenry yang juga Ketua Umum SerikatPetani Indonesia (SPI).#

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    9/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011C A M P E S I N O S 9

    La Via Campesina pada Sesi ke-37 FAOPetani Kecil Mampu Memberi Makan Penduduk Dunia

    nian Amerika Serikat sangat berorientasiekspor dan karenanya mempertahankanmodel pertanian berbasiskan industri.Efek negatif pertanian model ini cukuptinggi dan mempengaruhi cukup banyakorang, sebut Xavier Delwarte, perwaki-lan petani Belgia.

    Petani, nelayan dan produsen skalakecil lainnya adalah solusi pasti untukmemberi makan warga dunia. Kebijakanpublik yang didasarkan pada kedaulatan

    pangan adalah satu-satunya cara keluardari krisis sistemik. Kebijakan neoliberalmendukung perusahaan-perusahaantransnasional. Oleh karena itu seka-ranglah saatnya untuk mendukung pet-ani kecil yang mampu memberi makandunia, tambah Henry Saragih yang jugaKetua Umum Serikat Petani Indonesia.#

    Aksi delegasi La Vi Campesina di depan gedung FAO di Roma, Italia

    ROMA. Delegasi petani La Via Campesina(Gerakan Petani Internasional) meng-hadiri sesi ke-37 Komite Ketahanan Pan-gan Dunia (CFS) Organisasi Pangan Du-nia (FAO) yang diselenggarakan di RomaItalia untuk menyampaikan konsep yangdikembangkan oleh para petani skalakecil sedunia (19/10). Dalam sesi ke kaliini, La Via Campesina melihat itikad baikdari CFS karena cukup banyaknya parti-sipasi organisasi masyarakat sipil.

    Ini langkah positif demokrasi,setidaknya forum ini tidak hanya diikuti

    oleh kelompok-kelompok yang telah ga-gal dengan sistem pangannya dan tidakberhasil memberi makan masyarakatdunia, tutur Henry Saragih, KoordinatorUmum La Via Campesina.

    Henry menyampaikan bahwadeklarasi pemerintah belum mengarahke keputusan kebijakan yang konkrit.Pemerintah tampaknya siap untuk men-ganalisa kerusakan yang diciptakan olehkebijakan neoliberal tapi masih sangatsedikit kemauan politik untuk mengatasiakar-penyebab krisis saat ini dan men-gusulkan solusi nyata.

    Ibrahim Coulibaly, petani La ViaCampesina asal Mali menyampaikanbahwa pedoman penguasaan lahan yangtelah dibuat oleh CFS menghasilkan cu-kup banyak perkembangan yang semakinpro terhadap petani, namun pengadop-sian dari isi pedoman ini harus dilakukansesegera mungkin.

    Negara-negara harus mengakuibahwa hal ini bersifat darurat dan harussegera dilaksanakan sehingga dapatmeminimalisir perampasan lahan. Disisi lain, inisiatif untuk melegitimasi pe-rampasan lahan seperti prinsip investasi

    pertanian yang bertanggung jawab (RAI)yang dipromosikan oleh Bank Duniaharuslah dikesampingkan selamanya.Harus jelas bahwa akuisisi lahan skalabesar bukanlah investasi di bidang per-tanian. Ini hanyalah bentuk keserakahanperusahaan-perusahaan besar, ungkapIbrahim.

    Sementara itu, Javier Sanchez, petani

    asal Spanyol menyampaikan bahwaketidakstabilan (volatilitas) harga pa-ngan saat ini adalah akibat dari sistempertanian dan keuangan yang berbasis-kan pasar.

    Untuk mengatasi hal itu, pasarumum dan mekanisme regulasi produksiharus diletakkan di semua tingkatansekaligus melarang spekulasi atas pa-ngan, kata Javier Sanchez.

    La Via Campesina menilai bahwa

    sangatlah penting agar analisis dan posi-si yang diadopsi pada CFS sejalan dengankebijakan regional dan nasional.

    Kebijakan Pertanian perlu untukmenjamin pengaturan pasar dan produk-si serta harga yang menguntungkan bagiprodusen. Kebijakan Pertanian Bersama(Common Agricultural Policy) yang saatini diusulkan di Eropa dan Dewan Perta-

    TANAH UNTUK RAKYAT

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    10/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 2011

    C A M P E S I N O S10

    Galeri FotoAksi La Via Campesina di Roma, Italia

    ROMA. Delegasi La Via Campesina dan masyarakat adat dari ber-bagai negara menggelar aksi di sekitaran gedung FAO, di Roma-Italia (15/10). Aksi idilakukan bersamaan dengan pertemuan sesike-37 Komite Ketahanan Pangan (CFS) FAO di Roma. Dalam aksiini massa La Via Campesina mengadakan long march, menuntutagar FAO mendukung kampanye global menggenkan perampa-san lahan di berbagai negara.

