baity.com
DESCRIPTION
leoqajTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Confidentialitas medik merupakan kerahasiaan kedokteran dimana seorang
dokter harus merahasiakan segala sesuatu yang ia ketahui tentang penyakit pasien.
Namun, dalam perkembangan IPTEK kedokteran selanjutnya terdapat
pengecualian-pengecualian untuk membuka rahasia jabatan dan pekerjaan dokter,
demi memelihara kepentingan umum dan mencegah hal-hal yang dapat merugikan
orang lain.
Menyadari pentingnya confidentialitas medik ini maka perlunya menjadikan
rahasia kedokteran sebagai bagian penting dari sumpahnya. Bukan hanya sumpah
saja melainkan ada juga bagian penting yang dapat dilihat dari beberapa aspek
diantaranya yaitu:
a. Aspek hukum
b. Aspek agama
c. Sikap profesionalisme dokter berdasarkan KODEKI
Karena itu, kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran pada pokoknya
ialah kewajiban moril yang telah ada bahkan sebelum zaman Hippocrates, jadi lama
sebelum adanya undang-undang/peraturan yang mengatur soal tersebut.
1
KASUS 3
CONFIDENTIALITAS MEDIK
Seorang dokter obgyn bertemu temannya dilapangan tenis. Ia menanyakan
mengapa temannya tersebut kemarin tidak mengantar istrinya ketempat prakteknya.
Sang suami menanyakan mengenai sakit istrinya. Dokter menjawab secara tidak
langsung:,,mangkanya lain kali kalau masuknya pakai jas hujan, jangan sampai
ketinggalan.” Sang suami kaget karena ia sama sekali tak pernah memakai kondom.
Suami istri tersebut akhirnya rebut dan bercerai. Dokter dituntut oleh sang istri yang
merasa dirugikan.
1.1 Klarifikasi Term & Konsepb. Confidentialitas medik : kerahasiaan kedokteran maksudnya bahwa dokter
akan merahasiakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan penyakit pasiennya.
c. Obgyn :Ilmu yang membahas tentang kebidanan dan
penyakit kandungan.
d. Kondom :Alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah
kehamilan atau penularan penyakit kelamin saat
berhubungan yang berbentuk seperti balon karet
tipis terbuat dari lateks.
e. Cerai :Putusnya ikatan suami istri secara agama,hokum
dan Negara.
f. Di-tuntut :Dimintai pertanggung jawabannya atas
perbuatannya.
2
1.2 Mendefenisikan/Menegaskan Problem
1. Apa alasan mengapa istri menuntut dokter obgyn tersebut? Jelaskan!
2. Bolehkah seorang dokter membuka rahasia pasien?
3. Kapan confidensialitas medic itu bisa dibuka?
4. Apa penting/tujuan dari confidentialitas medik?
5. Apa aspek hukum confidentialitas medik?
6. Apa sanksi yang layak diberikan kepada dokter yang tidak menjaga rahasia
pasien?
7. Apa yang harus dilakukan oleh dokter setelah dituntut oleh pasien?
8. Apa aspek agama confidentialitas medik?
9. Bagaimana seharusnya sikap seorang dokter agar kasus ini tidak terjadi?
1.3. Analisis Problem: Brainstroming
1. Pasien merasa dirugikan karena dokter telah memberitahukan rahasia pasien
kepada sang suami sehingga mengakibatkan perceraian antara suami istri
tersebut.
2. Tidak, karena sebagaimana dijelaskan dalam pasal 53 UU kesehatan RI
tahun 1992 yaitu bahwa rahasia kedokteran merupakan hak pasien yang
wajib dihormati.
3. Apabila ada izin dari pasien, keluarganya dan juga berdasarkan ketentuan
hukum.
4. Sebagai privasi antara dokter dan pasien agar tidak adanya rasa malu dengan
keadaan social sehingga terbangunnya rasa kepercayaan.
5. a. Berdasarkan undang-undang No.36 tahun 2009 pasal 57:
1. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
2. Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam hal:
a. Perintah perundang-undangan,
3
b. Perintah pengadilan,
c. Izin yang bersangkutan,
d. Kepentingan masyarakat,
e. Kepentingan orang tersebut.
b. Berdasarkan undang-undang No.29 tahun 2004 pasal 48 tentang rahasia
kedokteran :
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdaasarkan
ketentuan perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur
denganperaturan menteri.
6. a. Sanksi KUH Pidana pasal 322:
1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatannya atau mata pencahariannya,baik yang
sekarang maupun yang dahulu, akan diancam hukuman pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam
ratus rupiah.
2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka
perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
b. Sanksi KUH Perdata pasal 1365:
Barang siapa yang berbuat salah sehingga orang lain menderita kerugian,
wajib mengganti kerugian itu.
c. Sanksi KUH Perdata Pasal 1366:
Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya.
4
7. Meminta maaf kepada pasien dan keluarga pasien atas kecerobohannya yang
telah membocorkan rahasia pasien.
8. a. Berdasarkan firman Allah :
Surat Al-Anfal ayat 27
Surat Al-Isra ayat 36
b. Berdasarkan Hadist :
Riwayat Al-Bazzar
Riwayat Muslim
9. a. Sumpah dokter :
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
b. Kode Etik Kedokteran :
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya.
5
1.4. Spiderweb
6
CONFIDENTIALITAS
MEDIK
ASPEK
HUKUM
Tujuann
Definisi - UU kesehatan
no.36/2009
- UU praktik kedokteran
no.29/2004
- Pasal 322 KUHP,1365
&1366 KUH perdata
- Hak pasien &
kewajiban dokter
- Malpraktek
ASPEK
AGAMA
Amanah Al-Qur’an
&
Hadits
PROFESIONALISME
DOKTER
KODEKI Sumpah Dokter
1.5. Memformulasikan Sasaran Belajar
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi confidentialitas medik.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan confidentialitas medik.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang aspek hukum confidentialitas
medik berdasarkan UU kesehatan no.36/2009, UU praktik kedokteran
no.29/2004, pasal 322 KUHP, pasal 1365 & 1366 KUH perdata dan hak
pasien dan juga kewajiban dokter.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang aspek agama confidentialitas
medic berdasarkan amanah, al-qur’an dan hadist.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sikap profesionalisme dokter
berdasarkan KODEKI dan sumpah dokter.
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Confidentialitas MedikAdapun yang dimaksud dengan confidentialitas medik yaitu sesuatu
yang disembunyikan dan hanya diketahui oleh satu orang, oleh beberapa
orang saja, atau oleh kalangan tertentu. Orang biasanya tidak
memberitahukan rahasia kepada orang lain tanpa ada alasan. Karena itu,
dapat dikatakan bahwa ia terpaksa berbuat demikian. Hal ini janganlah
diremehkan. Sudah barang tentu tidak selalu hal-hal yang diberitahukan
kepada seorang dokter merupakan rahasia yang tidak boleh diberitahukan
kepada orang lain. Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran pada
pokoknya ialah kewajiban moril yang telah ada bahkan sebelum zaman
Hippocrates.1
Ada 2 istilah confidentialitas medik yaitu rahasia jabatan dan rahasia
pekerjaan. Adapun rahasia jabatan ialah rahasia dokter sebagai pejabat
structural, sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu
menjalankan praktiknya (fungsional). Umumnya hampir tidak ada perbedaan
antara kedua istilah tersebut.1
2.2 Tujuan Confidentialitas Medik Ada beberapa tujuan diadakan compidentialitas medic,antara lain:
1. Untuk menciptakan suasana percaya-mempercayai yang mutlak
diperlukan antara dokter dan pasien1
2. Mencegah hal-hal yang dapat merugikan orang lain1
3. Untuk mendukung perawatan pasien2
a) Sebagai sumber bahan evaluasi dan pengambilan keputusan2
b) Sebagai sumber informasi yang dapat dibagi dengan pendukung
perawatan.2
8
4. Agar sebuah laporan menjadi legal dari tindakan medis tertentu2
5. Terciptanya sikap saling menghormati3
6. Intervensi medis yang efektif 3
2.3 Aspek Hukum Confidentialitas Medik
Confidentialitas medik diatur dengan peraturan-peraturan tertentu
agar dapat menciptakan suasana percaya mempercayai antara dokter dan
pasien. Seperti diketahui bahwasanya jika suatu kerahasiaan kedokteran ini
tanpa peraturan maka akan menyebabkan adanya keraguan pada pasien
terhadap dokter.4
Namun demikian ditegaskan pada confidentialitas ini agar seorang
dokter dapat merahasiakan segala sesuatunya yang berkaitan dengan penyakit
yang diderita oleh pasien.1
Dalam pasal 48 undang-undang no.29 tahun 2009 tentang praktik
kedokteran pada paragraf 4 mengenai rahasia kedokteran, dinyatakan bahwa
“setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya
untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan”.1
Sebagaimana juga telah dijelaskan dalam pasal 57 undang-undang
no.36 tahun 2009 tentang kesehatan, dinyatakan bahwa “setiap orang berhak
atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara kesehatan, dan ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadi”.5
Di Indonesia sendiri, kedudukan confidentialitas medik sebelum
dikeluarkannya peraturan pemerintah no.10 tahun 1996 tentang wajib simpan
rahasia kedokteran tanggal 21 mei 1996, hanyalah merupakan kewajiban
moral saja. Tetapi sejak diberlakukannya peraturan tersebut berubah menjadi
kewajiban moral dan hukum. Pasal 53 undang-undang kesehatan RI tahun