    Aksi ini juga ingin menyampaikan bahwa petani kecil mampumemberi makan penduduk dunia, menolak pertanian berbasiskankorporasi yang hanya memiskikan petani kecil dan juga berkontri-busi terhadap efek negaf perubahan iklim.

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    11/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011L A W A N N E O L I B E R A L I S M E 11

    Petani Sulit MengaksesBantuan Gagal Panen

    Petani Kentang Datang,Mendag Menghilang

    www.spi.or.idSitus Resmi Serikat Petani Indonesia (SPI)

    JAKARTA. Dana ketahananpangan yang digelontorkanoleh pemerintah sulit untukdiakses petani. Masalahnya,hingga kini dana buat meng-ganti gagal panen itu banyakyang belum sampai ke tanganpetani. Achmad Yakub, KetuaDepartemen Kajian Strategis,Serikat Petani Indonesia (SPI)merespons ketidakpastian atasdana bantuan tersebut.

    Kami bingung terhadap

    implementasi Inpres No. 5Tahun 2011 tentang programbantuan pemerintah akibatiklim ekstrim. Kami (baca:petani) sulit mengaksesnya,ungkap Yakub di kantor De-wan Pengurus Pusat (DPP) SPIpagi ini.

    Yakub mengemukakanbeberapa contoh sepertianggota SPI di wilayah OganKomering Ilir, Sumatera Se-latan, juga petani di wilayahManggarai Barat, Nusa Teng-

    gara Timur (NTT) yang gagalpanen. Dia mengatakan, ketikapara petani itu ingin mencair-kan dana bantuan gagal panenke dinas pertanian setempat,pihak terkait tidak tahu soalketentuan tersebut, dan terke-san bingung bagaimana caramengaksesnya.

    Petani-petani (SPI) di ber-bagai daerah banyak yang be-lum menerima bantuan danatersebut. Aparaturnya sendiritidak mengerti ada aturan, itu

    kan aneh. Berarti hal ini belumcukup tersosialisasikan di in-ternal mereka. Saya takut adapenyelewengan dana terse-but, tutur Yakub.

    Yakub juga menambahkanbahwa sosialisasi bantuanbuat petani tersebut tidakmaksimal. Itu sebabnya, diameminta Menteri Pertanian

    (Mentan) Suswono memo-bilisasi aparatnya di daerahuntuk melayani petani yanggagal panen, supaya danaitu lekas tersalurkan ketangan yang berhak.

    Bantuan ini sifatnyakhan materil dan tentu sajasudah sangat dinantikanoleh petani yang mengalamibencana karena tiap tahun-nya selalu ada petani yanggagal panen, tambahnya.

    Yakub juga mengharap-kan agar setiap kebijakanyang dikeluarkan Mentanharus melibatkan ormas-ormas petani. Dia jugaberharap agar dana terse-but bisa digunakan untukpengembangan teknologipertanian, pengadaan benihlokal yang bagus dan jami-nan harga serta jaminanbila terjadi bencana atauhama.

    Hal serupa juga diutara-

    kan oleh Sukardi Bendang,Ketua Badan PelaksanaWilayah (BPW) SPI Suma-tera Barat (Sumbar). Diamengemukakan bahwaInpres ini masih belumtersosialisasikan di Sumbar.Padahal menurutnya den-gan adanya Inpres ini dapatsedikit memberi kelegaanbagi para petani.

    Pemerintah seharus-nya lebih memaksimalkanperan penyuluh pertanian

    untuk mensosialisasikankebijakan-kebijakan yangmenguntungkan petani,ormas tani juga harus lebihdilibatkan karena organ-isasi tanilah yang palingmengetahui kendala yangdihadapi oleh anggotanyayang notabene adalah pet-ani, tuturnya.#

    JAKARTA. Dua ribuan petanikentang asal Dieng, Jawa Ten-gah kecewa. Pasalnya, MenteriPerdagangan Mari Elka Pang-estu tidak bersedia menemuiperwakilan massa petani yangmelakukan aksi menolak ken-tang impor di depan GedungKementerian Perdagangan diJakarta, (11/10).

    Massa aksi hanya diterimaperwakilan Sekretaris Direk-torat Jenderal Perdagangan

    Luar Negeri, Alberth YusufTobogu, dan stafnya.

    Seharusnya Ibu Menterilebih mendahulukan untukmenemui kami (baca: parapetani kentang) karena imporkentang yang diinisiatii olehKementerian Perdaganganini benar-benar telah mem-buat petani kentang Diengterpuruk, hal ini benar-benarmencakup hajat hidup orangbanyak. Slogan 100 persenIndonesia di Kementerian ini

    juga hanya sebatas pencitraansaja, tutur Achmad Yakub.Ketua Departemen KajianStrategis Nasional SPI.

    Sementara itu, dalamdialog di dalam kantor Ke-menterian Perdagangan yangdihadiri oleh perwakilanpetani kentang Dieng dan stafKementerian Perdagangan(Kemendag), pihak Kemendagcenderung buang badan danberbelit-belit dalam menyata-kan argumentasinya yang pro

    impor kentang.Kemendag tidak meng-

    atur importasi kentang atausayuran lainnya. Hal ini karenakhusus produk hortikulturadan sayuran lainnya telahdiatur dalam Undang-UndangKarantina dan Undang-UndangPangan oleh Kementerian Per-tanian. Jadi, Kemendag tidakada urusan dengan hal terse-but, tutur Alberth.

    Menanggapi hal ini M.Mudasir, petani kentang Dieng

    menyampaikan bahwa dari

    penuturan staf Kemendag inijelas-jelas seperti ingin cucitangan dari kebijakan imporkentang.

    Yang lebih mirisnyaproduk kentang impor ini jugamenghiasi pasar-pasar tradi-sional di desa-desa kami, inikhan sudah kelewatan. Mereka(Kemendag) juga berargu-men berdasarkan data tahun2009 yang sudah tidak valid,mereka tidak merasakan apa

    yang kami rasakan di kampungkami, ungkap Mudasir.

    Di tempat yang terpisah,Menteri Pertanian, Suswonomenyampaikan bahwa tidak-lah masuk akal alasan Ke-menterian Perdagangan yangmenumpahkan kesalahanimpor kentang ke KementerianPertanian.

    Kalau masalah karan-tina produk pertanian me-mang di bawah kami, tapiyang memberi izin untuk

    masuknya produk impor ituya Kemendag, kalau sudahkeluar izinnya, kami tidak bisaberbuat apa-apa lagi, tuturSuswono dengan gusar padasaat menerima perwakilan SPIdi kediamannya kemarin sore(11/10).

    Suswono juga menye-butkan bahwa KementerianPertanian sama sekali tidakpernah diajak berkonsultasioleh Kementerian Perdaga-ngan mengenai masalah impor

    kentang kali ini.Henry Saragih, Ketua

    Umum SPI menambahkanbahwa Mari Elka Pangestuadalah salah satu sosok yangsangat gigih memperjuangkanperdagangan bebas di Indone-sia pada perundingan-pe-rundingan WTO-World TradeOrganization (OrganisasiPerdagangan Dunia) dan fo-rum perjanjian bebas regionalataupun antar negara dalambeberapa tahun terakhir.#

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    12/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 201112 L A W A N N E O L I B E R A L I S M E

    (Kiri-Kana) Syamsul Hadi (AEPI), Herjuno (IGJ), Achmad Ya'kub (SPI), Marc Edelman (Profesor Antropologi dariAmerika Serikat), Karni Samon (SPI) dalam Pertemuan Nasional, Menyusun Agenda Bersama Rakyat Mela-wan FTA, di Gedung YTKI, Jakarta.

    Kembali ke UUD 1945Solusi Indonesia Melawan FTA dan Krisis Ekonomi Global

    JAKARTA. Kekisruhan dunia akibatresesi ekonomi yang saat ini terjadi diEropa dan Amerika Serikat (AS) jugaberdampak terhadap Indonesia. Kekisru-han ini sendiri disebabkan oleh sistemekonomi neoliberal yang telah gagaldi sejumlah negara Eropa dan AS, danmenyebabkan mereka mengalami utangluar negeri yang cukup tinggi dan ting-kat pengangguran yang memprihatikan;contohnya terdapat 45% dari pendudukSpanyol yang menganggur, 38,5 % diYunani, 9,1 % di Jerman, dan 9-10 % di

    AS, dan lainnya.Hal ini tentu saja mengakibatkan

    daya beli masyarakat mereka yangmenurun, sehingga mengharuskan nega-ra-negara Uni Eropa dan AS tersebut un-tuk mengekspansi pasar seluas mungkin,demi menjual produk-produk andalanmereka, sehingga industri di negaranyabisa terus berjalan dan kesejahteraanrakyatnya terjamin. Setelah gagalnyaWTO (World Trade Organization-Organ-isasi Perdagangan Dunia), hal inilah yangmendorong lahirnya gagasan perjanjianperdagangan bebas (Free Trade Agree-

    ment-FTA) antara Indonesia dengan UniEropa, setelah sebelumnya Indonesiaikut menandatangani ACFTA (perjanjianperdagangan bebas ASEAN-China) yangtelah berhasil menyengsarakan petani,buruh, dan pelaku ekonomi kecil lainnyadi Indonesia.