9
1992 beserta penjelasannya menyatakan dengan tegas bahwa “rahasia
kedokteran merupakan hak pasien yang wajib dihormati”. Selain sanksi moral
tentunya juga ada sanksi hukum yang dapat diterapkan jika dilanggar; yaitu
sanksi pidana, perdata dan administratife.6
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 322 KUHP tentang sanksi pidana
menyatakan bahwa “barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang ia
wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik sekarang
maupun yang dulu, dihukum dengan hukum penjara selama-lamanya
Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah”.6
Pada pasal 1365 KUH tentang sanksi perdata yang menyatakan:
“Barang siapa yang berbuat salah sehingga orang lain menderita kerugian,
berwajib mengganti kerugian itu”. Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum
yang membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya memunculkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.7
Pada pasal 1366 KUH tentang sanksi Perdata yang menyatakan: “setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya”.8
Dijelaskan juga dalam PP No,10/1966 Tentang wajib simpan rahasia
kedokteran yang menyatakan bahwa “keadaan timbul bila seorang dokter
dilibatkan atau diminta sebagai saksi ahli atas sesuatu perkara”. hal itu berarti
seorang dokter diharuskan memberi keterangan tentang seorang terdakwa
yang pernah menjadi pasiennya.7
Secara tegas the World Medical Association telah mengeluarkan
Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991), yaitu tentang hak
seorang pasien yang disebutkan bahwa pasien memiliki hak untuk dihormati
kerahasiaan atas dirinya. Sebagaimana juga dijelaskan dalam undang-undang
kesehatan.9
Sedangkan didalam konsil kedokteran Indonesia telah disebutkan juga
secara jelas bahwa seorang dokter memiliki kewajiban merahasiakan segala
10
sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
meninggal dunia.4
Pada hakekatnya, kasus ini termasuk malpraktek karena jelas
disebutkan bahwa membocorkan rahasia kedokteran itu merupakan salah satu
contoh dari criminal mal practice. Maksud dari malpraktek itu sendiri yaitu
pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian,
tetapi lazimnya istilah tersebut hanya digunakan untuk menyatakan adanya
tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi (professional
misconduct). Sedangkan criminal malpractice itu sendiri merupakan
perbuatan tercela yang dilakukan dengan sikap bathin yang salah yaitu berupa
kesengajaan, kecerobohan,kelalaian dan kealpaan (kurang hati-hati), yang
mana criminal malpractice ini bagian dari legal malpractice yaitu dari sudut
pandang hukum.6
Kelalaian dapat dibagi lagi menjadi 3 yaitu diantaranya malfeasance
berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat (unlawful
atau improper), misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang
tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), dan
nonfeasance yang berarti tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya.9
Dalam hal seseorang dokter diduga telah malakukan pelanggaran etik
kedokteran, maka ia akan diadukan ke lembaga MKEK IDI.9
Dalam hal perbuatan yang melanggar hukum seperti membuka rahasia
kedokteran tentang orang tertentu maka gugatan perdata dalam bentuk ganti
rugi atau upaya damai.9
2.4 Aspek Agama Confidentialitas Medik
11
Confidentialitas medik menurut pandangan agama ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dan diterapkan dalam praktik kedokteran diantaranya:
1. Segi Amanah
Maksudnya disini yaitu sebagaimana dapat dilihat pada sumpah/lafal
sumpah dokter yang menyatakan “saya akan merahasiakan segala sesuatu
yang saya ketahui karena pekerjaan saya dank arena keilmuan saya
sebagai dokter. Artinya bahwasanya sumpah dokter tersebut bagian dari
amanah seorang dokter dan juga bentuk pengabdiannya sebagai seorang
dokter terhadap agama.1
2. Berdasarkan Al-qur’an
Dijelaskan bahwasanya seorang dokter itu wajib senantiasa menjaga
amanah yang telah dipercayakan pasien kepadanya demi memelihara
kepentingan umun dan juga mencegah hal-hal yang dapat merugikan
orang lain.1
Sebagaimana tercantum dalam QS.Al-anfal:27 yang artinya “wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati allah dan rasul
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan
kepadamu. Sedang kamu mengetahui”.10
Juga disebutkan dalam QS.Al-isra:36 yang menyatakan bahwa “ dan
janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya”.10
3. Berdasarkan Hadits
Membantu saudaranya untuk terlepas dari kesulitan merupakan
kebajikan yang mendatangkan pahala yang sangat besar baik di dunia
maupun di akhirat. Kesulitan apapun dan bantuan dalam bentuk apapun.