    Solusi menghadapi gempuran asingini adalah dengan kembali berpegangteguh dan mengamalkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 (sebelumdirevisi) yang menjamin kesejahteraanrakyat Indonesia dan penggunaan keka-yaan alam yang hanya boleh digunakan

    sebesar-besarnya untuk kepentinganrakyat Indonesia, bukan untuk kepentin-gan asing.

    Hal inilah yang menjadi pokok pem-bahasan dalam Pertemuan Nasional,Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) DiIndonesia: Penjajahan Baru, MenyusunAgenda Bersama Rakyat Melawan FTAdi Gedung YTKI, Jakarta, (25/10).

    Achmad Yakub, Ketua DepartemenKajian Strategis Nasional Serikat PetaniIndonesia (SPI), mengherankan tinda-kan pemerintah Indonesia yang sangatsenang membuat perjanjian perdaga-

    ngan bebas dengan negara-negara asing.

    Padahal menurutnya masih segar dalamingatan, bahwa perjanjian perdaganganbebas dengan China telah berhasil me-mukul telak petani bawang lokal, karenaharga bawang impor dari China yangsangat murah.

    Dalam hal perjanjian perdaganganbebas antara Indonesia dengan UniEropa yang hingga saat ini belum ditan-datangani, Yakub memaparkan bahwasebenarnya Komisi Eropa telah membuatsebuah kajian mengenai studi potensidampak FTA Uni Eropa dengan ASEAN.

    Analisis ini menyimpulkan bahwadalam jangka panjang ekspor gandumUni Eropa ke negara-negara ASEANakan meningkat, sebagian besar negaraASEAN akan mengalami penurunandalam output (sereal dan biji-bijian) aki-bat FTA. Namun mengingat pentingnyasektor ini bagi negara-negara ASEAN halini bisa diartikan sebagai dampak yangsubstansial. Harga dan output yang lebihrendah berarti pendapatan riil yang lebihrendah bagi para produsen. Pertaniankecil akan tersingkir, untuk kepentinganpertanian perusahaan besar, di negara-negara ASEAN hal ini akan mempen-

    garuhi tenaga kerja tidak terampil danterampil, dan ini berarti bahwa daerahpedesaan akan mengalami peningkatanlevel kemiskinan.

    Jadi sebenarnya mereka (Uni Eropa)mengetahui dampak yang akan terjadi diIndonesia jika FTA ini dijalankan, namunmereka terus berusaha agar perjan-jian ini disetujui karena krisis ekonomidisana yang memaksa mereka untukmengekspansi pasar seluas mungkin,dan 240 juta jiwa penduduk Indonesiaadalah pasar yang sangat menjanjikan,ungkap Yakub.

    Yakub juga menambahkan bahwaseharusnya pemerintah Indonesia me-nyadari akan hal ini dan tidak menanda-tangani perjanjian perdagangan bebasdengan Uni Eropa karena tentu saja akansangat merugikan petani kecil di Indone-sia.

    Kita harus berdaulat dalam segalahal, baik itu berdaulat dalam pangan,ekonomi, dan lainnya, tambah Yakub

    Syamsul Hadi, ekonom Asosiasi

    Bersambung ke halaman 13

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    13/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011L A W A N N E O L I B E R A L I S M E 13

    Para peserta "Pertemuan Nasional, Menyusun Agenda Bersama Rakyat Melawan FTA"

    Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) me-maparkan bahwa para pendiri Indonesia(Founding Fathers) telah mempredikasi

    apa yang sedang terjadi di dunia saat ini,dimana sistem kapitalisme global danneoliberal telah gagal dan berdampakluas bagi kehidupan rakyat di Indone-sia. Untuk itulah mereka membuat UUD1945 yang mengharuskan negara menja-min kesejahteraan rakyatnya.

    Fakir miskin dan anak-anak terlan-tar dipelihara oleh negara; bumi, air dankekayaan alam yang terkandung di da-lamnya dikuasai oleh negara dan diguna-kan sebesar-besarnya untuk kepentinganrakyat. Hal ini khan menunjukkan bahwaUUD 1945 sebelum direvisi mengatur

    bahwa negaralah yang menjamin kese-jahteraan rakyatnya, bukan malah justrumenyengsarakannya, ungkapnya.

    Yang menggelikannya, pemerintahkita saat ini justru sangat mengadopsisistem neoliberal dan kapitalisme globalyang terbukti telah gagal. Uni Eropa danAS sendiri sudah mengingkari konsepekonomi seperti ini yang menyerahkansemuanya ke mekanisme pasar. Padasaat daya saing produk mereka tinggi,mereka memang digdaya, tapi di saatdaya beli menurun dan daya saing kalah,mereka juga melakukan subsidi kepadasektor-sektor swasta. Obama misalnya,juga melakukan negosiasi ulang 7 dari 11FTA yang merugikan AS. Jadi jelas bahwanegara masih memegang peran pentingdalam mengatur ekonomi suatu bangsa,tutur pria yang juga Dosen HubunganInternasional Universitas Indonesia ini.

    Syamsul mencontohkan bahwaperjanjian perdagangan bebas dengan

    China yang lalu telah berhasil menaikkanvolume ekspor mainan asal Cina ke In-donesia sebesar 952% dan 215% persenuntuk tekstil.

    Kita tentu tak ingin rakyat semakinsengsara, tambahnya.

    Tolak FTA

    Budi Laksana, Sekjen Serikat NelayanIndonesia (SNI) menyampaikan bahwaperjanjian perdagangan bebas jugasangat berdampak negatif pada paranelayan.

    Kami di Cirebon diserang imporikan kembung dari Cina dan Pakistan,akhirnya harga ikan lokal menjadi sangatjatuh, kata Budi.

    Dilihat dari sisi invenstasi, Salamud-din Daeng, peneliti dari Institute of GlobalJustice (IGJ) mengemukakan bahwainvestasi di Indonesia memang selalumeningkat dalam 15 tahun terakhir baikitu penanaman modal dalam negeri mau-pun penanaman modal asing. 75 persendari total investasi (di luar sektor migas,mineral dan batubara) adalah investasiyang berasal dari luar negeri, sedang-kan di sektor migas, mineral, batubara,perkebunan, keuangan dan perbankanmayoritas dikuasai oleh modal asing.Ekploitasi sumber daya alam tersebutberorientasi ekspor. Sebanyak 85 persenhasil ekploitasi gas dialokasikan untuk

    kepentingan ekspor, 75 persen batubaradiekspor ke negara-negara maju, 75persen sawit diekspor ke India, China,Eropa dan AS, demikian halnya denganhasil ekploitasi perkebunan dan hasilhutan lainnya.

    Perekonomian Indonesia memangterus mengalami pertumbuhan yang ber-

    Sambungan dari Halaman 12, Kembali...

    sumber dariinvestasi danekspor sum-ber daya alamsecara besar-

    besaran yangdilakukanoleh investor-investor asingdan bukandari rakyat-nya sendiri.Hal ini sangatmiris, ung-kapnya.

    Salamud-din Daengmencontoh-kan perusa-haan tam-

    bang Newmont asal AS yang melakukaneksploitasi sumber daya alam besar-be-saran di Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Contohnya Kabupaten SumbawaBarat yang memiliki Produk DomestikRegional Bruto (PDRB) mencapai Rp10,9 Triliun, dan sebanyak Rp 10,2 tril-iliun dikontribusikan sektor pertamban-gan atau sekitar 94,07 %. Tapi ternyatapendapatan tersebut adalah pendapatanperusahaan tambang PT. Newmont,bukan pendapatan rakyat NTB ataupunKabupaten Sumbawa Barat, jelasnya.

    Sutrisno Sastromiharjo, SekjenSerikat Buruh Indonesia (SBI) mengemu-kakan bahwa perdagangan bebas yangmerupakan produk dari sistem kapita-lisme global telah menjadikan manusiasebagai komoditas perdagangan. Hal inidiwujudkan dengan dilegalkannya sistemkerja berbasiskan kontrak (outsourcing),dan pengimplementasian politik upahmurah yang menghilangkan hak buruhuntuk mendapatkan penghidupan yanglayak.

    Mark Edelman, seorang profesor dariCity University-Newyork, AS, yang jugahadir dalam acara ini menyampaikanbahwa FTA bisa dikalahkan , dilawan,dan diubah oleh gerakan sosial yang kuatdi sebuah negara. Dia mencontohkanKostarika, sebuah negara di kawasanAmerika Tengah yang pemerintahnyamelaksanakan referendum untuk men-

    etapkan jadi atau tidaknya FTA antaraKostarika dan AS. Hasilnya adalah keme-nangan untuk rakyat Kostarika dan parapetaninya mendapatkan proteksi daripemerintah.

    Walaupun yang dilaksanakan diKostarika agak mustahil dilakukandisini karena luasnya wilayah Indone-sia, setidaknya kita bisa mengambil halpositif dari demokrasi yang terjadi di Ko-starika. Saya sangat senang hadir disini,di tengah-tengah para penggagas gera-kan sosial di Indonesia, ungkap Mark.

    Mark juga menambahkan bahwa

    saat ini sistem kapitalisme global danneoliberalisme tidak lagi kredibel, dantidak pernah ada penelitian yang men-gungkapkan bahwa sebuah negara akansukses apabila menganut sistem ekono-mi ini.