Begitu juga menutup aib saudaranya wajib hukumnya. Baik saudaranya
banyak berdosa lebih-lebih yang taat. Membuka aib hanya boleh
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dengan tetap memenuhi ketentuan
syari’at.11
12
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits ke-36 dari Abi Hurairah
Rodhiallahu’anhu, Nabi shollallahu’alaihi wa sallam bersabda, “barang
siapa melepaskan seorang mukmin dari kesusahan hidup di dunia, niscaya
Allah akan melepaskan darinya kesusahan di hari kiamat, barang siapa
memudahkan urusan (mukmin) yang sulit niscaya Allah akan
memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib
seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.
Allah akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa
menolong saudaranya”. (HR.Muslim)11
Dalam hadits riwayat Al-Bazzar dijelaskan juga yaitu “seorang
mukmin mempunyai tabiat atau segala sifat aib kecuali khianat dan
dusta.12
3.4 Profesionalisme Dokter
13
Sikap professional seorang dokter ditunjukan ketika dokter berhadapan
dengan tugasnya, yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai
peran dan fungsinya; Mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,
pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain dan mampu
menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu mampu bekerja sama
dengan profesi kesehatan yang lain. Sikap professional ini penting untuk
membangun rasa nyaman, aman dan percaya pada dokter.4
Sikap profesionalisme dokter berdasarkan kode etik kedokteran Indonesia
yaitu dijelaskan dalam pasal 12 yang menyatakan bahwa “setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Dimana hubungan dokter
dengan pasien adalah bersifat confidentialitas, percaya-mempercayai dan
hormat-menghormati. Karena itu, dokter berkewajiban memelihara suasana
yang ideal tersebut, dengan antara lain memegang teguh rahasia jabatan dan
pekerjaannya sebagai dokter.1
Sedangkan sikap profesionalisme dokter berdasarkan sumpah dokter yaitu
menyatakan secara tegas bahwa “saya akan merahasiakan segala sesuatu yang
saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai seorang
dokter.1
BAB III
14
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwasanya kewajiban sebagai
seorang dokter dalam memegang teguh rahasia pekerjaannya harus senantiasa
dipenuhi, guna untuk menciptakan suasana percaya-mempercayai yang mutlak
diperlukan dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Serta menjadikan
rahasia kedokteran sebagai bagian penting dari sumpahnya, sehingga dengan
begitu dapat mempengaruhi profesionalismenya sebagai seorang dokter. Selain
itu, perlu diketahui bahwa konsep confidentialitas medic ini harus dijaga oleh
semua tenaga kesehatan baik medic maupun nonmedik, yaitu:
1. Semua tenaga kesehatan
2. Semua mahasiswa kedokteran
3. Semua murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan atau
perawatan
4. Orang-orang yang ditetapkan oleh menteri kesehatan
Beberapa hal yang mencakup confidentialitas medic yaitu yang meliputi
sumpah dokter, aspek hukum, agama, dan profesionalisme dokter berdasarkan
KODEKI. Bahwa dalam confidentialitas medic ini sangat diperlukan rasa saling
percaya antara dokter dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Edisi 4.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2008.
2. Budhyardjo Ika. Laporan Makalah. http:/laporanmakalah
3. www.mediskerahasiaan.Dr.T.ThirumoorthySMApusatetikamedisprofesionalism
e.com
4. Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan. Manual Komunikasi Efektif
Dokter-Pasien. Jakarta Selatan: Draft Konsil Kedokteran Indonesia. 2006.
5. Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan. Undang-undang Kesehatan &
Undang-undang Praktik Kedokteran. Jakarta Selatan: Buku Indonesia Legal
Center Publishing. 2010.
6. Dahlan Sofwan. Hukum Kesehatan. Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. 2003.
7. Samil RS. Buku Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2001.
8. Sampurna Budi. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
http://www.Freewebs.com/kelalaianmedik/indeks.htm
9. Suharto Gatot. Aspek Medikolegal Praktik Kedokteran. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. 2008.
10. Kitab Suci Al-Qur’an Halaman 180 & 285.
11. Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi- Syaikh Shalih Alu Syaikh
Hafizhohulloh- http:/muslim.or.id
12. Almath MF. http://opi.11omb.com/
16
17