    Acara yang diselenggarakan selamaini dua hari ini (25-26 Oktober 2011)adalah kerjasama antara SPI, IGJ, KoalisiAnti Utang (KAU), dan Wahana Lingkun-gan Hidup (WALHI), dan dihadiri olehpuluhan anggota gerakan sosial se-Indo-nesia.#

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    14/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 2011

    L A W A N N E O L I B E R A L I S M E14

    JAKARTA. Sistem ekonomiyang saat ini dianut oleh ma-yoritas negara dunia telah ga-gal. Setidaknya hal inilah yangmenjadi pokok bahasan dalamSerial Pendidikan Publiktentang Spekulasi Pangan danG 20, yang diselenggarakanoleh Serikat Petani Indonesia(SPI) dan Koalisi Anti Utang(KAU) di Gedung YTKI, Jakarta,(24/10).

    Henry Saragih, Ketua SPI

    menyampaikan bahwa krisispangan saat ini adalah akibatdari sistem ekonomi globalyang semakin neoliberal.

    Sistem ekonomi kapi-talisme global-lah yang me-nyebabkan krisis saat ini.Sistem ekonomi ini menyebab-kan ketidakadilan sosial, keru-sakan alam, dan peperangan,ungkap Henry yang menjadisalah seorang narasumberdalam acara ini.

    Dilihat dari sisi pangan,

    Henry menjelaskan bahwasistem ekonomi neoliberalinilah yang memperkenalkanmodel ketahanan pangan padaWorld Food Summit(Per-temuan Pangan Dunia) tahun1996 yang lalu. Model ke-tahanan pangan ini terbuktitelah gagal mengatasi krisispangan dan mensejahterakanpetani lokal. Ketahanan pa-ngan cenderung menghilang-kan peran negara karena ber-orientasikan sistem ekonomi

    berbasiskan pasar.Ketahanan pangan mem-

    bolehkan perdagangan bebasdan spekulasi pangan. Sistemini juga tidak peduli tentangkerusakan alam, yang pentingproduksi pangan meningkatdan ketersediaan pangan terja-min, tidak peduli juga apakahpetani kecil menderita, tuturHenry.

    Henry menambahkanbahwa SPI bersama La ViaCampesina (Gerakan Petani

    Internasional) telah memiliki

    JAKARTA.Sistem GreenEconomyyang saatini banyakdianut olehperusahaan-perusahaanswasta besarbermukadua. Hal inidiutarakanoleh Henry

    Saragih,

    alternatif dari ketahanan pangan,yang dikenal dengan kedaulatanpangan. Kedaulatan pangan mem-berikan hak kepada rakyat dannegara untuk mengatur persoalanpangannya dan menghilangkanperan-peran perusahaan besarmultinasional.

    Kedaulatan pangan adalahharga mati untuk mengatasi krisispangan saat ini. Inilah saat yangtepat buat kekuatan rakyat untukbergerak, tegas Henry yang juga

    Koordinator Umum La Via Campe-sina.

    Dani Setiawan dari KAU yangjuga menjadi narasumber di acaraini mengemukakan, G 20 adalahomong kosong yang berusaha men-gajak negara-negara berkembangikut menanggulangi krisis di nega-ra-negara maju yang saat ini terjadidi Eropa dan Amerika Serikat (AS).

    Untuk mengatasi krisis di Ero-pa dan AS, mereka (Eropa dan AS)harus mengekspansi pasarnya kenegara-negara berkembang. Mereka

    mendorong kebijakan-kebijakan dinegara berkembang untuk men-dukung kebijakan liberalisasi, danIndonesia adalah sasaran empuk.Penunjukan Gita Wiryawan sebagaiMenteri Perdagangan yang pernahbekerja di JP Morgan (perusahanspekulan dan investasi AS) semakinmenjelaskan arah perdaganganyang ingin dicapai pemerintahanIndonesia saat ini. G 20 juga tidakberani mengubah regulasi yangmendukung terjadinya spekulasipangan, malah merekalah yang

    mendorong liberalisasi pasar pan-gan, ungkap Dani.

    Mary Lou Malig, Staf La ViaCampesina Regional Asia menam-bahkan bahwa G 20 sama sekalimelakukan apa-apa yang berkontri-busi untuk rakyat.

    Krisis yang terjadi di Eropa danAS telah menunjukkan bahwa kapi-talisme neoliberal telah gagal dansaat ini adalah waktu yang tepat un-tuk merumuskan alternatif sistembaru yang berkelanjutan secarasosial dan ekologis serta demokra-

    tis, tutur perempuan ini.#

    Telah Gagal, Sistem EkonomiMayoritas Negara Dunia

    Henry Saragih: GreenEconomyBermuka Dua

    Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam SerialPendidikan Publik tentang Spekulasi Pangan dan G 20, diGedung YTKI, Jakarta, pagi tadi (24/10).

    Henry menjelaskan bahwa sistem green economyini mulai berusaha dipromosikan oleh perusahaan-pe-rusahaan besar semenjak krisis pangan dan krisis iklimdunia semakin parah. Dengan sistem ini, perusahaan-perusahaan besar seolah-olah ikut berkontribusi dalammengatasi krisis pangan ataupun krisis iklim sepertimelakukan program CSR (Corporate Social Responsibil-ity) ke daerah-daerah. Namun pada prakteknya, peru-sahaan-perusahaan ini pulalah yang merusak alam danmenyebabkan krisis pangan semakin akut.

    Krisis pangan yang saat ini terjadi sebenarnya ada-lah ulah spekulan dan perusahaan pangan raksasa yangmemonopoli perdagangan pangan. Hal ini dibuktikandengan masuknya pangan dalam perdagangan di bursaefek. Sedangkan dengan perubahan iklim dunia saat ini,mengakibatkan timbulnya skema perdagangan baruyakni perdagangan karbon, yang mengakibatkan ban-yak hutan yang tadinya milik negara, diprivatisasi olehperusahaan-perusahaan besar, sehingga terjadilah per-dagangan atas dalih penyelamatan alam, tutur Henry.

    Henry juga mengingatkan bahwa sistem greeneconomy ini juga telah banyak menghasilkan solusi-solu-si palsu. Saat ini cukup banyak perusahaan-perusahaanbesar multinasional (Trans National Companies-TNCs)

    yang membentuk dan mendanai LSM-LSM (LembagaSwadaya Masyarakat) yang seolah-olah pro terhadapkebijakan rakyat kecil seperti petani dan nelayan, tapijustru malah melemahkan perjuangan dan melegitimasikepentingan perusahaan-perusahaan tersebut.

    Saat ini juga sudah ada organisasi-organisasi tanitandingan ataupun LSM yang sering diorganisir olehpara preman demi kepentingan TNCs yang seolah-olahseperjuangan dengan kita (baca: SPI), tapi nyatanyamalah berjuang demi keuntungan para pemodal, ung-kap Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campe-sina (Gerakan Petani Internasional).

    Acara ini sendiri diselenggarakan bersama oleh Ser-ikat Petani Indonesia dan Koalisi Anti Utang (KAU) dan

    dihadiri oleh puluhan peserta.#

    Henry Saragih, Ketua Umum SPI

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    15/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93

    NOVEMBER 2011R A G A M

    TEKA TEKI SILANG PEMBARUAN TANI - 011

    15

    MENDATAR

    1. Bulan penuh 4. Khusus, istimewa 9. Perundingan Indonesia dan Belanda pada 1946 dan 1947,menghasilkan status kemerdekaan Indonesia 10. Negara arab (singkatan) 11. Lanjut usia12. Berjalan (Inggris) 14. Pemimpin kerajaan 16. Tanda nomor kendaraan Sulawesi Tengah17. Indeks Prestasi 19. Bank Indonesia 20. Perseroan Terbatas 21. Air dibekukan 22. Tanda nomorkendaraan Yogyakarta 23. Angkatan Laut 25. Satuan panjang 28. Ingin muntah 31. Alat musik32. Provinsi di Indonesia 33. Ahli Madya 34. Negara teluk 35. Air terjun besar di Amerika Serikat36. Satuan bilangan dengan dua belas nol

    MENURUN

    1. Generasi penerus bangsa 2. Pekerja sukarela kemanusiaan 3. Tidak dapat bekerja sebagaimana biasa5. Percikan cahaya 6. Palsu, tiruan 7. Anak laki-laki (Jawa) 8. Sejenis logam 13. Lampu kecil, biasanyabertutup kaca 15. Sejenis tanaman hias 16. Kata ganti orang ketiga tunggal 18. Perusahaan air minum24. Badan organisasi 25. Lalapan yang daunnya berbau wangi 26. Makanan 27. Kota di Jawa Timur yangterkenal dengan pecalnya 29. Lumpur muntahan gunung berapi 30. Merendahkan diri orang lain31. Bagian terbawah

    Ketentuan Menjawab:Tulis lengkap nama, alamat, nomor identitas, nomor telepon yang bisa dihubungi serta asal basis SPI (jika ada). Tulis jawabandi selembar kartu pos. Jangan lupa untuk mencantumkan kupon TTS Pembaruan Tani 011 di sudut kanan atas kartu pos, lalukirimkan ke alamat redaksi Pembaruan Tani (Jalan Mampang Prapatan XIV No. 5 Jakarta Selatan, 12790 Indonesia). Jawabanjuga bisa dikirimkan ke email redaksi [email protected] subyek: TTS Pembaruan Tani 011. Jawaban diterimaredaksi selambat-lambatnya akhir Maret 2012. Untuk setiap edisinya redaksi akan memilih tiga orang yang beruntung untukmendapatkan suvenir dari Pembaruan Tani. Nama pemenang edisi kali ini akan diumumkan pada Pembaruan Tani edisi 98,

    April 2012.

    KUPON 011TTS Pembaruan Tani

    Sambungan dari hal. 7 FTA...

    Sementara itu, Shok-kenren (Koalisi... ...NasionalBuruh, Petani, dan Kon-sumen Pangan yang Sehat)dari Jepang mengemukakan

    bahwa hak-hak pekerja jugaterancam. FTA dan TPP akanmenciptakan pasar tenagakerja yang leksibel dan men-gurangi perlindungan ter-hadap pekerja, upah sangatrendah, kontrak sementara(atau bahkan sama sekalitanpa kontrak), praktekout-sourcing, dan tidak adanyaperlindungan kesehatan danjaminan hari tua.

    "Sementara itu, ada ban-yak alternatif model perda-

    gangan di level lokal, nasio-nal dan bahkan regional. Kitatidak menentang perdaga-ngan, tapi kita ingin perda-gangan yang berdasarkankeadilan dan aturan-aturanyang setara, yang memasti-kan tidak adanya eksploitasimanusia. Oleh karena itu,kita membutuhkan perda-gangan yang menghormatihak asasi manusia, men-junjung tinggi kedaulatanpangan dan menjamin

    akses masyarakat terhadappelayanan publik," ungkapwakil dari Shokkenren.

    "Oleh karena itu kitaharus meminta pemerin-tahan negara kita untuksepenuhnya menolak upayaperjanjian perdaganganbebas. Harus ada analisismenyeluruh mengenai isiperjanjian sebelum dis-etujui pemerintah. Kamimembutuhkan partisipasi,keterlibatan dan bersatunyakaum tani, buruh, nelayan,hingga konsumen-konsumenkecil untuk memutuskanhal ini. Oleh karena itu kitaakan terus bekerja kamidan menggalang solidaritasuntuk menggagalkan setiapperjanjian perdagangan be-bas yang notabene merugi-kan masyarakat kecil.#

  • 8/3/2019 Edisi 93 (Nopember 2011)

    16/16

    PEMBARUAN TANIEDISI 93NOVEMBER 2011

    G A L E RI F O T O16

    JAKARTA. Serikat Petani Indonesia(SPI) bersama puluhan pemudadari gerakan sosial dan beberapaUniversitas di Jakarta mengge-lar aksi pemuda peduli pangandi Bundaran Hotel Indonesia,Jakarta, (16/10). Aksi ini dilaku-kan sebagai bentuk pe- rayaanHari Pangan Sedunia ke-31 yangdiperinga seap tahunnya pada

    16 Oktober.Wahyu Agung Perdana,

    mewakili SPI menyampaikanbahwa pada perayaan Hari PanganSedunia kali ini, Indonesia sebagainegara agraria justru semakin jauhdari kedaulatan pangan. Hal inidisebabkan karena kebijakan im-por produk pangan yang dilakukanoleh rezim pemerintahan yangneoliberal dan pro terhadap pasar.

    Yang terakhir adalah imporkentang yang telah menyengsara-kan petani dari Dataran Tinggi Di-eng, yang telah menyengsarakansekitar 72.000 Kepala Keluargadisana, tutur Wahyu.

    Peringatan Hari Pangan Sedunia 2011Aksi Pemuda Peduli Kedaulatan Pangan

    Sementara itu, Yuyun Harmono dari Koalisi An Utang (KAU) menyampaikanbahwa WTO (World Trade Organizaton-Organisasi Perdagangan Dunia) dan kelompoknegara anggota G-20 adalah dua faktor yang bertanggungjawab terhadap kebijakanpangan di Indonesia. Dia menilai dua kelompok tersebut hanya mewadahi kepenngannegara besar dalam menjajah petani nasional.

    G20 dak bisa melarangpenjajahan ini bahkan menjadikepanjangan tangan dari korpo-rasi mulnasional dan perbankanglobal, tuturnya.

    Saiful Munir, seorang maha-siswa yang hadir dalam aksi kaliini menyampaikan bahwa kaummuda haruslah peduli terhadappermasalahan yang dihadapi oleh

    bangsa ini.Hasil pangan dari petani

    lokal kita dak kalah dengan yangdiimpor, justru lebih enak dan ber-gizi. Marilah kita mengkonsumsipangan lokal dari petani lokal kitasehingga akan tercapai kedaulatanpangan di Indonesia, tuturnya.

    Aksi kali ini juga menampil-kan poster yang terdiri atas ratu-san foto mendukung kedaulatanpangan. Selain SPI dan KAU, aksiini juga dihadiri oleh WALHI, FPPI,API, JATAM, dan para mahasiswa/idari beberapa universitas diJakarta dan sekitarnya.#